• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Restitusi Terhadap atau Ahli Waris Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Restitusi Terhadap atau Ahli Waris Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia. Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari Upelanggaran harkat dan martabat manusia. Bertambah maraknya masalah perdagangan orang di berbagai negara, termasuk Indonesia dan negara-negara yang sedang berkembang lainnya, telah menjadi perhatian Indonesia sebagai bangsa, masyarakat internasional dan anggota organisasi internasional, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain, misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan itu. Pelaku tindak pidana perdagangan orang melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban. 1

1

(2)

Bentuk-bentuk eksploitasi meliputi kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, dan praktik-praktik serupa perbudakan, kerja paksa atau pelayanan paksa adalah kondisi kerja yang timbul melalui cara, rencana atau pola yang dimaksudkan agar seseorang yakin bahwa jika ia tidak melakukan pekerjaan tertentu, maka ia atau orang yang menjadi tanggungannya akan menderita baik secara fisik maupun psikis. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktik serupa perbudakan adalah tindakan menempatkan seseorang dalam kekuasaan orang lain sehingga orang tersebut tidak mampu menolak suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh orang lain itu kepadanya, walaupun orang tersebut tidak menghendakinya.

Tindak pidana perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Tindak pidana perdagangan orang bahkan melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya. Jaringan pelaku tindak pidana perdagangan orang memiliki jangkauan operasi tidak hanya antarwilayah dalam negeri tetapi juga antarnegara.

(3)

untuk dijual. Namun, ketentuan KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan orang yang tegas secara hukum. Pasal 297 KUHP memberikan sanksi yang terlalu ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang diderita korban akibat kejahatan perdagangan orang. Undang-undang khusus tentang tindak pidana perdagangan orang yang mampu menyediakan landasan hukum materiil dan formil sekaligus. Undang-undang khusus ini mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara atau semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktik perdagangan orang, baik yang dilakukan antarwilayah dalam negeri maupun secara antarnegara dan baik oleh pelaku perorangan maupun korporasi.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 mengatur perlindungan saksi dan korban sebagai aspek penting dalam penegakan hukum, yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dasar kepada korban dan saksi. Undang-Undang ini juga memberikan perhatian yang besar terhadap penderitaan korban sebagai akibat tindak pidana perdagangan orang dalam bentuk hak restitusi yang harus diberikan oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagai ganti kerugian bagi korban dan mengatur juga hak korban atas rehabilitasi medis dan sosial, pemulangan serta reintegrasi yang harus dilakukan oleh negara khususnya bagi mereka yang

mengalami penderitaan fisik, psikis dan sosial akibat tindak pidana perdagangan orang.2

Pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang merupakan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan keluarga.

2

(4)

Mewujudkan langkah-langkah yang komprehensif dan terpadu dalam pelaksanaan pencegahan dan penanganan tersebut perlu dibentuk gugus tugas. Tindak pidana perdagangan orang merupakan kejahatan yang tidak saja terjadi dalam satu wilayah negara melainkan juga antarnegara. Dikembangkan kerja sama internasional dalam bentuk perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan/atau kerja sama teknis lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyusunan Undang-Undang ini juga merupakan perwujudan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB tahun 2000 tentang Mencegah, memberantas dan menghukum Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak (Protokol Palermo) yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia.

(5)

hakim memerintahkan dalam putusannya agar uang restitusi yang dititipkan dikembalikan kepada yang bersangkutan.3

Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, bagaimana penanganan korban tindak pidana perdagangan orang, bagaimanakah penerapan pemberian restitusi terhadap korban atau ahli waris dalam tindak pidana perdagangan orang dan apakah yang menjadi problematika penerapan restitusi terhadap korban atau ahli waris dalam tindak perdagangan orang yang

diatur dalam Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk karya ilmiah dengan fokus judul adalah “Pemberian Restitusi Terhadap Korban Atau Ahli Waris Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang “.

B.Permasalahan

Sesuai dengan latar belakang di atas, maka beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang ?

