BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Kepatuhan Wajib Pajak
Pengertian kepatuhan wajib pajak menurut Harinurdin (2009) adalah wajib
pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Pemenuhan
kewajiban perpajakan tersebut harus sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa
perlu ada pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ancaman, dan penerapan
sanksi baik hukum maupun administrasi. Sedangkan menurut Nugroho (2006)
tentang kepatuhan pajak meliputi beberapa hal yaitu: 1)Wajib pajak paham dan
berusaha memahami UU perpajakan; 2)Mengisi formulir pajak dengan benar;
3)Menghitung pajak dengan jumlah yang benar; 4)Membayar pajak tepat pada
waktunya.
Kepatuhan pajak identik dengan kesediaan seorang wajib pajak dalam
memenuhi peraturan perpajakannya. Menurut Nurmantu (2003) Kepatuhan
perpajakan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Terdapat dua macam
kepatuhan menurut Nurmantu yakni Kepatuhan formal dan kepatuhan material.
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban
perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
perpajakan”. Kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak
dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat
Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak
Menurut Devano dan Rahayu (2006), kepatuhan wajib pajak dapat
diidentifikasi dari: 1)Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri;
2)Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan; 3)Kepatuhan
dalam menghitung dan membayar pajak terutang; 4)Kepatuhan dalam pelaporan
dan pembayaran tunggakan.
Identifikasi indikator-indikator tersebut sesuai dengan kewajiban pajak
dalam self assessment system menurut Devano dan Rahayu (2006) yaitu sebagai berikut:
1) Mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak
Wajib pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan
wajib pajak dan dapat melalui e-register (media elektronik online) untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2) Menghitung dan memperhitungkan pajak oleh wajib pajak
Menghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya pajak yang
terutang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalihkan tarif
pajak dengan dasar pengenaan pajaknya, sedangkan memperhitungkan adalah
mengurangi pajak yang terutang tersebut dengan jumlah pajak yang dilunasi
dalam tahun berjalan sebagai kredit pajak (prepayment). Selisih antara pajak yang terutang dengan kredit pajak dapat berupa kurang bayar, lebih bayar atau nihil.
Wajib pajak diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar
sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan sehingga penenetuan besarnya pajak yang
3) Membayar pajak dilakukan sendiri oleh wajib pajak
Membayar pajak yaitu melakukan pembayaran pajak tepat waktu sesuai
jenis pajak. Pelaksanaan pembayaran dapat dilakukan di bank-bank pemerintah
maupun swasta dan kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)
yang dapat diambil di KPP terdekat atau melalui e-payment.
4) Pelaporan dilakukan sendiri oleh wajib pajak
Pelaporan yang dimaksud adalah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT),
dimana SPT tersebut berfungsi sebagai sarana wajib pajak di dalam melaporkan
dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang. Kepatuhan akan membayar pajak akan sangat berpengaruh apabila
masyarakat mengerti dan jelas akan undang-undang dan peraturan perpajakan di Indonesia.
2.1.2 Pengetahuan Peraturan Perpajakan
Pengetahuan dan Pemahamaan akan Peraturan Perpajakan Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2008) disebutkan bahwa pengetahuan adalah apa yang
diketahui oleh manusia atau hasil pekerjaan manusia menjadi tahu. Pengetahuan
itu merupakan milik atau isi pikiran manusia yang merupakan hasil dari proses
usaha manusia untuk tahu. Pengetahuan akan peraturan perpajakan bisa diperoleh
wajib pajak melalui seminar tentang perpajakan, penyuluhan dan pelatihan yang
dilakukan Dirjen Pajak. Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai
arti mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses perbuatan cara.
Berdasarkan definisi diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa pengetahuan
dan pemahaman akan peraturan perpajakan adalah proses dimana wajib pajak
membayar pajak. Pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan yang
dimaksud mengerti dan paham tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan
(KUP) yang meliputi tentang bagaimana cara menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT), pembayaran, tempat pembayaran, denda dan batas waktu
pembayaran atau pelaporan SPT (Resmi, 2009). Pengetahuan dan pemahaman
wajib pajak mengenai peraturan perpajakan berkaitan dengan persepsi wajib pajak
dalam menentukan perilakunya (perceived control behavior) dalam kepatuhan untuk membayar pajak. Semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman wajib pajak,
maka wajib pajak dapat menentukan perilakunya dengan lebih baik dan sesuai
dengan ketentuan perpajakan sehingga wajib pajak memiliki tingkat kepatuhan
yang tinggi. Namun jika wajib pajak tidak mengerti mengenai peraturan dan
proses perpajakan, maka wajib pajak tidak dapat menentukan perilakunya dengan
tepat sehingga kepatuhan yang dimiliki wajib pajak rendah.
