• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EKONOMI REGIONAL SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN IV (KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN BONDOWOSO, DAN KABUPATEN SITUBONDO) DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS SHIFT SHARE.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS EKONOMI REGIONAL SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN IV (KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN BONDOWOSO, DAN KABUPATEN SITUBONDO) DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS SHIFT SHARE."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

USULAN PE NELITIAN

Dihar apkan Kepada Fakultas Ekonomi

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Untuk Menyusun Skr ipsi S-1

J ur usan Ekonomi Pembangunan

Diajukan Oleh:

FAKHRULLI KAHARVIAN 0611310117/FE/EP

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

(2)

PEMBANGUNAN IV (KABUPATEN J EMBER, K ABUPATEN

BONDOWOSO, DAN K ABUPATEN SITUBONDO) DENGAN

MENGGUNAKAN ANALI SIS SHIFT SHARE

Yang Diajukan Fakhr ulli Kahar vian

0611310117/FE/EP

Telah disetujui untuk diseminarkan oleh :

Pembimbing Utama

Dr s.Ec.Wiwin Pr iana,MT Tanggal : 8 maret 2013

Mengetahui

Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

(3)

PEMBANGUNAN IV (KABUPATEN J EMBER, K ABUPATEN

BONDOWOSO, DAN K ABUPATEN SITUBONDO) DENGAN

MENGGUNAKAN ANALI SIS SHIFT SHARE

Yang Diajukan Fakhr ulli Kahar vian

0611310117/FE/EP

Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh :

Pembimbing Utama

Dr s.Ec.Wiwin Pr iana,MT Tanggal : 25 maret 2013

Mengetahui

Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

(4)

BONDOWOSO, DAN K ABUPATEN SITUBONDO) DENGAN

MENGGUNAKAN ANALI SIS SHIFT SHARE

Yang Diajukan Fakhr ulli Kahar vian

0611310117/FE/EP

Disetujui untuk Skripsi oleh :

Pembimbing Utama

Dr s.Ec.Wiwin Pr iana,MT Tanggal : 15 mei 2013

Mengetahui

A/N Dekan Fakultas Ekonomi Wakil Dekan I

(5)

Dengan memanjatkan puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ANALISIS

EKONOMI REGIONAL SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN IV

(KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN BONDOWOSO, DAN KABUPATEN SITUBONDO) DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS SHIFT SHARE”

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh ujian dan memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala masukan dan saran yang bersifat menyempurnakan bagi skripsi ini penulis menerima dengan baik.

(6)

Nasional “Veteran” Jawa Timur

2. Bapak Drs. Ec. Dhani Ichsanuddin Nur, MM Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

3. Ibu Dra. Ec.Niniek Imaningsih,MP selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur 4. Bapak Drs. Ec. Suwarno,ME selaku dosen wali yang telah membantu penulis

selama menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

5. Bapak Drs.Ec.Wiwin Priana,MT selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak menyediakan waktunya guna memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

6. Kepada Seluruh Bapak Dan Ibu Dosen, Staff Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah banyak membantu dalam studi dan penyusunan skripsi.

(7)

penulisan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

9. Dan semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam memudahkan penyusunan skripsi ini, saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.

Semoga Allah SWT berkenan dan memberikan balasan, limpahan rahmat, dan karunia Nya, atas segala amal kebaikan serta bantuan yang diberikan.

Besar harapan bagi penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

(8)

KATA PE NGANTAR……….i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... ... vii

DAFTAR TABEL………..viii

DAFTAR LAMPIRAN………...ix

ABSTRAKSI………...x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1. Hasil PenelitianTerdahulu ... 10

2.2. Landasan Teori ... 14

2.2.1. Teori ekonomi regional ... 14

2.2.2. Produk Domestik Regional Bruto ... 20

2.2.2.1. Pendekatan PDRB ... 21

2.2.2.2. PDRB per kapita ... 24

2.2.2.3. PDRB atas dasar Harga konstan ... 24

2.2.3. Pergeseran tahun dasar dan perubahan klasifikasi sektor .... 27

(9)

2.3. Kerangka Pikir ... 37

2.4. Hipotesis ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 40

3.2. Jenis dan sumber data ... 48

3.2.1. Jenis Data ... 48

3.2.2. Sumber data ... 48

3.3. Teknik pengumpulan data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi………... 51

4.1.1. Gambaran Umum Satuan Wilayah Pembangunan IV... 51

4.1.1.1. Kondisi Umum Kabupaten Jember…………... 51

4.1.1.1.1. Letak Geografis………. 51

4.1.1.2. Kondisi Umum Kabupaten Situbondo………….. 53

4.1.1.2.1. Letak Geografis……….. 53

4.1.1.3. Kondisi Umum Kotamadya Bondowoso………... 54

4.1.1.3.1. Letak Geografis………... 54

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian………...56

4.2.1. Perkembangan PDRB Jawa Timur………. 56

(10)

4.3.1 Analisis Shift-share... 61

4.3.2. Hasil PR Kabupaten Situbondo...….. 65

4.3.3. Hasil PR Kabupaten Situbondo...….. 66

1. Analisis Potensi Regional... 68

1. Analisis PS Kabupaten Situbondo...….. 68

2. Analisis PS Kabupaten Bondowoso...….. 68

3. Analisis PS Kabupaten Jember...….. 69

2. Analisis Propotional Shift... 80

3. Analisis Defferential Shift... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan……….89

5.2. Saran………...91 DAFTAR PUSTAKA

(11)
(12)

TABEL 3 : PDRB Bondowoso TABEL 4 : PDRB Jember

TABEL 5 : Hasil Potensi Regional Situbondo TABEL 6 : Hasil Potensi Regional Bondowoso TABEL 7 : Hasil Potensi Regional Jember

TABEL 8 : Sektor-sektor yang mendorong PDRB di Jawa Timur TABEL 9 : Hasil Propotional Shift Situbondo

TABEL 10 : Hasil Propotional Shift Bondowoso TABEL 11 : Hasil Propotional Shift Jember

TABEL 12 : Sektor-sektor yang relatif tumbuh lambat di tingkat Propinsi TABEL 13 : Hasil Defferential Shift Situbondo

TABEL 14 : Hasil Defferential Shift Bondowoso TABEL 15 : Hasil Defferential Shift Jember

(13)

FAKHRULLY KAHARVIAN

Abstr aksi

Pembangunan daerah merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintah daerah dalam rangka makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serta bertanggung jawab. Agar tujuan dan usaha pembangunan daerah dapat berhasil dengan baik maka pemerintah daerah perlu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, mengembangkan metode untuk menganalisis perekonomian suatu daerah penting sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih banyak mengenai sifat-sifat perekonomian suatu daerah dan mengenai proses pertumbuhan ekonomi daerah. Atas dasar pemikiran tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sektor-sektor unggulan yntuk dijadikan prioritas pembangunan dengan mengambil studi pada Satuan Wilayah Pembangunan IV (SWP) Propinsi Jawa Timur.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari lembaga-lembaga terkait. Dalam menganalisis sektor-sektor yang akan dijadikan unggulan agar dapat terarah pada pokok permasalahannya digunakan uji Analisis Shift-share dengan definisi operasional meliputi Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur, Produk Domestik Regional Bruto sektoral Jawa Timur, dan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten pada Satuan Wilayah Pembangunan IV di Propinsi Jawa Timur.

