• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1

Kebutuhan Manusia Akan Pedoman dan Aturan Hidup

Disusun Oleh :

1. Lucyana Ariefianti Putri (2105025035) 2. Darmawida Dwi Kurnia (2105025031) 3. Chaerunissa Mellysa (2105025063)

Kelas : 1C

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA

(2)

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan kasihnya, atas anugerah hidupdan kesehatan yang telah kami terima. Serta petunjuknya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami dalam penyusunan makalah ini yang berjudul

“Kebutuhan Manusia Akan Pedoman dan Aturan Hidup”. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Kami berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang agama dan bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rifki Abror Ananda sebagai dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Dan dalam penyusunan makalah ini, penyusun mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan rasa berterima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu agama islam yang berisi tentang, “Kebutuhan Manusia Akan Pedoman dan Aturan Hidup” yang di dalamnya terdapat berbagai sub materi yang kami sajikan dalam bentuk makalah bersumber dari jurnal-jurnal yang terdapat pada website internet. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah Swt akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini dapat memeberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca khususnya para mahasiswa dan mahasiswi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka. Kami segenap para penyusun sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu kepada bapak dosen pembimbing kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Jika terdapat penulisan dari makalah ini kami meminta maaf yang sebesar-besarnya, jika terdapat kata-kata yang kurang logis dan kurang baku kami meminta maaf kepada kalian para pembaca makalah ini. dan kami juga tau bahwa yang kami ketik ini kami buat dengan pemikiran kami sendiri yang kami dapat dari jurnal pada internet.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini yang berisi tentang “Kebutuhan Manusia Akan Pedoman dan Aturan Hidup”. Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Dan pemanfaatan makalah ini dapat diambil hikmah dan manfat dalam segi positif sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap para pembaca.

Jakarta, Oktober 2021

Kelompok 2 i

(3)

3

DAFTAR ISI

Hal KATA PEGANTAR ………. i DAFTAR ISI ……… ii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………5

1.2 Rumusan Masalah ………...6

1.3 Tujuan Penulisan ……….6

BAB II PENJELASAN

2.1 Problematika dan Ragam Ekspresi Kebebasan ………..7 a. Makna kebebasan menurut Bahasa Indonesia dan

agama islam ………..7 b. Dampak perbedaan pandangan mengenai makna dari kebebasan ….7 c. Definisi dari kebebasan agama menurut ahli bidang keilmuan ……..8 d. Problematika di Indonesia………...9 2.2 Aturan Hidup Sebagai Kebutuhan Dasar(fitrah) Manusia ……….11

a. Pengertian fitrah ……….11 b. Hubungan fitrah dengan pendidikan islam dalam Al-Quran ……….12 c. Signifikansi fitrah dalam pendidikan islam ………...13 2.3 Pedoman Hidup Manusia Sekularatheistik………..15 2.4 Krisis Manusia Modern dan Kritik Islam Atas Pedoman

Hidup Manusia Modernatheistik………..16 a. Pengertian manusia modern dan manusia modernatheistik ………..16 b. Penyebab dan dampak masyarakat modern menurut para ahli …….16 c. Solusi penyembuhan krisis spiritual masyarakat modern ………….17 2.5 Beragama Sebagai Sunnatullah dan Kebutuhan Hidup ………18

a. Alam dan Sunnatullah dalam Implimentasi Pendidikan Sepanjang Hayat (Life Long Education) ………..18

(4)

4 BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………..22 3.2 Saran ………...23 DAFTAR PUSTAKA ………24

ii

(5)

5 BAB I

“PENDAHULUAN”

1.1 Latar Belakang

Sebagai makhluk Allah SWT dari lahirnya kita di dunia hingga akhir hayat

wajibnya kita beragama dan mempercayai adanya Allah SWT. Agama merupakan risalah yang disampaikan Tuhan kepada para nabi-Nya untuk memberi peringatan kepada manusia. Memberi petunjuk sebagai hukum- hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata hidup yang nyata. Mengatur tanggung jawab kepada Allah, kepada masyarakat dan alam sekitarnya. Oleh karena itu, kewajiban semua orang untuk menyadarkan bahwa agama merupakan kebutuhan umat manusia.

Kebebasan dalam beragama yang didefinisikan menurut ahli bidang keilmuan memiliki kesimpulan bahwa makna dari kebebasan adalah segala sesuatu yang tidak di atur atau di bataskan hak-haknya oleh orang lain, sehingga manusia tidak memiliki tuntutan untuk melakukan segala sesuatu dalam artian ini manusia tidak adanya paksaan untuk memilih dan menganut agama dengan penuh paksaan dari orang lain. Kebebasan dalam agama membuat adanya problematika di Indonesia.

Manusia hidup di bumi ini memiliki fitrah dari ia lahir di muka bumi, memiliki fitrah yang sama setiap manusia baik manusia pada zaman sekarang atau terdahulu. Pada zaman ini banyaknya manusia yang di namakan dengan manusia modern, manusia modern ini yang bisa menimbulkan hal-hal yang membuat kurangnya manusia memiliki kepercayaan atau dapat menimbulkan terjadinya manusia sekular-atheistik. Penyebab timbulnya manusia modern dikarenakan kemampuan spiritual yang tidak berfungsi.

Dalam pembahasan “Kebutuhan Manusia akan Pedoman dan Aturan Hidup” yang di sajikan pada makalah ini kita dapat mampu mengetahui apa makna kebebasan di Indonesia yang menimbulkan problematika sampai saat ini. Dari pembahasan materi ini juga dapat mengetahui dampak dari manusia modern, apa itu manusia sekular-atheistik, dan aturan hidup sebagai kebutuhan dasar (fitrah) manusia yang hidup di muka bumi. beragama sebagai sunnatullah dan kebutuhan hidup yang sebagai mana sesuai dengan ajaran agama islam.

(6)

6 1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi kebebasan menurut bahasa Indonesia dan agama islam?

2. Definisi pengertian dari fitrah?

3. Apa hubungan fitrah dengan pendidikan islam dalam Al-Quran?

4. Apa pedoman hidup manusia sekularatheistik?

5. penyebab dan dampak timbulnya masyarakat modern menurut para ahli ? 6. Apa upaya penyembuhan krisis spiritual masyarakat modern?

7. Apa yang dimaksud Bergama menurut sunnatullah?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Menyampaikan gagasan/ide tentang sebuah topic dalam bentuk tugas makalah ini.

2. Melalui tugas ini seorang itu bisa menyampaikan gagasannya kepada teman- temannya ataupun orang yang ada disekitarnya.

3. Memenuhi tugas dan persyaratan dalam pembelajaran.

4. Mendapatkan jawaban yang tepat terhadap penulisan.

5. Menyebarkan hasil dari penulisan ini kepada teman-teman ataupun kepada masyarakat atau teman-teman.

6. Melatih kemampuan menulis/mengetik.

7. Melatih kemapuan menyampaikan gagasan dalam bentuk tulisan.

8. Membiasakan penulis untuk dapat membuat makalah dan keterampilan serta mengolah kata dengan diksi yang baik.

9. Memperluas pengetahuan pelajaran agama tentang Kebutuhan Manusia akan Pedoman dan Aturan Hidup.

(7)

7

BAB II

“PENJELASAN”

2.1 Problematika dan Ragam Ekspresi Kebebasan

a. Makna kebebasan menurut Bahasa Indonesia dan agama islam

Dalam bahasa Indonesia, kebebasan yang berakar kata dari bebas memiliki beberapa pengertian, yaitu (1) lepas sama sekali, (2) lepas dari tuntutan, kewajiban dan perasaan takut, (3) tidak dikenakan hukuman, (4) tidak terikat atau terbatas oleh aturan-aturan, dan (5) merdeka.