2. Bagaimanakah penerapan pemberian restitusi terhadap korban atau ahli waris tindak pidana perdagangan orang?

3. Apakah yang menjadi problematika penerapan restitusi terhadap korban atau ahli waris tindak pidana perdagangan orang yang diatur dalam Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang?

3

(6)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang. 2. Untuk mengetahui penerapan pemberian restitusi terhadap korban atau ahli

waris tindak pidana perdagangan orang.

3. Untuk mengetahui problematika penerapan restitusi terhadap korban atau ahli waris tindak perdagangan orang yang diatur dalam Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yaitu baik secara teoritis maupun secara praktis, yakni tentang :

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut dan sebagai bahan pertimbangan yang penting dalam mengambil suatu kebijakan dalam penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dan pemberian restitusi, serta diharapkan dapat memberi manfaat bagi bidang hukum pidana.

2. Secara praktis

(7)

b.Sebagai informasi bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk mengetahui pengaturan mengenai kebijakan pemerintah dalam penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dan pemberian restitusi.

c.Sebagai bahan referensi atau rujukan untuk dikaji kembali bagi para peneliti lebih lanjut untuk menambah wawasan hukum pidana terutama yang membahas tentang penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dan pemberian restitusi dengan mengambil poin-poin tertentu.

d.Sebagai informasi untuk membuka inspirasi bagi korban dan ahli waris penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dan pemberian restitusi. E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penelitian di perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU) diketahui bahwa penelitian mengenai “Pemberian Restitusi Terhadap Korban Atau Ahli Waris Dalam Tindak

Pidana Perdagangan Orang “, belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama sebelumnya, tetapi ada penelitian yang dilakukan oleh Azmiaty Zuliah mahasiswa program pasca sarjana Universitas Sumatera Utara (USU) stambuk 2010 dengan judul ” Hak Restitusi Terhadap Korban Tindak Pidana

Perdagangan Orang “. tetapi dengan pembahasan dan permasalahan yang berbeda.

F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori

(8)

pemikiran-pemikiran teoritis. Teori menempati kedudukan yang penting untuk merangkum dan memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan mensistematiskan masalah yang dibicarakannya.4

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sipenulis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang bagi sipembaca menjadi bahan perbandingan, pasangan teoritis, yang mungkin ia setujui atau pun yang tidak disetujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca. Menurut Kaelan M.S, landasan teori dalam suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional dari suatu penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategi yang artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.5

Mengkaji mengenai Pemberian Restitusi Terhadap Korban Atau Ahli Waris Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang dipergunakan teori-teori keadilan: a.Teori-teori Keadilan Dalam Pandangan Hukum

Teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam mengutamakan “the search for justice”. Berbagai macam teori mengenai keadilan

dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak dan kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Diantara teori-teori itu dapat disebut : teori keadilan Aristoteles dalam bukunya nicomachean ethics dan teori keadilan

4

Ronny H. Soemitro, Metedologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerti Ghalia, 1982), hal.37.

5

(9)

sosial John Rawl dalam bukunya a theory of justice dan teori hukum dan keadilan Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state.

1.Teori Keadilan Aritoteles

Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Spesifik dilihat dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang,

berdasarkan filsafat hukum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan

keadilan”. Pada pokoknya pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian hak

persamaan tapi bukan persamarataan. Aristoteles membedakan hak persamaanya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak dipandangan manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara dihadapan hukum sama. Kesamaan proposional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah dilakukanya.6

Lebih lanjut, keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi kedalam dua macam keadilan, keadilan “distributief” dan keadilan “commutatief”. Keadilan

distributif ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut pretasinya. Keadilan commutatief memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar menukar barang dan jasa. Pembagian macam keadilan ini Aristoteles mendapatkan banyak kontroversi dan perdebatan.

6

(10)

Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Mengesampingkan pembuktian matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai degan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat.