(14)
(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu Wilayah Pembangunan merupakan gabungan dari beberapa Kabupaten atau Kotamadya. Satuan Wilayah Pembangunan di Jawa Timur terbagi menjadi 9 Satuan Wilayah Pembangunan yang ditentukan oleh masing-masing Pemda berdasarkan acuan dari Menteri Dalam Negeri tahun 1990, dimana masing-masing Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) ditetapkan berdasarkan kedekatan dari wilayah dan potensi daerah yang sama.

Perwujudan Wawasan Nusantara pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan untuk mengembangkan daerah dan menyerasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar kota, antar desa antar kota dan desa antara sektor serta pembukaan dan percepatan pembangunan kawasan tertingga, daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan dan daerah terbelakng lainnya, yaitu disesuaikan dengan prioritas daerah yang bersangkutan sehingga akan terwujud suatu pola pembangunan yang merupakan perwujudan Wawasan Nusantara.

(16)

efisien dan efektif menuju tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata diseluruh pelosok tanah air.

Dalam berbagai analisa dan penyidikan mengenai kegiatan ekonomi ditinjau dari sudut penyebarannya diberbagai daerah, perkataan daerah dapat dibedakan dalam tiga pengertian. Pengertian yang pertama menganggap suatu daerah sebagai suatu Space atau ruang dimana kegiatan ekonomi berlaku dan diberbagai pelosok ruang tersebut sifat-sifatnya adalah sama. Jadi batas-batasnya diantara satu daerah dengan daerah-daerah lainnya ditentukan titik-titik dimana kesamaan sifat-sifat tersebut sudah mengalami perubahan. Persamaan sifat-sifat dapat ditinjau dari segi pendapatan perkapita penduduknya, dari segi agama atau suku bangsa masyarakatnya atau dari segi struktur ekonominya. Pengertian yang kedua, dan yang paling ideal untuk digunakan dalam analisa mengenai ekonoi ruang, mengartikan daerah itu sebagai ruang ekonomi. Seperti dikatakan oleh Allen dan Maclellan : “Perbatasan diantara berbagai daerah pusat-pusat kegiatan ekonomi digantikan dengan pengaruh pusat dari lainnya (Sukirno, 1994:2).

Pada umumnya perkembangan pendapatan daerah bagi daerah-daerah berkembang, misalnya Indonesia menunjukkan keadaan stabil, sehingga pembangunan di daerah khususnya kabupaten tuban tidak dapat dibiayai dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan (Syamsi, 1992:99)

(17)

istilah umum adalah peningkatan Produk Nasional Bruto dan lebih tepat lagi yaitu Produk Nasional Bruto (Irawan, 1992:443-434)

Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang melaksanakan tugas mewujudkan pembangunan nasional yang termaktub dalam pembukaan undang-undang dasar 1945. Pembangunan nasional diselenggarakan secara bertahap dalam jangka panjang 25 tahun dan jangka pendek 5 tahun dengan mendayagunakan seluruh sumber daya nasional untuk mewujudkan pembangunan yakni menciptakan masyarakat yang adil dan makmur baik materiil maupun spirituil (Anonim, 1998:17)

(18)

Masalah-masalah yang berhubungan dengan keadilan sosial dalam mendistribusikan hasil pembangunan ekonomi adalah sama pentingnya dan sukarnya dipandang dari segi golongan masyarakat” (Sukirno, 1994 : 3).

Salah satu indikasi dari pembangunan adalah terjadinya pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang di tujukan oleh pertambahan produksi atau pendapatan nasional. Keberhasilan pembangunan akan dapat mempertinggi kemampuan bangsa dalam perubahan di bidang lainnya. Salah satu tujuan pembangunan jangka panjang bidang pertumbuhan ekonomi adalah terciptanya stabilitas ekonomi di bidang pertanian dan industri (Sukirno, 1994 : 400).

Dalam rangka menunjang pembangunan nasional sebagai salah satu usaha untuk mencapai kemajuan dibidang ekonomi dan kesejahteraan kehidupan rakyat terutama untuk menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, oleh karena itu diperlukan adanya sumber dana yang sangat tinggi untuk membiayai kegiatan pembangunan, sarana dan prasarana penunjang diberbagai kegiatan dan pekerjaan disegala bidang kehidupan. Untuk mempercepat pembangunan di daerah maka pemerintah pusat telah memberikan hak otonomi pada Pemerintah daerah untuk menggali dana dan mengelola dana tersebut untuk membiayai pembangunan di daerah masing-masing. Pemberian hak otonomi pada daerah ini di dasarkan pada tujuan pembangunan daerah yang tercantum dalam GBHN tahun 1998 yaitu:

1. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya 2. menggalakkan prakasa dan peran aktif masyarakat

(19)

Untuk mempercepat pembangunan didaerah, maka pemerintah pusat telah memberikan hak otonomi daerah untuk menggali dana dan mengelola dana tersebut untuk membiayai pembangunan di daerahnya masing-masing. (Anonim, 1992:4)

(20)

kebanyakan dimaksudkan untuk memenuhi keperluan data untuk analisa ekonomi pada tingkat nasional. Akhirnya data mengenai perekonomian nasional sehingga mengakibatkan aliran-aliran yang masuk maupun keluar dari suatu daerah sangat sukar diperoleh.

Menentukan aliran modal dan perdagangan dari suatu daerah ke daerah-daerah lainnya merupakan satu contoh dari aspek-aspek yang dikemukakan ini. Juga dalam analisa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah dari masa ke masa, tulisan yang ada dapat dibedakan diantara teori-teori mengenai masalah ekonomi dan pembangunan daerah yang dipinjam dari teori yang ada mengenai perekonomian nasional yang kemudian disesuaikan dengan keadaan daerah, dan teori yang khusus dikembangkan untuk menganalisa masalah ekonomi dan pembangunan daetah (Sukirno, 1994 : 9).

Dengan berbagai pendekatan itu pembangunan nasional dan pembangunan daerah telah mencatat kemajuan yang sangat berarti. Tidak ada daerah yang maju tanpa kecuali. Namun dalam kenyataannya ada perbedaan yang cukup tajam antara kemajuan suatu daerah dan daerah lainnya. Perbedaan laju pembangunan antara daerah menyebabkan terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar daerah, terutama antara jawa dan luar jawa, antara kawasan barat dan kawasan timur dan antara perkotaan dan pedesaan.

(21)

usaha khusus dengan kecenderungan pertumbuhan yang ada kesenjangan akan membesar. Mengatasi keadaan ini bukan pekerjaan mudah karena upaya itu akan menentang “arus” yang kuat yang menjadi kendala yang tidak mudah diatasi.

Pembangunan daerah agar tujuan dan usahanya dapat berhasil dengan baik maka pemerintah daerah perlu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, pembangunan daerah merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintah daerah dalam rangka makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab.

Berdasarkan data-data diatas mengembangkan metode untuk menganalisa perekonomian suatu daetah penting sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih banyak mengenai sifat-sifat perekonomian suatu daerah dan mengenai proses pertumbuhan ekonomi daerah.

(22)

ekonomi yang sangat dominan kontribusinya di Jawa Timur, yaitu sektor-sektor pertanian industri, pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran.

