• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual untuk materi garis dan sudut pada kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakart

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual untuk materi garis dan sudut pada kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakart"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

UNTUK MATERI GARIS DAN SUDUT PADA KELAS VIIA SMP

KANISIUS GAYAM YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Florentina Nova Andriani

NIM: 131414025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

UNTUK MATERI GARIS DAN SUDUT PADA KELAS VIIA SMP

KANISIUS GAYAM YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Florentina Nova Andriani

NIM: 131414025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Do the best and pray. God will take care of the rest.

Karya ini aku persembahkan untuk

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memberkati dan

memberikan kemudahan lewat orang-orang yang baik hati dalam

perjuanganku menyelesaikan skripsi ini.

Bapak ku Robinus Sukardiyo

Mamak ku Christina Mujilah

(6)
(7)
(8)

vii ABSTRAK

Florentina Nova Andriani. 131414025. 2017. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual untuk Materi Garis dan Sudut pada Kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual dan mendeskripsikan hasil penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual pada pembelajaran matematika ditinjau dari komunikasi matematis siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII A SMP Kanisius Gayam Yogyakarta sejumlah 26 siswa. Objek penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada aspek kognitif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan soal tes dan pedoman wawancara. Data tes hasil belajar siswa dianalisis dengan cara mendeskripsikan semua jawaban dari masing-masing siswa, kemudian menentukan beberapa siswa yang termasuk dalam kategori memiliki kemampuan komunikasi matematis secara tertulis. Data wawancara dianalisis untuk menguatkan tes hasil belajar siswa.

Proses pembelajaran selama tiga kali pertemuan dengan penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual pada pembelajaran matematika mencakup tujuh kompenen yaitu konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment). Hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual disesuaikan dengan indikator pembelajaran adalah 69,23% atau sebanyak 18 orang siswa sudah dapat mengkomunikasikan idenya secara tertulis untuk menyelesaikan soal sesuai dengan indikator yang pertama yaitu, menjelaskan pengertian dua garis (sejajar, berimpit berpotongan, bersilangan), 50% atau sebanyak 13 orang siswa sudah dapat mengkomunikasikan idenya secara tertulis untuk menyelesaikan soal sesuai dengan indikator yang kedua yaitu, menggunakan satuan sudut (derajat), 50% atau sebanyak 13 orang siswa sudah dapat mengkomunikasikan idenya secara tertulis untuk menyelesaikan soal sesuai dengan indikator yang ketiga yaitu, mengukur besar sudut dengan busur derajat, 80,77% atau sebanyak 21 orang siswa sudah dapat mengkomunikasikan idenya secara tertulis untuk menyelesaikan soal sesuai dengan indikator yang keempat yaitu, menjelaskan perbedaan jenis sudut (siku, lancip, tumpul). Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual yang ditinjau dari komunikasi matematis telah membuat siswa mampu memberikan sejumlah informasi dan situasi yang terdapat pada gambar ke dalam bentuk tulisan atau mengkomunikasikan idenya dengan bahasanya sendiri, walaupun ada siswa juga yang belum bisa menggunakan bahasa yang baik dan benar.

(9)

viii ABSTRACT

Florentina Nova Andriani. 131414025. 2017. Implementing Contextual Learning for Line and Angle Learning Materials in Grade VIIA Kanisius Gayam Junior High School Yogyakarta. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Natural Science Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.

The study aimed at describing the learning process that used the contextual approach and the results of implementing the contextual learning in the Mathematics learning process from the perspective of mathematical communication among the students from Grade VIIA Kanisius Gayam Junior High School Yogyakarta.

This study was a descriptive qualitative research. The subjects of this study were 26 students from the junior high school. Then, the object of this study was the students’ cognitive learning results. In conducting this study, the researcher gathered the data using test items and interview guidelines. The data from the students’ test results were analyzed by describing all of the answers that had been provided by the students and determining several students who could be categorized into the ones possessing written mathematical communication skills. Next, the interview data were analyzed in order to confirm the students’ test results.

The learning process was conducted for three meetings by implementing the contextual learning approach on the Mathematics learning process. This learning process included seven components namely Constructivism, Questioning, Inquiry, Learning Community, Modelling, Reflection, and Authentic Assessment. The students’ Mathematics learning results by implementing the contextual approach that had been adjusted to the learning indicators showed that 69.23% respondents (18 students) had been able to communicate their ideas in written manner in order to solve the test items according to the first indicator namely explaining the definition of two lines (parallel, coinciding, intersecting, and intercrossing), 50.00% respondents (13 students) had been able to communicate their ideas in written manner in order to solve the test items contextual learning approach in the perspective of mathematical communication has been able to provide the students with a number of information and situation thay they can transfer from pictures into sentences and to encourage the students to communicate their ideas in their own language. However, there are some students who have not been able to use good and correct language.

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

untuk Materi Garis Dan Sudut pada Kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta” ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Dalam penulisan skripsi ini, tentunya penulis telah menerima bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si., selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, bantuan, dan kesabaran dalam membimbing penulis.

3. Bapak Beni Utomo, M.Si., selaku Dosen Pendamping Akademik yang telah memberikan dukungannya.

4. Ibu Nur Sukapti, S.Pd, selaku kepala SMP Kanisius Gayam Yogyakarta yang telah memberikan ijin pelaksanaan penelitian.

(11)

x

meluangkan waktu untuk membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian.

6. Siswa kelas VII A SMP Kanisius Gayam Yogyakarta yang telah ikut serta dalam pelaksanaan penelitian.

7. Seluruh staf sekretariat JPMIPA dan dosen-dosen program studi Pendidikan Matematika yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi dengan baik.

8. Bapak dan Mamak atas dukungan baik berupa materi, motivasi, segala kasih dan doa serta dukungan spiritual.

9. Damasus Tri Haryanto atas dukungan, motivasi dan perhatiannya, thanks for everthing.

10.Sahabat-sahabatku Lia, Widya, Yessy, Citra, Dewi, Anggi yang selalu ada untuk memberikan semangat, motivasi, dan saran.

11.Teman-teman kost Cintia : Tia, kak Archa, kak Lisa, kak Desty, Tuti, Awang, Tanti yang selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-teman PMAT 2013 terima kasih untuk berbagai pengalaman, semangat, dan kebersamaannya selama belajar di Universitas Sanata Dharma.

