KEEFEKTIFAN MEDIA FLASH CARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK
TUNAGRAHITA CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK KELAS III DI SEKOLAH LUAR BIASA
NEGERI I BANTUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Priana Anis Safitri NIM 11103244050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
i
KEEFEKTIFAN MEDIA FLASH CARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK
TUNAGRAHITA CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK KELAS III DI SEKOLAH LUAR BIASA
NEGERI I BANTUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Priana Anis Safitri NIM 11103244050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
iii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.
Yogyakarta, Juli 2015 Yang Menyatakan
v MOTTO
“Belajar membaca bagaikan menyalakan api, setiap suku kata yang di eja akan menjadi percik yang menerangi.” (C. S. Lewis)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan bahagia dan penuh rasa syukur kehadirat Allah Subhaanahu Wa Ta’ala, karya ini penulis persembahkan sebagai tanda pengabdian yang tulus dan cinta kasih untuk :
1. Kedua Orangtua saya yang selalu berharap kepada penulis untuk menempuh dan menyelesaikan hingga pendidikan tinggi: Bapak Supriyadi dan Ibu Nok Aniyah.
vii
KEEFEKTIFAN MEDIA FLASH CARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK
TUNAGRAHITA CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK KELAS III DI SEKOLAH LUAR BIASA
NEGERI I BANTUL Oleh
Priana Anis Safitri NIM 11103244050
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan media flash card untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak tunagrahita cerebral palsy tipe spastik kelas III Sekolah Dasar di SLB Negeri 1 Bantul.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan Single Subject Research (SSR) dengan desain A-B-A’. Subjek penelitian merupakan anak tunagrahita cerebral palsy tipe spastik kelas III, yakni FNP. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, tes dan observasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan ditampilkan dengan bentuk tabel dan grafik. Komponen yang dianalisis yaitu analisis dalam kondisi meliputi panjang kondisi, estimasi kecenderungan arah, kecenderungan stabilitas, jejak data, level stabilitas dan rentang, serta perubahan level.
Hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan media flash card efektif untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak tunagrahita cerebral palsy tipe spastik kelas III di SLB Negeri 1 Bantul. Keefektifan tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya persentase keberhasilan dan terjadi penurunan pada durasi waktu pengerjaan tes kemampuan membaca permulaan pada fase baseline-1 (A), intervensi (B), dan baseline-2 (A’). Peningkatan persentase keberhasilan dari baseline-1 hingga baseline-2 yaitu 36%. Pada baseline-1 stabil yaitu 46%, kemudian persentase keberhasilan meningkat pada intervensi dari pertemuan pertama sampai keenam yaitu 52%-79%, sedangkan pada baseline-2 persentase keberhasilan menjadi 82%.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan selama ini, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Keefektifan Media Flash Card Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Pada Anak Tunagrahita Cerebral Palsy Tipe Spastik Kelas III Di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul” dapat terselesaikan dengan baik.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan uluran tangan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dalam membantu terselesaikannya laporan ini, antara lain:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas bagi penulis untuk menimba ilmu dari masa awal studi sampai dengan terselesaikannya tugas akhir skripsi ini.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa yang telah memberikan ijin penelitian. 4. Ibu Dra. Purwandari, M. Si., selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang sangat membantu dalam pembuatan tugas akhir skripsi ini.
5. Drs. Heri Purwanto selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan, pembinaan dan bimbingan selama masa studi penulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah bersedia memberikan bimbingan dan menularkan ilmunya kepada penulis.
ix
8. Kepala SLB Negeri 1 Bantul Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian, pengarahan, dan kemudahan agar penelitian dan penulisan skripsi ini berjalan dengan lancar.
9. Ibu Sriwiji, S. Pd. selaku guru kelas III SD di SLB Negeri 1 Bantul Yogyakarta yang membantu penulis dalam melakukan penelitian.
10.Seluruh Guru dan karyawan SLB Negeri 1 Bantul Yogyakarta atas dukungan dan semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
11.Siswa kelas III SLB Negeri 1 Bantul Yogyakarta yang telah membantu penulis selama penelitian.
12.Kedua Orangtuaku, adikku tercinta Rezi Ahmad Zaeni dan Prahma Adi Harja, S. T. terimakasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan.
13.Sahabat-sahabat saya selama berada di Yogyakarta, Eny, Inike, Melina, Okta, Ratna, Nina dan Yunita yang selalu memberikan motivasi untuk tetap semangat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini, terima kasih segala waktunya selama bersama.
14.Teman-teman PLB 2011 yang selalu mendukung dan memberikan semangat serta doa yang telah diberikan.
15.Semua pihak yang telah menyumbangkan pemikiran dan motivasinya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Segala saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan bagi penulis demi kemajuan dimasa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua.
Yogyakarta, Juli 2015 Penulis,
x DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL. ... xiii
DAFTAR GAMBAR. ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah. ... 7
C. Batasan Masalah. ... 7
D. Rumusan Masalah. ... 8
E. Tujuan Penelitian. ... 8
F. Manfaat Penelitian. ... 8
G. Definisi Operasional. ... 9
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Anak Tunagrahita ... 12
B. Kajian Tentang Anak Cerebral Palsy ... 14
1.Pengertian Anak Cerebral Palsy. ... 14
2.Pengertian Anak Cerebral Palsy tipe Spastik ... 16
3.Karakteristik Anak Cerebral Palsy. ... 17
xi
5.Dampak Cerebral Palsy. ... 25
C. Kajian Tentang Kemampuan Membaca Permulaan. ... 27
1.Pengertian Membaca Permulaan . ... 28
2.Tujuan Membaca Permulaan ... 29
3.Proses Membaca. ... 31
4.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca... 32
D. Kemampuan Membaca Permulaan Pada Anak Cerebral Palsy. ... 35
E. Kajian Tentang Media Pembelajaran. ... 36
1.Pengertian Media Pembelajaran. ... 36
2.Fungsi Media Pembelajaran. ... 37
3.Jenis Media Pembelajaran. ... 38
F. Kajian Tentang Media Flash Card. ... 39
1.Pengertian Media Flash Card. ... 39
2.Kelebihan dan Kekurangan Media Flash Card. ... 41
3.Manfaat Media Flash Card. ... 43
4.Cara Penggunaan Media Flash Card... ... 44
G. Hasil Penelitian yang Relevan. ... 46
H. Kerangka Pikir. ... 48
I. Hipotesis Tindakan. ... 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 51
B. Jenis Penelitian ... 51
C. Desain Penelitian. ... 52
D. Prosedur Penelitian. ... 55
E. Tempat dan Waktu Penelitian. ... 61
F. Subyek Penelitian. ... 62
G. Variabel Penelitian. ... 64
H. Setting Penelitian. ... 64
I. Teknik Pengumpulan Data. ... 65
J. Instrumen Penelitian. ... 67
xii
L. Analisis Data. ... 74
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 81
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 83
C. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 85
1. Deskripsi Baseline-1 (Kemampuan Awal Sebelum Dilakukan Intervensi) .... 85
