BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Humaniter Internasional (HHI), sebagai salah satu bagian hukum
internasional, merupakan salah satu alat dan cara yang dapat digunakan oleh
setiap negara, termasuk oleh negara damai atau negara netral,untuk itu ikut serta
mengurangi penderitaan yang dialami oleh masyarakat akibat perang yang terjadi
di berbagai negara. Dalam hal ini, Hukum Humaniter Internasional merupakan
suatu instrumen kebijakan dan sekaligus pedoman teknis yang dapat digunakan
oleh semua aktor internasional untuk mengatasi isu internasional berkaitan dengan
kerugian dan korban perang.1
Hukum Humaniter Internasional dapat ditemukan dalam aturan-aturan
keagamaan dan kebudayaan di seluruh dunia. Perkembangan modern dari hukum
humaniter baru dimulai pada abad ke-19. Sejak itu, negara-negara telah setuju
untuk menyusun aturan-aturan praktis, yang berdasarkan
pengalaman-pengalaman pahit atas peperangan modern. Hukum humaniter itu mewakili suatu
keseimbangan antara kebutuhan kemanusiaan dan kebutuhan militer dari
negara-negara. Seiring dengan berkembangnya komunitas internasional, sejumlah negara
di seluruh dunia telah memberikan sumbangan atas perkembangan hukum
humaniter internasional.
Keikutsertaan suatu negara, dalam mempraktikan Hukum Humaniter
Internasional dalam mengesahkan perjanjian di bidang humaniter internasional,
merupakan himbauan bagi negara-negara lainnya. Dengan kata lain, keikutsertaan
suatu negara damai merupakan dorongan bagi negara-negara lainnya, termasuk
bagi negara-negara yang potensial, dalam perang, untuk berbuat serupa dalam
menghormati dan mengikatkan diri dalam dengan perjanjian hukum humaniter
internasional. Artinya, makin banyak negara yang mengakui norma-norma hukum
humaniter internasional makin besar harapan akan penghormatan dan pelaksanaan
hukum humaniter internasional oleh negara yang sedang berperang maupun yang
tidak terlibat dalam peperangan.
Pertikaian bersenjata yang terjadi di wilayah sebuah negara disebut
pertikaian bersenjata yang bersifat internal atau yang bukan bersifat internasional.
salah satu aspek penting dalam hukum humaniter adalah mengenai mekanisme
penegakan hukum jika terjadi pelanggaran. Mekanisme ini diatur dalam Konvensi
Jenewa 1949 yaitu dengan menggunakan mekanisme hukum nasional. Tanpa
adanya mekanisme tersebut dalam penegakan hukum maka hukum humaniter
akan bersifat lemah dan akan terjadi suatu pelanggaran dan kesalahan.2
Hubungan antar negara menyangkut berbagai aspek dalam kehidupan.
Termasuk dengan berkembangnya diberbagai bidang kehidupan, namun dalam
perkembangannya hampir setiap bidang mempunyai nuansa internasional dan
disentuh oleh hukum internasional. Salah satu pembahasan dalam memaparkan
berbagai hubungan yang terjadi di dunia ini adalah hubungan internasional, yaitu
dengan mempelajari manusia dan kebudayaan yang berbagai masyarakat
diseluruh dunia. Hubungan internasional adalah kunci utama negara atau dasar–
dasar negara sebagai dari salah satu bagian dari interaksi negara-negara dalam
dunia internasional, dimana negara sebagai aktor utama. Dengan semakin
berkembangnya hubungan antar negara, maka dirasakan dari setiap negara perlu
untuk mengetahui beberapa dalam melakukan hubungan internasional salah
satunya masalah netralitas, yurisdiksi dan imunitas dalam hubungan internasional.
