• Tidak ada hasil yang ditemukan

Di sisi lain Tabel 3 juga menginformasikan bahwa sumber penghasilan utama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Di sisi lain Tabel 3 juga menginformasikan bahwa sumber penghasilan utama"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINZAUAN PUSTAKA

Konsep kesejahteraan keluarga

Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subyektif, sehingga setiap orang yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (Sukirno 1985). Kesejahteraan menggarnbarkan kepuasan seseorang karena rnengkonsumsi pendapatan yang diperoleh. Kepuasan yang diperoleh bersifat relatif tergantung jumlah pendapatan yang diperoleh (Sawidak 1985). Orzng yang berpendapatan rendah tidak mampu memenuhi kebutuhaii hidup minimumnya, sehingga kepuasan yang diperoleh rendah atau tidak sejahtera (miskin). Konsep kesejahteraan menurut Sawidak (1985) adalah kesejahteraan ekonomi.

Kesejahteraan ekonomi merupakan kesejahteraan yang bersifat lahiriah sehingga bersifat nyata (tangible) dan dapat diukur (measurable). Pengukuran dapat dilakukan terhadap kemarnpuan keluarga dalarn memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan yang bersifat kebendaan laimya.

Konsep kesejahteraan ekonomi memberikan ruang untuk diperdebatkan karena mengabaikan aspek bathiniah dari keluarga. Syarief dan Hartoyo (1993) menyatakan bahwa keluarga dengan pendapatan di atas standar minimum belurn tentu sejahtera dan pendapatan di bawah standar minimum tidak selarnanya tidak sejahtera. Keluarga yang memiliki pendapatan di atas standar hidup minimum merasa tidak sejahtera karena tidak puas dengan apa yang diperolehnya, merasa stress, dan dituntut oleh pekejaan. Sedangkan keluarga yang berpendapatan di bawah standar hidup minimun bisa merasa sejahtera karena selalu bersyukur atas karunia yang diberikan serta rnerasa cukup serta hidupnya selaras alam.

Faktor-faktor determinan kesejahteraan keluarga

Menurut Syarief dan Eartoyo (1993), faktor yang mempengaruhi kesejehteraan keluarga terdiri dari faktor ekonomi dan bukan ekonomi. Faktor ekonomi berkaitan dengan kemarnpuan keluarga dalam memperoleh pendapatan. Keluarga yang tidak sejahtera (miskin) memiliki pendapatan yang rendah. Rendahya pendapatan tersebut menurut Sharp et a1 (1996) dalam Kuncoro

(2)

(1997) disebabkan oleh adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, serta perbedaaan akses dalam modal

Faktor-faktor bukan ekonomi yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga adalah faktor budaya, faktor teknologi, faktor keamanan, faktor kehidupan beragama, faktor kepastian hukum (Syarief dan Hartoyo 1993). Budaya berfungsi sebagai filter untuk mengantisipasi budaya luar sehingga keluarga tetap eksis. Teknologi dapat meningkatkan produk dan efisiensi dalam. menggunakan sumberdaya yang terbatas sehingga akan meningkatkan pendapatan. Kondisi yang aman memberikan rumg bagi pelaksanaan pembangunan berikut pendistribusian hasil-hasilnya bagi masyarakat, serta menjamin kebebasan setiap keluarga dalam mempelajari dan menjalarkan syariat menurut agama yang dipeluknya. Adanya kepastian hukum membuat setiap keluarga akan berusaha dengan tenang karena sumberdaya yang dimiliki dijamin oleh hukum.

Rambe (2004) menemukan bahwa faktor-faktor yang menentukan kesejahteraan keluarga tergantung pada indikator yang digunakan dalam mengukur kesejahteraan keluarga. Selanjutnya dikatakan bahwa ada 4 faktor yang konsisten dalam menentukan tingkat kesejahteran keluarga yakni faktor pendidikan, kondisi tempat tinggal, harga, dan pengeluaran.

Karakteristik rumahtangga miskin versus tidak miskin.

