• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA AJARAN TENTANG EMANASI ADHI BUDHA DALAM MAHAYANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISA AJARAN TENTANG EMANASI ADHI BUDHA DALAM MAHAYANA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ANALISA AJARAN TENTANG EMANASI ADHI BUDHA DALAM MAHAYANA

A. Makna dan Hakekat Adhi Buddha

Doktrin Adhi Budha ini dikenalkan di Indonesia sekitar tahun 1964 oleh Bhikkhu Ashin Jinarakkhita dan dikuatkan oleh pengumuman Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha Departemen Agama Republi Indonesia pada tahun 1973. Para penganut agama Budha Mahayana Indonesia memandang Sang Hyang Adhi Budha sebagai Tuhan Yang Meha Esa yang dipuja dan diberi kehormatan sebagai sesembahan seperti yang terdapat dalam agama-agama lain.1

Ajaran tentang banyak Budha itu dijabarkan dari ajaran lima unsur (skanda) yang menyusun struktur manusia. Semula diajarkan oleh Budha Gautama bahwa manusia mempunyai lima unsur, yaitu: tubuh (rupa), perasaan (wedana), pengamatan (samjna), kehendak/ keinginan (samkara) dan kesadaran (vijnana). Karena pengaruh dari aliran Bhakti bukan hanya untuk manusia saja, Budha pun demikian terdiri dari lima unsur. Itu artinya Budha yang awal (Adhi Budha) adalah penyebab dari beberapa Budha yang kemudian salah satunya menjadi Budha Gautama yang turun ke dunia.

Aliran Tantra yang mengajarkan adanya penjelmaan yang tertinggi secara bertahap atau berpangkat, menimbulkan adanya ajaran tentang tokoh Budha yang tertinggi, yang disebut Adhi Budha, yaitu tokoh Budha yang pertama, yang dipandang sebagai asal mula pertama, tanpa asal, berada karena dirinya sendiri. Adhi budha tidak pernah tampak, karena berada di dalam nirvana, di dalam

1

Mukti Ali, Agama-agama Di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 1988, hlm. 119

(2)

sunyata, kekosongan, tetapi karena perenungan (meditasi) menjelma atau mengalir, keluarlah darinya banyak tokoh Budha, yang disebut Dhyani Budha. 2

Dengan kekuatan gaibnya, Adhi Budha menciptakan lima Dhyani Budha yaitu: Wairocana Dhyani Budha, Aksobhya Dhayani Buddha, Ratnsambhava Dhyani Budha, Amitabha Dhyani Budha, dan Amoghasidhi Dhyani Budha. Mereka berada di surga dan berfungsi sebagai pengatur dan pembimbing dunia Devaca. Dari kelima Dhyani Budha tersebut, setibanya di dunia kelimanya beralih diri menjadi Dhyani Bodhisatva (calon Budha), yang dikatakan sebagai pencipta yang sebenarnya dari alam fisik yang mengalami perubahan, dapat rusak dan binasa. Kelima Bodhisattva tersebut adalah: Samantabadra, Vajrapani, Avalokita, Vispavani, dan Ratnapani. 3

Bodhisatva berarti orang yang akan menjadi Budha, Bodhisatva tersebut kedudukannya sangat penting. Mereka dianggap menempati antara Dhyani Budha dan Budha dunia atau manusia Budha, memberikan kesejahteraan kepada semua manusia, memikirkan makhluk-makhluk lain yang sedang menderita dan menjadikannya sebagai pengikut Budha, serta bersifat kasih sayang terhadap semua makhluk. Kelima Bodhisattva tersebut berada di sorga, menciptakan anak rohani dan memancarkan sinarnya ke bumi berupa lima orang Budha dunia untuk mengajarkan Dharma. Kelima Budha tersebut adalah: Konagamana, Kakusandha, Kassapa, Gautama dan Maitreya.

