Universitas Sumatera Utara
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kajian
Konsep paradigma pertama kali dipopulerkan oleh Thomas Kuhn, seorang
ahli sejarah dan filsafat ilmu pengetahuan melalui bukunya The Structure of
Scientific Revolution (1970) (Suyanto, Sutinah, 2005 : 215). Proses komunikasi
memiliki sudut pandang atau perspektif yang berbeda dalam melihat suatu
fenomena sosial. Setiap manusia ataupun individu mempunyai pandangan
masing-masing dalam suatu hal dan memungkinkan untuk melengkapi pandangan
di antara individu-individu tersebut. Kemudian sudut pandang atau perpektif akan
menghasilkan suatu interpretasi terhadap suatu fenomena sosial. Menurut Thomas
Kuhn, paradigma merupakan landasan berpikir atau konsep dasar yang dianut atau
dijadikan model, baik berupa model atau pola yang dimaksud ilmuan dalam
upayanya mengandalkan studi-studi keilmuan.
Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada
dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara
pandangannya terhadap dunia (Indiawan, 2011 : 27). Paradigm adalah salah satu
cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigm tertanam kuat
dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigm menunjukkan pada
mereka apa yang penting, absah dan masuk akal. Paradigm juga bersifat normatif,
menunjukkan kepada praktisi apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan
pertimbangan eksistensial dan epistimologis yang panjang (Mulyana, 2003 : 9).
2.1.1 Paradigma Konstruktivis
Paradigma yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah paradigma
konstruktivis. Paradigma konstruktivis memandang bahwa bahasa tidak lagi
hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan
dari subjeknya (penyampai pernyataan) (Eriyanto, 2001 : 5). Konstruktivisme
Universitas Sumatera Utara
hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol
terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Dengan kata lain, setiap
pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan
pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara. Oleh karena
itu analisis dapat dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu
dari komunikasi.
Semesta adalah suatu konstruksi, artinya semesta bukan dimengerti
sebagai semesta yang otonom, akan tetapi dikonstruksikan secara sosial dan
karenanya plural. Konstruksi membuat cakrawala baru dengan mengakui adanya
hubungan antara pikiran yang membentuk ilmu pengetahuan manusia dengan
objek atau eksistensi manusia. Paradigma konstruktivis mencoba menjembatani
dualisme objektivitas dan subjektivitas dengan mengafirmasi peran subjek dan
objek dalam konstruksi ilmu pengetahuan. Dalam konstruktivis adanya anggapan
bahwa tidak ada makna yang mandiri, tidak ada deskripsi yang murni objektif.
Konstruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang
yang sedang mengetahui. Pada proses komunikasi, pesan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari otak seseorang ke kepala orang lain. Pengetahuan manusia adalah
konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia
objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap
kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Menurut Driver dan Bell, ilmu
pengetahuan bukanlah hanya kumpulan hukum dan daftar fakta, ilmu
pengetahuan, terutama sains, adalah ciptaan pikiran manusia dengan semua
gagasan dan konsepnya yang ditemukan secara bebas (Ardianto dan Aness, 2009 :
151).
Secara ringkas gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan dapat
dirangkum sebagai berikut:
1. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka,
tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur
Universitas Sumatera Utara
3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur
konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam
berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang (Ardianto dan
Aness, 2009 : 152).
Teori konstruktivisme, menyatakan bahwa individu menginterpretasikan
dan bereaksi menurut kategori konseptual dan pikiran. Realitas tidak
menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang
terhadap realitas tersebut. Teori konstruktivis atau konstruktivisme adalah
pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an
oleh Jesse Delia dan rekan-rekannya. Robyn Penmann merangkum kaitan
konstruktivis dalam hubungannya dengan ilmu komunikasi:
1. Tindakan komunukatif sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah
subjek yang memiliki pilihan bebas, walaupun lingkungan sosial
membatasi apa yang dapat dan telah dilakukan. Jadi tindakan
komunikasit dianggap sebagai tindakan sukarela, berdasarkan pilihan
subjeknya.
2. Pengetahuan adalah sebuah produk sosial. Pengetahuan bukan sesuatu
yang objektif sebagai diyakini positivism, melainkan diturunkan dari
interaksi dalam kelompok sosial. Pengetahuan itudapat ditemukan
dalam bahasa, melalui bahasa itulah konstruksi realitas tercipta.
3. Pengetahuan bersifat konstektual, maksudnya pengetahuan merupakan
produk yang dipengaruhi ruang waktu akan dapat berubah sesuai
dengan pergeseran waktu.
4. Teori-teori menciptakan dunia. Teori bukanlah alat, melainkan suatu
cara pandang yang ikut mempengaruhi pada cara pandang kita
terhadap realitas atau dalam batas tertentu teori menciptakan dunia.
Dunia disini bukanlah “segala sesuatu yang ada” melainkan “segala
sesuatu yang menjadi lingkungan hidup dan penghayatan hidup
manusia”, jadi dunia dapat dikatakan sebagai hasil pemahaman
manusia atas kenyataan di luar dirinya.
Universitas Sumatera Utara
Pendekatan konstruktivisme dapat dikaitkan dengan reporter sebagai
individu yang menjalankan profesinya mengutamakan masyarakat. Fokus mencari
informasi dengan penuh ketelitian di lapangan jangan sampai ada yang
terlewatkan. Keseluruhan informasi yang berhasil ditemukan merupakan potongan
teka-teki kebenaran berdasarkan fakta yang telah dikonfirmasi kebenarannya.
