• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kontrol Diri Dengan Penggunaan Game Online Pada Remaja di SMA St.Thomas 1 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kontrol Diri Dengan Penggunaan Game Online Pada Remaja di SMA St.Thomas 1 Medan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kontrol Diri 2.1.1 Defenisi

Kontrol diri merupakan suatu kecapakan individu dalam kepekaan

membaca situasi diri dan lingkungannya. Selain itu, juga kemampuan untuk

mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan

kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan kemampuan untuk

mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah

perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, dan menutupi

perasaannya.

Menurut Chaplin (1975), kontrol diri adalah kemampuan untuk

membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi

impuls-impuls atau perilaku impulsif.

Calhoun dan Acocella (1990) mendefenisikan kontrol diri (self-control)

sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang,

dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Goldfried

dan Merbaum menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk

perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi yang positif. Kontrol

diri juga menggambarkan keputusan individu yang telah disusun untuk

(2)

Menurut Mahoney dan Thoresen dalam Robert (1975), kontrol diri

merupakan jalinan yang secara utuh (integrative) yang dilakukan individu

terhadap lingkungannya. Individu dengan kontrol diri tinggi sangat memerhatikan

cara-cara yang tepat untuk berperlaku dalam situasi yang bervariasi. Individu

cenderung akan mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial

yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat perilakunya lebih responsif

terhadap petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk memperlancar

interaksi sosial, bersikap, hangat dan terbuka.

Synder dan Gangestad (1986), mengatakan bahwa konsep mengenai

kontrol diri secara langsung sangat relevan untuk melihat hubungan antara pribadi

dengan lingkungan masyarakat dalam mengatur kesan masyarakat yang sesuai

dengan isyarat situasional dalam bersikap dan berpendirian yang efektif.

Calhon dan Acocella (1990), mengemukakan dua alasan yang

mengharuskan individu mengontrol diri secara kontinu. Pertama, individu hidup

bersama kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus

mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu kenyamanan oranglain. Kedua,

masyarakat mendorong individuuntuk secara konstan menyusun standar yang

lebih baik bagi dirinya. Ketika berusaha memenuhi tuntutan, dibuatkan

pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian standar tersebut individu tidak

melakukan hal-hal yang menyimpang.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kontrol diri dapat diartikan sebagai suatu

proses pengendalian tingkah laku yang dapat membimbing, mengarahkan, dan

(3)

lebih positif dengan memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku sesuai

dengan situasi dan kondisi.

2.1.2 Jenis Dan Aspek Kontrol Diri

Averill (1997 dalam Gufhron 2010) menyebutkan bahwa kontrol diri

dengan sebutan kontrol personal yaitu kontrol perilaku (behavioral control),

kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decesional

control).

2.1.2.1. Kontrol Perilaku (Behavioral Control)

Kontrol perilaku merupakan kesiapan terjadinya suatu respons yang dapat

secara langsung memengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak

menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua

komponen yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan

kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan

mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa

yang mengendalikan situasi atau keadaan. Apakah dirinya sendiri atau aturan

perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu

akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan

kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak

dikehendaki dihadapi.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi

stimulus, menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian stimulus yang sedang

berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi

(4)

2.1.2.2. Kontrol Kognitif (cognitive control)

Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengolah

informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau

menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi

psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu

memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal).

Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenal suatu keadaan yang tidak

menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai

pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan

menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memerhatikan segi-segi

positif secara subjektif.

Kontrol secara kognitif dapat meningkat dengan cara meningkatkan

pemahaman seseorang tentang suatu peristiwa atau situasi tentang apa yang

sebaiknya dilakukan dan pemahaman tentang konsekuensi yang akan terjadi.

Misalnya, pasien yang akan menjalani operasi diberitahu terlebih dahulu apa

yang akan terjadi selama rawatan di rumahsakit. Jika informasi yang dibagikan

benar-benar berguna, maka hal tersebut dapat mengakibatkan peningkatan kontrol

seseorang atau mengubah persepsi orang tersebut (Veitch, 1996).