(12)

xi

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR BAGAN ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Batasan Masalah... 7

F. Batasan Istilah ... 7

(14)

xiii

H. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KAJIAN TEORI ... 11

A. Pengertian Pendekatan Kontekstual ... 11

B. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 15

C. Materi Garis Dan Sudut ... 19

D. Kerangka Berpikir ... 27

E. Penelitian yang Relevan ... 27

BAB III METODE PENELITIAN... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Subjek Penelitian ... 31

C. Objek Penelitian ... 31

D. Waktu dan Tempat Penelitian ... 31

E. Data Penelitian ... 31

F. Metode Pengumpulan Data ... 31

G. Instrumen Pengumpulan Data ... 33

H. Teknik Analisis Data ... 37

I. Keabsahan Data ... 41

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Persiapan Penelitian ... 43

B. Observasi Kelas ... 44

C. Deskripsi Proses Pembelajaran dan Pembahasan ... 45

D. Deskrispsi Jawaban Tes Hasil Belajar Siswa ... 59

E. Deskripsi Hasil Wawancara ... 75

F. Kelemahan Penelitian... 123

(15)

xiv

A. Kesimpulan ... 124

B. Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 128

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Kisi-kisi soal tes ... 34

Tabel 3. 2 Pengelompokan siswa berdasarkan hasil tes ... 35

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Dua Garis Sejajar ... 21

Gambar 2. 2 Dua Garis Berpotongan ... 22

Gambar 2. 3 Dua Garis Berhimpit ... 22

Gambar 2. 4 Dua Garis Bersilangan ... 23

Gambar 2. 5 Sudut ... 23

Gambar 2. 6 Busur Derajat... 24

Gambar 2. 7 Sudut Lancip ... 25

Gambar 2. 8 Sudut Siku-siku ... 25

Gambar 2. 9 Sudut Tumpul ... 26

Gambar 2. 10 Sudut Refleks ... 26

Gambar 2. 11 Sudut Lurus ... 26

Gambar 4. 1 Jawaban 9 orang siswa tentang kedudukan dua buah garis ... 60

Gambar 4. 2 Jawaban 6 orang siswa tentang kedudukan dua buah garis ... 60

Gambar 4. 3 Jawaban 3 orang siswa tentang kedudukan dua buah garis ... 61

Gambar 4. 4 Jawaban 7 orang siswa tentang kedudukan dua buah garis ... 61

Gambar 4. 5 Jawaban 1 orang siswa tentang kedudukan dua buah garis ... 62

Gambar 4. 6 Jawaban 9 orang siswa tentang pasangan garis yang saling sejajar, berhimpit, bersilangan dan berpotongan ... 63

Gambar 4. 7 Jawaban 2 orang siswa tentang pasangan garis yang saling sejajar, berhimpit, bersilangan dan berpotongan ... 63

Gambar 4. 8 Jawaban 4 orang siswa tentang pasangan garis yang saling sejajar, berhimpit, bersilangan dan berpotongan ... 64

Gambar 4. 9 Jawaban 3 orang siswa tentang pasangan garis yang saling sejajar, berhimpit, bersilangan dan berpotongan ... 64

Gambar 4. 10 Jawaban 5 orang siswa tentang pasangan garis yang saling sejajar, berhimpit, bersilangan dan berpotongan ... 65

(18)

xvii

Gambar 4. 12 Jawaban 1 orang siswa tentang pasangan garis yang saling sejajar,

berhimpit, bersilangan dan berpotongan ... 66

Gambar 4. 13 Jawaban 13 orang siswa tentang satuan derajat ... 67

Gambar 4. 14 Jawaban 3 orang siswa tentang satuan derajat ... 67

Gambar 4. 15 Jawaban 2 orang siswa tentang satuan derajat ... 68

Gambar 4. 16 Jawaban 1 orang siswa tentang satuan derajat ... 68

Gambar 4. 17 Jawaban 4 orang siswa tentang satuan derajat ... 68

Gambar 4. 18 Jawaban 4 orang siswa tentang satuan derajat ... 69

Gambar 4. 19 Jawaban 5 orang siswa tentang memberikan nama pada sudut dan mengukur besar sudut dengan menggunakan busur derajat ... 70

Gambar 4. 20 Jawaban 8 orang siswa tentang memberikan nama pada sudut dan mengukur besar sudut dengan menggunakan busur derajat ... 70

Gambar 4. 21 Jawaban 1 orang siswa tentang memberikan nama pada sudut dan mengukur besar sudut dengan menggunakan busur derajat ... 71

Gambar 4. 22 Jawaban 4 orang siswa tentang memberikan nama pada sudut dan mengukur besar sudut dengan menggunakan busur derajat ... 71

Gambar 4. 23 Jawaban 5 orang siswa tentang memberikan nama pada sudut dan mengukur besar sudut dengan menggunakan busur derajat ... 72

Gambar 4. 24 Jawaban 3 orang siswa tentang memberikan nama pada sudut dan mengukur besar sudut dengan menggunakan busur derajat ... 72

Gambar 4. 25 Jawaban 11 orang siswa tentang jenis-jenis sudut ... 73

Gambar 4. 26 Jawaban 2 orang siswa tentang jenis-jenis sudut ... 74

Gambar 4. 27 Jawaban 4 orang siswa tentang jenis-jenis sudut ... 74

Gambar 4. 28 Jawaban 8 orang siswa tentang jenis-jenis sudut ... 74

Gambar 4. 29 Jawaban S17 tentang kedudukan dua buah garis ... 76

Gambar 4. 30 Jawaban S17 tentang pasangan garis yang saling sejajar, berhimpit, bersilangan dan berpotongan... 78

Gambar 4. 31 Jawaban S17 tentang satuan derajat ... 79

Gambar 4. 32 Jawaban S17 tentang memberikan nama pada sudut dan mengukur besar sudut dengan menggunakan busur derajat ... 80

(19)

xviii

(20)

xix

(21)

xx

DAFTAR BAGAN

(22)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang sangat pesat tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan berbagai disiplin ilmu yang mendasarinya. Salah satu ilmu tersebut adalah matematika. Mata pelajaran matematika diberikan kepada peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama (BSNP, 2006: 345). Matematika merupakan mata pelajaran yang terstruktur, terorganisasi, dan berjenjang, artinya materi satu dengan materi yang lainnya saling berkaitan. Matematika tidak sekedar alat bantu berfikir dalam menjawab soal, namun matematika adalah bahasa untuk mengkomunikasikan gagasan secara praktis, efisien dan sistematis. Dalam pembelajaran matematika, siswa dituntut untuk dapat mengkomunikasikan pemahamannya agar dimengerti oleh orang lain. Hal ini didukung oleh Depdiknas (2006) bahwa salah satu tujuan adanya pelajaran matematika agar peserta didik dapat mengkomunikasikan pendapatnya.

(24)

sistematis, kritis, kreatif, dan kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif seperti sekarang ini.

Komunikasi adalah bagian penting dari matematika dan pendidikan matematika. Karena komunikasi menjadi cara untuk berbagi ide dan mengklasifikasi pemahaman dan melalui komunikasi, ide menjadi objek refleksi, perbaikan, diskusi, dan perubahan. Komunikasi merupakan hal yang mampu menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling memahami atau mengerti bukan berarti harus menyetujui, akan tetapi dengan adanya suatu komunikasi terjadi suatu perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan secara sosial. Hal yang terpenting adalah bagaimana membangun komunikasi tersebut agar dapat mencapai tujuannya, meskipun ada perbedaan dalam hal pendapat. Bila komunikasi tidak berjalan dengan baik maka dapat menghambat suatu pola interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini pun terjadi pada pembelajaran matematika karena matematika bukan hanya tentang logika tetapi juga tentang bahasa. Dalam artian, pada proses pembelajaran matematika setiap siswa mempunyai tingkat pemahaman yang berbeda-beda terhadap suatu materi meskipun materi tersebut dipelajari secara bersama-sama.

