• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN PEMBIBITAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. JAMBI AGRO WIJAYA, SAROLANGUN - JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN PEMBIBITAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. JAMBI AGRO WIJAYA, SAROLANGUN - JAMBI"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

DI PT. JAMBI AGRO WIJAYA, SAROLANGUN - JAMBI

OLEH

DEDDY EFFENDI A24052821

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

i

RINGKASAN

DEDDY EFFENDI. Pengelolaan Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis

guineensis Jacq.) Di PT. Jambi Agro Wijaya, Sarolangun-Jambi. (Dibimbing

oleh Jan Barlian dan Sudirman Yahya).

Kegiatan magang telah dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Jambi Agro Wijaya unit perusahaan ARBV Bakrie Sumatera Plantation, Sarolangun-Jambi. Kegiatan magang dilaksanakan selama 4 bulan mulai dari bulan Februari hingga bulan Juni 2009.

Tujuan khusus kegiatan magang adalah untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis dan manajemen tentang pengelolaan pembibitan tanaman kelapa sawit. Selain itu juga untuk mempelajari dan menganalisis kegiatan pengelolaan pembibitan tanaman kelapa sawit di perkebunan.

Selama melakukan kegiatan magang penulis melaksanakan berbagai jenis pekerjaan teknis dan manajerial di lapangan mulai dari tingkat buruh harian lepas (BHL), pendamping mandor, dan pendamping asisten. Kegiatan yang telah diikuti penulis selama di kebun pembibitan meliputi kegiatan penanaman kecambah, pemindahan dari pembibitan awal atau pre nursery (PN) ke pembibitan utama atau main nursery (MN), dan kegiatan-kegiatan pemeliharaan lainnya. Kegiatan yang dilakukan di divisi meliputi kegiatan yang berhubungan dengan produksi dan pemeliharaan tanaman kelapa sawit menghasilkan.

Di kebun pembibitan PT. JAW, banyak jenis-jenis pekerjaan yang dilaksanakan setiap harinya. Bibit sawit yang ditanam harus mendapatkan penanganan yang baik agar menghasilkan bibit yang berkualitas. Untuk mendapatkan semua itu memerlukan kegiatan manajemen atau pengelolaan pembibitan yang baik.

Beberapa masalah masih terdapat di kebun pembibitan PT. JAW ini. Masalah-masalah tersebut meliputi masalah teknis dan manajemen dalam pelaksanaan beberapa jenis pekerjaan. Masalah-masalah yang ditemukan seperti masalah pemilihan lokasi kebun pembibitan, adanya ketidakefektifan suatu sistem kerja yang diterapkan, kurang berjalannya fungsi pengawasan oleh mandor, serta beberapa perbedaan teknis dan manajemen yang diterapkan di lapangan dengan sumber pustaka yang baku, dan lain sebagainya. Beberapa masalah tersebut akan dianalisis secara kuantitatif sederhana dan dibahas dengan analisis deskriptif.

(3)

PENGELOLAAN PEMBIBITAN

TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

DI PT. JAMBI AGRO WIJAYA, SAROLANGUN - JAMBI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

OLEH

DEDDY EFFENDI A24052821

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(4)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PENGELOLAAN PEMBIBITAN TANAMAN KELAPA

SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. JAMBI AGRO WIJAYA, SAROLANGUN - JAMBI

Nama : Deddy Effendi NRP : A24052821

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pemimbing II

Ir. Jan Barlian, M.Sc Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc NIP. 19451011 196708 1 001 NIP. 19490119 197412 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau pada tanggal 11 Oktober 1987. Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara dari Bapak Dahliasman Effendi dan Ibu Suminarti.

Tahun 1999 penulis lulus dari SDN 1 Tembilahan, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMPN 1 Tembilahan. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 2 Tembilahan pada tahun 2005.

Tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Selanjutnya tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Penulis pernah aktif diberbagai organisasi mahasiswa yang ada di IPB. Tahun 2007/2008 penulis pernah menjadi staf Kewirausahaan pada himpunan profesi HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura) Faperta IPB. Tahun 2008/2009 penulis menjadi staf Fund Raising BEM A (Badan Eksekutif Mahasiswa) Faperta IPB.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayahNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu tugas akhir mahasiswa untuk memenuhi syarat kelulusan. Skripsi ini berisi hasil dan analisis dari kegiatan magang yang telah dilaksanakan mahasiswa selama 4 bulan di perkebunan kelapa sawit PT. Jambi Agro Wijaya yang merupakan unit perkebunan ARBV Bakrie Sumatera Plantation.

Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua yang saya cintai dan saya sayangi yang jasa-jasanya tidak dapat terhitung nilainya.

2. Bapak Ir. Jan Barlian, M.Sc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc yang telah bersedia menjadi dosen pembimbing skripsi saya dan memberikan banyak masukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Adrial Lubis sebagai estate manager PT. JAW yang telah menerima kami dan memberikan suasana nyaman selama magang disana. 4. Asisten, staf dan karyawan di PT. JAW. Khusus buat Pak Haryono sebagai

asisten di kebun pembibitan yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada saya.

5. Teman-teman seperjuangan Agronomi dan Hortikultura Angkatan 42 yang saya banggakan.

Demikian skripsi ini saya buat untuk digunakan sebagaimana mestinya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada yang membacanya. Akhir kata Assalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Bogor, Januari 2010

(7)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 4 TINJAUAN PUSTAKA ... 5 Tujuan Pembibitan ... 5 Persiapan Pembibitan ... 5 Bahan Tanam ... 6 Sistem Pembibitan ... ... 6 METODE MAGANG ... 9

Tempat dan Waktu ... 9

Metode Pelaksanaan ... 9

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG ... 12

Letak Geografis ... 12

Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi ………. 12

Kondisi Lahan dan Pertanaman Kebun …….……….. 13

Produksi dan Produktivitas Kebun …………..….………...……… 15

Kondisi Kebun Pembibitan ……….. 16

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ….………...…... 17

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 21

Aspek Teknis ... 21

Pembibitan ... 21

Pemupukan ... 26

Penunasan/Prunning ………...…...…….. 29

Pengendalian Gulma ………..………...…..… 30

Pengendalian Hama Ulat Api …...………....……….….. 33

Pengangkutan dan Pemasangan Titi Panen Beton ... 37

Sensus Buah ... 38 Pemanenan ………...………...…….... 39 Aspek Manajerial ………...…..……….... 43 Pendamping Mandor ……….……...……... 43 Pendamping Asisten ………...…..………..…. 46 PEMBAHASAN ……….…...…..……..….... 48

Pemilihan Lokasi Pembibitan ……….…...…..……… 48

Daya Tumbuh Kecambah Asal Costarica .……….……….……... 48

Pertumbuhan Bibit Asal Costarica di Pembibitan Utama .……….. 50

Seleksi Bibit ………...………...………... 52

Sistem Pekerjaan Harian …….……...………..… 53

(8)

vii

KESIMPULAN DAN SARAN ………...……..………..… 55

Kesimpulan ……….…….……… 55

Saran ……….………...….... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit di Indonesia ... 2

2. Perkembangan Produksi Minyak Sawit di Indonesia ... 2

3. Pengaturan Naungan di Pembibitan Awal ... 7

4. Kondisi Lahan dan Pertanaman PT. JAW Kebun Mentawak ..……... 15

5. Produksi Tandan Buah Segar PT. JAW Kebun Mentawak Tahun 2003-2008 ………...…...… 16

6. Jumlah Tenaga Kerja HIP, SKU dan KHL di PT. JAW Kebun Mentawak ……….…….... 19

7. Titik Ambang Batas Kritis Serangan Hama Ulat Api ... 34

8. Alat-alat Panen …………..………...…….... 41

9. Ketentuan Basis Borong dan Premi Tahun 2009 di PT. JAW Kebun Mentawak …….………...………. 42

10. Daya Tumbuh Kecambah Asal Costarica di Pembibitan Awal ... 49

11. Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kelapa Sawit di MN ... 50

12. Standar Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ... 51

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Tahapan Proses Produksi Kecambah dan Kegiatan

Pembibitan ………...….... 3

2. Tahapan Fase Pertumbuhan Bibit Sawit hingga Siap Ditanam di Lapangan ………... 4

3. Kondisi Jalan di PT. JAW ………...………….… 14

4. Sawit yang Condong dan Roboh ………..………... 14

5. A) Jalan dan Areal Pembibitan Utama, B) Areal Pembibitan Awal …. 17 6. Struktur Organisasi PT. Jambi Agri Wijaya ………. 18

7. Kondisi Lahan Kebun Pembibitan PT. JAW ... 22

8. Kecambah Sawit dari Costarica, Amerika Tengah ... 23

9. A) Posisi Penanaman Kecambah yang Benar, B) Plumula yang Patah ... 23

10. Proses Pembuatan Naungan ... 24

11. Bibit yang Akan Dipindah Tanam ke Pembibitan Utama ... 25

12. A) Bibit Kerdil (runt), B) Bibit Juvenil ... 26

13. A) Defisiensi K, B) Defisiensi Boron ………..……... 27

14. Pemupukan Abu Janjang ………..……….... 28

15. Kegiatan Penunasan ………...….. 29

16. Gulma di Perkebunan Kelapa Sawit …...………..…... 30

17. Kegiatan SP3 TPH ……….….. 31

18. A) Dampak Serangan, B) Ulat Bulu dan Ulat Api ……….…….. 33

19. Aplikasi Swingfog ………. 36

20. Penanaman Turnera subulata ……….………. 36

21. Pengangkutan dan Pemasangan Titi Panen Beton ………..……..…... 37

22. Teknis dan Tata Cara Penentuan Sample Pokok BBC ………...……. 38

23. Pemanenan TBS ………... 39

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta PT. JAW Kebun Mentawak ………...….………. 59 2. Data Curah Hujan ………...……….………….... 60 3. Kedalaman Gambut PT. JAW Kebun Mentawak …….…..……… 61 4. Peta Pembibitan Kebun Mentawak ... 62 5. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian

di PT. Jambi Agro Wijaya ... 63 6. Hasil Sebagain Sensus BBC di Blok C17 Divisi III ……….... 66 7. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor

di PT. Jambi Agro Wijaya ………...………. 67 8. Buku Kegiatan Mandor Perawatan ………..………... 69 9. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Asisten

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan yang dewasa ini sangat diminati untuk dikelola atau ditanam. Baik oleh pihak BUMN, perkebunan swasta nasional dan asing, maupun petani (perkebunan rakyat). Daya tarik penanaman kelapa sawit terletak pada keuntungan yang berlimpah karena kelapa sawit masih merupakan andalan sumber minyak nabati dan bahan agroindustri (Sukamto, 2008).