Sedangkan penilaian dapat dilakukan dengan cara menilai dan

menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi positif

secara subjektif. Kontrol kognitif, salah satunya dapat dilakukan dengan cara

(5)

yang cukup atau tidak untuk menghadapi suatu peristiwa (Rothbaum, Weisz, &

Snyder, 1982).

2.1.2.3. Mengontrol Keputusan (Decesional control)

Mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih

hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau

disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi, baik dengan

adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk

memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Menurut Block dan Block ada tiga jenis kualitas kontrol diri, yaitu over

control, under control, dan appropriate control. Over control merupakan kontrol

diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan menyebabkan individu

banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus. Under contro, merupakan

suatu kecenderungan individu untuk melepaskan impulsivitas dengan bebas tanpa

perhitungan yang matang. Sementara appropiate control merupakan kontrol

individu dalam upaya mengendalikan impuls secara tepat.

2.1.3 Aspek - Aspek Kontrol Diri

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol

diri biasanya digunakan aspek-aspek seperti dibawah ini:

2.1.3.1 Kemampuan mengontrol perilaku

Kemampuan untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan

dimana terdapat keteraturan untuk menentukan siapa yang mengendalikansituasi

atau keadaan, apakah oleh dirinya sendiri atau oranglain. Individu yang mampu

(6)

kemampuan dirinya dan bila tidak maka individu akan menggunakan sumber

eksternal.

2.1.3.2 Kemampuan mengontrol stimulus

Kemampuan untuk mengetahui bagaimana atau kapan suatu stimulus yang

tidak dikehendaki muncul. Ada beberapa cara yang dapat digunakan yaitu

mencegah atau menjauhi stimulus, menghentikan stimulus sebelum berakhir, dan

melakukan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian dari stimulus.

2.1.3.3 Kemampuan mengantisipasi peristiwa

Kemampuan individu dalam mengolah informasi dengan cara

menginterpertasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu

kerangka kognitif. Informasi yang dimiliki individu mengenai suatu keadaan yang

tidak menyenangkan akan membuat individu mampu mengantisipasi keadaan

melalui pertimbangan secara objektif.

2.1.3.4 Kemampuan menafsirkan peristiwa

Penilaian yang dilakukan seorang individu merupakan suatu usaha untuk

menilai dan menafsirkan suatu keadaan dengan memerhatikan segi-segi positif

secara subjektif.

2.1.3.5 Kemampuan mengambil keputusan

Kemampuan seseorang untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu

yang diyakini atau disetujuinya. Kemampuan dalam mengontrol keputusan akan

berfungsi dengan baik apabila terdapat kesempatan dan kebebasan dalam diri

(7)

2.2. Game Online 2.2.1. Defenisi

Game online adalah permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain,

dimana mesin-mesin yang digunakan pemain yang dihubungkan oleh internet

(Adams & Rollings, 2007).

2.2.2. Sejarah Game Online

Pada bulan Januari 1997, game online yang mampu bersaing di dunia

adalah Ultima Online, kemudian diikuti oleh EverQuest, Asheron’s Call, dan game-game lain yang juga ingin meraih kesuksesan. Dan pada tahun 2002 sampai

2004, game online hampir hilang dari pasaran.

Game online mulai meroket kembali pada tahun 2005 ketika World

ofWarcraft mampu memegang rekor tertinggi untuk jumlah pemain di dunia, yaitu

sekitar 1,5 hingga 2 milyar pemain. Fasilitas yang ditawarkan oleh World of

Warcraft seperti variasi permainan, kemudahan bermain, serta level yang dapat

terus meningkat mempengaruhi munculnya game online yang serupa.

Pada tahun 2007 fasilitas game online yang independen, kini telah diperbaharui menjadi aplikasi dan diintegrasikan ke berbagai situs pertemanan,

seperti facebook, twitter, dan lain sebagainya. Salah satu pengembang game

online yang saat ini tengah merajai situs-situs pertemanan di dunia adalah zynga.