(25)

komunikasi bisa membantu pembelajaran siswa tentang konsep matematika ketika mereka memerankan situasi, menggambar, menggunakan objek, memberikan laporan dan penjelasan verbal. Keuntungan sampingannya adalah bisa mengingatkan siswa bahwa mereka berbagi tanggung jawab dengan guru atas pembelajaran yang muncul dalam pembelajaran tertentu. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Huinker dan Laughlin (Hulukati, 2005:5) bahwa :

“Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para siswa untuk mengembangkan dan mengintegrasikan keterampilan berkomunikasi melalui lisan maupun tulisan serta mempresentasikan apa yang telah dipelajari. Dengan komunikasi, baik lisan maupun tulisan dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika dan dapat memecahkan masalah dengan baik”.

Namun kenyataanya, siswa masih kurang baik dalam melakukan komunikasi, baik komunikasi melalui lisan atau tulisan. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya, walaupun sebenarnya ide dan gagasan sudah ada di pikiran mereka. Guru menduga bahwa siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya, di samping itu siswa juga kurang terbiasa dengan mengkomunikasikan gagasannya secara lisan.

(26)

mengkaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pendekatan pembelajaran kontekstual dapat membangun kemampuan komunikasi matematis siswa karena dalam pembelajaran kontekstual siswa diharapkan untuk memiliki kemampuan berpikir kritis dan terlibat penuh dalam proses pembelajaran yang efektif dan siswa dapat mengkomunikasikan ide-idenya. Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, bagaimana mencapainya sehingga siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna untuk hidupnya nanti. Salah satu kelebihan pendekatan kontekstual adalah menekankan pada pentingnya pemecahan masalah pada konteks kehidupan siswa (Suherman, 2001: 149). Dalam hal ini akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapainya.

(27)

terjadi komunikasi matematis baik secara lisan maupun secara tertulis antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Namun hanya beberapa siswa saja yang berkomunikasi matematis dengan berani bertanya tetapi hanya itu-itu saja yang berani bertanya sedangkan siswa yang lain hanya menerima. Berdasarkan hasil dari observasi diperoleh kesimpulan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru sehingga komunikasi matematis yang dilakukan siswa jarang terjadi di kelas. Hal ini menyebabkan komunikasi matematis siswa rendah. Oleh karena itu, diadakan suatu penelitian yang bertujuan mendeskripsikan hasil dari pendekatan kontekstual pada pembelajaran matematika yang ditinjau dari komunikasi matematis siswa kelas VII SMP Kanisius Gayam Yogyakarta.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memiliki gagasan untuk melakukan penelitian dengan judul: “PENERAPAN PENDEKATAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MATERI GARIS

DAN SUDUT PADA KELAS VIIA SMP KANISIUS GAYAM

YOGYAKARTA”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat permasalahan yang dapat di identifikasikan yaitu:

(28)

2. Guru belum pernah menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam proses pembelajaran.

3. Penyampaian materi pelajaran masih dilakukan dengan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru, sehingga menyebabkan berkurangnya kesempatan yang diperoleh siswa untuk berkomunikasi matematis dan kesulitan mengungkapkan pendapatnya.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual untuk membelajarkan materi garis dan sudut pada siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta ?

2. Bagaimana hasil dari penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual pada pembelajaran matematika ditinjau dari komunikasi matematis siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta ?

3. Bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual ?

D. Tujuan Penelitian

(29)

1. Mengetahui proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual untuk membelajarkan materi garis dan sudut pada siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta.

2. Mendeskripsikan hasil penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual pada pembelajaran matematika ditinjau dari komunikasi matematis siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta.

3. Mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

E. Batasan Masalah

1. Siswa yang menjadi subyek data penelitian ini adalah siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta.

2. Materi pembelajaran yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah garis dan sudut.

F. Batasan Istilah

Untuk meminimalisir kesalahan penafsiran terhadap judul skripsi yang diajukan dalam penelitian, maka akan dijelaskan beberapa istilah sebagai berikut:

1. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

(30)

menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kemampuan komunikasi matematis

Kemampuan komunikasi matematis adalah suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan gagasan, ide-ide maupun solusi tentang matematika secara logis dan jelas baik secara tertulis maupun lisan.

G. Manfaat Penelitian

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi orang lain, khususnya dapat bermanfaat bagi guru, siswa, maupun peneliti sendiri. Manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Menjadi inspirasi bagi guru untuk mengelola pembelajaran dengan penerapan pendekatan kontekstual pada materi garis dan sudut di kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta.

2. Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta untuk berkomunikasi secara matematis dalam pembelajaran matematika. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keberanian siswa dalam mengungkapkan ide, pendapat, pertanyaan atau saran.

(31)

H. Sistematika Penulisan

1. Bagian awal skripsi

Bagian awal skripsi ini memuat beberapa halaman yang terdiri dari halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, halaman persembahan, lembar pernyataan karya, lembar pernyataan persetujuan publikasi, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel dan daftar bagan.

2. Bagian isi

Bagian isi memuat lima bab, yaitu sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, batasan istilah, manfaat dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN TEORI

Bagian ini berisi tentang landasan teori yang digunakan sebagai dasar penulisan yang meliputi pengertian pendekatan kontekstual, kemampuan komunikasi maematis materi garis dan sudut, kerangka berpikir dan penelitian yang relevan.

BAB III : METODE PENELITIAN

(32)

metode pengumpulan data, instrument pengumpulan data, teknik analisis data dan keabsahan data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian ini berisi tentang deskrisi pelaksaan penelitian mlai dari persiaan penelitian, observasi kelas, deskripsi pembelajran dengan pendekatan kontekstual, deskripsi jawaban tes hasil belajar siswa dan deskripsi hasil wawancara dengan siswa.

BAB V : PENUTUP

Bagian ini berisi tentang kesimpulan penelitian dan saran-saran terkait skripsi.

3. Bagian akhir skripsi

(33)

11

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection), dan penilaiannya sebenarnya (Authentic Assesment) (Trianto,2009: 107).

Contextual teaching and learning (CTL) adalah pembelajaran yang menggunakan bermacam-macam masalah kontekstual sebagai titik awal, sedemikian sehingga siswa belajar dengan menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memecahkan berbagai masalah, baik masalah nyata maupun masalah simulasi, baik masalah yang berkaitan dengan mata pelajaran lain di sekolah, situasi sekolah maupun masalah di luar sekolah, termasuk masalah-masalah ditempat kerja yang relevan (Suryanto, 2002: 20).

(34)

keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Pendekatan kontekstual memungkinkan proses belajar yang menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga peserta didik dapat melakukan secara langsung hal-hal yang dipelajarinya. Pendekatan kontekstual (Joshua Subandar, 2003: 2) merupakan suatu konsep tentang pembelajaran yang membantu guru untuk menghubungkan isi bahan ajar dengan situasi dunia nyata serta penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja serta terlibat aktif dalam kegiatan belajar yang dituntut dalam pelajaran.