Kelapa sawit merupakan tanaman yang mampu menghasilkan minyak tertinggi per satuan luasnya dibanding jenis tanaman lainnya. Tanaman kelapa sawit memiliki potensi minyak sekitar 6-7 ton/ha/tahun dan merupakan komoditi perkebunan yang begitu akrab dengan kehidupan petani bahkan dianggap sebagai salah satu mata pencaharian yang mampu mensejahterakan kehidupan pemiliknya (PPKS, 2003).

Saat ini produksi CPO (Crude Palm Oil) Indonesia sekitar 17 juta ton per tahun. Dengan produksi ini, Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, berhasil menggeser kedudukan Malaysia yang produksinya mencapai 16 juta ton CPO per tahun, meskipun ada juga kebun-kebun kelapa sawit yang merupakan investasi perusahaan swasta Malaysia di Indonesia (Latif, 2008). Perkembangan luasan lahan perkebunan kelapa sawit dan produksi minyak sawit Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan ini diharapkan akan menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanaan transplanting atau penanaman di lapangan (PPKS, 2003).

Bibit merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Untuk menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas diperlukan pengelolaan yang intensif selama tahap pembibitan. Dalam pengelolaan

(13)

*) : Data sementara, **) : Data perkiraan

pembibitan diperlukan pedoman kerja yang dapat menjadi acuan sekaligus kontrol selama pelaksanaan di lapangan.

Tabel 1. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit di Indonesia

Tahun Luas Areal (ha)

PR PBN PBS Total 2005 2 356 895 529 854 2 567 068 5 453 817 2006 2 549 572 687 428 3 357 914 6 594 914 2007 2 752 172 606 248 3 408 416 6 766 836 2008*) 2 903 332 607 419 3 497 125 7 007 876 2009**) 2 959 332 617 169 3 500 706 7 077 207

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, Deptan. 2009. Keterangan:

PR = Perkebunan Rakyat

PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta

Tabel 2. Perkembangan Produksi Minyak Sawit di Indonesia

Tahun Produksi Miyak Sawit (ton)

PR PBN PBS Total 2005 4 500 769 1 449 254 5 911 592 11 861 615 2006 5 783 088 2 313 729 9 254 031 17 350 848 2007 6 358 389 2 117 035 9 189 301 17 664 725 2008*) 6 683 020 2 124 358 9 282 125 18 089 503 2009**) 6 846 015 2 142 358 9 472 867 18 461 240 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, Deptan. 2009.

Keterangan:

PR = Perkebunan Rakyat

PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta

(14)

*) : Data sementara, **) : Data perkiraan

3

Dalam prosesnya, untuk memperoleh sebuah bibit yang siap ditanam di lapangan itu harus melalui proses yang relatif panjang. Mulai dari pelepasan varietas oleh pemulia tanaman untuk dijadikan pohon induk, pengelolaan pohon induk, produksi TBS (calon benih), persiapan pengecambahan, proses pengecambahan, pembibitan awal, pembibitan utama, hingga persiapan bibit yang siap ditanam di lapangan. Skema tahapan proses produksi kecambah dan kegiatan pembibitan di lapangan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema Tahapan Proses Produksi Kecambah dan Kegiatan Pembibitan

Secara normal, biji kelapa sawit tidak dapat berkecambah dengan cepat karena adanya sifat dormansi. Jika benih langsung ditanam di tanah atau pasir maka persentase daya tumbuh kecambah setelah 3-6 bulan hanya 50%. Untuk mematahakan dormansi benih dan meningkatkan persentase daya kecambah diperlukan perlakuan khusus dalam proses pengecambahan. Proses pengecambahan dan proses sebelumnya tidak dibahas lebih lanjut karena di kebun pembibitan PT. JAW tidak memproduksi kecambah sendiri, perusahaan langsung membeli kecambah sebagai bahan tanam kepada perusahaan penyedia kecambah. Alur atau tahapan fase pertumbuhan tanaman kelapa sawit dari buah segar sampai bibit kelapa sawit yang ditanam di lapangan dapat dilihat pada Gambar 2.

Pelepasan Varietas Produksi TBS (Calon Benih) Persiapan Pengecambahan Proses Pengecambahan Pembibitan Awal Pembibitan Utama Persiapan Transplanting Bibit ke Lapangan Pengelolaan Pohon Induk

(15)

*) : Data sementara, **) : Data perkiraan

Buah Sawit Kecambah Bibit di PN

(naungan)

Bibit di Lapangan Bibit di MN Bibit di PN (tanpa naungan) Gambar 2. Tahapan Fase Pertumbuhan Bibit Sawit hingga Siap Ditanam

di Lapangan

Tujuan

Tujuan umum kegiatan magang yang dilakukan adalah:

 Memperoleh pengalaman dan keterampilan bekerja secara nyata mengenai aspek teknis dan manajemen perkebunan kelapa sawit.

Adapun yang menjadi tujuan khusus kegiatan magang ini adalah:

 Meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis dan manajemen pembibitan tanaman kelapa sawit.

 Mempelajari dan menganalisis kegiatan pengelolaan pembibitan tanaman kelapa sawit di perkebunan.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan Pembibitan

Bibit merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan ini diharapkan akan menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanaan transplanting atau penanaman (PPKS, 2003).

Untuk menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas diperlukan pengelolaan yang intensif selama tahap pembibitan. Dalam pengelolaan pembibitan diperlukan pedoman kerja yang dapat menjadi acuan sekaligus kontrol selama pelaksanaan di lapangan.

Persiapan Pembibitan

Kegiatan pembibitan memerlukan suatu persiapan atau perencanaan agar proses pembibitan dapat berlangsung dengan efektif dan efisien sehingga hasil yang didapatkan lebih optimal. Beberapa perencanaan kegiatan yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan pembibitan seperti:

1. Pemilihan lokasi

2. Penentuan jumlah bibit yang dibutuhkan dan luas areal pembibitan 3. Penyediaan bahan tanaman

4. Sistem pembibitan yang digunakan (pre nursery dan main nursery) 5. Penyediaan media dan wadah tanam (polybag)

6. Penentuan teknik budidaya dan manajemen pembibitan.

Pemilihan lokasi kebun pembibitan perlu memperhatikan beberapa persyaratan berikut:

1. Areal diusahakan memiliki topografi yang rata dan berada di tengah kebun 2. Dekat dengan sumber air

3. Memiliki akses jalan yang baik sehingga memudahkan dalam pengawasan 4. Terhindar dari gangguan hama, penyakit, ternak dan manusia.

(17)

Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan harus dapat dipastikan berasal dari pusat sumber benih yang telah memiliki legalitas dari pemerintah dan mempunyai reputasi baik, seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Pada saat ini bahan tanaman yang dianjurkan adalah Tenera yang merupakan hasil dari persilangan Dura x Pisifera (D x P). Bahan tanaman yang dihasilkan oleh PPKS merupakan hasil seleksi yang ketat dan telah teruji di berbagai lokasi, sehingga kualitasnya terjamin (PPKS, 2003).

Akhir-akhir ini terjadi kekurangan pasokan kecambah sawit dari dalam negeri. Perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan pengembangan terpaksa harus mendatangkan kecambah dari luar negeri. Beberapa negara yang dapat memenuhi permintaan kecambah dalam negeri seperti Malaysia, Papua Nugini, Costarica, dan lain-lain.

Bahan tanaman kelapa sawit di pembibitan disediakan dalam bentuk kecambah (germinated seed). Untuk kerapatan tanam 143 pohon/ha di lapangan diperlukan 200 kecambah/ha. Pemesanan kecambah sebaiknya dilakukan 3-6 bulan sebelum pembibitan dimulai. Persiapan lapangan agar disesuaikan dengan jadwal kedatangan kecambah.

Sistem Pembibitan

Pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua tahapan pekerjaan tergantung kepada persiapan yang dimiliki sebelum kecambah dikirim ke lokasi pembibitan. Untuk pembibitan yang menggunakan satu tahap (single stage), berarti penanaman kecambah kelapa sawit langsung dilakukan ke pembibitan utama (main nursery).