Potongan kebenaran berserakan sehingga sulit untuk mengungkapkan kebenaran
secara keseluruhan. Oleh karenanya reporter harus terus mengamati hal yang
berkaitan dengan kasus yang dihadapi. Ketepatan bahasa menyatu dengan gambar
yang baik sangat menentukan pemberitaan yang disajikan. Hingga masyarakat
dapat menganggap inilah berita yang dapat dipercaya.
Kebenaran lebih disukai daripada kebohongan, keterbukaan lebih
dihormati dari pada rahasia, dan informasi yang teruji jauh lebih dipercaya
daripada desas-desus. Berita merupakan sebuah laporan tercepat dari suatu
peristiwa atau kejadian faktual, penting dan menarik bagi sebagian besar
masyarakat serta menyangkut kepentingan mereka. Oleh karenanya televisi selaku
media perlu sadar akan cara kerja reporter dan masyarakat sebagai penerima
pesan. Media bukan hanya memilih peristiwa dan menentukan sumber berita
tetapi juga mendefinisikan peristiwa dan sumber berita tersebut.
Peneliti menggunakan paradigma ini sebagai pandangan dasar untuk
melihat bagaimana peranan reporter sebagai jurnalis televisi menjalankan
tugasnya digambarkan pada serial drama Pinocchio yang diproduksi dan
ditayangkan di Korea Selatan pada tahun 2014 dengan jumlah 20 episode.
Penelitian akan mengambil beberapa adegan memburu, menggali atau
mengumpulkan berita juga memberitakan kasus-kasus seperti pembunuhan,
pengorbanan, fitnah, kebakaran dan lain-lain.
2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Analisis Isi
Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik
untuk menganalisis isi pesan dan mengelola pesan, atau suatu alat untuk
Universitas Sumatera Utara
komunikator yang dipilih (Bungin, 2001 : 175). Logika dasar dalam komunikasi,
bahwa setiap komunikasi selalu berisi pesan dalam sinyal komunikasinya itu, baik
berupa verbal maupun nonverbal. Sejauh itu, makna komunikasi menjadi amat
dominan dalam setiap peristiwa komunikasi.
Metode content analysis atau analisis isi konvensional di kalangan ilmuan
sosial. Khususnya peneliti media, amat populer keberadaanya. Karena merupakan
suatu metode yang amat efisien untuk menginvestigasi isi media baik yang
tercetak maupun media dalam bentuk broadcast (Suyanto, Sutinah, 2005 : 125).
Altheide (Kriyantono, 2008 : 249) mengatakan bahwa :
Analisis Isi Kualitatif disebut pula sebagai Ethnographic Content Analysis (ECA), yaitu perpaduan analisis isi objektif dengan observasi partisipan. Artinya, peneliti berinteraksi dengan material-material dokumentasi atau bahkan melakukan wawancara mendalam sehingga pernyataan-pernyataan yang spesifik dapat diletakkan pada konteks yang tepat untuk dianalisis.
Secara teknik Content Analysis mencakup upaya-upaya : klasifikasi
lambang-lambang yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria dalam
klasifikasi, dan menggunakan teknik analisis tertentu dalam membuat prediksi,.
Penggunaan Analisis Isi dapat dilakukan sebagaimana Paul W. Massing
melakukan studi-studi tentang “The Voice of America”. Analisis Isi didahului
dengan melakukan coding terhadap istila-istilah atau penggunaan kata dan kalimat
yang relevan, yang paling banyak muncul dalam media komunikasi. Dalam hal
pemberian coding, perlu juga dicatat dalam konteks mana istilah itu muncul.
Kemudian, dilakukan klasifikasi terhadap coding yang telah dilakukan. Klasifikasi
dilakukan dengan melihat sejauh mana satuan makna berhubungan dengan tujuan
penelitian. Klasifikasi ini dimaksud untuk membangun kategori dari setiap
klasifikasi. Kemudian, satuan makna dan kategori dianalisis dan dicari hubungan
satu dengan lainnya untuk menemukan makna, arti, dan tujuan isi komunikasi itu.
Hasil analisis ini dideskripsikan dalam bentuk draf laporan penelitian
sebagaimana umumnya laporan penelitian.
Ada beberapa prinsip pokok yang umum untuk analisis isi, yaitu pertama
objektivitas di mana penelitian ini akan memberikan hasil yang sama apabila
Universitas Sumatera Utara
menentukan kategori yang dibuat mampu mencakup semua isi yang dianalisis
agar pengambilan keputusan yang berat sebelah dapat dihindari. Ketiga,
kuantitatif di mana penelitian menghasilkan nilai-nilai yang bersifat numeral atas
frekuensi isi tertentu yang dicatat dalam penelitian. Keempat, manifest di mana isi
yang muncul bersifat apa adanya, artinya bukan yang dirasa atau yang dinilai oleh
peneliti tetapi apa yang benar-benar terjadi (Krippendorff, 1993 : 15-17).
Definisi Krippendorff berusaha mengekspresikan objek Analisis Isi.
Secara intuitif, Analisis Isi dapat dikarakteristikan sebagai metode penelitian
makna simbolik pesan-pesan. Krippendorff dalam bukunya Content Analysis :
Introduction to It’s Theory and Methodology memuat klasifikasi Jenis dalam
Analisis Isi, yaitu:
1) Analisis Isi Pragmatis : prosedur yang mengkasifikasi tanda menurut
sebab atau akibatnya yang mungkin. Misalnya, penghitungan berapa kali suatu kata diucapkan, yang dapat mengakibatkan sikap suka terhadap negara Jerman pada audiens tertentu.