Pengertian kata bebas secara lughah ini tentu tidak memadai dan memungkinkan dijadikan pijakan hukum secara personal dalam realitas sosial. Karena, jika itu terjadi, maka akan melahirkan ketidakbebasan bagi pihak lain. Ini berarti, tidak ada seorang-pun bebas sepenuhnya, karena kebebasan itu dibatasi oleh hak-hak orang lain. Dengan demikian, pengertian kebebasan secara akademik terikat oleh aturan-aturan, baik agama, maupun budaya.

Dalam kitab al-Mausû`ah al-Islâmiyah al-‘Ammah, kebebasan didefenisikan sebagai kondisi keislaman dan keimanan yang membuat manusia mampu mengerjakan atau meninggalkan sesuatu sesuai kemauan dan pilihannya, dalam koridor sistem Islam, baik aqidah maupun moral. Terdapat dua bentuk kebebasan, yaitu kebebasan internal (hurriyat dâkhiliyah) yaitu kekuatan memilih antara dua hal yang berbeda dan bertentangan. Kebebasan jenis ini tergambar dalam kebebasan berkehendak (hurriyat al-irâdah), kebebasan nurani (hurriyat al-dhamir), kebebasan jiwa (hurriyat al-nafs) dan kebebasan moral (hurriyat al-adabiyah). Kedua, kebebasan eksternal (hurriyat khârijiyah). Bentuk kebebasan ini terbagi menjadi tiga, yaitu (a) al-thabî’iyah, yaitu kebebasan yang terpatri dalam fitrah manusia yang menjadikannya mampu melakukan sesuatu sesuai apa yang ia lihat, (b) al-siyâsiyah, yaitu kebebasan yang telah di berikan oleh peraturan perundang- undangan, dan (c) al-dîniyah, kemampuan atas keyakinan terhadap berbagai mazhab keagamaan.

b. Dampak perbedaan pandangan mengenai makna dari kebebasan

Dalam wacana pemikiran Barat, polemik dan perdebatan tentang defenisi agama hampir tidak menemui finishnya, baik dalam bidang ilmu filsafat agama, teologi, sosiologi, antropologi maupun dalam bidang ilmu perbandingan agama (muqâranat al-adyân). Sehingga “sengketa”

untuk mendapat defenisi yang maqbûl dan disepakati oleh semua pihak, agaknya sangat sulit, bahkan mustahil. Wilfred Cantwel Smith, seorang pakar ilmu perbandingan agama, harus mengakui betapa sulitnya mendefenisikan agama. Smith mengungkapkan, terminologi agama luar biasa sulitnya didefenisikan (The term is notoriously indefinable). Paling tidak dalam dasawarsa terakhir ini terdapat beragam defenisi yang membingungkan yang tidak satupun diterima secara luas. Karenanya, istilah ini harus dibuang dan ditinggalkan untuk selamanya. Para serjana Barat ternyata “kelimpungan” dalam menyatukan persepsi terhadap defenisi agama.

C. Definisi dari kebebasan agama menurut ahli bidang keilmuan

(8)

8 Berikut ini definisi dari kebebasan agama menurut ahli bidang keilmuan. Menurut Feuerbach, mengemukakan bahwa agama adalah ekspresi fantasi dari ideal-ideal manusia dalam mencapai eksistensi manusia, melalui cinta, kebebasan dan akal. Agama sebagai suatu image yang diproyeksikan oleh watak esensisal menusia, sehingga agama mengakibatkan aleniasi individu dari dirinya yang sesungguhnya dari keberadaannya sebagai suatu spesies (species being). Selain itu, menurutnya, agama adalah impian pikiran manusia. Tetapi meskipun dalam impian, kita tidak menemukan diri kita dalam kehampaan atau di surga, tetapi di bumi, dalam realitas yang nyata.

Dan realitas adalah species being sebagai esensi yang direalisasikan. Muhammad Abdullah Darraz, dari kalangan pemikir muslim, berpendapat, bahwa agama dapat didefenisikan dari dua aspek.

Pertama, sebagai aspek psikologis, yakni religiusitas; dengan demikian agama adalah kepercayaan atau iman kepada Zat yang bersifat ketuhanan yang patut ditaati dan disembah. Kedua, sebagai hakikat eksternal, bahwa agama adalah seperangkat panduan teoritik yang mengajarkan konsepsi ketuhanan dan seperangkat aturan praktis yang mengatur aspek ritualnya. Dalam pengertian literalnya, agama sering diterjemahkan dengan dîn atau religion. Menurut al-Jurjani, dîn disepadankan dengan millah yang berarti sebuah aturan (syarî`ah) yang ditaati, yang dinisbatkan kepada Allah Swt. Defenisi ini tentu dapat diasumsikan sepihak, mengingat unsur subjektifitas

“keislaman”nya sangat kental. Akan tetapi, penerjemahan agama menjadi dîn atau religion, juga menimbulkan berbagai macam kebingungan, karena istilah dîn bermakna lebih dari sekedar

‘agama’ atau religion. Menurut para mufassir, ada elemen dasar yang sesuai dengan konsep din, yaitu makna agama, makna perhitungan, makna pembalasan dan makna kebiasaan tradisi, pandangan hidup atau aturan hukum. Menurut Anas Malik Thoha, untuk mendefenisikan agama, setidaknya bisa menggunakan tiga pendekatan, yakni dari segi fungsi, institusi, dan substansi.

Apapun defenisi agama, yang jelas, terminologi agama masih menghiasi ungkapan sehari-sehari, baik oleh kalangan intelektual maun awam. Ini artinya, seluruh manusia memiliki agama, sebagai

“jalan” berkomunikasi dengan Tuhannya. Dengan demikian, pilihan terhadap suatu agama merupakan hak “prerogatif” seorang manusia.

Pengistilahan kebebasan dalam pemikiran Islam, walau tidak melulu menggunakan term al-hurriyah, namun istilah al-ihkitiyar juga merupakan terma yang sangat identik dengan kebebasan. Karena terma al-ikhtiyar sering diposisikan kontras dengan terma al-jabr, yang berarti penafian terhadap kebebasan dalam diri manusia dan masyarakat. Al-ikhtiyar juga didefenisikan sebagai “sikap seseorang, jika berkeinginan maka ia kerjakan, jika tidak, maka ia tidak lakukan.”

Tidak hanya itu, persoalan kebebasan beragama bahkan telah dijelaskan dalam kitab suci Alquran, sebagai rujukan final umat Islam. Dalam Alquran tertulis banyak sekali ayat yang secara jelas mengungkapkan tentang kebebasan bergama. Di samping itu, tugas dan fungsi seorang Rasul bukan memaksakan seluruh manusia untuk memeluk Islam, akan tetapi hanya sebatas penyampai risalah Tuhan. Penegasan Alquran terhadap kebebasan beragama merupakan bukti bahwa pemaksaan terhadap seseorang untuk memeluk Islam tidak dibenarkan. Hal ini telah dijelaskan dalam firman Allah Swt:

هٰاللّ َوۗ اَهَل َماَصِفْنا َل ىٰقْث هوْلا ِة َو ْرهعْلاِب َكَسْمَتْسا ِدَقَف ِٰللّاِب ْنِم ْؤهي َو ِت ْوهغاَّطلاِب ْرهفْكَّي ْنَمَف ۚ ِ يَغْلا َنِم هدْش ُّرلا َنَّيَبَّت ْدَق ِۗنْيِ دلا ىِف َها َرْكِا اَل مْيِلَع عْيِمَس

(9)

9 “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Q.S. Al-Baqarah (2): 256) Selain ayat di atas, ayat lain yang secara tegas menegasikan tindakan pemaksaan untuk memeluk Islam adalah firman Allah Swt:

َنْيِن ِم ْؤهم ا ْوهن ْوهكَي ىٰتَح َساَّنلا هه ِرْكهت َتْنَاَفَا ۗاًعْيِمَج ْمههُّلهك ِض ْرَ ْلا ىِف ْنَم َنَمٰ َل َكُّب َر َءۤاَش ْوَل َو

“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi se- luruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?” (Q.S. Yûnus (10): 99).