2.1.3 Kemauan Membayar Pajak
Menurut Widaningrum (2007), kemauan membayar merupakan suatu nilai
dimana seseorang rela untuk membayar, mengorbankan atau menukarkan sesuatu
untuk barang atau jasa. Penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap
pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakkan masyarakat untuk
mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak (Suyatmin, 2004). Dimana dari
definisi diatas dapat juga didefinisikan sebagai suatu nilai yang rela dibayar atau
dikorbankan seseorang demi membiayai pengeluaran umum negara dengan tidak
mendapat kontraprestasi secara langsung sedangkan menurut Asri (2009), wajib
pajak dikatakan memiliki kesadaran apabila memenuhi beberapa kriteria diantara
2)Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara; 3)Memahami bahwa
kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
4)Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela; 5)Menghitung,
membayar, melaporkan pajak dengan benar. Kesadaran wajib pajak atas
perpajakan amatlah diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Secara
empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi kesadaran perpajakan wajib
pajak maka makin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak (Suyatmin, 2004).
2.1.4 Pelayanan Perpajakan
Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan
segala keperluan yang dibutuhkan seseorang). Sementara itu fiskus adalah petugas
pajak. Sehingga pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak
dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan
seseorang (dalam hal ini adalah wajib pajak). Jadi, pelayanan fiskus dapat
diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu, mengurus, atau
menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang yang dalam hal ini
adalah wajib pajak (Jatmiko, 2006).
Petugas pajak (Fiskus) dalam melaksanakan tugasnya melayani
masyarakat atau wajib pajak sangat di pengaruhi oleh adanya tax policy, tax law
dan tax administration. Wajib pajak dalam memenuhi kewajibanya membayar pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan
yang terbaik kepada wajib pajak. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam
perundang-undangan perpajakan. Selain itu fiskus harus memiliki motivasi yang tinggi
sebagai pelayan publik.
Kegiatan yang dilakukan otoritas pajak dengan menyapa masyarakat agar
menyampaikan SPT tepat waktu termasuk penyuluhan secara kontiniu melalui
berbagai media. Dengan penyuluhan secara terus menerus kepada masyarakat
agar mengetahui, mengakui, menghargai, dan menaati ketentuan pajak diharapkan
tujuan pajak dapat berhasil. Untuk mengetahui bagaimana pelayanan terbaik yang
seharusnya dilakukan oleh fiskus kepada wajib pajak, diperlukan juga pemahaman
mengenai hak dan kewajiban sebagai Fiskus. Kewajiban fiskus yang diatur dalam
undang-undang perpajakan adalah: 1)Kewajiban untuk membina wajib pajak;
2)Kewajiban merahasiakan data wajib pajak; 3)Kewajiban melaksanakan putusan.
Sementara itu terdapat pula hak-hak fiskus yang diatur dalam
undang-undang perpajakan antara lain: 1)Hak menerbitkan NPWP dan NPPKP secara
jabatan; 2)Hak menerbitkan surat ketetapan pajak; 3)Hak menerbitkan surat paksa
dan surat perintah melaksanakan penyitaan; 4)Hak melakukan pemeriksaan dan
penyegelan; 5)Hak melakukan atau mengurangi sanksi administratif; 6)Hak
melakukan penyidikan, pencegahan dan penyanderaan.
