• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 712012079 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1 712012079 Full text"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

i

Faktor-Faktor Penyebab Perpindahan Keaktifan Anggota Angkatan Muda

Gereja Protestan Maluku ke Gereja Bethel Indonesia Rock Tual

Oleh:

PARAMITHA YUELSY LEUNUPUN 712012079

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Faktor-Faktor Penyebab Perpindahan Keaktifan Anggota Angkatan Muda

Gereja Protestan Maluku ke Gereja Bethel Indonesia Rock Tual

oleh:

PARAMITHA YUELSY LEUNUPUN 712012079

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si-Teol)

Disetujui oleh,

Pembimbing I Pembimbing II

Pdt. Izak Lattu, Ph. D Pdt. Dr. Tony Tampake

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Ketua Program Studi Dekan

Pdt. Izak Y. M. Lattu, Ph.D Pdt. Dr. Retnowati, M.Si

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

(3)

iii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Paramitha Yuelsy Leunupun

NIM : 712012079 Email : [email protected] Fakultas : Teologi Program Studi : Teologi

Judul tugas akhir : Faktor-Faktor Penyebab Perpindahan Keaktifan Anggota Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku ke Gereja Bethel Indonesia Rock Tual. Pembimbing : 1. Pdt. Izak Lattu Ph.D

2. Pdt. Dr. Tony Tampake Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Hasil karya yang saya serahkan ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan baik di Universitas Kristen Satya Wacana maupun di institusi pendidikan lainnya.

2. Hasil karya saya ini bukan saduran/terjemahan melainkan merupakan gagasan, rumusan, dan hasil pelaksanaan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing akademik dan narasumber penelitian.

3. Hasil karya saya ini merupakan hasil revisi terakhir setelah diujikan yang telah diketahui dan disetujui oleh pembimbing.

4. Dalam karya saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan dalam naskah dengan menyebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terbukti ada penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya saya ini, serta sanksi lain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Kristen Satya Wacana.

Salatiga, 30 Mei 2017

(4)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Paramitha Yuelsy Leunupun

NIM : 712012079 Email: [email protected] Fakultas : Teologi Program Studi : Teologi

Judul tugas akhir : Faktor-Faktor Penyebab Perpindahan Keaktifan Anggota Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku ke Gereja Bethel Indonesia Rock Tual.

Dengan ini saya menyerahkan hak non-eksklusif* kepada Perpustakaan Universitas – Universitas Kristen Satya Wacana untuk menyimpan, mengatur akses serta melakukan pengelolaan terhadap karya saya ini dengan mengacu pada ketentuan akses tugas akhir elektronik sebagai berikut (beri tanda pada kotak yang sesuai):

a. Saya mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori PerpustakaanUniversitas, dan/atau portal GARUDA

b. Saya tidak mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori Perpustakaan Universitas, dan/atau portal GARUDA**

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Salatiga, 30 Mei 2017

Paramitha Yuelsy Leunupun

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Pdt. Izak Lattu Ph.D P Pdt. Dr. Tony Tampake * Hak yang tidak terbatashanya bagi satu pihak saja. Pengajar, peneliti, dan

mahasiswa yang menyerahkan hak non-ekslusif kepada Repositori Perpustakaan Universitas saat mengumpulkan hasil karya mereka masih memiliki hak copyright atas karya tersebut.

(5)

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Paramitha Yuelsy Leunupun NIM : 712012023

Program Studi : Teologi Fakultas : Teologi Jenis Karya : Jurnal

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty free right) atas karya ilmiah saya berjudul:

“Faktor-Faktor Penyebab Perpindahan Keaktifan Anggota Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku ke Gereja Bethel Indonesia Rock Tual”

beserta perangkat yang ada (jika perlu).

Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga Pada tanggal : 30 Mei 2017 Yang menyatakan,

Paramitha Yuelsy Leunupun

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur tak henti-hentinya penulis naikan kepada Tuhan Yesus atas kasih dan karunia-Nya dalam kehidupan penulis. Kasih dan karunia dari Tuhan Yesus ini lah yang membawa penulis sehingga mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini merupakan tahap akhir yang harus dilakukan oleh setiap mahasiswa dan mahasiswi dalam studi di Program Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga termasuk penulis. Bukan hanya tugas akhir tetapi juga tahap-tahap studi lainnya yang sudah penulis jalani selama 4 tahun.

Penulis menyadari bahwa dalam perjalanan studi selama ini bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi penuh tantangan dan rintangan. Penulis mengakui bahwa karena Tuhan Yesus penulis juga mampu berdiri dan berjalan melewati semua tantangan dan rintangan. Pelajaran yang penulis dapatkan dari perjalanan studi ini adalah bagaimana kita belajar untuk berusaha melakukan yang terbaik sesuai dengan kemampuan yang kita miliki (berjuang) dan kemudian menyerahkannya di dalam doa kepada Tuhan. Ini adalah sesuatu yang sangat ampuh bagi penulis dalam perjalanan studi selama ini.

Adapun perjuangan penulis dalam belajar di Fakultas Teologi dan khususnya dalam proses penulisan tugas akhir ini mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk mereka yang telah mendukung dan membantu penulis dalam proses penulisan, baik yang secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus yang telah menjadi sosok yang sempurna di mata penulis karena tidak pernah meninggalkan penulis dalam setiap keadaan.

2. Universitas Kristen Satya Wacana, terkhusus bagi Fakultas Teologi yang telah menjadi tempat untuk penulis belajar dan menuntut ilmu.

(7)

vii

Terima kasih buat saran maupun kritikan yang diberikan agar penulis mampu memperbaiki kesalahan yang ada. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada mantan dosen wali penulis yaitu Ka Ira. Mangililo (menjalani vikaris sekarang) yang sudah menjadi kakak sekaligus ibu bagi penulis dan teman-teman lainnya. Serta kepada seluruh Dosen, Pegawai dan Staff Tata Usaha Fakultas Teologi UKSW yang telah memberikan dorongan dan bantuan kepada penulis dalam menambah sebanyak mungkin ilmu yang berguna bagi tugas dan pelayanan di tengah-tengah gereja dan masyarakat kedepannya. 4. Ibu Pdt. Endang Ayu P. S.Si. Teol selaku supervisor lapangan penulis, selama

PPL I-IV di GKMI Salatiga dan Ibu Pdt. E. Lewerissa/ R, S.Si selaku supervisor lapangan PPL X penulis di GPM Yamtel, Kei Besar. Terima kasih karena telah memberikan banyak pelajaran yang baik sebagai pemimpin di dalam jemaat dan cara bersosialisasi dengan jemaat, yang nantinya akan berguna bagi penulis. Serta seluruh warga jemaat di GKMI Salatiga, jemaat di GPM Yamtel dan kakak-kakak pengajar dan adik-adik di Pusat Pengembangan Anak (PPA) Maranatha yang merupakan tempat PPL V penulis. Terima kasih karena telah menerima, membantu, menopang, dan menyayangi penulis.

5. Pdt. Tipiyali selaku pendeta di GPM Sion Tual dan Pdt. GBI Rock Tual, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian tugas akhir. Serta seluruh anggota youth GBI Rock Tual yang begitu terbuka dan juga membantu dalam memberikan informasi. Khususnya juga Ka Lisa Lethulur yang memperkenalkan penulis kepada jemaat GBI Rock, Ka Buce Ubro selaku ketua youth, Ka Girley Somnaikubun, dan Ka James Balseran yang sangat membantu penulis dalam mendapatkan semua data untuk tugas akhir penulis.

(8)

viii

7. Dan juga pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Terima kasih atas semua bantuan, topangan dan kerja samanya. TUHAN memberkati karya dan pelayanan kita. Amin

Penulis

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ... iv

PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

MOTTO ... xi

ABSTRAK ... xii

1. Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... .1

1.2 Rumusan Masalah dan Tujuan ... 3

1.3 Metode Penelitian ... 3

2. Konversi Agama... 4

2.1 Pengertian Konversi Agama ... 4

2.2 Faktor-Faktor Konversi Agama ... 6

2.3 Proses Konversi Agama ... 7

2.5 Kesimpulan ... 11

3.Perpindahan Keaktifan Anggota AM-GPM ke GBI Rock Tual ... 12

3.1 Sejarah singkat AM-GPM dan Ibadahnya ... 12

(10)

x

3.3 Fenomena Konversi di AM-GPM ... 15

3.4 Faktor-Faktor Perpindahan Keaktifan Anggota AM-GPM ke GBI RockTual ... 20

3.3 Kesimpulan ... 26

4. Kesimpulan dan Saran... 27

4.1 Kesimpulan ... 27

4.2 Saran ... 28

(11)

xi

MOTTo

“Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap

hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kolose 3:23)

“Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab aku dan melepaskan aku dari segala kegentaranku” (Mazmur 34:5).

