• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Restitusi Terhadap atau Ahli Waris Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Restitusi Terhadap atau Ahli Waris Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Chapter III V"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENERAPAN PEMBERIAN RESTITUSI KORBAN ATAU AHLI WARIS DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

A. Tinjauan Umum Tentang Restitusi 1. Pengertian Restitusi

Penggantian (Restitusi) adalah penggantian kerugian, pembayaran kembali serta penyerahan bagian yang masih tersisa. Penggantian sebagian biaya pemeliharaan kesehatan yang sebelumnya telah dibayar lunas terlebih dahulu oleh pegawai. Secara bahasa, restitusi dapat diartikan sebagai ganti kerugian pembayaran kembali. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang pasal Pasal 1 angka 13 menyebutkan ; “restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian

materiildan/atau yang diderita korban atau ahli warisnya”.54

2. Pengaturan restitusi dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007

Memberikan perlindungan bagi korban tindak pidana perdagangan orang terutama dalam hal pengajuan ganti rugi (restitusi) seiring dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang. Pembahasan ini juga dimaksudkan untuk menginvetarisir berbagai permasalah

54

(2)

yang timbul dalam melaksanakan kewenangan jaksa mewakili korban mengajukan tuntutan ganti rugi bagi korban tindak pidana perdagangan orang. 55

Salah satu dasar pertimbangan diundangkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, karena selama ini peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perdagangan orang belum memberikan landasan hukum yang menyeluruh dan terpadu bagi pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Diundangkannya Undang-undang ini, maka penanganan perkara tindak pidana perdagangan orang berlandaskan pada Pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007, termasuk perlindungan terhadap hak-hak korban perdagangan orang. Salah satu upaya memberikan perlindungan kepada korban, selain diwujudkan dalam bentuk dipidananya pelaku, juga diwujudkan dalam bentuk pemenuhan hak-hak yang meliputi :

a.Hak untuk memperoleh kerahasiaan identitas (Pasal 44).

b.Hak untuk memperoleh restitusi/ganti rugi (Pasal 48 ).

c.Hak untuk memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan dan reintegrasi sosial dari pemerintah apabila yang bersangkutan mengalami penderitaan fisik maupun psikis akibat perdagangan orang (Pasal 51).

(3)

korban akibat terjadinya tindak pidana perdagangan orang. Restitusi sebagai bentuk ganti rugi kepada korban, menurut ketentuan Pasal 48 ayat (2) Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 berupa ganti kerugian atas : 56

a.Kehilangan kekayaan atau penghasilan.

b.Penderitaan.

c.Biaya untuk tindakan perawatan medis dan atau psikologis dan/atau.

d.Kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang yang meliputi:a.kehilangan harta kekayaan, b.biaya transportasi dasar, c.biaya pengacara atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum dan/atau d. kehilangan penghasilan yang dijanjikan pelaku.

Mengacu pada ketentuan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 yang mengatur tentang hak korban tindak pidana perdagangan orang berupa

restitusi (ganti rugi), menimbulkan berbagai pendapat tentang perlu tidaknya

restitusi diatur tersendiri di luar Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Restitusi perlu diatur secara tersendiri di luar KUHAP, sebagian besar pengamat setuju restitusi bagi korban tindak pidana perdagangan orang diatur tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, dimana pengajuannya diwakili oleh Jaksa sebagai Penuntut Umum, tidak seperti restitusi bagi korban tindak pidana pada umumnya yang harus mengikuti ketentuan dalam KUHAP

56

(4)

(penggabungan perkara) dimana gugatan perdata diajukan sendiri oleh pihak korban. Memberi perlindungan bagi korban tindak pidana perdagangan orang. Perlindungan itu bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hukum bagi korban dalam bentuk pemberian kompensasi/ganti rugi berupa uang atau kekayaan yang dibebankan kepada pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagai sanksi tambahan yang dijatuhkan bersamaan dengan putusan pidana dan juga untuk terpenuhinya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan (constante yustitie) dengan pertimbangan apabila restitusi diajukan melalui gugatan perdata, akan merugikan pihak korban karena memakan waktu yang cukup lama dan biaya besar.

Pasal 48 ayat (5) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 disebutkan bahwa “uang restitusi dapat dititipkan di pengadilan tempat perkara diputus”. Pasal itu

tidak disertai dengan ketentuan mengenai mekanisme penitipan yang meliputi kapan penitipan dapat dilakukan dan apakah penitipan tersebut efektif atau tidak. Terhadap waktu penitipan uang restitusi menyatakan waktu penitipan restitusi

(5)

setempat melalui panitera untuk membuat “surat ketetapan” supaya pelaku

menitipkan sejumlah uang sesuai dengan permintaan Jaksa selaku Penuntut Umum.

Terhadap yang setuju waktu penitipan dilakukan setelah ada putusan PN, adalah untuk memudahkan Hakim dalam penghitungan kerugian korban, walaupun hal ini sangatlah beresiko. Tidak adanya uang titipan sejak awal, dikhawatirkan pada saat eksekusi, harta pelaku sudah habis dan korban tidak mendapatkan apa-apa. Hal ini dapat dikarenakan harta kekayaan pelaku sudah dialihkan sebelum ada putusan PN. Terhadap dua pendapat di atas, alasan penitipan dilakukan sejak tahap penyidikan tampaknya lebih mendukung adanya perlindungan hak-hak korban, selain itu juga bersesuaian dengan Penjelasan pasal 48 ayat (5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa penitipan restitusi dalam bentuk uang di pengadilan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ketentuan ini disamakan dengan proses penanganan perkara perdata dalam

konsinyasi. Pelaksanaan Pasal 48 ayat (5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang waktu penitipan uang restitusi, dilakukan sejak tahap penyidikan.57

Dikaitkan dengan bunyi pasal 48 ayat (5) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007, mensyaratkan adanya amandemen terhadap kata “dapat” yang seharusnya

diganti dengan kata “wajib”, karena dalam kata “wajib” mengandung makna

ketegasan bahwa perintah Undang-undang harus diikuti oleh siapapun tanpa kecuali atau dengan kata lain pelaku tindak pidana perdagangan orang wajib menitipkan

57

(6)

uang restitusi pada PN setempat. Kata wajib menitipkan uang kalau tidak diikuti dengan upaya paksa, maka ketentuan itu akan sia-sia saja. Pelaku tetap tidak mau menitipkan uang restitusi ke pengadilan juga tidak ada sanksi yang akan diberikan pada pelaku. Berarti salah satu unsur sistem hukum yaitu dapat diaplikasinya peraturan tidak dapat terwujud. Tidak berfungsinya salah satu unsur maka sistem hukum tidak akan berjalan dengan efektif. Menyatakan penitipan uang restitusi

tidak efektif, menyatakan sebaiknya penitipan restitusi diganti dengan sita jaminan, karena sejak awal penyidikan sudah dapat dilakukan penyitaan terhadap harta pelaku sebagai jaminan pembayaran uang restitusi. Pendapat ini patut dijadikan

alternatif, walaupun semua itu harus ada ketentuan yang mengaturnya.

3.Pengajuan restitusi bagi korban tindak pidana perdagangan orang

(7)

tuntutan dan apakah diperkenankan kalau sudah diajukan penuntut umum korban dapat mengajukan sendiri atau ketentuan ini bersifat alternatif. 58

Terhadap permasalahan siapakah yang berhak menentukan jumlah uang

restitusi yang akan diajukan ke pengadilan, menyatakan yang berhak adalah jaksa, dengan pertimbangan disamping jaksa mempunyai kewenangan untuk mengajukan tuntutan restitusi mewakili korban sebagaimana penjelasan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 juga dikarenakan restitusi dalam tindak pidana perdagangan orang sudah ditarik ke ranah hukum pidana. Jaksa sebagai pejabat publik yang mewakili kepentingan masyarakat menyatakan yang paling berhak adalah korban dan keluarganya karena merekalah yang secara nyata mengalami dan merasakan penderitaan. Berpendapat baik jaksa maupun korban dapat menghitung sendiri-sendiri nilai kerugian korban yang akan diajukan ke pengadilan dan biarkan hakim yang memutuskan berapa restitusi yang harus dibayar oleh pelaku.

Walaupun belum ada kata sepakat mengenai siapa yang berhak menentukan jumlah nilai uang restitusi yang akan diajukan ke pengadilan, tetapi sebagian besar berpendapat mengingat restitusi dalam tindak pidana perdagangan orang sudah ditarik ke wilayah hukum pidana, maka sebaiknya perhitungan diserahkan sepenuhnya ke Jaksa dan tetap berkoordinasi dengan korban. Halnya dengan bagaimana cara menghitung jumlah nilai uang restitusi, sepanjang belum ada ketentuan yang mengaturnya sebagai tolak ukur/standar penilaian, maka untuk

58

(8)

menentukan jumlah kerugian korban dapat dilakukan dengan melihat nilai kerugian

materiil dan immateriil.

Kerugian materiil dapat dihitung berdasarkan fakta-fakta yang dibuktikan di pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, sedangkan kerugian immateriil biasanya diakomodasikan atas permintaan korban yang disesuaikan dengan status korban/keluarga dalam masyarakat baik ditinjau dari segi sosial, ekonomi, budaya dan agama. Mengingat hal tersebut belum diatur secara tegas baik dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 atau dalam peraturan perundang-undangan lainnya. Dasar penilaian melalui standar kerugian materiil dan immateriil belum mewakili kepentingan korban seutuhnya karena cenderung terpengaruh adanya penilaian subyektif dari jaksa ataupun korban/keluarga, sehingga harus ada ketentuan yang mengaturnya.