Melalui gameTexas Holdem Poke, Mafia Wars dan game lainnya yang telah diintegrasikan kedalam situs pertemanan, seluruh pemain dari seluruh dunia dapat

(8)

2.2.3. Jenis Game Online

Berdasarkan jenis permainannya:

2.2.3.1 Massively Multiplayer Online First-person shooter games (MMOFPS) Permainan ini mengambil pandangan orang pertama sehingga seolah-olah

pemain berada dalam permainan tersebut dalam sudut pandang tokoh karakter

yang dimainkan, di mana setiap tokoh memiliki kemampuan yang berbeda dalam

tingkat akurasi, refleks, dan lainnya. Permainan ini dapat melibatkan banyak

orang dan biasanya permainan ini mengambil setting peperangan dengan

senjata-senjata militer. Contoh permainan jenis ini antara lain Counter Strike, Call of

Duty, Point Blank, Quake, Blood, Unreal.

2.2.3.2 Massively Multiplayer Online Real-time strategy games (MMORTS) Permainan jenis ini menekankan kepada kehebatan strategi pemainnya.

Permainan ini memiliki ciri khas di mana pemain harus mengelola suatu dunia

maya dan mengatur strategi dalam waktu apapun. Dalam RTS, tema permainan

bisa berupa sejarah (misalnya seri Age of Empires), fantasi (misalnya Warcraft),

dan fiksi ilmiah (misalnya Star Wars)

2.2.3.3Massively Multiplayer Online Role-playing games (MMORPG)

Sebuah permainan di mana pemainnya memainkan peran tokoh-tokoh

khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. RPG biasanya

lebih mengarah ke kolaborasi sosial daripada kompetisi. Pada umumnya dalam

RPG, para pemain tergabung dalam satu kelompok. Contoh dari genre permainan

ini Ragnarok Online,The Lord of the Rings Online: Shadows of Angmar, Final

(9)

2.2.3.4 Cross-platform online play

Jenis permainan yang dapat dimainkan secara online dengan perangkat

yang berbeda. Saat ini mesin permainan konsol (console games) mulai berkembang menjadi seperti komputer yang dilengkapi dengan jaringan sumber

terbuka (open source networks), seperti Dreamcast, Playstation 2, dan Xbox yang memiliki fungsi online. misalnya Need for Speed Underground, yang dapat

dimainkan secara online dari PC maupun Xbox 360.

2.2.3.5 Massively Multiplayer Online Browser Game

Permainan yang dimainkan pada peramban seperti Mozila Firefox, Opera,

atau Internet Explorer. Sebuah permainan online sederhana dengan pemain

tunggal dapat dimainkan dengan peramban melalui HTML dan teknologi scripting

HTML (Javascript, HSP, PHP, MYSQL). Perkembangan teknologi grafik berbasis

web seperti Flash dan Java menghasilkan permainan yang dikenal dengan "Flash

games" atau "Java games" yang menjadi sangat populer. Permainan sederhana

seperti Pac-Man bahkan dibuat ulang menggunakan pengaya (plugin) pada sebuah halaman web. Browser games yang baru menggunakan teknologi web seperti Ajax yang memungkinkan adanya interaksi multiplayer.

2.2.3.6 Simulation games

Permainan jenis ini bertujuan untuk memberi pengalaman melalui

simulasi. Ada beberapa jenis permainan simulasi, di antaranya life-simulation

games, construction and management simulation games, dan vehicle simulation.

Pada life-simulation games, pemain bertanggung jawab atas sebuah tokoh atau

(10)

dalam ranah virtual. Karakter memiliki kebutuhan dan kehidupan layaknya

manusia, seperti kegiatan bekerja, bersosialisasi, makan, belanja, dan sebagainya.

Biasanya, karakter ini hidup dalam sebuah dunia virtual yang dipenuhi oleh

karakter-karakter yang dimainkan pemain lainnya. Contoh permainannya adalah

Second Life.