Apabila petugas pajak melakukan kesalahan berkaitan dengan pelaksanaan
ketentuan perpajakan, bertindak diluar kewenangannya, menyalahgunakan
kekuasaan dengan maksud menguntungkan diri sendiri, dalam hal demikian wajib
pajak dapat mengadukan pelanggaran yang dilakukan pegawai pajak (fiskus)
tersebut kepada unit sub pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Departemen
2.1.5 Kesadaran Wajib Pajak
Sebagaimana diketahui bahwa dalam sistem perpajakan yang baru, wajib
pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kegotongroyongan nasional
melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan sendiri
pajak yang terutang. Besarnya pajak dihitung sendiri oleh wajib pajak, kemudian
membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dengan sistem perpajakan yang baru
diharapkan akan tercipta unsur keadilan dan kebenaran mengingat pada wajib
pajak yang bersangkutanlah yang sebenarnya mengetahui besarnya pajak yang
terutang (Kiryanto, 2000).
Menurut Muliari dan Setiawan (2011), kesadaran perpajakan adalah suatu
kondisi di mana wajib pajak mengetahui, memahami, dan melaksanakan
ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. Kesadaran membayar pajak
dapat diartikan sebagai suatu bentuk sikap moral yang memberikan sebuah
kontribusi kepada negara untuk menunjang pembangunan negara dan berusaha
untuk mentaati semua peraturan yang telah ditetapkan oleh negara serta dapat
dipaksakan kepada wajib pajak (Nugroho 2012). Peran aktif pemerintah untuk
menyadarkan masyarakat akan pajak sangat diperlukan baik berupa penyuluhan atau
sosialisasi rutin ataupun berupa pelatihan secara intensif agar kesadaran masyarakat
untuk membayar pajak dapat meningkat atau dengan kebijakan perpajakan dapat
digunakan sebagai alat untuk menstimulus atau merangsang wajib pajak agar
melaksanakan dan meningkatkankesadaran dalam membayar perpajakan.
2.1.6 Kondisi Keuangan
Penelitian yang dilakukan oleh Olabede, Affrin & idris (2011)
tingkat kepatuhan wajib pajak di negara Nigeria. Oleh karena itu, apabila seorang
wajib pajak berada pada posisi kondisi keuangan yang rendah maka memiliki
kecenderungan lebih untuk tidak taat dalam membayar kewajiban pajaknya
dibandingkan jika wajib pajak berada pada kondisi keuangan yang baik. Dari
uraian di atas dapat dikatakan bahwa kondisi keuangan seorang wajib pajak
diduga akan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakan.
Apabila wajib pajak dapat memenuhi semua kebutuhan, baik itu
kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier berdasarkan pendapatan yang
dimiliki tanpa bantuan dari pihak luar berupa pinjaman, maka dapat dikatakan
bahwa kondisi keuangan wajib pajak tersebut baik. Akan tetapi, apabila wajib
pajak tersebut sering melakukan pinjaman dari pihak luar yang biasa diperoleh
dari keluarga, teman, maupun bank, dapat dikatakan bahwa kondisi keuangan
wajib pajak tersebut buruk (Persepsi kondisi keuangan pribadi berkaitan dengan
persepsi wajib pajak dalam menentukan perilakunya (perceived control behavior) dalam Kepatuhan untuk membayar pajak. Semakin tinggi persepsi kondisi
keuangan pribadi, maka wajib pajak dapat menentukan perilakunya dengan lebih
baik dan sesuai dengan ketentuan perpajakan sehingga kepatuhan wajib pajak
tinggi. Namun jika wajib pajak memiliki persepsi kondisi keuangan pribadi
rendah, maka wajib pajak tidak dapat menentukan perilakunya dengan tepat
sehingga wajib pajak memiliki tingkat kepatuhan yang rendah.
2.1.7 Pemeriksaan Pajak
Sesuai dengan pasal 29 ayat 1 UU Nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah
dapat dibedakan menjadi dua yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan seorang wajib pajak dapat dilakukan dalam hal: 1)Surat
Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah
diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; 2)Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi; 3)Surat Pemberitahuan tidak
disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan; 4)Surat
Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak; 5)Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut
pada angka 3 tidak dipenuhi.