Terhadap siapakah yang berwenang mengajukan tuntutan restitusi, menyatakan yang berhak adalah Jaksa setelah mempertimbangkan apa yang diinginkan oleh korban dan keluarganya, menyatakan yang berhak adalah korban/keluarganya, menyatakan yang berhak adalah jaksa dan korban. Berwenang mengajukan tuntutan restitusi adalah jaksa selaku penuntut umum setelah memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal yang diinginkan korban/keluarga.

(9)

berwenang mengajukan tuntutan restitusi ke pengadilan tetap Jaksa selaku Penuntut Umum setelah memperhatikan dan berkoordinasi dengan pihak korban/keluarganya. Berlandaskan pada ketentuan jaksa adalah pejabat

publik dan restitusi dalam tindak pidana perdagangan orang sudah masuk dalam ranah hukum pidana, sehingga restitusi yang diajukan jaksa sifatnya wajib, baik diminta korban ataupun tidak. Apabila jaksa tidak setuju dengan apa yang diminta korban/keluarganya, demikian sebaliknya apabila korban tidak setuju dengan penilaian Jaksa, maka korban dapat mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan melalui mekanisme gugatan perdata.

Terhadap pengajuan tuntutan restitusi dan tuntutan pidana, apakah tuntutan

restitusi menjadi satu dan merupakan bagian dari surat tuntutan atau terpisah tetapi pengajuannya bersamaan dengan surat tuntutan, menyatakan sebaiknya tuntutan

restitusi menjadi satu dengan tuntutan pidana dan diajukan bersamaan agar lebih

efisien, karena restitusi itu sifatnya hanya menentukan nilai kerugian yang diderita korban yang pemeriksaannya tidak dapat dilepaskan dari tindak pidananya dan sesuai dengan ketentuan Pasal 48 ayat (3) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 bahwa “restitusi itu diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tindak pidana perdagangan orang”, menyatakan tuntutan restitusi dan tuntutan pidana dibuat terpisah tetapi waktu pengajuannya tetap bersamaan, menyatakan tidak menjadikan masalah tuntutan restitusi dan tuntutan pidana dalam satu berkas atau tidak yang penting pengajuannya bersamaan. 59

59

(10)

Terdapat perbedaan pendapat mengenai penyusunan tuntutan restitusi,

apakah menyatu atau terpisah dengan tuntutan pidana, tetapi data yang ada tetap menunjukkan adanya konsistensi terutama dalam menyikapi ketentuan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, bahwa pengajuan restitusi

disampaikan oleh Penuntut Umum kepada pengadilan bersamaan dengan tuntutan pidana, mengandung makna walaupun tuntutan restitusi diajukan dalam satu berkas dengan tuntutan pidana atau dibuat terpisah, tidaklah menjadikan suatu permasalahan, sebab dalam undang-undang juga tidak ada ketegasan apakah harus menyatu ataukah terpisah, yang penting adalah waktu pengajuannya tetap bersamaan. Kondisi dimana sebagian besar pengamat menginginkan tuntutan

restitusi disatukan dengan tuntutan pidana, adalah lebih realistis, efektif dan efisien. Sebab pada dasarnya restitusi dalam tindak pidana perdagangan orang sudah menjadi bagian dari perkara pidana (lihat ketentuan Pasal 48 ayat (3) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007), yang mencerminkan semangat peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.

4. Pengajuan upaya hukum atas putusan pengadilan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang

Terhadap kewenangan jaksa mengajukan upaya hukum atas putusan

(11)

keadilan masyarakat. Halnya terhadap putusan restitusi, walaupun dalam Undang- undang Nomor 21 Tahun 2007 tidak diatur secara limitatif mengenai kewenangan Jaksa dalam melakukan upaya hukum baik dalam tingkat banding maupun kasasi terhadap putusan pengadilan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang, tetapi bila diperhatikan ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, secara tegas disebutkan bahwa penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang dilakukan berdasarkan hukum acara pidana, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. 60

Sejak awal pun sudah disebutkan bahwa jaksa berwenang mengajukan tuntutan restitusi (pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007), maka atas dasar itu Jaksa pun tetap mempunyai kewenangan dalam pengajuan upaya hukum terhadap putusan restitusi disamping putusan pidananya. Jaksa tidak berwenang mengajukan upaya hukum dan yang berhak adalah korban atau keluarga korban, menyatakan sebaiknya putusan restitusi pada putusan pengadilan tingkat pertama sudah bersifat final. Prinsipnya tidak menggoyahkan yang mendukung kewenangan jaksa dalam pengajuan upaya hukum terhadap putusan restitusi

perkara tindak pidana perdagangan orang.

Restitusi pada dasarnya adalah ganti rugi dalam ranah hukum perdata, seiring dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 ditarik ke ranah hukum pidana, khususnya melalui ketentuan Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 50

60

(12)

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007. Proses penanganan perkara, restitusi

mengikuti proses penanganan perkara pidananya karena restitusi diajukan bersamaan dengan tuntutan pidana oleh penuntut umum, dengan senantiasa memperhatikan dan tidak mengurangi hak-hak korban untuk mengajukan sendiri gugatan atas kerugian yang dideritanya, selain itu juga mengacu pada ketentuan Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, bahwa putusan restitusi

menjadi satu dengan amar putusan pidana. Proses pengajuan upaya hukum atas putusan restitusi dilakukan oleh jaksa selaku penuntut umum dalam lingkup proses beracara pidana.

(13)

Terdakwa tidak diperkenankan banding hanya terhadap putusan perkara perdatanya saja (putusan ganti rugi). Terdakwa menyatakan banding terhadap perkara pidananya, maka secara otomatis perkara perdatanya mengikuti pemeriksaan banding sehingga, turut serta diperiksa dan diputus oleh hakim banding, karena perkara perdata disini sifatnya accesoir (mengikuti perkara pidana). Bersifat accesoir, maka pihak yang dirugikan/korban tidak terbuka kemungkinan untuk mengajukan banding atas putusan ganti rugi. Apapun putusan ganti rugi, korban harus menerimanya. 61

5. Penerapan Pemberian Restitusi Terhadap Korban Atau Ahli Waris Tindak Pidana Perdagangan Orang

Terhadap siapa pelaksana putusan restitusi, menyatakan eksekusi putusan

restitusi sebaiknya dilaksanakan oleh jaksa karena sejak awal jaksa berperan dalam pengajuan restitusi (Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007) dan yang paling penting karena proses pengajuan restitusi ini masuk dalam proses beracara pidana karena tindak pidana perdagangan orang berada dalam lingkup wilayah hukum pidana dan putusan restitusi menjadi satu dengan amar putusan pidana (pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007), menyatakan

eksekusi putusan restitusi dapat langsung diberikan pada korban atau keluarganya dan jaksa bertugas melakukan pengawasan. Menimbulkan kesulitan mengenai siapa yang nantinya harus melapor ke pengadilan kalau restitusi telah dibayarkan dan

61

(14)

bagaimana bila tidak ada yang melapor, menyatakan eksekusi putusan restitusi

dapat diberikan langsung kepada korban atau keluarganya dan dapat pula diberikan melalui jaksa sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu. Ketentuan Pasal 50 (ayat 3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, disebutkan bahwa apabila dalam waktu tertentu pelaku tidak mampu membayar restitusi, maka Jaksa atas perintah Ketua PN dapat melakukan sita atas harta kekayaan pelaku untuk dilelang guna membayar restitusi. Ketentuan Pasal 50 ayat (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tersebut, tetap tidak disebutkan secara tegas apakah sejak awal eksekusi

putusan restitusi dilaksanakan oleh Jaksa atau Jaksa baru bertindak bila pelaku tidak mau membayar restitusi.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 sebagaimana telah disebutkan diatas, menginginkan agar terhadap putusan restitusi, pelaksana eksekusinya adalah Jaksa, karena sejak awal Jaksa sudah terlibat dalam pengajuan tuntutan

restitusi. (Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007). Penggabungan perkara ganti kerugian dan pidana dalam KUHAP, pelaksana eksekusi atas putusan pidana dilaksanakan oleh Jaksa (Pasal 270 KUHAP) sedangkan putusan restitusi/ganti ruginya dilaksanakan menurut tata cara putusan perdata (Pasal 274 KUHAP). 62

(15)

6. Pidana Pengganti Restitusi

Ketentuan Pasal 50 ayat (4) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 menyebutkan apabila pelaku tidak mampu membayar restitusi, maka pelaku dikenai pidana kurungan pengganti paling lama 1 (satu) tahun. Pidana kurungan sebagai pengganti ketidakmampuan pelaku membayar uang ganti rugi (restitusi),

menyatakan setuju dengan adanya pidana pengganti, tetapi tidak setuju dengan maksimal 1 (satu) tahun pidana kurungan pengganti karena dianggap terlalu ringan dan sebaiknya ketentuan ini diubah disesuaikan dengan jumlah kerugian yang diderita korban. Menghindari kecenderungan pihak pelaku untuk menjalani pidana kurungan dari pada harus membayar uang restitusi, karena pidana kurungannya tidak lama. 63

Nilai restitusinya sangat besar dan untuk menghindari itu maka pihak terpidana akan memilih menjalankan pidana kurungan selama 1 (satu) tahun dan kewajiban untuk membayar restitusi secara otomatis menjadi gugur, menyatakan tidak setuju dengan adanya pidana pengganti karena restitusi tidak dapat diganti dengan pidana kurungan, alasannya apabila diganti dengan pidana kurungan maka penderitaan korban tetap tidak mendapatkan kompensasi atau ganti rugi apa-apa dari penderitaan yang telah dialaminya, yang lain menyatakan setuju terhadap pidana kurungan pengganti paling lama 1 (satu) tahun karena dapat mendorong pelaku untuk membayar ganti kerugian.