2) Analisis Isi Semantik :prosedur yang mengklarifikasi tanda menurut
maknanya (misalnya, perhitungan berapa kali negara Jerman dijadikan referensi, tidak jadi masalah kata apa yang digunakan untuk menunjukkan referensi itu.
a. Analisis pembujukan (designation) : menggambarkan frekuensi
seberapa sering objek tertentu (orang, benda, kelompok, atau kelompok) dirujuk. Analisis ini secara kasar disebut analisis pokok bahasan (subject-matter).
b. Analisis penyifatan (attributions) : menggambarkan frekuensi
seberapa sering karakteristik tertentu dirujuk (misalnya, referensi kepada ketidakjujuran).
c. Analisis pernyataan (assertions) : menggambarkan frekuensi seberapa
sering objek tertentu dikarakteristikan secara khusus. Analisis ini secara kasar disebut analisis sematik.
3) Analisis Sarana Tanda (sign-vehicle) : prosedur yang mengklasifikasikan
isi menurut sifat psikofisik dari tanda, misalnya perhitungan berapa kali kata “Negara Jerman” muncul.
2.2.2 Komunikasi Massa
2.2.2.1. Definisi Komunikasi Massa
Secara epistemologi istilah kata komunikasi atau dalam bahasa inggris
communication berasal dari bahasa latin yakni communication dan bersumber dari
Universitas Sumatera Utara
diinterpretasikan dengan pemaknaannya adalah sama makna (Amir Purba, dkk,
2006 : 1). Wilbur Schramm seorang akademisi dari Universitas Illionis Amerika
Serikat sebagai seorang yang paling berjasa dalam pengembangan kajian
komunikasi sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan sosial. Wilbur Schramm
merupakan founding fathers-nya ilmu komunikasi. Konstribusinya telah mendapat
banyak pengakuan dari berbagai akademisi ilmu komunikasi saat ini (Amir Purba
dkk, 2006 : 25).
Sementara Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa Komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat (Mulyana, 2002: 5).
Menelaah komunikasi sangatlah luas ruang lingkup dan dimensinya. Salah
satu bentuk komunikasi yang banyak dibahas mengenai komunikasi massa.
Komunikasi massa pertama kali muncul pada akhir tahun 1930-an. Banyak
defenisi yang telah dikemukakan oleh para ahli. Pada dasarnya komunikasi massa
merujuk pada penerimaan pesan yang berkaitan dengan media massa. Ada
beberapa bentuk media massa antara lain: media cetak, media elektronik dan
media internet. Oleh karenanya komunikasi massa merupakan studi ilmiah tentang
media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca/pendengar/penonton yang
akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka (Nurudin, 2007 : 2).
Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada
komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan
media. Menurut Effendy, terdapat lima ciri dari komunikasi massa diantaranya
adalah:
1. Komunikasi massa berlangsung satu arah
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga
3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum
4. Media massa menimbulkan keserempakan
Universitas Sumatera Utara
Alexis S. Tan mengemukakan dalam komunikasi massa itu (Nurudin,
2003 : 10)
Komunikator merupakan organisasi sosial yang mampu memproduksi pesan dan mengirimkannya secara serempak ke sejumlah orang banyak yang terpisah. Komunikator dalam komunikasi massa biasanya media massa (surat kabar, majalah atau penerbit buku, stasiun atau jaringan televisi). Media massa tersebut diatas adalah “organisasi sosial”, sebab individu di dalamnya punya tanggung jawab yang sudah dirumuskan seperti dalam sebuah organisasi. Misanya reporter mencari fakta-fakta di lapangan, sedang editor mengeditnya.
Kesimpulan dari pendapat diatas bahwa antara reporter dan editor berada
dalam sebuah wadah “organisasi sosial”, dan keduanya harus bisa bekerja sama
secara baik sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing. “Organisasi sosial”
tidak sekedar kumpulan orang yang memiliki mekanisme kerja dan tanggung
jawab, namun yang paling ditekankan adalah kerja sama atas nama media
tempatnya bekerja.
2.2.2.2. Fungsi Komunikasi Massa
Harold Lasswell dan Charles Wright merupakan sebagian dari pakar yang
benar-benar serius mempertimbangkan fungsi dan peran media massa dalam
masyarakat. Lasswell pakar komunikasi dan professor hukum di Yale, mencatat
ada 3 fungsi media massa: pengamatan lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam
masyarakat untuk merespons lingkungan dan penyampaian warisan masyarakat
dari satu generasi ke generasi selanjutnya. selain ketiga fungsi ini, Wright (1959)
menambah fungsi keempat, yaitu hiburan(Severin dan Tankard, 2008 : 389).
1.) Pengawasan (Surveillance)
Fungsi pertama memberikan informasi dan menyediakan berita. Dalam
membentuk fungsi ini, media sering kali memperingatkan kita akan
bahaya yang mungkin terjadi seperti kondisi cuaca yang ekstrem atau
berbahaya atau ancaman militer. Fungsi pengawasan juga termasuk berita
yang tersedia di dunia yang penting dalam ekonomi, publik dan
masyarakat, seperti laporan bursa pasar, lalu lintas, cuaca dan sebagainya.
Charles Wright mengatakan bahwa surveillance menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
berlangsung di lingkungan, baik du luar maupun di dalam suatu
masyarakat tertentu. Dalam beberapa hal ini berhubungan dengan apa
yang dipandang sebagai penanganan berita (Marhaeni Fajar, 2008: 245).