(23)

1.2 Rumusa n Masalah

1) Apakah ada sektor di masing-masing kabupaten yang tumbuh lebih cepat di bandingkan di tingkat Propinsi?

2) Apakah di masing-masing kabupaten ada sektor yang tumbuhnya cepat atau mempunyai keuntungan lokasional yang baik di banding sektor yang sama di daerah lain?

3) Apakah ada pertumbuhan produksi di daerah tersebut yang cenderung menghambat atau mendorong pertumbuhan kabupaten?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor yang memiliki pertumbuhan cepat atau lambat pada Satuan Wilayah Pembangunan IV Propinsi Daetah Tingkat I Jawa Timur.

1.4 Ma nfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi ilmiah dan bahan pertimbangan bagi pihak yang terkait dan calon penelitian selanjutnya baik untuk penelaan lebih lanjut maupun sebagai bahan perbandingan.

(24)

BAB II

TI NJ AUAN PUSTAKA

2.1. Hasil-hasil Penelitian Ter dahulu

Hasil – hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah ekonomi regional pernah disampaikan oleh :

(25)

Kabupaten Gresik, sektor jasa-jasa di Kabupaten Mojokerto, Kotamadya Mojokerto, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bangkalan.

(26)

3. Sophiayani (1997 : 90), dengan judul penelitian “Implementasi pembangunan Daerah Tingkat I Dalam Kaitan Pengembangan Perwilayahan Pembangunan di satuan Wilayah Pembangunan VII Madiun”, dengan menggunakan analisa Locationt Quotient dan Indeks Fungsional Wilkinson dapat ditarik kesimpulan : Pertama, sektor pertanian secara umum sektor ini menjadi corak bagi perekonomian seluruh daerah dan berperan sangat menonjol terhadap PDRB di daerah-daerah Tingkat II se-Satuan Wilayah Pembangunan VII Madiun (IFS > 0,33). Kedua, sektor Perdagangan, hotel dan restoran secara umum menjadi corak bagi perekonomian seluruh Daerah Tingkat I di Satuan Wilayah Pembangunan VIII Madiun (IFS > 0,33).

(27)

Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Gresik, Surabaya atau Satuan Wilayah Pembangunan I Gerbangkertasusila. Kabupaten Pasuruan, Kotamadya Malang atau Satuan Wilayah Pembangunan VI Malang Pasuruan dan Kotamadya Kediri atau Satuan Wilayah Pembangunan VII Kediri dan Sekitarnya. Keberadaan Industri di daerah tersebut sangat ditunjang oleh adanya sarana dan prasarana, baik yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta, seperti kawasan industri Gresik, kawasan industri Fandes, kawasan industri Rungkut, kawsan industri Sidoarjo, kawasan industri Mojokerto dan kawasan industri Kediri. Kawasan industri awalnya terletak di SMP 1 Gerbangkertasusila sehingga menjadikan pertumbuhannya sangat pesat di wilayah ini.

(28)

usaha. Sebaliknya kawasan-kawasan dipinggiran kota, khususnya dibagian timur dan barat kota jumlah penduduk dan kegiatan ekonominya masih jarang.

2.2 Landasan Teor i Ekonomi Pembangunan 2.2.1 Teor i Ekonomi Regional

Terdapat banyak sekali teori-teori ekonomi regional yang sudah ada, tetapi untuk menunjang landasan teori pada penelitian ini terdapat beberapa teori yang dianggap cukup mewakili. Teori-teori tersebut adalah :

1. Teori Basis dan Non Basis

Teori ini dikembangkan berdasarkan teori perdagangan komparatif dari David Ricardo dan John Stuart Mill. Dari studi empirik yang dilakukan oleh Pfouts (1960) dalam rangka memisah misalkan sektor-sektor basis dari yang bukan basis daerah perkotaan ternyata dapat dipergunakan sebagai sarana memperjelas struktur daerah tersebut, dalam hubungan ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi dalam dua golongan.

(29)

b. Kegiatan ekonomi atau industri yang hanya melayani kebutuhan barang-barang dan jasa-jasa bagi masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian daerah tersebut bahkan masih harus mendatangkan barang kebutuhan tersebut dari tempat atau daerah lain karena masih kekurangan daerah yang demikian ini disebut sebagai daerah non basis atau daerah minus. Untuk menentukan suatu daerah kedalam salah satu dari kedua golongan tersebut digunakan metode

Locationt Quotient (LQ) yaitu dengan jalan membandingkan peranan industri tersebut dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan industri yang sama dalam perekonomian regional (Glasson, 1997 : 63).

2. Space Cost Theory

(30)

segi pasar atau permintaan antara lain dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat, letak industri terhadap bahan mentah, kualitas dan kuantitas tenaga kerja, sarana transportasi dan komunikasi, faktor lingkungan dan pemerintah (pajak dan subsidi).

3. Teori Lokasi Industri

Weber (1909) adalah orang yang pertama menggarap teori tentang lokasi industri scara komprehensif. Teori lokasi dari weber ini didasarkan dari penerapan teori Von Thunen yang berprinsip bahwa pengusaha akan memilih lokasi yang paling kecil. Untuk itu Weber mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi industri atau terbagi dalam dua kelompok yaitu :

a. Regional Factors, yang terdiri atas biaya pengangkutan dan tenaga kerja.

b. Local Factors, yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deglomerasi, terutama letak dan sifat bahan mentah.

4. Teori Tempat Sentral

(31)

kemudian disebut sebagai tempat sentral, yang menghubungkan perdagangan setempat dengan dunia luar. Sistem yang diciptakan didasarkan pada dua faktor lokasi yaitu biaya transfer dan aglomerasi ekonomi.

Dasar teori dari Christaller adalah bahwa pusat kota pada umumnya merupakan pusat daerah yang produktif yang didukung oleh kondisi tanah yang produktif karena berbagai jasa penting harus disediakan. Dengan demikian tempat sentral atau pusat kota tersebut bertindak sebagai pusat pelayanan bagi daerah belakang atau daerah komplementer yaitu mensuplainya dengan barang dan jasa. Selanjutnya penduduk kota akan menyebar membentuk hierarki perkotaan yang merupakan sarana yang efisien untuk administrasi dan alokasi sumber kepada daerah-daerah. Dengan demikian distribusi ruang dari pusat-pusat kota ini akan menimbulkan dominasi dan polarisasi.

5. Teori Kutub Pertumbuhan

(32)

dasar dan perkembangan geografiknya dapat didefinisikan sebagai berikut :

a. Konsep “Leading industries” dan perusahaan – perusahaan propulsip, menyatakan pada pusat kutub pertumbuhan terdapat perusahaan-perusahaan propulsip yang besar yang termasuk dalam

“Leading industries” yang mendominasi unti-unit ekonomi lainnya, ada kemungkinan bahwa sesuatu komplek industri hanya terdiri dari satu atau segelintir perusahaan propulsip yang dominan. Lokasi geografik dari industri-industri seperti itu pada titik-titik local tertentu dalam suatu daerah mungkin disebabkan oleh beberapa faktor lokasi sumber daya alam, lokasi kemanfaatan-kemanfaatan buatan manusia atau komunikasi atau tempat-tempat sentral berlandaskan kegiatan jasa yang sudah ada dimana terdapat keuntungan-keuntungan karena prasarana dan tenaga kerja atau barangkali hanya bersifat kebetulan saja.