63

(16)

Menyikapi rentang waktu yang hanya 1 (satu) tahun sebagai pidana pengganti. Restitusi tidak dapat diganti dengan pidana kurungan karena bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 itu sendiri yang ingin memberi perlindungan kepada korban dalam bentuk ganti rugi secara

finansial. Pidana pengganti diterapkan, maka korban tidak mendapatkan ganti rugi atau kompensasi secara materiil atas penderitaannya. Restitusi harus menjadi kewajiban terpidana sebagai pelaku kejahatan yang harus dibayar kepada korban/keluarganya. Pelaku belum mempunyai uang maka harus menjadi hutang dana kapan saja pelaku mempunyai kekayaaan, maka jaksa akan menyitanya. Pelaku meninggal dunia, maka ganti rugi harus menjadi tanggungjawab ahli warisnya. Berbeda dengan kerugian dalam perkara korupsi yang diderita oleh negara sehingga bila pelaku tidak mampu membayar, dapat diganti dengan pidana kurungan.

B. Kasus TPPO Serta Penerapan Pemberian Restitusi

1. Kasus TPPO Yang Tidak Terdapat Restitusi a. PUTUSAN NO : 111/PID.B/2002/PN-BJ

(17)

Telah mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum tertanggal 4 Juli 2002 yang pada pokoknya menuntut supaya majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan sebagai berikut : 64

1.Menyatakan terdakwa MAMI bersalah melakukan tindak pidana melarikan wanita dibawah umur sebagaimana diatur dalam pasal 297 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

2.Menjatuhkan pidana terhadap MAMI dengan hukuman 1 tahun dikurangi selama dalam tahanan.

3.Menetapkan agar terdakwa atas tuntutan hukum Jaksa Penuntut Umum, yang pada pokoknya mohon hukuman yang seringa-ringannya dengan alasan menyesali perbuatan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi di kemudian hari. Menimbang, bahwa terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah didakwa yaitu sebagai berikut:

Kesatu:

-Terdakwa MAMI bersama-sama dengan Novi dan Anto (dituntut dalam berkas perkara terpisah) pada hari Kamis, tangal 14 Maret 2002, sekitar pukul 09.00 wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain di bulan Maret dalam tahun 2002, bertempat di Taman PKK Titi Kembar Jalan Jenderal Sudirman Binjai atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang masih termasuk wilayah hukum Pengadilan Negeri Binjai, sebagai orang yang telah melakukan ataupun turut melakukan perbuatan telah melarikan seorang wanita yang belum dewasa, yaitu Dara umur 13 tahun, gadis umur 14 tahun dan Bunga umur 13 tahun atau

64

(18)

tidaknya belum berumur 21 tahun, dengan tanpa izin dari orang tuanya/walinya tetapi dengan kemauan wanita itu sendiri, dengan maksud untuk memiliki wanita itu baik dengan perkawinan maupun tidak dengan perkawinan, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut :

(19)

penghibur atau yang melayani nafsu seks laki-laki hidung belang dan menerima uang dari terdakwa Mami sebesar 1 juta rupiah. Selanjutnya Mami mempekerjakan ketiga korban tersebut untuk menjaga Bar dan melayani nafsu laki-laki hidung belang dan tanpa gaji.

-Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana melanggar pasal 332 (1) ke-1 KUHPidana jo pasal 55 (1) ke-1 KUHPidana.

Kedua :

(20)

melayani nafsu seks laki-laki hidung belang telah menerima penyerahan tiga orang wanita dibawah umur yaitu saksi korban Dara, Bung dan Gadis yang dibawa oleh saksi Anto dari Jalan Danau Singkarak lalu terdakwa memberikan uang 1 juta rupiah kepada saksi Anto sebagai upah telah mencarikan ketiga wanita tersebut, kemudian terdakwa Mami bertanya kepada ketiga korban “orang tua kalian tahu bahwa kalian kemari ” yang dijawab “tidak tahu” oleh mereka, selanjutnya ketiga korban diberi kamar masing-masing, setelah itu ketiganya disuruh oleh terdakwa Mami untuk melayani nafsu seks laki-laki hidung belang, dimana terdakwa Mami tidak memberikan gaji kepada mereka, tetapi ketiga saksi Korban hanya menerima tips dari laki-laki yang minta dilayani nafsu seksnya, sementara terdakwa Mami menerima uang sewa kamar 10 ribu rupiah dari tamu laki-laki hidung belang tersebut apabila tidak menginap dan 20 rupiah apabila tamu menginap.

-Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana melanggar pasal 296 KUHPidana jo 55 (1) ke-1 KUHPidana.” Menimbang bahwa atas dakwaan tersebut terdakwa membenarkan dan tidak mengajukan keberatan, lagi pula dalam menghadapi persidangan ini terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukum, melainkan menghadapi sendiri perkaranya. Menimbang bahwa untuk membuktikan dakwaan tersebut Jaksa Penuntut Umum dipersidangan mengajukan saksi-saksi yang telah didengar keterangannya dipersidangan yaitu sebagai berikut:

(21)

-Pada tanggal 6 April 2002 jam 12.00 wib saksi mendapat informasi dari Jelita di Yayasan Taruna bahwa anaknya Dara dibawah lari oleh Novi.

-Saksi lalu membuat pengauan ke Polsek Medan Kota tentang anaknya yang dibawa lari tanpa izin dari saksi selaku orang tuanya.

-Saksi tidak kenal dengan Novi dan tidak tahu bagaimana caranya sampai anak saksi dibawa Novi yang katanya mau ke Pekan Baru.

-Saksi tidak kenal dengan terdakwa dan tidak tahu apa peran terdakwa ini. 2.Saksi II Amin (Bersumpah) menerangkan sebagai berikut :

-Saksi adalah orang tua korban Bunga.

-Pada tanggal 8 April 2002, jam 11.00 wib saksi diberitahu oleh Agus Sanjaya dari Sari Pengurus Yayasan Taruna, tempat korban dititipkan yang menyatakan korban pergi ke Duri di bahwa oleh Novi dan Anto.

-Biasanya korban pulang ke rumah satu kali seminggu tapi kali ini tidak pulang-pulang.

-Atas perginya korban tersebut tanpa izin saksi, lalu saksi mengadu ke Polres Binjai.

-Saksi tidak kenal dengan Novi dan Anto juga tidak kenal dengan terdakwa ini. 3.Saksi III Agus Sanjaya (bersumpah) menerangkan sebagai berikut:

-Saksi adalah pengurus Yayasan Karang Jl. Sukarno Hatta No. 218 Binjai dimana Gadis, Dara dan Bunga adalah anggota biasa.

(22)

-Sepengetahuan saksi orang tua korban tidak memberi izin kepada siapapun untuk membawa korban.

4.Saksi IV Jelita (tidak disumpah) menerangkan sebagai berikut :

-Saksi adalah pekerja mereka di Yayasan Karang Jl. Sukarno Hatta No. 218 Binjai.

-Saksi didatangi oleh Novi pada hari Sabtu, tanggal 23 Maret 2002 sekira pukul 20.00 wib di tanah lapang Merdeka Medan dan mengatakan Dara, Bunga an Gadis dibawa ke Pekan Baru, dipekerjakan sebagai penghibur dan Novi masih mencari 3 orang lagi untuk dikirim ke Pekan baru.

-Saksi telah 2 bulan kenal dengan Novi dan tiga orang yang dibawa tersebut ke Pekan Baru dan bekerja di tempat orang tua Anto.

5.Saksi V Yanti (tidak disumpah) menerangkan sebagai berikut:

-Pada tanggal 13 April 2002, jam 20.00 wib saksi bertemu dengan Novi di Lapangan Merdeka Binjai, mengatakan Dara, Gadis dan Bunga dibawa ke Pekan Baru, kerja di Bar dan Saksi diajak Novi dengan iming-iming gaji yang besar tapi saksi tidak mau.

-Saksi tidak tahu apakah Dara, Gadis dan Bunga ada izin dari orang tua mereka pergi kerja ke Pekan Baru.

6.Saksi VI Dara (tidak disumpah) menerangkan sebagai berikut: -Saksi telah lama kenal dengan Novi sedangkan dengan Anto baru dikenalkan oleh Novi pada waktu hendak berangkat ke Duri.

(23)

warung nasi, pekerjaan itu ditawarkan pada teman saksi bernama Bunga dan Gadis dengan gaji 1 juta rupiah per minggu jika pekerjaannya bagus.