2.2.3.7 Massively multiplayer online games (MMOG)

Pemain bermain dalam dunia yang skalanya besar (>100 pemain), di mana

setiap pemain dapat berinteraksi langsung seperti halnya dunia nyata. MMOG

muncul seiring dengan perkembangan akses internet broadband di negara maju,

sehingga memungkinkan ratusan, bahkan ribuan pemain untuk bermain

bersama-sama. MMOG sendiri memiliki banyak jenis seperti:

1. MMORPG (Massively Multiplayer Online Role-Playing Game)

2. MMORTS (Massively Multiplayer Online Real-Time Strategy) 3. MMOFPS (Massively Multiplayer Online First-Person Shooter)

4. MMOSG (Massively Multiplayer Online Social Game) 2.2.4 Parameter

Berdasarkan studi, pemain dapat dibagi ke dalam 4 grup: < 20 jam/minggu,

20-40 jam/minggu, 40-60 jam/minggu, >60 jam/minggu (Wei et al, 2012). Waktu

bermain game online dikategorikan ke dalam tingkatan rendah, sedang, dan

sering. Tingkatan rendah dinamakan casual gamer dengan rata-rata bermain game

8-19 jam/minggu, tingkat sedang dinamakan average gamer dengan rata-rata

(11)

dengan rata-rata bermain game lebih dari 39 jam/minggu (Dongdong et al,

2012).

2.2.5 Karakteristik Gamers Pada Game-Online.

Secara umum yangtermasuk kepada karakteristik gamersadalah sebagai

berikut:

2.2.5.1. Casual gamers

Casual gamer cenderung main game dalam genre apapun, yang

memiliki gameplay mudah. Berdasarkan dari segi waktu mereka biasanya tidak

terlalu banyak bermain game. Para casual gamer lebih peduli pada chitchat dan

pertemanan karena mereka menitikberatkan pada sosialisasinya khususnya game

online. Bagi mereka, bermain game hanya untuk sosialisasi saja. Keahlian

bermain game merekapun biasa-biasa saja. Para casual gamer bisa bermain game

di komputer pribadi secara online, meskipun sekarang mereka juga mulai bermain

lewat ponsel. Mereka cenderung peduli dengan grafis.Kebanyakan casual gamers

didominasi oleh perempuan.

2.2.5.2. True Gamers/ Averanger Gamers

Mereka ini adalah gamers yang punya tingkat kedewasaan paling

tinggi. Skill bermain game-nya dibawah hardcore, tetapi mereka bisa

bersosialisasi.Mereka bermain game karena memang ingin semata bermain saja.

Bermaingame bagi mereka adalah having fun, mereka juga tidak pernah

(12)

2.2.5.3. Hardcore gamer

Para hardcore gamer cenderung lebih banyak konotasi negatif daripada

positifnya. Mereka bisa bermain game sampai berjam-jam. Dinamakan hardcore

karena mereka menjadikan game sebagai hobi paling utama. Mereka bisa juga

sampai ikut kompetisi,

sering bersaing dalam turnamen yang terorganisir dan bertarung dengan

mengeluarkan uang sebagai hadiah yang dicapai atas kemenangan.Ketika ada

waktu luang, yang mereka pikirkan adalah pasti ingin langsung bermain game.

Para hardcore gamer umumnya tidak peduli dengan tampilan grafis, yang penting

gameplay-nya terlihat bagus. Mereka biasanya punya segala jenis game dari yang

jaman dulu hingga yang terbaru.

2.2.6 Faktor yang mempengaruhi Game Online

Faktor-faktor yang mempengaruhi game online (dalam lumbangaol,2012) yakni:

1. Gender

Gender dapat mempengaruhi seseorang menjadi kecanduan terhadap game

online. Laki-laki dan perempuan sama-sama tertarik pada fantasi game online.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa laki-laki lebih mudah menjadi kecanduan

terhadap game dan menghabiskan lebih banyak waktu berada dalam toko game

elektronik dibandingkan anak perempuan (Imanuel, 2009).