2. Deskripsi Pelaksanaan Intervensi (Saat Pemberian Treatment) ... 92
3. Deskripsi baseline-2 (Kemampuan Akhir Tanpa Diberikan Intervensi) ... 104
4. Deskripsi Hasil Observasi Pelaksanaan Intervensi ... 110
D. Analisis Data ... 112
1. Persentase Keberhasilan ... 112
2. Durasi Waktu ... 129
E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 155
F. Keterbatasan Penelitian ... 139
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 141
B. Saran ... 142
DAFTAR PUSTAKA . ... 143
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Waktu Dan Kegiatan Penelitian ... 62
Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen Wawancara ... 68
Tabel 3. Kisi-Kisi Pedoman Tes Kemampuan Membaca Permulaan ... 69
Tabel 4. Kisi-kisi Pedoman Observasi (checklist)... 73
Tabel 5. Data Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan Subjek FNP Pada Baseline-1. ... 80
Tabel 6. Data Hasil Subjek FNP Dalam Pengerjaan Tes Kemampuan Membaca Permulaan Pada Intervensi Ke-1 ... 94
Tabel 7. Data Hasil Subjek FNP Dalam Pengerjaan Tes Kemampuan Membaca Permulaan Pada Intervensi Ke-2 ... 96
Tabel 8. Data Hasil Subjek FNP Dalam Pengerjaan Tes Kemampuan Membaca Permulaan Pada Intervensi Ke-3 ... 97
Tabel 9. Data Hasil Subjek FNP Dalam Pengerjaan Tes Kemampuan Membaca Permulaan Pada Intervensi Ke- ... 98
Tabel 10. Data Hasil Subjek FNP Dalam Pengerjaan Tes Kemampuan Membaca Permulaan Pada Intervensi Ke-5 ... 99
Tabel 11. Data Hasil Subjek FNP dalam Pengerjaan Tes Kemampuan Membaca Permulaan pada Intervensi ke-6... 100
Tabel 12. Data Hasil Persentase Keberhasilan Subjek FNP Dalam Tes Kemampuan Membaca Permulaan Pada Fase Intervensi ... 101
Tabel 13. Data Hasil Durasi Waktu Subjek FNP Mengenai Kemampuan Membaca Permulaan Pada Fase Intervensi ... 103
Tabel 14. Data Hasil Persentase Keberhasilan Subjek FNP Dalam Tes Kemampuan Membaca Permulaan Pada Fase Baseline II ... 106
Tabel 15. Data Akumulasi Persentase Keberhasilan Subjek Fnp Pengerjaan Tes Kemampuan Membaca Permulaan ... 106
Tabel 16. Data Akumulasi Durasi Waktu Subjek PADA Pengerjaan Tes Kemampuan Membaca Permulaan ... 109
Tabel 17. Data Hasil Persentase Keberhasilan Subjek FNP Dalam Tes Kemampuan Membaca Permulaan Pada Fase Baseline I- Intervensi - Baseline II. ... 113
xiv
Tabel 20. Analisis Dalam Kondisi Pada Komponen Kecenderungan
Stabilitas Grafik. ... 120 Tabel 21. Analisis Dalam Kondisi Pada Komponen Jejak Data Pada Grafik. .. 121 Tabel 22. Analisis Dalam Kondisi Pada Komponen Level Stabilitas Dan
Rentang Data Pada Grafik. ... 122 Tabel 23. Analisis Dalam Kondisi Pada Komponen Perubahan Level Data
Pada Grafik. ... 123 Tabel 24. Rangkuman Hasil Analisis Antarkondisi ... 125 Tabel 25. Perkembangan Durasi Waktu Dalam Mengerjakan Tes
Kemampuan Membaca Permulaan Subjek ... 129 Tabel 26. Data Akumulasi Hasil Analisis Dalam Kondisi Durasi Waktu
Mengerjakan Tes Kemampuan Membaca Permulaan ... 130 Tabel 27. Data Akumulasi Hasil Analisis Antarkondisi Durasi Waktu
xv
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 1. Grafik Desain A-B-A’ ... 53 Gambar 2. Grafik Persentase Keberhasilan Tes Kemampuan Membaca
Permulaan Pada Baseline-1 ... 90 Gambar 3. Display Durasi Waktu Pengerjaan Tes Kemampuan Membaca
Permulaan Subjek FNP Pada Baseline-1 ... 91 Gambar 4. Display Data Persentase Keberhasilan Tes Kemampuan Membaca
Permulaan Subjek FNP Pada Fase Intervensi 1-6 ... 102 Gambar 5. Display Durasi Waktu Keberhasilan Tes Kemampuan Membaca
Permulaan Subjek Penelitian Pada Fase Intervensi 1-6 ... 103 Gambar 6. Grafik Perbandingan Persentase Keberhasilan Tes Kemampuan
Membaca Permulaan Pada Fase Baseline I (A) – Intervensi (B)
– Baseline Ii (A’) ... 108 Gambar 7. Display Durasi Waktu Keberhasilan Tes Kemampuan Membaca
Permulaan Subjek Penelitian Pada Fase Baseline1-, Intervensi
Dan Baseline-2 ... 109 Gambar 8. Grafik Persentase Keberhasilan Tes Kemampuan Membaca
Permulaan Pada Fase Baseline I (A) – Intervensi (B) –
Baseline II (A’) ... 114 Gambar 9. Display Perkembangan Durasi Dalam Mengerjakan Tes
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Panduan Observasi Akademik Aspek Membaca Dan Menulis .... 147
Lampiran 2. Hasil Observasi Akademik Aspek Membaca Dan Menulis ... 152
Lampiran 3. Instrumen Wawancara ... 158
Lampiran 4. Hasil Wawancara ... 159
Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 161
Lampiran 6. Surat Keterangan Uji Validitas ... 165
Lampiran 7. Panduan Observasi Pada Sesi Intervensi ... 167
Lampiran 8. Hasil Observasi Pada Sesi Intervensi ... 169
Lampiran 9. Instrumen Tes Kemampuan Membaca Permulaan ... 181
Lampiran 10. Kunci Jawaban dan Cara Pemberian Skor ... 184
Lampiran 11. Hasil Tes Lisan dan Tertulis Kemampuan Membaca Permulaan . 188 Lampiran 12. Pedoman Observasi Pencatatan Durasi Waktu Pengerjaan Tes Kemampuan Membaca Permulaan ... 224
Lampiran 13. Rekapitulasi Hasil Observasi Pencatatan Durasi Waktu Pengerjaan Tes Kemampuan Membaca Permulaan ... 225
Lampiran 14. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan ... 228
Lampiran 15. Foto Kegiatan ... 233
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tunagrahita merupakan kata lain dari retardasi mental (mental
retardation). Arti tuna itu sendiri adalah merugi, sedangkan arti grahita
adalah pikiran. Anak tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya
jauh di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan
ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Seorang anak dikatakan menyandang
tunagrahita apabila perkembangan dan pertumbuhan mentalnya dibandingkan
anak normal yang sebaya memerlukan pendidikan khusus, latihan khusus,
bimbingan khusus supaya mentalnya dapat berkembang seoptimal mungkin
(Sutratinah Tirtonegoro,1995: 4). Salah satu bagian dari anak tunagrahita
yang masih dapat menerima suatu pembelajaran akademik sederhana yaitu
anak tunagrahita tingan.
Anak tunagrahita ringan memiliki tingkat kecerdasan (IQ) berkisar 50-70
( Mumpuniarti, 2007: 13). Identifikasi yang dapat dilakukan kepada anak
tunagrahita ringan bukan melalui ciri fisik yang ia miliki melainkan melalui
hambatan yang dimiliki ketika belajar akademik. Menurut Mumpuniarti
(2003: 23) karakteristik fisik yang dimiliki oleh anak tunagrahita ringan
umumnya tidak akan menampilkan perbedaan yang signifikan dengan anak
normal yang sebaya dengannya.Kemampuan berfikir sangat diperlukan dalam
2
intelektual yang dimiliki oleh anak tunagrahita ringan menyebabkan mereka
mengalami hambatan dalam kemampuan berfikirnya, sehingga anak
tunagrahita ringan memiliki prestasi belajar yang rendah di banding anak
normal sebayanya.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap guru
kelas III jenjang sekolah dasar di SLB Negeri 1 Bantul, bahwa salah satu
siswa merupakan anak tunagrahita yang disertai dengan cerebral palsy tipe
spastik mengalami permasalahan pembelajaran dalam aspek membaca. selain
itu, siswa memiliki tingkat kecerdasan (IQ) yaitu 70. Tingkat kecerdasan (IQ)
70 merupakan anak hambatan mental atau tunagrahita kategori ringan. siswa
tersebut selain mengalami tunagrahita juga mengalami cerebral palsy tipe
spastik. Anak cerebral palsy pada umumnya merupakan anak yang
mengalami kelainan pada anggota gerak. Cerebral palsy termasuk salah satu
klasifikasi dari tunadaksa. Cerebral palsy adalah gangguan-gangguan dari
fungsi motorik yang disebabkan kerusakan otak, sebelum, selama, dan
sesudah lahir. Gangguan tersebut memberi akibat pada bagian-bagian tubuh
baik keduanya, tunggal, atau kombinasi(Mumpuniarti, 2001:92). Dengan kata
lain Cerebral Palsy atau orang sering menyebut dengan singkatan CP, dapat
diartikan secara sederhana yaitu anak yang memiliki kelumpuhan otak.