-Tergiur akan tawaran tersebut saksi mau, lalu pada tanggal 14 Maret 2002 jam 17.00 wib saksi Gadis dan Bunga berjanji bertemu dengan Novi untuk berangkat ke Duri yang diantar oleh Anto dengan menumpang bus Makmur.

-Bayar ongkos bus adalah Anto.

-Benar seampainya di Duri Saksi dengan temannya diserahkan kepada terdakwa Mami pemilik Bar, lalu diberi kamar untuk menerima tamu-tamu yang

datang untuk melayaninya.

-Saksi mendapat imbalan 50 ribu rupiah setiap melayani hidung belang, lalu membayar uang kamar 10 ribu rupiah tanpa menginap, jika menginap 20 ribu rupiah.

-Saksi pergi kerja ke Duri tanpa izin dari orang tua dan Novi ataupun Anto tidak minta izin pada orang tua saksi.

(24)

-Keesokan harinya tiba di Duri, lalu Anto menyerahkan saksi kepada terdakwa Mami, pemilik Bar Tenda Biru di Duri.

-Ternyata kerjaan yang diberikan adalah untuk melayani para hidung belang dengan tarif 50 ribu rupiah sekali melayani, lalu dipotong untuk sewa kamar 10 ribu rupiah kalau tidak menginap jika menginap 20 ribu rupiah.

-Saksi bekerja di Duri tanpa ada persetujuan atau izin dari orang tuanya. 8.Saksi VIII Bunga (tidak disumpah) menerangkan sebagai berikut: -Benar saksi ditawari oleh Novi kerja di warung nasi di Duri dengan gaji 1 juta rupiah per minggu.

-Benar pada tanggal 14 Maret 2002 jam 19.00 wib bertemu dengan Novi di Taman PKK Medan untuk sorenya berangkat ke Duri bersama Dara dan Gadis yang diantar oleh Anto.

-Keesokan harinya tiba di Duri lalu saksi diserahkan kepada Mami untuk bekerja di bar Tenda Biru kepunyaannya.

-Ternyata kerjaan yang diberikan adalah untuk melayani para hidung belang dengan tariff 50 ribu rupiah sekali melayani, lalu dipotong untuk sewa kamar 10 ribu rupiah kalau tidak menginap jika menginap 20 ribu rupiah dibayarkan kepada pemilik bar.

-Saksi tidak ingat sudah berapa banyak laki-laki yang dilayani dan kerja disana tanpa izin dari orang tua saksi.

9.Saksi IX Bunga (bersumpah) menerangkan sebagai berikut :

(25)

itu karena sebelumnya Anto bertemu saksi minta dicarikan orang untuk bekerja di bar orang tuanya di Duri untuk melayani para hidung belang.

-Pada tanggal 14 Maret 2002 pagi saksi bertemu dengan korban di Taman PKK Medan untuk sore harinya berangkat ke Duri diantar oleh Anto sedangkan saksi tidak ikut;

-Upah saksi mendapat 3 orang korban adalah 750 ribu rupiah tapi sekarang uangnya sudah habis.

-Saksi mengajak korban ke Duri tanpa izin dan persetujuan dari orang tua korban. 10.Saksi X Anto (bersumpah) menerangkan sebagai berikut:

-Saksi ada minta tolong pada Novi untuk dicarikan perempuan kerja di Bar milik orang tua Anto di Duri.

-Saksi tidak kenal dengan korban tapi dikenalkan oleh Novi dan pada tanggal 14 Maret 2002 sore saksi bersama ketiga korban berangkat ke Duri, sesampainya di sana lalu diserahkan pada terdakwa.

-Terdakwa mempekerjakan korban utuk para tamu-tamu di bar tersebut.

-Sebagai ganti perongkosan saksi mendapat uag 1 juta rupiah dari terdakwa dan 750 ribu rupiah saksi serahkan kepada Novi upah mencarikan ketiga korban tersebut.

-Benar saksi tidak ada minta izin atau persetujuan dari orang tua korban. Menanggapi dakwaan jaksa penuntut umum terdakwa dipersidangan telah memberikan keterangan sebagai berikut :

(26)

-Terdakwa membenarkan keterangan saksi VI sampai dengan X.

-Benar pada hari Jumat tanggal 15 Maret 2002 jam 09.000 wib terdakwa ada menerima penyerahan 3 (tiga) orang perempuan yaitu Dara, Bunga dan Gadis dari Anto.

-Kepada Anto terdakwa memberikan uang 1 juta rupiah sebagai ganti perongkosan.

-Kepada ketiga korban terdakwa diberi pekerjaan melayani para tamu hidung belang di bar milik terdakwa dengan bayaran Rp. 150.000,- sedang sewa kamar Rp. 10.000.,- dan Rp. 20.000,- kalau menginap.

-Ketiga korban ditampung terdakwa pada rumah tempat penampungannya bersama-sama dengan rekan-rekannya yang lain ada 8 (delapan) orang. Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah didakwa yaitu:

-Kesatu : Melanggar pasal 332 (1) ke-1 jo pasal 55 ke-1 KUHP atau. -Kedua : melanggar pasal 297 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau. -Ketiga : melanggar pasal 296 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dakwaan kesatu yaitu melanggar pasal 33 (1) ke-1 jo pasal 55 ke-1 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai berikut :

a.Turut serta sebagai orang yang melakukan atau turut melakukan. b.Melarikan wanita dibawah umur.

c.Tanpa ada izin orang tua atau walinya tetapi dengan kemauan wanita itu. d.Dengan maksud memilikinya baik dngan perkawinan atau tanpa perkawinan.

(27)

penyerahan ke-3 (tiga) korban dari Anto di Duri di Bar Tenda Biru kepunyaan terdakwa dengan demikian unsur tersebut tidak terbukti ada pada terdakwa. Salah unsur dari dakwaan kesatu tidak terbukti ada pada terdakwa dengan tanpa mempertimbangkan unsur yang lainnya Majelis Hakim berkesimpulan terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu tersebut dan terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan yang tidak terbukti tersebut. Selanjutnya majelis akan mempertimbangkan dakwaan kedua yaitu melanggar pasal 297 jo pasal 55 ayat ke-1 KUHP yang unsur-unsurnya :

a.Turut serta seabgai orang yang melakukan atau turut melakukan; b.Memperdagangkan wanita yang belum cukup umur;

Fakta hukum dilihat hubungan dan persesuaian satu sama lain dari unsur-unsur dakwaan kedua ternyata terdakwa telah menerima penyerahan 3 (tiga) orang wanita yang masih dibawah umur yaitu Dara 17 tahun, Gadis 14 tahun dan Bunga umur 13 tahun dari Anto dengan memberi biaya perongkosan pada Anto sebesar Rp. 1.000.000,-( satu juta rupiah lalu ketiga korban tinggal dibawah kekuasaan terdakwa untuk melayani para lelaki hidung belang sebagai pemuas nafsunya dengan imbalan Rp. 50.000,- (lima puluh ribu) sekali melayani dan kepada terdakwa diberikan Rp. 10.000,- sebagai sewa kamar dan Rp. 20.000,- kalau menginap, dengan demikian nyatalah unsur dakwaan kedua dari Jaksa Penuntut Umum telah terbukti secara sempurna ada pada terdakwa.

(28)

Hal-hal yang memberatkan : a. Perbuatan terdakwa sangat meresahkan.

b. Perbuatan terdakwa merusak moral dan masa depan ketiga korban. Hal-hal yang meringankan:

a. Terdakwa belum pernah dihukum

b. Terdakwa mengakui terus terang kesalahannya.

Memperhatikan pasal 297 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan peraturan perundang undangan yang bersangkutan dengan perkara ini :

MENGADILI :

a.Menyatakan bahwa terdakwa Mami tersebut diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan kesatu.

b.Membebaskan terdakwa oleh karena dari dakwaan tersebut.

c.Menyatakan lagi bahwa terdakwa Mami tersebut diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah memperdagangkan wanita yang belum cukup umur sebagaimana dalam dakwaan atau kedua.

d.Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan.

e.Menyatakan bahwa penahanan yang telah terdakwa jalani dikurangkan segenapnya dari pidana yang telah dijatuhkan tersebut.

f.Memerintahkan terdakwa untuk tetap ditahan.

(29)

Rapat permusyarawatan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Binjaui pada hari KAMIS, tanggal 11 Juli 2002 terdiri dari MS, SH, sebagai hakim Ketua Majelis, TBS, SH dan ZP, SH masing-masing sebagai hakim-hakim anggota, putusan mana diucapkan pada hari itu juga dimuka persidangan yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis dengan didampingi oleh hakim-hakim anggota tersebut dengan dihadiri oleh SL, SH, Jaksa Penunut Umum pada Kejaksaan Negeri Binjai, NHL Panitia Pengganti pada Pengadilan Negeri Binjai dan terdakwa. Putusan tersebut ditanda tangani oleh Hakim Ketua dan 2 hakim anggota serta Panitera Pengganti.