Orang-orang media, yaitu wartawan surat kabar dan majalah, reporter
radio dan televisi, koresponden kantor berita dan lain-lain berada di
mana-mana di seluruh dunia, mengumpulkan informasi buat masyarakat yang
tidak dapat diperoleh masyarakat. Informasi tersebut disampaikan kepada
organisasi-organisasi media massa yang dengan jaringan luas dan alat-alat
canggih disebarluaskan ke seluruh dunia.
2.) Korelasi (Correlation)
Fungsi yang kedua adalah seleksi dan interpretasi informasi tentang
lingkungan. Media sering kali memasukkan kritik dan cara bagaimana
seseorang harus bereaksi terhadap kejadian tertentu. Karena itu korelasi
merupakan bagian media yang berisi editorial dan propaganda. Fungsi
korelasi bertujuan untuk menjalankan norma sosial dan menjaga konsesus
dengan mengekpos penyimpangan, memberikan status dengan cara
menyoroti individu terpilih, dan dapat berfungsi untuk mengawasi
pemerintah. Dalam menjalankan fungsi korelasi, media sering kali
menghalangi ancaman terhadap stabilitas sosial dan memonitor atau
mengatur opini publik.
Fungsi korelasi dapat menjadi disfungsi ketika media terus-menerus
melangengkan stereotype dan menumbuhkan kesaman, menghalangi
perubahan sosial, dan inovasi, mengurangi kritik dan melindungi serta
memperluas kekuasaan yang mungkin perlu diawasi. Salah satu bentuk
disfungsi utama pada korelasi media yang sering disinggung adalah
pembentukan apa yang disebut Daniel Boorstin “kejadian palsu” atau
pembentukan “kesa” atau “kepribadian” yang sebagian besar merupakan
barang yang dijual industry humas. Produk atau perusahaan diberi “kesan”
tertentu sementara individu diberi “kepribadian” publik yang khusus
Universitas Sumatera Utara
media. Politisi yang ambisisus dan artis yang mencari ketenaran dan
penerimaan publik sementara perusahaan menginginkan kesan terhormat
dan barang dan jasa.
3.) Penyampai Warisan Sosial (Transmission of the Social Heritage)
Penyampai warisan sosial merupakan suatu fungsi di mana media
menyampaikan informasi, nilai, dan norma dari satu generasi ke generasi
berikutnya atau dari anggota masyarakat kaum pendatang. Dengan cara
ini, mereka bertujuan untuk meningkatkan kesatuan masyarakat dengan
cara memperluas dasar pengalaman umum mereka. Mereka membantu
integrasi individu ke masyarakat baik dengan cara melanjutkan sosialisasi
setelah pendidikan formal berakhir, ataupun dengan mengawalinya pada
masa-masa pra-sekolah. Telah diketahui bahwa media dapat mengurangi
perasaan teraasing pada individu atau perasaan tak menentu melalui wadah
masyarakat tempat dia dapat mengidentifikasikan dirinya.
Namun demikian, mengingat sifatnya yang cenderung tidak pribadi,
media massa dituduh ikut berperan dalam depersonalisasi masyarakat.
Media massa diletakkan di antara individu dan menggeser hubungan
langsung pribadi dalam komunikasi. Media juga dikatakan menyebabkan
berkurangnya keanekaragaman budaya dan membantu meningkatkan
masyarakat massa. Hal ini menandakan bahwa, karena media massa kita
cenderung membicarakan hal yang sama, berpakaian dengan cara yang
sama, bertindak dan bereaksi dengan cara yang sama. Hal ini berdasarkan
pada satu gagasan bahwa jutaan orang menerima model peran yang
disajikan media akibat begitu besarnya tingkat penggunaan media. Sejalan
dengan adanya kecenderungan standarisasi terdapat pandangan bahwa
media massa menghambat perkembangan budaya.
4.) Hiburan (Entertainment)
Sebagian besar isi media mungkin dimaksudkan sebagai hiburan,
bahkan di surat kabar sekalipun, mengingat banyaknya kolom, fitur, dan
Universitas Sumatera Utara
dari masalah setiap hari dan mengisi waktu luang. Media mengekspos
budaya massa berupa seni dan musik pada bejuta-juta orang, dan sebagian
orang merasa senang karena bisa meningkatkan rasa dan pilihan publik
dalam seni. Bagaimanapun juga, masih ada sebagian orang yang tidak
sepaham dengan mengatakan bahwa media mendorong orang melarikan
diri dari masalah, merusak kesenian, merendahkan selera publik dan
menghalangi berkembangnya apresiasi terhadap seni.
De vito (Marhaeni Fajar, 2008 : 239) menyebutkan, bahwa
Media mendesain program-program mereka untuk menghibur khalayak. Tentu saja sebenarnya mereka memberi hiburan itu untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat sebanyak mungkin sehingga mereka dapat menjual hal ini kepada para pengiklan.
Table 2.1 Fungsi Komunikasi Massa Alexis S. Tan Tujuan Komunikator
(Penjaga Sistem)
Tujuan Komunikasi (Menyesuaikan diri pada
system pemuasan kebutuhan)
Memberi informasi Memperlajari ancaman dan peluang,
memahami lingkungan, menguji kenyataan,
meraih keputusan.
Mendidik Memperoleh pengetahuan dan keterampilan
yang berguna memfungsikan dirinya secara
efektif dalam masyarakat, mempelajari nilai,
tungkah laku yang cocok agar diterima dalam
masyarakat.