Sistem yang banyak digunakan dalam pembibitan kelapa sawit saat ini adalah sistem pembibitan dua tahap (double stage). Sistem pembibitan dua tahap tediri dari pembibitan awal (pre nursery) selama ± 3 bulan pada polybag berukuran kecil (babybag) dan pembibitan utama (main nursery) dengan polybag berukuran lebih besar (largebag).

(18)

7

Sistem pembibitan dua tahap banyak dilakukan perusahaan perkebunan karena memiliki beberapa keuntungan antara lain:

1. Kemudahan dalam pengawasan dan pemeliharaan serta tersedianya waktu dalam persiapan pembibitan utama pada tiga bulan pertama

2. Terjamin bibit yang akan ditanam ke lapangan karena telah melalui beberapa tahapan seleksi, baik di pembibitan awal maupun di pembibitan utama

3. Seleksi yang ketat (5-10%) di pembibitan awal dapat mengurangi keperluan tanah dan polybag besar di pembibitan utama.

Pembibitan awal merupakan kegiatan pembibitan yang ditujukan agar bibit mendapatkan kondisi lingkungan tumbuh optimal dan terkendali. Beberapa kegiatan yang dilakukan pada pembibitan awal seperti:

1. Persiapan dan pengolahan tanah (bedengan dan naungan) 2. Penanaman kecambah

3. Pemeliharaan pembibitan awal meliputi: penyiraman, pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, seleksi bibit, dan lain-lain 4. Pemindahan dan pengangkutan.

Pada pembibitan awal diperlukan naungan agar kecambah tidak mengalami stress karena terkena sinar matahari langsung. Pemberian naungan diharapkan dapat mengurangi penerimaan intensitas cahaya matahari. Pengaturan naungan di pembibitan awal dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaturan Naungan di Pembibitan Awal

Umur (bulan) Naungan (%)

0 – 1.5 100

1.5 – 2.5 50

> 2.5 Naungan dihilangkan secara bertahap Sumber : PPKS. 2003.

(19)

Pembibitan utama (main nursery) merupakan tahap kedua dari sistem pembibitan dua tahap. Di pembibitan utama bibit dipelihara dari umur 3 bulan hingga 12 bulan. Keberhasilan rencana penanaman di lapangan dan produksi di kemudian hari ditentukan oleh pelaksanaan pembibitan utama dan kualitas bibit yang dihasilkannya. Beberapa kegiatan di pembibitan utama seperti:

1. Persiapan dan pengolahan tanah

2. Penyediaan kebutuhan air dan instalasi penyiraman 3. Pemancangan atau pengajiran

4. Persiapan media tanam (pengisian tanah dan pembuatan lubang tanam pada polybag)

5. Penanaman bibit

6. Pemeliharaan pembibitan utama (penyiraman, penyiangan gulma, pemberian mulsa, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, seleksi bibit)

(20)

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang telah dilaksanakan di perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Jambi Agro Wijaya yang berlokasi di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. Waktu kegiatan magang dilaksanakan selama 4 bulan yang dimulai pada bulan Februari 2009 sampai dengan bulan Juni 2009.

Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan pada kegiatan magang adalah metode langsung dan tidak langsung yang bertujuan untuk memperoleh data primer dan data sekunder. Metode langsung yang dilakukan adalah melakukan praktik kerja langsung di lapangan dengan turut bekerja aktif dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan atas izin perusahaan seperti menjadi karyawan harian lepas (KHL), pendamping mandor dan pendamping asisten, serta melakukan pengamatan dan diskusi. Pendekatan tidak langsung dilakukan melalui pengumpulan data-data di perkebunan berupa laporan bulanan, laporan tahunan, dan arsip-arsip kebun lainnya.

Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan terhadap semua kegiatan yang berlangsung di perkebunan. Kegiatan yang berlangsung tiap harinya dituliskan dalam jurnal harian selaku KHL, pendamping mandor, dan pendamping asisten. Data pengamatan lapangan difokuskan pada kegiatan pengelolaan pembibitan yaitu pada kegiatan pembibitan awal (pre nursery) dan pembibitan utama (main nursery). Beberapa pengamatan langsung yang dikumpulkan penulis sebagai data primer dalam pembahasan seperti:

1. Pengamatan tinggi, diameter batang, jumlah pelepah daun untuk bibit di MN Data tersebut digunakan untuk mengetahui pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit pada umur bibit tanaman yang berbeda. Tinggi tanaman diukur dengan meteran dari pangkal batang hingga ujung daun yang tertinggi dan telah diluruskan. Diameter batang diukur dengan jangka sorong sekitar 1 cm dari permukaan tanah dengan cara mengukur dua sisi batang yang berlawanan,

(21)

nilainya dijumlahkan lalu dirata-ratakan. Pelepah daun yang dihitung hanya daun yang berwarna hijau dan telah membuka sempurna. Artinya, pelepah yang anak daunnya belum terpisah dan pelepah yang kering (warna coklat) tidak dihitung.

Data diambil dari 30 tanaman contoh dari masing-masing blok sebanyak 2 blok (Blok A4 umur 7 bulan dan Blok A13 umur 10 bulan) dan tiap blok dibagi menjadi 3 sub blok yang dijadikan sebagai ulangan. Pengamatan dilakukan dalam rentang waktu sebulan sekali selama kurang lebih 3 bulan dan diharapkan akan diperoleh data pertumbuhan vegetatif bibit pada umur 7, 8, dan 9 bulan untuk bibit pada Blok A4. Bibit yang berada di Blok A13 diharapkan akan diperoleh data pertumbuhan vegetatif bibit pada umur 10, 11, dan 12 bulan. Namun pada saat pengamatan, bibit di Blok A13 sudah disiapkan untuk pindah tanam ke lapangan (transplanting) pada umur 11 bulan lebih, sehingga data untuk umur 12 bulan tidak diperoleh.

2. Pengamatan terhadap jumlah bibit yang mati (busuk dan berwarna coklat) Data ini digunakan untuk mengetahui daya tumbuh kecambah yang didatangkan dari ASD Coctarica, Amerika Tengah. Dengan demikian, bisa diketahui kualitas dari kecambah itu sendiri serta upaya-upaya perbaikan dalam menekan angka kematian kecambah tersebut. Pengamatan dilakukan pada umur 2 MST pada seluruh bibit dalam bedengan (1000 bibit per bedeng) sebanyak 10 bedeng dari total sekitar 50 bedeng per blok.

3. Pengamatan terhadap hasil pekerjaan tabur mulsa

Hasil pekerjaan tabur mulsa yang diamati adalah hasil dari pekerjaan yang dimandori oleh penulis dan juga mandor kebun untuk mengetahui seberapa efektif pemecahan masalah yang diberikan penulis sebagai mandor di lapangan. Data ini juga digunakan untuk menunjukkan perbedaan hasil yang diperoleh oleh pekerja setiap harinya karena menerapkan sistem pekerjaan harian tanpa target hasil. Penulis mencatat hasil pekerjaan di bawah pengawasan penulis selama 3 hari dan membandingkannya dengan hasil untuk jenis pekerjaan yang sama yang diawasi oleh mandor kebun, dimana data tersebut diambil dari laporan daily work selama 3 hari juga.

(22)

11

4. Pengamatan terhadap seluruh kegiatan teknis di lapangan

Pengamatan langsung ini dilakukan untuk mengetahui kegiatan teknis di lapangan yang berbeda dengan standar atau literatur yang ada. Perbedaan ini akan dibandingkan dengan standar atau literatur yang ada untuk kemudian dianalisis secara deskriptif.

Data sekunder diperoleh dari pengumpulan data di perkebunan seperti laporan harian, laporan bulanan, laporan tahunan, serta arsip kebun. Kondisi dan kegiatan umum di perkebunan memerlukan data seperti: peta kebun, curah hujan, kondisi lahan dan tanaman, produksi dan produktivitas kebun, struktur organisasi dan lain-lain. Sementara untuk yang berhubungan dengan aspek khusus pengelolaan pembibitan diperlukan data skunder seperti: kondisi lahan pembibitan, kondisi bibit, umur bibit tanaman pada setiap blok atau areal pembibitan, hasil pekerjaan, serta data atau informasi lain yang diperlukan. Data tersebut dibutuhkan untuk menganalisis beberapa kegiatan di pembibitan, secara deskriptif dan dibandingkan dengan sumber pustaka yang baku.

(23)

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

Letak Geografis

Lokasi kebun PT. Jambi Agro Wijaya (PT. JAW) terletak di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Untuk masuk ke wilayah kebun bisa menggunakan kendaraan roda empat dengan waktu tempuh sekitar 2.5 jam dari Ibukota Kabupaten Sarolangun dengan kondisi jalan raya yang sedikit rusak. Kondisi jalan menuju lokasi kebun dari Kecamatan Pauh banyak yang rusak, jaraknya yaitu sekitar 65 km dan memakan waktu sekitar 1 jam.

Secara geografis lokasi kebun PT. JAW Kebun Mentawak sebelah Utara berbatasan dengan Dusun Pematang Kabo dan Dusun Lubuk Jering, sebelah Selatan berbatasan dengan Tanjung Gedang, Empang Benau dan Dusun Pangkal Bulian. sebelah Timur berbatasan dengan Dusun Baru dan Dusun Semurung, sebelah Barat berbatasan dengan daerah transmigrasi Satuan Pemukiman C (SP C) dan Dusun Mentawak. Peta PT. JAW Kebun Mentawak disajikan pada Lampiran 1.

Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi

Keadaan iklim PT. JAW termasuk dalam tipe iklim A sangat basah (Q=9.18%) berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson. Curah hujan rata-rata tahunan dari tahun 1999 sampai 2008 adalah 2 673.98 mm per tahun, dengan hari hujan rata-rata 104 hari dan lama bulan kering (BK) kurang dari 1 bulan per tahun. Curah hujan rata-rata bulanan tertinggi mencapai 348.6 mm pada bulan Januari sedangkan curah hujan rata-rata bulanan terendah 107.8 mm pada bulan Juni. Hari hujan rata-rata bulanan maksimum sebesar 13 hari terdapat pada bulan November dan minimum 5 hari pada bulan Juni. Data curah hujan disajikan pada Lampiran 2.

Keadaan topografi di kebun ini pada umumnya adalah lahan datar karena hampir seluruh lahan terdiri atas tanah gambut. Jenis gambut termasuk ke dalam gambut ombrogen yang wilayahnya berada lebih tinggi daripada muka air sungai atau muka air tanah sehingga masukan hara hanya mengandalkan air hujan dan hasil perombakan bahan organik. Oleh karena itu, jenis gambut ini miskin unsur

(24)

13

hara (jenis oligotrofik). Berdasarkan tingkat kematangannnya, gambut ini tergolong dalam jenis hemik dengan tingkat mentahnya mencapai 50%.

Ketinggian tempat PT. JAW berada pada 50 meter di atas permukaan laut. Kedalaman gambut berkisar antara 2-8 meter dengan sebaran yang berbeda tiap Divisi. Sementara itu tanah mineral terdapat pada Divisi VI Dusun Baru dan sebagian pada Divisi II, dengan luas tanah mineral 87.5 ha atau 2.21% dari luas lahan keseluruhan. Derajat keasaman tanah berkisar 3.7 dan 4.2. Berdasarkan jenis dan kedalaman gambut serta pH maka tingkat kesesuaian lahan termasuk dalam kelas kesesuaian lahan S3. Kedalaman gambut PT. JAW Kebun Mentawak disajikan pada Lampiran 3.

Kondisi Lahan dan Pertanaman Kebun

PT. JAW terdiri atas enam divisi dan satu areal pembibitan. Total luas areal menurut SK/Hak Guna Usaha (HGU) adalah 3 964 .74 ha, dan luas areal fuso 340 ha. Luas areal masing-masing divisi adalah Divisi I seluas 659 ha, Divisi II seluas 568 ha, Divisi III seluas 620 ha, Divisi IV seluas 673 ha, Divisi V seluas 707 ha, Divisi VI seluas 737.74 ha.

Rata-rata satu divisi terdiri atas 17 blok dan mempunyai areal tempat pemukiman tenaga kerja SKU. Luas satu blok adalah 55 ha dengan lebar blok adalah 250 meter dan panjang blok 2200 meter (panjang blok tergantung pada kondisi lahan). Jumlah pasar tiap blok adalah 135 pasar dengan rata-rata luas satu pasar adalah 0.4 ha. Blok merupakan areal pertanaman yang terdiri pasar pikul arah Utara Selatan, pasar tengah sejajar dengan jalan koleksi (Collection road) dengan arah Timur Barat, sub jalan utama dan jalan utama (Main road) arah Utara Selatan. Masing-masing Blok dipisahkan oleh jalan dan parit. Parit primer sejajar dengan jalan utama sedangkan parit sekunder sejajar dengan jalan koleksi.

Jalan merupakan sarana transportasi yang sangat penting dalam proses pengangkutan produksi TBS. Di PT. Jambi Agro Wijaya hampir seluruh lahan merupakan tanah gambut dan tentunya tidak bisa dilewati oleh kendaraan berat, maka untuk kegiatan transportasi, jalan dibuat dari timbunan tanah mineral, batu dan cangkang kelapa sawit agar permukaan tanahnya keras dan dapat dilewati oleh kendaraan berat. Kondisi jalan ini juga terdapat kelemahan, jika musim hujan

(25)

tanah akan menjadi becek dan licin serta bisa berlubang, dan akan menyebabkan ban kendaraan bisa terpuruk atau bahkan terbalik. Sebaliknya jika musim kemarau tanah akan berdebu. Hal ini akan mengganggu kegiatan produksi dan transportasi dalam pengangkutan TBS. Kondisi jalan di PT. Jambi Agro Wijaya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kondisi Jalan di PT. JAW

Kondisi areal pertanaman kelapa sawit tiap divisi umumya daratan dan hanya sebagian kecil rawa. Salah satu kendala dalam budidaya tanaman kelapa sawit di lahan gambut adalah kecilnya daya dukung tanah untuk berdiri kokoh sehingga tanaman mudah rebah dengan makin meningkatnya bobot tanaman di atas tanah dan adanya terpaan angin yang kencang. Keadaan ini akan menyebabkan tanaman roboh dan condong sehingga berakibat pada proses fotosintesis terganggu dan pertumbuhan gulma akan cepat karena mendapat penyinaran secara optimal. Gambar tanaman kelapa sawit yang roboh dan condong dapat dilihat pada Gambar 4.

(26)

15

Tanaman di PT. JAW sudah memasuki fase Tanaman Menghasilkan (TM) yang terdiri dari tahun tanam 1995 (TM 11), tahun tanam 1996 (TM 10), tahun tanam 1997 (TM 9), tahun tanam 1998 (TM 8) dan tahun tanam 2002 (TM 4). Varietas bahan tanam kelapa sawit yang digunakan adalah varietas Tenera yang berasal dari Marihat dan Socfindo. Varietas yang berasal dari Marihat ditanam pada tahun tanam 1995, 1997, 1998 dan 2002 sedangkan yang berasal dari Socfindo ditanam pada tahun tanam 1996. Satu blok hanya terdapat satu jenis varietas dan tahun tanam yang sama kecuali pada blok B23 terdapat perbedaan tahun tanam (1997 dan 2002). Jarak tanam yang digunakan adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m dengan populasi 136 pokok per hektar. Data kondisi lahan dan pertanaman kebun disajikan dalam Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Kondisi Lahan dan Pertanaman PT. JAW Kebun Mentawak

Uraian Luas Areal Divisi (ha) Total

(ha) I II III IV V VI Tahun Tanam (TT) TT 1995 - - - 47.00 47.00 TT 1996 559.00 568.00 441.00 673.00 - - 2241.00 TT 1997 100.00 - 99.00 - 707.00 570.50 1476.50 TT 1998 - - - 117.00 117.00 TT 2002 - - 80.00 - - 3.24 83.24 Sumber Varietas Socfindo 559.00 568.00 441.00 673.00 - 47.00 2288.00 Marihat 100.00 - 179.00 - 707.00 690.74 1676.74 Pembibitan 30.00 Rawa 50.00 65.40 - 64.00 11.00 - 190.40 Fuso - - 150.00 92.00 98.00 - 340.00 Bengkel + gudang 1.00 Emplasment 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 30.00 Total HGU 3964.74

Sumber : Kantor Pusat Kebun. 2009.

Produksi dan Produktivitas Kebun

Produksi TBS di PT. Jambi Agro Wijaya dari tahun 2003-2008 mengalami peningkatan. Data produksi tandan buah segar (TBS) di PT. JAW disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, produktivitas meningkat dari 6 tahun terakhir ini,

(27)

hal ini disebabkan oleh pertambahan umur tanaman yang ditandai dengan meningkatnya bobot janjang rata-rata (BJR).

Tahun 2004 terjadi penurunan luas areal panen walaupun terjadi penambahan luas areal menghasilkan untuk tahun tanam 2002. Hal ini terjadi karena jumlah penambahan luas areal panen tidak seimbang dengan jumlah penurunan luas panen akibat luas areal fuso. Luas areal fuso disebabkan oleh jumlah rawa dan banjir akibat jumlah curah hujan yang tinggi. Luas areal fuso tahun 2004 adalah 340 ha, sedangkan penambahan areal panen untuk tahun tanam 2002 hanya sebesar 46.60 ha. Demikian juga penurunan pada tahun 2007 dan tahun 2008 disebabkan oleh jumlah luas areal fuso yang semakin meningkat.

Tabel 5. Produksi Tandan Buah Segar PT. JAW Kebun Mentawak Tahun 2003-2008

Tahun

Panen Luas (ha)

Produksi TBS (kg) BJR (kg/jjg) Pencapaian terhadap estimasi (%) Produktivitas TBS (kg/ha) Estimasi Realisasi 2003 3 509.00 33 458 634 22 844 356 5.15 68.28 6 510.22 2004 3 508.54 34 792 344 28 892 325 6.04 83.04 8 234.86 2005 3 964.74 40 800 570 34 431 240 7.21 84.39 8 684.36 2006 3 964.74 39 111 639 44 266 930 8.62 113.18 11 165.15 2007 3 624.74 50 000 000 50 731 860 9.06 101.46 13 995.99 2008 3 624.74 68 999 000 51 353 390 9.52 74.42 14 167.47

Sumber : Kantor Pusat Kebun. 2009.