Dalam pembelajaran matematika yang menggunakan CTL siswa diharapkan mampu belajar dengan aktif, belajar melalui “mengalami”

(35)

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan, berdialog, atau tanya jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat ke dalam konsep yang dibahas (Erman Suherman, 2003: 3).

Pembelajaran kontekstual dirancang dengan tujuan agar sekolah benar-benar menyiapkan siswa untuk terjun di masyarakat serta untuk memungkinkan kerjasama antar sekolah dan dunia kerja, sehingga siswa dapat belajar memecahkan masalah dalam setting nyata (Suryanto, 2002: 21). Dengan kata lain, pembelajaran kontekstual diselenggarakan dengan menggunakan konteks sekolah maupun konteks luar sekolah sehingga siswa benar-benar siap terjun di masyarakat. Begitu juga dengan Johnson (2002: 25) mengemukakan bahwa:

The CTL system is an educational process that aims to help students see meaning in the academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the context of their personal, social, and cultural circumstances, to achieve this aim, the system encompasses the following eight components: making meaningful conections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment. (Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa melihat makna di mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu, dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka, untuk mencapai tujuan ini, sistem meliputi delapan komponen berikut: membuat hubungan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang signifikan, pembelajaran mandiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara individu, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian autentik)

(36)

1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

2. Laksanakan sejauh mungkin kegiaan inkuiri untuk semua topik. 3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok). 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

6. Lakukan refleksi diakhir pertemuan.

7. Lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan guru pada penerapan model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning) dalam proses kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut: 1. Guru mengarahkan siswa untuk sedemikian rupa dapat

mengembangkan pemikirannya untuk melakukan kegiatan belajar yang bermakna, berkesan, baik dengan cara meminta siswa untuk bekerja sendiri dan mencari serta menemukan sendiri jawabannya, kemudian memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan keterampilannya yang baru saja ditemuinya.

2. Dengan bimbingan guru, siswa di ajak untuk menemukan suatu fakta dari permasalahan yang disajikan guru/dari materi yang diberikan guru. 3. Memancing reaksi siswa untuk melakukan pertanyaan-pertanyaan

(37)

4. Guru membentuk kelas menjadi beberapa kelompok umtuk melakukan diskusi, dan tanya jawab.

5. Guru mendemonstrasikan ilustrasi/gambaran materi dengan model atau media yang sebenarnya.

6. Guru bersama siswa melakukan refleksi atas kegiatan yang telah dilakukan.

Berdasarkan pada beberapa pendapat di atas, maka peneliti dapat manarik kesimpulan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dimulai dari konteks kehidupan nyata siswa, selanjutnya guru memfasilitasi siswa untuk mengangkat objek dalam kehidupan nyata itu ke dalam konsep matematika, melalui tanya jawab, diskusi, dan inkuiri, sehingga siswa dapat mengkontruksi konsep tersebut dalam pikirannya.

B. Kemampuan Komunikasi Matematis

Kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan). Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan (Depdikbud, 1999 : 623). Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa atau sanggup melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu.

(38)

Indonesia (KUBI dalam Zainab, 1996) secara terminology, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pesan dari seseorang kepada orang lain.

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantaranya (Muh.Nurul Huda, Komunikasi pendidikan).

Sedangkan menurut persepsi penulis, yang dimaksudkan dengan komunikasi dalam dunia pendidikan adalah proses penyampaian pesan antara guru dan siswa, dan antara siswa yang satu dan siswa yang lainnya. Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting pada matematika dan pendidikan matematika. Ketika siswa ditantang berfikir tentang matematika dan mengkomunikasikan hasil pikiran mereka secara lisan atau dalam bentuk tulisan, berarti mereka sedang belajar menjelaskan dan menyakinkan apa yang ada didalam benak mereka. Seorang siswa memperoleh informasi berupa konsep matematika yang diberikan guru maupun yang diperoleh dari bacaan, maka saat itu terjadi transformasi informasi matematika dan sumber kepada siswa tersebut.

(39)

menilai pemikiran dan strategi matematis orang lain dan menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide matematika dengan tepat.

Clark (2005: 5) menyatakan bahwa “Math is communication. You have to be able to communicate the concepts. You have to be able to communicate your thinking. Numbers are not enough for any good mathematician. You have to prove. You have to convince” (Matematika adalah komunikasi. Anda harus bisa mengkomunikasikan konsep. Anda harus bisa mengkomunikasikan pemikiran anda. Bilangan saja tidak cukup untuk matematika yang baik. Anda harus bisa membuktikan. Anda harus bisa meyakinkan).

Hal ini menunjukkan bahwa siswa harus mampu menyampaikan isi pemikirannya tentang masalah matematika, bukan hanya dalam hal menghitung tapi juga bagaimana mengkomunikasikan matematika tersebut baik secara lisan maupun tulisan. Selain itu Hirschfeld (2008: 4) juga berpendapat bahwa dengan adanya komunikasi siswa mengenai ide dan apa yang mereka pikirkan, guru bisa mengerti apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui oleh siswa. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Borasi and Rose dalam Kosko and Wilkins (2010: 81) yaitu:

“Students who write to explain or describe solution strategies

experience an improvement in their problem solving skills”. (Seseorang yang menulis untuk menjelaskan atau mendeskripsikan strategi solusi mengalami peningkatan keterampilan dalam menyelesaikan masalah).

(40)

Komunikasi mempunyai peranan penting dalam pembelajaran matematika. Ada 2 alasan yang mendasari pentingnya komunikasi dalam matematika yaitu matematika pada dasarnya merupakan suatu bahasa dan belajar matematis merupakan aktivitas sosial.

Melalui komunikasi matematis siswa dapat belajar untuk menerima ide-ide matematika melalui pendengaran, penglihatan, dan visualisasian, mampu menyajikan ide-ide matematika dengan bicara, tulisan, gambar, diagram, dan, grafik serta mampu berdiskusi dan mengajukan pertanyaan tentang matematika (Herry Sukarman, 2000: 42).

Ada beberapa indikator yang menunjukkan adanya komunikasi (TIM PPPG Matematika, 2005: 59) antara lain: menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram, mengajukan dugaan (conjegtures), melakukan manipulasi matematika, menarik kesimpulan, menyussun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi, menarik kesimpulan dari pernyataan, memeriksa kesahihan suatu argumen, menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Berdasarkan definisi di atas, maka aspek kemampuan berkomunikasi secara matematis meliputi:

(41)

b. Kemampuan mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika dan sebaliknya. Kemampuan ini meliputi kemampuan mengubah bentuk uraian ke rumus, grafik, tabel, gambar, skema, dan diagram serta menafsirkannya. Dengan kemampuan ini, siswa diharapkan dapat menyelesaikan soal-soal cerita.

c. Kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang relevan. Kemampuan ini adalah kemampuan menyatakan pikiran dan ide-ide atau gagasan matematika ke dalam kata-kata, lambang matematika dan bilangan ketika menyelesaikan masalah.