Karakteristik yang dibandingkan antara rumahtangga miskin dan tidak miskin terdiri dari karakteristik demografi, karakteristik ketenagakejaan, pola konsumsi rumahtangga dan karakteristik tempat tinggal. Dengan membandingkan setiap karakteristik antara rumahtangga miskin dan tidak miskin pcrsoalan kemiskinan dapat terungkap (BPS 1999). Karakteristik-karakteristik tersebut akan di.jeIaskan di bawah ini.

Ukuran rumahtangga. Rumahtangga miskin menanggung beban yang lebih besar jika dibandingkan dengan rumahtangga tidak miskin. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata jumlah anggota rumahtangga miskin yang lebih tinggi (4,9) orang, sementara rumahtangga tidak miskin yang hanya 3,9 orang. Jumlah anggota rumahtangga miskin dan tidak miskin di desa lebih rendah ( 4,8 versus 3,s) orang daripada di kota (5,l versus 4,O) orang (Tabel 1). Jumlah anggota

(3)

rurnahtangga miskin cenderung besar karena rnemiliki tingkat kelahiran yang lebih tinggi sementara tingkat kematian rendah. Hal ini disebabkan oleh pendapatan yang rendah, dan kurangnya akses terhadap kesehatan dan pemenuhan gizi.

Umur kepala rumahtangga. Rata-rata umur kepala rurnahtangga miskin adalah 46,l tahun dan rurnahtangga tidak miskin adalah 46,4 tahun (Tabel 1). Dengan demikian dapat dikatakan usia kepala kepala rumahtangga miskin dan tidak miskin hampir sama. Keadaaan ini rnenggambarkan bahwa rumahtangga miskin dan tidak rniskin dikepalai oleh kepala keluarga yang masih produktif.

Lama pendidikan kepala rumahtangga. Ditinjau dari segi pendidikan, rata-rata lama pendidikan kepala rumahtangga rniskin lebih rendah (5,s) tahun daripada di kota (7,7) tahun (Tabel I). Hal ini mengindikasikan bahwa rurnahtangga tidak miskin dipimpin oleh kepala rurnahtangga yang berpendidikan lebih rendah. Pola penyebaran lama pendidikan kepala rumahtangga miskin dan tidak miskin sama, yakni lama pendidikan kepala nunahtangga di desa lebih rendah daripada di kota.

Tabel 1 Karakterisiik sosial demografi rumahtangga miskin dan tidak rniskin

Surnber:

BPS

(1999)

Sumber penghasilan utama. Sumber penghasilan utama rumahtangga miskin dan tidak miskin disajikan pada Tabel 2. Visualisasi pada tabel 2 menunjukkan bah..va sumber penghasilan utama rumahtangga miskin adalah berasal dari sektor pertanian 59,68% sementara rurnahtangga tidak miskin adalah berasal dari sektor jasa-jasa (43,52)(Tabel 2). Dengan demikian rumahtangga miskin masih mengandalkan sumber penghasilan utamanya dari sektor pertanian. Di sisi lain Tabel 3 juga menginformasikan bahwa sumber penghasilan utama

(4)

rumahtangga miskin dan tidak miskin di desa lebih dominan adalah berasal dari sektor pertanian yakni 75,70% dan 58,79%. Kenyataan ini memberi konfirmasi bahwa sebagian besar rumahtangga di desa menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Tabel 2 Persentase rumah tangga miskin dan tidak miskin menurut sumber penghasilan utama

Sumber: BPS (1999)

Pola konsumsi rumahtangga. Rumahtangga miskin rnemiliki persentase

pengeluaran untuk makanan lebih besar (71,23%) daripada tidak miskin (38,31%)(Tabel 3). Sementara pengeluaran untuk bukan makanan bagi mmahtangga miskin hanya 28,70% jika dibandingkan dengan mmahtangga tidak miskin yang rnencapai 61,70. M i n y a prioritas utama mrnahtangga miskin dalam membelanjakan sebagian besar pendapatannya adalah untuk memenuhi kebutuhana makanan.