Sedangkan pemeriksaaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat dilakukan dalam hal
keperluan untuk: 1)Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan:
2)Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak: 3)Pengukuhan atau pencabutan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; 4)Wajib Pajak mengajukan keberatan;
5)Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
5)Pencocokan data dan atau alat keterangan; 7)Penentuan Wajib Pajak berlokasi
di daerah terpencil; 8)Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak
Pertambahan Nilai; 9)Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
2.1.8 Sosialisasi Perpajakan
Kegiatan penyuluhan pajak memiliki peranan dan andil yang cukup
penting dalam mensosialisasikan pajak ke seluruh wajib pajak. Sosialisasi
perpajakan sebagai suatu upaya dari Direktorat Jendral Pajak untuk memberikan
pengertian, informasi dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan
wajib pajak pada khususnya, mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan adanya sosialisasi perpajakan
yang dilakukan oleh Ditjen Pajak diharapkan akan dapat terciptanya partisipasi
yang efektif dari masyarakat dan wajib pajak dalam memenuhi hak dan
kewajibannya sehingga memungkinkan lestarinya suatu kesadaran perpajakan.
Penyesuaian diri dalam sosialisasi terjadi secara berangsur-angsur sesuai
dengan perkembangan pertambahan ilmu pengetahuan dan penerimaan individu
terhadap nilai-nilai dan norma yang ada didalam lingkungan masyarakat dimana
masyarakat berada. Bentuk proses sosialisasi yang dialami individu terbagi
menjadi dua yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder (Soekanto, 2002).
1) Sosialisasi Primer dialami individu pada masa kanak-kanak terjadi dalam
lingkungan keluarga, individu tidak dapat menghindar untuk menerima dan
menginternalisasikan cara pandang keluarga.
2) Sosialisasi sekunder berkaitan dengan ketika individu mampu untuk
berinteraksi dengan orang lain selain keluarganya. Dalam sosialisasi
skunder terdapat proses sosialisasi dan desosialisasi, dimana keduanya
merupakan proses yang berkaitan satu sama lain. Resosialisasi berkaitan
dengan pengajaran dan penanaman nilai yang berbeda dengan
nilai-nilai baru tersebut maka desosialisasi terjadi dimana diri individu yang
lama dicabut dan diberi diri yang baru dalam proses resosialisasi. Dalam
sosialisasi ini jika individu menghindar dan tidak menerima nilai dan
norma-norma yang ada maka individu tersebut akan dikucilkan dari
lingkungannya berada.
Seseorang akan mengalami proses sosialisasi yang bersifat terus menerus
selama individu tersebut hidup mulai dari anak-anak sampai mereka dewasa.
Termasuk pula sosialisasi perpajakan, cepat atau lambat perpajakan harus
diketahui dan dipahami oleh semua lapisan masyarakat dalam mempelajari
perpajakan.
2.1.9 Lingkungan Wajib Pajak
Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna
dan atau pengaruh tertentu kepada individu. Lingkungan terdiri keluarga, teman,
jaringan sosial dan perdagangan, nilai pelaksanaan pajak yang dihubungkan dan
informasi tentang WP, termasuk didalamnya jumlah nominal dan komposisi
penghasilan dan pengeluaran WP, peraturan perpajakan yang diikuti dan
syarat/permintaan biaya yang sesuai. Lingkungan yang mempengaruhi seseorang
untuk compliance dan non compliance tidak dapat ditinjau dari hanya satu variabel penyebab (Daroyani, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
James dan Alley (1999) kepatuhan pajak adalah subjek yang kompleks dengan
implikasi yang luas dan yang mempengaruhi kepatuhan tersebut ada dua
pendekatan yaitu ekonomi dan perilaku. Pendekatan ekonomi biasanya dilihat dari
sisi hukuman, sanksi-sanksi yang di berikan. Sedangkan perilaku dapat
2.1.10 Besaran Pajak
Besaran pajak yang harus dibayar (tax required to pay) merupakan besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, maka semakin besar
pajak yang harus dibayar maka semakin besar pula kecendrungan wajib pajak
untuk melakukan penggelapan atau pelanggaran. Dalam pelaksanaannya terdapat
perbedaan kepentingan Wajib Pajak dengan pemerintah. Wajib Pajak berusaha
untuk membayar pajak sekecil mungkin karena dengan membayar pajak dapat
mengurangi kemampuan ekonomi Wajib Pajak. Di lain pihak pemerintah
memerlukan dana untuk membiayai penyelenggaraan pembangunan yang
sebagian besar dari penerimaan pajak. Adapun perbedaan kepentingan ini
menyebabkan Wajib Pajak cendrung untuk mengurangi jumlah pembayaran
pajak, baik secara legal maupun secara ilegal. Hal ini dimungkinkan jika ada
peluang yang dapat dimanfaatkan baik karena kelemahan paraturan perpajakan
maupun sumber daya manusia (fiskus).