(33)

jumlahnya terbatas di dalam suatu daerah bahkan kendatipun lokasi seperti tersebut seringkali tetap berkembang dengan baik karena adanya keuntungan-keuntungan aglomerasi.

(34)

membatasi daerah pelayanan masing-masing (Glasson, 1997 154-156).

2.2.2 Pr oduk Domestik Regional Br uto

1. Menurut Sukirno (1991 : 165) Produk Domestik Bruto didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah bruto dari semua sektor dan diperoleh dari sebagian selisih antara nilai bruto yang dinilai atas dasar harga konstan yang diterima oleh produsen dikurangi pemakaian bahan baku dan penolong yang dinilai atas dasar pembelian.

2. “Gross Domestic Bruto” (Produk Domestik Bruto) adalah kami nilai barang jadi yang diproduksi dalam negeri (Doesmbusch dan Fisher, 1992:30).

3. Menurut Rosyidi (1993 : 342), salah satu pengukuran Produk Domestik Bruto dengan menghitung seluruh pengeluaran untuk penelitian barang dan jasa yang dihasilkan oleh negara yang bersangkutan yaitu :

a. Konsumsi rumah tangga b. Konsumsi pemerintah

c. Investasi pemerintah dan swasta d. Ekspor barang dan jasa

(35)

4. GDP “Gross Domestic Product”, merupakan cara untuk mengukur output total menurut harga faktor produksi didalam negeri dengan cara menjumlahkan nilai tengah dari setiap industri (Lipsey, dkk, 1992:50). 5. Produk Domestic Bruto adalah jumlah barang dan jasa akhir kali harga sebagai alat produksi barang-barang dan jasa-jasa suatu negara ditambah dengan hasil produksi barang dan jasa orang-orang dan perusahaan-perusahaan asing (Partadireja, 1992:50).

6. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1992:50) yang dimaksud dengan permintaan agregat (output total) adalah jumlah barang dan jasa yang akan dibeli oleh konsumen perusahaan dan pemerintah, pada tingkat harga tertentu, pendapatan tertentu, serta variabel-variabel ekonomi lainnya (Suparmoko, 1991:205).

7. Produk Domestik Regional Bruto adalah total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi diwilayah regional tertentu dalam waktu tertentu biasanya satu tahun (Anonim, 1995 : 1).

(36)

1) Menurut Pendekatan produksi

PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu atau satu tahun. Unit-unit produksi tersebut didalam penyajian dikelompokkan menjadi 9 sektor lapangan usaha yaitu :

a. Pertanian

b. Pertambangan dan Penggalian c. Industri pengolahan

d. Listrik, Gas, dan Air bersih e. Kontruksi

f. Perdagangan Hotel dan Restoran g. Pengangkutan dan Komunikasi

h. Jasa Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan i. Jasa-jasa

2) Menurut pendekatan pengeluaran

PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir yaitu : a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang

tidak mencari untung. b. Konsumsi pemerintah

c. Pembentukan modal tetap dometik bruto d. Perubahan stok

(37)

3) Menurut pendekatan pendapatan

Produksi Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian Produk Domestik regional Bruto, kecuali faktor pendapatan, termasuk semua komponen penyusutan dan pajak tak langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini menurut sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Produk Domestik Bruto merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor atau lapangan usaha.

(38)

2.2.2.2 Pr oduk Domestik Regional Br uto Per Ka pita

Bila Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah prnduduk pertengahan tahun yang tinggal di wilayah ini, maka akan diperoleh suatu Produk Domestik Regional Bruto per kapita. (Anonim, 1995:4). \

2.2.2.3 Pr oduk Domestik Regional Br uto Atas Dasar Ha rga Konstan Angka-angka pendapatan Regional atas dasar harga konstan 1993 sangat penting untuk melihat perkembangan riil dari tahun ketahun bagi setiap agregat ekonomi yang diamati. Agegat yang dimaksud tersebut dapat merupakan produk domestik regional bruto secara keseluruhan nilai tambah sektoral atau Produk Domestik Regional Bruto sektoral ataupun komponen penggunaan produk domestik regional bruto. Pada dasarnya dikenal empat cara untuk memperoleh nilai tambah sektoral atas dasar harga konstan, yaitu : 1. Revaluasi

(39)

revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang sangat beragam, disamping data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut. Oleh karena itu biaya natara atas dasar harga konstan biasanya diperoleh dari perkalian antara output atas dasar harga konstan masing-masing tahun dengan rasio (tetap) biaya antara terhadap output pada tahun dasar atau dengan rasio biaya antara terhadap output pada tahun berjalan.

2. Ekstrapolasi

Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan 1993 diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 1993 dengan indeks kuantum produksi indeks ini bertindak sebagai ekstrapolator yang dapat merupakan indeks dari masing-masing kuantum produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indicator kuantum produksi lainnya seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang sedang dihitung. Ekstrapolator dapat juga dilakukan terhadap output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan.

(40)

3. Deflasi

Nilai tambah atas dasar harga konstan 1993 dapat diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahun dengan indeks harganya. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan besar dan sebagainya. Tergantung indeks mana yang dianggap lebih cocok. Indeks harga tersebut dapat pula dipakai sebagai inflator, yang berarti nilai tambah atas dasar harga yang berlaku diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks tersebut.

4. Deflasi berganda

(41)

deflator. Oleh karena itu di dalam perhitungan nilai tambah atas dasar harga konstan, deflasi berganda ini belum banyak dipakai, termasuk dalam publikasi ini.

Perhitungan komponen penggunaan produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan juga dilakukan dengan menggunakan cara-cara diatas, tetapi mengingat terbatasnya data yang tersedia maka cara deflasi dan ekstrapolasi lebih banyak dipakai.

2.2.3 Per geseran Tahun Dasar dan Per ubahan Klasifikasi Sektor

(42)

banyak pakar dan perencana ekonomi karena berarti juga bahwa dasar atau base komposisi sektoral yang dianggap tulang punggung perekonomian harus ditinjau kembali. Demikian juga perekonomian ini menjadi faktor-faktor penentu dalam menilai prestasi-prestasi ekonomi suatu negara, bangsa atau wilayah (Anonim, 1995 : 27).

2.2.3.1 Latar Belakang Per ubahan Tahun Dasar

Landasan pemikiran dalam melakukan perubahan tahun dasar tersebut dapat diekspresikan dalam dua alasan pokok sebagai berikut :

1. Struktur ekonomi selama 10 tahun berubah dengan drastis sehingga kurang relevan jika prestasi dan perkembangan ekonomi masih dihitung berdasarkan cerminan struktur yang lama. Perubahan struktur, seperti yang telah disebut, ditandai dengan perubahan dominasi sektoral yang sebelumnya berada pada sektor pertanian menjadi sektor industri sekarang ini. 2. Beberapa sektor mengalami perubahan data-data dasar,

(43)

pertumbuhan yang melonjak pada tahun dimana kegiatan tersebut dimasukkan. Untuk itu perubahan tahun dasar merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan beberapa perbaikan data dasar dan juga perbaikan metode perhitungan. (Anonim, 1995:28).