C. Materi Garis Dan Sudut

Standar Kompetensi mata pelajaran matematika Sekolah Menengah Pertama kurikulum 2006 menyebutkan bahwa garis dan sudut adalah salah satu materi matematika yang harus dipelajari siswa. Untuk menyelesaikan soal yang berkaitan dengan garis dan sudut, peneliti akan menjelaskan kedudukan dua garis (sejajar, berimpit, berpotongan, bersilangan) melalui contoh nyata, mengenal satuan sudut (derajat), memberi nama serta mengukur besar sudut dengan busur derajat, menjelaskan perbedaan jenis sudut (siku, lancip, tumpul). Berikut akan dijelaskan materi yang terkait dengan pokok bahasan garis dan sudut (Adinawan, M.C, Sugijono: 2007).

1. Konsep Titik, Garis dan Bidang

(42)

para ahli geometri modern konsep-konsep tersebut dikelompokkan ke dalam istilah-istilah yang tidak didefinisikan (undefined). Unsur yang tidak didefinisikan atau pengertian pangkal adalah konsep primitive yang mudah dipahami dan sulit dibuatkan definisinya seperti titik, garis dan bidang.

Dalam geometri, titik adalah konsep abstrak yang tidak berwujud atau tidak berbentuk, tidak mempunyai ukuran, tidak mempunyai berat, atau tidak mempunyai panjang, lebar, atau tinggi. Titik adalah ide atau gagasan abstrak yang hanya ada dalam benak orang yang memikirkannya. Dalam geometri titik di gambarkan sebagai berikut . yaitu gambar yang dihasilkan dari ujung pensil/pena pada kertas. Titik biasanya diberi nama menggunakan huruf kapital.

(43)

dapat menggunakan satu huruf latin atau menggunakan dua huruf kapital pada dua titik berbeda yang terletak pada garis itu.

Selanjutnya bidang juga merupakan pengertian pangkal. Bidang adalah ide atau gagasan abstrak yang hanya ada dalam benak pikiran orang yang memikirkannya. Bidang diartikan sebagai permukaan yang rata, meluas ke segala arah dengan tidak terbatas, dan tidak memiliki tebal.

2. Kedudukan Dua Garis

Kedudukan dua garis dapat dikelompokkan menjadi: a. Dua Garis Sejajar

Jika dua (garis k dan l) terletak dalam satu bidang dan tidak berpotongan, maka dapat dikatakan kedua garis tersebut merupakan garis sejajar. Dua garis yang sejajar dinotasikan dengan “//”.

Dua garis atau lebih dikatakan sejajar apabila garis-garis tersebut terletak pada bidang datar dan tidak berpotongan.

Sifat-sifat garis sejajar:

1)

m

a

b k

l

(44)

Jika sebuah garis memotong salah satu dari dua garis yang sejajar, maka garis itu akan memotong garis yang kedua.

2)

Jika sebuah garis sejajar dengan dua garis lainnya, maka kedua garis itu sejajar.

b. Dua Garis Berpotongan

Pada gambar di atas garis a dan garis b berpotongan di titik P

dimana keduanya terletak pada bidang yang sama. Dua garis dikatakan berpotongan apabila garis tersebut terletak pada satu bidang datar dan mempunyai tepat satu titik persekutuan.

c. Dua Garis Berhimpit

Gambar 2.3 di atas menjukkan garis k dan garis l yang saling menutupi, sehingga hanya terlihat sebagai satu garis saja. Dalam hal ini dikatakan kedudukan masing-masing garis k dan l terletak pada satu garis lurus. Kedudukan yang demikian dinamakan pasangan garis lurus yang berhimpit.

b a c

k=l

a b P

Gambar 2. 2 Dua Garis Berpotongan

(45)

Dua buah garis dikatakan berimpit jika keduanya saling berpotongan dibanyak titik.

d. Dua Garis Bersilangan

Gambar di atas menunjukkan sebuah balok ABCD.EFGH. Pada gambar tersebut terdapat dua buah ruas garis berbeda yaitu ruas garis ̅̅̅̅ dan ruas garis ��̅̅̅̅. Dua buah garis dikatakan saling bersilangan jika dan hanya jika keduanya tidak terletak pada satu bidang yang sama.

3. Sudut

a) Pengertian Sudut

Sudut adalah gabungan dua buah sinar garis yang memiliki titik pangkal yang sama.

Berdasarkan gambar 2.5 di atas, maka bagian-bagian sudut terdiri dari dua buah kaki sudut, titik sudut, dan besar sudut. Kaki

F

B A

C D

E

H G

Gambar 2. 4 Dua Garis Bersilangan

Titik sudut

Kaki sudut

(46)

sudut adalah sinar garis yang membentuk suatu sudut. Titik sudut

adalah titik pangkal sinar dari kaki sudut. Sudut dinotasikan dengan “∠”.

b) Besar Sudut

Satuan pengukuran yang sering digunakan untuk mengukur besar sudut adalah Derajat (°), Menit (´), dan Detik (´´).

Hubungan antara Derajat (°), Menit (´), dan Detik (´´) dapat dituliskan sebagai berikut.

� �� � � ℎ = ° � � ° = � � ��

° = ′

= ′′

° = ′= × ′′ = ′′

c) Mengukur Besar Sudut dengan Busur Derajat

Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur suatu sudut adalah busur derajat seperti tampak pada Gambar 2.6

Untuk mengukur besar sudut perhatikan langkah-langkah berikut.

Garis Vertikal

Pusat Busur Garis Horisontal

(47)

1)Tempatkan pusat busur derajat pada titik sudut yang akan diukur.

2)Tempatkan garis horizontal busur derajat yang tertulis angka 0 pada salah satu kaki sudutnya.

3)Bacalah angka pada busur derajat yang berhimpit dengan kaki sudut yang lain. Angka inilah yang merupakan besar sudut itu. d) Jenis-Jenis Sudut

1. Sudut Lancip

Sudut lancip adalah sudut yang besarnya kurang dari 90°.

2. Sudut Siku-Siku

Sudut siku-siku adalah sudut yang besarnya 90°.

3. Sudut Tumpul

Sudut tumpul adalah sudut yang besarnya lebih dari 90° dan kurang dari 180°.

D

B A

C

Sudut Lancip

Gambar 2. 7 Sudut Lancip

(48)

4. Sudut Refleks

Sudut refleks adalah sudut yang ukurannya lebih dari 180° dan kurang dari 360°.

5. Sudut Lurus

Sudut lurus adalah sudut yang besarnya 180°.

O

A B

Gambar 2. 10 Sudut Refleks

(49)

D. Kerangka Berpikir

Bagan 2. 1 Kerangka Berpikir

E. Penelitian yang Relevan

Dalam penelitian ini penulis mengacu pada penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan pada saat ini. Penelitian tersebut dilakukan oleh:

(50)

prestasi belajar siswa mengalami peningkatan, dan tanggapan guru dan siswa ‘sangat positif’ terhadap pelaksanaan tindakan menggunakan

pendekatan kontekstual.

