BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum Desa Cuhai
Cuhai adalah desa yang ada di Kabupaten Lamandau. Tepatnya ada di
Kecamatan Lamandau. Desa Cuhai terletak di sebelah selatan kota Nanga Bulik,
kurang lebih 80 km atau kira-kira menempuh perjalanan darat sekitar 1 jam dari
kota Nanga Bulik (ibu kota Kabupaten Lamandau).
Adapun desa-desa yang berbatasan dengan Desa Cuhai adalah :
a. sebelah utara berbatasan dengan Desa Tanjung Beringin
b. sebelah selatan berbatasan dengan Desa Karang Taba
Menurut catatan dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamandau tahun
2011/2012 jumlah penduduk di Desa Cuhai berjumlah 260 orang. Yang terdiri
dari 124 orang laki-laki dan 136 orang perempuan. Masyarakat umumnya bermata
pencaharian sebagai petani dengan persentasi 90% : 10% sisanya dibagi menjadi
macam pekerjaan yaitu PNS, pedagang, buruh dan lain-lain. Jadi sebagian besar
penduduknya adalah petani. Warga Desa Cuhai juga mayoritas beragama Katolik
dengan persentase 95% warganya beragama Katolik dan 5% beragama non
Katolik.
Sarana dan prasarana yang ada di Desa Cuhai meliputi :
a. sarana transportasi dengan menggunakan angkutan umum (bus atau
travel) dengan dilewatinya jalur Nanga Bulik-Kudangan maupun
b. sarana pemerintahan 1 kantor balai desa
c. sarana olahraga terdapat 1 buah lapangan bola volley
d. pelayanan keamanan terdapat 1 unit pos kamling
e. sarana kesehatan terdapat 1 unit Polindes dan 1 unit Posyandu
f. sarana pendidikan dengan jumlah sekolah dasar (SD) 1 buah
B. Upacara Tewah
Upacara Tewah adalah upacara ritual kematian yang secara umum
dilaksanakan masyarakat Lamandau terutama yang masih memeluk agama
Kaharingan. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti pelaksanaan upacara
Tewah yang ada di Desa Cuhai. Tewah adalah upacara yang bertujuan
mengantarkan arwah orang yang meninggal menuju alam akhirat atau sorga
(Sebayan Bosar Surga Dalam). Hal ini dilakukan sebagai ungkapan balas budi
(tidak merasa mempunyai hutang) terhadap orang tersebut semasa hidupnya.
Artinya orang yang di-Tewah-kan harapannya supaya dalam perjalanannya
menuju sorga tidak memiliki halangan atau rintangan (menuju neraka). Bisa
dikatakan juga upacara Tewah dilaksanakan untuk menyudahi rasa duka terhadap
yang meninggal.
Upacara Tewah sendiri memiliki 2 jenis, yaitu :
1. Tewah Karambaro, adalah jenis upacara Tewah yang pelaksanaan
upacaranya langsung diadakan ketika orang tersebut meninggal
2. Tewah, adalah jenis upacara Tewah yang pelaksanaanya menunggu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Hal ini dilakukan karena harus
menunggu biaya atau dana yang diperlukan dalam pelaksanaan
upacara tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti jenis upacara Tewah
Karambaro sebagai objek yang akan diteliti.
C. Pelaku upacara Tewah
Yang terlibat dalam upacara Tewah diantaranya ialah:
1. Kepala Desa
Kepala desa adalah orang yang dianggap sebagai sesepuh desa. Di
Desa Cuhai orang yang diangkat sebagai kepala desa adalah orang yang
dipilih oleh penduduk di Desa Cuhai sendiri. Kepala desa adalah orang
yang paling mengerti seluk beluk desa dan juga pemimpin-pemimpin
ritual di desa.
Tugas kepala desa dalam upacara Tewah biasanya lebih banyak
mengurusi perijinan dalam pelaksanaan upacara Tewah. Ijin-ijin
tersebut biasanya ditujukan kepada Dinas Pariwisata, Kepolisian, dan
pengurus adat daerah. Dalam penelitian ini peneliti mendapatkan
kesempatan unik, karena upacara Tewah yang dilaksanakan adalah
2. Demang atau Domang
Demang atau Domang adalah orang yang memimpin doa dan
upacara Tewah. Tetapi tidak hanya upacara Tewah saja, melainkan
upacara tradisional yang lainnyayang berkepentingan untuk desa.