Sejalan dengan pergeseran tahun dasar dari Produk Domestik Regional Bruto yang telah dilakukan dalam lingkup nasional. Kantor Statistik Propinsi Jawa Timur melakukan pergeseran tahun dasar Produk Domestik Regional bruto dari tahun 1983 ketahum 1993. keseragaman tahun dasar Produk Domestik regional Bruto memungkinkan pengguna data dapat dapat melakukan perbandingan pertumbuhan ekonomi antara nasional dan daerah demikian juga perbandingan antar daerah.

2.2.3.2 Per ubahan Klasifikasi Sektor

Klasifikasi sektor Produk Domestik Regional Bruto antara seri lama dan seri baru mengalami perubahan dari 11 sektor menjadi 9 sektor perubahan. Hal ini didasarkan pada dua alasan, yaitu 1. Klasifikasi baru lebih mengacu pada klasifikasi yang

(44)

Perserikatan Bangsa-bangsa. Klasifikasi ini menjadi lebih umum dan bermanfaat untuk membandingkan data-data Produk Domestik Regional Bruto dengan negara-negara lain secara total maupun sektoral.

2. Klasifikasi baru pada umumnya lebih rinci pada tingkat subsektor dengan maksud lebih berorientasi pada penggunaan data. Data yang lebih rinci akan lebih banyak kegunaannya dibandingkan dengan data yang terbatas rinciannya (Anonim, 1995:29)

2.2.3.3 Alasan Per geser an Tahun Dasar dar i 1983 ke 1993

1. Pertumbuhan ekonomi dengan tahun dasar 1983 sudah tidak menggambarkan pertumbuhan ekonomi secara realita. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebenarnya kontribusi sektor industri yang mempunyai tingkat pertumbuhan tingkat, dalam timbangan PDRB seri lama/tahun dasar 1983 masih cenderung Under estimate.

2. Terjadi perubahan struktur ekonomi yang sangat nyata dari sektor pertanian ke sektor industri sejak tahun 1991.

(45)

ini dapat dibuktikan secara kualitatif, karena perumusan tingkat pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan sebagai berikut :

4. Merupakan rekomendasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa A System of National Account (SNA) supaya digunakan oleh semua negara didunia.

5. Pergeseran tahun dasar merupakan suatu hal yang dilakukan oleh seluruh negara secara berkala (Anonim, 1995 : 30)

1. Analisa Shift Share

Analisis shift-share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui

pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk

mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan

(46)

tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Analisis tersebut dapat digunakan

untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah yang bertingkat lebih

tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban

pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah

di atasnya

Data yang biasa digunakan untuk analisis shift-share adalah pendapatan perkapita

(Y/P), PDRB (Y) atau tenaga kerja (e) dengan tahun pengamatan pada rentang waktu

tertentu, misalnya 1997-2002.

Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah

ditentukan oleh tiga komponen:

1. Provincial share (Sp), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau

pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat

nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran

pertumbuhan perekonoian daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan

tersebut akan menggambarkan peranan wlayah provinsi yang mempengaruhi

pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama

dengan pertumbuhan provinsi maka peranannya terhadap provinsi tetap.

2. Proportional (indutry-Mix) Shift adalah pertumbuhan nilai tambah bruto suatu

sektor i dibandingkan total sektor di tingkat provinsi.

3. Differential shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah

(47)

Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya

karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat.

Menurut Glasson (1977), kedua komponen shift yaitu Sp dan Sd memisahkan

unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal:

Keunggula n ana lisis Shift-share

1. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi, walau

analisis shift share tergolong sederhana.

2. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat.

3. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan

cukup akurat

Kelemahan a nalisis Shift-share

1. Hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post.

2. Masalah benchmark berkenan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1) tidak

dapat dijelaskan dengan baik.

3. Ada data periode waktu tertentu di tengah tahun pengamatan yang tidak terungkap.

4. Analisis ini sangat berbahaya sebagai alat peramalan, mengingat bahwa regional

shift tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya.

5. Tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antar sektor.

6. Tidak ada keterkaitan antar daerah.

(48)

mengasumsikan bahwa perubahan perekonomian suatu daerah dipengaruhi oleh variabel dari kesatuan wilayah yang lebih luas yaitu dalam hal ini kabupaten atas komponen pertumbuhan perekonomian, bauran industri, dan keunggulan kompetitif.

Metode analisis ini dapat digunakan untuk memproyeksikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan sebagai alat analisis dalam riset pembangunan pedesaan (Tulus Tambunan, 1996).

Teknik analisis ini diawali dengan perhitungan perubahan PDRB suatu sektor di suatu daerah antara 2 periode, yaitu :

PSif =

Y0 = PDRB Kabupaten pada periode tahun dasar

t i

Q = PDRB Kabupaten sektor i pada tahun t

o i

(49)

t ij

Q = PDRB Kecamatan pada tahun t

t ij

Q = PDRB Kecamatan pada tahun dasar Dari hasil perhitungan tersebut dapat diartikan bahwa bila :

1) PS < 0 maka sektor tersebut tumbuh relatif lambat di tingkat kabupaten.

2) PS > 0 maka sektor tersebut rumbuh relatif cepat ditingkat kabupaten. 3) DS < 0 maka sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lebih lambat

dibandingkan sektor yang sama di daerah lain atau dengan kata lain sektor tersebut tidak mempunyai keuntungan lokasional yang baik.

4) DS > 0 maka sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan sektor yang sama didaerah lain atau dengan kata lain sektor tersebut mempunyai keuntungan lokasional yang baik.

5) PR < 0 maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung mendorong pertumbuhan kabupaten

(50)

2.2.4 Satuan Wilayah Pembangunan (SWP)

Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur dalam publikasi ini disajikan pada Satuan Wilayah Pembangunan, dimana tiap Satuan Wilayah Pembangunan merupakan gabungan dari beberapa Kabupaten atau Kotamadya. Pembagian Satuan Wilayah Pembangunan di Jawa Timur adalah sebagai berikut:

1. Satuan Wilayah Pembangunan I meliputi Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Bangkalan, Kotamadya Mojokerto, Kotamadya Surabaya. 2. Satuan Wilayah Pembangunan II meliputi Kabupaten Sampang,

Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep.

3. Satuan Wilayah Pembangunan III Meliputi Kabupaten Banyuwangi. 4. Satuan Wilayah Pembangunan IV meliputi Kabupaten Jember,

Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo.

5. Satuan Wilayah Pembangunan V meliputi Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kotamadya Probolinggo.

6. Satuan Wilayah Pembangunan VI meliputi Kabupaten Malang, Kotamadya Malang, Kabupaten Pasuruan dan Kotamadya Pasuruan. 7. Satuan Wilayah Pembangunan VII meliputi Kabupaten Trenggalek,

(51)

8. Satuan Wilayah Pembangunan VIII meliputi Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, dan Kotamadya Madiun.

9. Satuan Wilayah Pembangunan IX meliputi Kabupaten Bojonegoro, dan Tuban.

2.3 Kerangka Pikir

Satuan Wilayah Pembangunan merupakan gabungan dari beberapa Kabupaten atau Kotamadya. Satuan Wilayah Pembangunan di Jawa Timur terbagi menjadi 9 Satuan Wilayah Pembangunan. Dalam penelitian kali ini yang dijadikan obyek adalah Satuan Wilayah Pembangunan IV (Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo) untuk ditentukan sektor-sektor mana yang dapat dijadikan sebagai sektor unggulan untuk dijadikan sebagai prioritas pembangunan yang bertujuan untuk memicu pertumbuhan sektor-sektor lainnya dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan pada Satuan Wilayah Pembangunan IV. Sedangkan sektor yang dimaksud meliputi :

a. Sektor Pertanian

b. Sektor Pertambangan dan Penggalian c. Sektor Industri Pengolahan

d. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih e. Sektor Kontruksi

(52)

g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

h. Sektor Jasa Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan i. Sektor Jasa-Jasa.