(12)

xii

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang menjadi penyebab perpindahan keaktifan anggota AM-GPM ke GBI Rock Tual. Tujuan tersebut dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalahnya yaitu apa yang menjadi faktor-faktor penyebab perpindahan keaktifan anggota AM-GPM ke GBI Rock Tual? Dengan manfaat secara teoritis sebagai salah satu sumbangan pemikiran dalam pengembangan pemahaman akademik tentang faktor-faktor penyebab perpindahan keaktifan anggota AM-GPM ke GBI Rock Tual. Serta sebagai salah satu sumbangan pemikiran bagi Gereja Protestan Maluku (GPM) dalam memahami masalah pemuda yang berpindah gereja.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif serta teknik pengumpulan data, wawancara, Focus Group Discussion (FGD), dan observasi. Penulis menggunakan metode penelitian dan teknik ini karena dapat mengumpulkan data atau informasi secara aktual dan terperinci yang diungkapkan apa adanya sesuai dengan bahasa dan pandangan informan, serta relatif cepat selesai dan lebih murah. Sehingga dapat mengidentifikasikan masalah, membuat perbandingan atau evaluasi secara langsung terhadap perbedaan yang ditemukan berdasarkan hasil observasi serta mempermudah pengambil keputusan. Dengan demikian, dapat diketahui faktor penyebab perpindahan yang paling dominan yang berasal dari dalam maupun dari luar. Sehingga, dapat dijadikan sebagai alat ukur dalam mengoreksi diri gereja dan membuat strategi pengembangan gereja, khususnya dalam organisasi pemuda-pemudinya.

Kata Kunci: Perpindahan, Konversi agama, Angkatan Muda Gereja

Protestan Maluku (AM-GPM), Gereja Protestan Maluku (GPM), Gereja

(13)

1

Pendahuluan

Perkembangan kehidupan gereja-gereja di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai aliran-aliran gereja yang sudah ada sejak dulu. Aliran-aliran yang berkembang ini berasal dari luar Indonesia, terutama Eropa Barat dan Amerika Serikat. Sejarah gereja mencatat bahwa hingga dewasa ini terdapat tiga

“rumpun gereja” yang besar, yakni Gereja Ortodoks, Gereja Katolik Roma, dan

Gereja Protestan. Berbeda dengan rumpun Ortodoks dan rumpun Katolik Roma yang tetap solid, rumpun Protestan adalah rumpun yang dalam perjalanan sejarahnya paling sering terpecah belah, sehingga terdapat kurang lebih 13 aliran gereja yang muncul dari rumpun Protestan.1

Berbagai aliran dengan coraknya masing-masing di dalam kehidupan bergereja di Indonesia, mengakibatkan perdebatan atau masalah-masalah antara satu gereja dengan gereja lainnya karena adanya fenomena pindah gereja. Di mana jemaat dari satu gereja berpindah ke gereja lain, yang berbeda denominasi atau aliran.2 Fenomena ini pun terjadi di semua denominasi gereja, semua kota, propinsi bahkan di seluruh penjuru dunia termasuk di dalamnya yaitu Gereja Prostestan Maluku, khususnya organisasi Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (AM-GPM) yang disebut sebagai anak kandung Gereja Protestan Maluku.3

AM-GPM itu sendiri adalah organisasi kader dan wadah tunggal pembinaan pemuda GPM 4 dengan anggotanya adalah warga Gereja Protestan Maluku berusia 17 – 45 tahun.5 Diketahui dari anggota AM-GPM di Kota Tual bahwa, ada rekan mereka yang tidak pernah terlihat dalam ibadah di gereja pada hari Minggu maupun ibadah AM-GPM. Informasi yang terdengar adalah mereka sudah beribadah di gereja lain. Mendengar informasi ini, penulis pun melakukan

1

Jan Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja (Jakarta:Gunung Mulia, 2008), 2-5.

2

Iswara Rintis Purwanta, Oikumene-Mengapa Ada Berbagai Macam Denominasi Gereja? ( Malang: Gandum Mas, 2014), 159-161

3

Anggaran Dasar Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku, Bab I (Nama, Waktu, Wilayah, dan Kedudukan) pasal 1, 2, 3, dan 4 (di Ambon, tahun 2010).

4

Anggaran Dasar Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku, Bab VII (Status dan Bentuk), pasal 10 (di Ambon, tahun 2010).

5

(14)

2

wawancara melalui telepon genggam dengan salah satu anggota AM-GPM yang sudah beribadah di gereja lain. Informasi yang penulis dapatkan adalah benar adanya bahwa ia sudah beribadah di Gereja aliran Pentakosta yaitu Gereja Bethel Indonesia Rock Tual. Alasannya karena ia mendapatkan pengajaran yang banyak ketika beribadah disana, sehingga membuat imannya bertumbuh, merasakan Tuhan itu nyata dan benar-benar ada, serta banyak hal lainnya.6

Menurut penulis perpindahan pemuda ini penting, melihat dari dua hal yakni gereja dan pemudanya. Gereja sebagai tubuh Kristus harus menyadari tugasnya sebagai tempat atau sarana Tuhan dalam memberikan mandat pendidikan. Mengajarkan mengenai apa yang dipesankan Tuhan kepada umatnya (band. Mat. 28:20),7 sehingga memungkinkan pertumbuhan anggota secara pribadi maupun jemaat secara bersama-sama dalam penghayatan akan iman Kristen termasuk di dalamnya pemuda-pemudi gereja. Hal ini jelas dilihat dalam surat Paulus kepada jemaat di Efesus. Paulus menulis bahwa Allah sendiri yang memberikan penjabat-pejabat di dalam gereja termasuk pengajar-pengajar untuk melakukan pelayanan untuk menumbuhkan iman tiap anggota secara bersama-sama (Ef. 4:11-16). 8

Pemuda dianggap sebagai bagian integral gereja karena mereka mempunyai peran untuk memperbaharui bagian–bagian dalam gereja. Pemuda juga yang akan menjadi penerus untuk meneruskan cita-cita dan perjuangan generasi sebelumnya di dalam gereja. Maka gereja mempunyai tanggung jawab besar dalam memperhatikan pemuda-pemudinya sesuai dengan kebutuhan perkembangan pemuda. Melihat dari perkembangan kognitif, perkembangan moral/etika, perkembangan ego, maupun perkembangan iman yang berbeda

6

Wawancara via telepon genggam dengan L L, Hari Kamis 25 Februari 2016, Pukul 16:47 WIB.

7 Mat. 28: 20 yaitu “

dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir

zaman.”

8

(15)

3

dengan kategori lainnya,9 sehingga dapat mempersiapkan pemuda-pemudi untuk menyadari tanggung jawab pada gerejanya saat ini. 10

Melihat fenomena pemuda-pemudi yang berpindah gereja ini, penulis tertarik untuk menulis artikel penelitian tentang faktor-faktor penyebab perpindahan anggota Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku yang memilih aktif dalam ibadah di gereja lain yakni Gereja Bethel Indonesia Rock Tual. Berkaitan dengan fenomena ini, penulis menemukan adanya kesamaan penulisan

dengan Imelda Marsinta Dimu dalam skripsinya tahun 2013 tentang “Analisis

Pastoral Dan Faktor-Faktor Penyebab Jemaat Pindah Gereja”. Ia menuliskan bahwa faktor-faktor penyebab warga jemaat pindah gereja adalah karena ketidakpuasan warga jemaat dengan pelayanan yang dilakukan oleh pihak gereja (Pendeta dan Majelis Jemaat) dan juga faktor ekonomi.11 Perbedaannya ada pada fokus penulisan artikel ini diarahkan pada kategori pemuda dan keaktifannya, sehingga pemuda yang akan penulis jadikan narasumber. Ada yang sudah resmi keluar dari Gereja Protestan Maluku dan mungkin ada yang belum. Pemuda yang belum ini, sudah tidak aktif dalam ibadah maupun kegiatan yang dilaksanakan di Gereja Prostestan Maluku atau Angkatan Mudanya dan berpindah aktif di Gereja Bethel Indonesia Rock Tual.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan penulis lihat dan temukan adalah apa yang menjadi faktor-faktor penyebab perpindahan keaktifan anggota AM-GPM ke GBI Rock Tual? Dengan tujuan mendeskripsikan faktor-faktor penyebab perpindahan keaktifan anggota AM-GPM ke GBI Rock Tual.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif untuk mengeksplorasi dan memahami

9

Dien Sumiyatingsih, Mengajar Dengan Kreatif Dan Menarik (Yogyakarta: ANDI, 2006), 129-132.

10 Drientje Dalegi, “Faktor

-Faktor Penyebab Terhentinya Kegiatan Gerakan Pemuda

GPIB Tamansari Salatiga” (S. Th, Skripsi., Universitas Kristen Satya Wacana, 1993), 11-19.

11Imelda Marsinta Dimu, “

(16)

4

suatu gejala tertentu dengan wawancara.12 Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara, Focus Group Discussion (FGD), dan observasi. Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung untuk memperoleh keterangan sesuai tujuan penelitian dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.13 Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terarah adalah salah satu teknik dalam mengumpulkan data kualitatif; dimana sekelompok orang berdiskusi dengan pengarahan dari seorang fasilitator atau moderator mengenai suatu topik yang banyak digunakan, khususnya oleh pembuat keputusan atau peneliti.14 Observasi atau pengamatan yakni mengikuti secara langsung ibadah atau kegiatan lain yang dilakukan oleh GBI Rock Tual.