Mempersuasif Memberi keputusan, mengadopsi nilai, tingkah
laku dan aturan yang cocok agar diterima
dalam masyarakat
Menyenangkan,
memuaskan kebutuhan
komunikasi
Menggembirakan, mengendorkan urat syaraf,
menghibur, mengalihkan perhatian dari
masalah yang dihadapi.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Media Massa Televisi
Media massa berperan sebagai Agent of change yaitu sebagai pelopor
perubahan (Bungin, 2006 : 86). Dimana media massa menjalankan tugasnya
sebagai media edukasi, media informasi, dan media hiburan. Media edukasi
menjadi media yang setiap saat mendidik masyarakat menjadi cerdas, pikiran
terbuka dan menjadi masyarakat yang maju. Media informasi yaitu media yang
selalu menyampaikan informasi yang terbuka dan jujur kepada masyarakat,
menjadikan masyarakat kaya akan informasi dan terbuka dengan informasi. Media
hiburan juga menjadi media massa yang institusi terhadap budaya, dimana
mendorong agar perkembangan budaya itu bermanfaat bagi masyarakat yang
bermoral dan juga mencegah agar perkembangan budaya ini tidak merusak
peradaban masyarakat.
Media massa televisi menjadi bagian yang sangat penting sebagai sarana
berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam berbagai hal yang menyangkut
perbedaan dan persamaan persepsi tentang suatu isu yang sedang terjadi di
belahan dunia (Kuswandi, 1993 : 21). Sejumlah batasan-batasan antar negara
bukan menjadi hal yang sulit untuk kebutuhan tayangan televisi. Cakrawala
informasi massa sebagai objek utama dari liputan media televisi semakin luas.
Materi hiburan yang disajikan lebih banyak, beragam dan menarik. Tidak
menonton televisi, sama saja dengan makhluk buta yang hidup dalam tempurung.
Televisi menjadi media yang paling banyak dimiliki dan dinikmati oleh
masyarakat dibanding dengan media massa lainnya. Siaran televisi menjadi lebih
“hidup” dalam menyampaikan pesan, dengan audio visual yang dimilikinya.
Dengan visualisasi yang bagus dari siaran televisi, masyarakat dapat merasa lebih
“dekat”, baik terhadap lokasi peristiwa maupun dengan “perasaan” sesuatu yang
di tayangkan. Tanpa banyak informasi tambahan masyarakat sudah paham dengan
apa yang tertampil pada layar televisi. Maka dari itu televisi sangat berguna dalam
upaya pembentukan sikap, perilaku, dan perubahan pola pikir (Effendi, 2005: 21).
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan pesan
Universitas Sumatera Utara
1. Pemirsa
Dalam setiap bentuk komunikasi dengan menggunakan media apapun,
seorang komunikator akan menyesuaikan pesan dengan latar belakang
komunikannya. Tetapi bukan dalam komunikasi melalui televisi, faktor pemirsa
menjadi perhatian lebih, disebabkan komunikator harus memahami kebiasaan dan
minat pemirsa baik dalam kategori anak-anak, remaja dan dewasa.
2. Waktu
Faktor waktu menjadi bahan pertimbangan agar setiap acara yang
ditayangkan dapat secara proporsional dan dapat diterima oleh sasaran khalayak.
3. Durasi
Durasi berkaitan dengan waktu, yakni jumlah menit dalam setiap
penayangan acara.
4. Metode penyajian
Fungsi utama televisi pada umunya menurut khalayak adalah untuk
menghibur dan mendapatkan informasi. Bukan berarti fungsi mendidik dan
membujuk diabaikan, fungsi non hiburan dan non informasi haris tetap ada karena
sama pentingnya bagi komunikator dan komunikan.
Kekuatan media televisi menguasai jarak dan ruang karena teknologi
televisi telah menggunakan elektromagnetik, kabel dan fiber yang dipancarkan
atau bertransmisi melalui satelit. Sasaran yang dicapai untuk menjangkau massa
dalam jumlah besar. Nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan,
sangat cepat. Daya rangsang seseorang terhadap media televisi cukup tinggi. Hal
ini disebabkan oleh kekuatan suara dan gambarnya yang bergerak. Satu hal yang
paling berpengaruh dari daya tarik televisi ialah informasi atau berita yang
disampaikan lebih singkat, jelas dan sistematis, sehingga pemirsa tidak perlu lagi
mempelajari isi pesan dalam menangkap siaran televisi.
Jurnalisme televisi menjadikan gambar dan kata-kata sebagai hal penting.
Universitas Sumatera Utara
atau gempa bumi yang tengah terjadi, bahkan ledakan pesawat dan lain
sebagainya direkam kamera. Ketika peristiwa tengah berlangsung, kamera televisi
menjadi mata pemirsa dalam melihat fakta-fakta. Segala detil kejadian ditangkap,
disorot serta diperlihatkan. Ini bukan pekerjaan mudah. Kamera tersebut harus
benar-benar mewakili kepentingan reporter dan kru lainnya. Reporter yang
mencari dan mencatat segala fakta yang terjadi, bisa jadi menginginkan sorotan
kameranya sesuai dengan bahan berita yang ditemukannya. Di sisi lain, berbagai
teknisi studio kerap juga menuntut agar sorotan juru kamera jurnalistik televisi ini
berhasil menampilkan gambar-gambar faktual yang layak untuk ditonton
(Septiawan Santana K, 2005 : 111).
2.2.4 Serial Drama
Televisi menyajikan berbagai program yang mampu menarik perhatian
masyarakat, mulai dari tayangan yang berbasis mengasa kemampuan seperti kuis,
game show, tayangan hiburan seperti drama, musik dan pertunjukan. Sebagai
salah satu program tayangan televisi drama merupakan pertunjukan (show) yang
menyajikan cerita mengenai kehidupan atau karakter seseorang atau beberapa
orang tokoh yang diperankan oleh pemain (artis) yang melibatkan konflik dan
emosi. Dengan demikian, program drama biasanya menampilkan sejumlah
pemain yang memerankan tokoh tertentu. Suatu drama akan mengikuti kehidupan
atau petualangan para tokohnya. Beberapa Negara seperti di Amerika, Jepang,
Tiongkok, Korea program tersebut dijuluki serial drama, sementara di Indonesia
biasa disebut sinetron.