Gambar Kerangka Pikir

Satuan Wilayah Pembangunan IV

Klasifikasi Sektor : 1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

3. Sektor Industri Pengolahan 4. Sektor Listrik, Gas dan Air bersih 5. Sektor Kontruksi

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

8. Sektor Jasa Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

9. Sektor Jasa – jasa

1. Sektor pertumbuhan cepat atau lambat di propinsi Jawa Timur

(53)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, dengan melihat latar belakang, hasil-hasil penelitian terdahulu dan landasan teori yang ada, maka dapat ditarik hipotesa sebagai berikut :

1) Diduga, ada sektor di masing-masing kabupaten yang tumbuh lebih cepat di bandingkan di tingkat propinsi

2) Diduga, di masing-masing kabupaten ada sektor yang tumbuhnya cepat atau mempunyai keuntungan lokasional yang baik di banding sektor yang sama di daerah lain

(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional

Analisis shift-share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran

dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur

perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di

daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih

tinggi atau nasional. Analisis tersebut dapat digunakan untuk mengkaji pergeseran

struktur perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah

yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah

tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya. Maka definisi operasional variabel adalah sebagai berikut :

Sektor-sektor Produk Domestik Regional Bruto 1. Sektor Pertanian

Sektor pertanian ini terbagi menjadi lima bagian subsektor yaitu : a. Tanaman Bahan Makanan

Subsektor ini mencakup komiditi bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedele, sayur-sayuran, buah-buahan, kentang, kacang hijau, dan tanaman pangan lainnya.

(55)

b. Tanaman Perkebunan Rakyat 1) Tanaman Perkebunan Rakyat

Komoditi yang dicakup adalah hasil tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat seperti jambu mete, kelapa, kopi, kapok, kapas, tebu, tembakau, dan cengkeh. Cakupan tersebut termasuk produk ikutannya dan hasil-hasil pengolahan sederhana seperti minyak kelapa, tembakau olahan, kopi olahan, dan teh olahan.

2) Tanaman Perkebunan

Kegiatan yang dicakup dalam subsektor ini adalah kegiatan yang memproduksi komoditi perkebunan yang diusahakan oleh perusahan perkebunan besar seperti karet, teh, kopi, coklat, minyak sawi, tebu, dan tanaman lainnya.

3) Peternakan dan Hasil-hasilnya

Subsektor ini mencakup produksi ternak besar, ternah kecil, unggas maupun hasil-hasil ternak seperti sapi, kerbau, kuda, babi, kambing serta hasil pemotongan ternak. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong, ditambah perubahan stok populasi ternak dan eksport netto ternak.

4) Kehutanan

(56)

hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa damar, rotan, kulit kayu, kopal, akar-akaran, dan sebagainya. Hasil perburuan binatang-binatang liar seperti babi, rusa, penyu, buaya, ular dan sebagainya; termasuk hasil kegiatan di subsektor ini.

5) Perikanan

Komoditi yang dicakup adalah semua hasil dari perikanan laut, perairan umum, tambak kolam sawah, serta pengolahan sederhana (penggaraman dan pengeringan ikan).

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Komoditi yang dicakup dalam sektor ini adalah minyak mentah dan gas bumi yodium, biji besi, belerang serta segala jenis penggalian.

3. Sektor Industri Pengolahan

Sektor ini terdiri dari tiga subsektor yaitu subsektor industri berat/sedang, kerajinan rumah tangga dan industri pengilangan minyak.

a. Industri Berat dan Sedang

Ruang lingkup dan metode perhitungan nilai tambah bruto industri besar dan sedang atas dasar harga konstan berdasarkan survey tahunan.

b. Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga

(57)

dengan mengalikan rata-rata output per tenaga yang bekerja disubsektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga.

c. Industri Pengilangan Minyak

Data produksi industri pengilangan minyak seperti premium, minyak tanah, minyak diesel, avigas, avtur, dan sebagainya.

4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

Data produksi yang disajikan adalah data dari perusahaan Listrik Negara, Produksi Perubahan Negara Gas, dan Perusahaan Daerah Air Minum.

a. Listrik

Subsektor ini mencakup semua kegiatan kelistrikan, baik yang diusahakan oleh Perusahaan Listrik Negara maupun non Perusahaan Listrik Negara. b. Gas

Komoditi yang dicakup subsektor ini adalah gas produksi Perusahaan Negara Gas Surabaya.

c. Air Bersih

Subsektor ini mencakup air minum yang diusahakan perusahaan air minum.

5. Sektor Konstruksi

(58)

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor ini mencakup tiga subsektor yang akan diuraikan sebagai berikut dibawah ini :

a. Peragangan besar dan eceran

Perhitungan nilai tambah subsektor perdagangan dilakukan dengan pendekatan arus barang atau commodity flow, yaitu dengan menghitung besarnya nilai komoditi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, serta komoditi import yang diperdagangkan.

b. Hotel

Kegiatan subsektor ini mencakup semua hotel, baik berbintang maupun tidak serta berbagai jenis penginapan lainnya.

c. Restoran

Karena belum tersedia data restoran secara lengkap, maka output dari subsektor ini diperoleh dari perkalian antara jumlah tenaga kerja yang bekerja di restoran dari hasil sensus penduduk tahun 1980 dan survey penduduk antar sensus 1985 (SUPAS 1985) beserta pertumbuhannya dengan output per tenaga kerja dari hasil survey khusus pendapatan regional.

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

(59)

a. Angkutan Kereta Api

Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari laporan tahunan Perusahaan Umum Kereta Api. b. Angkutan Jalan Raya

Subsektor ini meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang yang dilakukan oleh perusahaan angkutan umum baik bermotor seperti bus, truk, becak, taksi, dokar dan sebagainya.

c. Angkutan Laur atau Air

Subsektor angkutan laut/air meliputi kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan kapal yang diusahakan oleh perusahaan pelayaran milik nasional, baik yang melakukan trayek dalam negeri maupun internasional.

d. Angkutan Udara

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan penumpang, barang dan kegiatan lain yang berkaitan dengan penerbangan yang dilakukan oleh penerbangan milik nasional.

e. Jasa Penunjang Angkutan

(60)

1) Terminal dan Perparkiran

Mencakup kegiatan pemberian pelayanan dan pengaturan lalu lintas kendaraan atau armada yang membongkar atau mengisi muatan, baik barang maupun penumpang, seperti kegiatan terminal, dan parkir, pelabuhan laut, pelabuhan udara.