Adhi Budha, dalam pemahaman para penganut Budha Mahayana adalah asal usul dari segala sesuatu yang terdapat di alam semesta, tanpa awal dan tanpa akhir, ada dengan sendirinya, tidak terhingga, suprem dalam segala sesuatu, ada di mana-mana, Esa tiada duanya, dan kekal abadi. Adhi Budha, atau disebut pula dengan Parama Adhi Budha, adalah Budha yang pertama kali yang ada tanpa

2

Harun Hadiwijono, Konsepsi Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa, Sinar Harapan, Jakarta, Cet pertama, 1983, hlm. 30

3

Krishnanda Wijaya Mukti dan Suktadharmi, Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT Cipta Adi Pustaka, Jakarta, Jilid 1 1990, hlm. 91

(3)

sebab dan merupakan pengejawantahan dari dirinya sendiri. Ia juga disebut dengan swayambu lokananta, pelindung dunia. Ia tinggal di nirvana dan anistha

buwana, yaitu alam di atas segala alam, alam bentuk dan alam rupa, tidak dapat

digambarkan, diperkirakan dan dilihat sebagai manifestasinya, diekspresikan sebagai puncak dari catya (bagian tiyang puncak stupa). Sang Hyang Adhi Budha adalah darmakaya yang kekal, abadi, tanpa awal tanpa akhir, tanpa bentuk dan meliputi seluruh jagad raya, hanya dapat diselami oleh mereka yang telah mencapai samyak sambodhi, kesadaran teragung. Dharmakaya tidak datang dari manapun dan tidak pergi kemanapun, tidak menonjolkan diri juga tidak musnah, tenang dan kekal untuk selama-lamanya. Inilah Yang Tunggal, Yang Esa, bebas dari segala arah, tetapi terkandung dalam semua tubuh. 4

Jadi makna dan hakekat Adhi Buddha dalam Budha Mahayana adalah sebagaimana dipaparkan di atas, sebagaimana Sang Hyang Adhi Budha dipandang yang tertinggi, yang pertama, yang dipandang sebagai asal mula pertama, tanpa asal, berada karena dirinya sendiri. Walaupun tidak pernah tampak, karena berada di dalam nirvana, di dalam sunyata, kekosongan, tetapi karena perenungannya (meditasi) menjelma atau mengalir, keluarlah darinya banyak tokoh Budha, sampai menubuhkan segala makhluk, yang menjadi anasir tanah, menjadi air, menjadi api, menjadi angin dan menjadi eter. Kelima Tathagata yang menjelma menjadi anasir kasar, yang kemudian menjadi alam semesta atau jagad besar, semua adalah karena Dia. Kemudian Adhi Budha di pandang sebagai Tuhan Yang Mehaesa yang dipuja dan diberi kehormatan sebagai sesembahan.

B. Unsur Emanasi dalam Theologi Adhi Buddha

Pengaruh aliran Tantra, dikatakan bahwa Budha yang tetinggi ini menjelma atau menubuh, turun dari kekosonganya menjadi berisi, dalam beberapa tahap

4

(4)

atau tingkatan. Penjelmaan yang pertama ialah Diwarupa, yang dipandang sebagai yang tidak esa secara mutlak lagi, tetapi sebagai yang telah bersifat rangkap, suatu dwitunggal . sebab Diwarupa disebut bapak dan ibu Budha, dewa yang setengah lelaki dan setengan perempuan, suatu perwujudan dewa yang tertinggi yang telah disertai Sakti atau daya/ kekuasaanya yang dinamis.

Karena mantra-mantranyalah dari Diwarupa ini dijelmakan tiga tokoh Budha, yaitu Sri Sakyamuni yang dipandang sebagai guru segala dewata, Sri Lokeswara di sebelah kanannya dan Sri Bajrapani yang berada di sebelah kirinya. Sebagai penjelmaan Diwarupa ketiga tokoh Budha ini lebih rendah tingkatannya dibanding dengan Diwarupa.