Negara merupakan subjek utama dari hukum internasional, baik ditinjau
secara historis maupun secara faktual. Secara historis yang pertama-tama
merupakan subjek hukum internasional pada awal mula lahir dan pertumbuhan
hukum internasional adalah negara. Peranan negara lama-kelamaan juga semakin
dominan oleh karena bagian terbesardari hubungan hubungan internasional yang
dapat melahirkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional
dilakukan oleh negara-negara. Bahkan hukum internasional itu sendiri boleh
dikatakan bagian terbesar terdiri atas hubungan hukum antara negara dengan
negara. Kelebihan negara sebagai subjek hukum internasional dibandingkan
dengan subjek hukum internasional lainnya adalah, negara memiliki apa yang
disebut "kedaulatan" atau sovereignity.3
Kedaulatan yang artinya “kekuasaan tertinggi", pada awalnya diartikan
sebagai suatu kedaulatan dan keutuhan yang tidak dapat dipecah-pecah dan
dibagi-bagi serta tidak dapat ditempatkan di bawah kekuasaan lain. Akan tetapi
kini arti dan makna dari kedaulatan itu telah mengalami perubahan. Kedaulatan
tidak lagi dipandang sebagai seatu yang bulat dan utuh melainkan dalam
batas-batas tertentu sudah tuntuk pada pembatas-batasan-pembatas-batasan. Pembatas-batasan-
Pembatasan-pembatasan itu sendiri tidak lain adalah hukum internasional dan kedaulatan dari
sesama negara lainnya. Suatu negara yang berdaulat, tetap tunduk pada hukum
internasional serta tidak boleh melanggar atau merugikan kedaulatan negara
lainnya. Manifestasi kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi mengandung dua sisi
yaitu sisi intern dan sisi ekstern. Sisi intern berupa kekuasaan tertinggi yang
dimiliki suatu negara itu sendiri. Sedangkan sisi ekstem, brupa kekuasaan
tertinggi untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan negara lain atau dengan
subjek-subjek hukum internasional lainnya. Wujud nyata dalam sisi intern
kedaulatan tersebut dapat di lihat pada bentuk negara maupun bentuk
pemerintahannya, di mana antara negara yang satu dengan negara yang lain bisa
saja berbeda-beda, ada negara yang berbentuk kesatuan, federasi atau bentuk
lainnya.4
Negara-negara netral adalah negara yang membatasi dirinya untuk tidak
melibatkan diri dalam berbagai sengketa yang terjadi dalam masyarakat
internasional. Netralitas ini mempunyai beberapa arti dan haruslah dibedakan
pengertian netralitas tetap dan netralitas sewaktu-waktu, politik netral atau
netralitas positif. Pada awalnya Yurisdiksi merupakan konsekuensi logis dari
kedaulatan negara atas wilayahnya. Yurisdiksi negara atas individu, benda dan
lain-lain dalam batas wilayahnya (teritorial daratan, laut dan udara) pada akhirnya
dapat berkembang/meluas melalui batas-batas negara (perluasan atas individu dan
benda-benda yang terletak dinegara lain).
Swiss adalah salah satu contoh negara netral, dulunya swiss adalah
anggota Liga Bangsa Bangsa (LBB). Kemudian setelah lahirnya PBB tahun 1945,
Swiss tidak ikut dalam organisasi dunia itu walaupun aktif dalam
organisasi-organisasi bersifat teknis (badan-badan khusus PBB). Pada tahun 1986, negara
tersebut mengadakan refrendum untuk mengetahui apakah rakyat Swiss ingin
tetap berada di luar atau ingin masuk PBB. Refrendum tersebut ditolak 75%
penduduk. Kemudian pada bulan Maret 2002, diselanggarakan lagi refrendum dan
akhirnya dengan 54,6% suara, Swiss memutuskan untuk menjadi anggota PBB
dan diterima organisasi tersebut pada tanggal 10 September 2002.5
Nama Swiss dalam bahasa Latin, Confoederatio Helvetica yang berarti
Konfederasi Helvetika, dipilih untuk menghindari pemilihan salah satu dari
keempat bahasa resmi Swiss (bahasa Jerman, Perancis, Italia, dan Romansh). TLD
negaranya, Confederatio Helvetica juga diambil dari nama ini. Dilihat ke-26
kantonnya, 17 berbahasa Swiss-Jerman, 4 Swiss-Romande/Prancis, 1 Italia, 3
bilingual (Jerman-Prancis) dan 1 trilingual (Italia-Prancis-Romansh). Swiss
berbatasan dengan Jerman, Perancis, Italia, Austria dan kerajaan kecil
Liechtenstein. Masyarakat Swiss menuturkan banyak bahasa dan terdapat empat
bahasa resmi, iaitu bahasa Jerman, Perancis, Italia dan bahasa Romansh yang
kurang populer.