Kondisi Kebun Pembibitan

Kebun pembibitan PT. JAW berada di atas tanah gambut. Kebun ini berada di sebelah Selatan setelah Divisi VI dan di sebelah Timurnya adalah areal PT. EMAL A yang merupakan areal penanaman bibit tersebut. Luas total areal pembibitan ini adalah 30 ha dengan luas areal pembibitan awal 1 ha. Areal pembibitan utama terdiri dari 2 blok, Blok A yang berada di sebelah Utara dari jalan utama dan Blok B yang berada di sebelah Selatannya. Masing-masing blok terdapat sub blok yang dipisahkan oleh parit dengan lebar sekitar 1 m. Peta kebun pembibitan PT. JAW disajikan pada Lampiran 4.

Kegiatan di kebun pembibitan PT. JAW sedang memasuki periode kedua. Periode pertama terdiri dari delapan tahap penanaman kecambah. Tahap pertama

(28)

17

dimulai tanggal 11 Mei 2008 dan diakhiri dengan tahap kedelapan pada tanggal 11 September 2008 dengan total kecambah yang tertanam sebanyak 382 028 butir kecambah. Periode kedua terdiri dari tiga tahap penanaman kecambah. Tahap pertama dimulai tanggal 14 April 2009 dan diakhiri dengan tahap ketiga pada tanggal 2 Mei 2009 dengan total kecambah yang tertanam sebanyak 247 479 butir kecambah. Areal kebun pembibitan PT. JAW dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. A) Jalan dan Areal Pembibitan Utama, B) Areal Pembibitan Awal

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

PT. Jambi Agro Wijaya merupakan salah satu unit perusahaan dari PT. Bakrie Sumatera Plantation (PT. BSP) dengan kepemilikan saham mencapai lebih dari 50%. Kegiatan administrasi yang dilakukan secara bertahap dari kantor divisi yang menjadi dasar kegiatan administrasi ke kantor pusat kebun, seterusnya berhubungan dengan pihak eksternal seperti: PT. EMAL A, PT. EMAL B, dan kantor pusat di Jambi dan Jakarta.

Estate manager (EM) merupakan seorang pimpinan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kebun dan menjadi pemegang puncak keputusan. EM bertanggung jawab pada area manager (AM) atas segala kegiatan kebun seperti keadaan kebun, proses produksi, administrasi kebun, pengusahaan material, finansial, personalia dan termasuk dalam keamanan kebun. Seorang EM dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh asisten divisi, asisten bengkel dan gudang. Sedangkan asisten akan membawahi beberapa mandor yang langsung menangani pelaksanaan kegiatan di lapangan. Struktur organisasi perkebunan PT. JAW dilihat pada Gambar 6.

(29)

Gambar 6. Struktur Organisasi PT. Jambi Agri Wijaya Estate Manager

Krani HRD

Senior Assistant

Krani Estate Chief Accounting Ka. Gudang

F.A. Divisi I - VI F.A. Divisi Pembibitan Assistant Civil / Survey Ka. PAM Assistant Traksi / Bengkel

Mandor Mandor

Krani Divisi

Krani Buah

Krani Divisi Krani

Mandor Adm. PAM Komandan Regu Krani Traksi Mandor Krani Bengkel

(30)

19

Status karyawan di PT. JAW ini terdiri dari 3 golongan yakni Hubungan Industrial Pancasila (HIP), Serikat Kerja Umum (SKU), dan Karyawan Harian Lepas (KHL). Karyawan HIP atau bulanan merupakan karyawan yang diangkat berdasarkan prestasi dan dimasukkan dalam beberapa golongan, dan jika tidak kerja tapi izin maka tidak dipotong gaji. Biasanya yang termasuk karyawan HIP adalah asisten dan sebagian mandor. Karyawan SKU merupakan karyawan yang diangkat berdasarkan lama bekerja, jika tidak kerja dan izin maka tidak dipotong gaji sedangkan bila mangkir maka akan dipotong 2 hari kerja. Baik HIP maupun SKU mendapat bonus dan pesangon juga jatah beras tiap bulannnya. Sedangkan KHL adalah karyawan borongan yang bekerja pada waktu diperlukan dan tidak terikat dengan pihak kebun, jika tidak kerja maka tidak mendapatkan gaji dan bila kerja digaji berdasarkan gaji harian.

Tabel 6. Jumlah Tenaga Kerja HIP, SKU dan KHL di PT. JAW Kebun Mentawak

Uraian Kegiatan Status Karyawan Uraian Kegiatan Status Karyawan

HIP SKU KHL HIP SKU KHL

Kantor 5 5 4 Mdr. Perawatan 4 8 -

Gudang 1 1 2 Mandor Panen 2 10 -

Traksi 2 5 4 Krn. Transport 2 10 1

Bengkel 3 3 - Muat TBS - 13 14

Civil 2 1 4 Driver 1 14 -

Bibitan 1 - - Operator MF 4 1 -

Keamanan 4 28 11 Operator Genset 2 6 -

Accounting 1 - - Pemanen - 123 34

Krn. Timbangan 1 1 - Perawatan - - 149

Krani Divisi - 6 1 Nazir Musolla - 3 1

Mandor Satu 6 1 - Medis 2 - -

Total 43 239 225

Sumber : Kantor Pusat Kebun. 2009.

Penentuan upah didasarkan oleh golongan, untuk HIP dan SKU penentuan upah didasarkan pada tingkat golongan dan kebijakan perkebunan. Penentuan upah untuk KHL dihitung berdasarkan jumlah HK yang dilakukan selama satu bulan dengan ketetapan 1 HK sebesar Rp 32 000 (Rp 23 000 untuk 5/7 HK). Hal ini sesuai dengan upah minimum regional (UMR) yang berlaku di daerah provinsi Jambi. Pemberian upah dilakukan sekali dalam satu bulan pada minggu pertama.

(31)

Tenaga kerja umumnya berasal dari daerah Jawa yang termasuk dalam penduduk transmigran dan penduduk asli sekitar (Jambi), sedangkan lainnya dari daerah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, dan lain-lain.

(32)

21

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Kegiatan teknis lapangan yang dilakukan penulis sebagai KHL adalah mengikuti dan melakukan beberapa kegiatan di divisi dan di kebun pembibitan. Kegiatan yang dilakukan di divisi meliputi kegiatan yang berhubungan dengan produksi dan pemeliharaan seperti: pemupukan, penunasan (prunning), pengendalian gulma, pengendalian hama ulat api, pengangkutan dan pemasangan titi panen beton, sensus buah dan pemanenan. Kegiatan yang diikuti penulis selama di kebun pembibitan seperti penanaman kecambah, pemindahan dari pembibitan awal atau pre nursery (PN) ke pembibitan utama atau main nursery (MN), dan kegiatan-kegiatan pemeliharaan lainnya. Untuk informasi lebih rinci mengenai kegiatan teknis yang pernah dilakukan penulis selama menjadi karyawan harian dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pembibitan

Kegiatan yang ada di pembibitan awal seperti: pembuatan bedengan, pembuatan naungan, penanaman kecambah, konsolidasi, penyiraman, pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, seleksi serta pemindahan dan pengangkutan bibit dari pembibitan awal ke pembibitan utama. Kegiatan yang ada di pembibitan utama seperti: persiapan dan pengolahan tanah, pembuatan instalasi penyiraman, pemancangan (pengajiran), pengisian tanah ke polybag, pelangsiran polybag, pembuatan lubang tanam pada polybag, penanaman bibit, penyiraman, penyiangan (pengendalian gulma), pemberian mulsa, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta persiapan bibit untuk transplanting ke lapangan.

Pada umumnya, kondisi dan kegiatan teknis yang diterapkan di kebun pembibitan PT. JAW ini dilaksanakan sesuai dengan standar atau norma yang berlaku. Akan tetapi, masih terdapat beberapa perbedaan dan penyimpangan dalam pelaksanaannya. Perbedaan dan penyimpangan yang terjadi bisa menyebabkan permasalahan dan kerugian bagi perusahaan tersebut.

(33)

Pemilihan lokasi kebun. Kebun pembibitan PT. JAW berada di atas tanah

gambut. Pemilihan lokasi ini menyebabkan beberapa perbedaan kegiatan teknis dan manajemen jika dibandingkan dengan kebun pembibitan yang umumnya berada di atas tanah mineral. Perbedaan ini bisa menyebabkan permasalahan baru dan peningkatan biaya produksi dan operasional bagi pihak perusahaan. Kondisi lahan kebun pembibitan PT. JAW yang berada di atas tanah gambut dapat di lihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Kondisi Lahan Kebun Pembibitan PT. JAW

Bahan tanam. Bahan tanaman yang digunakan oleh PT. JAW adalah

bahan tanam dalam bentuk kecambah (germinated seed) yang berasal dari perusahaan penyedia kecambah ASD Costarica, Amerika Tengah. Varietas kecambah ini adalah varietas Tenera hasil persilangan Dura Deli X Nigeria. Menurut PPKS (2003), bahan tanam yang telah banyak diusahakan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah bahan tanam berupa kecambah yang berasal dari pusat sumber benih yang telah memiliki legalitas dari pemerintah dan mempunyai reputasi baik, seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Perusahaan dalam negeri lainnya yang menyediakan kecambah kelapa sawit seperti: PT. Socfindo, PT. London Sumatera, PT. Asian Agri, dan lain-lain (Setyamidjaja, 2006). Pemilihan kecambah dari Coctarica ini diputuskan oleh manajemen unit ARBV BSP atas dasar tidak bisanya perusahaan-perusahaan kecambah dalam negeri untuk memenuhi permintaan kecambah perusahaan tersebut, sementara rencana pengembangan perusahaan harus segera dilakukan. Bentuk fisik kecambah dari Costarica, ini dapat dilihat pada Gambar 8.