Selanjutnya disebutkan, bahwa dari ketiga tokoh Budha tadi muncullah lima Budha lainnya, yaitu Wairocana, yang dijelmakan langsung dari Sakyamuni, Aksobhya dan Ratnasambhawa yang dijelmakan dari Bajrapani. Kelima tokoh Budha ini disebut Tathagata. Jelas kelima tokoh Budha ini lebih rendah lagi kedudukan mereka dibanding dengan ketiga tokoh Budha yang menjelmakan mereka. Kelima tokoh Budha yang terakhir ini jauh lebih kongkret lagi, jauh lebih kasar. Sekalipun demikian kelima tokoh Budha ini masih mewujudkan suatu kesatuan dengan tokoh-tokoh Budha yang menjelmakan mereka. 5

Dari tokoh-tokoh Budha di atas nantinya yang akan menumbuhkan segala makhluk, Wairocana menjadi anasir tanah, sedang Ratnasambhawa menjadi air, Amitabha menjadi api, Amoghasidhi menjadi angin dan Aksobhya menjadi eter (jiwa). Jadi kelima Tathagata itu dipandang sebagai menjelma menjadi anasir kasar, yang kemudian menjadi alam semesta atau jagad besar. 6

Menurut J. L. Moens, penubuhan Budha seperti yang diajarkan didalam kepustakaan Mahayana, bahwa nanti akan terjadi tiga macam penubuhan, yaitu dalam Dharmakaya, yang diwakili oleh Budha sebagai Adhi Budha dan

5

Harun Hadiwijono, op, cit, hlm. 30

6

(5)

Diwarupa, yang mewujudkan penjelmaan wujud kosmis, selanjutnya dalam Sambhogakarya, yang diwakili oleh delapan Tatghata, yang mewujudkan tubuh kebahagiaan, dan akhirnya dalam Nirmanakaya, yang diwakili pleh dewa Trimurti dengan Triloka sebagai buah ciptaan mereka. Sambogakaya meliputi dua macam penubuhan, yaitu penubuhan dalam tiga tokoh Budha (Sakyamuni, Lokeswara, Bajrapani), yaitu tokoh-tokoh yang lebih dekat dengan Diwarupa (Dharmakaya), dan penubuhan dalam lima Tathagatta (Wairocana, Aksobhya, Ratnasambhawa, Amitabha dan amoghasidhi), yaitu tokoh yang lebih dekat dengan Nirmanakaya. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa Sambhogakaya sebenarnya mewujudkan tahap penubuhan campuran dari Dharmakaya dan Nirmanakaya. Hal yang demikian tadi diajarkan dalam kepustakaan Mahayana di Jawa. 7

Kemudian doktrin sentral Sutra-sutra Mahayana dan teks-teks Tantra yang tidak dijelaskan dalam Sutra-Sutra Theravada adalah doktrin tentang Tiga Kaya: Dharmakaya, Samboghakaya, dan Nirmanakaya. Ide yang penting ini membahas misteri tentang apa yang terjadi dengan Santana (arus kesadaran) seseorang ketika ia mencapai pencerahan. Aspek dari ajaran Buddha ini juga menjelaskan tentang bermacam-macam Buddha dan Bodhisattva yang ditemukan dalam berbagai literatur, seni dan ikonografi dari tradisi Sutra Mahayana dan tradisi Tantra.

Istilah "Dharmakaya" secara literal berarti "Tubuh Realitas", "Samboghakaya" berarti "Tubuh Kenikmatan Lengkap" dan "Nirmanakaya" berarti "Tubuh Emanasi". Ketiga tubuh ini kadangkala dikelompokkan menjadi dua saja, yaitu dengan menggabungkan tubuh kedua dan ketiga menjadi "Rupakaya", atau "Tubuh Bentuk". Sedangkan Dharmakaya disebut "Tubuh Tanpa Bentuk" atau "Arupakaya". Lebih lanjut, Dharmakaya dapat dibagi dua, yaitu "Jñanadharmakaya" and "Svabhavakaya". ( "Tubuh Kebenaran Kebijaksanaan").