Negara swiss sebagai negara netral memiliki beberapa dasar hukum dalam
tiga dokumen yuridis yaitu pernyataan bersama tanggal 26 Maret 1815 oleh
Inggris, Prancis, Portugal dalam Kongres Wina yang menjamin netralitas swiss,
pasal 84 Act The Vienna Conggress dan Pasal 345 Treaty Versailles yang
menegaskan bagi netralitas tersebut.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan merupakan pernyataan yang menunjukan adanya jarak
antara rencana dan pelaksanaan, antara harapan dan kenyataan, juga antara das
sollen dan das sein.6 Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain :
1) Bagaimanakah Ruang Lingkup Hukum Humaniter Internasional?
2) Bagaimakah Hak dan Kewajiban Negara Netral?
3) Bagaimanakah Kedudukan Swiss Sebagai Negara Netral Menurut Hukum
Internasional?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi Tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui ruang lingkup hukum humaniter internasional.
2) Untuk mengetahui apa saja yang menjadi hak-hak dari negara netral
3) Untuk mengetahui kedudukan swiss sebagai negara netral menurut hukum
internasional.
Sedangkan Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini adalah :
A. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang
mampu memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ilmu hukum khusu snya
dalam bidang hukum internasional terutama mengenai kedudukan swiss sebagai
negara netral dalam perspektif Hukum Humaniter Internasional. Hal ini sebagai
wujud penjelmaan penerapan dalam belajar Hukum Internasional secara
akademis.
B. Manfaat Praktis
Menjadi suatu pedoman atau bahan refrensi pada perpustakaan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara secara khusus dan pemabaca pada umumnya
serta dapat dijadikan bahan referensi bagi pihak akademisi dalam menambah
wawasan mengenai kedudukan swiss sebagai negara netral dalam perspektif
Hukum Humaniter Intenasional.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini berjudul: “KEDUDUKAN SWISS SEBAGAI
NEGARA NETRAL DALAM PERPEKTIF HUKUM HUMANITER
INTERNASIONAL” merupakan tulisan yang masih baru yang berasal dari
pemikiran sendiri. judul ini sendiri belum pernah ditulis di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan telah diperiksa di dalam data base arsip skripsi
belum pernah ditulis oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum USU, penulis
menyusun tulisan ini melalui referensi buku-buku, media elektronik, dan bantuan
bimbingan dari dosen-dosen pembimbing dan berbagai pihak lain. Dengan
demikian penulis dapat mempertanggungjawabkan keaslian skripsi, baik secara
ilmiah ataupun secara akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Hukum Humaniter dalam Konvensi Den Haag 1899 dan 1907
Dalam konvensi Den haag 1899 dan 1907 hukum humaniter adalah hukum
yang mengatur tentang alat (means) dan cara (methods) berperang. konvensi
tersebut merupakan hasil dari konvensi Perdamaian I (First Peace Conference)
yang di selanggarakan selama dua bulan (dibuka pada tanggal 20 mei 1899) dan
konvensi Perdamaian II (Second Peace Conference) yang di selanggarakan pada
tanggal 15 Juni-18 Oktober 1907, kedua konfrensi tersebut diadakan di Den Haag,
Belanda. Berkaiatan dengan konferesi Perdamaian I pada tahun 1899, Menteri
Luar Negeri Rusia, yaitu Count Mouravieff mengedarkan surat kepada semua
kepala perwaikalan negara yang diakreditasikan di St. Petersburg yang berisikan
ajakan Maharaja Rusia Untuk berusaha mempertahankan perdamaian dunia dan
mengurangi persenjataan.7
Hukum Humaniter Internasional sendiri membedakan dua jenis pertikaian
bersenjata, yaitu sengketa bersenjata yang bersifat internasional dan yang bersifat