(34)

23

Gambar 8. Kecambah Sawit dari Costarica, Amerika Tengah

Penanaman kecambah. Dalam pelaksanaan penanaman kecambah,

pekerja harus dapat membedakan antara bakal daun dan bakal akar. Bakal daun (plumula) ditandai dengan bentuknya yang agak menajam dan berwarna kuning muda, sedangkan bakal akar (radikula) berbentuk agak tumpul dan berwarna lebih kuning dari bakal daun. Pada waktu penanaman harus diperhatikan posisi dan arah kecambah, plumula menghadap ke atas dan radikula menghadap ke bawah. Proses penanaman harus dilakukan dengan hati-hati karena bakal akar dan bakal daun mudah patah. Di lapangan masih ditemukan beberapa kecambah dengan bakal akar atau bakal daun yang patah serta kesalahan dalam penanaman. Hal ini tentunya akan merugikan pihak perusahaan. Gambar 9 adalah posisi penanaman kecambah yang benar dan plumula yang ditemukan dalam kondisi patah sesaat setelah penanaman.

Gambar 9. A) Posisi Penanaman Kecambah yang Benar, B) Plumula yang Patah

(35)

Pemberian naungan. Pemberian naungan di pembibitan awal berfungsi

untuk mencegah bibit kelapa sawit terhadap sinar matahari secara langsung serta untuk menghindari terbongkarnya tanah di polybag akibat terpaan air hujan. Pada saat penanaman kecambah, proses pembuatan naungan berjalan dengan lambat. Kecambah yang tertanam mendapatkan sinar matahari langsung dengan waktu yang relatif lama. Sinar matahari langsung bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan pada kecambah muda tersebut. Gambar 10 adalah proses pembuatan naungan yang berjalan lambat, tanda panah dalam Gambar 10 menunjukkan regu penanam yang sudah jauh meninggalkan regu pembuat naungan. Jarak antara regu pembuat naungan dan regu penanam adalah bedengan berisi babybag yang sudah ditanam kecambah tetapi belum diberi naungan sementara waktu sudah menunjukkan pukul 13.08 WIB.

Gambar 10. Proses Pembuatan Naungan

Pindah tanam dari pembibitan awal ke pembibitan utama. Kegiatan

pindah tanam dari pembibitan awal ke pembibitan utama di kebun pembibitan PT. JAW dilakukan pada umur 5-6 bulan. Menurut PPKS (2003), pemindahan bibit dari pembibitan awal ke pembibitan utama dilakukan pada saat bibit berumur 2.5-3 bulan dengan tinggi sekitar 20 cm, diameter batang 1.3 cm dan jumlah pelepah daun 3-4 helai. Gambar 11 adalah bibit sawit di kebun pembibitan PT. JAW yang baru akan dipindah tanam ke pembibitan utama. Dari papan lebel pada Gambar 11 diketahui bahwa tanggal tanam bibit tersebut adalah pada tanggal 5 Agustus 2008 sementara foto diambil penulis pada awal pelaksanaan magang sekitar bulan Februari. Hal ini berarti bahwa bibit yang akan dipindah tanam tersebut telah berumur sekitar 6 bulan.

(36)

25

Gambar 11. Bibit yang Akan Dipindah Tanam ke Pembibitan Utama

Seleksi bibit. Di kebun pembibitan PT. JAW, kegiatan seleksi kurang

terealisasi dengan baik. Kegiatan seleksi hanya dilakukan pada saat bibit di pembibitan awal dan saat persiapan bibit untuk transplanting ke lapangan saja. Bibit yang sudah menunjukkan gejala abnormal akan berpengaruh kepada pertumbuhannya di masa yang akan datang. Persentase hasil seleksi bibit dari pembibitan awal sampai dengan ditanam di lapangan biasanya berkisar 25-35 %, tergantung dari jenis bibit dan rekomendasi dari institusi penghasil benihnya. Gambar 12 adalah bibit sawit abnormal yang masih ditemukan di kebun pembibitan PT. JAW. Bentuk dan ciri-ciri tanaman abnormal yang harus segera dibuang seperti:

1. Bibit yang tumbuh meninggi dan kaku (errected) dengan sudut pelepah yang kecil (tajuk tegak). Bibit dengan karakter seperti ini biasanya akan menjadi tanaman steril/ tidak berbuah.

2. Bibit yang permukaan tajuknya rata. Kondisi ini disebabkan pelepah muda tumbuh lebih pendek dari pelepah tua.

3. Bibit yang anak daunnya tidak membelah, sedangkan tanaman lain pada umur yang sama telah membelah sempurna.

4. Bibit yang terserang penyakit tajuk. Helai daun mengering dan tangkai pelepah membengkok.

5. Bibit dengan bentuk anak daun tidak sempurna seperti anak daun yang pendek-pendek (short leaflets).

(37)

Gambar 12. A) Bibit Kerdil (runt), B) Bibit Juvenil

Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam kultur teknis budidaya tanaman kelapa sawit. Tujuan pemupukan adalah menjaga dan menambah ketersediaan unsur hara dalam tanah agar tanaman dapat menyerapnya sesuai dengan kebutuhan. Semua tanaman di PT. JAW merupakan tanaman menghasilkan. Sehingga pemupukan yang dilakukan adalah untuk mendukung pertumbuhan generatifnya agar meningkatkan produksi tanaman serta menjaga pertumbuhannya.

Di perkebunan PT. JAW, untuk mengetahui status hara terakhir yang ada pada tanaman untuk menentukan jumlah pupuk dan jenis hara apa yang dibutuhkan oleh tanaman perlu dilakukan analisis daun. Dalam penentuannya, kegiatan analisis tanah tidak digunakan, hanya analisis daun dan pengamatan secara visual saja. Pengambilan LSU ini mempunyai teknik atau tata cara yang telah ditentukan. Selama penulis magang di PT. JAW belum dilakukan analisis daun. Kegiatan pengambilan LSU baru akan dilakukan sekitar pertengahan Juni. Tanaman kelapa sawit akan memperlihatkan gejalanya jika mengalami kekurangan unsur hara tertentu. Gambar 13 adalah gambar pelepah tanaman kelapa sawit yang mengalami defisiensi unsur kalium dengan penampakan gejala menguning pada bagian tengah pelepah dan defisiensi unsur boron dengan penampakan gejala anak daun menjadi keriput atau keriting.

(38)

27

Gambar 13. A) Defisiensi K, B) Defisiensi Boron

Rekomendasi pemupukan. Rekomendasi pemupukan yang dipakai oleh

PT. JAW mengaju kepada keputusan menejemen unit ARBV BSP yang tentunya atas dasar hasil analisis daun, perolehan produksi serta observasi lapangan. Dari data pemupukan tahun 2008 diketahui bahwa PT. JAW masih menggunakan pupuk anorganik sebagai sumber hara bagi tanaman. Beberapa jenis pupuk yang digunakan seperti Urea, MOP, ZnCOP, Kieserite, Rock Phospate, HGFB, Kaptan, ZnSO4, Dolomit, dan CuSO4. Sejak awal tahun 2009 pemupukan anorganik tidak

pernah direalisasikan lagi kecuali pemupukan CuSO4. Hal ini merupakan hasil rekomendasi dari keputusan menejemen unit ARBV BSP. Selama magang, penulis jarang melakukan kegiatan pemupukan anorganik. Penulis hanya mengikuti kegiatan pemupukan abu janjang dan pemupukan CuSO4. Dengan

demikian, pembahasan selanjutnya hanya berhubungan dengan pemupukan abu janjang dan pemupukan CuSO4.

Pemupukan abu janjang (bunch ash). Abu janjang merupakan limbah

padat dari kegiatan produksi CPO berupa janjang kosong buah yang mengalami proses pengabuan dan dapat dimanfaatkan untuk menyediakan hara bagi tanaman. Abu janjang ini digunakan karena mengandung unsur hara penting yang berguna bagi tanaman khususnya untuk tanaman kelapa sawit di daerah lahan gambut. Karena merupakan limbah hasil pengolahan CPO maka abu janjang ini relatif murah secara ekonomi sehingga hanya membutuhkan biaya operasional dan pengangkutan saja.

B

A

(39)

Pemupukan abu janjang dilakukan oleh pekerja borongan dengan jumlah tenaga kerja biasanya sebanyak 14 orang. Luas satu blok yaitu sekitar 550 ha ini biasanya membutuhkan 4 hari pemupukan. Aplikasi pemupukan dimulai dengan memasukan pupuk kedalam ember dengan berat sekitar lebih dari 12 kg yang diambil dari karung berisi pupuk yang telah ada dijalan koleksi. Ember yang berisi pupuk digendong dan dilangsir ke dalam barisan.