Kelumpuhan atau kelayuhan otak memberi dampak yang beragam, dampak
tersebut berupa beberapa gejala yang menghambat mobilitas, koordinasi,
kecerdasan, persepsi, dan komunikasi. Penyebab pasti dari sebagian besar
3
cerebral palsydari masalah selama kehamilan di mana otak rusak atau tidak
berkembang secara normal.
Anak cerebral palsykelainannya terletak pada sistem syaraf pusat (otak
dan sumsum tulang belakang). Menurut Musjafak Assjari (1995: 66-68) Anak
cerebral palsy mempunyai karakteristik diantaranya : 1) mengalami
gangguan fungsi motorik, 2) anak cerebral palsy sering juga ditemui yang
menderita gngguan sensoris, seperti kelainan penglihatan, pendengaran, dan
kemampuan kesan gerak dan raba, 3) tingkat kecerdasan yang berentang,
mulai dari tingkat yang dasar, yaitu idiocy sampai gifted, 4) anak cerebral
palsy mengalami gangguan persepsi, 5) mengalami gangguan atau
keterbatasan dalam kemampuan kognisi, 6) otot bicara yang lumpuh atau
kaku mengakibatkan anak mengalami gangguan bicara, dan 7) penyesuaian
sosial anak cerebral palsy tidak menyenangkan.
Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang mendukung
anak dalam kegiatan belajar terutama pada kemampuan membaca. Anak
tunagrahita cerebral palsy tipe spastik akan memperoleh informasi, ilmu
pengetahuan serta pengalaman-pengalaman baru dengan cara membaca.
Semua yang diperoleh melalui bacaan itu akan memungkinkan orang tersebut
mampu mempertinggi dayapikirannya, mempertajam pandangannya, dan
memperluas wawasannya. Dengan demikian maka kegiatan membaca
merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh siapapun yang ingin maju
dan meningkatkan diri. Oleh sebab itu, peran guru mengajarkan membaca di
4
Kemampuan membaca dibutuhkan pula oleh penderita cerebral palsy,
karena menurut Glenn Doman (seorang peneliti dan ahli bedah otak), “sel
otak anak normal dengan anak yang memiliki cedera otak tidak ada bedanya”.
Dengan demikian semua anak yang mengalami cedera otak dapat diajari
membaca seperti halnya anak normal karena otak anak yang mengalami
cedera apabila diasah terus menerus akan menghasilkan seperti anak normal
pada umumnya
.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti pada anak
tunagrahita cerebral palsy tipe spastik kelas III di SLB N 1 Bantul saat
melakukan PPLdiperoleh hasil bahwa subjek mengalamihambatan
intelektual, spastik pada kedua kaki dan tangan kiri. Dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia khususnya aspek membaca, anak belum mampu membaca
kata sederhana atau kata yang berpola KVKV (
Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal).Anak membutuhkan waktu yang lama untuk membaca kata. Anak
mampu menghafal huruf abjad a-z, namun saat anak diminta untuk
menunjukkan huruf pada papan huruf a-z anak masih mengalami kesulitan.
Dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia anak hanya menulis yaitu
menyalin dan mendengarkan cerita untuk memahami karakteristik tokoh
dalam cerita, anak belum mampu untuk membaca. Dalam proses
pembelajaran anak kurang fokus atau konsentrasi saat pembelajaran. Anak
lebih suka mengobrol atau berbicara kepada teman sebelahnya. Selain itu,
anak juga kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran, anak hanya mengikuti
5
diam dan tidak ada pertanyaan untuk guru. Dari hasil wawancara kepada
guru, anak mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi huruf, huruf a-z anak
belum mampu mengurutkan dengan baik. Media flash card yang belum
dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar terutama dalam aspek membaca
permulaan.Dalam proses pembelajaran guru menggunakan media yang
konkrit, misalnya benda yang ada dalam kelas. Selain itu, buku paket
merupakan buku panduan guru saat memberikan materi kepada anak. Metode
yang digunakan dalam kegiatanbelajar mengajar yaitu metode ceramah. Anak
senang mendengarkan cerita dan anak melihat gambar-gambar yang ada
dalam cerita tersebut.
Berdasarkan masalah tersebut peneliti ingin membantu anak
tunagrahitacerbral palsy tipe spastik kelas III dalam meningkatkan
kemampuan membaca permulaan dengan menggunakan media flash card.
Dalam kegiatan belajar media sangatlah penting untuk membantu guru
menyampaikan materi dan mempermudah anak dalam memahami materi
yang disampaikan oleh guru.Menurut Abdorrakhman Ginting (2010:140)
Penggunaan media yang bervariasi merupakan salah satu upaya yang tepat
untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan belajar dan pembelajaran. Azhar
Arsyad (2011: 119-120) mengemukakan bahwa flash card adalah kartu kecil
yang berisi gambar, teks, atau tanda simbol yang mengingatkan dan
menuntun siswa kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu. Flash
cardbiasanya berukuran 8 x 12 cm, atau dapat disesuaikan dengan besar
6
binatang, dan sebagainya yang dapat digunakan untuk melatih siswa mengeja
dan memperkaya kosakata.Flash card dapat diperoleh dengan cara membeli
ataupun membuat sendiri. Flash card disesuaikan dengan tahap pengajaran
membaca yang akan dilakukan. Proses penggunaan media flash card
disesuaikan dengan kemampuan anak.
Dari masalah yang dialami anak, kemampuan membaca anak sangatlah
rendah. Anak belum mampu mengidentifikasi huruf secara baik. Oleh karena
itu, peneliti hanya berfokus memberikan pengajaran membaca permulaan
pada anak sampai dengan tahap kemampuan kosakata yaitu pada pengajaran
kata yang terdiri dari dua suku kata. Pengajaran membaca pada anak harus
didasarkan pada kebutuhan dan mempertimbangkan kemampuan anak agar
pembelajaran dapat terlaksana dengan apa yang diharapkan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka keefektifan media flash carduntuk
meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak tunagrahita cerebral
palsy tipe spastik perlu dibuktikan melalui sebuah penelitian. Oleh karena itu,
penulis berkeinginan mengadakan penelitian mengenai keefektifan media
flash card untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak
tunagrahita cerebral palsy tipe spastik kelas III di Sekolah Luar Biasa Negeri
7
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan beberapa
permasalahan sebagai beriku :
1. Rendahnya kemampuan siswa dalam mengidentifikasi huruf dan siswa
belum mampu membaca kata sederhana atau kata yang berpola KVKV (
Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal).
2. Media yang digunakan dalam proses pembelajaran kurang bervariasi,
sehingga anak kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran Bahasa
Indonesia.
3. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membaca kata sederhana.
Waktu yang dibutuhkan untuk membaca satu kata ± 3 menit dengan cara
di eja.
4. Penggunaan media flash card yang belum dilakukan dalam kegiatan
belajar mengajar terutama dalam aspek membaca permulaan.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis memberikan batasan
agar penelitian ini lebih spesifik. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah
“Rendahnya kemampuan siswa dalam mengidentifikasi huruf dan siswa
belum mampu membaca katasederhana atau kata yang berpola KVKV (
Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal), serta penggunaan media flash card yang
belum dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar terutama dalam aspek
8
D. Rumusan Masalah
Beradasarkan batasan masalah tersebut, maka rumusan masalah yang dapat
ditentukan adalah “Bagaimana keefektifan media flash card dalam
meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak
tunagrahitacerebral palsy tipe spastik kelas III di SLB Negeri 1 Bantul?”