Penulis menggunakan metode penelitian diatas karena dapat mengumpulkan data atau informasi secara aktual dan terperinci yang diungkapkan apa adanya sesuai dengan bahasa dan pandangan informan, serta relatif cepat selesai dan lebih murah. Sehingga dapat mengidentifikasikan masalah, membuat perbandingan atau evaluasi secara langsung terhadap perbedaan yang ditemukan berdasarkan hasil observasi serta mempermudah pengambil keputusan. Penelitian akan dilakukan di Gereja Bethel Indonesia Rock Tual dan Gereja Protestan Maluku. Dalam penelitian ini, informan yang akan penulis wawancarai dan bersama melakukan Focus Group Discussion (FGD) adalah 5-7 pemuda-pemudi GBI Rock Tual yang sebelumnya berasal dari AM-GPM.

Konversi Agama

Pengertian Konversi Agama

Konversi agama merupakan istilah yang pada umumnya diberikan untuk proses seseorang menerima sikap keagamaan, proses ini bisa terjadi secara berangsur-angsur atau secara tiba-tiba. Mencakup perubahan keyakinan terhadap

12

Raco Via John Creswell, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, Dan Keunggulannya (Jakarta: PT. Widya sari Indonesia, 2010), 9.

13

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D

(Bandung: Alfabeta, 2010 ), 138-140.

14 Astridya Paramita dan Lusi Kristiana, “TEKNIK FOCUS GROUP DISCUSSION

DALAM PENELITIAN KUALITATIF,” Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 16 No. 2 (April 2013): 117–118, diakses 14 Februari, 2016.

(17)

5

beberapa persoalan agama yang dibarengi dengan berbagai perubahan dalam motivasi terhadap perilaku dan reaksi terhadap lingkungan sosial.15 Konversi agama menurut etimologi konversi berasal dari kata Latin“Conversio” yang berarti: tobat, pindah, dan berubah (agama). Selanjutnya, kata tersebut dipakai dalam kata Inggris “Conversion” yang mengandung pengertian: berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religion, to another). Berdasarkan kata-kata tersebut dapat diartikan

bahwa konversi agama mengandung pengertian: bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama.16

Pengertian konversi agama juga dapat dilihat dari beberapa tokoh antara lain: Max Heirich mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan di mana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya. William James mengatakan bahwa konversi agama merupakan suatu perubahan untuk menerima kesukaan, untuk menjalani pengalaman beragama, untuk mendapatkan kepastian terhadap suatu kepercayaan atau keagamaan dan dilakukan secara sadar, berangsur-angsur atau tiba-tiba.17

Walter Houston Clork dalam The Psychology of Religion memberikan pengertian konversi sebagai pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti dalam sikap terhadap ajaran dan tindakan agama.18 Raymond F. Paloutzian dalam bukunya Religious Conversion and Spiritual Transformation A Meaning-System Analysis menyatakan bahwa

konversi agama dan spiritual yang terjadi pada seseorang akibat perbedaan yang terjadi dalam kehidupan dan ada keraguan di dalam diri seseorang baik mengenai nilai-nilai, atau ajaran dalam agama yang dianutnya. Sehingga akhirnya membangun sistem makna baru dan perubahan yakni proses perpindahan agama.19 Maka dapat disimpulkan bahwa konversi agama merupakan perubahan atau

15

Roberth H. Thouless diterjemahkan Machnun Husein, Pengantar Psikologi Agama,

(Jakarta: Rajawali, 1992), 189.

16

Jalaluddin, Psikologi Agama-Memahami Perilaku Keagamaan Dengan

Mengaplikasikan prinsip-prinsip Psikologi.( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 361.

17

Jalaluddin, Psikologi Agama, 362.

18

Sururin, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 104.

19 James M. Nelson,. “Psychology, Religion, and Spirituality”. (USA: Departmentof

(18)

6

perpindahan agama atau kepercayaan seseorang secara sadar terhadap agama atau kepercayaan yang dianutnya karena ketidakpuasan di dalam dirinya. Ketidakpuasaan ini berhubungan dengan kondisi kejiwaan (psikologi) seseorang, sehingga dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak. Perubahan tersebut tidak hanya berlaku bagi pemindahan kepercayaan dari satu agama ke agama lain, akan tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri.20

Faktor-Faktor Konversi Agama

William James dalam bukunya The Varieties of Religious Experience dan Max Heirich dalam bukunya Change of Heart menguraikan faktor-faktor yang mendorong terjadinya konversi agama menurut para ahli antara lain: Menurut para ahli agama, yang menjadi faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk Illahi. Petunjuk Ilahi dipercayai sebagai sesuatu yang supernatural, yang berperan secara dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang atau kelompok.

Menurut para ahli sosiologi, bahwa yang menyebabkan terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial. Pengaruh sosial yang mendorong terjadinya konversi itu adalah pengaruh hubungan antar pribadi baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun non-agama (kesenian, ilmu pengetahuan ataupun bidang kebudayaan), pengaruh kebiasaan yang rutin, pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat, misalnya: karib, keluarga, dan famili, pengaruh pemimpin keagamaan, pengaruh perkumpulan berdasarkan hobi, dan pengaruh kekuasaan pemimpin.21

Menurut para ahli psikolog, yang menjadi pendorong terjadinya konversi agama adalah faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun ekstern yang menimbulkan gejala tekanan batin, yang kemudian akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin.22 Yang dapat dikategorikan sebagai faktor intern antara lain: kepribadian, dimana secara psikologis tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang. Sedangkan

20

Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Klam Mulia, 2007 ), 79.

21

Max Heinrich, Change Of Heart: A Test of Some Widely Theories about Religious Conversion, dlm. American Journal Of Sociologi, Vol. 83, No. 3, 667.

22

(19)

7

yang termasuk dalam faktor ekstern antara lain: faktor keluarga, kerekatan keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat, serta faktor lingkungan tempat tinggal. Dimana yang termasuk dalam faktor ini adalah ketersaingan dari tempat tinggal atau tersingkir dari kehidupan di suatu tempat yang menyebabkan seseorang hidupnya sebatang kara. Perubahan status yang dimaksud dapat disebabkan oleh berbagai macam persoalan, seperti: perceraian, keluar dari sekolah atau perkumpulan dan lain sebagainya. Dan kemiskinan, dimana masyarakat awam yang miskin cenderung untuk memeluk agama yang menjanjikan dunia yang lebih baik.23

Menurut para ahli pendidikan, konversi agama dipengaruhi oleh kondisi pendidikan. Penelitian ilmu sosial menampilkan data dan berargumen bahwa suasana pendidikan ikut mempengaruhi konversi agama. Walaupun belum dapat dikumpulkan data secara pasti tentang pengaruh lembaga pendidikan terhadap konversi agama namun berdirinya sekolah-sekolah yang bernaung dibawah yayasan agama tentu mempunyai tujuan keagamaan pula.24 Maka dapat disimpulkan bahwa seseorang yang melakukan konversi agama didorong oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya. Di dalam dirinya berupa faktor petunjuk ilahi dan kepribadian (jiwa). Sedangkan di luar dirinya berupa faktor lingkungan tempat tinggal dan pengaruh interaksi sosial.

Proses Konversi Agama

Proses konversi yang dilalui oleh orang-orang yang mengalami konversi, berbeda antara satu dengan lainnya, selain sebab yang mendorongnya dan bermacam pula tingkatnya, ada yang dangkal, sekedar untuk dirinya saja dan ada pula yang mendalam, disertai dengan kegiatan agama yang sangat menonjol sampai kepada perjuangan mati-matian. Ada yang terjadi dalam sekejap mata dan ada pula yang berangsur-angsur.25 Untuk itu diperlukan model-model tingkatan yang dikemukan oleh Lewis R. Rambo di dalam bukunya Understanding

23

Sururin, Ilmu Jiwa,107-109.

24

Jalaluddin, Psikologi Agama,367.