2. Kondisi psikologis

Pemain game online sering bermimpi mengenai game, karakter mereka dan

(13)

pemain dan kejadian-kejadian yang ada pada game sangat kuat, yang mana hal ini

membawa pemain dan alasan mereka untuk melihat permainan itu kembali.

Pemain menyatakan dirinya termotivasi bermain karena bermain game itu menyenangkan dan memberi kesempatan bereksperimen. Pemain juga tanpa sadar

termotivasi karena bermain game memberi kesempatan untuk mengekspresikan dirinya karena jenuh terhadap kehidupan nyata mereka. Kecanduan game online juga dapat menimbulkan masalah-masalah emosional seperti depresi, dan

gangguan kecemasan karena ingin memperoleh nilai yang tinggi dalam bermain

game online.

3. Jenis game

Game merupakan tempat dimana para pemain mungkin bisa mengurangi rasa bosannya terhadap kehidupan nyata. Game online merupakan bagian dari dimensi

sosial, yang dapat menghilangkan streotipe rasa kesepian, ketidakmampuan

bersosial bagi pemain yang kecanduan. Jenis game online dapat mempengaruhi

seseorang kecanduan game online. Pemain dapat kecanduan karena permainan yang baru atau permainannya yang menantang. Hal ini menyebabkan pemain

semakin sering termotivasi untuk memainkannya.

2.2.7 Kriteria Kecanduan Game Online

Kriteria kecanduan online game Schwausch dan Chung (2005) dalam

(14)

yang dapat menentukan seseorang sudah dapat dikatakan kecanduan terhadap

internet. Komponen itu adalah sebagai berikut:

1. Salience

Hal ini terjadi jika individu merasa bahwa penggunaan internet merupakan

hal yang paling penting dalam kehidupannya dan mendominasi pikirannya

sehingga individu tersebut menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berpikir

mengenai internet. Individu tersebut akan mengatakan bahwa ia sangat

membutuhkan internet.

2. Mood modification

Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet. Dimana perasaan

senang dan tenang (seperti menghilangkan stress) saat perilaku kecanduan

muncul.

3. Tolerance

Hal ini merupakan proses dimana terjadi peningkatan jumlah penggunaan

internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood. Demi mencapai kepuasan,

jumlah penggunaan internet meningkat secara mencolok. Kepuasan yang

diperoleh dalam menggunakan internet secara terus-menerus dalam jumlah waktu

yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang

sama kuatnya seperti sebelumnya, maka pemakaian secara berangsur-angsur harus

meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi, contohnya pemain

tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah waktu

(15)

4.Withdrawal symptoms

Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi karena

penggunaan internet dikurangi atau dihentikan dan berpengaruh terhadap fisik

(seperti pusing, insomnia) atau psikologis seseorang (misalnya cemas dan mudah

marah).

5. Conflict

Hal ini mengarahkan pada konflik yang terjadi antara pengguna internet

dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam tugas lainnya

(pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya

sendiri yang diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain

internet.

6. Relapse

Hal ini merupakan keadaan dimana orang sebelum sembuh dari perilaku

kecanduannya sudah mengulangi kembali kebiasaannya.

2.3 Masa Remaja 2.3.1 Defenisi

Kata remaja berasal bahasa Latin yaitu adolescene yang berarti to grow

atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice,1990). Menurut DeBrun ( dalam

Rice, 1990) remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan

deasa. Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan

antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pas ausia 12

sampai 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua

(16)

Adams dan Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara

11 hingga 20 tahun. Adapun Hurlock (1990), membagi masa remaja menjadi

masa remaja awal (13 hingga16 atau 17 tahun), dan masa remaja akhir (16 atau 17

tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock

karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan

yang lebih mendekati masa dewasa.