Tabel 3 Pola konsumsi rumah tingga rniskin dan tidak miskin

Luas lantai rumah. Luas lantai adalah salah satu ukuran yang dapat

digunakan untuk menilai kualitas mmah. Dan segi luas lantai, terlihat perbedaan yang cukup jelas antara mmahtangga miskin dan tidak rniskin. Hal ini ditunjukkan oleh persentase rumahtangga tidak miskin yang merniliki r ~ m a h

Wilayah Kota Desa Rata-rata kota+desa Sumber: BPS (1999) Jenis konsumsi (%)

makanan Bukan makann

miskin 7434 68,26 71;23 miskin 25,66 3 1,74 28,70 Tidak miskin 40,71 35,90 38,31 Tidak rniskin . 59,29 64,lO 61,70

(5)

dengan luas lantai >45 m2 lebih besar (65,?2%) daripada miskin (58,24%)(Tabel 4).

Tabel 4 Persentase rumahtangga miskin dan tidak miskin menurut luas lantai

Sumber: BPS(1999)

Dari perbandingan karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa: (1) keluarga miskin memiliki tanggungan keluarga lebih tinggi daripada kel1-~arga tidak miskin, (2) usia kepala rumahtangga miskin tidak berbeda dengan tidak miskin, (3) rata-rata lama pendidikan kepala rumahtangga miskin lebih rendah

daripada tidak miskin, (4) sumber penghasilan utama mmahtangga miskin berasal dari sektor pertanian sedangkan rumahtangga tidak miskin berasal dari sektor jasa, (5) alokasi pengeluaran terbesar untuk rumahtangga miskin adalah untuk makanan sedangkan rumahtangga tidak miskin adalah bukan makanan, (6) persentase rumahtangga miskin yang memiliki luas lantai > 45 m2 lebih rendah daripada rumahtangga tidak miskin.

Pengukuran tingkat kesejahteraan

Pengukuran tingkat kesejahteraan dapat dilakukan dengan pendekataii obyektif dan subyektif. Pendekatan obyektif dikembangkan berdasarkan nilai- nilai normatif, sedangkan pendekatan subyektif dikembangkan berdasarkan psda nilai-nilai individu dan rumahtangga. ~ a l & mengukur tingkat kemiskinan dengan pendekatan obyektif terlebih dahulu hams ditetapkan garis kemiskinan atau standar hidup minimum suatu masyarakat sebagai pembanding yang dikenal dengan garis kemiskinan. Pendudllk dikatakan miskin jika standar hidup minumurnnya di bawah garis kemiskinan (Raharto dan Romdiati 2000).

(6)

Pengukuran kemiskinan menggunakan pendekatan obyektif berdasarkan indikator-indikator yang telah disepati sehingga dapat digunakan untuk melakukan survei dalam skala yang luas (negara dan propinsi). Namun pendekatan subyektif didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan individual untuk menentukan tingkat kesejahteraan (Raharto dan Romdiati 2000), karena merekalah yang paling mengenal kehidupannya (Tim peneliti 1994). Dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesejahteraan pada tingkat keluarga.

Uku:an kemiskinan BPS. Pengukuran kemiskinan yang dilakukan BPS dengan cara membandingkan total pengeluaran penduduk per kapita per bulan terhadap batas garis kemiskinan yang berlaku. Penduduk dinyatakan miskin jika pengeluaran per kapitanya di bawah garis kemiskinan. Metode ini disebut metode Head Count Index (BPS 2000).

Garis kemiskinan yang digunakan oleh BPS adalah besamya nilai rupiah yang dibelanjakan per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan. Penentuan garis kemiskinan merujuk pada reference population atau penduduk yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan (BPS 1999). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2100 Kalori per orang per hari menurut rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1978. Sementara pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan adalah pengeluaran untuk perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, bamg-barang yang tahan lama dan bxang serta jasa esensial laimya (Irawan 2000).

Ukuran kesejahteraan BKKBN. Pengukuran tingkat kesejahteraan yang dilakukan oleh BKKBN berdasarkan pada konsep keluarga sejahtera. Keluarga sejahtera dibagi menjadi 5 tahap yakni keluarga pra sejahtera (PS), keluarga sejahtera I (KS I), keluarga sejahtera I1 (KS II), keluarga sejahtera 111 (KS III), dan keluarga sejahtera 111 plus (KS 111 plus) (BKKBN 2003). Pentahapan tersebut mencerminkan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kebutuhan hidup setiap tahapan keluarga diterjemahkan dalam kriteria- kriteria. Kriteria-kriteria tersebut meliputi kebutuhan spiritual, pangan, sandang,

(7)

Fapan, kesehatan, pendidikan, keluarga berencana (KB), interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, transportasi, menabung, memperoleh informasi dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakataX (Raharto & Romdiati 2000).