Misalnya orang melahirkan, pernikahan, menempati rumah baru,
memulai bertaman atau berladang, memulai panen, dan tentu saja
upacara kematian.
Di Desa Cuhai dan secara umum desa-desa lainnya di Kabupaten
Lamandau menjadi Demang atau Domang biasanya berdasarkan
keturunan.
3. Bukung
Setiap pelaksanaan upacara Tewah biasanya kita akan menemui
orang-orang menari, dengan memakai topeng, memukulkan tongkat
bambu ke tanah atau ke lantai dan biasanya dipengaruhi dalam kadar
alkohol (mabuk).
Bukung di dalam upacara Tewah diibaratkan sebagai “kuli”,
artinya bukung ini bertujuan mengantar bantuan dari warga masyarakat
sekitar. Yang bertugas menjadi bukung biasanya masyarakat sekitar,
bisa teman atau keluarga arwah semasa hidupnya.
4. Peserta Upacara Tewah
Peserta upacara Tewah adalah sebagian besar warga masyarakat di
Desa Cuhai yang hadir dan secara sukarela membantu berbagai macam
dicatat, dana upacara Tewah tidak selalu dari keluarga duka,
sumbangan dari para warga pun banyak membantu.
Sumbangan tersebut berupa, uang, babi, beras, beras pulut (beras
ketan), tuak (minuman tradisional masyarakat Dayak), tapih (sarung),
dan lain sebagainya.
D. Peralatan upacara Tewah
1. Binatang sebagai korban upacara
Dalam upacara Tewah binatang-binatang yang biasanya akan
digunakan dalam persembahan atau korban upacara adalah :
a. Kerbau
b. Sapi
c. Babi
d. Ayam
Binatang-binatang ini harus tersedia pada saat upacara dimulai,
dari ke-empat binatang ini yang sulit dicari adalah kerbau karena jarang
sekali ada yang memeliharanya. Untuk sapi dan binatang lainnya tidak
begitu sulit mencarinya, karena lumayan banyak yang memeliharanya.
2. Perlengkapan musik
Sebelum upacara dimulai alat-alat yang dibutuhkan untuk
persiapan musikalnya adalah: tawak (gong besar), kelinangan (gong kecil),
alat musik tradisional yang dipakai dalam upacara Tewah dan tidak boleh
tidak ada.
3. Jarau
Jarau adalah bentuk sumbangan yang secara sukarela dari para
warga masyarakat. Dibuat dari batang buluh (bambu) dan dikaitakan
berbagai macam keperluan rumah tangga, seperti ember, kain tapih
(sarung), geder (baskom besar), tuak (minuman tradisional), dan lain
sebagainnya.
E. Prosesi Upacara Tewah 1. Tahap persiapan
Dalam upacara Tewah perlu adanya persiapan yang matang yaitu
persiapan dalam menyediakan sarana dan prasarananya agar nanti dalam
upacara tidak ada hambatan berupa kurangnya sarana yang digunakan.
Orang yang menyediakan sarana ini adalah warga di Desa Cuhai baik tua,
muda laki-laki dan perempuan.
2. Pelaksanaan upacara Tewah
Kepastian pelaksanaan Upacara Tewah akan diketahui apabila
ketika keluarga duka berunding apakah akan langsung melaksanakan
upacara Tewah sekaligus pemakaman (Tewah Karambaro) atau hanya
dimakamkan terlebih dahulu dan upacara Tewah-nya menyusul kemudian
hari.
Berhubung peneliti mendapatkan kesempatan meneliti Tewah
dalam skripsi ini pelaksanaan Tewah dilaksanakan langsung dengan
pemakaman.
a. Hari Pertama
Apabila terjadi kematian dalam daerah tersebut, baik karena sakit
atau mengalami kecelakaan, maka dengan seketika keluarga akan
berupaya menyebarkan berita kematian itu kepada seluruh masyarakat.