2) Asiatul Rofiah (2010), dalam penelitiannya yng berjudul ”Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika pada Siswa Kelas VII SMPN 2 Depok Yogyakarta dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Inkuiri”. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, yakni siklus pertama terdiri dari 4 kali pertemuan dan siklus kedua terdiri dari 3 kali pertemuan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika, pedoman observasi pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan inkuiri, angket respons siswa terhadap pembelajaran melalui pendekatan inkuiri, pedoman wawancara, dan dokumentasi. Data dari hasil tes, observasi, dan angket dianalisis secara kuantitatif yang diperkuat dengan hasil wawancara dan dokumentasi yang selanjutnya dari semua data yang diperoleh tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VIIB SMPN 2 Depok Yogyakarta mengalami peningkatan.

(51)
(52)

30

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan memaparkan tentang metode penelitian di kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta sebagai berikut :

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualititatif. Penelitian deskriptif berarti penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan atau menjelaskan secara sistematis, faktual dan akurat yang terjadi saat sekarang (Wina Sanjaya, 2013;59). Pada penelitian ini juga analisis datanya dari situasi yang diteliti tidak dipaparkan dalam bentuk bilangan/angka statistik, melainkan bentuk uraian naratif (Margono, 2007:39).

(53)

sedangkan instrumen bantu terdiri dari instrumen tes tertulis dan instrumen pedoman wawancara.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta 2016/2017.

C. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran kontekstual dan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta pada semester genap Tahun Ajaran 2016/2017.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta pada semester genap Tahun Ajaran 2016/2017 dan pengambilan data berlangsung dari Februari sampai Mei 2017.

E. Data Penelitian

Data penelitian ini berupa data kemampuan komunikasi matematis secara lisan dan tertulis yang dilihat dalam penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual.

F. Metode Pengumpulan Data

(54)

1. Observasi

Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamaan sacara teliti dan sistematis (Suharsimi Arikunto, 2006:30). Dalam penelitian ini teknik observasi digunakan untuk memperoleh informasi memperkuat data, terutama aktivitas pembelajaran dalam kelas. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara mengamati dan mencatat kegiatan yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung, dengan demikian hasil observasi ini sekaligus dilakukan sebagai acuan dalam latar belakang.

2. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini menggunakan wawancara tidak terstruktur atau terbuka. Pedoman wawancara yang digunakan hanya garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2013:140). Wawancara akan dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terhadap 6 siswa untuk mengetahui tentang komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal-soal tes yang diberikan oleh peneliti. Wawancara ini juga bertujuan untuk mendapatkan informasi secara lebih jelas dan mendalam, agar peneliti dapat mendeskripsikan apa yang terjadi.

3. Dokumentasi

(55)

4. Tes

Tes merupakan pernyataan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok (Arikunto, 2010 : 193) dalam penelitian ini, tes yang diberikan kepada siswa berupa tes akhir

(post-test). Tes akhir (post-test) diberikan saat pertemuan terakhir. Soal-soal yang diberikan pada saat tes akhir (post-test) berupa tes esai. Tes esai berbentuk pertanyaan dengan jawaban bebas (Suparno & Moh. Yunus, 2007).

G. Instrumen Pengumpulan Data

Instrument adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian (Suparno, 2007: 56). Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Lembar Keterlaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Lembar ini digunakan untuk mengamati aktivitas peneliti (berperan sebagai guru) saat pembelajaran matematika menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual. Lembar pengamatan keterlaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ini berisi langkah-langkah pembelajaran yang sesuai pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh peneliti. Lembar pengamatan ini berbentuk checklist (√) dengan alternatif jawaban “ya” dan “tidak”

(56)

kontekstual. Pengamatan dilakukan oleh dua orang observer untuk memberikan keterangan mengenai kejadian tertentu yang diamati, lembar observasi ini memuat kolom deskripsi.

2. Lembar Tes

Tes yang dilakukan peneliti adalah tes tertulis. Tes tertulis ini bertujuan membantu peneliti dalam mengumpulkan data. Soal dalam tes tertulis dibuat dalam bentuk uraian. Hal tersebut dimaksudkan agar peneliti dapat lebih mudah melihat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal mengenai garis dan sudut. Di bawah ini merupakan kisi-kisi soal tes yang akan diberikan kepada siswa.

Tabel 3. 1 Kisi-kisi soal tes Standar

Kompetensi

Kompetensi Dasar

Materi Indikator Nomor soal

(57)

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai dengan kurikulum yang digunakan oleh sekolah. Tes dilakukan satu kali yaitu pada saat akhir penelitian untuk mengetahui tingkat keberhasilan hasil pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan kemampuan komunikasi matematis siswa secara tertulis. Berdasarkan hasil tes siswa peneliti akan membagi siswa menjadi 3 kategori yaitu kategori tinggi, sedang, dan rendah. Secara umum pengelompokan yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut.

Tabel 3. 2 Pengelompokan siswa berdasarkan hasil tes

Batas Nilai Kategori

� �̅ + Tinggi

�̅ − < � < �̅ + Sedang

� �̅ − Rendah

Keterangan :

� = Nilai tes hasil belajar siswa �̅ = Nilai rata-rata

= Standar deviasi 3. PedomanWawancara

(58)

Garis dan Sudut. Cara memilih siswa yang akan diwawancarai adalah sebagai berikut :

1) Memilih 2 siswa yang masuk dalam kategori tinggi untuk tes hasil belajarnya.

2) Memilih 2 siswa yang masuk dalam kategori sedang untuk tes hasil belajarnya

3) Memilih 2 siswa yang masuk dalam kategori rendah untuk tes hasil belajarnya.

Bentuk yang digunakan dalam wawancara ini bukan merupakan wawancara yang terstruktur tetapi berbentuk mendalam. Hal tersebut berarti wawancara yang dilakukan peneliti dapat berkembang menurut jawaban dari subyek. Sehingga wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dengan berbagai kondisi subyek dan mengarah pada informasi yang dibutuhkan. Peneliti melakukan wawancara dengan memberikan pertanyaan berdasarkan indikator dalam pembelajaran. Secara garis besar pertanyaan yang akan diberikan peneliti kepada subyek adalah sebagai berikut:

a. Dapatkah kamu menjelaskan kembali jawabanmu ?

b. Merasa kesulitan atau tidak dalam menjelaskan alasanmu? Dimana letak kesulitannya?

(59)

d. Dalam melakukan kegiatan diskusi secara berkelompok apakah kamu mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan ide atau mengajukan pertanyaan? Mengapa?

Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat berkembang menurut jawaban dari subyek.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu (Sugiono, 2011). Analisis data menurut Miles dan Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Menurut Bogdan dan Bliken (Lexy J Moleong, 2007:248 ), analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction (reduksi), data display (penyajian), dan data conclusion (kesimpulan). Adapun kegiatan ini yaitu :

1. Pengumpulan data

(60)

pendapat peneliti berdasarkan fenomena yang dijumpai selama penelitian berlangsung.