Keluarga PS I adalah keluarga yang belum memenuhi kebutuhan dasamya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan. KS I adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasamya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, seperti kebutuhan pendidikan, KB, interaksi dalarn keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi. KS

I1

adalah keluarga yang selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimalnya dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. KS I11 adalah keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dan sosial psikologisnya, dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, tetapi belum aktif da!am usaha kemasyarakatan di lingkungan desa atau wilayahnya. KS 111 Plus adalah keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya, kebutuhan sosial psikologisnya, kebutuhan pengembangannya, serta secara teratur ikut menyurnbang dalam kegiatan sosiai dan aktif mengikxti gerakan semacam itu dalam masyarakat (BKKBN 2003). Kriteria masing-masing tahapan keluarga sejahtera disajikan pada Lampiran 1.

Untuk menentukan keluarga miskin di tingkat desakelurahan BKKBN mengtmbangkan indikator-indikator yang bersifat ekonomi. Menurut indikator alasan ekonomi keluarga miskin terdiri dari keluarga pra sejahtera alasan ekanomi d m keluarga sejahtera I alasan ekonomi. Indikator kemiskinan alasan ekonomi disajikan pada lampiran 2. Keluarga yang tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih dari enam indikator penentu kemiskinan alasan ekonomi digolongkan keluarga miskin (BKKBN 2003). Lndikator alasan ekonomi dilampirkan pada Lampiran 2

Ukuran kemiskinan Sayogyo. Dalam mengukur tingkat kesejahteram keluarga, Sayogyo menggunakan kriteria batas garis kemiskinan berdasarkan

(8)

satuan kilogram beras ekuivalen. Garis kemiskinan dihitung dengan cara mengalikan jumlah konsumsi beras (kgkapita) dengan harga beras pada saat yang bersangkutan dan rata-rata anggota tiap keluarga adalah 5 orang. Menurut garis kemiskinan Sayogyo, keluarga dibagi menjadi:

1. Keluarga sangat miskin. Keluarga yang memiliki penghasilan di bawah setara dengan 240 kg berasltahun untuk penduduk yang tinggal di pedesaan dan pengllasilan di bawah setara 360 kg berasltahun bagi mereka yang tinggal di perkotaan.

2. Keluarga miskin. Keluarga yang mempunyai penghasilan setara dengan 240 kg beras sampai 320 kg berasltahun untuk daerah pedesaan dan 360 kg beras sampai 480 kg/tahun ntuk daerah perkotaan.

3. Keluarga hampir cukup. Keluarga yang tergolong dalam kelompok ini adalah mereka yang berpenghasilan setara dengan 320 kg sampai 480 kg berasltahun untuk pedesaan, dan mereka yang berpenghasilan setara 480 kg sampai 720 kg berasltahun yang tinggal di perkotaan.

4. Cukup. Kelompok ini terdiri dari keluarga yang memiliki penghasilan setara dengan lebih dari 480 kg beras/tahun yang tinggal di pedesaan dan mereka yang tinggal di perkotaan dengan penghasilan di atas setara 720 kg berasltahun (Sumodiningtrat el a1 1999).

Indikator ini rnemiliki keterbatasan karena kebutuhan dasar setiap individu sangat beragam, baik kebutuhan pangan maupun bukan makanan. Oleh karena itu tidak dapat diukur hanya dengan merujuk pada pengeluaran yang disetarakan beras. Selain itu indikator ini sulit untuk diterapkan pada daerah yang bahan makanan utamanya bukan beras @ahart0 & Romdiati 2000).