2) Bongkar atau Muat

Kegiatan bongkar atau muat mencakup pemberian pelayanan bongkar muat angkutan barang melalui laut dan darat.

f. Komunikasi

Kegiatan yang dicakup adalah jasa pos dan giro serta komunikasi. 1) Pos dan Giro

Kegiatan ini meliputi pemberian jasa pos dan giro seperti pengiriman surat, wesel, paket, jasa giro, jasa tabungan dan sebagainya.

2) Telekomunikasi

Kegiatan ini mencakup pemberian jasa dalam hal pemakaian hubungan telepon, telegrap, dan teleks.

3) Jasa Penunjang Komunikasi

Kegiatan subsektor ini mencakup pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang kegiatan komunikasi.Seperti: wesel, warpostel, radio pager, telepon seluler atau ponsel.

(61)

8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Sektor ini meliputi kegiatan perbankan, lembaga keuangan bukan bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan.

1) Bank

Angka nilai tambah bruto subsektor bank atas dasar harga berlaku diperoleh dari Bank Indonesia.

2) Lembaga Keuangan Bukan Bank

Kegiatan lembaga keuangan bukan bank meliputi kegiatan asuransi, koperasi, yayasan dana pensiun, pegadaian.

3) Jasa Penunjang Keuangan

Kegiatan jasa penunjang keuangan meliputi berbagai kegiatan ekonomi antara lain : bursa efek Surabaya, perdagangan valuta asing, perusahaan anjak piutang dan modal ventura.

4) Sewa Bangunan

Subsektor ini mencakup semua kegiatan jasa atas penggunaan rumah bangunan sebagai tempat tinggal, tanpa memperhatikan apakah bangunan itu milik sendiri atau disewa.

5) Jasa Perusahaan

(62)

9. Sektor Jasa-jasa

Sektor jasa-jasa dibagi lagi menjadi bebetapa subsektor, yaitu : 1) Jasa Pemerintahan Umum

Nilai tambah bruto subsektor ini terdiri dari upah dan gaji rutin pegawai pemerintah pusat dan daerah.

2) Jasa Sosial dan Kemasyarakatan

Subsektor ini mencakup jasa pendidikan, jasa kesehatan, serta jasa kemasyarakatan lainnya seperti jasa penelitian, jasa palang merah, panti asuhan, yayasan pemeliharaan anak cacat, dan rumah ibadat.

3.2 J enis dan Sumber Data 3.2.1 J enis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diambil dari tahun 2009 sampai dengan 2010.

3.2.2 Sumber Data

(63)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu :

1. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca buku-buku literatur sebagai bahan pustaka yang dapat menunjang masukan yang dibahas dalam skripsi ini. 2. Studi Lapangan

(64)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Produk Domestik Regional Bruto Daerah Tingkat I Jawa Timur 1994 Pergeseran Tahun Dasar dan Estimasi Produk Domestik Regional Bruto Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1995, Badan Pusat Statistik Daerah Tingkat I Jawa Timur, Surabaya.

_______, 1998, Produk Domestik Regional Bruto Daerah Tingkat I Jawa Timur, Badan Pusat Statistik Daerah Tingkat I Jawa Timur, Surabaya.

_______, 2002, Kabupaten Bojonegoro Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Daerah Tingkat I Jawa Timur, Surabaya.

_______, 2002, Kabupaten Tuban Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Daerah Tingkat I Jawa Timur, Surabaya.

Dewi, 1998, Peranan Industri di Satuan Wilayah Pembangunan I Gerbangkertasusila Dalam Menunjang Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya.

Irawan, 1992, Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya.

Iqomaddin, 1993, Analisis Ekonomi Regional di Satuan Wilayah Pembangunan I Gerbangkertasusila Penerapan Teori Basis Ekonomi Tahun 1993-1996. Skripsi Fakultas Universitas Airlangga, Surabaya.

Prasodjo, Dwi Agus, 1994, Peranan Pengeluaran Pemerintah Pusat Untuk Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1990-1991, Skripsi Fakultas Ekonomi Airlangga, Surabaya.

Sophiayani, Rahman, 1997, Implementasi Pembangunan Daerah Tingkat II Dalam Kaitan Pengembangan Perwilayahan Pembangunan di Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VIII Madiun, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya.

Sukirno, Sadono, 1994, Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan Daerah, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Syamsi, 1992, Analisis Aspek-Aspek Aglomerasi Ekonomi di Surabaya, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya.

(65)

4.1. Deskr ipsi

4.1.1 Gambar an Umum Satuan Wilayah Pembangunan IV

Seperti yang telah diuraikan pada landasan teori pada pembahasan sebelumnya bahwa Satuan Wilayah Pembangunan ( SWP ) IV terdiri dari Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso. Berikut ini adalah gambaran mengenai kondisi secara umum kedua wilayah tersebut :

4.1.1.1 Kondisi Umum Kabupaten J ember 4.1.1.1.1 Letak Geogr afis

Kabupaten Jember secara geografis terletak 11330 - 11345 Bujur Timur dan 800 - 830 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Jember di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Probolinggo, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lumajang dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia. Luas wilayah Kabupaten Jember 3.293,34 Km2 yang terbagi menjadi tiga puluh satu kecamatan dan Jember menjadi ibukotanya.

(66)

perkebunan. Karena itu wajar, kalau setiap tahun Kabupaten Jember mengalami surplus beras hingga mencapai 200 ribu ton. Untuk masa mendatang Jember mencoba untuk mengembangkan tanaman impor, seperti Buah Naga Merah (Dragon Fruit) dan Cabe Jepang (Bullnose Pepper).

(67)

Bujur timur dan 735 - 744 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Situbondo di sebelah utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso. Luas Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 km atau 163.850 hektar, dan bentuknya memanjang dari barat ke timur kurang lebih 150 km. Sedangkan pantai utara umumnya merupakan dataran rendah dan di sebelah selatan merupakan datara tinggi dengan rata-rata lebar wilayah kurang lebih 11 km. wilayah Kabupaten Situbondo terbagi menjadi tujuh belas kecamatan dengan Situbondo sebagai ibukota.

Sektor pertanian merupakan kontributor utama dalam perekonomian Kabupaten Situbondo dengan nilai setara 34,58 persen nilai PDRB yang jumlahnya Rp. 2,07 triliun.

(68)

produksi empat pabrik gula di situbondo, dan industri olahan ikan pindang.

Kabupaten Situbondo memiliki potensi wisata yang cukup terkenal. Masyarakat Jawa Timur banyak mengenal Situbondo dari pantai Pasir Putih, suatu tempat rekreasi pantai yang berjarak kurang lebih 23 km disebelah barat Situbondo. Pasir Putih terkenal dengan pantainya yang landai dan berpasir putih. pada tahun 1960 - 1970 an masih banyak habitat laut yang bisa ditemukan dipantai ini. Kuda laut dan batu karang cantik berwarna warni banyak dijual di akuarium penjual ikan hias setempat.

4.1.1.1. Kondisi Umum Kabupaten Bondowoso 4.1.1.1.3. Letak Geogr afis

Kabupaten Bondowoso dapat dibagi menjadi tiga wilayah: Wilayah barat merupakan pegunungan (bagian dari Pegunungan Iyang), bagian tengah berupa dataran tinggi dan bergelombang, sedang bagian timur berupa pegunungan (bagian dari Dataran Tinggi Ijen). Bondowoso merupakan satu-satunya kabupaten di daerah Tapal Kuda yang tidak memiliki garis pantai.