2. Kasus TPPO Yang Terdapat Restitusi

a. P U T U S A N Nomor : 1554/Pid. B/2012/PN.Mdn

Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat pertama, dengan acara pemeriksaan biasa telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa : Nama lengkap : ANDREAS GINTING ALIAS UCOK, Tempat lahir : Kaban Jahe, Umur/tanggal lahir : 37 tahun/17 Desember 1974, Jenis kelamin : Laki-laki, Kebangsaan : Indonesia, Tempat tinggal : Jln. Malaka Jaya, Cilincing Jakarta Utara, A g a m a : Kristen, Pekerjaan : Wiraswasta, Pendidikan : S 1

Setelah mendengar dan mempelajari Nota Pembelaan Penasehat Hukum terdakwa yang dibacakan dipersidangan, tertanggal 20 Nopember 2012 yang pada pokoknya menyatakan :65

65

(30)

-Jaksa Penuntut Umum telah keliru menunjuk terdakwa sebagai pelaku tunggal melakukan tindak pidana, sebab yang merekrut korban adalah bukan terdakwa melainkan saksi Titin Sumartini alias Entin, sehingga unsur “Barang siapa” yang dimaksud saudara Jaksa Penuntut Umum belum memenuhi unsure dan tidak dapat dibuktikan secara hukum, oleh karenanya haruslah ditolak.

-Jaksa Penuntut Umum telah keliru menyebutkan terdakwa melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia, karena sesuai dengan keterangan saksi korban Lisna Widiyanti, saksi Titin Sumartini alias Entin dan saksi Enong Sulyani pada awalnya yang merekrut korban adalah saksi Titin Sumartini alias Entin bukan terdakwa sebab terdakwa tidak pernah mengenal sama sekali dengan Titin Sumartini alias Entin .

-Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, Jaksa Penuntut Umum tidak dapat membuktikan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 Jo. Pasal 82 Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2002. -Antara terdakwa dengan ibu korban telah mengadakan perdamaian, dan ibu korban

(31)

Pengaduan tersebut, sehingga menurut Putusan Mahkamah Agung No. 1600 K/Pid./2009 perdamaian yang terjadi antara pelapor dan terlapor mengandung nilai yang tinggi yang harus diakui, bila perkara pidana ini dihentikan manfaatnya lebih besar untuk tidak dilanjutkan.

-Segala kerendahan hati Team Penasehat Hukum terdakwa memohon dengan hormat kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini berkenan memutuskan : 1.Menyatakan terdakwa ANDREAS GINTING ALIAS UCOK tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menurut pasal 2 ayat (1) Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan orang Jo. Pasal 82 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

2.Membebaskan terdakwa dari semua Tuntutan hukum ( Vrijspraak ) atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari semua tuntutan hukum (Onslaag Van Alle Rectsvervolging).

3.Memulihkan hak terdakwa Andreas Ginting alias Ucok dari segala dakwaan dan Tuntutan.

4.Membebankan biaya perkara kepada Negara setelah juga mendengar Nota Pembelaan terdakwa sendiri, yang dibacakan dipersidangan yang pada pokoknya menyatakan :

(32)

Café Pesona, sebagaimana telah terungkap dipersidangan dan terdakwa tidak ada membicarakan tentang batas usia dari calon karyawan yang akan dipekerjakan namun yang terdakwa katakan kepada saksi Titin Sumartini adalah yang penting berpenampilan menarik bagi perempuan.

-Benar pada suatu kesempatan terdakwa telah mengajak saksi korban Lisna Widiyanti ke Hotel dan antara terdakwa dengan saksi korban telah melakukan persetubuhan tanpa ada unsur paksaan sebagaimana terungkap dipersidangan. -Atas kejadian tersebut terdakwa dengan ini minta maaf ke semua pihak khususnya

kepada korban dan keluarganya dan sekarang ini terdakwa mempunyai tanggungjawab seorang isteri dan seorang anak laki-laki yang masih berusia 4 (empat) tahun dan untuk itu mohon kiranya kepada Majelis Hakim yang mulia agar membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum. Setelah mendengar dan mempelajari Tanggapan atau Replik Jaksa Penuntut Umum terhadap Nota Pembelaan Penasehat Hukum terdakwa, tertanggal 22 Nopember 2012, yang setelah disimpulkan pada pokoknya menolak Nota Pembelaan Terdakwa dan Penasehat Hukumnya dan menyatakan tetap pada Tuntutan Pidananya semula. Setelah mendengar Duplik Penasehat Hukum terdakwa secara lisan di persidangan yang pada pokoknya menyatakan tetap pada Nota Pembelaannya. Menimbang, bahwa terdakwa diajukan kepersidangan dengan dakwaan sebagai berikut :

KESATU :

(33)

bertempat di kamar 409 Hotel Pardede Internasional Jalan Ir. Haji Juanda No. 14 Medan, atau pada tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Medan, melakukan, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau menfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia, perbuatan mana dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :

(34)
(35)

memasang kondom pada kemaluan terdakwa, kemudian terdakwa memasukkan kemaluaanya kedalam kemaluan saksi korban, menurunkan pantatnya turun naik berkali-kali, hingga terdakwa mencapai klimaks, pada saat itu saksi korban meronta dan mengatakan kepada terdakwa “jangan bang” akan tetapi terdakwa menjawab “

ngak apa-apa, nanti abang tanggungjawab, nanti abang belikan mobil, motor dan rumah ubntuk lisna” kemudian saksi korban meraskan sakit dan perih pada

kemaluannya, kemudian saksi korban melihat bahwa kemaluannya mengelurakan darah, setelah kejadian terserbut saksi korban dan terdakwa memakai pakaiannya kembali, lalu terdakwa mengajak saksi korban naik ke dalam mobil dan terdakwa kembali membawa saksi korban ke rumah Ibu terdakwa yaitu saksi Dahlia Purba di Jalan Meranti Raya, setelah sampai di rumah tersebut, terdakwa mengajak kedua orang pembantunya, lalu kembali ke Mes Jalan Setia Indah No.30 Desa Sunggal kanan Kecamatan Sunggal, setelah kejadian tersebut saksi korban kembali bekerja seperti biasa, kemudia sekira tanggal 12 Januari 2012 sekira pukul 00.00 wib. Saksi korban mengatakan kepada saksi Marlan dan saksi Aggriawan “tolong bang, abang

kuanggap Bapakku, hidupku sudah hancur, masa depanku sudah hilang, perawanku diambil Pak Andre secara paksa di kamar Hotel “setelah mengatakan hal tersebut,

(36)

dengan mengatakan “sabar, abang akan tolong Lisna untuk keluar dari Café Pesona” selanjutnya sekira pukul 18.00 wib saksi korban minta ijin kepada saksi

Ella, untuk keluar beli nasi goring, di depan Café Pesona ada saksi Marlan, kemudian saksi korban dibonceng oleh saksi Marlan dan diantar menuju rumah saudara saksi Marlan untuk menghindar dari terdakwa, selanjutnya keesokan harinya saksi korban melapor kejadian yang dialaminya oleh saksi korban ke POLDASU. Akibat perbuatan terdakwa, saksi korban merasa keberatan dan menuntut pelaku yang telah menyetubuhi saksi korban, Berdasarkan Visum Et Repertum No.47/OBG/2012 dari RSU Dr Pringadi Kota Medan Tanggal 20 Januari 2012 yang ditandatangani oleh dr.Zulhaiji A.Husin SpOG an.LISNAWIDIYANTI pada pemeriksaan kedapatan : Kepala : tidak ada kelainan Dada : tidak ada kelainan

Ekstremitas : Hymen robek pada arah jam 1 (satu) jam 3 (tiga) jam 5 (lima) 7 (tujuh) tidak sampai kedasar dan jam 11 sampai kedasar. Kesimpulan : Hymen tidak utuh lagi.Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) UU RI No.21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak perdagangan orang.

ATAU KEDUA :

(37)

muslihat, serangkaian perbuatan cabul, atau membujuk anak, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,perbuatan mana dilakukan dengan cara sebagai berikut :

(38)

pembantu Ibu terdakwa berangkat menuju rumah Ibu Terdakwa dengan naik mobil Soluna Silver No.Pol.B.1136 UN, setelah sampai di rumah tersebut kemudian kedua orang pembantu terdakwa disuruh oleh terdakwa untuk membersihkan rumah, sedangkan terdakwa mengajak saksi korban kembali naik kedalam mobil, selanjutnya terdakwa melajukan mobilnya menuju Hotel Internasional Pardede, sewaktu di dalam mpbil saksi korban bertanya “mengapa mereka tidak ikut” lalau terdakwa menjawab “mereka tinggal disini untuk bersih-bersih” tidak berapa lama

kemudian terdakwa dan saksi korban sampai di Hotel Pardede Internasional jalan Ir Haji Juanda No.12 Medan, mobil yang dikendarai terdakwa langsung masuk kedalam garasi setelah itu terdakwa masuk kedalam restoran untuk memesan makanan dan minuman tidak berapa lama kemudian makanan dan minuman yang dipesan terdakwa diantar ke dalam kamar 409, kemudian terdakwa dan saksi korban makan dan minum, setelah selesai makan dan minum terdakwa mengajak saksi korban ke tempat tidur, kemudian membuka pakaian saksi korban lalu membuka celana dalam dan BH saksi korban, setelah itu terdaka membuka pakaiannya seluruhnya, selanjutnya terdakwa mencium pipi bibir saksi korna, mencuim payudara lalu mencium kemaluan saksi korban, kemudian terdakwa memasang kondom pada kemaluan terdakwa, kemudian terdakwa memasukkan kemaluaanya kedalam kemaluan saksi korban, menurunkan pantatnya turun naik berkali-kali, hingga terdakwa mencapai klimaks, pada saat itu saksi korban meronta dan mengatakan kepada terdakwa “jangan bang” akan tetapi terdakwa menjawab “