7

(6)

Konsepnya adalah bahwa batin dan jasmani tetap terpisah, saling bekerjasama, hingga tercapainya pencerahan. Pada saat pencerahan, mereka menjadi satu. Pada saat itu, aliran kesadaran dari makhluk tercerahkan larut dalam Dharmakaya, atau alam tanpa batas yang tanpa bentuk, menjadi satu rasa yang tak dapat dibedakan dengan semua makhluk yang telah mencapai pencerahan sebelumnya. Hal ini dapat disimbulkan sebagai setetes air yang jatuh ke dalam samudera. Makhluk individu larut dalam jagat Dharmakaya seperti setetes air jatuh ke dalam samudera. Tetesan air yang jatuh tersebut menjadi tidak dapat dibedakan lagi dengan air di samudera tersebut, demikian pula, seorang individu yang mencapai pencerahan, ia tidak dapat dibedakan lagi dengan samudera batin Budha yang universal.

Namun, makhluk yang berdiam di Dharmakaya ini hanya dapat `diakses' oleh makhluk lain yang juga telah tercerahkan sepenuhnya. Makhluk biasa, bahkan Bodhisattva tingkat sepuluh, tidak mempunyai akses langsung ke Dharmakaya.

Karena itu, aspek Dharmakaya ini pada akhirnya akan `menyadari' ikrar yang beliau telah ucapkan dan jalankan jauh sebelum beliau mencapai pencerahan, yaitu ia akan mencapai pencerahan supaya dapat menolong sebanyak mungkin makhluk dengan seefektif dan seefisien mungkin.

Ada dua jenis makhluk yang belum tercerahkan, yaitu mereka yang telah mencapai tingkat ke 10 dari tingkatan Bodhisattva (disebut juga makhluk Arya) dan mereka yang belum, Mereka memiliki tingkat kekuatan persepsi yang amat sangat berbeda. Karena itu Sang Dharnakaya mengirimkan dua tingkatan `emanasi'. Kedua jenis emanasi ini adalah aspek Samboghakaya dan NIrmanakaya. Emanasi Samboghakaya menampakkan diri mereka kepada makhluk pada tingkatan Arya dan menginsipirasi mereka untuk segera mencapai pencerahan sempurna, sedangkan emanasi Nirmakaya menampakkan diri mereka

(7)

kepada makhluk biasa untuk menginspirasi dan juga membimbing para makhluk tersebut.

Kedua tipe emanasi ini tidak dapat disebut sebagai `reinkarnasi' dalam pengertian biasa, walaupun beberapa dari makhluk tersebut mungkin harus melalui proses masuk ke dalam rahim, dilahirkan secara normal dan sebagainya. Tidak ada satupun dari aktivitas makhluk tersebut yang diciptakan oleh kekuatan normal yang dikontaminasi oleh karma dan kekotoran batin. Mereka digerakkan hanya oleh kekuatan cinta kasih dan welas asih universal.

Tidak ada batas mengenai jumlah emanasi dari kedua tingkatan ini yang dapat dihasilkan oleh seorang makhluk yang tercerahkan secara bersamaan. Semuanya tergantung kepada kesiapan dari mereka yang hendak dilatih dan dibimbing. Seperti yang ditulis oleh Guru Besar India, Arya Asanga, dalam teks berjudul Perhiasan Permahaman yang Jernih". Hujan turun dengan merata di semua tempat Tetapi hanya benih yang subur yang akan tumbuh berkembang.

Emanasi tercerahkan yang tak terhitung jumlahnya `melayang' di mana-mana, menunggu saat, di mana kita telah cukup matang untuk menerima inspirasi dan bimbingan mereka. Mereka tidak mempunyai keraguan, prasangka, ataupun motivasi terselubung apapun. Semuanya tergantung kepada kita, sejauh mana persiapan kita untuk `menerima' mereka.

Aspek Dharmakaya ini tanpa bentuk karenanya tidak memiliki gender/jenis kelamin. Namun emanasi Nirmanakaya dan Samboghakaya dapat berupa laki-laki atau perempuan.