non-internasional. Jika pertikaian bersenjata itu melibatkan dua negara atau lebih
maka disebut pertikaian bersenjata yang bersifat internasional. Tujuan utama dari
hukum humaniter adalah memberikan perlindungan dan pertolongan kepada
mereka yang menderita/menjadi korban perang, baik mereka yang secara
nyata/aktif turut dalam permusuhan (kombat), maupun mereka yang tidak turut
serta dalam permusuhan (penduduk sipil = civilian population).8
2. Negara netral menurut para ahli dan tujuan dari negara netral
Menurut Starke yang dimaksud dengan negara netral ialah suatu negara
yang kemerdekaan, politik dan wilayahnya dengan kokoh dijamin oleh suatu
perjanjian bersama negara-negara besar (the great power). Negara-negara ini tidak
akan pernah berperang melawan negara lain, kecuali untuk pertahanan diri, dan
tidak akan pernah mengadakan perjanjian alianis yang dapat menimbulkan
peperangan. Netralitas ini mempunyai beberapa arti dan haruslah dibedakan
pengertian netralitas tetap dan netralitas sewaktu-waktu, politik netral atau
netralitas positif. Netralitas tetap adalah negara yang netralitasnya dijamin dan
dilindungi oleh perjanjian-perjanjian internasional seperti Swiss dan Austria,
sedangkan netralitas sewaktu-waktu adalah sikap netral yang hanya berasal dari
kehendak negara itu sendiri (self imposed) yang sewaktu-waktu dapat
ditanggalkannya. Swedia misalnya, selalu mempunyai sikap netral dengan
menolak mengambil ikatan politik dengan blok kekuatan manapun. Tiap kali
terjadi perang, Swedia selalu menyatakan dirinya netral yaitu tidak memihak
kepada pihak-pihak yang berperang. Netralitas Swedia tidak diatur oleh
perjanjian-perjanjian internasional, tetapi dalam kebijaksanaan yang
waktu dapat saja ditanggalkannya. Dengan berakhir perang dingin, Swedia dan
juga Finlandia ikut menjadi anggota Uni Eropa semenjak 1 Januari 1985.9 Tujuan
netralisasi ini adalah untuk memelihara perdamaian dengan cara:
1) Melindungi negara-negara kecil dari negara-negara kuat yang berdekatan
dengannya.
2) Melindungi dan menjaga kemedekaan negara netral ini di antara
negara-negara kuat.
3. Swiss sebagai negara yang netral
Swiss adalah contoh negara netral yang tetap idiil, karena keadaan
geografisnya semenjak lahir telah mempraktikkan politik netral terhadap semua
sengketa yang terjadi di kawasannya. Negara swiss terdiri dari wilayah-wilayah
yang diambil dari Negara-negara tetangganya, yaitu Austria, perancis, dan Italia.
Bila dalam suatu sengketa, swiss memihak kepada salah satu Negara tetangga,
Negara tersebut akan menjadi pecah belah dan diduduki oleh negara-negara
tetangga lainnya. Negara-negara tetangga juga memerlukan swiss sebagai negara
yang berstatus netral untuk menjadi zona penyangga.10
Nama Swiss dalam bahasa Latin, Confoederatio Helvetica yang berarti
Konfederasi Helvetika, dipilih untuk menghindari pemilihan salah satu dari
keempat bahasa resmi Swiss (bahasa Jerman, Perancis, Italia, dan Romansh). TLD
negaranya, .ch, juga diambil dari nama ini. Dari ke-26 kantonnya11, 17 berbahasa
9“Sebagaimana dimuat dari” https://fitria97.wordpress.com/tugas-tugas/pkn/macam-macam-bentuk-negara/ Diakses pada tanggal 11 Februari 2015
10 “Sebagaimana dimuat dari” http://lanlanrisdiana.blogspot.com/2013/03/makalah-netralitas-yurisdiksi-dan.html, Diakses Pada tanggal 5 Februari 2015
Swiss-Jerman, 4 Swiss-Romande/Prancis, 1 Italia, 3 bilingual (Jerman-Prancis)
dan 1 trilingual (Italia-Prancis-Romansh). Swiss berbatasan dengan Jerman,
Perancis, Italia, Austria dan kerajaan kecil Liechtenstein. Masyarakat Swiss
menuturkan banyak bahasa dan terdapat empat bahasa resmi, iaitu bahasa Jerman,
Perancis, Italia dan bahasa Romansh yang kurang populer.