2.1.11 Penagihan Pajak
Menurut Kurniawan (2011) Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan
agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Pasal 1 angka 9 UU
No. 19/2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa).
Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen
diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak
pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda. Kegiatan
penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam menyelamatkan penerimaan Negara
yang tertunda, oleh sebab itu seksi penagihan merupakan seksi produksi yang paling
dibanggakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Untuk mengatasi berbagai kendala perlu dilaksanakan tindakan penagihan
yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Tindakan penagihan meliputi
pemberitahuan surat teguran, penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat
paksa, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, serta menjual barang
yang telah disita berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19
tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000.
Tindakan penagihan merupakan wujud upaya untuk mencairkan tunggakan
pajak, namun dalam pelaksanaan penagihan haruslah memperhatikan prinsip
keseimbangan antara biaya penagihan dengan penerimaan yang didapatkan karena
pelaksanaan penagihan dalam rangka pencairan tunggakan pajak mengeluarkan biaya
yang tidak sedikit. Dari beberapa upaya penagihan pajak yang telah diuraikan di atas,
ada satu tahapan yang tidak perlu mengeluarkan lebih banyak biaya dan lebih banyak
waktu untuk memprosesnya.
2.1.12 Sanksi Perpajakan
Sanksi adalah denda yang diberikan terhadap wajib pajak karena telah
melanggar ketetapan jangka waktu yang telah diberikan. Menurut Arum (2012),
sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang
melanggar peraturan. Peraturan atau Undang-undang merupakan rambu-rambu
bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan
Undang-undang tidak dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan
dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat
pencegah agar wajib pajak tidak melanggar normaperpajakan (Mardiasmo, 2006).
Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan indikator
sebagai berikut: a)Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak
cukup berat; b)Sanksi adminstrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak
sangat ringan; c)Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana
mendidik wajibpajak; d)Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa
toleransi; e)Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan
(Muliari dan Setiawan, 2010).
Selama ini ada anggapan umum dalam masyarakat bahwa akan dikenakan
sanksi perpajakan hanya bila tidak membayar pajak. Padahal, dalam kenyataannya
banyak hal yang membuat masyarakat atau wajib pajak terkena sanksi perpajakan,
baik itu berupa sanksi administrasi (bunga, denda, dan kenaikan) maupun sanksi
pidana. Secara konvensional, terdapat dua macam sanksi yaitu sanksi positif dan
sanksi negatif. Sanksi positif merupakan suatu imbalan, sedangkan sanksi negatif
merupakan suatu hukuman (Ilyas dan Burton, 2010). Namun pemberian imbalan
apabila wajib pajak patuh dan telah memasukkan Surat Pemberitahuan tepat pada
waktunya belum diperhatikan.Saat ini Dirjen Pajak masih berfokus pada
pemberian sanksi negatif dalam menuntut wajib pajak agar patuh terhadap
peraturan perpajakan.
Apabila dikaitkan dengan UU Perpajakan yang berlaku, menurut Ilyas dan
pajak, yaitu: 1)Dituntut kepatuhan (compliance) wajib pajak dalam membayar pajak yang dilaksanakan dengan kesadaran penuh; 2)Dituntut tanggung jawab
(responsibility) wajib pajak dalam menyampaikan atau memasukan Surat Pemberitahuan tepat waktu sesuai Pasal 3 Undang-undang Nomor 6/1983;
3)Dituntut kejujuran (honesty) wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan sesuai dengan keadaan sebenarnya; 4)Memberikan sanksi (law enforcement) yang lebih berat kepada wajib pajak yang tidak taat pada ketentuan yang berlaku.