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keefektifan media flash card untuk meningkatkan kemampuan
membaca permulaan pada anak tunagrahita cerebral palsy tipe spastik kelas
III di SLB Negeri 1 Bantul.
F. Manfaat Penelitian
Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini, yaitu
manfaat praktis dan manfaat teoritis :
1. Manfaat praktis
a. Bagi sekolah, memberikan masukan kepada sekolah dalam usaha
perbaikan proses pembelajaran, sehingga berdampak pada
meningkatkan mutu sekolah.
b. Bagi guru, dapat digunakan sebagai bahan masukan bahwa media
flash card dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam
9
c. Bagi siswa, meningkatkan kemampuan siswa sehingga dapat
mengembangkan potensi diri secara optimal, terutama hal membaca
pada mata pelajaran Bahasa Indonesia selanjutnya.
d. Bagi peneliti, peneliti ini memberikan berbagai pengetahuan mulai
dari mengidentifikasi kemampuan dan kebutuhan anak, menentukan
langkah yang tepat untuk dapat mengakomodasi kebutuhan tersebut
dan memberikan perlakuan yang sesuai.
2. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam penggunaan media
flash card untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada
anak tunagrahita cerebral palsy tipe spastik.
G. Definisi Operasional
1. Media Flash Card
Media Flash card dalam penelitian ini adalah kartu yang berisikan
kata atau gambar. Gambar yang digunakan yaitu gambar yang mudah
dipahami anak dan sesuai dengan aslinya. Media Flash cardterbuat dari
kertas ivory 230 gram dan berukuran 8 x 12 cm. Media ini terdiri dari
huruf baik vokal maupun konsonan, kata dengan pola KV (
konsonan-vokal), kata dengan pola VKV (vokal-konsonan-vokal) dan kata dengan
pola KVKV (konsonan-vokal-konsonan-vokal). Gambar hanya ada pada
10
vokal maupun konsonan dan kata dengan pola KV maupun VKV tidak
menggunakan gambar hanya tulisan berwarna.
Keefektifan media flash card di ukur dengan membandingkan
kemampuan membaca permulaan anak tunagrahita cerebral palsy tipe
spastikkelas III baik sebelum maupun setelah diberikan intervensi, serta
kemampuan membaca saat diberikan intervensi.
2. Kemampuan membaca permulaan
Membaca permulaan adalah suatu aktivitas untuk mengenalkan
rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa. Membaca ada dua yaitu
membaca permulaan dan membaca pemahaman. Membaca permulaan ini
dipelajari mempunyai tujuan agar siswa memiliki kemampuan memahami
dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang tepat. Selain itu, membaca
permulaan sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut.Peneliti ini hanya
berfokus pada pengajaran kata yang terdiri dua suku kata dengan pola
KVKV (Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal).
3. Siswa Tunagrahita Cerebral palsytipe Spastik
Anak tunagrahita atau yang sering disebut sebagai anak hambatan
intelektual ialah anak yang mengalami hambatan dibidang mental,
hambatan itu ditunjukkan dengan gejala keterbelakangan atau
keterlambatan perkembangan di banding dengan usia kronologisnya, serta
dibanding dengan anak usia sebaya yang menunjukkan keterlambatan
11
Anakcerebral palsytipe spastik akan mengalami kesulitan dalam
menggunakan otot- otot untuk bergerak. Hal ini disebabkan adanya
kekejangan pada otot, akibatnya gerakan tubuh terbatas dan lambat. Otot-
otot persendian akan menjadi kaku (stiff, contractur) kalau kurang
digerakkan, sehingga dapat mengganggu fungsi mobilisasi. Kekakuan
pada otot-otot organ bicara, seperti lidah, pita suara, dan rahang bawah
dapat menyebabkan kelainan dalam berbicara. Maka dari itu, pada anak
spastik akan mengalami hambatan ketika mereka mengungkapkan kalimat
12
BAB II KAJIAN TEORI
A.Kajian Tentang Anak Tunagrahita
Tunagrahita merupakan kata lain dari retardasi mental (mental
retardation). Arti tuna itu sendiri adalah merugi, sedangkan arti grahita adalah
pikiran. Anak tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh
dibawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan
ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Seorang anak dikatakan menyandang
tunagrahita apabila perkembangan dan pertumbuhan mentalnya dibandingkan
anak normal yang sebaya memerlukan pendidikan khusus, latihan khusus,
bimbingan khusus supaya mentalnya dapat berkembang seoptimal mungkin
(Sutratinah Tirtonegoro,1995: 4).Anak tunagrahita adalah individu yang
secara signifikan memiliki intelegensi dibawah intelegensi normal. Biasanya
anak tunagrahita memiliki kemampuan intelegensi (IQ) dibawah rata-rata dan
akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian perilaku. Hal ini berarti anak
tunagrahita tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran
(standard) kemandirian dan tanggung jawab sosial anak normal yang lainnya.
Anak tunagrahita juga akan mengalami masalah dalam keterampilan akademik
dan berkomunikasi dengan kelompok usia sebaya. Kemampuan adaptif
seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman,
13
adaptif seseorang. Anak tunagrahita kurang cakap dalam memikirkan hal-hal
yang bersifat abstrak.
Menurut Mumpuniarti (2007: 13) klasifikasi anak hambatan mental atau
tunagrahita sebagai berikut:
1. Hambatan mental ringan; tingkat kecerdasan (IQ) berkisar 50-70, dalam
penyesuaian sosial maupun bergaul, mampu menyesuaikan diri pada
lingkungan sosial yang lebih luas.
2. Hambatan mental sedang; tingkat kecerdasan (IQ) berkisar 30-50, mampu
melakukan keterampilan menugurus diri sendiri (self-helf); mampu
mengadakan adaptasi sosial di lingkungan terdekat; dan mampu
mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan atau bekerja di tempat
kerja terlindung (sheltered work-shop).
3. Hambatan mental berat dan sangat berat, mereka sepanjang kehidupannya
selalu tergantung bantuan dan perawatan orang lain. Tingkat kecerdasan
(IQ) kurang dari 30.
Sebagian cerebral palsy, sekitar 45% mengalami keterbelakangan mental dan
35% lagi mempunyai tingkat kecerdasan sedikit di bawah rata-rata (Musjafak
Assjari, 1995: 68). Kelumpuhan pada otak mengganggu fungsi kecerdasan, di
samping kemungkinan mengganggu pusat koordinasi gerak, sehingga kelainan
cerebral palsy terdiri tunagrahita dan gangguan koordinasi gerak. Anak kelas
III di SLB N 1 Bantul yang digunakan sebagai subjek peneliti merupakan anak
cerebral palsy tipe spastik yang disertai dengan hambatan intelektual. Dari
14
70. Tingkat kecerdasan (IQ) 70 merupakan anak hambatan mental atau
tunagrahita kategori ringan. Anak hambatan mental ringan usia
kecerdasan/mental (mental age/MA) berkembang tidak sejalan dengan
bertambahnya usia kronologis (chronologicalage/CA). Mereka mengalami
ketertinggalan 2 atau 5 tingkatan di bidang kognitif dibanding anak normal
yang usianya sebaya. Sehingga materi pembelajaran yang diberikan oleh guru
untuk anak cerebral palsy kelas III Di SLB N 1 Bantul menggunakan materi
kelas 1.