Dharmakaya itu tak terhingga, karenanya tidak dapat direduksi menjadi bentuk artistik. Biasanya Dharmakaya disimbulkan dengan stupa. Ada beberapa pengecualian khusus, misalnya gambar Samantabhadra dan Samantabhadri yang bersatu, namun umumnya Dharmakaya menggunakan bentuk abstrak. Selain itu dalam mandala, biasanya disimbolkan sebagai lingkaran di tengah-tengah mandala.

(8)

Jadi setiap gambar, thangka, atau patung umumnya adalah penggambaran dari emanasi Samboghakaya dan Nirmanakaya. Emanasi Samboghakaya pada umumnya memiliki 32 tanda utama dan 80 tanda sekunder, symbol fisik dari kesempurnaan seorang Buddha, misalnya memiliki telinga yang panjang, matanya lebar, memiliki ushnisha, dan lain sebagainya. Ciri khas penggambaran Samboghakaya lainya adalah sang subjek menggunakan mahkota yang mempunyai 5 puncak melambangkan 5 kebijaksanaan.

Ada tiga jenis emanasi Nirmanakaya, meskipun hanya dua yang umumnya digambarkan dalam seni Tibetan. Yang pertama adalah "Emanasi Nirmakaya Terunggul " (Supreme Nirmanakaya) yang juga memiliki 32 tanda utama dan 80 tanda sekunder seorang Buddha. Hanya para makhluk yang memiliki nilai kebajikan yang besar yang memiliki mata yang `murni', sehingga mampu untuk mencerap/melihat Nirmanakaya Terunggul yang sebenarnya. Orang dengan nilai kebajikan kecil hanya melihatnya sebagai seorang pengemis, orang gila, anjing, atau apapun. Kejayaan dari sang emanasi tidak akan terlihat oleh orang tersebut.

Jadi hanya tingkatan tubuh emanasi Nirmanakaya terendah yang dapat dilihat oleh makhluk biasa. Mereka tampak di mata orang-orang sesuai dengan karma mereka masing-masing, yang siap untuk dibimbing oleh emanasi-emanasi tersebut.

Doktrin ini berkembang dengan pesat di India dan berkembang juga di Tibet. Secara singkat, mereka menghubungkannya dengan yoga Tantra tertinggi dari proses simulasi kematian dan mengembangkannya menjadi `seni' kelahiran kembali yang berkesadaran. Dari sinilah muncul tradisi `Tulku" atau reinkarnasi yang dikenali secara resmi. Ada sekitar 3000 tulku di tahun 1959. Di antaranya yang terkenal adalah Dalai Lama, Panchen Lama, dan Karmapa.

Pada dasarnya kata Tulku adalah terjemahan langsung dari istilah Sanskerta NIrmanakaya. Idenya adalah sebagai berikut: Sang Lama yang sedang sekarat menerapkan teknik Yoga Tantra ke cahaya jernih kematian, impian/penglihatan

(9)

(vision bardo) yang tampak setelah kematian, dan akhirnya dalam proses kelahiran kembali, dan menghubungkan tiga kejadian ini dengan Tiga Kaya. Jadi dapat dikatakan reinkarnasi dari Sang Lama adalah emanasi Nirmanakaya.

Hal menarik dari doktrin Tiga Kaya yang berkembang di Tibet adalah istilah "Tulpa" atau Emanasi, yang berbeda dengan Tulku atau "Tubuh Emanasi". Karena Dharmakaya dapat memancarkan emanasinya menjadi Samboghakaya dan Nirmanakaya yang tak terhitung jumlahnya, suatu hal yang umum mengatakan bahwa seorang lama atau seorang tokoh penting adalah emanasi dari seorang Buddha atau Bodhisattva. Misalnya kedua permaisuri Raja Songtsen Gampo, yang menginspirasi sang Raja untuk menjadikan Buddhisme sebagai agama nasional sering dikatakan sebagai emanasi dari Buddha Tara. Dalai Lama dikatakan sebagai emanasi dari Avalokiteshvara, Lama-lama Sakya sebagai emanasi Manjushri. 8

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa emanasi dalam teologi Adhi Budha terdapat dalam ajaran Trikaya (Dharmakaya, Sambhogakaya dan Nirmanakaya ). Dari Dharmakaya yang disebut tubuh tanpa bentuk (Arupakaya) akan menubuh pada Sambhogakaya dan Nirmanakaya yang disebut tubuh bentuk (Rupakaya). Emanasi Samboghakaya menampakkan diri mereka kepada makhluk pada tingkatan Arya dan menginsipirasi mereka untuk segera mencapai pencerahan sempurna, sedangkan emanasi Nirmakaya menampakkan diri mereka kepada makhluk biasa untuk menginspirasi dan juga membimbing para makhluk tersebut.