Ukuran kemiskinan Esmara. Menurut Hendra Esmara (1986), garis kemiskinan diukur berdasarkan pada jumlah pengeluaran konsumsi untuk memenuhi kebutuhan pokok per kapita selama setahun. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan akan barang-barang seperti beras, daging, sayur, perurnahan, pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan pokok di sini dapat berubah-ubah. Perubahan pengeluaran per kapita atas barang kebutuhan pokok mencerminkan perubahan tingkat harga dan pola konsumsi keluarga. Indikator ini mampu menjelaskan perubahan sikap dan persepsi masyarakat terhadap kebutuhan pokok

(9)

(Sumodiningtrat et a1 1999). Sehingga dikatakan ukuran kemiskinan Esmara marnpu menangkap dampak inflasi maupun dampak penghasilan riil yang meningkat terhadap kuantitas b'arang-barang esensial yang dikonsumsi (Kuncoro

1997).

Ukuran Bank Dunia. Garis kemiskinan yang digunakan bank dunia untuk mengukur penduduk miskin adalah pengeluaran berdasarkan data-data SUSENAS. Untuk mengatasi perbedaan harga antar daerah maka pengeluaran konsumsi hams disesuaikan dengan harga yang berlaku di Jakarta (Sumodiningtrat et ai 1999).

Ukuran kebutuhan fisik minimum ( K F M ) . Ukuran ini dikembangkan oleh departemen tenaga kerja untuk menentukan tingkat upah minimum. Metode yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data tentang biaya hidup di kota- kota di seluruh propinsi, untuk menentukan indeks kebutuhan fisik minimum. Garis kemiskinan ditentukan berdasarkan indeks kebutuhan fisik minimum, meliputi kebutuhan pangan dan non pangan yang telah ditetapkan (Sumodiningrat er a1 1999).

Ukurau Abuzar Asra. Penentuan garis kemiskinan tidak berbeda dengan ukuran sebelurnnya tetapi dilakukan penyesuaian terhadap batas garis kemiskinan dari waktu ke waktu sebagai akibat dari adanya inflasi terhadap barang-barang dan jasa konsumsi kelornpok miskin (Sumodiningtrat et a1 1999).

Ukuran subyektif. Pengukurat kemiskinan dengan ukuran subyektif dilakukan berdasarkar. pada asumsi bahwa masyarakat yang lebih memahami dan mengartikan standar hidupnya (Raharto dan Romdiati 2000). Pendekatan ini mengukur kesejahteraan keluarga dalam perspektif fenomenologi artinya berdasarkan fenomena yang mmcul di masyarakat (Bogdan and Taylor 1984 diacu dalam Tim Peneliti 1994).

Beberapa hasil penelitian yang menggunakan pendekatan subyektif dalam mengukur tingkat kesejahteraan antara lain: (1) Singarimbun dan Penny (1984) menjelaskan bahwa konsep kesejahteraan di pedesaan Jawa berhubungan erat dengan pemilikan dan penguasaan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan keluarga. (2) hfubyarto, Sutrisno dan Dove (1984) yang melakukan penelitian pada masyarakat nelayan menemukan bahwa ukuran kesejahteraan pada

(10)

masyarakat nclayan berkaitan dengan pemilikan alat tangkap, hubungan patron- clienf (punggawa-sawi) dan kebutuhan mencari pekerjaan tambahan. (3) Sayogyo

(1994) menemukan bahwa pandangan masyarakat NTT tentang kesejahteraan berkaitan dengan kehidupan ekonomi dan sosial. Pandangan mereka berbeda- beda tergantung pada budaya dan wilayah geografi. (4) Rambe (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan kesejahteraan keluarga menurut indikator subyektif adalah pendidikan kepala ~ m a h t a n g g a , umur kepala rumahtangga, persepsi harga, dan pendapatan.

Upaya-upaya pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan.

Komitmen pemerintah dalarn meningkatkan kesejahteraan tercermin dalam berbagai kebijakan yang mendukung dan berorientasi pada penanggulangan kemiskinan. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk memperbaiki kesejahteraan penduduk sekaligus mengurangi kesenjangan sosial ekonomi antar golongan. Operasionalisasi Kebijakan penanggulangan kemiskinan melalui program-program pengentasan kemiskinan. Program-program ini dapc: disajikan pada Tabel 5.

Secara umum seluruh program pengentasan kemiskinan memiliki tujuan yang sama yakni membantu dan memberdayakan penduduk miskin untuk keluar dari jeratan kemiskinan. Perbedaannnya adalah program pengentasan kemiskinan sebelum krisis difokuskan untuk meningkatkan pendapatan sedangkan di masa krisis hanya bersifat transfer pendapatan.