Setelah diketahui kabar bahwa yang meninggal akan dilaksanakan
upacara Tewah, anggota keluarga kemudian menetapkan panitia
pelaksanaanya upacara Tewah. Dalam kepanitian tersebut sudah di atur
sedemikian rupa tentang tugas-tugas apa saja yang akan dilaksanakan.
b. Hari Kedua
a). Pemakaman
Di hari ke-2 ini kegiatannya ada dua: pertama adalah mengantar
jenazah ke pemakaman untuk dimakamkan, kedua pelaksanaan upacara
Tewah.
Pukul 12.00 WIB warga Desa Cuhai mulai berduyun-duyun ke
rumah duka untuk mengantarkan jenazah ke pemakaman. Setelah
proses pemakaman dilaksanakan para warga kembali ke rumah
masing-masing. Mereka akan meyiapkan buah jarau yang akan di bawa
kerumah duka pada malam harinya dalam prosesi upacara Tewah.
Sedangkan pemilik rumah duka sekembalinya mereka akan
“membersihkan” rumah, yaitu membersihkan tempat dan barang-barang
tempat dan barang-barang peninggalannya. Artinya adalah, rumah
tersebut selama beberapa hari menyimpan jenazah dan harus
dibersihkan agar rumah tersebut jauh dari segala marabahaya. Domang
disini akan meyimbolkan darah ayam sebagai proses pembersihan
rumah atau biasanya dikenal dengan melakukan kegiatan Sangkolan.
b). Pelaksanaan upacara Tewah
Ketika malam hari sudah tiba, kira-kira pukul 20.00 WIB para
warga masyarakat beserta tokoh-tokoh adat kembali kerumah duka
untuk melaksanakan Upacara Tewah. Para warga tidak lupa membawa
buah Jarau mereka masing-masing. Setelah semuanya berkumpul di
rumah duka, akan dilaksanakan proses penyerahan buah Jarau dengan
menggunakan bahasa-bahasa adat. Disinilah proses utama upacara
Tewah dilaksanakan dengan memotong buah Jarau. Sebelum
pemotongan buah jarau akan dilaksanakan kegiatan menari dan berdoa
dalam bahasa adat. Setelah semua prosesi Tewah dilaksanakan kegiatan
utama upacara Tewah telah selesai, biasanya akan berakhir dengan
mengganjan (menari suka ria).
c. Acara makan bersama
Sesudah acara doa dan pemotongan jarau dilaksanakan maka acara
akan dilanjutkan dengan makan bersama seluruh peserta upacara
Tewah. Warga yang mengikuti acara makan bersama memakan
hidangan yang telah disiapkan oleh empunya rumah duka. Setiap warga
d. Penutupan
Setelah selesai menikmati makanan yang ada dan karena malam
semakin larut para warga pun pulang ke rumah masing-masing, tetapi
masih ada pula warga yang masih tinggal di rumah duka, biasanya para
pemuda yang ingin menghabiskan malam dengan meminum tuak.
Dengan inipun secara tidak langsung upacara Tewah sudah berakhir.
F. Makna Upacara Tewah
Makna penting dalam pelaksanaan upacara Tewah dapat dilihat dari
berbagai aspek, diantaranya adalah:
1. Dalam kehidupan sosial
Kehidupan masyarakat Desa Cuhai diwarnai oleh sikap solidaritas
warganya, karena situasi sosial menuntut perlunya sikap kebersamaan
dalam menghadapi tantangan hidup. Gotong royong merupakan salah
satu ciri masyarakat Cuhai yang semua kegiatan upacaranya
dilaksanakan secara gotong royong.
Pelaksanaan upacara Tewah merupakan kegiatan yang selalu
mengedepankan sikap maupun perilaku kegotong royongan, kerukunan
tanpa memandang status sosial, pendidikan dan sebagainnya. Hal ini
dapat dibuktikan dalam pelaksanaan atau penyelenggaraan upacara ini
semua warga masyarakat dengan antusias mengikuti jalannya upacara
sehingga dapat memperat hubungan sosial antar warga masayarakat
Ada kepercayaan dikalangan masyarakat bahwa terdapat
kekuatan-kekuatan yang sifatnya gaib dan memiliki pengaruh terhadap tempat
tinggalnya sehingga mendorong warga untuk melakukan
upacara-upacara tertentu (dalam hal ini upacara-upacara Tewah), yaitu upacara-upacara untuk
melakukan komunikasi dengan penguasa alam dan dilakukan dalam
waktu tertentu. Dalam pelaksanaanya upacara Tewah melibatkan
seluruh warga masyarakat, yaitu masyarakat Desa Cuhai.