Pemupukan dimulai dari pasar tengah menuju ke arah luar barisan (Utara-Selatan). Hal ini bertujuan agar pemupukan yang dilakukan dosisnya merata tiap pokok, artinya pokok di bagian pasar tengah mendapatkan dosis yang sama dengan pokok di tepi jalan. Jika dimulai dari tepi jalan, pupuk yang dilangsir dengan ember akan habis sebelum sampai di pasar tengah, dan biasanya pekerja malas untuk balik dan mengambil pupuk yang berada di tepi jalan sehingga dosis pada pokok terakhir akan sangat sedikit. Untuk kualitas hasil yang maksimal maka diperlukan mandor di pasar tengah dan di jalan koleksi. Gambar 14 adalah gambar kegiatan pemupukan abu janjang di PT. JAW. Kegiatan pemupukan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Pemupukan Abu Janjang

Pemupukan CuSO4. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

atas keputusan menejemen unit ARBV BSP bahwa pemupukan di PT. JAW sejak tahun 2009 hanya menggunakan pupuk organik abu janjang. Namun pada saat penulis melaksanakan magang, selain pemupukan abu janjang juga dilakukan pemupukan CuSO4 (Coppper Sulphate Pentahydrate CuSO4 5H2O).

Pada saat aplikasi pemupukan, dosis yang digunakan adalah dosis rekomendasi dari menejemen unit ARBV BSP yaitu sekitar 200 g/pokok. Aplikasi

(40)

29

pemupukan CuSO4 ini dimulai dengan kegiatan memasukkan pupuk ke dalam

ember dan membawanya ke dalam blok untuk kemudian ditabur. Pupuk ditebar dengan menggunakan mangkok ke daerah piringan dan membentuk pola ‘V’ dengan jarak 1-1.5 m dari pokok dan dimulai dari pokok terdepan menuju kedalam baris.

Penunasan/Prunning

Rotasi kegiatan penunasan adalah selang waktu 6 bulan (dua kali setahun) dengan basis 0.8 ha/HK (2 pasar/HK). Tenaga kerja penunasan merupakan tenaga kerja panen (SKU dan KHL), sehingga kegiatan penunasan erat hubungannya dengan kegiatan panen. Jika kegiatan panen tidak bisa dilakukan karena jumlah produksi sedikit maka sebagian tenaga kerja panen ditarik untuk kegiatan penunasan dan sebagian lagi tetap melakukan kegiatan panen agar basis panen tercapai untuk tiap pemanen.

Teknis kegiatan penunasan adalah dengan memotong pelepah daun rapat ke batang dengan bekas potongan miring ke luar (ke bawah) berbentuk tapak kuda dengan membentuk sudut 30o terhadap garis horizontal. Alat yang digunakan untuk memotong pelepah adalah dodos, egrek dan kapak. Potongan miring ditujukan agar brondolan yang jatuh tidak tersangkut pada pelepah. Di perkebunan PT. JAW, jumlah pelepah optimum yang harus dipertahankan setiap pokoknya yaitu berkisar antara 40-48 pelepah. Dalam pelaksanaannya, biasanya pekerja berpedoman kepada istilah songgo dua yaitu menyisakan dua pelepah sebagai penyangga buah. Kegiatan penunasan dapat dilihat pada Gambar 15.

(41)

Selama mengikuti kegiatan magang penulis hanya mencoba kegiatan penunasan pada saat tenaga kerja sedang istirahat sehingga prestasi penulis untuk kegiatan penunasan hanya sebanyak 1 baris. Umumnya penulis berstatus sebagai mandor.

Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit berfungsi sebagai sanitasi, memudahkan pemeliharaan, taksasi dan panen. Gulma yang dominan tumbuh di areal perkebunan PT. JAW dari jenis paku-pakuan seperti Nephrolepis biserata, Pteridium esculentum, Stenochlaena palustris, bibit sapuan (brondolan buah yang tumbuh menjadi bibit) dan jenis gulma berdaun lebar lainnya yang menjadi ciri khas dari gulma daerah lahan gambut serta beberapa gulma jenis rumput-rumputan dan teki yang tidak terlalu dominan dan kebanyakan hanya tumbuh pada pinggir jalan utama. Kegiatan pengendalian gulma di kebun PT. JAW ini dilakukan secara manual dan kimiawi dengan sasaran gulma di piringan, pasar pikul, serta TPH. Gambar 16 adalah gambar gulma yang tumbuh di areal pertanaman kelapa sawit.

Gambar 16. Gulma di Perkebunan Kelapa Sawit

Pengendalian gulma secara kimiawi. Kegiatan yang termasuk dalam

pengendalian secara kimiawi seperti semprot piringan, semprot pasar pikul dan semprot TPH (SP3 TPH), semprot gawangan, semprot semak, wiping alang-alang, semprot alang-alang, dan oles anak kayu.

Kegiatan pengendalian gulma SP3 TPH dilakukan menggunakan alat sprayer knapsack solo dengan volume 15 liter. Nozzle yang digunakan adalah

(42)

31

nozzle jenis polyjet berwarna biru, hitam dan merah untuk membentuk semprotan kipas. Rotasi pengendalian gulma ini adalah 2 kali setahun. Dosis dipengaruhi oleh kondisi kerapatan gulma dan iklim. Dosis yang digunakan untuk kegiatan SP3 TPH rata-rata setiap divisi adalah 0.5-0.6 liter/hektar dengan konsentrasi 3.3 ml/liter air. Karena yang dominan adalah jenis gulma berdaun lebar, maka untuk pengendaliannya menggunakan herbisida kontak non-sistemik dengan merek dagang Gramoxone 276 SL dengan bahan aktif Paraquat Diklorida 276 g/liter. Pada saat di gudang herbisida yang akan dibawa ke divisi sudah dicampur Ally 20 WDS dan dilakukan pengenceran dengan perbandingan Gramoxone : Ally : air adalah 20 liter : 1 kg : 20 liter. Hal ini ditujukan untuk mencegah peyimpangan penggunaan Gramoxone tersebut karena Gramoxone yang sudah mengalami pengenceran kurang laku lagi untuk dijual kembali

Teknis kegiatan SP3 TPH dimulai dari pengambilan pestisida yang telah dicampur di gudang oleh mandor perawatan/spraying. Kegiatan SP3 TPH ini dilakukan oleh beberapa tim, dimana masing-masing tim terdiri atas tiga orang dengan rincian satu orang membawa galon (tempat air sebagai pelarut) dan dua orang melakukan aplikasi semprot. Jumlah tim tergantung oleh tenaga kerja yang tersedia, biasanya terdiri dari 3 tim. Rata-rata satu pasar membutuhkan 4 knapsack namun tergantung pada kondisi gulma dan jalan. Norma kerja untuk perawatan adalah 2 ha untuk 5/7 HK. Teknik penyemprotannya dimulai dari gulma yang berada dalam pinggir parit, kemudian pada TPH dan masuk pada piringan dan pasar pikul. Air yang digunakan adalah air hitam yang mengalir pada parit.

(43)

Prestasi kerja penulis dalam kegiatan SP3 TPH adalah 1 pasar dimana prestasi pekerja adalah 4 pasar dan umumnya penulis sebagai mandor spraying. Kendala yang dihadapi penulis saat melakukan kegiatan SP3 TPH ini adalah sulitnya untuk memasuki areal karena kondisi tanah gambut dan gulma tergolong berat.

Semprot semak dari gulma golongan rumput digunakan herbisida sistemik yaitu herbisida dengan nama dagang Smart jenis AS (Amiphosat Starane), dengan bahan aktif glyphosate. Dosis yang digunakan tiap divisi biasanya adalah 0.3-0.4 liter/ha, dengan konsentrasi sekitar 3-3.5 ml/liter air. Dosis ini tergantung dari kerapatan gulma dan iklim. Norma kerja kegiatan ini yaitu 2 ha/HK. Pelaksanaan teknis kegiatan semprot semak ini sama dengan pelaksanaan SP3 TPH.

Pengendalian gulma alang-alang dilakukan secara kimia dengan kegiatan semprot alang-alang dan wiping. Kegiatan wiping menggunakan herbisida Smart dengan dosis dan konsentrasi yang sama. Perbedaan teknis kegiatan semprot dan wiping alang-alang terdapat pada kondisi populasi gulma tersebut, jika pertumbuhan alang-alang sporadis atau terpencar-pencar maka kegiatan pengendalian yang dilakukan adalah wiping, sedangkan bila terdapat dominansi alang-alang sebaiknya dilakukan dengan kegiatan semprot alang-alang. Kegiatan wiping dilakukan dengan mengusap gulma dengan tangan yang dilapisi kain.

Pengendalain secara kimia lain yang juga digunakan adalah oles anak kayu. Oles anak kayu menggunakan herbisida cair dengan merek dagang Garlon dengan dosis 250 ml/ha. Aplikasi oles anak kayu garlon dicampur dengan solar dengan perbandingan 1 : 18 (1 liter Garlon dan 18 liter solar). Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan membabat anak kayu dengan tinggi sekitar 30 cm dari permukaan tanah, pada bagian anak kayu yang terpotong dioleskan campuran garlon dengan menggunakan kuas atau kain. Penulis tidak mendapatkan prestasi kerja pada kegiatan wiping dan oles anak kayu. Untuk memperoleh data ini penulis hanya melakukan kegiatan wawancara.