Dari keempat hal di atas, paling efektif menurut Ilyas dan Burton (2010)
adalah dengan menerapkan sanksi (law enforcement) tanpa pandang bulu dan dilaksanakan secara konsekuen. Wajib pajak akan memenuhi pembayaran pajak
bila memandang sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya Jatmiko
(2006). Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib
pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan diduga akan berpengaruh terhadap
tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib
pajak telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, diantaranya adalah:
Kahona (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh dari sikap wajib
pajak terhadap prioritas pembangunan daerah, sikap wajib pajak terhadap prioritas
pembangunan daerah, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus dan sikap
wajib pajak dalam penghindaran PBB terhadap kepatuhan wajib pajak PBB di KP
PBB Semarang. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis
diteliti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan WP PBB baik
secara parsial maupun simultan.
Asmuri (2006) telah meneliti pengaruh reformasi perpajakan, inflasi dan
jumlah wajib pajak terhadap penerimaan pajak. Penelitian dilakukan di DKI
Jakarta. Hasil penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan secara simultan
antara penerimaan pajak dengan reformasi perpajakan, inflasi dan jumlah wajib
pajak.
Jatmiko (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh Sikap wajib
pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus, dan kesadaran perpajakan
terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP pratama di kota Semarang. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa sikap wajib pajak terhadap sanksi denda, pelayanan fiskus,
kesadaran perpajakan berpengaruh signifikan terhadap variabel kepatuhan wajib
pajak.
Mustikasari (2007) Dengan Judul Penelitian “Kajian Empiris Tentang
Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Perusahaan Industri Pengolahan Di Surabaya”.
Hasil penelitian bahwa niat seseorang belum tentu diwujudkan dalam perilakunya,
wajib pajak yang memiliki niat ketidakpatuhan pajak rendah, ketidakpatuhan
pajaknya rendah atau sebaliknya, jika wajib pajak mempunyai persepsi bahwa
kondisi keuangan perusahaan baik, maka wajib pajak akan patuh dalam
menjalankan kewajiban perpajakan perusahaan yang dia wakili, jika wajib pajak
mempunyai persepsi bahwa fasilitas yang disediakan perusahaan tinggi atau
mencukupi maka ketidakpatuhan pajak badan rendah atau sebaliknya, persepsi
Rini (2007) melakukan penelitian mengenai Analisis pengaruh
Pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak memenuhi kewajiban
perpajakan pada kantor pelayanan pajak Kebayoran Dua. Analisis ini dilakukan
dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif dengan menggunakan formula
statistik paired sampleT-test (dengan pengujian dua sampel yang berpasangan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kepatuhan
wajib pajak sebelum dan sesudah pemeriksaan.
Agustina (2010) yang meneliti tentang pengaruh sikap, norma subjektif
dan kewajiban moral terhadap tindakan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama
Serpong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif dan
kewajiban moral berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap tindakan wajib
pajak pribadi di KPP Pratama Serpong.
Miladia (2010) meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
Tax Compliance Wajib Pajak Badan pada perusahaan industri manufaktur di Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Sikap wajib pajak
terhadap kepatuhan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan
secara signifikan, (2) Niat wajib pajak untuk berperilaku patuh berpengaruh
positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (3) Kondisi keuangan
berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (4)
Fasilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara
signifikan, dan (5) Iklim organisasi berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak
badan secara signifikan.
Menurut Benk et al. (2011), dalam penelitian An Investigation of Tax
Economics. Hasil penelitian menyatakan bahwa equity attitudes tidak berpengaruh signifikan terhadap niat kepatuhan pajak sedangkan normative expectation dan
legal sanction berpengaruh terhadap niat kepatuhan pajak.