2.Teori Keadilan John Rawls

Beberapa konsep keadilan yang dikemukakan oleh Filsuf Amerika di akhir abad ke-20, John Rawls, seperi A Theory of justice, Politcal Liberalism dan The Law of Peoples, yang memberikan pengaruh pemikiran cukup besar terhadap

diskursus nilai-nilai keadilan. John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-egalitarian of social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah

kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi sosial (social institutions). Kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau menggugat rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan, khususnya masyarakat lemah pencari keadilan.7

Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsip-prinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep ciptaannya yang dikenal dengan “posisi asli” (original position) dan “selubung ketidaktahuan” (veil of

ignorance). Pandangan Rawls memposisikan adanya situasi yang sama dan

sederajat antara tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Pembedaan status,

7

(11)

kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan lainnya dapat melakukan kesepakatan yang seimbang, itulah pandangan Rawls sebagai suatu posisi asas yang bertumpu pada pengertian ekulibrium reflektif dengan didasari oleh ciri rasionalitas (rationality), kebebasan

(freedom), dan persamaan (equality) guna mengatur struktur dasar masyarakat (basic structure of society).

Sementara konsep selubung ketidaktahuan diterjemahkan oleh John Rawls bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi sosial dan doktrin tertentu, sehingga membutakan adanya konsep atau pengetahuan tentang keadilan yang tengah berkembang. Konsep itu Rawls menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip persamaan yang adil dengan teorinya disebut sebagai “Justice as fairness”.

Pandangan John Rawls terhadap konsep posisi asas terdapat prinsip-prinsip keadilan yang utama, diantaranya prinsip persamaan, yakni setiap orang sama atas kebebasan yang bersifat universal, hakiki, kompitabel dan ketidaksamaan atas kebutuhan sosial, ekonomi pada diri masing-masing individu. Prinsip pertama yang dinyatakan sebagai prinsip kebebasan yang sama (equal liberty principle), seperti kebebasan beragama (freedom of religion), kemerdekaan berpolitik (political of liberty), kebebasan berpendapat dan mengemukakan ekspresi (freedom of speech

and expression), sedangkan prinsip kedua dinyatakan sebagai prinsip perbedaan

(12)

Lebih lanjut John Rawls menegaskan pandangannya terhadap keadilan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik. Prinsip perbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus memposisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.

3. Teori Keadilan Hans Kelsen

(13)

mengemukakan keadilan sebagai pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Suatu tatanan yang adil yang beranggapan bahwa suatu tatanan bukan kebahagian setiap perorangan, melainkan kebahagian sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin individu dalam arti kelompok, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tertentu, yang oleh penguasa atau pembuat hukum, dianggap sebagai kebutuhan-kebutuhan yang patut dipenuhi, seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan. Kebutuhan-kebutuhan manusia yang manakah yang patut diutamakan. Hal ini dapat dijawab dengan menggunakan pengetahuan rasional, yang merupakan sebuah pertimbangan nilai, ditentukan oleh faktor-faktor emosional dan oleh sebab itu bersifat subjektif.8

Sebagai aliran positivisme Hans Kelsen mengakui juga bahwa keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda atau hakikat manusia, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. Pemikiran tersebut diesensikan sebagai doktrin yang disebut hukum alam. Doktrin hukum alam beranggapan bahwa ada suatu keteraturan hubungan-hubungan manusia yang berbeda dari hukum positif, yang lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari alam, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. Pemikiran tentang konsep keadilan, Hans Kelsen yang menganut aliran positifisme, mengakui juga kebenaran dari hukum alam. Pemikirannya terhadap konsep keadilan menimbulkan dualisme antara hukum positif dan hukum alam. Menurut Hans Kelsen : “Dualisme antara hukum positif dan hukum alam menjadikan karakteristik dari hukum alam mirip dengan dualisme metafisika tentang dunia realitas dan dunia ide model Plato. Inti dari fislafat Plato ini adalah doktrinnya tentang dunia ide. Mengandung

8

(14)

karakteristik mendalam. Dunia dibagi menjadi dua bidang yang berbeda, yang pertama adalah dunia kasat mata yang dapat ditangkap melalui indera yang disebut realitas, yang kedua dunia ide yang tidak tampak.”

Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen : pertama tentang keadilan dan perdamaian. Keadilan yang bersumber dari cita-cita irasional. Keadilan dirasionalkan melalui pengetahuan yang dapat berwujud suatu

kepentingan-kepentingan yang pada akhirnya menimbulkan suatu konflik kepentingan. Penyelesaian atas konflik kepentingan tersebut dapat dicapai melalui suatu tatatanan yang memuaskan salah satu kepentingan dengan mengorbankan kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi menuju suatu perdamaian bagi semua kepentingan.

Kedua, konsep keadilan dan legalitas. Menegakkan diatas dasar suatu yang kokoh dari suatu tananan sosial tertentu, menurut Hans Kelsen pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu peraturan umum adalah adil jika ia

(15)

Restitusi atau ganti kerugian sangat penting bagi mereka yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Amanat pemberian restitusi diatur secara jelas dalam Pasal 48 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Restitusi, korban tindak pidana perdagangan orang juga berhak atas bantuan rehabilitasi berupa psikososial. Pasal 48 Undang-Undang No.21 Tahun 2007, restitusi bagi korban tindak pidana perdagangan orang juga diatur dalam Pasal 7A Undang-Undang No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Restitusi di sini pengertiannya ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau

keluarganya oleh pelaku. Pasal 6 Undang-Undang No.31 Tahun 2014 juga disebutkan, korban tindak pidana perdagangan orang berhak mendapatkan bantuan medis serta bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis. Kerugian yang diderita korban human trafficking, agar bisa digantikan melalui restitusi dan psikososial. Amanat Undang-Undang No.13 tahun 2006 sebagaimana telah direvisi melalui Undang-Undang No.31 Tahun 2014, memerintahkan LPSK untuk turut bekerja sama dengan pihak terkait lainnya dalam menangani tindak pidana perdagangan orang.9

Pihak terkait dimaksud antara lain bisa aparat penegak hukum, Kementerian Sosial (Kemsos) maupun International Organization of Migration (IOM) Indonesia. Memberikan perlindungan dan bantuan bagi saksi, LPSK di Indonesia juga berkontribusi terhadap korban. Hal ini berbeda dengan tugas lembaga serupa

9

(16)

di negara lain, di mana mereka hanya fokus pada penanganan saksi saja. LPSK ada dan berjalan karena adanya tindak pidana dan berperan sebagai gugus tugas anti perdagangan manusia. Indonesia merupakan negara besar sehingga penanganan dan pengawasan terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang membutuhkan upaya ekstra. Koordinasi dan kolaborasi antarpihak terkait dalam menangani korban tindak pidana perdagangan orang. Sanksi tegas dan berat bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang. Menyoroti modus yang biasa digunakan dalam tindak pidana perdagangan orang, khususnya anak. Modus-modus itu antara lain berupa adopsi dan eksploitasi. Pada adopsi, ada penyalahgunaan kekuasaan, kekerasan dan penculikan. Sementara pada kasus eksploitasi, bisa berupa tubuh, tenaga atau seksual.

Pencegahan dan aturan tindak pidana perdagangan orang hendaknya bersinergi dengan penegak hukum terkait, ada pihak-pihak yang memang dengan sengaja membungkus prajtik tindak pidana perdagangan orang dengan cara mengadopsi anak untuk dijual atau diseberangkan ke wilayah lain. Ada pula yang dengan cara melahirkan secara terus-menerus. Kemudian anak yang dilahirkan diadopsikan kepada orang lain yang belum memiliki anak. Dalih mereka sudah terlalu banyak anak serta tingginya biaya hidup.