25

(20)

8

Religious Conversion yang menggambarkan secara sistematis proses terjadinya

konversi agama.26

Model bertingkat (Stage Model) yang dikemukakan oleh Lewis terbagi atas dua yaitu sequential stage model (model bertingkat yang berurutan) dan Model yang kedua, systemic stage model (model tingkatan sistemik). Keduanya, sama-sama mempunyai tujuh tingkatan yakni konteks, krisis, pencarian, pertemuan, interaksi, komitmen dan konsekuensi. 27Perbedaan terdapat pada kemutlakan tingkatannya. Dalam sequential stage model (model bertingkat yang berurutan), tujuh tingkatan yang sudah dipaparkan adalah mutlak tidak bisa berubah posisinya dari konteks-konsekuensi. Sedangkan dalam systemic stage model (model tingkatan sistemik), ketujuh unsur tersebut tidak mutlak berada

pada tingkatannya. Dalam model ini terdapat satu unsur yang menjadi pusat penyebab dari proses konversi agama, namun yang menjadi pusat tersebut tidak menjadi hal yang mutlak. Ketujuh unsur dapat berpindah-pindah tingkatan dan saling terkait.28

Ketujuh urutan, tingkatan, tahapan model tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Konteks

Konteks membentuk kealamian, struktur, serta proses konversi. John Gration

menguraikan/menjelaskan demikian: ”di dalam suatu pendirian yang sangat (kuat)

setiap konversi ada di dalam konteks, sebuah konteks yang memiliki berbagai macam segi, merangkum bidang politik, sosial, ekonomi, serta keagamaan di dalam sebuah kehidupan seseorang di saat dirinya berkonversi. Jadi apapun pengertian konversi, dia tidak pernah mengambil tempat di luar sebuah konteks sosial, kebudayaan, keagamaan, serta pribadi. Pada tingkat ini dibagi kedalam dua bagian yakni Macrocontext dan Microcontext. Makrokonteks mengarah kepada lingkungan total, misalnya meliputi berbagai elemen seperti sistem-sitem politik, keagamaan, organisasi-organisasi, keterkaitan berbagai pemikiran ekologis, berbagai kerja sama antar bangsa, serta sistem-sitem ekonomi. Sedangkan Mikrokonteks menyangkut dunia yang lebih dekat dari sebuah keluarga

26

Lewis R. Rambo, Understanding Religious (London: Yale Univercity Press, 1993), 7-11

27

Rambo, Understanding Religius Conversion,16. 28

(21)

9

seseorang, para sahabat, kelompok etnik, komunitas keagamaan, serta orang-orang yang berada di sekitarnya.29

2. Krisis

Di dalam tingkat ini, terdapat dua pokok isu dasar erat dalam sebuah diskusi terhadap krisis. Pertama adalah pentingnya isu-isu kontekstual, dan yang kedua adalah kadar keaktifan ataupun kepasifan dari orang yang beralih keyakinan kepercayaannya atau konversi.30 Dalam pemaparan mengenai sifat dasar krisis, banyak literatur yang menekankan pada disintegrasi sosial, penindasan politik, atau juga sebuah peristiwa dramatis. Krisis juga memiliki sifat dasar lainya, yakni mampu membimbing seseorang kepada hal yang bukan dramatis, memberikan respon yang sangat kuat untuk mengakui kesalahan atau dosa dan pada akhirnya melakukan sesuatu perubahan. Sifat dasar dari krisis tersebut akan berlainan antara orang yang satu dengan yang lain dan dari situasi yang satu ke situasi yang lainnya. Krisis yang dihadapi oleh seseorang dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, antara lain: pengalaman mistik, pengalaman yang terjadi ketika mendekati kematian, sakit penyakit dan proses mengobati, perasaan dan persepsi bahwa hidup harus memiliki arti dan tujuan, keinginan manusia yang selalu ingin lebih, mengubah keadaan pikiran atau perasaan agar berada pada keadaan yang sadar (karena pengaruh obat-obatan terlarang), kepribadian seseorang yang mudah menyesuaikan diri dalam berbagai lapangan pekerjaan, patologi (terlalu sering melakukan analisis terhadap psikis orang lain), pengingkaran atas agama, prinsip, tujuan, tatanan moral, dan stimulus yang berasal dari luar seperti lingkungan dan kebudayaan, aktivitas penginjilan.31

3. Pencarian

Pencarian merupakan hal yang dilakukan oleh manusia secara terus menerus di dalam proses kontruksi dan merekontruksi dunianya supaya menghasilkan arti dan makna, memelihara keseimbangan fisik, serta menjamin secara terus-menerus.32 Dalam hal ini pelaku konversi menjadi pelaku agen aktif, karena mereka dapat mencari kepercayaan-kepercayaan, kelompok-kelompok, dan

29

Rambo, Understanding Religius Conversion, 20-22. 30

Rambo, Understanding Religius Conversion, 44-45.

31

Rambo, Understanding Religius Conversion ,46-54.

32

(22)

10

organisasi-organisasi yang menyediakan apa yang mereka butuhkan. Pencarian tersebut dapat terjadi karena tersedianya struktur yang di dalamnya seseorang dapat bergerak dari emosi, intelektual, lembaga-lembaga agama, komitmen-komiten, kewajiban-kewajiban sebelumnya menuju pilihan yang baru. Ketika seseorang melakukan pencarian-pencarian tersebut, tentunya terdapat motivasi yang memperkuatnya dalam mencapai kebutuhan-kebutuhannya, baik itu motivasi resolusi konflik, gambaran kesalahan, atau tekanan dalam keluarga.33

4. Pertemuan/Perjumpaan

Perjumpaan yang dimaksud oleh Lewis dalam tingkatan ini adalah berjumpanya sang pendorong (misionaris/orang Kristen) dengan pelaku konversi agama. Di mana perjumpaan terjadi pada tempat atau konteks tertentu. Di dalam setiap perjumpaan antara sang pendorong dengan orang yang berkonversi secara potensial, hal yang nyata dari itu adalah terjadinya saling mempengaruhi diantara mereka. Dalam proses perjumpaan, terdapat tahapan-tahapan yang perlu dilakukan oleh pelaku konversi yakni melihat kebutuhan-kebutuhan afektif, intelektual, kognitif, dan advokasi.34 Kemudian strategi sang pendorong juga penting berhubungan dengan jangkauan, tujuan-tujuan, dan metode-metode konversi yang penting (dalam) membentuk taktik-taktik sang pendorong maupun pengalaman orang yang berkonversi.35 Hasil dari perjumpaan tersebut terdapat sebuah penolakan total dan dapat juga terjadi penerimaan yang lengkap pada orang lain.36

5. Interaksi

Dalam tingkatan interaksi, menjadi salah satu potensi dari pelaku konversi untuk menyambung hubungan dan menjadi lebih terlibat, atau mereka yang bekerja sebagai penyokong akan meneruskan interaksi yang terdapat kemungkinan-kemungkinan yang layak untuk diperluas.37 Seorang ahli sosiologi mengemukakan proses enkapsulasi yang menciptakan suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat elemen penting sekali dalam operasi konversi. Proses tersebut mencakup empat elemen atau dimensi, yakni: 1) Hubungan-hubungan, yang di

33

Rambo, Understanding Religius Conversion, 56-63.

34

Rambo, Understanding Religius Conversion, 67.

35

Rambo, Understanding Religius Conversion, 76.

36

Rambo, Understanding Religius Conversion, 87.

37

(23)

11

dalamnya mampu menciptakan dan menggabungkan ikatan-ikatan emosi ke dalam kelompok dan realitas perspektif baru hari demi hari, 2) Ritual, menyediakan penggabungan mode-mode yang sedang diperkenalkan dengan dan hubungan kepada jalan hidup yang baru, 3) Kepandaian berbicara, menyediakan suatu sistem penerjemah yang dapat memberikan berupa sumbangan petunjuk dan pengertian kepada orang yang melakukan konversi, 4) Melalui peran, dapat menggabungkan keterlibatan seseorang dengan memberikannya suatu misi khusus untuk dapat diselesaikan.38

6. Komitmen

Komitmen merupakan bagian dari proses konversi yang perlu dilakukan oleh pelaku konversi setelah melakukan interaksi yang intensif dengan kelompok agama yang baru. Ketika interaksi tersebut dilakukan, maka pelaku konversi akan membuat pilihan dengan komitmen. Komitmen seseorang biasa ditunjukan dengan menjalankan ritual agama yang baru. Komitmen tersebut dikenal dengan sebutan komitmen ritual, seperti: baptis dan kesaksian.39Di dalam tingkat ini terdapat lima elemen yang melingkupi: membuat keputusan, ritual-ritual, penyerahan, manifestasi kesaksian yang terkandung di dalam perubahan bahasa dan rekontruksi biografi, dan perumusan kembali motivasi.40

7. Konsekuensi

Ketika seseorang atau kelompok memutuskan untuk melakukan konversi agama, tentunya telah banyak hal-hal yang dipertimbangkan, termasuk akibat atau yang dalam tingkatan bagian ini disebut sebagai konsekuensi. Rambo mengemukakan lima pendekatan untuk menjelaskan tentang konsekuensi-konsekuensi, antara lain: peran bias pribadi dalam penilaian, observasi-observasi umum, lebih mendalam terkait dengan konsekuensi-konsekuensi sosial budaya dan historis, konsekuensi psikologi, dan konsekuensi teologi.41

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kedua model bertingkat ini sebenarnya lebih tertuju pada proses perubahan yang terjadi setiap waktu, yang menunjukan suatu proses rangkaian yang saling terhubung dan mengikat satu dengan yang lainnya.

38

Rambo, Understanding Religius Conversion,107-108.

39

Rambo, Understanding Religius Conversion ,124.

40

Rambo, Understanding Religius Conversion, 125-140.

41

(24)

12

Sehingga bisa saja proses yang terjadi pada pemuda-pemudi yang berkonversi ini sama persis seperti ketujuh urutan ini ataupun berbeda dalam urutan. Mengingat bahwa faktor-faktor yang dirasakan seseorang berbeda-beda berdasarkan permasalahan dan kebutuhannya.