Alan Landsburg adalah seorang produser televisi paling sukses di Amerika
menyatakan hanya ada tiga tema dalam setiap program drama yang disukai
audience, yaitu: tema seks, uang, dan kekuasaan. Tiga tema tersebut merupakan
daya tarik yang dapat mendorong audien mengikuti program drama atau komedi.
Tema-tema sinetron atapun telenovela yang sukses ditayangkan di televisi juga
memiliki tema tersebut. Lebih lanjut Alan mengatakan “Any drama, or comedy,
that explores these qualities is on a solid footing”. Ini merupakan penegasan
Universitas Sumatera Utara
dari tiga tema itu akan mendapat pijakan yang kuat untuk berhasil mendapatkan
audience (Morissan, 2008 : 214).
2.2.5 Profesi Reporter
Reporter merupakan sebutan yang sama dengan wartawan atau jurnalis.
Napoleon Bonaparte, kaisar dari Prancis menggambarkan sosok wartawan atau
reporter sebagai berikut,“wartawan itu cerewet, pengecam, penasihat, pangawas,
dan guru bangsa. Empat surat kabar musuh lebih aku takuti dari pada seribu
bayonet di medan perang”. Sementara James Gordon Bennet pendiri The New
York Herald mengatakan bahwa wartawan sebagai “separuh diplomat dan
separuh detektif”. Separuh diplomat artinya wartawan harus pandai bergaul
dengan semua orang dari berbagai lapisan dan latar belakang yang berbeda
dengan sifat dan watak yang berbeda pula. Sedangkan separuh detektif berarti
wartawan harus mempunyai hidung yang ‘panjang’ agar mampu ‘mencium’
berita. Artinya peka terhadap apa yang terjadi atau mungkin akan terjadi dan di
mana terdapat sumber-sumber berita (Taqur, 2013 : 282).
Profesi merupakan pekerjaan. Namun tidak semua pekerjaan menjadi
sebuah profesi. Suatu pekerjaan disebut profesi jika memenuhi persyaratan : ada
organisasi profesi, ada kode etik, serta pendidikan khusus. Wartawan punya kode
etik dan organisasi profesi, tetapi untuk menjadi wartawan tidak harus berasal dari
jurusan broadcasting, jurnalistik atau ilmu komunikasi. Reporter merupakan
profesi karena setidaknya memenuhi dua unsur syarat profesi di atas. Reporter
disimpulkan sebagai seorang yang memahami tugasnya, memiliki keterampilan
untuk melakukan reportase dan mengolah karya-karya jurnalistik sesuai dengan
nilai yang berlaku memiliki indenpendensi dari objek liputan dan kekuasaan,
memiliki hati nurani serta memegang teguh kode etik jurnalistik yang di atur oleh
organisasi profesi yang diikutinya (Taqur, 2013 : 292).
Sebuah stasiun televisi membutuhkan reporter untuk menyajikan informasi
pada masyarakat. Reporter adalah seseorang yang di tugaskan untuk melakukan
liputan di lapangan. Reporter di harapkan akan muncul dalam paket berita yang
Universitas Sumatera Utara
laporan mengenai fakta peristiwa atau pendapat masyarakat yang disertai gambar
yang aktual, menarik berguna disiarkan melalui media massa televisi secara
periodik. Seorang reporter berusaha memenuhi kebutuhan infromasi khalayak.
Mereka merealisasikan sumber daya yang ada untuk merekonstruksikan realitas
sosial yang mereka lihat, dengar, dan amati. Hasil rekonstruksi dikemas dalam
bentuk berita dan disiarkan melalui media massa tempat mereka bekerja.
Reporter meskipun memiliki kekuatan besar dan kewenangan untuk
mengungkapkan banyak hal, termasuk berbagai tindak kecurangan dan
pelanggaran hukum seseorang, tetapi tidak boleh mengungkapkan rahasia
kehidupan orang lain yang membuat orang lain menderita malu karenanya.
Repoter harus memahami dan mentaati norma-norma yang ada, kode etik
jurnalistik dan peraturan-peraturan yang berlaku (Jani, 2008 : 44). Reporter
menjadi ujung tombak dalam menghasilkan berita. Dari sudut etika jurnalistik,
reporter yang tidak berhasil mengutamakan kepentingan khalayak adalah salah.
Tetapi, khalayak tidak bisa menuntut reporter. Sebab, kontrak media massa untuk
mengutamakan kepentingan khalayak bersifat informan.
2.2.5.1. Peranan Tugas
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu mengaitkan jurnalistik dengan
pekerjaan wartawan, jurnalis atau reporter. Para pakar telah banyak memberikan
definisi jurnalistik. Meski muncul perbedaan pendapat, semuanya memiliki
maksud dan makna yang sama. Jurnalistik merupakan suatu pengetahuan yang
menyangkut pemberitaan seluk beluk kejadian peristiwa atau gagasan agar dapat
dijangkau khalayak yang luas, anonim, dan heterogen (Barus, 2011 : 1).
MacDougall menyebutkan bahwa journalism merupakan kegiatan menghimpun
berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Jurnalisme sangat penting di
mana pun dan kapan pun (Kusumaningrat, 2005 : 15).