2. Reduksi data

Proses reduksi data ini bertujuan untuk menghindari penumpukan data atau informasi dari siswa. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, maka perlu dicatat secara teliti dan rinci dan dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

Dalam penelitian ini, reduksi data yang dilakukan peneliti adalah dengan mengkategorikan data menjadi tiga yaitu sebagai berikut:

a) Data Proses Pembelajaran

(61)

konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection), dan penilaiannya sebenarnya (Authentic Assesment).

b) Data Hasil Belajar

Data hasil belajar diperoleh peneliti dari lembar tes yang digunakan untuk melihat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal. Tes dilaksanakan pada hari terakhir penelitian. Soal yang diberikan merupakan soal tes tertulis bentuk uraian. Soal dibuat berdasarkan indikator pembelajaran. Terdapat empat indikator dalam pembelajaran yaitu: menjelaskan pengertian dua garis (sejajar, berimpit berpotongan, bersilangan), menggunakan satuan sudut (derajat), mengukur besar sudut dengan busur derajat, dan menjelaskan perbedaan jenis sudut (siku-siku, lancip, tumpul).

Lembar jawaban siswa akan dikumpulkan dan kemudian diperiksa oleh peneliti dengan pedoman penskoran yang telah dibuat. Setalah mendapatkan data hasil belajar selanjutnya peneliti akan menentukan beberapa siswa untuk diwawancarai.

c) Data Hasil Wawancara

(62)

merupakan wawancara yang terstruktur tetapi berbentuk mendalam. Hal tersebut berarti wawancara yang dilakukan peneliti dapat berkembang menurut jawaban dari subyek. Sehingga wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dengan berbagai kondisi subyek dan mengarah pada informasi yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Siswa diminta mencermati dan menyelesaikan soal yang diberikan.

b. Siswa diwawancarai berdasarkan indikator dan jawaban yang sudah dikerjakan pada soal tes tertulis.

c. Pada saat wawancara, peneliti melakukan pengamatan, merekam, dan membuat catatan-catatan untuk mendapatkan data tentang kemampuan penalaran matematika siswa.

3. Penyajian data

(63)

sebagai subjek penelitian, menyajikan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap siswa yang telah dipilih sebagai subjek penelitian kemudian membandingkan data-data yang diperoleh kedalam bentuk deskripsi.

4. Kesimpulan atau verifikasi

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas dan kredibel. Dalam penelitian ini, setelah semua data terkumpul baik yang diperoleh dari hasil tes maupun wawancara kemudian peneliti melakukan penarikan kesimpulan hasil data berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada reduksi dan penyajian data. Berdasarkan analisis data tersebut, peneliti melakukan penarikan kesimpulan tentang kemampuan komunikasi matematis siswa untuk setiap soal

I. Keabsahan Data

(64)
(65)

43

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

Sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan wawancara dengan guru mengenai pendekatan kontekstual, bagaimana kondisi siswa ketika belajar matematika dan bagaimana kemampuan siswa dalam berkomunikasi matematis di kelas. Hasil wawancara nantinya akan menjadi pertimbangan terhadap pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian.

(66)

B. Observasi Kelas

Peneliti melakukan observasi pada 4 April 2017 untuk mengetahui proses pembelajaran dan karakteristik siswa di dalam kelas khususnya siswa kelas VII A. Siswa kelas VII A SMP Kanisius Gayam Yogyakarta berjumlah 26 orang yang terdiri dari 16 putra dan 10 putri. Pada saat peneliti mengobservasi kelas tersebut, peneliti melihat bagaimana siswa mengkuti proses belajar mengajar, guru menerapkan kegiatan belajar secara berkelompok, hanya beberapa siswa yang antusias dalam proses pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan kepada guru, ada juga siswa yang sama sekali tidak memperhatikan penjelasan guru dan tidak mau bekerja dalam kelompok justru sibuk mengobrol dengan anggota kelompok lainnya dan rame sendiri. Siswa masih kurang baik dalam melakukan komunikasi, baik komunikasi dengan guru maupun dengan teman di kelas, siswa masih kesulitan dalam mengemukakan pendapatnya, siswa cenderung diam ketika belum paham terhadap materi yang dijelaskan oleh guru. Menurut pengamatan peneliti, siswa yang cenderung masih takut dalam berpendapat dikarenakan siswa belum terbiasa dalam mengkomunikasikan gagasan-gagasannya dengan baik.

(67)

Tabel 4. 1 Tabel Rincian Kegiatan Penelitian

No. Hari dan Tanggal Kegiatan

1. Kamis, 18 Mei 2017 Mengajar

2. Sabtu, 20 Mei 2017 Mengajar

3. Selasa, 23 Mei 2017 Mengajar 4. Sabtu, 27 Mei 2017 Tes hasil belajar

5. Senin, 29 Mei 2017 Wawancara

6. Selasa, 30 Mei 2017 Wawancara

C. Deskripsi Proses Pembelajaran dan Pembahasan

(68)

komponen-komponen dalam pendekatan pembelajaran kontekstual sudah muncul atau belum ketika proses pembelajaran di kelas dapat menjadi bahan evaluasi bagi peneliti selanjutnya atau guru yang akan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual agar dapat memperbaiki kesalahan ataupun hal-hal yang belum muncul ketika pelaksanaannya. Adapun rincian proses pembelajaran adalah sebagai berkut:

1. Pertemuan pertama

Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2017 dan berlangsung selama 80 menit. Materi yang dibahas yaitu tentang kedudukan dua garis yang sejajar, berpotongan, berhimpit dan bersilangan. Proses pembelajaran yang dilaksanakan peneliti di kelas sesuai dengan komponen-komponen dalam pendekatan pembelajaran kontekstual antara lain adalah:

a. Guru melakukan pembukaan dengan mengucapkan salam, mengkondisikan kelas, memeriksa kehadiran siswa dan menyampaikan tujuan pembelajaran.

b. Guru memberikan apersepsi dengan mengenalkan tentang konsep titik, garis dan bidang dalam geometri.

(69)

d. Siswa kemudian mengkonstruksi pemahamannya dengan melakukan proses tanya jawab yang diberikan oleh guru setelah itu siswa berdiskusi untuk sampai pada kesimpulan yang ingin dicapai. Poin (c) dan (d) termasuk komponen utama dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu konstruktif, karena kegiatan pada poin tersebut merupakan proses yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikiran sesuai dengan pemahaman yang mereka miliki serta menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata. Pembelajaran tidak monoton selalu berpusat kepada guru. Tetapi siswa juga diajak untuk menggunakan pemikiran dan pengetahuan yang telah diperolehnya untuk memecahkan masalah-masalah. e. Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan memberitahukan

manfaat pembelajaran, yaitu kita dapat mengetahui tentang kedudukan dua garis yang sejajar, berpotongan, berhimpit dan bersilangan dalam kehidupan sehari-hari.

f. Siswa mengamati gambar yang ditampilkan oleh guru, gambar yang ditampilkan menunjukkan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari tentang kedudukan dua garis yang sejajar, berhimpit, berpotongan dan bersilangan.

(70)

berhimpit, berpotongan dan bersilangan dengan bantuan guru yang memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa.

h. Setelah mengkonstrusi pemahamannya, siswa berdiskusi untuk menemukan ciri-ciri dari kedudukan dua garis yang sejajar, berhimpit, berpotongan dan bersilangan sampai pada kesimpulan tentang kedudukan dua garis yang sejajar, berhimpit, berpotongan dan bersilangan

i. Siswa mencari contoh lain dalam kehidupan sehari-hari yang terkait kedudukan dua buah garis.

