• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Strategi Akulturas pada Mahasiswa Asing di Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Strategi Akulturas pada Mahasiswa Asing di Universitas Sumatera Utara"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagian besar siswa yang telah menyelesaikan pendidikan dari Sekolah Menengah Atas (SMA) memutuskan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang Perguruan Tinggi (PT). Fenomena tersebut bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan pada seluruh siswa di negara lainnya. Begitu pula dengan siswa dari Malaysia, mereka memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi baik perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri (Metro News.com).

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang membuka peluang dalam menerima mahasiswa asing. Hal yang melatarbelakangi mahasiswa Malaysia untuk melanjutkan pendidikan di Indonesia adalah masalah ekonomi, dimana mereka mencari perguruan tinggi yang memiliki tingkatan yang sama dengan yang ada pada negara mereka tetapi dengan biaya yang lebih murah (Waspada, 9/3/2010). Berdasarkan data KBRI di Malaysia, jumlah siswa Malaysia yang melanjutkan kuliah di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan (Media Indonesia.com).

(2)

Menurut Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, Sp.A(K), Rektor Universitas Sumatera Utara, saat ini jumlah mahasiswa dari Malaysia yang belajar di Universitas Sumatera Utara sekitar 1.200 orang. Tiap tahunnya ada sekitar 300 mahasiswa yang datang. Umumnya mahasiswa Malaysia yang belajar di Universitas Sumatera Utara mengambil studi Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi. Jumlah itu diperkirakan bertambah mengingat ke depannya akan ada hubungan kerjasama antara perguruan tinggi Malaysia dan Universitas Sumatera Utara di bidang Ekonomi, Hukum dan Keperawatan. Humas Universitas Sumatera Utara, Bisru Hafi, mengatakan bahwa total mahasiswa asal Malaysia yang kuliah di Universitas Sumatera Utara mencapai 1.250 orang. Sebanyak 70 persen berada di Fakultas Kedokteran dan 30 persen di Fakultas Kedokteran Gigi (Berita Sore, 9/3/2011).

Mahasiswa asing asal Malaysia yang menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara terdiri dari suku Tamil, Melayu, dan Cina. Suku Melayu biasanya diharapkan untuk memakai sarung dan kebaya, baju kurung, baju Melayu, dan kerudung yang berhubungan dengan muslim. Wanita biasanya diharapkan memakai kerudung dan pria memakai songkok atau kopiah (Tsui, 2005). Pada hasil observasi di Universitas Sumatera Utara, wanita Melayu memakai pakaian kurung dan kerudung, tetapi pria Melayu tidak memakai songkok atau kopiah.

(3)

keluarga, mempertahankan nilai-nilai dan tradisi kebudayaan mereka, terbuka dan sangat peduli dengan lingkungan (Verma, 2000).

Suku Cina di Malaysia minimal mampu paling sedikit satu dialek bahasa Cina. Suku Cina biasanya berbahasa Hokkien, Hakka, dan Kanton baik dalam setting formal atau informal sedangkan bahasa Mandarin sebagai bahasa standar Cina digunakan dalam setting publik dan sebagai medium bahasa pengantar dalam sekolah khusus Cina (Verma, 2000).

Menutur Daniels (dalam Verma, 2000), suku Cina cenderung menggunakan bahasa Cina daripada bahasa Melayu. Suku Cina memeluk agama Buddha dan Taoisme. Suku Cina merupakan suku yang lebih tertutup dibandingkan dengan kategori suku lainnya di Malaysia.

Dalam menjalani rutinitasnya sebagai mahasiswa asing, mereka mungkin saja mengalami berbagai hambatan, terutama hambatan dalam masalah budaya (Kontjaraningrat, 2011). Perbedaan antara budaya yang dikenal individu dengan budaya asing dapat menyebabkan individu sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Individu mungkin menghadapi cara berpakaian, cuaca, makanan, bahasa, orang-orang, sekolah dan nilai-nilai yang berbeda (Kingsley dan Dakhari, 2006).

(4)

“…Saya rasakan takut awalnya setibanya disini, maybe karena berjauhan dari keluarga. Makanan disini juga berbeda, mungkin disebabkan saya berasal dari keluarga yang lebih kepada rempah ratus, ala-ala India plus sedikit cerewet dengan makanan serta kebersihan. Saya juga tidak biasa dengan cara masakan Minang. Jika dari bahasa, bahasa Malaysia hampir sama dengan bahasa Indonesia, tetapi terdapat banyak juga word-word,perketaan yang berbeda maksudnya, selain itu terdapat juga words yang harus dipelajari.”