Dengan demikian jelas bahwa upacara Tewah mempunyai maksa
sebagai pemersatu atau jembatan antara manusia untuk menjalin suatu
hubungan sosial yang dapat menumbuhkan persatuan dan persaudaraan
dalam kehidupan bermayarakat.
2. Dalam membina kerukunan hidup
Upacara Tewah dilihat dari persiapan tampak mereka membina
kesatuan dan persatuan masyarakat Desa Cuhai dan juga mereka
bersatu tanpa memandang status sosial. Tumpuan rukun adalah
menjaga agar keselarasan tetap terjaga, konflik-konflik harus dijaga
agar tidak meletus secara terbuka. Prinsip rukun mendorong masyarakat
Desa Cuhai mengembangkan rasa solidaritas. Keluarga akan menolong
keluarga lain yang berada dalam kesulitan. Prinsip rukun sebagai
pranata sosial adalah nilai potensial sebagai prinsip pengatur hubungan
yang harmonis antar warga.
Sebelum diadakan upacara Tewah, terlebih dahulu diadakan
pembentukan panitia. Upacara Tewah di Desa Cuhai merupakan
jembatan antar manusia untuk menjalin hubungan sosial yang dapat
menumbuhkan keakraban sehingga dapat terpelihara dan terjalin
dengan baik sampai sekarang.
4. Sebagai sarana meningkatkan penghayatan terhadap nilai-nilai luhur
budaya sosial
Upacara Tewah merupakan salah satu aset Kabupaten Lamandau.
Hal ini memiliki arti penting untuk diketengahkan dan ikut
memperkaya bangsa Indonesia dalam melestarikan kebudayaan sendiri.
Kebudayaan daerah berperan sebagai masukan dalam pengembangan
budaya nasional.
5. Sebagai sarana meningkatkan penghayatan terhadap nilai-nilai sejarah
dan budaya
Kegiatan upacara Tewah terdapat nilai-nilai budaya yang
merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang patut kita
banggakan dan pertahankan. Adapun nilai-nilai budaya yang terdapat
dalam upacara Tewah adalah nilai ke-gotong royong-an, saling
menolong, sikap ramah tamah, saling menghormati, dan mengasihi
antar warga masyarakat.
6. Gotong royong
Gotong royong merupakan suatu sikap rela membantu terhadap
meringankan beban baik pekerjaan maupun beban kebutuhan yang
bernilai ekonomis. Gotong royong dilakukan oleh masyarakat Desa
Cuhai memiliki kesamaan dengan nilai-nilai budaya daerah, hal ini
mencerminkan adanya bentuk solidaritas yang menjadi pertanda
terdapatnya unsur kesamaan. Dengan adanya upacara Tewah, dapat
dihayati dan dirasakan ke-gotong royong-an sehingga beban yang berat
dapat terselesaikan dengan ringan. Oleh karena itu sikap ke-gotong
royong-an merupakan hal penting untuk ditingkatkan dalam
masyarakat.
7. Membina Solidaritas Masyarakat Desa Cuhai
Di jaman yang sudah modern saat ini, teknologi canggih, dan
banyaknya budaya-budaya luar yang masuk ke dalam sendi-sendi
kehidupan bermayarakat dan berbudaya di Indonesia membuat rasa
solidaritas menjadi salah satu elemen penting dalam menjaga kearifan
lokal bangsa Indonesia. Upacara Tewah menjadi salah satu alat untuk
menjaga rasa solidaritas dalam bermasyarakat tetap dapat hidup dan
lestari.
Desa Cuhai mengajarkan bahwa rasa solidaritas yang mereka
tunjukan adalah hal paling penting dalam menjaga keharmonisan dalam
hidup bermayarakat. Para warga datang dan membantu keluarga duka
tanpa ada paksaan, mereka datang secara spontanitas dan tulus dari