Pengendalian gulma secara manual. Pengendalian gulma secara manual

yang dilakukan PT. JAW adalah dengan kegiatan seperti babat total/slashing, babat selektif, dan dongkel anak kayu (DAK). Kegiatan babat total dan dongkel anak kayu sudah mempunyai standar norma kerja yang berlaku. Namun, untuk

(44)

33

kegiatan babat selektif belum mempunyai standar norma kerja, karena kegiatan ini baru pertama kali diterapkan dan akan segera dibuat standar norma kerjanya. Penulis tidak melakukan kegiatan pengendalian gulma secara manual ini, data mengenai kegiatan ini diperoleh dengan wawancara.

Pengendalian Hama Ulat Api

Hama yang paling berbahaya yang menyerang tanaman kelapa sawit adalah hama ulat api dan ulat kantong. Serangan hama ulat ini adalah dengan memakan daun kelapa sawit, sehingga tanaman sawit mengalami kehilangan daun (defoliasi) yang berdampak langsung terhadap penurunan produksi. Gambar 18 adalah gambar tanaman sawit yang telah diserang hama ulat api.

Gambar 18. A) Dampak Serangan, B) Ulat Bulu dan Ulat Api

Sensus ulat api. Sebelum melakukan pengendalian hama ulat api,

sebaiknya dilakukan kegiatan sensus ulat api terlebih dahulu. Kegiatan sensus ulat api bertujuan untuk mengetahui populasi hama sedini mungkin atau jumlah larva per pelepah, mengetahui persentase larva yang hidup dan mati serta mengetahui stadium hidup hama ulat api tersebut. Prosedur sensus ulat api dan ulat kantong di PT. JAW adalah sebagai berikut:

1. Setiap blok dibuat baris sensus dengan jarak antar baris atau selang 10 baris 2. Tiap baris sensus dibuat titik pokok sensus dengan jarak pokok sensus adalah

setiap 5 pokok

3. Hal yang dicatat dalam sensus adalah jenis dan jumlah ulat

(45)

4. Ada atau tidak ada serangan hama, sensus harus tetap dilakukan

5. Sensus dilakukan pada pelepah 9-25 karena ulat lebih aktif pada daun tersebut.

Berdasarkan data dari kantor Divisi V pada bulan Januari 2009, serangan ulat api terjadi di Blok A17 dan Blok A18. Jenis ulat api yang dominan adalah dari jenis Setora nitens, populasi rata-ratanya mencapai 8 ekor per pelepah. Sebaran ulat api di Blok A18 terjadi dari pasar 38-70, Blok A17 dari pasar 45-60 dan berkonsentrasi pada pasar tengah.

Konsep pengendalian hama ulat api dimulai dari pengenalan dan pemahaman terhadap siklus hidup, serta mengetahui bagian paling lemah dari seluruh siklus hidup hama itu sendiri. Bagian yang dinilai paling lemah dari siklus hama merupakan titik kritis karena akan menjadi dasar acuan untuk pengambilan keputusan pengendaliannya. Titik ambang batas kritis serangan hama ulat api dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Titik Ambang Batas Kritis Serangan Hama Ulat Api

Tingkat serangan

Rata-rata jumlah ulat per pelepah Setora nitens

Thosea assigna

Thosea bisura

Ploneta diducta Darna trima

TBM TM TBM TM TBM TM

Ringan <1 <1 <7 <15 <15 <35

Sedang 1-4 1-4 7-9 15-19 15-24 35-49

Berat >5 >5 >10 >20 >25 >50

Tingkat serangan Langkah yang perlu diambil Ringan Monitoring perkembangannya secara visual

Sedang Sensus 2x sebulan dan monitoring perkembangannnya Berat Sensus 2x sebulan dan tindakan pengendalian

Sumber: Kantor Divisi V (Lima). 2009.

Berdasarkan Tabel 7 dan data sensus ulat bulan Januari 2009 di Blok A17 dan Blok A18 maka tingkat serangan hama ulat api terutama Setora nitens termasuk dalam tingkat serangan berat yaitu 8 ekor per pelepah. Pengendalian

(46)

35

hama ulat api yang dilakukan di PT. JAW adalah dengan melakukan pengendalian secara manual, kimiawi dan biologi.

Pengendalian ulat api secara manual. Pengendalian secara manual

dilakukan dengan cara pengutipan atau pengambilan langsung terhadap ulat api tersebut. Biasanya pengendalian ini dilakukan jika serangan masih ringan dan skala kecil, tanamannya juga masih muda, dan belum terlalu tinggi.

Pelaksanaan kegiatan kutip ulat api dan kutip cocoon (kepompong) biasanya dilakukan oleh tenaga kerja harian wanita. Tenaga kerja ini harus menggunakan celana panjang, baju lengan panjang, sarung tangan, alat penjepit untuk mengambil ulat dari daun, dan ember yang berisi air. Ulat api dan cocoon hasil kutipan dikumpul menjadi satu dan dikubur dalam satu lubang.

Pengendalian dengan cahaya (light trap). Pengendalian dengan

perlakuan cahaya (light trap) ini merupakan pengendalian hama serangga ulat api pada saat ulat api dalam fase imago (kupu-kupu) yang aktif di malam hari dan tertarik terhadap cahaya. Pengendalian dilakukan pada waktu sore hari sekitar pukul 18.00-19.00 WIB.

Teknis pelaksanaan light trap ini dilakukan dengan pemasangan sumber cahaya berupa lampu yang digantung di atas bejana berisi solar. Sumber cahaya tersebut akan meyoroti dan menerangi jalan sehingga imago dari ulat api ini akan tertarik dan menuju sumber cahaya dan menabrak lampu, sehingga akan jatuh ke bawah mengenai solar. Selanjutnya, serangga tersebut tidak bisa terbang kembali atau bisa juga langsung ditangkap dengan tangan.

Pengendalian secara kimiawi/ Swingfog. Aplikasi swingfog merupakan

salah satu pengendalian ulat api dan ulat bulu secara kimiawi dengan menggunakan alat pembuat asap yang disebut swingfog. Alat ini akan melakukan pengasapan terhadap campuran solar dan pestisida dengan merek dagang Decis. Decis merupakan insektisida kontak dengan gejala yang ditimbulkan berupa lemas dan mengganggu sistem saraf pada serangga jika terkena kontak dengan insektisida ini. Solar digunakan untuk menempelkan insektisida pada daun sehingga lebih tahan lama berada di daun. Daun yang sudah terkontaminasi insektisida jika dimakan oleh ulat api maka ulat api tersebut akan mati.

(47)

Dosis yang digunakan adalah berupa perbandingan decis dengan solar adalah 1:10, artinya 1 liter Decis harus dicampur kedalam 10 liter solar. Kapasitas penampungan swingfog adalah 8 liter. Jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 3 orang yang terdiri dari 2 orang mengangkut alat dan 1 orang membawa galon isi campuran Decis dan solar. Selama magang, penulis mengikuti kegiatan ini di Divisi V Blok A17. Gambar 19 adalah gambar kegiatan aplikasi swingfog.

Gambar 19. Aplikasi Swingfog

Pengendalian secara biologi. Pengendalian hama ulat api secara biologi

selain efektif juga ekonomis dan aman. Beberapa tanaman yang secara alami menjadi inang serangga predator yang dapat menekan populasi ulat api adalah Turnera subulata, Antigonon leptopus, Borreria latifolia, Ageratum conyzoides dan lain-lain. Di PT. JAW pengendalian secara biologi dilakukan dengan penanaman tanaman Turnera subulata yang merupakan tanaman inang predator ulat api seperti serangga Sycanus sp. Gambar 20 adalah gambar tanaman Turnera subulata yang ditanam di pinggir jalan koleksi yang ada di hampir semua divisi.

Gambar

Gambar 1. Skema Tahapan Proses Produksi Kecambah dan Kegiatan Pembibitan  Secara  normal,  biji  kelapa  sawit  tidak  dapat  berkecambah  dengan  cepat  karena  adanya  sifat  dormansi
Gambar 3. Kondisi Jalan di PT. JAW
Gambar 5. A) Jalan dan Areal Pembibitan Utama, B) Areal Pembibitan Awal
Gambar 6. Struktur Organisasi PT. Jambi Agri Wijaya Estate Manager
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan ulat kantong ( Metisa plana Walker) terhadap umur tanaman kelapa sawit di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia pada

berasal dari data sekunder jumlah janjang yang dipanen tenaga panen, untuk. seluruh kadvel (tiap blok) dalam seminggu di Divisi I yang dapat dilihat

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk P dan K terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit dan menentukan dosis optimum P dan K di pembibitan utama..

Persiapan teknis lapang di kebun EMAL meliputi kegiatan pemeliharaan TPH (tempat pengumpulan hasil) dan kegiatan pemeliharaan titi panen. Kegiatan pemeliharaan TPH merupakan

Data primer adalah semua informasi yang diperoleh langsung dari pengamatan penulis pada ketinggian pengamatan, diameter batang, daun pelepah untuk jumlah biji di pra

Jacq.) di pembibitan utama dengan pemberian Trichoderma kompos dan pupuk majemuk lengkap dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1) Interaksi antara

Respon Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Media Kombinasi Gambut dan Tanah Salin Yang Diaplikasi Tembaga (Cu) di Pembibitan Utama.. Penelitian ini

Judul : Perbaikan Subsoil Dengan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Media Tanam Pembibitan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Menyatakan bahwa semua data dan informasi