Jika kebebasan memilih agama diberikan kepada setiap orang, maka ada bebarapa konsekuensi logis dari pemberian kebebasan tersebut. Di antaranya (1) kebebasan melaksanakan ibadah, baik secara terang-terangan atau tersembunyi, individual maupun berkelompok, (2) kebebasan memilih mode yang selaras dengan kecenderungan agamanya, atau kebebasan melakukan praktek keagamaan, (3) kebebasan memakai istilah, tanda dan syi`ar yang berbeda, (4) kebebasan membangun kebutuhan rumah ibadah, (5) Kebebasan melaksanakan acara ritual keagamaan, (6) menghargai tempat yang mereka anggap suci, (7) kebebasan bagi seseorang untuk merubah dan berpindah keyakinan, dan (8) kebebasan berdakwah untuk memeluk agamanya.31 Dalam Alquran secara gamblang diungkapkan tentang kebebasan tersebut. Firman Allah Swt:

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Q.S. Al-Baqarah (2): 256).

d. Problematika di Indonesia

Islam sebagai agama mayoritas dan Indonesia merupakan negara yang tidak dapat dipisahkan baik dalam bingkai historis maupun ideologis. Secara historis, keberadaan Islam sebagai sebuah agama yang diyakini oleh mayoritas rakyat Indonesia, telah bersemayam dalam keyakinan, bahkan sebelum lahirnya Indonesia. Dan secara ideologis, norma ajaran Islam telah mempengaruhi dan bahkan menjadi acuan dalam format identitas bangsa Indonesia. Meskipun,

(10)

10 kenyataannya sekarang, Indonesia tidak memiliki “kelamin” yang yang jelas dalam memposisikan dirinya terhadap agama. Namun sebagai negara, Indonesia bukan atau masih ‘malu-malu’ untuk disebut negara agama. Ketidak jelasan status inilah yang menjadi perdebatan panjang dan sampai hari ini belum usai. Perdebatan status negara di mata agama di Indonesia bukan semata persoalan kepentingan politik umat mayoritas yang kebetulan beragama Islam. Akan tetapi, secara substantif, dogma Islam tidak dapat dipisahkan dengan negara.

Dalam hukum Islam, orientasi hukum tidak lepas dari dua hal: Pertama. Hukum yang berpijak pada landasan lahiriah (mustamid ‘ala al-zahir), yaitu hukum mengatur hubungan manusia dengan sesama makhluk. Kedua. Hukum yang berlandaskan bathin, yaitu hukum merujuk kepada hubungan manusia dengan Tuhan. . Dari itu, dalam Islam tidak dikenal dikhotomi antara agama dan negara, keduanya bagai sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Dalam pemahaman Islam, adanya negara bukan saja atas dasar kesepakatan masyarakat (kontrak sosial) namun juga atas dasar fungsi manusia sebagai hamba Dengan demikian, manusia harus melakukan amar makruf nahi munkar sebagai aplikasi dari perintah Tuhan dalam mencapai kehidupan yang sejahtera dunia akhirat. Untuk ber-amar makruf nahi munkar ini dibutuhkan sebuah institusi berupa negara. Secara umum, bahwa Islam adalah sistem budaya yang lengkap yang mencakup agama dan negara secara bersamaan. Letak kebebasan beragama di negara Indonesia menyebabkan timbulnya problematika. Satu sisi, Indonesia sebagai negara yang berpenduduk muslim mayoritas, tidak secara tegas menjadikan syariah sebagai dasar hukum negara. Walau, dalam ideologi Pancasila sangat jelas tertulis bahwa negara “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sementara aturan-aturan hukum, bagi yang beragama Islam, secara kasat mata selalu merujuk kepada hukum materil yang masih tersimpan dalam kitab-kita fiqh turats, walau secara secara formil sudah menjadi bagian dari aturan hukum yang diadopsi negara.

Bahwa kebebasan beragama merupakan hak dasar manusia. Jika kebebasan individual diwakili aspek kebebasan materilistik, maka kebebasan pemikiran yang merupakan aspek maknawi yang mesti dimiliki oleh setiap manusia. Dan kebebasan aqidah dan ibadah terangkum dalam kebebasan berpikir (hurriyah fikriyah). Kebebasan beragama dalam bentuk konkritnya adalah memilih aqidah dan ibadah, maka tentunya tidak akan mungkin mendefenisikan kebebasan beragama dengan defenisi yang tunggal. Hal inilah yang menyebabkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tidak memberi definisi yang konkrit tentang agama, karena menghindari kontroversi filosofis dan ideologis dan amat problematik menentukan satu defenisi dalam rumusan legal.54 Ini artinya, bahwa kebebasan beragama perspektif Islam tidak mungkin sama dengan definisi kebebasan dalam agama lain.

Problematika selanjutnya adalah seringkali agama dijadikan legitimasi tindakan anarkis dan kekerasan. Meskipun, tindakan-tindakan itu bisa terjadi dari seluruh ideologi dan agama.

Kekerasan yang menjadikan dalil-dalil agama sebagai justitifikasi, jelas menistai kesucian Islam.

Menggunakan kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan serupa. Jadi, kekerasan dengan mengatas-namakan agama di Indonesia sangat tidak tepat. Karena kewenangan untuk melakukan tindakan hukuman adalah pihak penguasa. Dalam inilah keterpautan antara konsepsi negara dan agama dalam politik Islam. Bagaimanapun, aktualisasi ajaran-ajaran agama Islam tidak

(11)

11 sepenuhnya persoalan individual. Maka solusi dari persoalan itu adalah bagaimana negara harus menjamin kebebasan beragama bagi umat Islam di Indonesia.

2.2 Aturan Hidup Sebagai Kebutuhan Dasar(fitrah) Manusia

a. Pengertian fithrah

Abu a’al al-maududi mengatakan bahwa manusia dilahirkan dibumi ini oleh ibunya sebagai muslim (berserah diri) yang berbeda-beda ketaatannya kepada tuhan, tetapi dilain pihak manusia bebas menjadi muslim atau non muslim. Manusia secara fithrah juga bebas untuk mengikuti atau tidaknya pada aturan-aturan lingkungan dalam menngaktulisasikan potensi tauhid (ketaatan pada Tuhan)

Sehingga uraian Al-maududi mengenai peletakan pengertian konsep fithrah secara sederhana yakni menunjukan kepada kalangan pembaca bahwa meskipun manusia telah diberi kemampuan potensial untuk berpikir, berkehendak bebas dan memilih, namun pada hakikatnya ia dilahirkan sebagai muslim, dalam arti bahwa segala gerak dan lakunya cenderung bererserah diri kepada khaliknya, sebagaimana dirumuskan oleh mereka yakni, meliputi lima hal ini: (1) din (agama), (2) jiwa, (3) akal, (4) harga diri, (5) cinta.