Perpindahan Keaktifan Anggota AM-GPM ke GBI Rock Tual

Sejarah singkat AM-GPM dan Ibadahnya

Gereja Protestan Maluku (GPM) adalah salah satu gereja di Indonesia yang mengaku berpedoman pada ajaran Johannes Calvin dari Perancis (1509-1564), sehingga disebut sebagai gereja dengan aliran Calvinis.42 GPM pada tanggal 27 Maret 1933 mendirikan sebuah organisasi yang bernama Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (AM-GPM) untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya, dan tetap berkordinasi dengan GPM. AM-GPM digerakan oleh motonya yaitu “Kamu adalah Garam dan Terang Dunia (Matius 5:13a dan 14a )”.43 Medan pelayanan AM-GPM meliputi seluruh wilayah pelayanan GPM yang berada di Provinsi Maluku dan Maluku Utara44 dengan struktur yang bertingkat dari atas ke bawah. Dimulai dari Pengurus Besar, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang, dan Pengurus Ranting.45 Pengurus-pengurus ini nantinya akan melakukan musyawarah terhadap program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan dikeluarkan dan dijalankan untuk seluruh anggota AM-GPM di setiap Klasis dan jemaat di Maluku. Target dari musyawarah adalah ranting-ranting yang merupakan bagian terkecil dari struktur organisasi AM-GPM, sehingga wujud

42

Aritonang, Berbagai Aliran, 52.

43

Anggaran Dasar Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku, Bab V (Moto), pasal 8, (di Ambon, tahun 2010).

44

Anggaran Dasar Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku, Bab I (Nama, Waktu, Wilayah, dan Kedudukan) pasal 1, 2, 3, dan 4 (di Ambon, tahun 2010).

45

(25)

13

pelayanan AM-GPM biasanya dapat terlihat dalam ibadah dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di ranting-ranting.46

AM-GPM yang adalah anak kandung GPM mempunyai tata ibadah hampir sama dengan tata ibadah GPM, yang berpedoman pada ajaran Calvinis yakni berpusat pada pemberitaan Firman atau khotbah. Berdasarkan ajaran Calvin, ibadah dan tata ibadah berkaitan erat bahkan merupakan satu kesatuan dengan pokok-pokok ajaran gereja, sehingga harus disusun dan diselanggarakan dengan baik. Itu sebabnya tata ibadah yang ditemukan di GPM maupun di AM-GPM sudah disusun di dalam satu buku selama beberapa tahun. Ciri-ciri ibadahnya sebagai berikut: khotbah mempunyai fungsi pengajaran, doa dan nyanyian yang diatur untuk mempertegas pokok-pokok dasar ajaran iman gereja seperti pengakuan dosa, berita pengampunan, petunjuk hidup baru, dan pengakuan akan kedaulatan Allah. Serta erilaku yang tertib dan suasana yang disiplin juga menjadi hal yang penting di dalam ibadah.47

Ciri-ciri ibadah ini penulis temukan dalam ibadah AM-GPM. Khotbah yang menjadi pusat ibadah sudah dibuat khusus dari sinode dalam buku LPJ-GPM (Lembaga Pembinaan Jemaat) selama tiga bulan. Nyanyian berkisar pada Kidung Jemaat (KJ), Pelengkap Kidung (PKJ), Nyanyian Rohani atau Nyayian GPM, seperti dulu pada masa Calvin yang dipakai hanya Nyanyian Mazmur.48 Perilaku tertib dan suasana disiplin masih tetap ditekankan di dalam ibadah AM-GPM. Jadi, ibadah harus dengan suasana tenang dan khusyuk, sehingga tidak membutuhkan alat musik (kalau ada hanya gitar atau piano) dalam nyanyian. Pokok-pokok dasar ajaran iman gereja seperti diatas jelas terlihat ketika menggunakan liturgi AM-GPM. Namun berdasakan observasi, akhir-akhir ini AM-GPM sudah jarang menggunakan liturgi wajib tersebut. Sehingga rumpun ibadah yang dipakai diluar liturgi adalah sebagai berikut: 1) Menghadap Tuhan: nyanyian dan doa pembukaan, 2) Pelayanan Firman: nyanyian, doa Firman dan Pelayanan Firman (Renungan), dan nyanyian perenungan Firman, 3) Pengucapan Syukur: doa syafaat yang umumnya berisi ungkapan syukur, pergumulan

46

Anggaran Dasar Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku, Bab VII (pasal 12), Bab IX (pasal 14), dan Bab X (pasal 15).

47

Aritonang, Berbagai Aliran, 75-76.

48

(26)

14

GPM, pengurus dan anggotanya, 4) Pengutusan: berkat dan nanyian mengakhiri ibadah.49

Dengan demikian, diketahui bahwa AM-GPM adalah organisasi yang mempunyai tujuan yang jelas yakni mengembangkan anak muda GPM dengan motonya menjadi garam dan terang dunia. Sebagai organisasi, AM-GPM mempunyai struktur yang bertingkat dan mengikat sesuai dengan prosedur dari atas ke bawah dalam pengambilan keputusan (musyawarah) maupun pelaksanaan program kerja. Corak dari aliran Calvinis menjadikan pelayanan ibadah AM-GPM menjadi baku dan terikat karena berfokus kepada tata ibadah dalam buku liturgi AM-GPM, nyanyian KJ, PKJ dan lain-lain, serta khotbah yang ada dalam buku LPJ-GPM.

Pemuda GBI ROCK dan Ibadahnya

Gereja Bethel Indonesia Jemaat Rock (GBI Rock) adalah Gereja Lokal yang berada dibawah Sinode Gereja Bethel Indonesia (GBI). GBI merupakan suatu kelompok atau sinode gereja Kristen Protestan di Indonesia yang bernaung di bawah Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Selain PGI, GBI juga merupakan anggota dari Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia (PGPI).50 GBI Rock tersebar hampir di seluruh Indonesia dan salah satunya berada di Jl. Dihir, Kepulauan Kei Kecil, Kota Tual, Provinsi Maluku. GBI Rock di Kota Tual mempunyai persekutuan untuk anak muda yang disebut Youth GBI Rock. ROCK kepanjangannya adalah Representatives of Christ’s Kingdom. Kepanjangan ini dijadikan visi untuk semua persekutuan ibadah dan jemaatnya. Jadi, visi Youth GBI Rock adalah menjadi perwakilan Kerajaan Kristus dengan tiga penekanan yaitu Harmonious (Esa), Victorious (Jaya), dan Glorious (Mulia). 51

Sedangkan Visi Youth GBI Rock yaitu: Exalting the Lord (Meninggikan Tuhan), Building Messianic People (Membangun Masyarakat Mesianik), dan Extending the Kingdom (Memperluas Kerajaan Allah).52 Visi dan misi ini menjadi

49

Observasi dalam ibadah ranting cabang Irene, Kei Kecil, Tual.

50“Rock Ministry Soe”, dalam WordPress.com, diakses Sabtu 11 Februari 2017,

https://gbirocksoe.wordpress.com/tentang-kami/

51

Hasil wawancara dengan pengurus Youth GBI ROCK Tual (Ketua dan Bidang Koordinasi Pelayanan) di Gedung GBI ROCK Tual, pada hari Sabtu, 07 Januari 2017.

52

(27)

15

patokan sebagai jemaat maupun anggota Youth GBI ROCK secara keseluruhan, yang berlaku dari pusat sampai ke daerah-daerah termasuk di kota Tual.

GBI Rock Tual termasuk di dalamnya persekutuan Youth yang beraras di bawah nauangan PGPI, mempunyai tata ibadah yang tidak rinci dan baku, serta nas dan tema khotbah yang fleksibel (tidak perlu ditetapakan) karena dianggap menghambat pekerjaan Roh Kudus. Walaupun tidak mempunyai tata ibadah yang baku, tetapi tetap ada semacam pola dan unsur-unsur yang umum, yaitu: doa pembuka, nyanyian jemaat, doa lanjutan, nyanyian khusus, khotbah, dan pelayanan altar (altar service; altar calling). Contoh pelayanan altar adalah memberi kesempatan untuk jemaat mengungkapkan pertobatan ataupun kesediaan dipanggil menjadi pelayan, ataupun menerima Baptisan Roh.53 Penghayatan ibadah secara keseluruhan difokuskan pada pujian (nyanyian) kepada Tuhan Yesus Kristus.54

Tata ibadah diatas, penulis temukan ketika melakukan observasi dalam ibadah youth GBI Rock Tual. Doa pembuka dan nyanyian jemaat dipandu oleh pemimpin pujian, dibantu oleh singers, dan pemain musik (tim musik). Doa lanjutan, nyanyian khusus (masih tetap dibantu oleh tim musik), khotbah, dan pelayanan altar dipandu oleh Pelayan Firman. Pelayanan altar yang penulis dapatkan adalah kesaksian tentang kehidupan bersama Tuhan oleh satu atau dua orang pemuda-pemudi yang ingin berbagi. Penulis juga menemukan bahwa, Ibadah youth GBI ROCK Tual terwujud dalam bentuk ibadah yang gemerlap karena musik full band dan nyanyian Rohani modern dan ekspresi sukacita oleh semua peserta ibadah. Ekspresi sukacita diwujudkan dengan bertepung tangan dan melompat atau sebaliknya menangis, atau sesuai dengan yang dirasakan. 55

Dengan demikian, maka diketahui bahwa youth GBI ROCK adalah anak dari GBI dibawah aras aliran Pentakosta. Visinya yang menekankan tentang kesucian dan misi meninggikan Tuhan diwujudkan dalam penghayatan ibadah yang berfokus kepada pujian penyembahan kepada Tuhan Yesus Kristus. Walaupun tata ibadah yang mereka punya tidak baku, namun pujian (nyanyian)

53

Aritonang, Berbagai Aliran, 192.