F. Metode Penulisan
Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu research, yaitu
yang berasal dari kata re (kembali) search (mencari). Pada dasarnya yang dicari
itu adalah “pengetahuan yang benar” untuk menjawab pertanyaan atau
ketidaktahuan tertentu dengan menggunakan logika berfikir yang ditempuh
melalui penalaran dedukatif dan sistematis dalam penguraiannya.12
Metode penelitian digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penelitian
ilmiah itu sendiri ialah suatu proses penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir
yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah karena
penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif.
1. Jenis penelitian hukum
Bentuk penelitian yang digunakan adalah bersifat yuridis normatif.
artinya penelitian mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum
kepustakaan13, dimana melakukan pengumpulan data secara studi pustaka (library
research) yang berkaitan dengan Kedudukan Swiss sebagai Negara Netral dalam
perspektif Hukum Humaniter.
2. Sumber data
Materi dalam skripsi ini diambil dari sumber data sekunder. Adapun
sumber dan sekunder yang dimaksud adalah :
a) Bahan Hukum Primier
Bahan hukum primier merupakan suatu bahan hukum yang
mempunyai sifat authoritative yang berarti memiliki otoritas.
Bahan hukum dalam skripsi ini dari peraturan perundang-undangan
yang ada di Hukum Internasioal dan Konvensi Den Haag yang
terdapat di Hukum Humaniter Internasional.
b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah semua dokumen yang merupakan
sumber informasi yang berkaitan dengan skripsi ini yaitu seperti
buku-buku, makalah-makalah, surat kabar, karya tulis ilmiah, dan
beberapa sumber dari website & www.google.com, yang mengulas
tetntang kedudukan swiss sebagai negara netral.
c) Bahan Hukum Tersier
Yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan dari bahan hukum
primier dan bahan sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus
3. Teknik Pengumpulan Data
Secara umum, ada dua teknik pengumpulan data yaitu : Studi kepustakaan
(Library Research) adalah teknik pengumpulan data melalui buku-buku baik
karangan dalam negeri maupun karangan luar negeri, karangan ilmiah, media
massa, majalah, serta jurnal-jurnal atau artikel-artikel yang diperoleh dari situs
internet yang berhubungan dengan judul skripsi ini.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis data dari kualitatif, yakni
data yang ada adalah data yang digambarkan dalam kalimat cenderung ada unsur
angka tetapi tidak mengurangi validitas data tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan
sistematika penulisan secara runut dan teratur dengan menggunakan pola deduktif
yang dibagi dalam pembahasan bab per bab yang saling berhubungan satu sama
lain, sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I : Bab pertama ini merupakan bab yang berisikan pendahuluan yang
merupakan pengantar yang didalamnya terurai mengenai latar belakang tentang
judul skripsi ini, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan yang kemudian diakhiri
dengan sistematika penulisan
BAB II : Bab kedua ini akan membahas mengenai tinjauan umum tentang hukum
hukum humaniter itu seperti apa, dan bagaimana istilah hukum humaniter, subjek
dan objek hukum humaniter, dan sumber sumber hukum humaniter beserta
aliran-aliran ruang lingkup hukum humaniter..
BAB III : Bab ketiga ini akan membahas mengenai kedudukan negara netral
dalam pandangan hukum humaniter internasional. Kemudian massuk ke sub bab 3
yakni pengertian dan bentuk-bentuk negara, sejarah paham keneteralan suatu
negara dan yang terakhir tentang hak dan kewajiban negara netral menurut hukum
humaniter.
BAB IV : Bab empat ini akan membahas kedudukan swiss sebagai negara netral
dalam perspektif hukum humaniter internasional, kemudian mempunyai 3 sub
bab, sub bab tersebut yakni sejarah swiss sebagai negara yang berdaulat, swiss
sebagai salah satu negara netral, kedudukan swiss sebagai negara netral menurut
hukum internasional.
BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dari
penulis dari pembahasan terhadap pokok permasalahan serta saran saran penulis
atas sebagaimana baiknya langkah-langkah yang diambil di dalam mengatasi