Menurut Armai bila interpretasi lebih luas konsep fitrah dimaksud bisa berarti bermacam-macam, sebagaimana yang telah diterjemahkan dan didefinisikan oleh banyak pakar diatas diantara arti- artinya yang dimaksud adalah: (1) Fitrah berarti “thubr” (suci), (2) fitrah berarti “islam”, (3) fitrah berarti “Tauhid” (mengakui keesaan allah), (4) fitrah berarti “ikhlas” (murni), (5) fitrah berarti kecenderungan manusia untuk menerima dan berbuat kebenaran, (6) fitrah berarti “al-gharizah”

(insting), (7) fitrah berarti potensi dasar untuk mengabdi kepada Allah, (8) fitrah berarti potensi dasar untuk mengabdi kepada Allah, (8) fitrah berarti ketetapan atas manusia, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan. Pengertian keseimbangan sebagaimana yang tertera dalam al-Qur’an. Kata yang biasanya digunakan dalam al-Quran untuk menunjukkan bahwa Allah menyempurnakan pola dasar ciptaan-Nya untuk Melengkapi penciptaan itu adalah kata ja'ala yang artinya “menjadikan”

yang diletakan dalam suatu ayat setelah kata khalaqah dan ansy’a.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

ُس اَّنلا اَهُّي َاٰۤ ي ا ْوُف َر اَعَتِل َلِئٓاَبَق َّو اًب ْوُعُش ْمُك نْلَعَج َو ى ثْنُا َّو ٍرَكَذ ْنِ م ْمُك نْقَلَخ اَّنِا

ْمُكٮ قْت َا ِ هاللّٰ َدْنِع ْمُكَم َرْكَا َّنِا ۗ ٌرْيِبَخ ٌمْيِلَع َ هاللّٰ َّنِا ۗ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”(Q.S. Al-Hujurat 49: Ayat 13)

اًئــْيَش َن ْوُمَلْعَت َلَ ْمُكِت هَّمُا ِن ْوُطُب ْْۢنِ م ْمُكَج َرْخَا ُ هللّٰ ا َو َةَدِئْف َ ْلَ ا َو َر صْب َ ْلَ ا َو َعْمَّسلا ُمُكـَل َلَعَج َّو ۗ

َن ْو ُرُكْشَت ْمُكَّلَعَل ۗ

(12)

12

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.”(QS. An- Nahl 16: Ayat 78)

اًفْيِنَح ِنْيِ دلِل َكَهْج َو ْمِق َاَف اَهْيَلَع َس اَّنلا َرَطَف ْيِتَّلا ِ هاللّٰ َت َرْطِف ۗ

ـَخِل َلْيِدْبَت َلَ ۗ ِهاللّٰ ِقْل

ُمِ يَقْلا ُنْيِ دلا َكِل ذ ۗ َلَ ِس اَّنلا َرَثْكَا َّنِكـ ل َو ۗ

َن ْوُمَلْعَي

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.

(Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,”(QS. Ar-Rum 30: Ayat 30)

kata fitrah menurut istilah (terminologi) dapat dimengerti dalam uraian arti yang luas, sebagai dasar pengertian itu tertera pada surah al-Rum ayat 30, maka dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa pada asal kejadian yang pertama-pertama diciptakan oleh Allah adalah agama (Islam) sebagai pedoman atau acuan, di mana berdasarkan acuan inilah manusia diciptakan dalam kondisi terbaik. Oleh karena aneka ragam faktor negatif yang mempengaruhinya, maka posisi manusia dapat “bergeser” kondisi fitrah-nya, untuk itulah selalu diperlukan petunjuk, peringatan dan bimbingan dari Allah yang disampaikan-Nya melalui utusannya (Rasul-Nya).

Imam Nawawi mendefinisikan fitrah sebagai kondisi yang belum pasti (unconfirmed state) yang terjadi sampai seorang individu menyatakan secara sadar keimanannya. Sementara menurut Abu Haitam fitrah berarti bahwa manusia yang dilahirkan dengan memiliki kebaikan atau ketidakbaikan (prosperous or Unprosperous)yang berhubungan dengan jiwa. Pada awalnya setiap makhluk yang diciptakan oleh tuhan dibekal dengan fitrah (keseimbangan) yang bilamana keseimbangan ini mampu dijaga dengan baik maka yang bersangkutan akan senantiasa berada dalam kebaikan. Sebaliknya bila keseimbangan ini sudah tidak mampu dipertahankan maka menyebabkan seseorang akan terjerumus kepada ketidakbaikan. fitrah adalah kata yang selalu digunakan untuk menunjukkan kesucian sekalipun dalam bentuk abstrak keberadaannya selalu dikaitkan dengan masalah moral. Keabstrakan ini meskipun selalu dipakai dalam aspek-aspek tertentu namun pengertiannya hampir sama yaitu keseimbangan.

b. Hubungan Fitrah dengan Pendidikan Islam dalam Al-Quran

Manusia dalam pandangan Islam adalah khalifah Allah di muka bumi. Sebagai duta Tuhan, dia memiliki karakteristik yang multidimensi, yakni pertama, diberi hak untuk mengatur alam ini sesuai kapasitasnya. Dalam mengemban tugas ini, manusia dibekali wahyu dan kemampuan mempersepsi, kedua, dia menempati posisi terhormat di antara makhluk Tuhan yang lain. Potensi akal secara fitrah mendorong manusia memahami simbol-simbol, hal-hal yang abstrak, menganalisa, memperbandingkan maupun membuat kesimpulan dan akhirnya memilih maupun memisahkan yang benar dan salah. Menurut Jalaluddin, akal dapat mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan kebudayaan serta peradaban.Manusia dengan kemampuan akalnya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengubah serta merekayasa lingkungannya, menuju situasi kehidupan yang lebih baik, aman dan nyaman.

(13)

13 Secara general tendensi dari pendidikan Islam itu sendiri adalah mengetahui hakikat kemanusiaan menurut Islam, yakni nilai-nilai ideal yang diyakini serta dapat mengangkat harkat dan martabat manusia. Sementara Achmadi meletakkan keterangan tujuan pendidikan Islam dalam “tiga karakteristik” yakni tertinggi/akhir, tujuan umum, tujuan khusus Tujuan tertinggi adalah bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan karena sesuai dengan konsep Ilahi yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Tujuan tertinggi/akhir ini pada dasarnya sesuai dengan tujuan hidup manusia dan peranannya sebagai ciptaan Allah.Tujuan selanjutnya adalah tujuan umum yang berbeda substansinya dengan tujuan pertama yang cenderung mengarah kepada nilai filosofis.

Tujuan ini lebih bersifat empirik dan realistic. Ahmad tafsir mengemukakan tujuan umum bersifat tetap, berlaku di sepanjang tempat, waktu, dan keadaan. Tujuan umum berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian subjek didik, sehingga mampu menghadirkan dirinya sebagai sebuah pribadi yang utuh. Itulah yang disebut realisasi diri (self realization). Tujuan khusus bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan dimana perlu sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka tujuan tertinggi/akhir dan umum itu Pengkhususan tujuan pendidikan Islam tersebut menurut Achmadi didasarkan pada: kultur dan cita-cita suatu bengsa dimana pendidikan itu diselenggarakanminat, bakat, dan kesanggupan subjek didil; dan tuntunan situasi, kondisi pada kurun waktu tertentu.

Konsep fitrah terhadap pendidikan Islam dimaksudkan di sini, bahwa seluruh aspek dalam menunjang seseorang menjadi manusia secara manusiawi adanya penyesuaian akan aktualisasi fitrah-nya yang diharapkan, yakni pertama, konsep fitrah mempercayai bahwa secara alamiah manusia itu positif (fitrah), baik secara jasadi, nafsani (kognitif dan afektif) maupun ruhani (spiritual). Kedua, mengakui bahwa salah satu komponen terpenting manusia adalah qalbu.

Perilaku manusia bergantung pada qalbunya. Di samping jasad, akal, manusia memiliki qalbu.

dengan qalbu tersebut manusia dapat mengetahui sesuatu (di luar nalar) berkecenderungan kepada yang benar dan bukan yang salah (termasuk memiliki kebijaksanaan, kesabaran), dan memiliki kekuatan mempengaruhi benda dan peristiwa, pendidikan bila diberikan pengertian dari Al-Qur’an maka kalangan pemikir pendidikan Islam meletakkan pada tiga karakteristik di antaranya rabb, ta’lim, ta’dib dimaksud dalam Al-Quran.