Jotopurnomo dan Mangoting (2013), dalam penelitiannya mengenai
pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan,
lingkungan wajib pajak berada terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di
Surabaya, hasil penelitian menyimpullkan bahwa kesadaran wajib pajak, kualitas
pelayanan fiskus, sanksi perpajakan, dan lingkungan wajib pajak berada secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak Orang Pribadi di
KPP Sawahan Surabaya. Karena sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia
menuntut Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya sendiri yaitu mendaftarkan
diri, menghitung, membayar dan melapor. Maka dari itu apabila Wajib kesadaran
wajib pajak tinggi akan meningkatkan tingkat kepatuhan, apabila wajib pajak
memahami fungsi pajak akan meningkatkan tingkat kepatuhan karena sistem yang
berlaku adalah sistem self assessment. Apabila pelayanan fiskus yang diberikan baik akan membantu meningkatkan kepatuhan. Sanksi perpajakan yang diberikan
secara tegas akan meningkatkan tingkat kepatuhan, karena membuat wajib pajak
takut dikenakan sanksi tersebut. lingkungan wajib pajak berada secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP
Sawahan Surabaya, karena apabila masyarakat di tempat lingkungan wajib pajak
patuh berada wajib pajak pun ikut patuh. Secara simultan kesadaran wajib pajak,
kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan dan lingkungan wajib pajak berada
berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP
Santioso dan Kusnawati (2013) dalam penelitiannya mengenai analisis
pengaruh pengetahuan pajak, persepsi wajib pajak dan kemauan membayar pajak
terhadap kepatuhuhan wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua
Tahun 2011, hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
variabel pengetahuan tentang pajak dan kemauan membayar pajak secara empiris
memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan variabel persepsi
wajib pajak tentang petugas pajak dan persepsi wajib pajak tentang kriteria wajib
pajak patuh secara empiris tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak.
Ananda (2015) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan
bangunan dengan pendapatan masyarakat sebagai variabel moderating (Studi pada
wajib pajak di Kota Medan). Secara simultan pelayanan, sanksi, NJOP dan
pengetahuan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak
bumi dan bangunan. Secara parsial sanksi dan pengetahuan berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan, sedangkan
pelayanan, NJOP berpengaruh tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak
dalam membayar pajak bumi dan bangunan. Pendapatan bukan merupakan
variabel moderating yang dapat memoderasi hubungan pelayanan, sanksi, NJOP,
dan pengetahuan dengan kepatuhan.
Siringoringo (2015) dalam penelitiannya mengenai Pengaruh Penerapan Penerapan Good Governance dan Whistleblowing System Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dengan Resiko Sanksi Pajak Sebagai variabel
Reformasi birokrasi Direktorat Jendral Pajak melalui pelaksanaan Good Governance dan Whistle Blowing System dilaksanakan untuk mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak, serta Resiko Sanksi Pajak dapat menjadi
variabel moderating.
Kusuma (2015) Pengaruh Pemahaman PP No. 46 Tahun 2013 terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pengusaha dengan Kualitas Layanan dan Sanksi
Perpajakan sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus pada UMKM Sidoarjo).
Pemahaman Wajib Pajak atas PP No. 46 tahun 2013 berpengaruh positif terhadap
kepatuhan Wajib Pajak Pengusaha sedangkan kualitas layanan dan sanksi
perpajakan tidak berpengaruh dan tidak dapat memoderasi hubungan antara
pemahaman Wajib Pajak atas PP No. 46 tahun 2013 dan kepatuhan Wajib Pajak
Pengusaha.
Hasannudin (2015) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar PBB dengan Variabel Moderating Sikap Wajib Pajak
atas Sanksi Denda (Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kota Tidore
Denda; 7)Sikap Wajib Pajak atas Sanksi Denda berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB.
Tabel 2.1
Review Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
1 Sulud Kahona (2003)
Pengaruh sikap wajib pajak terhadap prioritas pembangunan daerah,
menunjukkan bahwa semua variabel bebas yang di teliti memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap
kepatuhan WP PBB baik secara parsial maupun simultan
2. Asmuri (2006) Pengaruh reformasi perpajakan, inflasi dan jumlah wajib pajak
hubungan secara simultan antara penerimaan pajak
dengan reformasi
perpajakan, inflasi dan jumlah wajib pajak.