(39)

Sukabumi pokoknya bahaya dan hubungan kita ini jangan tau siapa-siapa” setelah terdakwa mencapai klimaks, terdakwa mencabut kemaluannya dari kemaluan saksi korban kemudian saksi korban meraskan sakit dan perih pada kemaluannya, kemudian saksi korban melihat bahwa kemaluannya mengeluarkan darah, setelah kejadian terserbut saksi korban dan terdakwa memakai pakaiannya kembali, lalu terdakwa mengajak saksi korban naik ke dalam mobil dan terdakwa kembali membawa saksi korban ke rumah Ibu terdakwa yaitu saksi Dahlia Purba di Jalan Melati Raya, setelah sampai di rumah tersebut, terdakwa mengajak kedua orang pembantunya, lalu kembali ke Mes Jalan Setia Indah No.30 Desa Sunggal kanan Kecamatan Sunggal, setelah kejadian tersebut saksi korban kembali bekerja seperti biasa, kemudia sekira tanggal 12 Januari 2012 sekira pukul 00.00 wib. Saksi korban mengatakan kepada saksi Marlan dan saksi Aggriawan “tolong bang, abang

kuanggap Bapakku, hidupku sudah hancur, masa depanku sudah hilang, perawanku diambil Pak Andre secara paksa di kamar Hotel “setelah mengatakan hal tersebut,

kemudian saksi korban lari kedalam kamar Saksi Dahlia sari Purba mau minum racun serangga, kemudian dicegah oleh saksi Marlan, lalu saksi korban pingsan, akhirnya saksi korban Saksi Marlan mengantar saksi korban ke dalam kamar saksi korban, selanjutnya sekira tanggal 16 Januari 2012 sekira pukul 16.00 wib. Saksi korban mengirim sms kepada saksi Andini Anggriawan dengan kata lain “ kak,

tolong aku, aku sudah sakit sekali” kemudian saksi Marlan menelepon saksi korban dengan mengatakan “ sabar, abang akan tolong Lisna untuk keluar dari Café Pesona” selanjutnya sekira pukul 18.00 wib saksi korban minta ijin kepada saksi

(40)

kemudian saksi korban dibonceng oleh saksi Marlan dan diantar menuju rumah saudara saksi Marlan untuk menghindar dari terdakwa, selanjutnya keesokan harinya saksi korban melapor kejadian yang dialaminya oleh saksi korban ke POLDASU. Akibat perbuatan terdakwa, saksi korban merasa keberatan dan menuntut pelaku yang telah menyetubuhi saksi korban. Berdasarkan Visum Et Repertum No.47/OBG/2012 dari RSU Dr Pringadi Kota Medan Tanggal 20 Januari 2012 yang ditandatangani oleh dr.Zulhaiji A.Husin SpOG an.LISNAWIDIYANTI pada pemeriksaan kedapatan : Kepala : tidak ada kelainan Dada : tidak ada kelainan

Ekstremitas : Hymen robek pada arah jam 1 (satu) jam 3 (tiga) jam 5 (lima) 7 (tujuh) tidak sampai kedasar dan jam 11 sampai kedasar Kesimpulan : Hymen tidak utuh lagi.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 UU RI No.23 tahun 2002 tentang Perlidungan Anak. Menimbang, bahwa terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut, terdakwa melalui Penasihat Hukumnya telah mengajukan Eksepsi dan atas Eksepsi tersebut oleh Majelis Hakim telah menjatuhkan Putusan Sela tertanggal 28 Agustus 2012 yang merupakan satu kesatuan dengan putusan ini. Membuktikan dakwaannya oleh Jaksa Penuntut Umum telah menghadapkan 7 ( tujuh ) orang saksi yang telah didengar keterangannya dibawah sumpah dipersidangan, masing-masing memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut :

1. Saksi LISNA WIDIYANTI, menerangkan :

(41)

menawarkan pekerjaan kepada saksi yaitu Ibu Entin, tetangga saksi di Sukabumi dimana pada waktu itu Ibu Entin mengatakan kepada saksi : “Lisna, mau nggak

kerja di Medan, di Restoran , kamu dibagian kasir dengan gaji pertama Rp 1.000.000,- (Satu juta rupiah) per bulan dan kalau sudah lama bekerja gajinya menjadi Rp 2.000.000,- (Dua juta rupiah), namun pada waktu itu tidak diberitahu nama Restorannya.

-Mendengar tawaran Ibu Entin tersebut, saksi minta izin kepada orang tua saksi, pertama orang tua saksi tidak mengizinkan tetapi karena saksi menangis akhirnya diizinkan, kemudian saksi bersama Ibu Entin dan Iqbal berangkat ke Jakarta pada tanggal 14 Desember 2011 dengan naik bis menuju Pulo Gadung dan yang membayar ongkos bis adalah Ibu Entin.

-Setelah tiba di Jakarta, saksi, Iqbal dan Ibu Entin tinggal dan menginap di rumah terdakwa Andreas Ginting selama 5 (lima) hari dan saksi mengetahui tempat saksi menginap itu adalah rumah terdakwa karena diberitahu oleh Ibu Entin.

-Pada tanggal 19 Desember 2011 saksi dan Iqbal diberangkatkan ke Medan dengan naik Pesawat Sriwijaya oleh isteri terdakwa, sedangkan Ibu Entin tidak ikut, dia kembali ke Sukabumi dan setelah saksi dan Iqbal tiba di Medan sekitar pukul 23.00 Wib kami dijemput oleh terdakwa, lalu dibawa ke Mess untuk tidur dan besoknya saksi dibawa ketempat kerjaan yaitu Café Pesona dan mulai bekerja, sedangkan Iqbal dipekerjakan di Hotel yang ada di samping Café tersebut.

-Pemilik Café Pesona tersebut adalah terdakwa, dan sewaktu pertama kali bertemu dengan terdakwa, terdakwa ada bilang kepada saksi : “Kamu bekerja dibagian

(42)

minum-minum, dan akhirnya saksi bekerja ditempat tersebut dimana pekerjaan saksi adalah menuang minuman untuk tamu-tamu yang datang dan juga menemani laki-laki yang datang minum ketempat tersebut, yang kadang kala tamu-tamu yang datang itu suka pegang-pegang saksi, dan hal ini pernah saksi katakan kepada terdakwa : “ Katanya dulu saya kerja di restoran makanan, kenapa jadi disini “ dan terdakwa pada waktu itu mengatakan kepada saksi : “Ini kan restoran juga”. -Mengenai perlakuan tamu-tamu yang minum tersebut pertama-tama saksi pernah

menceriterakannya kepada Kak Ella yang juga karyawan di Café tersebut, kemudian kepada terdakwa, dan saksi mengatakan : “ Saya keluar sajalah “ namun terdakwa pada waktu itu mengatakan : “Jangan sekarang,habis lebaran saja”.

(43)

menuju tempat lain yaitu kesalah satu Hotel yang saksi tidak tahu namanya dan mobil langsung masuk ke kamar yang ada garasinya.

-Setelah tiba di Hotel tersebut lalu saksi menanyakan terdakwa “ Ngapain kesini ” terdakwa bilang “biar adem-adem disini”, terus saksi dipegang-pegang dan terdakwa katakana : “Saya bertanggung jawab sama kamu, nanti saya belikan rumah, mobil” terus saksi bilang : “Ngapain saya diraba-raba” waktu itu saksi merasa takut, lalu terdakwa bilang “ jangan takut” terus saksi dicium, dipeluk tapi

saksi tidak mau, kemudian terdakwa membuka semua pakaian saksi kemudian pakaiannya juga, kemudian terdakwa memasukkan alat kelaminnya sambil menggoyang-goyang pantatnya sampai mengeluarkan air mani dan kemaluan saksi juga ada mengeluarkan darah, setelah itu saksi lalu menolakkannya, tapi terdakwa mengatakan sambil marah-marah : “ Saya tanggung jawab “, akhirnya saksi pasrah saja.

-Setelah melakukan hubungan suami isteri lalu saksi dibawa kembali ke rumah barunya menjemput Bahagia dan isteri terdakwa, kemudian kembali ke Café dan saksi kembali bekerja seperti semula.

-Saksi pasrah saja karena terdakwa ada mengancam dan mengatakan : “Awas kalau kamu kabur, nanti di Sukabumi kamu tidak aman dan jangan sampai ada yang tahu”, itulah yang dibilang kepada saksi dan setelah itu saksi diawasi terus, dan pada saat saksi minta dimana tanggung jawabnya, terdakwa diam saja.

(44)

minum minuman keras sampai mabuk tapi masih dalam keadaan sadar, dan semua yang dilakukan terdakwa kepada saksi, ada saksi ceriterakan kepada Marlan yang pada waktu itu pas waktu kerja malam hari, sambil saksi menangis lalu saksi lari ke lantai II mau bunuh diri tetapi dicegah oleh Marlan dan kejadian tersebut diketahui oleh terdakwa.