Dari ketiga kata tersebut, Muhammad faud ‘Abd al-Baqy dalam bukunya al-Mu’jam al mufhars li Alfadz Al-Quran al-karim telah menginformasikan bahwa di dalam Al-Quran kata tarbiyah dengan berbagai kata yang serumpun dengan diulang sebanyak lebih dari 872 kali.

c. Signifikansi Fitrah Dalam Pendidikan Islam

Konsep fitrah pada dasarnya mempercayai bahwa arah pergerakan hidup manusia (peserta didik) secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu taqwa dan fujur.Bila manusia berjalan lurus antara fitrah dan Allah, maka ia akan menjadi taqwa (sehat, selamat). Bila tidak selaras antara fitrah dan Allah, maka ia akan berjalan ke pilihan yang sesat (fujur).

Jakfar Siddik mengungkapkan bahwa yang menjadi inti kemanusiaan itu adalah fitrah (agama) itu sendiri. Potensi kalangan peserta didik sebagai anak manusia pengemban amanat Allah swt dan

(14)

14 juga sebagai khalifah di muka bumi ini, ia dilahirkan adanya nilai bertauhid Menurut Nurcholis madjid merupakan sebuah peristiwa dengan adanya perjanjian mahkluk (manusia) dengan Tuhan Allah swt, maka dapat dikatakan bahwa manusia (peserta didik) tersebut terikat dengan perjanjian itu (pemaknaan bersifat religius). Demikian juga halnya dengan agama pun sebenarnya memang adalah perjanjian, yang dalam bahasa arabnya disebut dengan mitsaq atau ahdun perjanjian dengan Allah Swt, Menurut al-Attas, yang dikutip oleh Baharuddin, fitrah merupakan ketundukan manusia sebelum kehadirannya di bumi yang dijelaskan dalam Al-Quran

َذَخَا ْذِا َو ْمِهِسُفْنَا ىٰۤ لَع ْمُهَدَهْشَا َو ْمُهَتَّي ِ رُذ ْمِه ِر ْوُهُظ ْنِم َمَد ا ْٰۤيِنَب ْْۢنِم َكُّبَر

ْمُكِ ب َرِب ُتْسَلَا ۗ ى لَب ا ْوُل اَق ۗ

ۗ اَنْدِهَش ۗ َم ْوَي ا ْوُل ْوُقَت ْنَا

َنْيِلِف غ اَذ ه ْنَع اَّنُك اَّنِا ِةَم يِقْلا

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman),

“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.”

(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini,”(QS. Al-A’raf 7: Ayat 172).

Ayat di atas menunjukkan hutang manusia kepada Allah, begitu juga kerugiannya yang total, sehinga dia mungkin bisa membayarnya dan kembali kepada Allah dengan menyerahkan diri untuk mengabdi kepada-Nya.

اًفْيِنَح ِنْيِ دلِل َكَهْج َو ْمِق َاَف اَهْيَلَع َس اَّنلا َرَطَف ْيِتَّلا ِ هاللّٰ َت َرْطِف ۗ

ِهاللّٰ ِقْلـَخِل َلْيِدْبَت َلَ ۗ ُمِ يَقْلا ُنْيِ دلا َكِل ذ ۗ

َّنِكـ ل َو ۗ ِس اَّنلا َرَثْكَا

َنْيِك ِرْشُمْل َلَ

َنْيِك ِرْشُمْلا َنِم ا ْوُن ْوُكَت َلَ َو َةو لَّصلا اوُمْيِق َا َو ُه ْوُقَّت ا َو ِهْيَلِا َنْيِبْيِنُم اًعَيِش ا ْوُن اَك َو ْمُهَنْيِد ا ْوُق َّرَف َنْيِذَّلا َنِم َن ْوُح ِرَف ْمِهْيَدَل اَمِْۢب ٍب ْز ِح ُّلُك ۗ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.

(Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,”(QS. Ar-Rum 30: Ayat 30)

“dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta laksanakanlah sholat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah,”(QS. Ar-Rum 30: Ayat 31)

“yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.

Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.”(QS. Ar-Rum 30:

Ayat 32)

Dari ayat di atas, menunjukkan fitrah adalah sifat dasar ketundukan pada manusia dan al-din adalah bentuk ketundukan bagi manusia.

Konsep Fitrah dalam hubungannya dengan wilayah pendidikan adalah melahirkan suatu kegiatan yang mengarah dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai dengan atau sejalan dengan nilai- nilai Islam. Konsep fitrah yang merupakan potensi dasar manusia dapat teraktualisasikan bila kondisi lingkungan serta proses pendidikan dapat membentuk nilai-nilai kepribadian tersebut.

secara global potensi-potensi tersebut mengarahkan bentuk induvidualis dan sosialis yang

(15)

15 beragama, atau dengan kata lain potensi fitrah termanifestasikan pada diri seseorang adalah nilai- nilai obyektifitas trasendensi moral humanisme, terlebih lagi pada persoalan pengembangan keperibadian untuk menuju kepribadian muslim yang kaffah di mana hal itu merupakan bagian dari proses internalisasi nilai-nilai fitrah terhadap pendidikan yang berasaskan islam.

2.3 Pedoman Hidup Manusia Sekularatheistik

Para penganut ateis dapat memiliki peluang untuk menjadikan hidup mereka bermakna sama seperti orang-orang beragama pada umumnya dengan spiritulitas dan moralitas mereka sendiri.

Bentuk ateisme secara gamblang dapat ditemukan dalam materialisme dan positivisme. Aliran- aliran ini menolak keberadaan dari yang rohani dan transenden. Sedangkan menurut Costello dan Linden (1956) ateisme teridentifikasi dalam lima golongan yaitu:

a. Perilaku Ateis, mereka yang menyangkal perintah Tuhan dan mungkin saja mengatakan Tuhan dibibirnya, tetapi untuk menjalankan secara intens dan percaya pada Tuhan merupakan hal yang tidak penting baginya.

b. Individu yang mengumumkan bahwa Tuhan itu ada tetapi mendeskripsikan Tuhan sebagai sesuatu yang mustahil.

c. Penganut agnostik juga dikategorikan sebagai ateis yang mengklaim bahwa Tuhan itu tidak dapat diketahui. Golstein (dalam Linden dan Costello) menggambarkan doktrin ini sebagai

“ketidaktahuan membual.” Beberapa agnostik mengumumkan bahwa Tuhan tidak sepenuhnya dapat diketahui tetapi mereka sendiri tidak dapat menjelaskan dengan pasti bahwa Tuhan ada.

d. Jenis yang keempat yaitu suatu bentuk ateisme dimana kita mendefinisikannya dalam suatu uraian negatif yang singkat.

e. Jenis kelima merupakan individu-individu yang perlu dipertimbangkan lebih sebagai ateis positif, sebab mereka yang menyatakan ketidaktahuan atau keraguannya mengenai keberadaan Tuhan. Dalam suatu kontradiksi yang lain mereka dengan sangat jelas menyatakan bahwa Tuhan tidak ada.

(16)

16 2.4 Krisis Manusia Modern dan Kritik Islam Atas Pedoman Hidup Manusia Modernatheistik

a. Pengertian Manusia Modern dan Manusia Modernatheistik

Modernisme adalah faham tentang hal-hal yang bersifat modern. Modernism berpengaruh kepada sekularisasi dan juga pengaruh filsafat pragmatis yang sudah cukup lama masuk ke jiwa manusia modern.