Walaupun ajaran emanasi dalam teologi Adhi Budha adalah Pengaruh aliran Tantra, dikatakan bahwa Budha yang tetinggi ini menjelma atau menubuh, turun

8

Bodhimanggala, Tuh, 12 May 2005. 02:25:34-0700, Diterjemahkan oleh Losang Nyima Surya Wijaya, Jakarta Mei 2005 dari buku Female Buddha, Women of Enlightenment in Tibetan Mystical, Art, Glenn H. Mullin-Jeff J. Watt. www.mail-archive.com/ dharmajala@yahoogroups.

(10)

dari kekosonganya menjadi berisi, dalam beberapa tahap atau tingkatan. Nampaknya di India kuno, para penyair telah mengembangkan wawasan yang mendalam mengenai kitab-kitab Veda dan tesis-tesis filosof yang canggih serta argumen-argumen dalam bahasa sansekerta, yang berwujud dalam kitab-kitab Veda dan kitab-kitab Upanisad dan semua filsafat India klasik “Hinduisme”. Dalam Rg. Veda Hindu umpamanya dijelaskan, dewa pencipta Brahma, menciptakan mahluk kedua, yakni putri sebagai “langit “mereka melakukan inses dan menelurkan mahluk-mahluk lain, Rg Veda bahkan meramalkan alam semesta itu sendiri sebagai purusha, suatu pribadi kosmis, yang tidak dapat mati dan berkorban demi dunia. “Purusha mempunyai seribu kepala, seribu mata, ia adalah penguasa keabadian. Dari purusha inilah bulan keluar dari mulutnya, matahari dari matanya, dan dunia muncul dari kedua kakinya”.

Walaupun istilah Emanasi muncul dalam abad 2 M, tepatnya di kenalkan oleh seorang filosof yang bernama Plotinus, namun dengan pengertian emanasi yang sudah dibahas dalam bab II,9 nampaknya pada abad ke 6 SM pun yang demikian sudah dijelaskan bahkan dikaji dalam “Hinduisme” Itu artinya bahwa ajaran emanasi dalam teologi Adhi Budha nampaknya terpengaruh dari ajaran-ajaran “Hinduisme”, yang kurun waktu munculnya lebih dulu dari pada agama Budha.

Sedangkan kalau diamati ajaran Trikaya (tiga tubuh Budha) yang menginspirasi ajaran ketuhanan serta emanasi dalam Mahayana, nampaknya ada kemiripan dengan ajaran Trinitas dalam agama Kristen, dimana ajaran Trikaya yang terdiri dari: Dharmakaya, yang dipandang sebagai Tuhan Yang Maha Esa dalam Mahayana, juga mempunyai fungsi sebagai pencipta dari segala makhluk yang ada di muka bumi ini, Sambhogakaya, yaitu tubuh yang disiapkan oleh

Dharmakaya untuk menjembatani agar bisa di akses oleh makhluk awam, artinya

9

Bahwa sesuai pengertian emanasi adalah proses terjadinya ujud yang beraneka ragam, baik langsung atau tidak langsung, bersifat jiwa atau materi, berasal dari ujud yang menjadi sumber dari segala sesuatu yakni Tuhan, yang menjadi sebab dari segala yang ada.

(11)

melalui Sambhogakaya ini nanti Dharmakaya akan menubuh menjadi

Nirmanakaya. Kemudian Nirmanakaya inilah tubuh perwujudan dari Budha yang

dapat dilihat manusia pada tubuh Budha Sakyamuni (Gautama). Dengan tubuh ini beliau membeberkan Dharma-Nya dan menyelamatkan para insan.