-Keesokan harinya tanggal 13 Januari 2012 terdakwa menyekap saksi mulai dari pukul 20.00 Wib sampai dengan pukul 03.00 Wib dan HP saksi juga diambil oleh terdakwa dan besoknya saksi tetap bekerja seperti biasa, dan baru pada tanggal 16 Januari 2012 saksi kabur dari Café Pesona atas bantuan Marlan dimana waktu itu saksi hubungi Andini Anggriawan melalui SMS dengan pesan “Kak tolong aku, aku sudah sakit kali” kemudian Marlan menelepon saksi juga, lalu saksi minta tolong sama Marlan untuk mengeluarkan saksi dari Café Pesona dan Marlan bersedia menolong saksi, kemudian sekitar pukul 18.00 Wib saksi permisi kepada Ela untuk membeli nasi goreng diluar, lalu saksi keluar dan diluar Café saksi melihat Marlan diluar pintu Café dengan membawa sepeda motor lalu saksi naik dan pergi meninggalkan Café Pesona.

(45)

diberikan tamu-tamu, padahal sebelumnya terdakwa menjanjikan untuk makan ditanggungnya akan tetapi hanya dua hari saja makan saksi yang ditanggung. -Selama saksi bekerja di Café Pesona ada disediakan penginapan, dimana saksi satu

kamar dengan Ela dan saksi bekerja mulai pukul 20.00 Wib sampai dengan pukul 03.00 Wib dimana cara berpakaian adalah dengan memakai rok mini atau celana pendek yang saksi beli sendiri, sedangkan atasnya dibeli oleh terdakwa.

-Mengenai system penggajian di Café Pesona adalah untuk Waiters (pelayan tamu) Rp 300.000,- (Tigaratus ribu rupiah) perbulan, selain gaji saksi dapat uang botol yaitu hasil penjualan minuman yang jika dihitung setiap minggu bisa dapat kira-kira Rp 185.000,- (Seratus delapan puluh lima ribu rupiah) dan selama saksi bekerja gaji saksi belum pernah diberikan terdakwa.

-Disamping itu saksi juga kadang dapat uang tip dari tamu yang tidak ditentukan jumlahnya, kadang saksi dapat Rp 10.000,- kadang Rp 50.000,- dan diwajibkan untuk menemani tamu dan saksi pernah dimarahi terdakwa karena saksi hanya menuangkan minuman tidak menemani tamu.

-Terdakwa tidak pernah mengancam saksi dengan kata-kata “Kubunuh kau kalau tidak mau” tetapi terdakwa ada mengatakan “Kalau kamu pulang ke Sukabumi, keluargamu di Sukabumi akan bahaya terus” dan mengenai Surat Perdamaian, Polisi yang menyodorkan dan menyuruh saksi menandatangani Surat Perdamaian tersebut dan sebelumnya saksi tidak ada membacanya dan saksi juga tidak ada didampingi oleh siapapun waktu menandatangani Surat Perdamaian itu.

(46)

setelah satu bulan baru Pegawai P2TP2A menelepon orang tua saksi dan barulah mereka tahu kalau saksi sudah di Shelter Bandung dan saksi kembali ke kampung setelah orangtua saksi datang ke P2TP2A dan saksi ikut pulang.

-Saksi telah menceriterakan kejadian tersebut kepada orangtua saksi dan orang tua saksi mengatakan akan menuntut dan menurut pemberitahuan ibu saksi keluarga terdakwa sudah pernah datang mau menemui orang tua saksi akan tetapi ibu saksi tidak mau menerima.

-Yang datang kerumah saksi untuk meminta saksi kerja adalah Ibu Entin yang minta izin kepada orang tua saksi, dan pada waktu saksi berada dirumah terdakwa di Jakarta, saksi mengetahui rumah tersebut adalah rumah terdakwa karena saksi ada melihat foto pernikahan terdakwa dan isterinya di rumah tersebut.

-Di Café Pesona tersebut ada 8 (delapan) orang Pelayan atau waiters yang bekerja termasuk saksi, dan pekerjaan waiters adalah menuangkan minuman untuk tamu yang datang kemudian menemani tamu-tamu tersebut duduk, dan kadang ada tamu itu yang memberikan tip.

-Selama saksi bekerja di Café Pesona, isteri terdakwa tidak pernah datang ke Café tersebut, dan mengenai kelakuan terdakwa Diana (waters di Café tersebut) pernah mengatakan kepada saksi : “Hati-hati dengan Andre/ terdakwa, orangnya gatal, saya juga sering dibawanya ke hotel”.

(47)

membenarkan tandatangan saksi, akan tetapi apa isinya belum saksi baca karena pada waktu itu polisi menyuruh saksi untuk menandatangani.

-Marlan tidak pernah mengajak saksi kemana-mana hanya ke tempat saudaranya saja sewaktu saksi kabur dari Café Pesona dan saksi tidak pernah melakukan hubungan suami isteri dengan Marlan.

-Setelah terdakwa ditahan, isterinya pernah datang ke Sukabumi meminta tolong untuk mengasihi dia karena anaknya masih kecil, dan juga pernah menelepon saksi meminta agar masalah ini tidak diperpanjang.

-Sebelum melakukan hubungan suami isteri dengan terdakwa, saksi tidak pernah berhubungan intim dengan orang lain dan akibat kejadian ini saksi telah meminta ganti kerugian kepada terdakwa sebesar Rp 100.000.000,- (Seratus juta rupiah) dan itu adalah atas permintaan saksi sendiri bukan karena diajari oleh Polisi.

Terhadap keterangan saksi tersebut diatas, terdakwa memberikan tanggapan sebagai berikut :

-Terdakwa tidak pernah menjanjikan gaji sebesar Rp 1.000.000,- (Satu juta rupiah) perbulan kepada saksi dan terdakwa juga tidak pernah menjanjikan untuk membelikan mobil dan rumah kepada saksi.

-Tidak benar terdakwa tidak memberikan gaji dan uang makan kepada saksi. 2. Saksi ENONG SULYANI, menerangkan :

(48)

Medan, kalau mau kerja disini saja biar dekat dengan mama” namun Lisna tetap ngotot dan berkeras untuk pergi ke Medan dan Lisna sampai menangis minta diizinkan, lalu saksi bilang sama Lisna : “Nanti saya bilang dulu sama ayahmu” dan ayahnya Lisna juga tidak mengizinkan, tetapi Lisna pergi juga akhirnya saksi menitipkan Lisna kepada Ibu Entin.

-Pada waktu menawarkan pekerjaan itu kepada Lisna, Ibu Entin ada mengatakan nanti gajinya Rp 1.000.000,- (Satu juta rupiah) perbulan, serta mengatakan tidak ada masalah, Lisna pasti dijaga disana dan Ibu Entin juga mengatakan bahwa dia dan suaminya juga mau kerja di Medan, dan pada waktu itu Ibu Entin ada memberikan uang kepada saksi sebanyak Rp 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah) katanya untuk bantu-bantu keperluan keluarga.

-Pada tanggal 14 Desember 2011 Lisna, Ibu Entin dan Iqbal tetangga saksi berangkat ke Jakarta dan tinggal dirumahnya isteri terdakwa, hal tersebut saksi ketahui karena diberitahu oleh Ibu Entin sewaktu kembali lagi ke Sukabumi untuk meminta baju Lisna, dan Lisna juga ada menelepon saksi dari Jakarta.

(49)

-Setelah 3 (tiga) minggu Lisna di Medan, saksi mendapat surat dari Polda Sumut Medan pada bulan Januari 2012 yang tanggalnya saksi lupa, yang mengatakan supaya saksi ke Medan untuk menjemput Lisna, dan untuk itu saksi menjumpai Ibu Entin dan menceriterakan tentang Surat dari Polda Sumut Medan lalu Ibu Entin menghubungi Ela dan Deden yang ada di Medan dan Ela mengatakan Lisna kabur dari tempat kerja karena diperkosa.

-Setelah saksi menerima surat dari Polda Sumut Medan, pihak keluarga terdakwa Andre belum ada yang menghubungi saksi, tetapi sebelum saksi dan suami saksi berangkat ke Medan datang Deden ke rumah saksi mengaku sebagai utusan terdakwa Andreas Ginting alias Andre dengan mengatakan : “Terdakwa Andre bersedia bertanggungjawab atas Lisna, bersedia menikahi Lisna, bersedia memberikan ganti rugi dan Deden juga mengatakan mau menemani saksi ke Medan dan biayanya ditanggung terdakwa, asalkan saksi mau membuat Surat Perdamaian dengan terdakwa dan saksi bilang pada waktu itu boleh saja.

-Deden tidak ada menyodorkan Surat Perdamaian kepada saksi tetapi Terdakwa ada menyuruh Deden menulis surat yang isinya bahwa Lisna sering keluar malam, hal tersebut saksi ketahui karena diceriterakan Deden kepada saksi, lalu saksi marah dan berangkat ke Medan dan ternyata di Bandara Polonia Medan saksi dijemput adik terdakwa dan dibawa kerumahnya.

(50)

isinya tentang perdamaian antara saksi dengan keluarga terdakwa dan yang membuat Surat Perdamaian tersebut adalah keluarga terdakwa yang dipanggil dengan nama Pak Jul.

-Saksi tidak mengetahui siapa yang membuat konsep Surat Perdamaian tersebut namun yang saksi lihat mengatur adalah Ibu Dahlia Sari Purba dan surat tersebut dibuat dirumah Gomba Ramses Hutajulu dan selama di Medan saksi berada di rumah pak Gomba tersebut.