Hedonisme dan pragtisme adalah dua dari sekian banya gaya hidup manusia di zaman modern yang dimana gaya hidup mengikis spiritual dan lebih dekat kepada kenikmatan duniawi sehingga banyak penyakit yang lahir dalam jiwa dan sifat tidak baik. Peradaban modern terbentuk melalui satu perubahan yang penting di Eropa Barat yang dinamakan renaissance. Menurut Jules Michelet, sejarawan Prancis terkenal, renaissance adalah periode penemuan manusia dan dunia. Ciri utama renaissance ialah humanisme, individualisme, empirisme, rasionalisme, dan lepas dari agama.

Manusia tidak mau diatur oleh agama. Hasil yang di peroleh dari watak ini ialah pengetahuan rasional, lahirnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

Ateisme adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak memercayai keberadaan tuhan dan dewi-dewi ataupun penolakan terhadap teisme. Dalam pengertian yang paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewi atau tuhan. Istilah ateis mulai dispesifikasi untuk merujuk kepada mereka yang tidak percaya kepada tuhan.

Terjemahan modern pada teks-teks klasik kadang-kadang menerjemahkan atheos sebagai

"ateistik". Sebagai nomina abstrak, terdapat pula ἀθεότης (atheotēs), yang berarti

"ateisme". Cicero mentransliterasi kata Yunani tersebut ke dalam bahasa Latin atheos. Istilah ini sering digunakan pada perdebatan antara umat Kristen awal dengan para pengikut agama Yunani Kuno (Helenis), yang mana masing-masing pihak menyebut satu sama lainnya sebagai ateis secara peyoratif.

b. Penyebab dan Dampak Masyarakat Modern Menurut Para Ahli

1.) Menurut Husen Naser menyatakan bahwa akibat masyarakat modern yang mendewakan ilmu pengetahuan dan tekhnologi menjadikan mereka berada dalam wilayah pinggiran eksistensinya sendiri, bergerak jauh dari pusat, sementara pemahaman agama yang berdasarkan wahyu mereka tinggalkan, hidup dalam keadaan sekuler.

2.) Dr. Yusuf Qardawai dalam bukunya menyatakan, penyebab timbulnya masyarakat modern dikarenakan kemampuan spiritual yang tidak berfungsi.

3.) Muhammad Iqbal, seorang pemikir dan penyair Muslim juga mempunyai pandangan bahwa sistem pendidikan sekolah modern terkadang telah membuka mata para generasi muda pada berbagai hakikat dan makrifa. Akan tetapi, sistem itu tidak pernah mengajarkan bagaimana matanya menangis dan hatinya khusu.

4.) Abu al-Wafa al-Taftazani dalam The Role Sufisme mengklasifikasikan sebab -sebab kegelisahan masyarakat modern. Pertama, karena takut kehilangan apa yang telah dimiliki. Kedua, timbulnya rasa khawatir terhadap masa depan yang tak disukai (trauma

(17)

17 terhadap imajinasi masa depan). Ketiga, disebabkan oleh rasa kecewa terhadap hasil kerja yang tidak dapat mampu memenuhi harapan spiritual. Keempat, banyak melakukan pelanggaran dan dosa.

5.) At-Taftazani, mengatakan bahwa menurutnya masyarakat modern timbul dalam diri seseorang karena hilangnya keimanan dalam hati, menghambakan hidup kepada selain Allah swt.

c. Solusi Penyembuhan Krisis Spiritual Masyarakat Modern

Istilah penyembuhan spiritual, menurut Fazlur Rahman, menunjukkan dua makna yang berbeda, meskipun keduanya berkaitan satu sama lain dan kadang-kadang sulit dibedakan.

Pertama, istilah itu bermakna keyakinan pada penyembuhan secara spiritual, eti s dan psikologis terhadap penyakit, baik fisik maupun psikis. Penyakit fisik bisa disembuhkan misalnya dengan membaca al-Qur’an atau doa-doa.

Kedua, istilah itu bermakna keyakinan bahwa penyakit, terutama penyakit mental atau gangguan jiwa yang disebabkan oleh kekuatan supranatural. Dalam masyarakat Yunani kerasukan roh jahat dipercaya secara luas dan pendeta-pendeta Kristen mengklaim dapat menyembuhkan penyakit semacam itu.

Penyembuhan spiritual memiliki dasar yang kuat dalam Islam umumnya dan tasawuf khususnya. Seperti membaca al-Qur’an dan doa-doa sebagai metode penyembuhan merupakan salah satu tradisi tasawuf. Oleh karena itu, para sufi banyak melakukan penyembuhan spiritual dengan membaca zikir, membaca al-Qur’an dan melafazkan doa-doa.

Selain itu ada beberapa hal selain dengan penyembuhan spiritual, yang harus diisi oleh manusia sehingga jiwa menjadi bersih, lembut, kuat dan tidak mudah goyah, di antaranya:

Pertama, Shalat: Dalam keadaan seperti ini , hanya dengan kembali kepada ajaran agama Allah kita mampu menemukan pribadi manusia seutuhnya. Dan shalat yang merupakan tiang agama dapat menggapai keindahan hidup serta mampu mensucikan jiwa dan menjadikan manusia sebagai insan Rabbaniyyah dengan segenap keindahan nuraninya.

Kedua, Membaca al-Qur’an adalah zikir yang paling baik. Oleh karena itu, sangat dianjurkan kepada setiap mukminin dan mukminat untuk selalu membaca (zikir) al -Qur’an setiap hari agar hati selalu ingat kepada Allah dan Allah selalu memberi petunjuk, sehingga hati menjadi tenang dan jernih.

Ketiga, Membaca Buku bagi orang yang suka membaca buku akan mendapatkan kenikmatan tersendiri ketika membaca karena buku itu bisa mengajarkan kepada kita hal-hal yang bijak.

Membaca buku itu menurut Dr. Aidh Al-Qarni dalam bukunya adalah hiburan bagi orang yang menyendiri, munajat bagi jiwa, dialog bagi orang yang suka mengobrol, kenikmatan bagi orang yang merenung dan pelita bagi yang berjalan ditengah malam.

(18)

18 2.5 Beragama Sebagai Sunnatullah dan Kebutuhan Hidup

a. Alam dan Sunnatullah dalam Implimentasi Pendidikan Sepanjang Hayat (Life Long Education)

Belajar bisa dimana saja, kapan saja, dari sumber dan media belajar apa saja. Belajar tidak hanya ditempuh melalui pendidikan formal maupun non formal, tetapi alam pun sudah menyediakan sumber yang bisa menjadi inspirasi dalam belajar kehidupan. Alam memberikan Banyak pelajaran bagi kita. Pernyataa ini sesuai dengan firman Allah swt dalam Surat Yunus:

َن ْوُن ِم ْؤُي الَّ ٍم ْوَق ْنَع ُرُذُّنل ا َو ُتٰي ٰ ْلَّا ىِنْغُت اَم َو ۗ ِض ْر َ ْلَّ ا َو ِت ٰو ٰماسلا ىِف اَذ اَم ا ْوُرُظْنا ِلُق

“Katakanlah, “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di Bumi!” Tidaklah bermanfaat tanda- tanda (kebesaran Allah) dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman.”(QS. Yunus 10: Ayat 101)

Ayat di atas menyatakan bahwa bimbingan kepada manusia agar selalu memperhatikan dsn menelaah alam sekitarnya, kerana dari lingkungan ini manusia juga bisa belajar dan memperoleh ilmu pengetahuan. Berikut ini terdapat filosofi alam (air) dan hewan (lebah) yang dapat dijadikan media dan sumber ilmu pengetauan di antaranya:

1. Air

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

ْوَا ٍةَيْل ِح َءٓاَغِتْبا ِر اانلا ىِف ِهْيَلَع َن ْوُدِق ْوُي اام ِم َو ۗ اًيِب ا ار اًدَب َز ُلْياسلا َلَمَتْح اَف اَه ِرَدَقِ ب ٌةَيِد ْوَا ْتَل اَسَف ًءٓاَم ِءٓاَماسلا َن ِم َل َزْنَا َ ْلَّا ىِف ُثُك ْمَيَف َس اانلا ُعَفْنَي اَم اام َا َو ۚ ًءٓاَفُج ُبَهْذَيَف ُدَب ازلا اام َاَف ۗ َل ِط اَبْل ا َو اقـَحْلا ُ هاللّٰ ُب ِرْضَي َكِلٰذَك ۗ ٗهُلْث ِ م ٌدَب َز ٍع اَتَم

َل ا َث ْم َ ْلَّا ُ هاللّٰ ُب ِرْضَي َكِلٰذَك ۗ ِض ْر

“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah ia (air) di lembah -lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti (buih arus) itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan tentang yang benar dan yang batil. Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada gunanya; tetapi yang bermanfaat bagi manusia, akan tetap ada di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan.”(QS. Ar-Ra’d 13: Ayat 17)

Dalam ayat ini menyatakan bahwa, Allah swt memperumpamaan ilmu dengan air yang turun dari langit. Karena dengan ilmu, hati akan hidup, sebagaimana badan akan hidup dengan air.

Dan Allah swt memperumpamaan hati dengan lembah. Karena hati merupakan tempat ilmu, sebagaimana lembah merupakan tempat air.

Air adalah salah satu nikmat yang paling luar biasa sebagai pemberian Allah swt. Menurut riwayat dan fakta biologi menyatakan bahwa manusia sebahagian berasal dari air, Tubuhnya dialiri oleh zat cair dan mampu mengeluarkan kotoran tubuh berupa air. Hal ini relevan sekali dengan firman Allah swt dalam surat al-Anbiya’: 30

َن ْوُن ِم ْؤُي َلََفَا ۗ ٍ يَح ٍء ْيَش الُك ِءٓاَمْلا َنِم اَنْلَعَج َو ۗ اَمُه ٰنْقَتَفَف اًقْتَر اَتـَن اَك َض ْر َ ْلَّ ا َو ِت ٰو ٰماسلا انَا ا ْْۤوُرَفَك َنْيِذالا َرَي ْمَل َوَا

(19)

19

“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?”(QS. Al-Anbiya 21: Ayat 30) Air juga merupakan sumber kehidupan bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat Ibrahim: 32

َي ِرْجَتِل َكْلُفـْلا ُمُكـَل َراخَس َو ۚ ْمُكـال اًق ْز ِر ِت ٰرَماثلا َنِم ٖهِب َجَرْخ َاَف ًءٓاَم ِءٓاَماسلا َنِم َلَزْن َا َو َض ْر َ ْلَّ ا َو ِت ٰو ٰماسلا َقَلَخ ْيِذالا ُ ه َاللّٰ

َر ٰهْن َ ْلَّا ُمُكـَل َراخَس َو ۚ ٖه ِرْم َاِب ِرْحَبْلا ىِف

“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air (hujan) dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan kapal bagimu agar berlayar di lautan dengan kehendak - Nya, dan Dia telah menundukkan sungai-sungai bagimu.”(QS. Ibrahim 14: Ayat 32)

Ketiga ayat di atas menafsirkan akan sifat-sifat air yakni:

Pertama; air adalah sumber penyejuk, kehidupan, kejernihan dan kesejahteraan. Hal ini dibuktikan jikalau makhluk hidup tanpa makan tetapi masih berdampingan dengan air, tentunya makhluk hidup tersebut masih bisa bertahan hidup, akan tetapi ketercukupan bahan makanan dengan tanpa air maka makhluk hidup akan mengalami titik kepunahan.

Kedua; air sesuai dengan sifat alaminya selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Kesesuaian ini dapat dimaksudnya bahwa manusia tidak perlu malu-malu dalam menuntut ilmu pengetahuan walaupun harus belajar kepada orang yang lebih rendah. Dan juga bagi manusia bila dia sedang berada di atas maka ia akan menjadi pelayan (memberi manfa at) bagi orang yang membutuhkan dibawahnya.

Ketiga; air sesuai dengan sifat kimiawinya yaitu berbentuk sesuai dengan wadahnya. Jika wadahnya berbentuk bulat, maka air berbentuk bulat, jika gelas berisi air maka bentuk air juga seperti bentuk gelas tersebut. Bahkan apabila air di kolam yang berbentuk segi empat yang berukuran besarpun air selalu mengikuti bentuk wadahnya. Kesesuaian ini dapat diistilahkan bahwa manusia hendaknya mampu bersifat fleksibel (lentur dan tidak kaku).

Keempat; meninggalkan basah, air yang melewati suatu benda biasanya air akan Meninggalkan basah baik untuk benda tegak (vertikal) maupuan mendatar (horizontal). Benda yang telah dilewati air akan kering setelah beberapa saat, mulai dari hitungan detik hingga jam. Demikian halnya juga pada manusia, pengaruhnya dituntut untuk tetap selalu ada meski ia telah tiada, baik karena sudah berpindah tempat ataupun wafat. Contohnya, Rasulullah saw yang banyak mengajarkan ilmu yang bermanfaat bagi seluruh umat di dunia, beliau masih meninggalkan ”basah” yang asli hingga berabad-abad lamanya.

Kelima; Air yang mengalir dapat menyuburkan tanah, menumbuhkan tanaman dan menghasilkan buah. Hal ini mengajarkan pada kita agar kita senantiasa berusaha memberikan manfaat, melayani masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan mereka, Khairu an naas anfa’uhum li an naas.

(20)

20 Keenam; bersih dan jernih adalah sifat air yang masih alami, aliran-aliran kecil bergabung menjadi anak sungai dan akhirnya menjadi sungai besar. Maknanya; melambangkan kejernihan hati, kejujuran dan adil dan jika kita ingin berhasil maka kita harus saling membantu dan bekerjasama untuk mencapai tujuan.

2. Lebah

Berdasarkan surat An-Nahl: 68-69, Allah swt berfirman:

َن ْوُش ِرْعَي اام ِم َو ِرَجاشلا َن ِم او اًت ْوُيُب ِل اَب ِجْلا َن ِم ْيِذ ِخاتا ِنَا ِلْحانلا ىَلِا َكُّبَر ى ٰح ْو َا َو

“Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, “Buatlah sarang di gunung-gunung, di pohon- pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia,”(QS. An-Nahl 16: Ayat 68)

ْيِف انِا ۗ ِس اانلِ ل ٌءٓاَفِش ِهْيِف ٗهُن ا َوْلَا ٌفِلَتْخُّم ٌب ا َرَش اَهِن ْوُطُب ْن ِم ُجُرْخَي ۗ ًلَُلُذ ِكِ ب َر َلُبُس ْيِكُلْس اَف ِت ٰرَماثلا ِ لُك ْن ِم ْيِلُك امُث َن ْو ُراكَفَتاي ٍم ْوَقِ ل ًةَي ٰ َلَّ َكِلٰذ

“kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan, lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam - macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir.”(QS. An-Nahl 16: Ayat 69)

Rasulullah saw bersabda yang artinya: ”Perumpamaan orang yang beriman itu bagaikan lebah.

Ia makan makanan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan tidak merusak atau mematahkannya (yang dihinggapinya)”. (HR. Al-Hakim dan Al-Bazza)

Pertama; lebah sangat menjaga sarangnya karena didalamnya ada ratu yang sangat diaganya.

Lebah akan terbang menyendiri menyusuri hutan-hutan untuk mencari saripati bunga untuk dibawanya kembali ke sarang.