Anna Freud ( dalam Hurlock, 1990), berpendapat bahwa pada masa

remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang

berhubungan dengan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan

dnegan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan

proses pembentukan orientasi masa depan.

2.3.2 Tahun-tahun remaja

Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual

menjadi matang dan berakhir saat mencapai usia matang, secara hukum. Namun

penelitian tentang perubahan perilaku, sikap, dan nilai-nilai sepanjang mas remaja

tidak hanya menunjukkan bahwa setiap perubahan terjadi lebih cepat pada awal

masa remaja daripada tahap akhir masa remaja, tetapi juga menunjukkannbahwa

perilaku, sikap, dan nilai-nilai pada awal amsa remaja berbeda dengan pada akhir

masa remaja. Dengan demikian, secara umum masa remaja dibagi menjadi dua

bagian, yaitu awal dan akhir masa remaja.

Garis pemisah antara awal dan akhir masa remaja terletak kira-kira di

(17)

menengah tingkat atas. Dan melanjutkan pendidikan tinggi, mendorong sebagian

besar remaja untuk berperilaku lebih matang.

Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16-17

tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun hingga 18 tahun,

yaitu usia matang secara hukum. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan

periode yang sangat singkat.

2.3.3 Masa sekolah menengah

Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja. Masa

remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khas

dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat

orang dewasa. masa ini dapat diperinci lagi menjadi beberapa masa, yaitu:

1. Masa praremaja (remaja awal)

Masa praremaja biasanya berlangsung hanya dalam waktu relatif

singkat. Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negatif pada si remaja

sehingga sering kali masa ini disebut sebagai masa negatif dengan

gejalanya seperti tidak tenang, kurang suka bekerja, dan pesimistis..

secara garis besar sifat-sifat negatif ini dapat diringkas, yaitu:

1. Negatif dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun mental.

2. Negatif dlam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik diri dalam

masyarakat (negatif positif) maupun dalam bentuk agresif terhadap

(18)

2. Masa remaja (remaja madya)

Pada masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorongan untuk hidup,

kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan

menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dan dukanya.

Pada masa ini, sebagia masa mencari sesuatu yang dapat dipandang

bernilai, pantas dijunjung tinggi, dan dipuja-puja sehingga masa ini

disebut masa merindu puja (mendewa-dewakan), yaitu sebagai gejala

remaja.

Proses terbentuknya pendirian atau pandangan hidup atau cita-cita

hidup ini dapat dipandang sebagai penemuan nilai-nilai kehidupan.

Proses penemuan nilai-nilai kehidupan ini antara lain:

1. Karena tiadanya pedoman, si remaja merindukan sesuatu yang

dianggap bernilai, pantas dipuja walaupun sesuatu yang dipujanya

belum mempunyai bentuk tertentu, bahkan sering kali remaja hanya

mengetahui bahwa dia menginginkan sesuatu tetapi tidak mengetahui

apa yang diinginkannya.

2. Objek pemujaan itu telah menjadi lebih jelas, yaitu pribadi-pribadi

yang dipandang mendukung nilai-nilai tertentu (jadi personifikasi

nilai-nilai). Pada anak laki-laki sering aktif meniru, adapun anak

perempuan kebanyakan pasif, mengagumi, dan memujanya dalam

(19)

3. Masa remaja akhir

Setelah remaja dapat menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya

telah tercapailah masa remaja akhir dan telah terpenuhilah tugas-tugas

perkembangan masa remaja, yaitu menemukan pendirian hidup dan

masuklah individu ke dalam masa dewasa.

2.3.4 Ciri-ciri masa remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi

perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa

perubahan yang terjadi selama remaja:

1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal

yang dikenal sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasl dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada

masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan

tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa

sebelumnya. Pada masa remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak

lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri, dan

bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk

seiring berjalannya waktu, dan akan tampak jelas pada remaja akhir yang

duudi di awal-awal masa kuliah.

2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual.

Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri

dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat,

(20)

respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badn, dan

proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan

oranglain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya

dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru

dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang

lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat

mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting.

Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan oranglain. Remaja tidak

lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama,

tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

4. Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting pada masa

kanak-kanak menjadi kurang penting karena telah mendekati dewasa.

5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan

yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi

lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan ini,

serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung

jawab ini.

2.3.5 Tugas-tugas perkembangan masa remaja

Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu ialah masa(fase)

remaja. Masa ini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

(21)

kepada perkembangan masa dewasa yang sehat. (Konopka, dalam Pikunas, 1976;

Kaczman dan Riva, 1996)

Masa remaja ditandai dengan:

1. Berkembangnya sikap dependen kepada orang tua ke arah independen.

2. Minat seksualitas.

3. Kecenderungan untuk merenung atau memerhatikan diri sendiri, nilai-nilai

etika, dan isu-isu moral. Pendapat dari Salzman dan pikunas 1976.

William Kay, mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja itu

sebagai berikut:

1. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya

2. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang

mempunyai otoritas.

3. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar

bergaul dengan teman sebaya atau orang lain baik secara individual atau

kelompok.

4. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

5. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap

kemampuannya sendiri.

6. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar

skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup. (Weltanschauung)

7. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)

(22)

Dalam membahas tujuan tugas perkembangan remaja, Pikunas (1976)

mengemukakan pendapat Luella Cole yang mengklasifikasikannya ke dalam

sembilan kategori, yaitu:

1. Kematangan emosional.

2. Pemantapan minat-minat hetero seksual

3. Kematangan sosial.

4. Emansipasi dari kontrol keluarga.

5. Kematangan intelektual.

6. Memilih pekerjaan.

7. Menggunakan waktu senggang secara tepat.

8. Memilih filsafat hidup.

9. Identifikasi diri.

2.3.6 Perkembangan masa remaja

Menurut Mappieare (dalam Dewi,H.E,2012), masa remaja berlangsung

antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai

dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi dua yakni 12/13

tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal dan usia 17/18 sampai

dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Pada umumnya usia ini adalah usia saat

remaja sedang duduk di bangku sekolah menengah.

Penggolongan remaja menurut Thomburg (Dalam Dewi,H.E,2012) terbagi

(23)

1. Remaja awal usia 13-14 tahun

Masa remaja dimana individu telah memasuki pendidikan di bangku

Sekolah menengah pertama (SMP).

2. Remaja tengah ( usia 15-17 tahun)

Masa remaja ini merupakan masa dimana individu duduk di Sekolah

Menengah Atas (SMA).

3. Remaja akhir ( usia 18-21 tahun)

Masa remaja pada usia ini umumnya individu sudah memasuki dunia

Referensi

Dokumen terkait

Dengan banyaknya hal-hal yang negatif yang terjadi pada seorang remaja akibat dari bermain game online dan minimnya kontrol diri seseorang, penulis ingin mengetahui bagaimana

Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Wakil Dekan 1 dan sebagai dosen validator instrumen penelitian penulis di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.. Ibu

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan kontrol diri dengan penggunaan game online pada remaja di SMA St.. Penelitian menggunakan desain korelasi dengan jumlah

online, namun apabila kontrol diri dalam remaja tersebut rendah, remaja tersebut dapat seharian bermain game tanpa melakukan aktivitas yang lain dan

Hubungan motif bermain game online dengan perilaku agresivitas remaja awal (studi kasus di warnet zerowings, kandela dan mutant di samarinda. Aplikasi SPSS untuk Analisa

5 Saya tidak akan lupa untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi diri saya saat sedang bermain game online.. 6 Saya akan memastikan terlebih

1) Peningkatan emosional pada masa remaja awal dikenal sebagai masa strom dan stress. Peningkatan emosional ini hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang

xi HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI TERHADAP GAME ONLINE ADDICTION PADA REMAJA Rinda Pratiwi1 Putri Pusvitasari2 INTISARI Latar Belakang: Masa remaja sebagai proses pencarian jati