54

“Informasi mengenai gerakan/gereja (neo-)kharismatik oleh SC Hubungan

Kharismatik gereja-gereja di Indonesia”, dalam blog Kharismatik-Indonesia, diakses 11 Februari 2017. http://kharismatik-indonesia.blogspot.co.id/2012/11/kesimpulan-dialog-teologi_4.html

55

(28)

16

penyembahan ini dapat membangun semangat dalam penghayatan pribadi tiap orang kepada Tuhan.

Fenomena Konversi di AM-GPM

Tabel 1: Data Konversi Anggota AM-GPM ke GBI ROCK Tual.56

No Inisial Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Waktu konversi

1 K.E.U Laki-laki 27 thn Guru 2012

(29)

17

Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa ada 38 anggota AM-GPM yang telah melakukan konversi ke GBI Rock Tual. Dengan rata-rata usia sekitar 17-35 tahun, jenis pekerjaan yang bervariasi, dan waktu konversi yang berbeda-beda. Dengan demikian, penulis kemudian melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan 6 anggota youth GBI Rock Tual tentang faktor-faktor penyebab perpindahan keaktifan mereka dari AM-GPM. Faktor-faktor perpindahan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor Ibadah

Faktor ibadah difokuskan pada tata ibadah, khotbah dan nyanyian yang digunakan. Tata ibadah, khotbah dan nyanyian dalam ibadah di GPM, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya yakni baku dan terikat karena sesuai dengan buku-buku dari sinode.57 Akibatnya, mereka mengatakan bahwa:

“Khotbah atau renungan kadang tidak sesuai atau tidak mengena dengan pergumulan kita secara pribadi.58 Mungkin karena tema maupun ayat Alkitab sudah ditentukan, jadi tidak bisa diganti lagi sesuai dengan pergumulan jemaatnya. Akhirnya, kita tidak menemukan aktualisasi dalam penyampaian khotba, apa yang harus kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari sebagai anak muda .59 Kadang juga, aktualisasi yang ditawarkan tidak real atau mengambang karena tidak ada penekanan untuk dapat dilakukan.60 Nyanyiannya juga hanya itu-itu saja, berkisar KJ, PKJ, NR, dan Nyanyian GPM dan dinyanyikan tanpa alat musik. Otomatis, suasana ibadah pun menjadi sangat tenang dan jujur itu sangat membosankan untuk kita. Jadinya, bagi kita secara keseluruhan ibadah di GPM terlalu monoton dan tidak dapat menumbuhkan iman dan spiritualitas kita kepada Tuhan.61

Sedangkan, jauh berbeda dengan apa yang mereka temukan di GBI Rock Tual. Khotbah atau renungannya terarah dan mudah dimengerti karena tema dan ayat Alkitab tidak terikat dan dipilih sesuai kebutuhan jemaat.62 Nyanyian yang berbeda tiap minggunya dengan menggunakan musik full.Sehingga, suasana yang

57

Kesimpulan hasil observasi dalam ibadah ranting cabang Irene, Kei Kecil, Tual.

58

Hasil Focus Group Discussion dengan G.S di GBI ROCK TUAL, pada hari Senin, 09 Januari 2017.

59

Hasil Focus Group Discussion dengan J.B di GBI ROCK TUAL, pada hari Senin, 09 Januari 2017.

60

Hasil Focus Group Discussion dengan E.H di GBI ROCK TUAL, pada hari Senin, 09 Januari 2017.

61

Hasil Focus Group Discussion dengan ke enam narasumber.

62

(30)

18

dihasilkan dari musik dan lirik tiap nyanyian dan juga khotbahnya sangat menghanyutkan perasaan (bisa sukacita maupun sedih), memberikan semangat dan sangat menginspirasi, serta bisa dijadikan jawaban terhadap pergumulan hidup mereka.63 Dengan demikian, secara keseluruhan ditemukan perbedaan dari keseluruhan ibadahnya yakni tata ibadah, khotbah dan nyanyiannya. GPM sangat resmi karena baku dan harus sesuai dengan buku-buku dari Sinode. Sedangkan GBI Rock Tual fleksibel mengikuti kebutuhan atau pergumulan jemaatnya. Sehingga, pemuda-pemudi ini lebih merasakan iman dan sprititualitas mereka bertumbuh dalam ibadah di GBI ROCK Tual bukan di GPM.64

2. Faktor Organisasi

Salah satu pemudi yang dulunya adalah seorang pengasuh atau guru SM mengatakan bahwa:

AM-GPM terlalu memfokuskan diri sebagai sebuah organisasi. Sehingga yang dipentingkan hanya rapat untuk membicarakan masalah sosial, politik, dan lain-lain (sesuai dengan hasil Musyawarah Pimpinan Paripurna Cabang). Sebaliknya mengabaikan hal yang paling penting dalam sebuah organisasi gereja yaitu pertumbuhan iman dan spiritualitas bagi anggotanya. Sikap ini ditunjukan dengan tidak memperhatikan pelayanan ibadah khususnya tata ibadahnya, yang sama setiap waktu. Padahal menurut saya, pelayanan ibadah merupakan sarana dan alat yang tepat untuk mengajarkan tentang apa yang Tuhan kehendaki.65

3. Faktor Pemimpin Jemaat dan Jemaat

Pemimpin yang baik menentukan anggotanya, ini yang didapatkan oleh seorang pemuda yang berkonversi. Di GBI Rock Tual, ia menemukan pemimpin yang sangat menginspirasi anggotanya karena memberikan teladan nyata dalam tutur kata, sikap dan perilaku yang sesuai dengan Firman Tuhan. Berbeda dengan di GPM, kadang apa yang diucapkan di mimbar berbeda dengan perlakuannya sehari-hari. 66 Bukan sikap dari pemimpin saja tetapi juga sesama jemaat yang menentukan proses konversi. Ada empat hal yang ditemukan dari sikap jemaat di AM-GPM, yaitu 1). Ibadah dijadikan sebagai tempat fashion, seperti yang dikatakan oleh salah satu pemudi yaitu:

63

Hasil Focus Group Discussion dengan G.S.

64

Hasil Focus Group Discussion dengan ke enam narasumber.

65

Hasil Focus Group Discussion dengan G.S.

66

(31)

19

Menurut saya, ibadah AM hanya merupakan ajang untuk menunjukan penampilan seseorang. Semua peserta ibadah AM, seakan berlomba untuk menggunakan pakaian yang bagus, trendi, sampai mewah dan mahal. Sehingga, saya sering merasa tidak percaya diri untuk bergabung di dalam ibadah. Seiring berjalannya waktu, saya akhirnya memutuskan untuk berhenti mengikuti ibadah karena selalu memikirkan pakaian apa yang harus digunakan bukannya fokus mencari Tuhan.67

2). Tidak ada kesadaran dari pribadi-pribadi jemaat karena tidak konsisten waktu dalam ibadah, 68 3). Sikap dan perilaku jemaat yang sering hanya bermain-main di dalam ibadah, 69 dan 4). Kebiasaan untuk membicarakan kekurangan orang lain.70 Sedangkan di GBI Rock, mereka menemukan sikap jemaat yang berbeda. Sikap ini dirasakan sendiri oleh kedua pemudi yang melakukan konversi. Mereka mengatakan tentang sikap kerabat mereka (saudara dan teman) yang adalah anggota GBI Rock yakni sebagai berikut:

Ketertarikan saya pertama kali kepada GBI Rock adalah ketika melihat sikap hidup saudara saya yang tinggal serumah. Saudara saya ini adalah orang yang penuh dengan kesabaran dalam menerima dan menghadapi segala sesuatu di dalam hidupnya. Walaupun, ia sering mendapat cibiran dan pandangan negatif dari orang lain. Ia hanya tetap tekun di dalam doa. Alasan ini yang membuat saya akhirnya berpikir untuk ikut bergabung dengan pesekutuan yang membentuk saudara saya ini.71

Awalnya, saya tertarik ke GBI Rock juga karena melihat seorang teman laki-laki saya. Ia mempunyai sifat dan perilaku yang baik, yang berbeda dengan teman laki-laki lain pada umumnya. Ia tidak merokok, tidak minum minuman keras, selalu berbicara dengan sopan dan tidak pernah bolos kuliah. Saya berpikir dan betanya-tanya apa yang menyebabkannya seperti itu. Saya pun mencari tahu lebih dalam tentangnya dan menemukan bahwa sikap dan perilakunya yang baik dibentuk dari persekutuan youth GBI Rock.72

Ditambah juga, adanya relasi dan hubungan yang baik antar sesama jemaat yang mereka rasakan ketika bergabung di dalam ibadah-ibadah GBI Rock. Ketika pertama kali mengikuti ibadah di GBI Rock sebagai simpatisan,

67

Hasil Focus Group Discussion dengan D.P.U di GBI ROCK TUAL, pada hari Senin, 09 Januari 2017.