Poin (h) dan (i) termasuk komponen utama dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu inquiri, karena kegiatan pada poin-poin tersebut merupakan proses dimana guru memberikan kesempatan untuk siswa menemukan suatu ciri-ciri dari kedudukan dua buah garis dan mencari contoh lain tentang kedudukan dua buah garis dalam kehiduan sehari-hari.

j. Siswa melakukan diskusi secara berkelompok dengan masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 orang.

k. Siswa mengemukakan ide dan pengetahuannya untuk menyelesaikan soal-soal yang ada dalam LKS bersama kelompok. l. Siswa berdiskusi dan mengerjakan soal tekait dengan materi

(71)

Poin (j), (k) dan (l) termasuk komponen utama dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu masyarakat belajar dan bertanya, karena kegiatan pada poin tersebut siswa melakukan kerjasama dalam kelompok dan memanfaatkan sumber belajar dari teman temannya melalui kegiatan berbagi pengalaman (sharing). Komponen bertanya tampak pada kegiatan diskusi siswa yang dilaksanakan dengan mengerjakan LKS yang berisi tentang materi yang dipelajari. LKS tersebut digunakan sebagai bahan diskusi siswa, siswa bertanya kepada teman sebayanya ataupun kepada guru dalam proses mengerjakan LKS. Dengan diskusi kelompok siswa akan lebih mudah memahami materi pelajaran serta dapat membantu temannya yang mengalami kesulitan.

m.Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas dan ditanggapi oleh kelompok lain.

n. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang aktif dan bisa bekerja sama dengan baik dalam mengerjakan LKS.

Poin (m) dan (n) termasuk komponen utama dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu penilaian sebenarnya, karena kegiatan pada poin tersebut guru tidak hanya menilai dari hasil yang didapat, tetapi juga menilai dari proses dan apa yang dapat dilakukan oleh siswa ketika diskusi kelompok.

(72)

p. Siswa melakukan refleksi dengan mengemukakan pendapatnya terhadap proses pembelajaran, tentang apa yang diperoleh pada hari itu, meminta kesan siswa mengenai pembelajaran.

Poin (o) dan (p) termasuk komponen utama dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu refleksi, karena kegiatan pada poin tersebut guru memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Poin-poin tersebut tampak pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengingat kembali dan menuliskan refleksi mengenai apa yang baru dipelajarinya, serta berfungsi sebagai umpan balik. Refleksi ini dilakukan agar siswa mengetahui kesimpulan yang tentang apa yang dipelajarinya tentang hari itu. Sehingga pembelajaran pada pertemuan itu menjadi lebih bermakna.

q. Siswa diminta untuk mempelajari materi selanjutnya dan memberitahukan untuk pertemuan selanjutnya siswa diminta membawa busur derajat.

r. Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam kepada siswa.

(73)

pemodelan, hal tersebut dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti pada proses belajar mengajar.

2. Pertemuan kedua

Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2017 dan berlangsung selama 80 menit. Materi yang dibahas yaitu tentang sudut, bagaimana menggunakan satuan sudut yang sering digunakan dan dapat mengukur besar sudut dengan menggunakan busur derajat. Proses pembelajaran yang dilaksanakan peneliti di kelas sesuai dengan komponen-komponen dalam pendekatan pembelajaran kontekstual antara lain adalah:

a. Guru melakukan pembukaan dengan mengucapkan salam, mengkondisikan kelas dan memeriksa kehadiran siswa dan tujuan pembelajaran.

b. Guru memberikan apersepsi dengan menampilkan gambar tiang listrik sebagai contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari guna mengingatkan siswa tentang materi pada pertemuan sebelumnya yaitu tentang kedudukan dua garis (sejajar, berhimpit, berpotongan, bersilangan).

(74)

Poin (c) termasuk komponen utama dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu bertanya, karena kegiatan pada poin tersebut guru menggali informasi apa yang sudah diketahui oleh siswa tentang materi sebelumnya dengan bertanya.

d. Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan memberitahukan manfaat pembelajaran, yaitu kita dapat mengetahui tentang apa itu sudut, bagaimana menggunakan satuan sudut dan dapat mengukur besar sudut dengan menggunaan busur derajat.

e. Siswa mengamati beberapa contoh yang ditampilkan oleh guru yaitu beberapa aktivitas dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan sudut seperti aktivitas memanah dan push up.

f. Setelah siswa untuk mengamati gambar tersebut, dengan beberapa pertanyaan siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya tentang sudut hingga siswa mampu mendefinisikan sudut, mengetahui satuan sudut dan alat yang digunakan untuk mengukur sudut.

(75)

siswa juga diajak untuk menggunakan pemikiran dan pengetahuan yang telah diperolehnya untuk memecahkan masalah.

g. Setelah mengetahui apa itu sudut, siswa mencari contoh lain yang membentuk sudut yang ada di sekitar kelas.

Poin (g) termasuk komponen utama dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu inquiri, karena kegiatan pada poin tersebut merupakan proses dimana siswa diberikan kesempatan untuk mencari dan menemukan contoh lain yang berkaitan tentang sudut.

h. Siswa diminta untuk membuat beberapa kelompok diskusi yang masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 orang siswa.

i. Siswa bersama masing-masing kelompoknya berdiskusi dan mengerjakan soal dalam Kerja Siswa (LKS) terkait dengan materi satuan sudut dan mengukur besar sudut dengan menggunaan busur derajat

Gambar

Gambar 2. 1     Dua Garis Sejajar
Gambar 2. 6 Busur Derajat
Gambar 2. 7 Sudut Lancip
Tabel 3. 2 Pengelompokan siswa berdasarkan hasil tes
+7

Referensi

Dokumen terkait

tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap insdustri pangan di daerah DIY// Pasalnya salahsatu pejabat Disperindagkop DIY -Aguntoro-mengatakan/ para pengusaha

Pengaruh Harga E-Commerce Account Agoda Terhadap Keputusan Menginap Tamu Di Serela Hotel Riau Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pendidikan anak usia dini adalah salah satu upaya pembinaan yang ditujukan untuk anak sejak lahir sampai dengan enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

Telah dilakukan Penelitian tentang Studi Perbandingan Penambahan Variasi Ragi Tape dan Ragi Roti dalam Pembuatan Bioetanol dari Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa

Dalam Penulisan Ilmiah ini, penulis berharap jika mendisain tiket konser musik dengan menggunakan Adobe Photoshop versi 5.5 dengan bagus dan menarik nantinya akan dapat

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. © Asep Dedy Sutrisno 2014

Telah dilakukan Penelitian tentang Studi Perbandingan Penambahan Variasi Ragi Tape dan Ragi Roti dalam Pembuatan Bioetanol dari Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa

Perpustakaan secara tradisional memang lebih mudah untuk dikelola, dan memerlukan biaya yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan perpustakaan yang berbasiskan komputer, akan