BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan “Mega
Biodiversity” setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies
dunia berada di Indonesia, yang mana dari setiap jenis tersebut terdiri dari ribuan plasma nutfah dalam kombinasi yang cukup unik sehingga terdapat aneka gen dalam individu (Arif, 2001). Sastrapradja (1989) menyatakan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang kaya. Taksiran jumlah jenis kelompok utama makhluk hidup sebagai berikut: Hewan menyusui 300 jenis; Burung 7.500 jenis; Reptil 2.000 jenis; Amfibi 1.000 jenis; Ikan 8.500 jenis; Keong 20.000 jenis; Serangga 250.000 jenis. Tumbuhan biji 25.000 jenis; Paku-pakuan 1.250 jenis; Lumut 7.500 jenis; Ganggang 7.800 jenis; Jamur 72.000 jenis; Bakteri dan Ganggang biru 300 jenis.
Pulau Sumatera memiliki kekayaan fauna yang masih belum banyak terungkap. Sumatera memiliki peranan yang penting karena memiliki pola penyebaran zoogeografi unik yang merupakan bagian dari kawasan Oriental, sebagian besar fauna yang ada dalam kawasan ini tidak dijumpai di tempat lain, diantaranya adalah dari kelompok amfibi (Anwar et al. 1984 dalam Wanda, 2012).
Lau Bertu merupakan salah satu objek wisata alam air terjun yang terletak di Desa Rumah Galuh Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat. Pada kawasan ini terdapat aliran sungai maupun anak sungai yang memungkinkan sebagai habitat amfibi. Sungai yang merupakan aliran air terjun tersebut berada di hutan masyarakat. Anak sungai berada di perkebunan masyarakat yang dilewati apabila menuju air terjun Lau Bertu.
2
dengan kecepatan arus tinggi, namun ada pula yang hanya ditemukan pada daerah dengan kecepatan arus rendah, bahkan perairan tenang (Putra et al. 2012).
Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki peranan sangat penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis amfibi berperan sebagai pengendali hama, karena memangsa konsumen primer seperti serangga atau hewan invertebrata lainnya (Iskandar, 1998) serta dapat digunakan sebagai bio-indikator kondisi lingkungan. Secara ekonomis amfibi dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani, hewan percobaan, hewan peliharaan dan bahan obat-obatan (Stebbins & Cohen, 1997).
Herpetofauna di Pulau Sumatera kurang banyak diteliti dibandingkan di Pulau Jawa. Hal ini terlihat dari tabulasi amfibi dari ordo Anura yang hanya berjumlah 90 spesies, ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Anura yang telah diketahui di Kalimantan yaitu 148 spesies dengan luas daerah yang lebih besar dan Semenanjung Malaysia dengan 101 spesies dengan luas area yang lebih kecil (Inger & Voris, 2001). Mistar & Siregar (2012) menyatakan dalam kurun waktu 70 tahun terakhir di Sumatera telah terjadi penambahan daftar jenis amfibi sebesar 63%. Diyakini masih akan terus bertambah di tahun-tahun mendatang, hal ini terutama berkaitan dengan masih sedikitnya informasi tentang keberadaan jenis amfibi di Sumatera maupun terbatasnya lokasi survei yang hanya berkisar pada hutan dataran rendah. Berkaitan dengan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Struktur Komunitas Amfibi di Kawasan Ekowisata Lau Bertu Desa Rumah Galuh Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat Sumatera Utara”.
1.2. Permasalahan
3
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas amfibi di kawasan Ekowisata Lau Bertu Desa Rumah Galuh Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
1.4. Manfaat penelitian