-Sebelum menandatangani Surat Perdamaian tersebut saksi tidak ada membacanya terlebih dahulu tetapi langsung saksi tandatangani karena yang saksi inginkan pada saat itu bagaimana bisa secepatnya membawa Lisna ke Sukabumi karena adiknya Lisna sakit dan yang menandatangani Surat Perdamaian itu dari pihak terdakwa adalah Dahlia Sari Purba dan Pak Gomba Ramses Hutajulu, terdakwa tidak ada dan setelah ditandatangani lalu surat perdamaian itu dikirim kepada terdakwa.

-Selama di Medan saksi ada melihat Lisna ke Polda Sumut dan pada waktu itu Lisna tidak ada menceriterakan kejadian yang menimpa dirinya kepada saksi, namun setelah saksi tanyakan Lisna membenarkan bahwa dia telah diperkosa oleh terdakwa.

(51)

Lisna bisa keluar dan saksi bisa secepatnya membawa Lisna, ternyata semua itu tidak benar, maka dengan ini saksi menyatakan mencabut Surat Perdamaian itu. -Selain janji tersebut diatas, terdakwa juga pernah mengatakan ingin bertemu

dengan orang tua Lisna di Jakarta, dan sewaktu saksi ke Jakarta ternyata terdakwa tidak ada di Jakarta, waktu di Medan pun saksi tidak pernah bertemu dengan terdakwa.

-Mengenai Surat tertanggal 13 Februari 2011 tentang keberatan atas laporan polisi, yang membuat konsep surat tersebut adalah saudaranya terdakwa saksi hanya menulis dan menandatangani, dan hal tersebut saksi lakukan karena waktu itu pihak keluarga terdakwa memohon kepada saksi agar permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan dan pihaknya akan bertanggung jawab terhadap Lisna dan berjanji akan membuat rumah dan membelikan mobil untuk keluarga saksi, ternyata semuanya bohong terutama tanggung jawab untuk menikahi Lisna, dan untuk itu saksi mau mencabut dan membatalkan surat tersebut.

-Saksi tidak ada lagi niat untuk berdamai dengan pihak terdakwa, karena dengan kejadian tersebut Lisna pernah dirawat di Rumah Sakit di Bandung dan Lisna sering melamun dan mengenai berapa jumlah biaya pengobatan atau rehabilitasi Lisna saksi tidak mengetahui.

(52)

-Pada waktu saksi menandatangani Surat Perdamaian tersebut adalah di rumah Pak Jul ( saudara terdakwa) dan dari pihak keluarga terdakwa banyak yang hadir pada waktu itu dan yang menyodorkan surat tersebut kepada saksi untuk ditandatangani adalah Pak Jul, dan yang duluan menandatangani adalah saksi karena nama saksi sudah ada, sedangkan nama dari pihak keluarga terdakwa masih kosong atau belum dibuat.

-Terdakwa pernah mengirim uang kepada saksi melalui rekening tetangga saksi, yang pertama Rp 100.000,- (Seratus ribu rupiah), Kedua sebesar Rp 200.000,- (Dua ratus ribu rupiah), Ketiga sebesar Rp 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah) dan terakhir waktu anak saksi meninggal dunia dan uang tersebut tidak semuanya untuk saksi tetapi sebagian juga untuk isteri Deden.

-Surat yang dibuat saksi ketahui adalah Surat Perdamaian melalui Notaris dan Surat untuk mencabut pengaduan dan surat tersebut dibuat pada waktu saksi berada di Medan.

-Ibu Entin tidak ada memberikan uang kepada saksi pada saat memberangkatkan Lisna pergi ke Medan ; Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut diatas, terdakwa menyatakan ada yang tidak benar yaitu, bahwa terdakwa tidak pernah menjanjikan untuk membelikan rumah dan mobil kepada keluarga/orang tua Lisna.

3.Saksi TITIN SUMARTINI ALIAS ENTIN, menerangkan :

(53)

saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan tersebut maupun tanda tangan saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan adalah benar.

-Ela pernah menelepon saksi dari Medan minta dicarikan orang yang mau kerja di restoran dan setelah itu terdakwa Andreas Ginting juga pernah menelepon saksi minta dicarikan orang atau karyawan untuk kerja di restoran sebanyak 5 (lima) orang yaitu untuk supir, pembantu, karyawan restoran dan cleaning service dan pada waktu itu terdakwa tidak ada membicarakan tentang gaji kepada saksi. -Atas permintaan terdakwa untuk dicarikan orang yang mau kerja, saksi

mengatakan tidak ada, akan tetapi karena terdakwa terus menerus menelepon saksi, akhirnya saksi mencarinya dengan mendatangi rumahnya Lisna dan saksi bertemu dengan Lisna dan ibunya, dan saksi menanyakan Lisna dengan mengatakan : “ Lis, mau kerja di Medan, adik saksi ada yang kerja di Medan kerjanya di Restoran “ namun pada waktu itu saksi tidak ada membicarakan

tentang berapa gajinya, dan pada waktu itu Ibunya Lisna menolak dan tidak memberi izin, tetapi Lisna menangis terus minta diizinkan kerja di Medan dan saksi minta ijin juga kepada Ibunya Lisna dengan mengatakan bahwa saksi juga akan bekerja di Medan sebagai Juru masak dan suami saksi sebagai Satpam dan Iqbal sebagai cleaning service dan akhirnya Ibunya Lisna mengizinkan Lisna kerja di Medan.

(54)

-Saksi, Lisna dan Iqbal berangkat pada tanggal 14 Desember 2011 dari Sukabumi menuju Jakarta dengan naik bis sampai ke Terminal Pulo Gadung dan dari Pulo Gadung lalu dengan naik Taxi kerumahnya isteri terdakwa karena sebelumnya terdakwa telah memberikan alamat rumah tersebut kepada saksi dan dirumah itu saksi, Iqbal dan Lisna bertemu dengan isteri terdakwa.

-Sebelum berangkat dari Sukabumi saksi tidak ada memberikan uang kepada Ibunya Lisna dan yang menanggung biaya saksi dan Lisna dari Sukabumi ke Jakarta adalah isteri terdakwa.

-Setelah tiba dirumahnya isteri terdakwa, besoknya saksi terus kembali ke Sukabumi sedangkan Lisna dan Iqbal selanjutnya berangkat ke Medan dan siapa yang membeli tiket mereka ke Medan saksi tidak mengetahui, dan setelah Lisna dan Iqbal berangkat ke Medan saksi juga tidak ada memberitahukan kepada terdakwa.

-Setelah Lisna berangkat ke Medan saksi tidak mengetahui bagaimana perkembangan selanjutnya, baru setelah Lisna kembali ke Sukabumi pada bulan Januari 2012, Lisna mengatakan kepada saksi bahwa dia bukan kerja di restoran tetapi di Café dan Lisna mengatakan bahwa dia diajak terdakwa ke Hotel dan di Hotel Lisna diperkosa oleh terdakwa.

(55)

-Saksi dengan Lisna adalah bertetangga dan sewaktu membawa Lisna untuk berangkat ke Medan saksi ada mendapat izin dari ibunya dan ibunya juga ikut mengantar saksi dan Lisna untuk naik bis tujuan Pulo Gadung Jakarta, dan saksi sebelumnya tidak pernah menyalurkan tenaga kerja kecuali hanya Lisna dan Iqbal : Terhadap keterangan saksi tersebut diatas, terdakwa menerangkan ada yang keberatan yaitu bahwa terdakwa tidak pernah menjanjikan upah atau Fee sebesar Rp 1.000.000,- (Satu juta rupiah) per orang kepada saksi untuk untuk mencarikan tenaga kerja.

4.Saksi MARLAN, menerangkan :

-Saksi bekerja di Café Pesona milik terdakwa Andreas Ginting sejak tanggal 4 Nopember 2012 yaitu sebagai penjaga keamanan dan pengawas terhadap waiters

yang datang dari luar Medan dan sejak tanggal 14 Januari 2012 saksi sudah mengundurkan diri.

Referensi

Dokumen terkait

Kartini adalah satu-satunya perempuan pribumi yang ada disana, teman perempuan Kartini hanya anak-anak menir Belanda, jadi tak heran bahwa kartini

Untuk membantu peserta didik mengembangkan keahlian, mereka harus menginternalisasi pengetahuan atau kemampuan baru dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang baru

Hadits merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, yang dimana fungsinya adalah menjelaskan al-Qur’an. 1 Al-Qur’an ditinjau dari segi turunnya mulai dari Malaikat Jibril,

Iz toga vizualnom inspekcijom podataka moˇ zemo do- biti ideju o tome za koje se vrijednosti kovarijate izgladivaˇ c ne´ ce ponaˇsati najbolje u smislu pristranosti i u kojem smjeru

Proses pengujian JST dilakukan dengan cara memasukkan data pola keluaran enose masing-masing sampel bahan herbal yang hendak diujikan ke dalam sistem pengujian JST dan

Fungsi nitrogen yang selengkapnya bagi tanaman adalah sebagai berikut: (1) Untuk menyehatkan pertumbuhan tanaman, (2) Dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar

ADX berada di atas (lebih besar) dari 45 yang menginterpertasikan bahwa indeks berada dalam posisi overextended, dimana harus berhati-hati terhadap pembalikan tren yang

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pembelajaran transliterasi yang dapat meningkatkan kompetensi membaca, menulis, dan berhitung warga