68

Hasil Focus Group Discussion dengan E.H.

69

Hasil Focus Group Discussion dengan J.B.

70

Hasil Focus Group Discussion dengan G.S.

71

Hasil Focus Group Discussion dengan G.S.

72

(32)

20

rata-rata mereka diterima dengan sangat baik oleh jemaat karena adanya sapaan yang ramah. Sehingga rasa nyaman untuk ikut bergabung dalam persekutuan juga semakin besar.73 Setelah bergabung, persekutuan juga sangat baik karena sangat erat antara satu dengan yang lain serta ada dalam kebersamaan (seperti keluarga). Sehingga sangat peka jika salah satu anggota mempunyai masalah. Kepekaan saling ditunjukan dengan saling menopang di dalam doa.74 Mereka juga diberikan kesempatan untuk berperan aktif di dalam ibadah dengan berperan sebagai tim musik, tim doa, tim kolektan, tim aser (penerima tamu) dan lain-lain.75 Dengan demikian, menurut penulis kertertarikan pemuda-pemudi untuk berkonversi dilihat dari pemimpin jemaat dan jemaatnya yang mempunyai sikap dan perilaku yang baik, memberikan teladan, menghargai ibadah sebagai persekutuan dengan Tuhan, dan saling menerima.

4. Faktor Pelayanan

Faktor tidak mendapatkan pelayanan ini dirasakan oleh seorang pemudi yang berkonversi.

Ketika ayah saya sakit dan membutuhkan pelayanan, tidak ada seorang pun pelayan GPM yang datang mengunjungi. Malah pelayan di GBI Rock yang datang mengunjungi dan memberikan pelayanan. Kejadian itu memberikan kekecewaan dalam diri saya dan keluarga terhadap pelayan di GPM dan menaruh keyakinan dan akhirnya memmberikan diri untuk menaruh kepercayaan baru kepada GBI Rock.76

Jadi ada empat faktor yang penulis temukan yakni: faktor ibadah, organisasi, pemimpin jemaat dan jemaat, serta pelayanan yang menyebabkan anggota AM-GPM berkonversi atau berpindah keaktifan ke GBI Rock Tual.

Faktor-Faktor Perpindahan Keaktifan Anggota AM-GPM Ke GBI ROCK

Tual

Berdasarkan faktor-faktor yang penulis temukan sebelumnya, maka diketahui bahwa pemuda-pemudi lebih mengunggulkan GBI Rock Tual dibandingkan dengan GPM. Artinya secara sadar mereka telah membuat keputusan untuk

73

Hasil Focus Group Discussion dengan ke enam narasumber.

74

Hasil Focus Group Discussion dengan E.H dan K.U.

75

Hasil Focus Group Discussion dengan K.E.U.

76

(33)

21

mengubah arah pandang mereka terhadap gerejanya yang dulu (GPM) dan beralih ke ajaran gereja yang baru (GBI ROCK Tual), serta bersedia untuk terlibat di dalam hal yang baru karena adanya pengaruh baik yang dirasakan oleh mereka.77

Penulis melihat bahwa faktor-faktor ini dapat dijabarkan dalam tahapan-tahapan seperti yang dikemukakan oleh Lewis R. Rambo di dalam bukunya Understanding Religious Conversion tentang “model bertingkat (Stage Model),” khususnya Systemic Stage Model (model tingkatan sistemik). Ia menggambarkan secara sistematis proses terjadinya konversi agama dalam tujuh tingkatan yakni konteks, krisis, pencarian, pertemuan, interaksi, komitmen dan konsekuensi. Namun, ketujuh unsur atau tahapan ini tidak mutlak berada pada tingkatannya.78 Sehingga dapat penulis jabarkan sebagai berikut:79

1. Krisis

Tahapan konversi yang terjadi kepada pemuda-pemudi ini diawali dengan “Krisis” di dalam diri mereka. Krisis yang dimaksudkan oleh Rambo adalah isu-isu kontekstual dan tingkat keaktifan ataupun kepasifan dari orang yang berkonversi.80 Krisis yang penulis temukan adalah sikap pasif mereka di dalam ibadah dan kegiatan lainnya di GPM maupun di AM-GPM. Menurut pemahaman penulis, sikap pasif ini berasal dari luar diri pemuda-pemudi yang kemudian mempengaruhi diri mereka. Misalnya: adanya rasa bosan karena ibadah yang monoton (baku dan terikat).81 Rasa malas karena minder dengan sesama jemaat, yang hanya berlomba untuk menggunakan pakaian yang bagus, trendi, sampai mewah dan mahal..,82 dan tidak nyaman dengan sikap dan perilaku jemaat yang tidak memiliki kesadaran dalam beribadah. Misalnya: tidak konsisten waktu dan bermain-main saat ibadah83serta kebiasan yang buruk karena sering membicarakan kekurangan orang lain.84 Faktor dari dalam dan luar ini menyebabkan krisis berupa kepasifan ibadah di GPM atau AM-GPM, sehingga otomatis tidak ada interaksi dan menyebabkan ketidaknyamanan antara satu

77

Ramayulis, Psikologi Agama, 79. 78

Rambo, Understanding Religius Conversion,17-18.

79

Rambo, Understanding Religius Conversion, 7-11. 80

Rambo, Understanding Religius Conversion, 44-45. 81

Hasil Focus Group Discussion dengan ke enam narasumber.

82

Hasil Focus Group Discussion dengan D.P.U

83

Hasil Focus Group Discussion dengan E.H dan J.B.

84

(34)

22

dengan yang lainnya. Krisis kapasifan bisa dikatakan sebagai bentuk pelarian dari ketidaknyamanan dengan orangnya ataupun ibadahnya.

2. Pencarian

Mengalami krisis membawa mereka dalam tahapan “pencarian”. Rambo mengatakan bahwa dalam tahapan pencarian, orang yang melakukan konversi berperan sebagai pelaku agen aktif yang mencari kepercayaan-kepercayaan, kelompok-kelompok, dan organisasi-organisasi yang menyediakan apa yang mereka butuhkan.85 Berdasarkan pemahaman penulis, pemuda-pemudi ini mencari kepercayaan-kepercayaan berupa pertumbuhan iman dan spritualitas mereka kepada Tuhan di dalam ibadah maupun kegiatan lainnya. Mengingat bahwa, kepercayaan-kepercayaan ini tidak mereka temukan di dalam ibadah di GPM dan AM-GPM karena ibadah yang monoton86 dan tidak mengena dengan pergumulan jemaat.87 Serta jemaat yang tidak memberikan penghargaan dalam ibadah88.

Sedangkan, pencarian kepercayaan dirasakan oleh mereka ketika beribadah di GBI ROCK karena tata ibadahnya fleksibel (khotbah,nyanyian, dan musik full band) yang dapat menghanyutkan perasaan mereka dan dapat menjadi jawaban terhadap pergumulan mereka.89 Serta sikap dan perilaku jemaat GBI Rock yang baik (kerabat), dapat dijadikan teladan, dan menerima (dalam ibadah pertama kali) dan menghargai mereka. 90 Sikap dan perilaku jemaat seperti jemaat GBI Rock ini yang diutamakan dalam pencarian pemuda-pemudi akan kelompok dan organisasi. Ditambah dengan sosok pemimpin jemaat yang memberikan teladan nyata, yang mereka temukan di GBI Rock juga dan itu berbeda dengan di GPM yakni kadang apa yang diucapkan di mimbar berbeda dengan perlakuannya sehari-hari.91Serta pelayanan yang selalu siap diberikan kapan saja ketika jemaat

85

Rambo, Understanding Religius Conversion, 56-63.

86

Hasil Focus Group Discussion dengan G.S.

87

Hasil Focus Group Discussion dengan G.S.

88

Hasil Focus Group Discussion dengan D.P.U, E.H, J.B, dan G.S.

89

Hasil Focus Group Discussion dengan E.H dan L.L. 90

Hasil Focus Group Discussion dengan ke enam narasumber.

91

(35)

23

membutuhkan.92 Maka, secara keseluruhan pencarian akan kepercayan, kelompok dan organisasi oleh pemuda-pemudi ini ada di dalam GBI ROCK Tual.