Istilah jurnalistik dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yakni : secara
harfiah, secara konseptual, dan secara praktis. Secara harfiah jurnalistik atau
journalism berasal dari perkataan journal, artinya catatan harian, atau catatan
Universitas Sumatera Utara
dari perkataan Latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari. Perkataan itulah
melahirkan kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik
(Faqur, 2013 : 2). Secara konseptual jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut
pandang, yakni:
1. Sebagai proses, jurnalistik adalah aktivitas mencari, mengolah,
menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media
massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan atau jurnalis.
2. Secara teknik, jurnalistik adalah keahlian (expertise), atau
keterampilan (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature)
termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti
peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.
3. Sebagai ilmu, jurnalistik adalah bidang kajian mengenai perbuatan dan
penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikira, ide) melalui
media massa. Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang
dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri (Faqur,
2013 : 2).
Sementara jurnalistik dalam sudut pandang praktis, merupakan disiplin
ilmu dan teknik pengumpulan, penulisan, dan pelaporan berita, termasuk proses
penyuntingan dan penyajiannya. Produk jurnalistik yakni berita, disajikan atau
disebarluaskan melalui berbagai jenis media massa, termasuk surat kabar,
majalah, radio, dan televisi serta internet. Setiap hari para wartawan meliput
berbagai peristiwa atau kejadian penting untuk diberitakan, atau disiarkan
sehingga peristiwa atau kejadian tersebut diketahui oleh publik secara luas (Faqur,
2013 : 2).
Reporter merupakan faktor yang terpenting dalam semua kegiatan
pembuatan berita. Apakah dia bekerja di daerah ataupun meliput jalannya
perkembangan dunia, tugasnya sama. Reporter harus mengunjungi suatu peristiwa
dan mencari informasi yang dapat dijadikan berita. Kadang-kadang caranya tidak
lebih daripada tanya jawab biasa saja, kadang-kadang berperan sepeti intelijen,
Universitas Sumatera Utara
seorang pahlawan dalam film roman, atau petugas yang rajin. Keistimewaannya,
ia petugas yang ulet, memiliki kecakapan pribadi yang lebih sempurna ketimbang
rasa sekedar ingin tahu saja, berkeras hati pada kemauannya namun bukan anak
kecil yang abadi. Dia memiliki sifat tidak puas pada seseorang atau pada peristiwa
yang terjadi. Rasa penasaran dan perhatiaannya yang kuat menyebabkan dia
memilih media sebagai tempatnya bekerja. (Suhandang, 2004 : 55)
Secara terminologis diartikan orang yang melakukan kegiatan jurnalisme,
yaitu orang yang secara teratur membuat laporan yang kemudian dipublikasikan
pada media massa. Merujuk definisi jurnalistik, yakni “catatan harian”, seorang
wartawan, jurnalis atau reporter mengerjakan pencarian fakta dan data dari
peristiwa yang terjadi. Semua catatan dijadikan berita. Karenanya, peristiwa yang
berlangsung di masyarakat belum berarti menjadi berita kalau belum dilaporkan
oleh wartawan atau reporter (Taqur, 2013 : 278). Menurut pernyataan ahli
Tugas pertama seorang reporter sehari-hari adalah memburu, mencari atau
menemukan berita. Reporter harus memiliki kompetensi dalam menjalankan tugas
ini. Kejadian atau peristiwa banyak sekali terjadi di masyarakat. Maka tugas
reporter mengumpulkan fakta-fakta sebanyak-banyaknya yang berkenaan dengan
kejadian atau peristiwa tersebut. Ada dua cara yang digunakan reporter dalam
mengumpulkan berita, yaitu observasi dan wawancara (Chaer, 2010 : 134). Cara
pertama observasi dilakukan dengan mendatangi secara langsung ke TKP, fakta
yang dikumpulkan berdasarkan unsur berita 5W+1H yaitu what (apa yang terjadi),
who (siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut), wehen (kapan peristiwa
terjadi), where (di mana kejadiannya), why (mengapa kejadian itu terjadi), dan
how (bagaimana kejadian tersebut terjadi) (Chaer, 2010 : 135). Cara kedua dalam
mengumpulkan fakta dengan jalan wawancara. Apa yang akan diwawancarakan
tergantung dari tujuan berita yang ingin disampaikan.
Tugas reporter yang berikutnya adalah menyajikan atau menyebarluaskan
berita. Fakta-fakta yang sudah terkumpul baik dalam catatan kertas maupun dalam
bentuk rekaman gambar, harus diolah. Agar dapat menyusun naskah berita dari
Universitas Sumatera Utara
2.2.5.2. Kode Etik Jurnalistik
Frederick Shook, dalam buku Television News Writing, (Usman Ks, 2009 :
hal) mendefinisikan: etika sebagai aturan tentang kehidupan dan perilaku pribadi
atau aturan yang terkait dengan pekerjaan atau profesi.Dalam dunia jurnalistik,
kita mengenal istilah etika jurnalistik. Berdasarkan defenisi etika tersebut, etika
jurnalistik bisa didefenisikan sebagai seperangkat aturan yang terkait dengan
pekerjaan jurnalistik yang berlaku bagi pekerja pers atau media. Barbara
MacKinno, dalam buku Ethics: Theory and Contemporary Issues, mendefinisikan
etika sebagai serangkaian nilai dan prinsip yang harus dipatuhi oleh individu atau
kelompok.Dengan demikian, etika jurnalistik adalah seperangkat nilai dan prinsip
yang harus dipatuhi individu jurnalis atau pers/media.