B.Kajian Tentang Anak Cerebral Palsy
1. Pengertian Anak Cerebral Palsy
“Cerebral palsy adalah gangguan-gangguan dari fungsi motorik yang
disebabkan kerusakan otak, sebelum, selama, dan sesudah lahir. Gangguan
tersebut memberi akibat pada bagian-bagian tubuh baik keduanya, tunggal,
atau kombinasi” ( Mumpuniarti, 2001:92). Dengan kata lain cerebral palsy
atau orang sering menyebut dengan singkatan CP, dapat diartikan secara
sederhana yaitu anak yang memiliki kelumpuhan otak. Kelumpuhan atau
kelayuhan otak memberi dampak yang beragam, dimana dampak tersebut
berupa beberapa gejala yang menghambat mobilitas, koordinasi,
kecerdasan, persepsi, dan komunikasi. Penyebab pasti dari sebagian besar
kasus CP tidak diketahui, tetapi banyak adalah hasil dari masalah selama
15
Cerebral palsy disebabkan oleh kerusakan bagian otak yang relatif
kecil yang mengakibatkan masalah pada tonus otot dan gerakan otot
(Taylor; Ronald; at all, 2009: 327).Cerebral palsy dapat juga diartikan
sebagai gangguan fungsi gerak yang diakibatkan olehkecelakaan, luka, atau
penyakit susunan syaraf yang terdapat pada ronggatengkorak. Istilah
cerebral palsy dimaksudkan untuk menerangkan adanya kelainan gerak,
sikap ataupun bentuk tubuh, gangguan koordinasi yang disertai dengan
gangguan psikologis dan sensoris yang disebabkan oleh adanya kerusakan
atau kecacatan pada masa perkembangan otak.
Cerebral palsy bukanlah sebuah penyakit yang menular, tidak progersif
dan tidak adanya remisi, namun hanya berpengaruh pada gerakan tubuh dan
koordinasi otot yang terhalangi karena cedera pada otak, seperti yang
dikatakan oleh Smith, Deborah, Tyler (2010: 305)
Cerebral palsy is not disease but, rather, a nonprogressive and noninfectious condition that affects body movement and muscle coordination.
Pernyatan tersebut menjelaskan bahwa cerebral palsy bukanlah
penyakit, melainkan suatu kondisi nonprogressive dan tidak menular yang
mempengaruhi gerakan tubuh dan koordinasi otot. Berdasarkan pendapat
diatas dapat ditarik kesimpulan cerebral palsy adalah suatu kondisi
kerusakan otak sehingga tonus otot bermasalah dan mengakibatkan
kelumpuhan, kelemahan, kekakuan, kurang koordinasi bahkan disfungsi
16
2. Pengertian Anak Cerebral Palsy Tipe Spastik
Menurut Sugiarmin (1996: 75-76) “Spastik menunjukkan gerakan
otot-otot yang mengalami kekejangan dapat terjadi baik pada sebagian gerakan
ataupun seluruhnya. Akibatnya gerakan terbatas dan lambat”. Penderita
cerebral palsy jenis ini terdapat kekakuan pada sebagian atau seluruh otot-
ototnya. Otot- otot persendian akan menjadi kaku (stiff, contractur) kalau
kurang digerakkan, sehingga dapat mengganggu fungsi mobilisasi.
Kekakuan pada otot- otot organ bicara, seperti lidah, pita suara, dan rahang
bawah dapat menyebabkan kelainan dalam berbicara. Maka dari itu, pada
anak spastik akan mengalami hambatan ketika mereka mengungkapkan
kalimat dan hal ini akan mengganggu proses pembelajaran. “Pada anak
cerebral palsytipe spastik kekejangan otot akan hilang atau berkurang pada
saat anak dalam keadaan tenang. Sebaliknya keadaan akan menguat apabila
keadaan anak terkejut, marah, takut dan sebagainya ( A. Salim Choiri,
1996: 23).
Anak cerebral palsy tipe spastik dapat dibedakan menjadi empat tipe,
yaitu : a) Spastik Hemiplegia yaitu kelumpuhan terjadi pada anggota gerak
di bagian yang sama (tangan dan kaki kanan atau tangan dan kaki kiri), b)
Spastik Paraplegia yaitu kelumpuhan terjai pada kedua kaki, c) Spastik
Diplegia yaitu kelumpuhan pada kedua tangan atau kedua kakinya, dan d)
SpastikQuadriplegia (tetraplegia) yaitu kelumpuhan pada keempat anggota
17
3. Karakteritik Anak Cerebral Palsy
Manusia adalah makhluk yang unik dengan ciri-ciri atau karakteristik
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Begitu juga dengan
karakteristik anak cerebral palsy. Karakteristik anak cerebral palsy dapat
dilihat dari ciri-ciri yang tampak pada anak cerebral palsy.
a. Karakteristik Anak Cerebral Palsy Secara Umum
Karakteristik utama yang dapat dilihat pada anak cerebral
palsyadalah adanya gangguan pada anggota gerak tubuh. Otak
merupakan pusat dari semua fungsi tubuh, jika mengalami kerusakan
maka selain mengalami gangguan gerak, anak cerebral palsy juga sering
mengalami gangguan-gangguan lain seperti gangguan pendengaran,
penglihatan, kecerdasan, dan gangguan pada aspek taktil dan kinestetik.
Menurut Yulianto (dalam A. Salim Choiri, 2006: 178-182) karakteristik
anak cerebral palsy sesuai dengan derajat kemampuan fungsional.
Adapun karakteristik cerebral palsy sesuai dengan derajat kemampuan
fungsional yaitu:
1)Golongan Ringan
Cerebral palsy golongan ringan umumnya dapat hidup bersama anak sehat lainnya, kelainan yang dialami tidak mengganggu kegiatan sehari-hari, maupun dalam mengikuti pendidikan.
2)Golongan Sedang
Cerebral palsy yang termasuk sedang sudah kelihatan pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau bicara. Anak dapat memerlukan alat bantu khusus memperbaiki pola geraknya.
3)Golongan Berat
18
Dari pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa secara umum maupun khusus anak cerebral palsy memiliki
karakteristik sebagai berikut: mengalami kekakuan otot atau ketegangan
otot, gerakan-gerakan tidak terkendali, gerakan tidak terkoordinasi,
keseimbangan yang buruk, dan terdapat gerakan-gerakan kecil yang
muncul tanpa terkendali.
Menurut Bakwin-bakwin (dalam Sutjihati Somantri, 2006: 122)
cerebral palsy mempunyai karakteristik yaitu mengalami kelainan pada
satu atau kedua tungkai dan juga tangan yang disebabkan kerusakan
kortex cerebellum yang menyebabkan hiperaktive dan stretch relex;
adanya gerakan-gerakan yang tidak terkendali dan terarah yang
diakibatkan kerusakan pada bangsal banglia; adanya gangguan
keseimbangan yang diakibatkan kerusakan otot pada cerebellum; terjadi
getaran-getaran berirama, baik yang bertujuan maupun yang tidak
bertujuan yang diakibatkan kerusakan pada bangsal banglia.
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa secara umum anak cerebral palsy memiliki
karakteristik sebagai berikut: mengalami kekakuan otot atau ketegangan
otot, gerakan-gerakan tidak terkendali, gerakan-gerakan tidak
terkoordinasi, keseimbangan buruk, dan terdapat getaran-getaran kecil
19
demikian mengakibatkan anak membutuhkan bantuan dan layanan
khusus pada tingkatan tertentu.
b. Karakteristik Anak Cerebral Palsy Tipe Spastik
Menurut Sugiarmin (1996: 75) “cerebral palsytipe spastikmerupakan
jenis cerebral palsy yang besar jumlahnya diantara jenis cerebral lainnya.” Cerebral palsy tipe spastik terdapat kekejangan pada otot-otot,
atau sebagian otot-ototnya. Karakteristik anak cerebral palsy tipe
spastikantara lain:
1)Gangguan Motorik
Menurut A. Salim Choiri(1995: 66) Anak cerebral palsy yang
mengalami kerusakan pada pyramidal tract atau extrapyramidal akan
mengalami hambatan dalam sistem motorik karena kedua sistem
tersebut berfungsi untuk mengatur sistem motorik. Gangguan motorik
dapat berupa kekakuan, kelumpuhan.
2)Gangguan Sensoris
Menurut A. Salim Choiri (1995: 68) hilangnya kemampuan gerak dan
raba pada anak cerebral palsy khusus terjadi pada spastikhemiplegia
dan quadriplegia. Mereka tidak mampu membedakan dua titik pada
kulit dan juga tidak mampu mengidentifikasi objek dengan
menggunakan tangannya. Ketidakmampuan mereka dalam
mengidentifikasi objek erat kaitannya dengan kelainan fungsi syaraf
sensoris yaitu menerima rangsang dan mengirimkannya. Anak- anak
20
rehabilitasi sensori untuk melatih dan mengembangkan kemampuan
sensoris yang masih dimiliki.