(69)
(70)
(71)
(72)

3.335.191,86

(73)

Tabel 3 : Pr oduk Domestik Regioanl Br uto Kabupaten Bondowoso Atas Dasar Harga Konstan tahun 2009-2010 (dalam juta r upiah)

2009 2010

(74)

Tabel 4 : Pr oduk Domestik Regioanl Br uto Kabupaten J ember Atas Dasar Har ga Konstan tahun 2009-2010 (dalam juta r upiah)

2009 2010

(75)
(76)

i

Q i

t ij

Q i t

ij

Q i

t ij

Q

t ij

(77)

Tabel 5 : Hasil Per hitungan Potensi Regional (PR) kabupaten Situbondo

Sektor PR ∆Q Kesimpulan

(78)

Potensi Regional

Potensi Regional

(79)

2931,32 580,37

29593,23 40788,23

M endorong pertumbuhan PDRB

1281,94 1079,29 -

2474,12 2047,60 -

75129,88 70413,71 -

5031,03 3980,41 -

5732,47 5303,78 -

10313,27 11252,10

M endorong pertumbuhan PDRB

Potensi Regional

(80)
(81)

Potensi Regional

Potensial Regional

Tabel 8: Sektor -Sektor yang mendorong per tumbuhan PDRB di J awa

Timur .

Kabupaten Sekt or

Situbondo Pert anian, dan Indust ri Pengolahan

Bondow oso Pert anian, Industri Pengolahan, dan Jasa-jasa

Jember

(82)

Tabel 9: Hasil Per hitungan Propotional Shift kabupaten Situbondo.

Sektor PS Kesim pulan

-43539,63 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

2437,60 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi -8485,06 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

-73,14 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi -34,28 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

47477,75 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi

5169,85 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi

801,62 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi -6743,61 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

Tabel 10: Hasil Per hitungan Propotional Shift kabupaten Bondowoso.

Sektor PS Kesimpulan

-54513,94 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

800,59 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi -16107,33 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

-48,41 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi -12,30 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

28142,34 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi

1696,99 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi

(83)

12922,74 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi -29522,43 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

-220,87 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi -79,48 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

105628,33 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi

19669,31 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi

3710,21 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi

-25144,39 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

Tabel 12: Sektor -sektor yang tumbuh r elatif cepat di tingkat Pr ovinsi.

Kabupaten Sekt or

Situbondo

Pertambangan dan Penggalian, Perdagangan, Hot el dan

Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan dan Jasa, Jasa-Jasa

Bondowoso

Pertambangan dan Penggalian, Perdagangan, Hot el dan

Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan dan Jasa, Jasa-Jasa

Jember

Pertambangan dan Penggalian, Perdagangan, Hot el dan

Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan dan Jasa, Jasa-Jasa

(84)
(85)

2. Uji Analisis Shift-share untuk Defferential Shift (DS)

(86)

-8729,66 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

3751,70 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi

-227,71 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi -3751,30 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

-4814,92 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

-9924,15 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

-3669,97 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

-4946,28 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

Tabel 14 : Hasil Per hitungan Defferential Shift Kabupaten Bondowoso.

Sekt or DS Kesim pulan

12048,39 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi

-2350,95 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi 11195,00 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi

-202,65 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi -426,52 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

-4716,17 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

-1050,62 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

(87)

-26634,18 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

17686,92 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi

685,23 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi -431,00 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

8056,37 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi

-140,52 (-), tumbuh relatif lambat di tingkat Provinsi

6778,53 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi 9577,22 (+), tumbuh relatif cepat di tingkat Provinsi

Tabel 16 : Sektor -sektor yang r elatif lebih cepat di bandingkan dengan

sektor -sektor lain.

Kabupaten Sekt or

Sit ubondo Pertanian, dan Indust ri Pengolahan

Bondowoso Pertanian, Indust ri Pengolahan, dan Jasa-jasa

Jember

Pertanian, Indust ri Pengolahan, List rik, Gas, Air bersih,

Perdagangan, Hotel, Rest oran, Keuangan, Persewaan, Jasa, dan Jasa-jasa

(88)
(89)
(90)

Potensil Regional

Potensi Regional

Propotional Shift

(91)

Differential Share

(92)
(93)

Timur Tahun 1995, Badan Pusat Statistik Daerah Tingkat I Jawa Timur, Surabaya.

_______, 1998, Produk Domestik Regional Bruto Daerah Tingkat I Jawa Timur, Badan Pusat

Statistik Daerah Tingkat I Jawa Timur, Surabaya.

_______, 2002, Kabupaten Bojonegoro Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Daerah Tingkat I

Jawa Timur, Surabaya.

_______, 2002, Kabupaten Tuban Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Daerah Tingkat I Jawa

Timur, Surabaya.

Dewi, 1998, Peranan Industri di Satuan Wilayah Pembangunan I Gerbangkertasusila Dalam

Menunjang Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya.

Irawan, 1992, Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia Skripsi Fakultas

Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya.

Iqomaddin, 1993, Analisis Ekonomi Regional di Satuan Wilayah Pembangunan I

Gerbangkertasusila Penerapan Teori Basis Ekonomi Tahun 1993-1996. Skripsi Fakultas Universitas Airlangga, Surabaya.

Prasodjo, Dwi Agus, 1994, Peranan Pengeluaran Pemerintah Pusat Untuk Daerah Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun1990-1991, Skripsi Fakultas Ekonomi Airlangga, Surabaya.

Sophiayani, Rahman, 1997, Implementasi Pembangunan Daerah Tingkat II Dalam Kaitan

Pengembangan Perwilayahan Pembangunan di Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VIII Madiun, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya.

Sukirno, Sadono, 1994, Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan Daerah, Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Syamsi, 1992, Analisis Aspek-Aspek Aglomerasi Ekonomi di Surabaya, Skripsi Fakultas

Gambar

Gambar Kerangka Pikir
Tabel 1 : Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan tahun 2009-2010
Tabel 2 : Produk Domestik Regioanl Bruto Situbondo Atas Dasar Harga Konstan tahun 2009-2010 (dalam juta rupiah) ��
Tabel 3 : Produk Domestik Regioanl Bruto Kabupaten Bondowoso Atas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil observasi dengan penerapan media pembelajaran Wolfram Mathematica dapat meningkatkan minat dan hasil belajar matematika yang ditandai dengan

Pendekatan yang dilakukan dalam menentukan luas wilayah di Propinsi Kalimantan Selatan yang berpotensi dalam pembudidayaan tebu adalah dengan metode pemetaan (Arcview

Tugas akhir dengan judul: “Evaluasi Pemakain Energi Listrik pada Gedung D UMS”, disetujui dan disahkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik pada jurusan

PPI Muara Angke merupakan pusat pemasaran hasil tangkapan berupa ikan pelagis di Jakarta. Sebagian ikan pelagis tersebut diproduksi oleh kapal- kapal pukat cincin di

dasar lengkap pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Bulu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas diuretik dari fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat ( Persea americana Mill.) pada tikus galur

Bapak/Ibu Dosen Pascasarjana Program Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis sehingga penulis

• Register your students for the Fryer, Galois and Hypatia Contests which will be written on April 13, 2011. • Learn about our face-to-face workshops and