1. Kerangka konsepsional

(17)

penafsiran yang keliru dan memberikan arahan dalam penelitian, maka dengan ini dirasa perlu untuk memberikan beberapa konsep yang berhubungan dengan judul dalam penelitian sebagai berikut :

1. Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.10

2. Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.11

3. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang.12

4. Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau

10

UU No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

11

UU No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

12

(18)

memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil.13

5. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya.14

G. Metode Penelitian

Kata metode berasal dari kata Yunani “ methods ” yang berarti cara atau jalan. Upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja. yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Bahasa Indonesia kata metode berarti cara sistematis dan cara terpikir secara baik untuk mencapai tujuan. Sebuah penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian mulai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaedah-kaedah penelitian sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode penelitan hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald Dworkin menyebutkan metode penelitian tersebut juga sebagian penelitian doctrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai

13

UU No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

14

(19)

law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the

judge through judicial process.15

Penelitian hukum normatif dalam penyusunan tesis ini akan difokuskan kepada penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif. Untuk itu yang menjadi alasan adalah sebagai berikut:

a. Analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan.

b. Data yang akan dianalisis beraneka ragam, memiliki sifat dasar yang berbeda antara yang satu dengan lainnya, serta tidak mudah untuk dikuantifisir.

2. Sumber Data

Sumber data digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terlebih dahulu yang berhubungan dengan objek telaah penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya. Penelitian hukum normatif yang menitik beratkan pada penelitian kepustakaan dan berdasarkan data sekunder, maka bahan kepustakaan yang digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu: 16

15

Bambang Sunggono, Methode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 195.

16

(20)

a. Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, baik dalam bentuk perundang-undangan ataupun peraturan perundang-perundang-undangan lainnya dalam hal ini antara lain Undang-Undang No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang No.31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer berupa buku-buku, makalah-makalah seminar, majalah, surat kabar dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berisikan pendapat praktisi hukum dalam hal ini yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dan juga putusan pengadilan tentang masalah yang diteliti.

c. Bahan hukum tertier, yaitu hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus hukum, ensiklopedia dan berbagai kamus lain yang relevan.

3. Teknik Pengumpulan Data

(21)

Perdagangan Orang, Undang-Undang No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban ) yang berisi kaedah-kaedah hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini. Data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif kualitatif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini dapat dijawab.

4. Analisis Data

Analisa data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti, sebelum analisis data dilakukan terlebih dahulu diadakan pengumuman data, kemudian dianalisis secara kualitatif dan ditafsirkan secar logis dan sistematis. Kerangka berpikir deduktif dan induktif akan membantu penelitian ini khususnya dalam taraf konsistensi, serta konseptual dengan produser dan tata cara sebagaimana yang telah ditetapkan oleh asas-asas yang berlaku umum dalam perundang-undangan. Penelitian hukum normatif, pengelolahan bahan-bahan hukum pada hakekat adalah kegiatan untuk mengadakan sistematis terhadap bahan-bahan hukum tertulis. 17

Sistematis berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut untuk memudahkan dalam penelitian, kegiatan yang dimaksud dalam hal ini diantaranya memilih bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang berisi peraturan perundang-undangan serta kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan

17

(22)

berkaitan dengan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan pemberian restitusi terhadap korban atau ahli waris Tindak Pidana Perdagangan Orang serta

Referensi

Dokumen terkait

perumusan masalah tersaji pada angka 1 (Bagaimanakah Pengaturan hukum tentang tindak pidana perdagangan anak berikut perlindungannya), sedangkan empiris yaitu mengkaji

Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa sejak tahun 2007 hingga saat ini, kasus tindak pidana perdagangan orang yang korbannya mendapatkan restitusi baru ada satu

Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perdagangan orang dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian hak restitusi yang harus diberikan oleh pelaku tindak pidana

Kesimpulan berisi ringkasan pembahasan permasalahan tentang pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana perdagangan orang dan saran yang dapat diberikan

Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perdagangan orang dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian hak restitusi yang harus diberikan oleh pelaku tindak pidana

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan

Dogie Triyanto, 201110115011, Analisis Yuridis Tentang Hak Restitusi Bagi Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang; (Studi Kasus Perkara Pidana Nomor:

Unsur menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan orang,