3)Tingkat Kecerdasan
Menurut A. Salim Choiri(1995: 68) tingkat kecerdasan anak
berentang mulai dari tingkat yang paling dasar, yaitu idiocy sampai
gifted. Tidak ditemukannya secara langsung tingkat kelainan fisik
dengan kecerdasan anak. Artinya anak cerebral palsy yang kelainan
berat, tidak berarti kecerdasan rendah. Menurut Musjafak Assjari
(1995: 68) “sebagian cerebral palsy, sekitar 45% mengalami
keterbelakangan mental dan 35% lagi mempunyai tingkat kecerdasan
sedikit di bawah rata-rata”. Kelumpuhan pada otak mengganggu
fungsi kecerdasan, di samping kemungkinan mengganggu pusat
koordinasi gerak, sehingga kelainan cerebral palsy terdiri tunagrahita
dan gangguan koordinasi gerak.
4)Kemampuan Persepsi
Menurut A. Salim Choiri(1995: 69) syaraf penghubung dan jaringan
syaraf otak pada anak cerebral palsy mengalami gangguan maka
terjadi kesalahan proses persepsi. Akibatnya kemampuan persepsi
anak cerebral palsy mengalami gangguan.
Menurut M. Sugiarmin dan Ahmad T. Muslim ( 1996: 75-76)
“anakcerebral palsy jenis spastik akan mengalami kesulitan dalam
menggunakan otot- otot untuk bergerak”. Hal ini disebabkan adanya
21
dibengkokkan sendinya maka otot-ototnya yang berlawanan
berkontraksi. Sedangkan untuk jenis rigid otot akan tegang diseluruh
tubuh, cenderung menyerupai robot waktu berjalan, tertahan- tahan dan
kaku. Kondisi anak cerebral palsy yang demikian mengakibatkan anak
membutuhkan bantuan dan layanan khusus pada tingkatan tertentu.
Berdasarkan penjelasan karakteristik anak cerebral palsy baik secara
umum maupun khusus di atas, subyek penelitian ini memiliki
karakteristik yaitu kekauan (spastik) pada kedua kaki baik kiri maupun
kanan dan tangan sebelah kiri. Anak menggunakan kursi roda untuk
melakukan kegiatan sehari-hari. Mata anak normal tidak mengalami
juling ataupun kelainan lainnya, sehingga dalam penglihatan anak dapat
melihat dengan baik. Usia kecerdasan/mental (mental age/MA)
berkembang tidak sejalan dengan bertambahnya usia kronologis
(chronologicalage/CA). Subyek mengalami ketertinggalan 2 atau 5
tingkatan di bidang kognitif dibanding anak normal yang usianya
sebaya. Usia anak saat ini 12 tahun dan duduk di kelas III tingak dasar,
namun materi pembelajaran yang diberikan yaitu materi kelas I.
4. Faktor Penyebab Anak Cerebral Palsy
Menurut A. Salim Choiri (1996: 40-59) “mengetahui faktor cerebral palsy yang dominan pengaruhnya memang sulit, sebab harus diteliti mulai
dari kondisi fisik kedua orangtuanya, kondisi kesehatan ibu waktu
22
yang pernah diberikan kepada ibu waktu melahirkan, lingkungan sosial dan
budaya dimana anak tinggal, keadaan pelayanan dan fasilitas kesehatan
yang memungkinkandapat dimanfaatkan, dsb”.
Adapun kelainan/kerusakan/kelukaan otak dapat disebabkan oleh faktor
prenatal, perinatal dan postnatal.
a. Faktor Pranatal
Faktor pranatal adalah faktor yang menyebabkan cerebral palsy sebelum
lahir atau masih dalam kandungan. Di dalam 9 bulan bayi yang ada
dalam kandungan dapat diserang penyakit-penyakit, sehingga di dalam
otaknya terdapat kerusakan-kerusakan. Dengan demikian jika anak lahir,
maka bayi tidak akan lahir dengan 100% sehat. Kerusakan dapat
disebabkan oleh:
1)Infeksi Intrauterin: TORCH dan Sifilis.
Adanya infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu
mengandung sehingga otak pada bayi terganggu atau terserang.
2)Radiasi.
Bayi dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung
mempengaruhi sistem syaraf pusat sehingga struktur maupun
fungsinya terganggu.
3)Asfiksia Intrauterin (abrupsio plasenta, plasenta previa, anoksia
maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan
lain-lain). Asfiksia intrauterin adalah keadaan kekurangan oksigen
23
menyebabkan asidosis intrauterin akibat gangguan pertukaran gas
melalui plasenta.
4)Toksemia Gravidarum.
Saat ibu hamil mengalami peningkatan tekanan darah, sehingga dapat
membuat plasenta tidak mendapatkan darah dalam jumlah yang
cukup. Bila plasenta tidak mendapatkan cukup darah, maka bayi tidak
akan mendapatkan cukup oksigen dan makanan. Ini dapat
mengakibatkan kelahiran dengan berat badan rendah.
5)Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) oleh karena kematian
pranatal pada salah satu bayi kembar.
6)Bayi kembar merupakan faktor penyebab tidak langsung cerebral
palsy. Plasenta secara alamiah dimaksudkan untuk mendukung hanya
satu janin saja, adanya janin lebih dari satu dapat menyebabkan
gangguan-gangguan pertumbuhan, adanya perbedaan ukuran janin,
dll. Akibatnya dapat terjadi gangguan pertumbuhan sistem syaraf
pusat dan cerebral palsy.
b. Faktor Perinatal
Faktor perinatal adalah faktor yang menyebabkan cerebral palsy saat
anak dilahirkan atau dalam proses kelahiran. Dalam hal ini akan lebih
banyak bahaya yang dapat menimbulkan kerusakan di dalam otak bayi.
Hal itu terjadi karena mudah atau sulitnya bayi saat dilahirkan.
Sebab-sebab yang terjadi pada faktor perinatal adalah:
24
Otak premature berada pada risiko perdarahan yang tinggi, dan ketika
cukup parah, ia dapat berakibat pada cerebral palsy. Anak-anak yang
dilahirkan prematur dapat juga mengembangkan keadaan pernapasan
menyusahkan yang serius yang disebabkan oleh paru-paru yang
belum dewasa dan berkembang dengan buruk. Ini dapat menjurus
pada periode-periode dari oksigen yang berkurang yang diantarkan ke
otak yang mungkin berakibat pada cerebral palsy. Proses otak yang
dimengeti dengan buruk yang diamati pada beberapa bayi-bayi
prematur.
2)Kelahiran yang sulit
Rusaknya jaringan syaraf otak bayi akibat kelahiran yang dipaksa
menggunakan tang (forcep). Tekanan yang cukup kuat pada kepala
bayi dapat mengakibatkan rusaknya jaringan syaraf menyebabkan
otak tidak dapat berfungsi sebagai mestinya. Selain itu, alat bantu
juga dapat menyebabkan perdarahan otak.
3)Hiperbilirubinemia.
Hiperblirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin
dalam darah bayi melebihi batas normal yang disertai ikterus
(kuning) yang tampak pada kulit, mukosa, sclera mata, dan urine.
4)Anoksia/hipoksia.
Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggul ibu kecil
sehingga bayi mengalami kekurangan zat asam (oksigen).
25
dalam otak bayi, akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami
kerusakan.
c. Faktor Postnatal
Faktor postnatal adalah faktor yang menyebabkan cerebral palsy setelah
anak dilahirkan atau dalam proses perkembangan. Sebab-sebab yang
terjadi pada faktor postnatal:
a. Trauma kepala.
Trauma pada kepala dapat mengakibatkan berkurangnya hematoma
(genangan darah setempat). Sehingga dapat menyebabkan kerusakan
pada otak.
b. Meningitis/ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan.