3. Konteks,Pertemuan/Perjumpaan, dan Interaksi

Setelah kedua tahapan diatas, pemuda-pemudi ada pada tahapan “Konteks”, “pertemuan/perjumpaan,” dan “interaksi” dengan orang-orang dari kelompok GBI ROCK. Rambo mengatakan bahwa dalam tahapan“konteks”

ada dua bagian di dalamnya yakni macrocontext dan microcontext. Macrocontext mengarah kepada lingkungan total yakni berbagai elemen seperti sistem-sitem politik, keagamaan, organisasi-organisasi dan lainnya. Macrocontex, tidak penulis temukan di dalam penelitian karena elemen-elemen tersebut terlalu jauh atau luas untuk bisa dijadikan konteks pemuda-pemuda ini untuk berkonversi. Mengingat bahwa rata-rata mereka mempunyai pekerjaan siswa, mahasiswa, pegawai negeri, PNS, dan swasta. Mereka cenderung berfokus pada yang lebih dekat dengan diri mereka seperti keluarga, sahabat, kelompok etnik serta orang-orang yang berada di sekitarnya yang ditemukan di dalam microcontext.93 Sehingga, konteks yang didapati mereka adalah konteks saudara dan teman. Konteks ini menjadi faktor pendorong dari luar diri mereka untuk merasa tertarik dan ikut bergabung di GBI Rock seperti yang diungkapkan oleh dua orang pemudi sebelumnya.94

Berdasarkan FGD, “pertemuan/perjumpaan” pertama kali terjadi dengan saudara dan teman yang merupakan anggota GBI ROCK Tual. Bukan hanya sekedar bertemu dan berjumpa tetapi menurut Rambo, yang perlu dilakukan oleh pelaku konversi dalam tahap ini yakni melihat kebutuhan-kebutuhan afektif, intelektual, kognitif, dan advokasi.95 Ranah afektif menunjuk pada, bagaimana perasaan pemuda-pemudi ketika mengalami pertemuan/perjumpaan dengan konteks saudara dan teman mereka. Dua diantara mereka mengaku, merasakan bahwa akan ada pengaruh baik atau positif dari saudara dan teman mereka karena sikap dan perilaku baik yang ditunjukan.96Ranah kognitif, intelektual, dan advokasi menunjuk pada, bagaimana

92

Hasil Focus Group Discussion dengan D.P.U.

93

Rambo, Understanding Religius Conversion, 20-22.

94

Hasil Focus Group Discussion dengan G.S dan D.P.U.

95

Rambo, Understanding Religius Conversion, 67.

96

(36)

24

mereka mampu berpikir secara matang untuk memperoleh jawaban yang nantinya berguna untuk pribadi mereka. Mereka akhirnya menemukan bahwa kemungkinan besar dampak pertemuan yang intens dengan kerabat mereka yang mempunyai sikap dan perilaku baik dapat mempengaruhi mereka untuk menjadi baik juga dan menjadi lebih dekat dengan Tuhan. Dengan demikian, menurut penulis, sikap dan perilaku baik ini secara langsung menjadi sebuah strategi dari sang pendorong (konteks), seperti yang dikatakan oleh Rambo.97

Tahapan “interaksi” adalah kelanjutan dari tahapan konteks dan pertemuan/perjumpaan. Menurut Rambo, tahapan interaksi sudah mengarah kepada hubungan yang lebih dalam yakni menyangkut keterlibatan di dalam kelompok dan organisasi yang baru.98 Dalam hal ini, keterlibatan pemuda-pemudi yang berkonversi dalam ibadah dan hubungan dengan jemaat GBI ROCK Tual. Ada empat elemen atau dimensi menurut seorang ahli sosiologi dalam bukunya Rambo tentang tahapan interaksi ini yakni: 99 1) Hubungan yang membentuk prespektif baru. Prespektif baru yang ditemukan oleh pemuda-pemudi adalah adanya perbedaan GPM dan GBI Rock Tual dari hubungan dan relasi dengan jemaatnya.100

Seperti yang sudah dijelaskan dalam tahap-tahap sebelumnya yaitu, adanya relasi yang baik dan kebersamaan dengan jemaat GBI Rock Tual (sikap ramah dan saling mendoakan), 101 sedangkan di GPM, jemaat hanya mempedulikan diri mereka masing-masing.102 2) Ritual yang mengarahkan kepada jalan hidup yang baru. Ritual ditemukan ketika pemuda-pemudi sudah terlibat di dalam ibadah di GBI Rock. Mereka menemukan tata ibadah dan nyanyian yang kreatif dan bersemangat. Sehingga mampu menyentuh perasaan mereka dan bahkan menjawab pergumulan hidup mereka sebagai anak muda yang sedang mencari identitas. Sehingga, ada kesadaran bahwa ibadah di GBI Rock ini mampu menumbuhkan iman dan spiritualitas mereka kepada Tuhan. Menurut penulis, pertumbuhan iman dan spiritualitas ini adalah jalan hidup baru yang

97

Rambo, Understanding Religius Conversion, 76.

98

Rambo, Understanding Religious,102-108.

99

Rambo, Understanding Religius Conversion,107-108.

100

Hasil Focus Group Discussion dengan ke enam narasumber.

101

Hasil Focus Group Discussion dengan E.H dan K.U.

102

(37)

25

ditemukan oleh pemuda-pemud yang tidak ditemukan di GPM dan AM-GPM karena ibadah yang monoton dan kaku.103

3) Kepandaian berbicara untuk memberikan petunjuk dan pengertian kepada orang yang melakukan konversi. Elemen ketiga ini, pemuda-pemudi temukan saat pelayanan Firman atau khotbah oleh pendeta di GBI Rock Pendeta menyampaikan khotbah (pengajaran) yang terarah dan mudah dimengerti serta memberikan teladan.104

Berbeda dengan di GPM, khotbahnya kadang tidak menyentuh pergumulan jemaat dan pendeta tidak memberikan teladan. Sehingga, petunjuk dan pengertian yang disampaikan oleh pendeta GBI Rock, dapat dijadikan pegangan dan teladan yang baik dalam kehidupan mereka. 4) Melalui peran yang memberikan suatu misi khusus untuk dapat diselesaikan. Misi khusus ini, menurut mereka tidak ditemukan di GPM karena hanya orang-orang yang sudah dikenal saja yang memiliki peran di dalam ibadah. Misalnya: menjadi pengurus AM. Tetapi berbeda dengan di GBI ROCK, semua orang diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan peran. Misalnya: ada dalam tim musik, tim doa, tim kolektan, tim aser (penerima tamu) dan lain-lain.Dalam hal ini, artinya mereka mendapat kepercayaan belajar dan untuk mengeluarkan kemampuan mereka untuk mengsukseskan ibadah.105

Jadi, menurut penulis, interaksi (hubungan yang dalam) yang baik dapat terjadi bukan hanya dari satu pihak tetapi kedua belah pihak yakni orang berkonversi dan pemimpin jemaat ataupun jemaat. Dimana, adanya pemberian makna yang baru dalam pemahaman Firman, tanggung jawab baru, teladan, dan relasi yang baik kepada mereka. Sehingga menghasilkan pribadi yang memiliki makna dan tujuan hidup.

4. Komitmen dan Konsekuensi

Tahapan terakhir yang dialami oleh pemuda-pemudi yang berkonversi adalah tahapan “komitmen” dan tahapan “konsekuensi.” Komitmen atau pilihan yang dimaksudkan oleh Rambo adalah komitmen ritual (baptis dan kesaksian).106 Dalam tahap komitmen ini, pemuda-pemudi ini memutuskan untuk menjadi

103

Hasil Focus Group Discussion dengan ke enam narasumber.

104

Hasil Focus Group Discussion dengan J.B.

105

Hasil Focus Group Discussion dengan K.E.U.

106

Gambar

Tabel 1: Data Konversi Anggota AM-GPM ke GBI ROCK Tual.56

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan Demagalhaesweb (2011) menemukan bahwa lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mahasiswa akuntansi terhadap pilihan karir di

Scarfi (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa dukungan sosial yang diberikan lingkungan membantu dalam mengurangi perasaan cemas, takut, dan stress yang

Dari hasil penelitian diatas dapat dikatakan bahwa penggemar musik Alternative Rock Captain Jack Band memiliki konsep diri yang baik karena mereka dapat menilai tinggi

bagi diri partisipan untuk bisa menjadi seorang yang tidak pemalu.. Hal

Sebelum menyadari status single , P1 mengalami masalah keuangan, fokus pada pekerjaan, dan belum menemukan jodoh yang tepat, yang diatasi dengan. plantful problem

Meskipun P3 tidak pernah terbayang-bayang ketika berhadapan dengan jenazah yang memiliki kondisi fisik yang ekstrim, tetapi ia takut jika hal yang terjadi pada

Temuan lain yang didapati dari hasil penelitian ini adalah adanya usaha mengatasi stress yang dilakukan oleh partisipan yang mana ia dalam menjalani proses untuk

Apakah saudara-saudara mengaku bahwa berdasarkan kasih Allah yang tidak berhingga, sudahlah Ia mengaruniakan kita anak-Nya yang tunggal Tuhan Yesus Kristus yang dengan