Sedang Trinitas atau Tritunggal yang dalam bahasa arab disebut : Tatsalis atau Tsaluts. Dalam bahasa Jawa disebut Triniji atau telu teluning atunggal dan dalam bahasa inggris disebut Trinity. Agama Nasrani bahwa Allah itu satu, tetapi beroknum tiga, Oknum adalah bahasa arab, dan dalam bahasa Jawa disebut jejer. Jadi Allah satu beroknum tiga artinya : dalam bahasa Jawa Allah sawiji ajejer

telu.10 Yaitu Bapak, Roh Kudus dan Anak dimana ketiga mempunyai arti sebagai berikut: Bapak yang dianggap Tuhan Yang Maha Esa adalah segala yang menciptakan makhluk di bumi ini, Roh kudus adalah fasilitas dimana Tuhan Bapak bisa berkomunikasi dengan Tuhan Anak (Yesus), kemudian Tuhan Anak atau Yesus wujud nyata yang dapat di indera oleh orang awam dan Yesus inilah yang menjadi panutan bagi umat Kristiani karena telah berani menebus dosa-dosanya dengan mengorbankan dirinya di kayu salib.

Dengan begitu mungkin ajaran Trikaya dalam agama Budha yang notabene hadir dalam muka bumi ini lebih awal dari agama Kristen, disinyalir mempunyai keterkaitan dengan ajaran Trinitas, artinya bahkan bisa jadi ajaran Trikaya yang mempengaruhi ajaran Trinitas.

10

(12)

Daftar pustaka bab IV

Mukti Ali, Agama-agama Di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 1988 Harun Hadiwijono, Konsepsi Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa, Sinar

Harapan, Jakarta, Cet pertama, 1983

Krishnanda Wijaya Mukti dan Suktadharmi, Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT Cipta Adi Pustaka, Jakarta, Jilid 1 1990

H.A Mukti Ali, Agama-agama Di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 1988

Bodhimanggala, Tuh, 12 May 2005. 02:25:34-0700, Diterjemahkan oleh Losang Nyima Surya Wijaya, Jakarta Mei 2005 dari buku Female Buddha,

Women of Enlightenment in Tibetan Mystical, Art, Glenn H.

Mullin-Jeff J. Watt. www.mail-archive.com/ dharmajala@yahoogroups. Abu Ahmadi, Sejarah Agama, CV. Ramadhani, Solo, Cet. Pertama, 1986

Referensi

Dokumen terkait

Patut kiranya menjadi catatan, bahwa timbulnya luka berat dalam konteks Pasal 351 Ayat (2) KUHP bukanlah merupakan tujuan dari pelaku. Tujuan yang dituju oleh

Pemberdayaan ( empowerment ) merupakan strategi/upaya untuk memperluas akses masyarakat terhadap suatu sumberdaya ataupun program (misalnya, kebijakan pembangunan pertanian

Sebagai upaya Uni Eropa untuk mengurangi biaya dan lebih fokus pada inovasi, maka peluang pun muncul bagi Negara Berkembang untuk memproduksinya dengan jalinan kerjasama

Langkah-langkah pelaksanaan DEAR yang dapat diterapkan di sekolah dasar adalah: (1) tanda waktu DEAR tiba dibunyikan, seluruh warga sekolah baik siswa, guru, dan karyawan

SEO suatu website sangat berkaitan pada trafik pengunjung yang ada pada website tersebut, sehingga website sebagai media periklanan internet dapat lebih efektif dalam

Valbury Asia Securities or their respective employees and agents makes any representation or warranty or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the

Namun kelebihan kue ini adalah penampilannya yang lebih menarik dan lebih berasa manis tidak seperti kue mochi yang memiliki rasa tawar, serta aneka saos olahan yang

Setelah mengevaluasi sejumlah pilihan teknologi utama sebagai PLBST yang dapat diimplementasikan untuk mengelola, menemukan, menganalisa dan menyebarkan informasi,