Infeksi pada sistem syaraf pusat, seperti miningitis, kerusakan
jaringan pada rongga otak. Sehingga otak tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya dan dapat mengakibatkan terjadinya cerebral
palsy.
c. Racun: logam berat, CO.
Keracunan unsur-unsur kimia merupakan faktor penyebab utama pada
anak cerebral palsy. Keracunan dapat mengakibatkan kelainan fungsi
otak.
5. Dampak Dari Cerebral Palsy
Cerebral palsy dapat berdampak pada keadaan kejiwaan yang banyak
26
stabil, sehingga menyulitkan pendidik untuk mengikat (mengarahkan)
kepada suatu pelajaran atau latihan. Menurut Mumpuniarti (2001: 101)
“Anak cerebral palsy dapat juga bersikap depresif, seakan-akan melihat
sesuatu dengan putus asa atau sebaliknya agresif dengan bentuk pemarah,
ketidak sabaran atau jengkel, yang akhirnya sampai kejang”.
Kondisi fisik anak yang mengalami hambatan akan berpengaruh
terhadap pembelajaran. Misalnya saja bagi anak cerebral palsy yang
mengalami spastik pada tangan dan organ bicara. Anak akan mengalami
hambatan ketika menyampaikan pesan (informasi) atau menerima pesan
dari guru. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap prestasi belajar anak.
Meskipun tingkat kecerdasan anak cerebral palsy terdiri dari dibawah rata-
rata, normal dan di atas rata- rata. Namun, bagi anak CP yang disertai
dengan hambatan intelektual tentu prestasi belajar mereka akan rendah.
Rendahnya prestasi belajar ini dikarenakan kemampuan persepsi dan
mengingat anak yang terlalu singkat. Selain itu, kemampuan simbolisasi
anak juga rendah. Hal ini mengakibatkan anak CP kurang memiliki
kemampuan abstrak, sehingga anak CP mengalami kesulitan dalam
mempelajari materi pelajaran yang abstrak.
Kerusakan otak pada anak cerebral palsy berdampak pada kelainan
fisik, kelainan psikologis, kelainan mobilitas, kelainan komunikasi,
kelainan mental dan intelegensi.Dalam mengikuti pembelajaran, dampak
27
konsentrasi anak pada saat mengikuti kegiatan belajar. Sehingga
kemampuan anak dalam membaca permulaan rendah.
C.Kajian Tentang Kemampuan Membaca Permulaan
1. Pengertian Membaca Permulaan
Keterampilan membaca berperan penting bagi perkembangan
pengetahuan dan sebagai alat komunikasi bagi kehidupan manusia.
Seseorang akan memperoleh informasi, ilmu pengetahuan serta
pengalaman-pengalaman baru dengan cara membaca. selain itu, kegiatan
membaca dapat memperluas wawasan dan mempertinggi daya pikirannya.
Ada beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian
membaca.
Membaca didefinisikan oleh Blake, Williams, Aaron & Allen (dalam
Mumpuniarti, 2007: 83-84) membaca adalah proses mengerti pesan yang
disampaikan lewat symbol tulisan (comprehension following decoding),
menentukan makna pesan (interpretation following literal comprehension),
dan menentukan makna pesan bagi situasi secara faktual (aplication
following interpretation). Definisi yang spesifik bahwa tugas membaca
ialah mengerti informasi yang dihadirkan secara visual, serta
menginterpretasikan dan mengaplikasikan informasi tersebut. Tugas untuk
parallel dengan tugas mendengar (listening) dalam bahasa oral. Pada
listening berkaitan dengan materi oral, membaca dengan materi tertulis.
28
keterampilan itu berupa menangkap, menginterpretasikan, dan
mengaplikasikan informasi. Oleh karena itu, pesan/informasi yang
dipelajari selalu terkait dengan objek dan situasi sehari-hari yang dekat
dengan mereka. Pesan/informasi tertulis menunjang kegunaannya
(fungsional) bagi kehidupan mereka sehari-hari.
Menurut Klein, dkk (Farida Rahim, 2005: 3), membaca mencakup: (1)
membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategis, dan (3)
membaca merupakan interaktif. Membaca merupakan suatu proses
dimaksudkan informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh
pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk
makna.Membaca adalah strategis diartikan bahwa pembaca yang efektif
menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan
konteks dalam rangka mengkonstruk makna ketika membaca. Strategi ini
bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca. Membaca
merupakan interaktif adalah keterlibatan pembaca dengan teks tergantung
pada konteks. Orang yang senang membaca teks yang bermanfaat akan
menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya. Teks yang dibaca
seseorang harus mudah dipahami (readable) sehingga terjadi interaksi
antara pembaca dan teks.
Menurut Hodgson (dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 7)membaca
adalah proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media
29
yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan
sekilas dan agar makna katakata secara individual akan dapat diketahui.
Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan tersirat tidak
akan tertangkap atau dipahami dan proses membaca itu tidak terlaksana
dengan baik.
Glenn Doman (dalam Anna Yulia, 2005: 19) mengemukakan bahwa
membaca merupakan salah satu fungi yang paling penting dalam hidup dan
dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada kemampuan
membaca.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa membaca permulaan
adalah suatu aktivitas untuk mengenalkan rangkaian huruf dengan
bunyi-bunyi bahasa.
2. Tujuan Membaca Permulaan
Kegiatan membaca erat kaitannya dengan tujuan membaca, karena
seseorang yang membaca dengan suatu tujuan cenderung lebih memahami
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan. Membaca bukan
hanya sekedar membaca, tetapi aktivitas ini mempunyai tujuan yaitu untuk
mendapatkan sejumlah informasi baru. Di balik aktivitas, terdapat tujuan
yang lebih spesifik, yakni sebagai kesenangan, meningkatkan pengetahuan,
dan untuk dapat melakukan suatu pekerjaan.Iskandarwassid dan Dadang
Sunendar (2008: 289) menyampaikan bahwa tujuan pembelajaran membaca
30
1.Mengenali lambang-lambang (simbol-simbol bahasa) 2.Mengenali kata dan kalimat,
3.Menemukan ide pokok dan katakata kunci, dan 4.Menceritakan kembali isi bacaan pendek.
MenurutSaleh Abbas (2006: 103), tujuan pembelajaran membaca
permulaan agar peserta didik mampu memahami dan menyuarakan kalimat
sederhana yang ditulis dengan intonasi yang wajar, peserta didik dapat
membaca katakata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat dalam
waktu yang relatif singkat.
Menurut Blankton dan Irwin (dalam Farida Rahim, 2008: 11) tujuan
membaca antara lain: Kesenangan, menyempurnakan membaca nyaring,
menggunakan strategi tertentu, memperbarui pengetahuannya tentang suatu
topik, mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah
diketahuinya, memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis,
mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, dan menampilkan suatu
eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks
dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks.
Berdasarkan uraian tentang tujuan membca di atas dapat disimpulkan
bahwa tujuan membaca dapat dibagi menjadi dua yaitu membaca umum
dan membaca khusus. Dikatakan tujuan membaca umum, yaitu aktivitas
membaca tersebut untuk memperoleh kesenangan semata, sedangkan tujuan
membaca khusus yaitu aktivitas membaca untuk memperoleh informasi
31
3. Proses Membaca
Proses membaca dimulai dengan sensor visual yang diperoleh melalui
pengungkapan simbol-simbol grafis melalui indera penglihatan (sukirno,
2009: 5). Dalam hal tersebut, pembaca memahami simbol-simbol grafis
yang berupa huruf, kata, suku kata, frasa, dan kalimat untuk
mempresentasikan bahasa lisan. Kegiatan berikutnya persepsi terhadap
makna simbol tadi berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Aspek urutan
proses membaca merupakan kegiatan mengikuti rangkaian tulisan yang
tersusun pada halaman dari kiri ke kanan, kecuali tulisan Arab yang dimulai
dari kanan ke kiri.