Setiap pekerjaan lazimnya harus mempunyai etika profesi, dan wartawan
sebagai suatu profesi juga harus mempunyai etika profesi yang disebut etika
jurnalistik. Etika jurnalistik ini merupakan standar yang mengatur norma-norma
perilaku seorang wartawan dalam menjalankan fungsinya sebagai wartawan. Etika
jurnalistik hanya mencantumkan ide pokok apa yang harus dan boleh dilakukan
dan apa yang tidak harus dan tidak boleh dilakukan seorang wartawan dalam
melaksanakan fungsi jurnalistik. Seorang wartawan yang profesional adalah
wartawan yang patuh pada etika jurnalistik tersebut.
Secara historis, etika jurnalistik itu pada awalnya ditetapkan oleh
masing-masing media, namun seiring dengan makin banyak dan beragam media, baik
cetak maupun elektronik, maka sosiasi wartawan membentuk suatu etika standar
yang berlaku untuk satu asosiasi. Kini di hampir semua Negara, asosiasi wartawan
telah memiliki “kode etik” jurnalistik atau yang sering disebut dengan “journalism
canon”. Sebagian besar dari berbagai asosiasi itu memang memiliki perbedaan
satu sama lain, namun ada beberapa kesamaan seperti tetap mempertahankan
prinsip-prinsip kejujuran, akurasi, objektivitas, ketidakberpihakan, keadilan dan
akuntabilitas publik yang nampaknya universal. (Liliweri, 2011 : 931)
Universitas Sumatera Utara
1. Tanggung jawab, tugas atau kewajiban seorang wartawan adalah
mengbadikan diri kepda kesejahteraan umum dengan memberi masyarakat
informasi yang memungkinkan masyarakat membuat penilaian terhadap
sesuatu masalah yang mereka hadapi. Wartawan tak boleh
menyalahgunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan yang tak
berdasar.
2. Kebebasan. Wartawan harus berjuang melawan siapa saja yang
mengeksploitasi pers untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Kebebasan
berbicara dan menyatakan pendapat adalah milik setiap anggota
masyarakat dan wartawan menjamin bahwa urusan publik harus
diselenggarakan secara publik.
3. Independensi. Wartawan harus mencegah terjadinya benturan kepentingan
dalam dirinya. Dia tak boleh menerima apapun dari sumber berita atau
terlibat dalam aktifitas yang bisa melemahkan intergritas sebagai
penyampai informasi atau kebenaran.
4. Kebenaran. Wartawan adalah mata, telinga dan indera dari pembaca. Dia
harus senantiasa berjuang untuk memelihara kepercayaan pembaca dengan
meyakinkan kepada mereka bahwa berita yang dituliskan adalah akurat,
berimbang dan bebas dari bias.
5. Tak memihak. Laporan berita dan opini harus secara jelas dipisahkan.
Artikel opini harus secara jelas diidentifikasikan sebagai opini.
6. Adil. Wartawan harus menghormati hak-hak orang dalam terlibat dalam
berita yang ditulisnya serta mempertanggungjawabnkan kepada publik
bahwa berita itu akurat serta fair.orang yang dipojokan oleh sesuatu fakta
dalam berita harus diberi hak untuk menjawab
Kode Kehormatan Internasional Jurnalistik yang diterima Kongres
International Federation of Journalist di Bordeaux, April 1954 dikutip dari buku
pers dan wartawan karangan Mochtar lubis menyebutkan (Barus, 2011 : 250) :
1. Pernyataan Internasional ini diprolamasikan sebagai ukuran bagi
Universitas Sumatera Utara mengirim, serta menyiarkan berita atau informasi dam melaporkan kejadian-kejadian.
2. Menghormati kebenaran dan hak masyarakat pada kebenaran adalah
kewajiban utama wartawan.
3. Dalam melakukan kewajibannya ini dia akan membela prinsip dua sila
: kebebasan dalam mencari dan menyiarkan berita serta hak memberikan komentar dan kritik yang layak.
4. Wartawan hanya melaporkan apa yang sesuai dengan fakta-fakta yang
asal usulnya diketahuinya. Dia tidak akan menyembunyikan informasi yang penting dan dia tidak akan memalsukan dokumen-dokumen.
5. Dia hanya akan mempergunakan cara-cara yang layak untuk
mendapatkan berita, foto, dan dokumen-dokumen.
6. Setiap informasi yang telah disiarkan dan ternyata tidak benar akan
dibetulkannya dengan sebaik-baiknya.
7. Dia akan memegang teguh rahasia pekerjaannya dalam hubungannya
dengan sumber berita yang didapatkannya berdasarkan kepercayaan.
8. Dia akan menganggap sebagai pelanggaran-pelanggaran profesional
yang besar hal-hal sebagai berikut : plagiarism, makian-makian, cercaan, tuduhan-tuduhan palsu dan penerimaan sogok untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan sesuatu.
9. Setiap wartawan untuk mendukung prinsip-prinsip yang tersebut di
atas. Di dalam batas-batas hukum tiap-tiap negara, wartawan mengakui dalam bidang-bidamh profesionalnya hanya yurisdiksi kolega-koleganya dan menolak setiap macam campur tangan pemerintah atau orang lain.
2.3 Model Teoritik
Berdasarkan komponen penelitian yang dikembangkan dari teori
sebelumnya, maka peneliti membuat model teoritik. Model ini berguna untuk
menggambarkan rencana atau strategis penelitian yang akan dilakukan kemudian.
Model teoritis adalah sebagai berikut:
Menemukan lambang/ simbol
Klasifikasi data berdasarkan lambang/simbol
Prediksi/