Kedua; makanan lebah adalah saripati. Lebah dalam mencari makan tidak merusak di mana dia mengambil saripati bunga yang dihisapnya, dia dengan hati-hati hinggap di sekuntum bunga lalu dia menghisap madu bunga dengan sangat lembut dan sabar

Ketiga; ketika lebah mencari makan dan hinggap di sekuntum bunga, dia tidak hanya mengambil yang dia perlukan tetapi kehadirannya membawa manfaat untuk bunga yang dihinggapinya yaitu lebah membantu proses penyerbukan. Lebah juga mengeluarkan kotoran/cairan dari tubuhnya yang disebut dengan madu yang sangat bermanfaat/obat bagi tubuh manusia

Keempat; lebah memiliki senjata ynng cukup ditakuti, yaitu sengatannya sangat menyakitkan.

Walaupun lebah berkumpul dan bertumpuk disarangnya senjata itu tidak ada yang meluk ai teman-temannya atau kelompoknya. Lebah tidak suka mengganggu makhluk lain, akan tetapi jika salah satu dari temannya diganggu atau sarangnya diganggu maka dengan sertamerta semua akan menyerang sipengganggu dengan berkorban nyawa sekalipun bahkan lebah tidak takut sebesar apapun si pengganggu tersebut.

(21)

21 Kehidupan ini akan menjadi indah, menyenangkan dan sejahtera bila manusia mempunyai karakteristik seperti air dan lebah. Masih banyak lagi karakteristik makhuk -makhluk lain seperti ayam,bebek, semut, burung, kera, padi, pohon kelapa, bambu dan lain sebagainya yang jika kita teliti dan kita kaji dapat memberikan banyak pembelajaran bagi kehidupan manusia, di mana ia selalu berperan dan berfungsi membuat orang lain dan lingkungan menjadi bahagia dan sejahtera.

(22)

22

BAB III

“PENUTUP”

3.1 Kesimpulan

Di antaranya (1) kebebasan melaksanakan ibadah, baik secara terang-terangan atau tersembunyi, individual maupun berkelompok, (2) kebebasan memilih mode yang selaras dengan kecenderungan agamanya, atau kebebasan melakukan praktek keagamaan, (3) kebebasan memakai istilah, tanda dan syi`ar yang berbeda, (4) kebebasan membangun kebutuhan rumah ibadah, (5) Kebebasan melaksanakan acara ritual keagamaan, (6) menghargai tempat yang mereka anggap suci, (7) kebebasan bagi seseorang untuk merubah dan berpindah keyakinan, dan (8) kebebasan berdakwah untuk memeluk agamanya.31 Dalam Alquran secara gamblang diungkapkan tentang kebebasan tersebut.

Menurut Armai bila interpretasi lebih luas konsep fitrah dimaksud bisa berarti bermacam- macam, sebagaimana yang telah diterjemahkan dan didefinisikan oleh banyak pakar diatas diantara arti-artinya yang dimaksud adalah: (1) Fitrah berarti “thubr” (suci), (2) fitrah berarti “islam”, (3) fitrah berarti “Tauhid” (mengakui keesaan allah), (4) fitrah berarti

“ikhlas” (murni), (5) fitrah berarti kecenderungan manusia untuk menerima dan berbuat kebenaran, (6) fitrah berarti “al-gharizah” (insting), (7) fitrah berarti potensi dasar untuk mengabdi kepada Allah, (8) fitrah berarti potensi dasar untuk mengabdi kepada Allah, (8) fitrah berarti ketetapan atas manusia, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan.

Hedonisme dan pragtisme adalah dua dari sekian banya gaya hidup manusia di zaman modern yang dimana gaya hidup mengikis spiritual dan lebih dekat kepada kenikmatan duniawi sehingga banyak penyakit yang lahir dalam jiwa dan sifat tidak baik.

Masih banyak lagi karakteristik makhuk-makhluk lain seperti ayam,bebek, semut, burung, kera, padi, pohon kelapa, bambu dan lain sebagainya yang jika kita teliti dan kita kaji dapat memberikan banyak pembelajaran bagi kehidupan manusia, di mana ia selalu berperan dan berfungsi membuat orang lain dan lingkungan menjadi bahagia dan sejahtera.

3.2 Saran

(23)

23 Mungkin dari kesimpulan di atas dipetik salah satu yang paling penting adalah wajibnya kita beragama dan mempercayai adanya Allah SWT. Dengan berkembangnya zaman modern kita harus tetap beriman kepada Allah SWT dan menjauhi segala larangan- larangannya. Di era zaman sekarang manusia modern lebih banyak di temukan, untuk itu penjelasan pada materi ini di peruntukkan masyarakat untuk memahami serta mendalami terkait materi ini.

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih focus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebi banyak yang tertunga dapat di pertanggun jawaban.

Untuk saran bisa berisi kritik atau saran penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan laianya akan saya sajikan tentang daftar pustaka makalah.

(24)

24 Daftar Pustaka

H Harun. 2020. “PROBLEMATIKA KEBEBASAN BERAGAMA (MENGURAI KUSUT

TOLERANSI ANTARUMAT BERAGAMA DI INDONESIA)”,

https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/madania/article/download/2842/pdf diakses pada 6 oktober 2021 pukul 13.43

GC Kusuma. “KONSEP FITRAH MANUSIA PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM”, https://media.neliti.com/media/publications/69573-ID-konsep-fitrah-manusia-perspektif-

pendidi.pdf diakses pada 6 oktober 2021 pukul 16.17

Rd. Datoek A. Pachoer. 2016. “SEKULARISASI DAN SEKULARISME AGAMA”, https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Religious/article/download/1372/pdf_4 diakses pada 7 oktober 2021

Wikipedia.org.2020. “Ateisme” https://id.wikipedia.org/wiki/Ateisme diakses pada 8 oktober 2021 pukul 21.05

S Sutikno. 2017. “PENDIDIKAN ISLAM DALAM KRISIS MANUSIA MODERN (Perspektif Filsafat Perennial)” http://ejournal.iai-tabah.ac.id/index.php/madinah/article/view/188 diakses pada 8 oktober 2021 pukul 23.30

N Nidawati. 2017. “ALAM DAN SUNNATULLAH DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT (LIFE LONG EDUCATION)” https://jurnal.ar- raniry.ac.id/index.php/Pionir/article/view/163 diakses pada 9 oktober 2021 pukul 6.36

Referensi

Dokumen terkait

maka penyedia berkewajiban untuk menyediakan pengganti dan menjamin personil tersebut meninggalkan lokasi kerja dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak diminta oleh PPK. 66.6 Jika

Faktor risiko dan pendekatan intervensi untuk pananggulangan penyakit tidak menular b) Penyakit menular dan prinsip penanggulangannya [TT+BM:1+1)x(2x60’)] ka.ac.id penyakit,

• Mampu mengaplikasikan konsep dan prinsip dasar dalam ilmu kesehatan lingkungan dan kesehatan dan keselamatan kerja dan mampu memanfaatkan untuk melakukan analisis

M1 Mahasiswa memahami dan menguasai Sifat aljabar bilangan real, aksioma medan real (lapangan bilangan real), bilangan rasional dan bilangan irrasional, sifat urutan bilangan

Mata kuliah kimia ini mengajarkan pada mahasiswa gizi tentang kimia dasar anorganik dan organik meliputi pemahaman tentang atom, molekul, dan ion; stoikiometri; reaksi dalam

 Mampu mengaplikasikan konsep dan prinsip dasar dalam ilmu kesehatan lingkungan dan kesehatan dan keselamatan kerja dan mampu memanfaatkan untuk melakukan analisis

Sub-CPMK4 Menganalisis faktor risiko penyakit tidak menular (Hipertensi, Stroke, Diabetes Mellitus, PJK, Kanker, Gagal Ginjal dan Injury) Sub-CPMK5 Memahami prinsip dasar