Strategi penghapusan kemiskinan sebelum krisis diarahkan untuk memperbaiki pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari seluruh penduduk, baik dari aspek kebutuhan pangan, papan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Oleh sebab itu bantuan dana maupun pendampingan yang diberikan diharapkan ada perbaikan struktural seperti penciptaan lapangan k e j a yang produktif yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan penduduk miskin.

Sementara pada era krisis ekonomi program-program pengentasan kemiskinan diarahkan untuk menolong penduduk miskin karena krisis ekonomi atau bersifat emergency. Penduduk miskin memperoleh bsntuzn melalui keterlibatan mereka dalam program tersebut. Oleh sebab itu program bantuan

(11)

yang diterima oleh penduduk miskin tersebut hanyalah transfer pendapatan bukan melalui perbaikan stmktural (Irawan dan Romdiati 2000).

Tabel 5 Program-program pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan selama periode 1990-an

I I I I

Sumber: Irawan dan Rorndiati (20CO) dan Remi, S dan S, Tjiptoherijanto, P (2002)

Target sasaran program

Wilayah (desa dan kecamatan miskin. Penduduklkeluarga miskin.

Ibutisteri dari KK yang termasuk dalam

kelompok sasaran PS dan KSI alasan ekonomi di desa IDT dan bukan IDT. Anak sekolah dasar (SD) dan rnadrasah ibtidaiyah (MI) negeri maupun swasta di daerah miskin. Sesuai dengan sektor Program pengentasan

kemiskinan Sebelum krisis ekonomi Inpres desa tertinggal (IDT)

Pembangunan keluarga sejahtera (FKS).

Pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS).

Program pengentasan kemiskinan sektoral. Masa krisis

Tujuan program

melepaskan diri dari kemiskinan,

memunculkan pengusaha kecil yang dapat

memperkuat daya tahan ekonomi rakyat.

meningkatkan peran dan fungsi keluarga terutama keluarga PS dan KSI terutama di bidang ekonomi.

mengembangkan ekonomi desa dan meningkatkan derajat kesehatan dan gizi anak sekolah.

membantu dan rnemberdayakan penduduk miskin

Keluarga PS dan KSI.

Keluarga miskin.

Peilganggur karena pemutusan hubungan ke j a dan penganggur lain akibat krisis. Ketahanan pangan Pengamana sosial: bidang pendidikan bidang kesehatan Penciptaan lapangan kerja Padat karya membantu penduduk miskin akibat krisis dalam memenuhi

kebutuhan dasar terutama pangan.

agar anak-anak usia sekolah terhindar dari putus sekolah.

memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi keluarga miskin

mengatasi dampak krisis ekonomi

Gambar

Tabel 2  Persentase rumah tangga miskin dan tidak miskin menurut sumber  penghasilan utama
Tabel  5  Program-program  pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan selama  periode 1990-an

Referensi

Dokumen terkait

Jendela Interrupt merupakan jendela yang didisain sebagai tampilan yang digunakan untuk mengatur nilai-nilai dari variabel yang terdapat pada jendela utama.. Pada jendela

Hasil studi ini menunjukkan bahwa pengukuran obesitas menggunakan IMT, LP atau rasio LP/TB sama kuatnya terhadap kejadian DMT2, dapat dilihat dari rentang OR dengan

Hasil uji statistik Chi Square , menunjukan nilai p 0.189, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang gizi seimbang dengan Indeks

berpengaruh secara signifikan dan secara simultan pada PT Bank Persero di Indonesia , dan Secara parsial , Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif

Dengan demikian, tujuan dari studi ini adalah menerapkan Distribution Requirements Planning (DRP) di CV Karya Mandiri Sejahtera untuk mengendalikan ketersediaan

Pada kelompok II dengan paired sample t-test didapatkan nilai P=0.000 yang berarti ada pengaruh ladder drill icky shuffle terhadap agility pada pemain sepak

Terdapat juga 11 (sebelas) use case yang merupakan proses terjadinya pada prosedur sistem yang berjalan yaitu registrasi yang bisa dilakukan oleh user dan admin