Menurut Combs (dalam Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuchdi,
1998: 48-49) kegiatan membaca terdiri dari tiga tahap, seperti berikut:
a. Tahap persiapan, siswa mulai menyadari tentang fungsi barang cetak,
konseptentang cara kerja barang cetak, konsep huruf, konsep tentang
kata.
b. Tahap perkembangan, siswa mulai memahami pola bahasa yang terdapat
dalam barang cetak. Siswa mulai belajar memasangkan satu kata dengan
kata yang lain.
c. Tahap transisi, siswa mulai mengubah kebiasaan membaca bersuara
menjadi membaca dalam hati. Siswa mulai dapat melakukan kegiatan
32
Pengenalan huruf merupakan salah satu langkah belajar membaca
permulaan dan pembelajaran membaca permulaan harus mengutamakan
huruf nonkapital (menurut Prana D. Iswara: 2001; 1-4). Urutan pengenalan
huruf dalam membelajaran membaca permulaan yaitu sebagai berikut: a)
Vokal (a, i, u, e, o), b) Konsonan I ( d, n, t, p, m), c) Konsonan II (c, g, j, y,
w), d) Konsonan III ( b, k, l), e) Konsonan IV (s, r), dan f) Konsonan V (f,
q, v, x, z). Setelah anak mampu mengenal huruf, anak dilanjutkan ke materi
selanjutnya yaitu membaca suku kata dan kata. Menurut Tadkiroatun
Musfiroh (2008: 48) berpendapat bahwa pada saat anak berusia 5 tahun
telah mampu menghimpun kurang lebih 3000 kata. Kata-kata yang dimiliki
anak usia prasekolah meliputi kata benda, kata kerja, kata sifat dan kata
keterangan. Menurut Tati Hernawati dan Permananian Somad (dalam
Mumpuniarti, 2007: 86) bahwa anak hambatan mental atau tunagrahita
ringan perlu mengetahui 250-500 kata dalam pembelajaran membaca.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca
Kemampuan membaca dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang
datang dari diri si pembaca itu sendiri (intrinsik) maupun dari luar
(ekstrinsik). Menurut Farida Rahim (2007: 16), mengatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca adalah sebagai berikut.
a. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologi meliputi kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan
33
cacat otak dan kekurangmatangan secara fisik merupakan salah satu
faktor yang dapat menyebabkan peserta didik tidak berhasil dalam
meningkatkan kemampuan membaca pemahaman mereka.
b. Faktor Intelektual
Terdapat hubungan positif antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ
dengan ratarata peningkatan remedial membaca tetapi tidak semua siswa
yang mempunyai kemampuan intelegensi tinggi menjadipembaca yang
baik.
c. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang meliputi latar belakang dan pengalaman peserta didik
mempengaruhi kemampuan membacanya. Peserta didik tidak akan
menemukan kendala yang berarti dalam membaca jika mereka tumbuh
dan berkembang di dalam rumah tangga yang harmonis, rumah yang
penuh dengan cinta kasih, memahami anak-anaknya, dan
mempersiapkan mereka dengan rasa harga diri yang tinggi.
d. Faktor sosial ekonomi siswa
Status sosial ekonomi siswa mempengaruhi kemampuan verbal siswa.
Hal ini dikarenakan jika peserta didik tinggal dengan keluarga yang
berada dalam taraf sosial ekonomi yang tinggi kemampuan verbal
mereka juga akan tinggi. Hal ini didukung dengan fasilitan yang
diberikan oleh orang tuanya yang berada pada taraf sosial ekonomi
34
ekonomi rendah. Orangtua mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan
anaknya dan anaknya cenderung kurang percaya diri.
e. Faktor Psikologis
Faktor psikologis meliputi motivasi, minat, dan kematangan
sosial,emosi, serta penyesuaian diri.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya kemampuan
membaca anak, diantaranya anak kesulitan untuk mengartikan
symbol-simbol dalam tulisan, kurangnya motivasi pribadi dan yang paling utama
adalah kurangnya motivasi dari keluarga. Jika sesorang anak tidak mau
belajar atau diajari membaca, hendaknya tidak langsung mengklaim bahwa
anak tersebut malas atau bodoh, tetapi terlebih dahulu mencari penyebab
utamanya. Bisa jadi, keengganan anak untuk membaca dikarenakan faktor
neurologis atau terlalu banyaknya tekanan dari luar.
Menurut Yulinda Erma Suryani (2015: 38-39) bahwa faktor neurologis
mencakup sensorik (penginderaan) yaitu kemampuan menangkap rangsang
dari luar melalui alat-alat indera (penglihatan, pendengaran, perabaan,
penciuman dan pengecap) dan perseptual (pengamatan atau apa yang
diinderai) kemamampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses
penginderaan sehingga menjadi informasi yang bermakna. Perseptual
terdiri dari persepsi auditoris (memahami objek yang didengarkan),
persepsi visual (memahami objek yang dilihat), persepsi visual motorik
35
panjang dan pendek), pemahaman konsep, dan spasial (pemahaman konsep
ruang).
D.Kemampuan Membaca Pada Anak Cerebral Palsy
Anak cerebral palsy merupakan kelainan yang berupa kekakuan pada
anggota gerak yang disebabkan karena adanya gangguan yang terletak di dalam
otak. Kondisi cerebral palsy memiliki derajat tertentu dari yang ringan hingga
yang berat tergantung pada hebat tidaknya kerusakan yang terjadi pada otak. Jika
kerusakan pada otak itu cukup meluas sehinga menimbulkan kerusakan pada
bagaian lain yaitu pusat dan fungsi pancaindra, maka gangguan itu akan
menyertai pula pada gangguan yang menyebar luas pada fungsi sensoris seperti;
penglihatan, pendengaran, bicara bahkan masuk kepada wilayah kecerdasan, akan
tetapi dapat juga terjadi hanya menyangkut gangguan gerak dan tidak menyerang
fungsi yang lain.
Menurut Zainal Alimin (2014: 194)Cerebral palcy dengan gangguan spastic
menunjuk kepada suatu kondisi yang disebabkan oleh kegagalan otot dalam
melakukan releksasi sehingga gerakan-gerakan mereka menjadi kaku. Cara
berjalan yang menyilang (scissor gait) sehingga aktivitas berjalan dilakukan pada
ujung jari; kaki mengarah ketengah, kedua lutut tertekuk dan hampir beradu,
punggung , sikut dan pergelangan tangang tertekuk; lengan bawah terputar ke
kekanan. Anak yang mengalami CP pada umumnya juga mengalami masalah
dalam persepsi penglihatan (visuo-perceptual) yang berhubungan dengan
kerusakan neurologis. Masalah-masalah yang muncul misalnya seperti mirror
36
bentuk, kesulitan menghubungkan dua garis yang bertemu pada satu titik menjadi
sebuah sudut. Telah diuraiakan dalam kerakteristik anak cerebral palsy bahwa
kebanyakan anak dengan cerebral palsy memiliki kecerdasan di bawah rata-rata.
Hampir setengah dari semua anak CP yang disurvey antara tahun 1957
sampai 1966 ditemukan bahwa mereka tertinggal 2 tahun atau lebih dari
perkembangan usia mentalnya (MA) dalam keterampilan membaca. Kemampuan
membaca berhubungan dengan kemampuan dalam persepsi visual atau memori
visual dan tidak berkorelasi dengan memori auditori. Kesulitan belajar membaca
lebih bersifat visual yaitu terjadi apa yang disebut letter reversal dan mirror
image (zainal Alimin, 2014:209). Anak cerebral palsy memilki kemampuan
membaca dan aritmatika lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak
memiliki hambatan dalam gerak/motorik.
E.Kajian Tentang Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Media pembelajaran memiliki beberapa pengertian dilihat dari sudut
pandang para ahli. Banyak para media pendidikan yang telah
mendefinisikan pengertian media pembelajaran. Dari berbagai pendapat
tersebut dapat dijelakn seperti berikut.
Menurut Oemar Hamalik (1994:12) “media pembelajaran adalah
metode dan teknik yang digunakan untuk mengefektifkan komunikasi dan
interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran.”