3. Jatmiko, Agus Nugroho (2006)
Pengaruh Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus, Dan Kesadaran Perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di kota
menunjukkan bahwa sikap wajib pajak terhadap sanksi denda, pelayanan fiskus, Kesadaran Perpajakan
Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Perusahaan Industri Pengolahan Di Surabaya
menyimpulkan bahwa niat seseorang belum tentu
diwujudkan dalam
perilakunya, wajib pajak
yang memiliki niat
ketidakpatuhan pajak rendah, ketidakpatuhan pajaknya rendah atau sebaliknya., jika wajib pajak mempunyai persepsi bahwa kondisi keuangan perusahaan baik, maka wajib pajak akan patuh
dalam menjalankan
jika wajib pajak mempunyai persepsi bahwa fasilitas yang disediakan perusahaan tinggi atau mencukupi maka ketidakpatuhan pajak
badan rendah atau
sebaliknya, persepsi iklim keorganisasian yang positif berpengaruh terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Memenuhi kewajiban perpajakan pada kantor pelayanan pajak Jakarta Kebayoran Dua kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah
berpengaruh langsung pada kepatuhan pajak. Kedua, persepsi kontrol perilaku
mempunyai pengaruh
terhadap niat. Ketiga,
kondisi keuangan
mempunyai pengaruh
terhadap Kepatuhan Pajak. . Keempat, kondisi fasilitas perusahaan mempunyai pengaruh positif yang
kepatuhan pajak. Karena itu. Kelima, kondisiiklim organisasi mempunyai pengaruh positif yang terhadap kepatuhan pajak Keenam, niat mempunyai pengaruh
kepatuhan pajak.
7. Agustina (2010) Pengaruh sikap, norma subjektif dan kewajiban moral terhadap tindakan wajib pajak orang pribadi
menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif dan
kewajiban moral
8. Miladia (2010) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Tax
Compliance Wajib Pajak
Badan pada perusahaan industri manufaktur di Semarang
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Sikap wajib pajak terhadap
kepatuhan pajak
berpengaruh positif
terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (2) Niat wajib pajak untuk
berperilaku patuh
berpengaruh positif
terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (3)
Kondisi keuangan
berpengaruh positif
terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (4) Fasilitas perusahaan
berpengaruh positif
terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, dan (5) Iklim organisasi
berpengaruh positif
terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan.
menunjukkan bahwa equity attitudes tidak berpengaruh signifikan terhadap niat kepatuhan pajak sedangkan
normative expectation dan
legal sanction berpengaruh terhadap niat kepatuhan pajak. Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Fiskus, Sanksi
kesadaran Wajib Pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan, dan lingkungan Wajib Pajak berada secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Sawahan Surabaya. Secara simultan kesadaran Wajib Pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan dan lingkungan
Wajib Pajak berada
(2013) persepsi wajib pajak dan
pengetahuan tentang pajak dan kemauan membayar pajak secara empiris memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan variabel persepsi wajib pajak tentang petugas pajak dan persepsi wajib pajak tentang kriteria wajib pajak patuh secara empiris tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
12. Ananda (2015) Faktor-faktor yang mempengaruhi
Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar pajak Bumi dan Bangunan
Secara simultan pelayanan,
sanksi, NJOP dan
pengetahuan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan. Secara parsial sanksi dan pengetahuan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan, sedangkan pelayanan, NJOP berpengaruh tidak
signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan.
Pendapatan bukan
merupakan variabel
moderating yang dapat
memoderasi hubungan
pelayanan, sanksi, NJOP, dan pengetahuan dengan kepatuhan. Pribadi Dengan Resiko Sanksi Pajak Sebagai variabel Moderating (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang
Direktorat Jendral Pajak melalui pelaksanaan Good
Governance dan Whistle
Blowing System
dilaksanakan untuk mampu meningkatkan
kepatuhan wajib pajak, serta Resiko Sanksi Pajak dapat menjadi variabel moderating. Wajib Pajak Pengusaha
Dependen
Kepatuhan Wajib Pajak
Moderating
Pemahaman Wajib Pajak atas PP No. 46 tahun 2013
berpengaruh positif
dan Sanksi Perpajakan
kualitas layanan dan sanksi
perpajakan tidak
berpengaruh dan tidak dapat
memoderasi hubungan
antara pemahaman Wajib Pajak atas PP No. 46 tahun
Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar PBB
dengan Variabel
Moderating Sikap Wajib Pajak atas Sanksi Denda (Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Dikota Tidore Kepulauan) secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. 2. Kesadaran Wajib Pajak
tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib dalam membayar PBB yang dimoderasi dimoderasi oleh Sikap Wajib Pajak atas Sanksi Denda.
5. Tingkat ekonomi Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB.
6. Tingkat Ekonomi Wajib Pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB yang dimoderasi oleh Sikap Wajib Pajak atas