(Komunikasi Personal, tanggal 23 Maret 2011) Mahasiswa asing yang berinisial L bersuku Cina yang sudah tinggal di kota Medan selama hampir 3 tahun juga menyatakan hal yang sama, yaitu :

“…Pertamanya rasa takut tuk keluar, traffic yang jam, teknik pemotongan mobil yang menakutkan, banyak orang yang miskin misalnya menyanyi saat angkot lalu. Bahasa medan lain, lebih sering menggunakan bahasa Indon dan Hokkien jarang menggunakan Mandarin dan Tamil. Lalu makanan disini banyak minyak, pilihan kurang, semua goreng, nasi, mie, jarang nampak ada seperti keropok lekor.”

(Komunikasi Personal, tanggal 23 Maret 2011)

Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh mahasiswa asing berinisial A yang bersuku Melayu dan telah tinggal di kota Medan selama hampir 3 tahun, yaitu :

“…Awalnya? Awalnya rasa takut lalu traffic yang ribut. Disini ada lah beda, macam bahasa disini cuma bahasa Indonesia saje, di Malaysia ada pelbagai bahasa seperti Tamil, Cina, dan Melayu, pakaian juga berbeda, orang Melayu di Malaysia pakai baju kurung, lalu makanan disini pedas dan di Malaysia ada pelbagai makanan dari pelbagai bangsa.”

(Komunikasi personal, tanggal 22 Maret 2011)

(5)

makanan yang mereka rasakan adalah mereka tidak biasa mengkonsumsi masakan Minang, sulit menemukan makanan ala India, pilihan makanan yang minim, dan makanan di kota Medan dianggap terlalu pedas.

Menurut antropolog Melville J. Herskovits (2000), makanan, pakaian, dan bahasa merupakan salah satu hal yang menunjukkan budaya suatu bangsa, sehingga perbedaan dari hal-hal tersebut akan menunjukkan adanya perbedaan dari tiap budaya pada negara masing-masing (Wikipedia.com)

Adanya perbedaan antara budaya asal dengan budaya daerah baru yang menjadi tempat untuk menetap selama beberapa kurun waktu tentunya memerlukan adanya usaha adaptasi (Koentjaraningrat, 2011). Usaha adaptasi merupakan hasil yang positif jika individu berhasil menjalankan proses akulturasi (Berry, 2006). Hal tersebut menyebabkan akulturasi menjadi salah satu cara untuk melakukan pertukaran budaya yang dapat membantu usaha mahasiswa asing untuk berbaur dengan masyarakat lokal (Wardhani, 2007).

Berry (2006) menyatakan bahwa mahasiswa asing merupakan orang-orang yang melakukan migrasi dan menetap disuatu tempat untuk sementara waktu dan dengan tujuan tertentu. Orang-orang yang melakukan migrasi seperti itu disebut sebagai sojourners.

(6)

yang cukup lama itu membuat mereka perlu untuk melakukan akulturasi agar dapat beradaptasi dengan budaya daerah baru tempat mereka menetap.

Akulturasi menurut Redfield (dalam Berry, 1992) adalah suatu fenomena yang merupakan hasil ketika suatu kelompok individu yang memiliki kebudayaan yang berbeda datang dan secara berkesinambungan melakukan kontak dari perjumpaan pertama, yang kemudian mengalami perubahan dalam pola budaya asli salah satu atau kedua kelompok tersebut.

Menurut defenisi akulturasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa akulturasi merupakan suatu cara yang dilakukan sejak pertama kali melakukan kontak agar dapat beradaptasi dengan kebudayaan baru. Usaha melakukan akulturasi tersebut amat sangat diperlukan, karena jika gagal dalam melakukannya maka akan timbul stres akulturasi (Berry, 2006).

Mahasiswa asing asal Malaysia yang berhasil diwawancarai menyatakan bahawa mereka telah melakukan beberapa usaha agar dapat beradaptasi dengan budaya di kota Medan. Mahasiswa dari suku Tamil menyatakan bahwa mereka berusaha mencari di daerah mana yang banyak menjual makanan khas India, kalaupun mereka tidak menemukan makanan khas India, mereka bersedia belajar memakan makanan Minang.

(7)

Mahasiswa asing tersebut telah melakukan usaha untuk beradaptasi. Akulturasi merupakan suatu cara adaptasi, sehingga terdapat beberapa cara atau strategi dalam melakukannya. Adapun berbagai strategi dalam menjalankan akulturasi tersebut, seperti yang dinyatakan oleh Berry (1992) bahwa terdapat 4 strategi akulturasi yaitu asimilasi, integrasi, separasi, dan marginalisasi.

Berry (2006) menyatakan bahwa dalam menjalankan strategi tersebut terdapat 2 aspek yang harus diperhatikan yaitu cultural maintenance (individu mempertahankan budaya asalnya) dan contact and participation (melakukan kontak dan berpartisipasi dalam kelompok yang lebih dominan bersama-sama dengan kelompok budaya lainnya).

Strategi pertama yaitu strategi asimilasi dilakukan ketika individu tidak mempertahankan budaya asalnya dan mencari interaksi sehari-hari dengan budaya lainnya. Kedua, strategi integrasi dilakukan ketika individu mempertahankan budaya asalnya dan pada saat yang sama menginginkan adanya interaksi sehari-hari dengan budaya lainnya. Ketiga, strategi separasi dilakukan ketika indivudu mempertahankan budaya aslinya dan tidak menginginkan adanya interaksi sehari-hari dengan budaya lainnya. Strategi yang terakhir yaitu strategi marginalisasi dilakukan ketika individu tidak mempertahankan budaya asalnya dan pada saat yang bersamaan juga tidak menginginkan adanya interaksi dengan budaya lainnya.

(8)

pada faktor-faktor tersebut dan terdapat beberapa konsekuensi dari strategi-strategi tersebut.

Dengan adanya beberapa strategi akulturasi tersebut maka peneliti tertarik untuk melihat gambaran strategi akulturasi yang digunakan oleh mahasiswa asing dalam beradaptasi dengan kebudayaan di Kota Medan.

B. PERTANYAAN PENELITIAN

Pertanyaan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran umum strategi akulturasi yang digunakan oleh mahasiswa asing yang menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara?

2. Apa strategi akulturasi yang digunakan oleh mahasiswa asing di Universitas Sumatera Utara ditinjau dari jenis kelamin?

3. Apa strategi akulturasi yang digunakan oleh mahasiswa asing di Universitas Sumatera Utara ditinjau dari suku?

4. Apa strategi akulturasi yang digunakan oleh mahasiswa asing di Universitas Sumatera Utara ditinjau dari keanggotaan dalam organisasi campuran?

(9)

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran strategi akulturasi pada mahasiswa asing di Universitas Sumatera Utara.

D. MANFAAT PENELITIAN

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi ilmu Psikologi khususnya Psikologi Sosial, terutama mengenai strategi akulturasi yang dilakukan oleh mahasiswa asing asal Malaysia sehingga dapat membantu mahasiswa asing tersebut agar lebih mudah beradaptasi terhadap budaya di Medan.

2. Manfaat praktis

a. Mahasiswa Malaysia

Memberi gambaran pada mahasiswa Malaysia mengenai akulturasi yang dilakukan, sehingga dapat membekali mereka sebelum mereka melanjutkan pendidikannya di Medan untuk mempermudah proses adaptasi budaya.

b. Pihak penyelenggara pendidikan di Medan

(10)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab 1 : Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab 2 : Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian yang meliputi teori mengenai akulturasi dan mahasiswa asing asal Malaysia.

Bab 3 : Metodologi Penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai identifikasi variabel, defenisi operasional dari masing-masing variabel, sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, prosedur penelitian serta metode analisa data.

Bab 4 : Analisis Data Dan Pembahasan

Terdiri dari analisis data dan pembahasan yang berisi tentang gambaran subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan.

Bab 5 : Kesimpulan Dan Saran

Referensi

Dokumen terkait

a) Bagi perusahaan-perusahaan, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan-perusahaan yang menggunakan iklan program CSR untuk mengevaluasi dampak dari

satu cara paling mudah yang bisa kita lakukan untuk melestarikan budaya batik pada. siswa adalah dengan memakainya di

NSM NPSN NAMA RUANG KELAS PARAREL/NO.. KELAS

The data capture approach proposed for generating and calibrat- ing the photogrammetric model was refined empirically, rein- forced by the official documentation provided by

In this study, we used remote sensing data and meteorological data to estimate forest NPP in China based on CASA model, and then employed field observations to inversely estimate

1 Encik Umar ialah pemilik Perniagaan Pintar yang menjalankan perniagaan di Bandaraya Alor Setar sebagai pembekal buku.. (a) Sediakan catatan dalam buku-buku catatan pertama

1997, Remote sensing, geographic information systems (GIS) and Bayesian knowledge-based methods for monitoring land condition. School of Computing, Curtin University

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda