4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian 4.1.1. Gambaran Umum Trans TV
Trans TV atau Televisi Transformasi Indonesia adalah sebuah stasiun televisi swasta Indonesia, yang dimiliki oleh konglomerat Chairul Tanjung.
Dengan motto "Milik Kita Bersama", konsep tayang stasiun ini tidak banyak berbeda dengan stasiun swasta lainnya. Trans TV adalah anak perusahaan PT Trans Corpora. Kantor pusat stasiun ini berada di Studio TransTV, Jalan Kapten Pierre Tendean, Jakarta Selatan. Direktur Utama Trans TV saat ini adalah Wishnutama. Trans TV memperoleh ijin siaran didirikan pada tanggal 1 Agustus 1998. Trans TV mulai resmi disiarkan pada 10 November 2001 meski baru terhitung siaran percobaan, Trans TV sudah membangun stasiun relai TV-nya di Jakarta dan Bandung. Siaran percobaan dimulai dari seorang presenter yang menyapa pemirsa pukul 19.00 WIB malam. Trans TV kemudian pertama mengudara mulai diluncurkan diresmikan Presiden Megawati Soekarnoputri sejak tanggal 15 Desember 2001 sejak sekitar pukul 19.00 WIB malam, TRANS TV memulai siaran secara resmi. (Sejarah Trans Tv, 2011).
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Trans_TV
Gambar 4.1. Logo Trans TV Gambar 4.2. Gedung Trans TV
4.1.2 Gambaran Umum Program Reality Show “Jika Aku Menjadi”
Salah satu program reality show yang tayang di televisi adalah program reality show “Jika Aku Menjadi” yaitu program yang menyuguhkan informasi langsung seputar kehidupan kalangan kelas bawah sehingga dapat memperkenalkan penonton pada kehidupan orang kecil seperti apa adanya.
Program “Jika Aku Menjadi” ditayangkan di Trans TV mulai hari Minggu, 25 November 2007, pukul 18.00 WIB. Program reality show berdurasi 60 menit, ditayangkan di jam prime time, bersaing dengan berbagai sinetron yang sangat populer di stasiun-stasiun televisi lain. Keputusan bagian Programming, memasang Program “Jika Aku Menjadi” di slot pukul 18.00, dengan demikian adalah keputusan yang berani. Program “Jika Aku Menjadi” ini diharapkan akan betul-betul memenuhi harapan KPI bagi munculnya program TV yang berkualitas, memiliki unsur edukasi dan bukan semata-mata mengejar rating. Program “Jika Aku Menjadi” ini diharapkan akan ikut berperan dalam meningkatkan solidaritas sosial terhadap rakyat kecil (Arismunandar, 2007).
Pada setiap episodenya, program tayangan “Jika Aku Menjadi”
menayangkan tema yang berbeda dengan tokoh-tokoh yang berbeda yaitu narasumber dan juga talent nya. Tokoh narasumber adalah rakyat yang memiliki profesi seperti: petani, nelayan, pemulung, seniman kecil, tukang pijat, penjual air, penjual rujak, dan sebagainya. Yang dipilih menjadi tokoh narasumber adalah orang yang tetap jujur, sabar, tekun, gigih berjuang, meski hidupnya miskin dan penuh kesusahan. Para talent “Jika Aku Menjadi” dipilih dari proses casting dan setiap pekannya selalu berganti-ganti. Talent di dalam “Jika Aku Menjadi”
biasanya seorang gadis dari kota, usia 23-28 tahun, yang menarik, gaul, dan relatif tidak pernah mengalami hidup susah. Talent inilah yang berinteraksi dengan narasumber dan keluarganya, dan melalui talent inilah penonton diperkenalkan pada kehidupan narasumber. Mulai dari aspek yang lucu, unik, mengharukan, sampai yang memberi pelajaran tentang kehidupan (Arismunandar, 2007). Hal inilah yang memberikan daya tarik tersendiri bagi acara “Jika Aku Menjadi” untuk dapat dinikmati oleh para pemirsa televisi.
Program “Jika Aku Menjadi” juga memiliki kelebihan dalam menyajikan informasi yang didasarkan fakta dan bukan rekayasa mengenai kehidupan
masyarakat tidak mampu. Selain itu, informasi yang disampaikan dalam program
“Jika Aku Menjadi” dapat menjadi pembelajaran bagi pemirsa mengenai pentingnya menghargai apa yang sudah dimiliki karena masih ada masyarakat yang tidak mampu yang hidup serba kekurangan.
Gambar 4.3. Potongan Adegan dalam Acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV Sumber: http://findallvideo.com/tag/rizal4121
4.1.2. Gambaran Umum Kota Surabaya
Bab ini menjelaskan gambaran umum lokasi penelitian yang dilakukan peneliti, yakni di kota Surabaya. Kota ini terletak antara 07-21 Lintang Selatan dan 112-36 s/d 112 – 54 Bujur Timur. Wilayahnya merupakan daratan rendah dengan ketinggin 3-6 meter di atas permukaan air laut, kecuali di sebelah selatan ketinggian 25-50 meter di atas permukaan air laut. Batas wilayah dari Kota Surabaya adalah :
Sebelah utara : selat Madura Sebelah timur : selat Madura Sebelah selatan : kabupaten Sidoarjo Sebelah barat : kabupaten Gresik
Luas wilayah seluruhnya kurang lebih 326,36 km2 yang terbagi atas 5 wilayah dengan jumlah 31 kecamatan antara lain :
1. Surabaya Pusat
a. Kecamatan Simokerto b. Kecamatan Bubutan c. Kecamatan Genteng d. Kecamatan Tegalsari 2. Surabaya Utara
a. Kecamatan Bulak b. Kecamatan Kenjeran c. Kecamatan Krembangan d. Kecamatan Semampir e. Kecamatan Pabean Cantikan 3. Surabaya Selatan
a. Kecamatan Jambangan b. Kecamatan Gayungan c. Kecamatan Wonocolo d. Kecamatan Wiyung e. Kecamatan Karangpilang f. Kecamatan Wonokromo g. Kecamatan Sawahan h. Kecamatan Dukuh Pakis 4. Surabaya Timur
a. Kecamatan Gunung Anyar b. Kecamatan Rungkut c. Kecamatan Mulyorejo d. Kecamatan Gubeng e. Kecamatan Sukolilo
f. Kecamatan Tambaksari g. Kecamatan Tenggilis Mejoyo 5. Surabaya Barat
a. Kecamatan Sambikereb b. Kecamatan Lakarsantri c. Kecamatan Pakal d. Kecamatan Benowo e. Kecamatan Asemrowo f. Kecamatan Sukomanunggal g. Kecamatan Tandes
4.2. Deskripsi Data
4.2.1. Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas 1. Hasil Pengujian Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur itu (kuesioner) mengukur apa yang diinginkan. Valid atau tidaknya alat ukur tersebut dilihat dari nilai rhasil pada kolom corrected item total correlation apabila rhitung positif dan lebih besar dari rtabel, maka alat ukur dapat dikatakan valid. Begitu juga sebaliknya apabila rhitung bernilai tidak positif dan lebih kecil dari rtable, maka alat ukur dikatakan tidak valid. Dalam hal ini rtable bernilai 0,129.
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas Variabel Terpaan (X) Item Pertanyaan Corrected item-total
correlation rtabel Keterangan
1 0,258 0,129 Valid
2 0,173 0,129 Valid
3 0,256 0,129 Valid
Sumber : Lampiran 2.1
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai yang diperoleh untuk 3 item pertanyaan untuk variabel terpaan memiliki nilai lebih besar dari nilai rtabel
0,129 sehingga dapat disimpulkan bahwa keseluruhan item pertanyaan dalam penelitian ini valid.
Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas Variabel Sikap Masyarakat (Y) Item Pertanyaan Corrected item-total
correlation rtabel Keterangan
Y11 0,181 0,129 Valid
Y12 0,173 0,129 Valid
Y13 0,214 0,129 Valid
Y14 0,251 0,129 Valid
Y15 0,174 0,129 Valid
Y16 0,250 0,129 Valid
Y17 0,257 0,129 Valid
Y18 0,381 0,129 Valid
Y19 0,270 0,129 Valid
Y20 0,144 0,129 Valid
Y21 0,002 0,129 Tidak Valid
Y22 0,143 0,129 Valid
Y23 0,171 0,129 Valid
Y24 0,229 0,129 Valid
Y25 0,153 0,129 Valid
Y26 0,150 0,129 Valid
Y27 0,258 0,129 Valid
Y28 0,161 0,129 Valid
Y29 0,205 0,129 Valid
Y30 0,260 0,129 Valid
Y31 -0,001 0,129 Tidak Valid
Y32 0,276 0,129 Valid
Y33 0,153 0,129 Valid
Y34 0,158 0,129 Valid
Y35 0,351 0,129 Valid
Y36 0,173 0,129 Valid
Y37 0,213 0,129 Valid
Y38 0,250 0,129 Valid
Y39 0,171 0,129 Valid
Y40 0,143 0,129 Valid
Sumber : Lampiran 2.2
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari hasil pengujian validitas untuk 30 item pertanyaan dalam variabel sikap (Y), tidak seluruhnya valid yaitu memiliki nilai r hitung atau corrected item total correlation lebih besar dari nilai r tabel (0,129). Ditemukan ada dua item pertanyaan yang tidak valid yaitu item pertanyaan Y21 (0,002) dan item pertanyaan Y31 (-0,001). Oleh karena itu dua item pertanyaan tersebut yaitu Y21 dan Y31 harus dikeluarkan dari pengujian dan selanjutnya mengadakan pengujian validitas kembali dengan hanya
menyertakan 28 item yang tersisa. Berikut ini adalah hasil pengujian validitas variabel sikap (Y) setelah mengeleminasi item pertanyaan Y21 dan Y31
Tabel 4.3. Hasil Uji Validitas Variabel Sikap Masyarakat (Y) setelah eleminasi Item Pertanyaan Corrected item-total
correlation rtabel Keterangan
Y11 0,218 0,129 Valid
Y12 0,225 0,129 Valid
Y13 0,218 0,129 Valid
Y14 0,239 0,129 Valid
Y15 0,193 0,129 Valid
Y16 0,269 0,129 Valid
Y17 0,267 0,129 Valid
Y18 0,419 0,129 Valid
Y19 0,241 0,129 Valid
Y20 0,156 0,129 Valid
Y22 0,147 0,129 Valid
Y23 0,168 0,129 Valid
Y24 0,236 0,129 Valid
Y25 0,183 0,129 Valid
Y26 0,157 0,129 Valid
Y27 0,269 0,129 Valid
Y28 0,150 0,129 Valid
Y29 0,193 0,129 Valid
Y30 0,254 0,129 Valid
Y32 0,219 0,129 Valid
Y33 0,155 0,129 Valid
Y34 0,166 0,129 Valid
Y35 0,367 0,129 Valid
Y36 0,184 0,129 Valid
Y37 0,183 0,129 Valid
Y38 0,241 0,129 Valid
Y39 0,130 0,129 Valid
Y40 0,177 0,129 Valid
Sumber : Lampiran 2.3.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari hasil pengujian validitas untuk 28 item pertanyaan dalam variabel sikap (Y), seluruhnya telah valid karena memiliki nilai r hitung atau corrected item total correlation lebih besar dari nilai r tabel (0,129). Oleh karena itu seluruh data dalam penelitian ini dapat digunakan untuk pengujian berikutnya.
2. Hasil Pengujian Reliabilitas
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui keandalan atau konsistensi instrumen (kuisioner) yang digunakan. Pengujian reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara melihat hasil pada kolom alpha. Sehingga jika ralpha lebih besar daripada nilai rtabel, maka dapat dikatakan bahwa alat ukur tersebut reliabel.
Dan sebaliknya apabila nilai ralpha lebih kecil dari rtabel maka data dikatakan tidak reliabel. Dibawah ini adalah hasil pengujian hasil reliabilitas dari variabel terpaan (X) dan sikap masyarakat (Y).
Tabel 4.4. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner
Item pertanyaan Cronbach
Alpha Ket
Terpaan (X) 0,656 Reliabel
Sikap Masyarakat (Y) 0,675 Reliabel
Sumber : Lampiran 2.1- 2.3
Pengukuran nilai alpha suatu kuesioner dapat dikatakan reliabel apabila ralpha
bernilai bositif atau ralpha lebih besar dari rtabel yang bernilai 0,129. begitu juga sebaliknya apabila nilai ralpha tidak positif dan lebih kecil dari nilai rtabel yang bernilai 0,129 maka data kuesioner dikatakan tidak reliabel (Santoso, 2002, p.
280). Berdasarkan pernyataan dan hasil data diatas maka dapat dikatakan bahwa kuesioner dalam penelitian ini reliabel.
3. Deskripsi Karakteristik Responden
Karakteristik responden adalah data-data yang didapatkan dari responden baik itu bisa berupa jenis kelamin, usia dan pendidikan terakhir. Untuk lebih jelas lagi bisa dilihat dari tabel di bawah :
a. Karakteristik Responden Berdasar Jenis Kelamin
Tabel 4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah %
1 Pria 46 46
2 Wanita 54 54
Jumlah 100 100
Sumber : Kuesioner (diolah peneliti)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa prosentase pemirsa laki-laki dan perempuan yang menonton acara Jika Aku Menjadi dalam penelitian ini hampir seimbang, dimana jumlah pemirsa perempuan sebanyak 54 orang atau 54% dan 46 orang atau 46% adalah pemirsa pria. Hasil penelitian ini sesuai dengan penjelasan Satrio Arismunandar yang merupakan produser program ”Jika Aku Menjadi” bahwa segmentasi acara ini adalah pemirsa laki-laki dan perempuan (Arismunandar, 2007).
Banyaknya responden yang berjenis kelamin perempuan disebabkan karena perempuan merupakan kelompok masyarakat Indonesia yang paling banyak tinggal di rumah. Oleh sebab itulah mereka lebih sering berinteraksi dengan televisi dibandingkan kaum laki-laki (Subandy & Suranto, 1998, p. 237).
Selain itu berdasarkan data BPS tahun 2010, jumlah penduduk Surabaya paling banyak adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 2.929.528 orang sedangkan penduduk berjenis kelamin laki-laki jumlahnya sebesar 1.459.612 orang.
b. Karakteristik Responden Berdasar Usia
Tabel 4.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No Usia Jumlah %
1 15 – 19 tahun 9 9
2 20 – 24 tahun 17 17
3 25 – 29 tahun 34 34
4 30 - 34 tahun 25 25
5 35 – 39 tahun 6 6
6 40 – 44 tahun 2 2
7 45 - 49 tahun 4 4
8 50 – 54 tahun 2 2
9 > 55 tahun 1 1
Jumlah 100 100
Sumber : Kuesioner (diolah peneliti)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang responden yang diteliti dalam penelitian ini, sebagian besar adalah pemirsa yang berusia antara 25- 29 tahun yaitu sebanyak 34 orang atau 34%, selanjutnya sebanyak 25 orang atau 25% adalah responden yang berusia antara 30-34 tahun, 17 orang atau 17% adalah responden yang berusia antara 20-24 tahun dan sisanya adalah responden di rentang usia seperti yang tertera dalam tabel di atas.
Banyaknya responden yang berusia antara 25-29 tahun menunjukkan bahwa acara ini banyak diminati oleh pemirsa yang masuk dalam kategori usia dewasa awal. Dewasa awal dimulai pada usia 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Masa dewasa awal merupakan masa pencapaian intimasi menjadi tugas utama.
Individu dewasa awal menjalin interaksi sosial yang lebih luas, individu mampu melibatkan diri dalam hubungan bersama yang memungkinkan individu saling berbagi hidup dengan seorang mitra yang intim (Hall dan Lindzey, 1993, p.153).
Dengan demikian pada usia tersebut, seseorang atau dalam hal ini dalam pemirsa acara Jika Aku Menjadi membutuhkan informasi yang mendukung kebutuhan interaksi mereka dengan lingkungannya. Berbagai informasi yang disajikan dalam acara tersebut diharapkan mampu menumbuhkan kemauan untuk berinteraksi dengan masyarakat ataupun lingkungan di sekitar yang membutuhkan.
c. Karakteristik Responden Berdasar Pendidikan Terakhir
Tabel 4.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir No Pendidikan Terakhir Jumlah %
1 SMP 11 11
2 SMA 36 36
3 S1 48 48
4 S2 5 5
Jumlah 100 100
Sumber : Kuesioner (diolah peneliti)
Melalui tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah responden yang memiliki pendidikan terakhir S1 yaitu sebanyak 48 orang atau 48%. Sebanyak 36 orang atau 36% responden memiliki pendidikan terakhir SMA dan sebanyak 11 orang atau 11% responden memiliki pendidikan terakhir SMP. Sisanya sebanyak 5 orang (5%) adalah responden yang memiliki pendidikan terakhir S2.
Banyaknya responden yang memiliki pendidikan terakhir S1 menunjukkan bahwa umumnya pemirsa acara “Jika Aku Menjadi” adalah pemirsa yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih dari wajib belajar sembilan tahun, sehingga mereka mampu menyerap informasi atau pesan yang disampaikan dalam acara tersebut sebagaimana disebutkan oleh Morrisan (2005, p. 47) bahwa
“intelektualitas akan menentukan pilihan barang-barang, jenis hiburan dan program televisi yang diikutinya”. Selain itu dalam setiap program acara yang
ditayangkan televisi, khalayak khususnya individu memiliki pemahaman dan persepsi mengenai tayangan yang mereka saksikan. Tidak semua orang yang menonton televisi memiliki kecerdasan yang cukup untuk bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk dari sebuah isi acara televisi.
(http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=8565&post=9)
d. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel Terpaan Media
Tabel 4.8. Frekuensi Menonton Acara ”Jika Aku Menjadi” di Trans TV
No Frekuensi Menonton Jumlah %
1 Jarang (1 kali/minggu) 0 0
2 Tidak sering (2 kali/minggu) 0 0
3 Cukup sering (3-4 kali/minggu) 22 22
4 Sering (5-6 kali/minggu) 44 44
5 Sangat sering (7 kali/minggu) 34 34
Jumlah 100 100
Sumber : Lampiran 3
Frekuensi adalah berapa kali dalam seminggu seseorang menonton acara
“Jika Aku Menjadi” di Trans TV. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang responden yang diteliti, sebagian besar yaitu sebanyak 44 orang atau 44% menyatakan sangat sering menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV yaitu dengan frekuensi 5-6 kali seminggu. Kemudian sebanyak 34 orang atau 34% menyatakan bahwa mereka sangat sering menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV yaitu dengan frekuensi 7 kali seminggu sedangkan sisanya sebanyak 22 orang atau 22% menyatakan cukup sering atau menonton 3-4 kali dalam seminggu. Dalam penelitian ini diketahui, tidak ada satupun responden yang menonton acara “Jika Aku Menjadi” kurang dari 2 kali seminggu sehingga dapat diasumsikan bahwa para responden dalam penelitian ini termasuk penonton yang setia terhadap penayangan acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV.
Banyaknya frekuensi responden yang menonton acara “Jika Aku Menjadi”
di Trans TV lebih dari 3-4 kali dalam seminggu disebabkan karena acara tersebut rutin ditayangkan di televisi (setiap hari) dan ditayangkan di jam prime time (pukul 18.00 – 19.00) sehingga masyarakat bisa menikmati acara tersebut dengan santai untuk melepas kelelahan setelah beraktivitas seharian. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Morrisan bahwa pemilihan waktu siar yang tepat bagi suatu
program akan sangat membantu keberhasilan program yang bersangkutan (Morrisan, 2005, p.100).
Tabel 4.9. Durasi Menonton Acara ”Jika Aku Menjadi” di Trans TV
No Durasi menonton Jumlah %
1 Sebentar (5-15 menit) 0 0
2 Tidak lama (16-26 menit) 0 0
3 Cukup lama (27-37 menit) 19 19
4 Lama (38-48 menit) 48 48
5 Sangat lama (49-60 menit) 33 33
Jumlah 100 100
Sumber : Lampiran 3
Durasi adalah berapa lama seseorang menonton acara “Jika Aku Menjadi”
di Trans TV setiap episodenya. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu sebanyak 48 orang atau 48% responden menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV dengan durasi 38-48 menit atau dapat dikategorikan lama. Kemudian sebanyak 33 orang atau 33% responden menonton dengan durasi 49-60 menit atau dapat dikategorikan sangat lama dan sisanya sebanyak 19 orang atau 19% responden menonton dengan durasi 27-37 menit atau dapat dikategorikan cukup lama dan tidak ada satupun responden yang menonton kurang dari 26 menit.
Banyaknya responden yang menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV dengan durasi antara 27 hingga 60 menit atau dapat diartikan menonton dari awal hingga akhir. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden selalu mengikuti isi dari setiap episode acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV sehingga responden dapat mengetahui isi atau jalan cerita dari setiap episode acara tersebut dari awal hingga akhir. Menurut Rakhmat (2002, p.79) penggunaan media merupakan aktivitas dari individu sebagai upaya pemenuhan kebutuhan media massanya dengan mengkonsumsi isi media, dimana dalam hal aktivitas penggunaan media terdapat dua unsur penting yang dapat menentukan dampak media berupa gratifikasi media yaitu tingkat perhatian pada isi media serta frekuensi dan durasi penggunaan media.
Tabel 4.10. Atensi Menonton Acara ”Jika Aku Menjadi” di Trans TV
No Atensi menonton Jumlah %
1 Sangat tidak memperhatikan 0 0
2 Tidak Memperhatikan 1 1
3 Cukup memperhatikan 17 17
4 Memperhatikan 58 58
5 Sangat memperhatikan 24 24
Jumlah 100 100
Sumber : Lampiran 3
Atensi adalah perhatian seseorang ketika menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 58 orang atau 58% menyatakan memperhatikan pada saat menonton acara tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden sangat memperhatikan pesan dan alur cerita dalam setiap episode tersebut.
Selanjutnya sebanyak 24 orang atau 24% responden menyatakan sangat memperhatikan dan sisanya sebanyak 17 orang atau 17% responden menyatakan cukup memperhatikan pada saat menonton acara tersebut. Dalam penelitian ini diketahui ada satu orang responden (1%) yang menyatakan tidak memperhatikan dan tidak ada satupun responden yang menyatakan sangat tidak memperhatikan pada saat menonton acara tersebut.
Banyaknya responden yang menjawab memperhatikan untuk aspek atensi menunjukkan bahwa responden meluangkan waktu yang cukup dan dalam suasana yang santai atau tidak sedang beraktivitas penting lainnya sehingga mereka dapat menikmati acara tersebut dari awal hingga akhir dan dapat menangkap pesan yang disampaikan dalam setiap episodenya. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi perhatian seseorang terhadap sebuah acara maka semakin mudah orang tersebut terkena terpaan media.
Menurut Andersen (1972) dalam Rakhmat (2005, p.52) mendefinisikan perhatian sebagai proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada stimuli yang lainnya melemah dimana sifat menonjol yang menjadi bahan perhatian oleh stimuli adalah kebaruan. Dengan demikian teori ini dapat menjelaskan bahwa perhatian terhadap acara ini cukup besar karena setiap episode tayangan program “Jika Aku Menjadi” memberikan penayangan narasumber yang berbeda dan juga talent yang berbeda pula.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengkategorian jawaban responden diberikan batasan-batasan dalam menentukan lebar interval dari pertanyaan yang akan dijawab yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan menggunakan rumus :
diinginkan yang
jenjang
ndah skor tere tinggi
skor ter
interval −
=
Pada penelitian ini terdapat 3 pertanyaan. Dengan demikian pengkategorian jawaban responden untuk keseluruhan pertanyaan adalah sebagai berikut :
Skor tertinggi : (jumlah pertanyaan x skor tertinggi) = 3 x 5 = 15 Skor terendah : (jumlah pertanyaan x skor terendah) = 3 x 1 = 3 Jenjang yang diinginkan : 3 (tinggi, sedang dan rendah)
3 4 3 15 3
1) (3 - 5)
interval (3 − =
× =
= ×
Jadi batasan skor dalam lebar interval tinggi, sedang dan rendah yaitu : Kategori penilaian rendah bila jumlah skor antara 3 - 6
Kategori penilaian sedang bila jumlah skor antara 7 - 10 Kategori penilaian tinggi bila jumlah skor antara 11 - 15
Berdasarkan perhitungan di atas maka hasil pengkategorian variabel terpaan acara
”Jika Aku Menjadi” adalah sebagai berikut :
Tabel 4.11. Pengkategorian Terpaan Acara ”Jika Aku Menjadi” di Trans TV
Terpaan
12 12.0 12.0 12.0
88 88.0 88.0 100.0
100 100.0 100.0
Sedang Tinggi Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang responden yang diteliti, 88 orang atau 88% responden adalah pemirsa yang dikategorikan memiliki terpaan tinggi pada saat menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, sedangkan sisanya sebanyak 12 orang atau 12% adalah pemirsa yang
dikategorikan memiliki terpaan sedang pada saat menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV dan tidak ada satupun pemirsa yang dikategorikan memiliki terpaan rendah terhadap keberadaan acara ini.
e. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel Sikap Masyarakat
Dari hasil pengujian awal kuesioner untuk variabel sikap masyarakat diketahui terjadi eleminasi item pertanyaan yaitu pada aspek afektif dan aspek konatif, masing-masing sebanyak 1 item yaitu Y21 dan Y31. Dengan demikian total item pertanyaan untuk variabel sikap masyarakat mengalami perubahan dari 30 item menjadi 28 item. Dengan demikian, pemaparan jawaban responden pada penelitian ini menggunakan acuan 28 item pertanyaan yang tersisa yaitu aspek kognitif (10 item), aspek afektif (9 item) dan aspek konatif (9 item).
Berikut ini adalah sikap responden terhadap acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV. Terdapat tiga macam sikap dari responden yaitu kognitif, afektif, dan konatif.
A. Aspek Kognitif
Aspek kognitif ini berisi pengetahuan dan kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Dalam aspek ini terdapat 10 pertanyaan dan masing-masing pertanyaan diberikan skor dari yang tertinggi hingga yang terendah secara berurutan.
1. Mengetahui desa yang menjadi lokasi syuting
Tabel 4.12. Mengetahui desa yang menjadi lokasi syuting
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 22 22
4 Setuju 51 51
5 Sangat Setuju 27 27
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 51 orang atau 51% responden menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden dapat mengetahui desa yang menjadi lokasi syuting acara tersebut. Selanjutnya sebanyak 27 orang atau 27% menjawab sangat
setuju dan sisanya sebanyak 22 orang atau 22% menjawab netral. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Banyaknya responden yang menjawab setuju untuk pernyataan ini disebabkan karena dalam setiap episodenya, di awal dan di akhir penayangan selalu diinformasikan tentang nama desa dan daerah yang menjadi tempat lokasi syuting acara tersebut. Selain itu acara ini juga selalu menampilkan profil dari desa yang menjadi tempat lokasi syuting, misalnya Episode “Andai aku Menjadi Peracik Jamu” yang ditayangkan di bulan April 2011. Lokasi syuting berada di Desa Ujungpangkah, Gresik, Jawa Timur. Dalam episode tersebut juga digambarkan tentang ciri khas daerah Gresik yang identik dengan kuliner “nasi krawu” sehingga syuting juga menunjukkan salah satu tempat yang banyak berjualan “nasi krawu” khas Gresik (Patricia, personal communication, 1 April 2011).
2. Mengetahui kondisi tempat narasumber bekerja
Tabel 4.13. Mengetahui kondisi tempat narasumber bekerja
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 20 20
4 Setuju 57 57
5 Sangat Setuju 23 23
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 57 orang atau 57% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden dapat mengetahui kondisi tempat narasumber bekerja. Selanjutnya sebanyak 23 orang atau 23% menjawab sangat setuju dan sisanya sebanyak 20 orang atau 20%
menjawab netral. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Banyaknya responden yang menjawab setuju untuk pernyataan ini disebabkan karena sesuai dengan tujuan utama acara ini yaitu mengajak seseorang untuk merasakan kehidupan orang lain yang kurang mampu dari berbagai jenis
pekerjaan. Oleh karena itu dalam setiap episodenya, acara “Jika Aku Menjadi”
selalu melibatkan talent dengan pekerjaan narasumber. Misalkan episode “Andai Aku Pencari Keong Sawah”. Dalam episode tersebut, pemirsa dapat mengetahui kondisi tempat narasumber bekerja yaitu sawah yang becek dan banyak binatang- binatang kecil. Talent diajak menelusuri sawah tersebut sampai memperoleh keong dalam jumlah tertentu. Pencarian keong tersebut dilakukan di siang hari saat terik matahari sangat panas sehingga memperberat upaya talent untuk ikut menjadi pencari keong sawah. Dengan demikian pemirsa diajak untuk ikut merasakan beratnya pekerjaan narasumber dengan kondisi yang sangat memprihatinkan tersebut (Sita, personal communication, 1 April 2011).
Dengan memberi pengetahuan kepada audience maka program “Jika Aku Menjadi” merupakan program siaran televisi yang dikategorikan sebagai program reality show yang menyuguhkan informasi langsung seputar kehidupan kalangan kelas bawah sehingga dapat memperkenalkan penonton pada kehidupan orang kecil seperti apa adanya.
Menurut teori kultivasi, televisi menjadi media utama dimana para penonton televisi belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya.
Persepsi apa yang terbangun di benak penonton tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Artinya melalui kontak penonton dengan televisi, ia belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta adat kebiasaannnya (Nurudin, 2007, p.166). Dalam hal ini, melalui tayangan acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, pemirsa dapat belajar tentang masyarakat dan berbagai kondisi yang ada di lingkungannya. Dari segi sosial, masyarakat Indonesia terdiri dari beragam strata, ada yang kaya dan juga ada yang miskin.
3. Mengetahui kondisi tempat tinggal narasumber
Tabel 4.14. Mengetahui kondisi tempat tinggal narasumber
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 25 25
4 Setuju 52 52
5 Sangat Setuju 23 23
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 52 orang atau 52% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden dapat mengetahui kondisi tempat tinggal narasumber. Selanjutnya sebanyak 25 orang atau 25% menjawab netral dan sisanya sebanyak 23 orang atau 23%
menjawab sangat setuju. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Sesuai dengan konsep utama acara ini yaitu mengajak pemirsa untuk berempati dengan penderitaan orang lain, maka dalam setiap episodenya, selain menampilkan kondisi tempat narasumber bekerja, pemirsa juga diberikan informasi kondisi tempat tinggal narasumber selama talent menginap. Rata-rata kondisi tempat tinggal narasumber sangat memprihatinkan, seperti masih gubug, atapnya bocor, berlantai tanah atau belum berlantai permanen, belum memiliki lampu penerangan, tidak memiliki sanitasi yang memadai bahkan harus tinggal berdesak-desakan dengan jumlah anggota keluarga yang banyak. Melalui acara
“Jika Aku Menjadi” di Trans TV, pemirsa melalui talent diajak untuk ikut merasakan beratnya harus menjalani hidup dengan kondisi yang memprihatinkan dan serba kekurangan tersebut.
Kognitif adalah berupa pengetahuan, kepercayaan atau pemikiran yang didasarkan pada informasi, yang berhubungan dengan objek. Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap, seringkali apa yang dipercayai seseorang merupakan stereotip atau sesuatu yang telah dilihat atau yang telah diketahui, berdasarkan apa yang telah dilihat itu kemudian dibentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek (Azwar, 2005, p. 25)
Dengan demikian, melalui acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, pemirsa dapat mengetahui kondisi tempat tinggal narasumber yang sebenarnya dan pemirsa diajak untuk ikut merasakan beratnya harus menjalani hidup dengan kondisi yang memprihatinkan dan serba kekurangan tersebut.
Uraian di atas sesuai dengan salah satu dari karakteristik utama program televisi yaitu Fidelity or Realism. Fidelity artinya program televisi menggambarkan perwujudan asli dari suatu peristiwa, seseorang, kejadian, dan proses, sehingga pemirsa memiliki kepercayaan terhadap objek yang ditontonnya (Termehek-mehek, kasih sayang dan pendidikan televisi, 2008).
4. Mengetahui sifat positif dari narasumber (tekun, sabar)
Tabel 4.15. Mengetahui sifat positif dari narasumber (tekun, sabar)
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 30 30
4 Setuju 48 48
5 Sangat Setuju 22 22
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 48 orang atau 48% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden dapat mengetahui sifat positif dari narasumber. Selanjutnya sebanyak 30 orang atau 30% menjawab netral dan sisanya sebanyak 22 orang atau 22% menjawab sangat setuju. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Banyaknya responden yang memberikan jawaban setuju atas pernyataan ini karena dalam setiap episodenya selalu dibangun alur yang memberikan kesan bahwa narasumber adalah orang yang memiliki sifat positif seperti tekun dan sabar meskipun dalam kondisi yang kekurangan dan sangat memprihatinkan.
Menurut pendapat mereka meskipun pendapatan yang diperoleh jauh dari kata cukup dan tempat tinggalnya jauh dari kata layak, narasumber tetap tekun untuk menjalani pekerjaannya yang berat dengan tujuan untuk tetap dapat menghidupi keluarganya. Dibalik ketekunan dan kesabarannya, narasumber juga digambarkan tetap beribadah dan tetap mampu mensyukuri apa yang sudah diperoleh selama ini (Lisa, personal communication, 1 April 2011).
Teori kultivasi menyatakan bahwa televisi adalah bagian yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari. Dramanya, iklannya, beritanya, dan acara lain membawa dunia yang relatif koheren dari kesan umum dan mengirimkan pesan ke setiap rumah. Televisi mengolah dari awal kelahiran predisposisi yang sama dan pilihan yang biasa diperoleh dari sumber primer lainnya (McQuail, 1987, p. 254).
Dengan demikian, melalui acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV pemirsa dapat mengetahui berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari seperti halnya sifat positif dari narasumber.
5. Mengetahui sifat positif dari talent (kemauan belajar, kemauan untuk berubah)
Tabel 4.16. Mengetahui sifat positif dari talent (kemauan belajar, kemauan untuk berubah)
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 29 29
4 Setuju 48 48
5 Sangat Setuju 23 23
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 48 orang atau 48% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden dapat mengetahui sifat positif dari talent. Selanjutnya sebanyak 29 orang atau 29% menjawab netral dan sisanya sebanyak 23 orang atau 23% menjawab sangat setuju. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Dalam setiap episode acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV terutama di awal penayangan selalu diinformasikan mengenai profil atau status dari talent, apakah dia mahasiswa atau karyawati di sebuah perusahaan atau bahkan model atau artis sinetron (hanya pada saat episode tertentu). Sehingga para responden dapat mengetahui bahwa talent berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi dan ketika harus menjalani kehidupan yang serba kekurangan, talent diajak untuk berempati terhadap penderitaan narasumber. Oleh karena itu, acara ini mengajak
pemirsa khususnya talent tersebut untuk dapat berubah ke arah yang lebih baik, seperti misalnya jika talent tersebut awalnya memiliki sifat yang manja atau hanya suka mengharapkan pemberian orang tua yang sangat berlebih untuk semua keperluannya maka setelah terlibat dalam acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV diharapkan talent dapat belajar mengenai kerasnya menjalani kehidupan sehingga dapat mengubah sifatnya menjadi lebih tekun dan dapat menghargai orang lain (Tiyas, personal communication, 2 April 2011).
Hal tersebut didukung oleh apa yang dikatakan oleh Azwar (2005) yaitu kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui, berdasarkan apa yang kita lihat itu kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. (p.25)
6. Mengetahui jenis/tipe tayangan reality yang bersifat sosial
Tabel 4.17. Mengetahui jenis/tipe tayangan reality yang bersifat sosial
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 20 20
4 Setuju 50 50
5 Sangat Setuju 30 30
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 50 orang atau 50% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden dapat mengetahui jenis/tipe tayangan reality yang bersifat sosial. Selanjutnya sebanyak 30 orang atau 30% menjawab sangat setuju dan sisanya sebanyak 20 orang atau 20% menjawab netral. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Acara “Jika Aku Menjadi” yang ditayangkan di Trans TV merupakan salah satu dari sekian banyak program reality show yang ditayangkan di televisi.
Acara “Jika Aku Menjadi” mengusung tema yang berbeda dibandingkan program- program lainnya yang hanya berorientasi pada entertainment dan rating saja.
Acara “Jika Aku Menjadi” lebih memfokuskan tentang tema sosial yaitu
membantu masyarakat miskin agar tetap semangat menjalani kehidupan serta mengajak masyarakat Indonesia untuk lebih berempati dengan penderitaan orang lain.
Diungkapnya berbagai sisi kehidupan sosial masyarakat miskin dalam program acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV sesuai dengan pernyataan Sumadiria (2005) yang menyebutkan bahwa “salah satu kriteria umum nilai berita (news value) yang dapat menarik perhatian audience adalah ketertarikan manusiawi (human interest) maksudnya kadang-kadang suatu peristiwa tidak menimbulkan efek berarti pada seseorang, sekelompok orang atau bahkan lebih jauh lagi pada suatu masyarakat tetapi telah menimbulkan getaran pada suasana haru, suasana kejiwaan dan alam perasaannya (p.80-92). Dengan demikian gambaran mengenai kehidupan orang miskin yang ditampilkan dalam acara ini telah memenuhi kriteria umum nilai berita (news value) yang dapat menarik perhatian audience yaitu acara-acara yang bertema sosial.
7. Mengetahui program acara Jika Aku Menjadi termasuk program acara televisi bertema reality show
Tabel 4.18. Mengetahui program acara Jika Aku Menjadi termasuk program acara televisi bertema reality show
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 22 22
4 Setuju 55 55
5 Sangat Setuju 23 23
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 55 orang atau 55% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden dapat mengetahui bahwa program acara “Jika Aku Menjadi” termasuk program acara televisi bertema reality show. Selanjutnya sebanyak 23 orang atau 23%
menjawab sangat setuju dan sisanya sebanyak 22 orang atau 22% menjawab netral. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Banyaknya responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini disebabkan karena responden dapat mencerna isi dari acara tersebut. Acara ini berlatar belakang kehidupan nyata para narasumber kemudian ditampilkan pula sosok talent yang rata-rata bukan seorang artis setiap episodenya diterjunkan langsung untuk menyelami kehidupan sulit yang dialami oleh narasumber (Hasil wawancara dengan responden: Roy). Dengan demikian melalui acara ini pemirsa dan responden dapat mengetahui bahwa acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV dapat dikategorikan dalam reality show karena benar-benar mengangkat sisi nyata dari seseorang di kehidupan yang sebenarnya.
Uraian tersebut sejalan dengan pernyataan Scrahm dan Roberts (1987) yang menjelaskan mengenai khalayak komunikasi massa ini bahwa “suatu khalayak yang sangat aktif mencari apa yang mereka inginkan, menolak lebih banyak isi media daripada menerimanya, berinteraksi dengan anggota kelompok yang mereka masuki dan dengan isi media yang mereka terima dan sering menguji pesan media massa dengan membicarakannya dengan orang-orang lain atau membandingkannya dengan isi media lainnya” (dalam Mulyana, 2001, p.
209).
8. Mengetahui realita kehidupan masyarakat miskin
Tabel 4.19. Mengetahui realita kehidupan masyarakat miskin
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 23 23
4 Setuju 51 51
5 Sangat Setuju 26 26
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 51 orang atau 51% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden dapat mengetahui realita kehidupan masyarakat miskin. Selanjutnya sebanyak 26 orang atau 26% menjawab sangat setuju dan sisanya sebanyak 23 orang atau 23%
menjawab netral. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Tema utama acara “Jika Aku Menjadi” adalah mengangkat sisi nyata kehidupan narasumber yang masuk dalam kategori keluarga miskin. Baik dari tempat tinggal, pekerjaan, pendapatan, serta dari kondisi fisik maupun kesehatan.
Seperti yang dikatakan oleh responden, dalam setiap episodenya acara “Jika Aku Menjadi” selalu menampilkan profil para narasumber yang berasal dari keluarga miskin. Dalam acara tersebut juga sangat jelas digambarkan realita kehidupan yang dialami oleh masyarakat miskin di Indonesia. Dari sisi pendapatan yang diperoleh sangat sedikit, dari sisi kelayakan tempat tinggal sangat jauh dari kata layak dan berbagai kondisi kompleks yang menghimpit seperti tanggungan hutang ataupun anak yang tidak dapat mengenyam pendidikan dengan layak pula (Hasil wawancara dengan responden: Dita). Acara ini memberikan gambaran nyata masyarakat miskin di Indonesia sehingga diharapkan acara ini mampu menumbuhkan rasa empati dari masyarakat lainnya agar mau saling berbagi dan membantu kehidupan masyarakat lain yang membutuhkan.
Dengan adanya visualisasi realitas kisah orang-orang yang berada dalam berbagai kisah yang ditayangkan dalam progran acara Jika Aku Menjadi, media televisi memberikan pemahaman bagi khalayak bagaimana tayangan tersebut dikemas dengan penuh dramatisasi sehingga dapat membuat hati khalayak tersentuh. Penayangan kisah-kisah yang didukung dengan backsound mendayu- dayu dapat menarik simpati dan empati pada khalayaknya. Itu merupakan bentuk pemahaman individu mengenai tayangan Jika Aku Menjadi (Termehek-mehek, kasih sayang dan pendidikan televisi, 2008)
9. Mengetahui pendapatan dan upaya bertahan hidup yang dilakukan oleh narasumber
Tabel 4.20. Mengetahui pendapatan dan upaya bertahan hidup yang dilakukan oleh narasumber
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 20 20
4 Setuju 53 53
5 Sangat Setuju 27 27
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 53 orang atau 53% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden dapat mengetahui pendapatan dan upaya bertahan hidup yang dilakukan oleh narasumber. Selanjutnya sebanyak 27 orang atau 27% menjawab sangat setuju dan sisanya sebanyak 20 orang atau 20% menjawab netral. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Dalam setiap episode acara “Jika Aku Menjadi” tidak hanya digambarkan tentang profil narasumber tetapi juga keseharian narasumber dalam bekerja mencari nafkah. Pada beberapa adegan terdapat dialog antara narasumber dengan talent yang menceritakan tentang bagaimana kehidupan narasumber dan juga upaya-upaya yang dilakukan narasumber untuk dapat tetap bertahan hidup walaupun pekerjaan yang dijalankan saat ini sangat jauh dari kata cukup. Oleh karena itu, dalam setiap episodenya selain diceritakan tentang pekerjaan narasumber tetapi juga diceritakan tentang usaha-usaha tambahan yang dilakukan oleh narasumber untuk dapat tetap mencukupi kebutuhan hidupnya seperti menjual makanan botok, mencari pelepah pisang untuk dijual kembali, membuat mainan anak dari batang pisang dan sebagainya (Dita, personal communication, 2 April 2011). Berbagai aktivitas tersebut memberikan gambaran tentang berbagai upaya yang harus dilakukan oleh setiap manusia agar dapat tetap bertahan hidup walaupun dalam keadaan serba kekurangan.
Program acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, sejalan dengan teori penggunaan televisi oleh Effendy (1993) yang menjelaskan televisi juga menyajikan acara-acara yang dapat meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat sesuai dengan makna pendidikan. Isi atau materi acara “Jika Aku Menjadi” memanfaatkan televisi dalam fungsinya untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat. Dalam hal ini, adanya informasi untuk tetap dapat bertahan hidup dengan memakan tumbuhan atau hasil alam lain sebagai pengganti beras memberikan pengetahuan kepada masyarakat atau pemirsa untuk mempelajari sesuatu yang belum pernah dikerjakan sebelumnya.
10. Mengetahui cara yang dilakukan untuk membantu masyarakat miskin yaitu melalui pemberian modal usaha
Tabel 4.21. Mengetahui cara yang dilakukan untuk membantu masyarakat miskin yaitu melalui pemberian modal usaha
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 10 10
4 Setuju 67 67
5 Sangat Setuju 23 23
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 67 orang atau 67% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden dapat mengetahui cara yang dilakukan untuk membantu masyarakat miskin yaitu melalui pemberian modal usaha. Selanjutnya sebanyak 23 orang atau 23%
menjawab sangat setuju dan sisanya sebanyak 10 orang atau 10% menjawab netral. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Banyaknya responden yang menjawab setuju tentang pernyataan ini disebabkan karena dalam setiap penayangan “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, terutama di bagian akhir acara, responden dapat mengetahui bahwa narasumber selalu diberikan hadiah atau bantuan dari pihak Trans TV. Namun hadiah atau bantuan yang diberikan tidak bersifat hura-hura melainkan bantuan yang sifatnya bermanfaat untuk kehidupan narasumber berikutnya seperti pemberian modal usaha berupa warung untuk berjualan makanan, binatang ternak seperti sapi, kambing atau ayam, sepeda motor untuk ojek, penyewaan sawah atau lahan untuk bercocok tanam dan bantuan-bantuan lainnya seperti pemberian beasiswa untuk anak-anak narasumber ataupun berobat gratis bagi keluarga narasumber yang sedang sakit (Eko, personal communication, 2 April 2011).
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengkategorian jawaban responden diberikan batasan-batasan dalam menentukan lebar interval dari
pertanyaan yang akan dijawab yaitu positif, netral dan negatif dengan menggunakan rumus :
diinginkan yang
jenjang
ndah skor tere tinggi
skor ter
interval −
=
Pada penelitian ini terdapat 10 pertanyaan. Dengan demikian pengkategorian jawaban responden untuk keseluruhan pertanyaan adalah sebagai berikut :
Skor tertinggi : (jumlah pertanyaan x skor tertinggi) = 10 x 5 = 50 Skor terendah : (jumlah pertanyaan x skor terendah) = 10 x 1 = 10 Jenjang yang diinginkan : 3 (positif, netral dan negatif)
11 7 , 3 11
10 50 3
1) (10 - 5)
interval (10 − = =
× =
= ×
Jadi batasan skor dalam lebar interval positif, netral dan negatif yaitu : Kategori penilaian positif bila jumlah skor antara 38 - 50
Kategori penilaian netral bila jumlah skor antara 24 - 37 Kategori penilaian negatif bila jumlah skor antara 10 - 23
Berdasarkan perhitungan di atas maka hasil pengkategorian aspek sikap kognitif adalah sebagai berikut :
Tabel 4.22. Pengkategorian Responden Berdasarkan Aspek Kognitif
Kognitif
37 37.0 37.0 37.0
63 63.0 63.0 100.0
100 100.0 100.0
sikap netral sikap positif Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang responden yang diteliti, 63 orang atau 63% responden adalah pemirsa yang dikategorikan memiliki sikap positif pada aspek kognitif, sedangkan sisanya sebanyak 37 orang atau 37% adalah pemirsa yang dikategorikan memiliki sikap netral pada aspek kognitif dan tidak ada satupun pemirsa yang dikategorikan memiliki sikap negatif pada aspek kognitif terhadap keberadaan acara ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memberikan respon positif terhadap keberadaan acara Jika Aku Menjadi khususnya pada aspek kognitif. Para pemirsa menilai bahwa acara Jika Aku Menjadi mampu memberikan pengetahuan atau pemahaman lebih kepada masyarakat mengenai realita kehidupan masyarakat di Indonesia khususnya mengenai fenomena masyarakat miskin dan berbagai upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk tetap bertahan dalam kehidupan yang berat ini.
B. Aspek Afektif
Berikut ini adalah sikap afektif responden terhadap acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV yang akan diuraikan berdasarkan 9 item pertanyaan.
1. Merasa iba melihat kondisi tempat narasumber bekerja
Tabel 4.23. Merasa iba melihat kondisi tempat narasumber bekerja
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 21 21
4 Setuju 58 58
5 Sangat Setuju 21 21
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 58 orang atau 58% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden merasa iba melihat kondisi tempat narasumber bekerja. Selanjutnya masing- masing sebanyak 21 orang atau 21% menjawab sangat setuju dan netral. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Seperti yang telah dikatakan oleh Azwar (2005, p.26-27) yaitu pada umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud. Dalam penelitian ini diketahui bahwa banyak responden yang merasa iba melihat kondisi tempat narasumber bekerja. Hal tersebut disebabkan karena tingkat pendidikan yang dimiliki oleh narasumber sangat rendah, ada yang hanya tamatan SD atau SMP atau bahkan tidak
mengenyam pendidikan apapun, karena hal tersebut maka narasumber tidak memiliki pekerjaan yang layak atau pekerjaan yang dapat memberikan kehidupan yang cukup bagi keluarganya.
Berbekal kemampuan yang terbatas tersebut akhirnya narasumber hanya menjadi tenaga kasar atau melakukan pekerjaan yang tidak umum seperti pencari keong di sawah, buruh pemecah batu. Maka dalam setiap episodenya, digambarkan kondisi tempat narasumber bekerja sangat jauh dari kata layak seperti tempat yang becek, panas, kotor dan bahkan membahayakan jiwa (Deny, personal communication, 2 April 2011).
Berbagai gambaran kondisi tersebut membuat pemirsa merasa iba terhadap kehidupan narasumber dalam acara “Jika Aku Menjadi”.
2. Merasa iba melihat kondisi tempat tinggal narasumber
Tabel 4.24. Merasa iba melihat kondisi tempat tinggal narasumber
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 25 25
4 Setuju 56 56
5 Sangat Setuju 16 16
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 56 orang atau 56% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden merasa iba melihat kondisi tempat tinggal narasumber. Selanjutnya sebanyak 25 orang atau 25% menjawab netral dan sisanya sebanyak 16 orang atau 16%
menjawab sangat setuju. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Dari uraian di atas nampak bahwa sebagian besar pemirsa yang m
enjadi responden dalam penelitian ini merasa iba melihat kondisi tempat tinggal narasumber. Dalam setiap episodenya, pemirsa disuguhkan buruknya tempat tinggal narasumber baik dari sisi kelayakan bangunan seperti bocor atau hampir roboh, ventilasi yang tidak sehat (tidak ada jendela permanen), sanitasi
(tidak ada kamar mandi atau WC) dan perlengkapan rumah tangga yang seadanya.
(Deny, personal communication, 2 April 2011). Hal tersebut membuat pemirsa semakin merasa iba karena narasumber dan keluarganya harus hidup dalam kondisi serba kekurangan.
3. Menyukai sifat positif dari narasumber (tekun, sabar)
Tabel 4.25. Menyukai sifat positif dari narasumber (tekun, sabar)
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 33 33
4 Setuju 50 50
5 Sangat Setuju 17 17
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 50 orang atau 50% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden menyukai sifat positif dari narasumber (tekun, sabar). Selanjutnya sebanyak 33 orang atau 33% menjawab netral dan sisanya sebanyak 17 orang atau 17%
menjawab sangat setuju. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Banyaknya responden yang menjawab setuju menunjukkan bahwa umumnya pemirsa menyukai sifat positif dari para narasumber. Meskipun hidup serba kekurangan, namun narasumber tetap memiliki ketekunan dan kesabaran untuk tetap berusaha memenuhi kebutuhan hidup. Berbagai upaya dilakukan dengan tidak lupa tetap berdoa kepada Tuhan. Sifat positif dari narasumber tersebut dapat memberikan pesan positif bagi semua pemirsa agar selalu bersyukur dengan apa yang dimilikinya saat ini dan selalu mengingat Tuhan walaupun dalam kondisi serba kekurangan.
Diungkapnya sifat-sifat positif dari narasumber dalam program acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV sesuai dengan pernyataan (Sumadiria, 2005, p. 80-92) yang menyebutkan bahwa “salah satu kriteria umum nilai berita (news value) yang dapat menarik perhatian audience adalah ketertarikan manusiawi (human interest) maksudnya kadang-kadang suatu peristiwa tidak menimbulkan efek berarti pada seseorang, sekelompok orang atau bahkan lebih jauh lagi pada suatu masyarakat tetapi telah menimbulkan getaran pada suasana haru, suasana kejiwaan dan alam
perasaannya. Dengan demikian gambaran mengenai sifat positif para narasumber yang ditampilkan dalam acara ini telah memenuhi kriteria umum nilai berita (news value) yang dapat menarik perhatian audience yaitu timbulnya rasa suka.
4. Menyukai sifat positif dari talent (kemauan belajar, kemauan untuk berubah)
Tabel 4.26. Menyukai sifat positif dari talent (kemauan belajar, kemauan untuk berubah)
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 29 29
4 Setuju 52 52
5 Sangat Setuju 19 19
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 52 orang atau 52% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden menyukai sifat positif dari talent (kemauan belajar, kemauan untuk berubah).
Selanjutnya sebanyak 29 orang atau 29% menjawab netral dan sisanya sebanyak 19 orang atau 19% menjawab sangat setuju. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa umumnya pemirsa menyukai sifat positif dari para talent yang dilibatkan dalam episode acara “Jika Aku Menjadi”. Dalam setiap episodenya, talent diajak untuk tinggal dan terlibat dalam setiap pekerjaan yang dilakukan oleh narasumber. Disela-sela melakukan pekerjaan, terkadang talent berkomunikasi dengan narasumber untuk mengetahui bagaimana perasaan narasumber ketika harus menghadapi kenyataan hidup serba kekurangan. Dari hasil percakapan tersebut, talent dapat mengambil sisi positif dari narasumber tersebut sehingga talent merasa diingatkan agar berubah ke arah yang lebih baik. Talent berusaha tidak mengulang sifat buruk selama ini, seperti manja, menggantungkan diri pada orang tua atau orang lain dan sifat serta egois
karena tidak mau mengerti kesulitan orang lain. (Dini, personal communication, 2 April 2011).
5. Menyukai jenis/tipe tayangan reality yang bersifat sosial
Tabel 4.27. Menyukai jenis/tipe tayangan reality yang bersifat sosial
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 22 22
4 Setuju 56 56
5 Sangat Setuju 22 22
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 56 orang atau 67% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden menyukai jenis/tipe tayangan reality yang bersifat sosial. Selanjutnya sebanyak 23 orang atau 23% menjawab sangat setuju dan sisanya sebanyak 10 orang atau 10%
menjawab netral. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa umumnya pemirsa yang menjadi responden dalam penelitian ini menyukai jenis atau tipe tayangan reality yang bersifat sosial, karena acara-acara semacam ini dapat meningkatkan rasa kepedulian masyarakat terhadap sesama. Selain itu acara-acara semacam ini juga memberikan pesan moral kepada pemirsa agar selalu bersyukur dengan apa yang sudah diraih saat ini dan bersedia untuk membantu kehidupan orang lain yang sedang membutuhkan bantuan (Dini, personal communication, 2 April 2011).
Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yagn jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam.Menurut Morrisan (2005)
“pada dasarnya apa saja dapat dijadikan program untuk ditayangkan di televisi selama program tersebut menarik dan disukai audience dan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku” (p. 207- 214). Pengelola stasiun televisi pun dituntut untuk memiliki kreativitas seluas mungkin untuk menghasilkan berbagai program yang menarik termasuk
diantaranya mengemas dengan menarik acara-acara reality show dengan tema sosial seperti acara “Jika Aku Menjadi”.
6. Menyukai program acara Jika Aku Menjadi termasuk program acara televisi bertema reality show
Tabel 4.28. Menyukai program acara Jika Aku Menjadi termasuk program acara televisi bertema reality show
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 18 18
4 Setuju 56 56
5 Sangat Setuju 26 26
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 56 orang atau 56% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden menyukai program acara Jika Aku Menjadi termasuk program acara televisi bertema reality show. Selanjutnya sebanyak 26 orang atau 26% menjawab sangat setuju dan sisanya sebanyak 18 orang atau 18% menjawab netral. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Banyaknya responden yang menjawab setuju menunjukkan bahwa program reality show sangat diminati oleh pemirsa. Menurut Arismunandar selaku produser “Jika Aku Menjadi”, acara reality show semacam ini dinilai sangat menarik karena melibatkan orang-orang yang umum (bukan berasal dari kalangan artis) dengan lika-liku kehidupan yang kompleks sehingga dinilai lebih natural tanpa skenario (Arismunandar, 2007). Hal inilah yang menjadi daya tarik utama acara reality show di televisi.
Sesuai dengan namanya maka program ini mencoba menyajikan suatu situasi seperti konflik, persaingan atau hubungan berdasarkan realitas yang sebenarnya. Jadi menyajikan situasi sebagaimana apa adanya. Dengan kata lain program ini mencoba menyajikan suatu keadaan yang nyata (riil) dengan cara sealamiah mungkin tanpa rekayasa (Morrisan, 2005, p. 106).
7. Merasa iba melihat realita kehidupan masyarakat miskin
Tabel 4.29. Merasa iba melihat realita kehidupan masyarakat miskin
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 0 0
3 Netral 17 17
4 Setuju 58 58
5 Sangat Setuju 25 25
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 58 orang atau 58% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden merasa iba melihat realita kehidupan masyarakat miskin. Selanjutnya sebanyak 25 orang atau 25% menjawab sangat setuju dan sisanya sebanyak 17 orang atau 17%
menjawab netral. Tidak ada satupun responden yang menjawab tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
Banyaknya responden yang menjawab setuju dengan pernyataan ini disebabkan karena acara ini benar-benar mengangkat sisi nyata kehidupan rakyat miskin yang diwakili oleh para narasumber. Dalam setiap episodenya, sangat nyata digambarkan beratnya kehidupan yang harus dijalani narasumber selama ini seperti pekerjaan yang tidak tetap, pendapatan yang tidak mencukupi, kondisi rumah yang tidak layak serta buruknya kondisi kesehatan dari para narasumber dan keluarga (Nanik, personal communication, 2 April 2011). Hal tersebut merupakan realita kehidupan masyarakat miskin di Indonesia saat ini, melalui acara “Jika Aku Menjadi”, mengajak masyarakat untuk lebih peduli dengan kehidupan masyarakat yang kurang mampu. Pernyataan tersebut didukung dengan teori kultivasi yang menyatakan bahwa televisi menampilkan apa yang terjadi di masyarakat, yaitu masih banyak masyarakat yang masih dibawah garis kemiskinan.
8. Merasa iba mengetahui pendapatan dan upaya bertahan hidup yang dilakukan oleh narasumber
Tabel 4.29. Merasa iba mengetahui pendapatan dan upaya bertahan hidup yang dilakukan oleh narasumber
No Kategori Jawaban Jumlah %
1 Sangat Tidak Setuju 0 0
2 Tidak Setuju 1 1
3 Netral 17 17
4 Setuju 46 46
5 Sangat Setuju 36 36
Jumlah 100 100%
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sebanyak 67 orang atau 67% menjawab setuju bahwa setelah menonton acara “Jika Aku Menjadi” di Trans TV, responden merasa iba mengetahui pendapatan dan upaya bertahan hidup yang dilakukan oleh narasumber. Selanjutnya sebanyak 23 orang atau 23% menjawab sangat setuju dan sisanya sebanyak 10 orang atau 10% menjawab netral. Dalam penelitian ini diketahui ada satu orang responden (1%) yang menyatakan tidak setuju dan tidak ada satupun responden yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut.
Dalam setiap episode acara “Jika Aku Menjadi” selalu diceritakan berapa besarnya pendapatan yang diperoleh narasumber baik penghasilan utama ataupun penghasilan tambahan yang diperoleh istri ataupun anggota keluarga yang lain.
Meskipun kecil, tetapi narasumber dan keluarga tidak pernah menyerah dengan kondisi kehidupan yang dijalaninya saat ini. Mereka selalu berupaya bertahan hidup dengan caranya sendiri, seperti misalnya memakan singkong sebagai pengganti beras yang tidak mampu mereka beli, memakan keong sawah sebagai pengganti lauk pauk dan sebagainya. Rendahnya pendapatan yang diperoleh per hari memberikan gambaran bahwa masyarakat Indonesia masih banyak yang dikategorikan miskin dan hal tersebut membuat pemirsa merasa iba (Hary, personal communication, 2 April 2011).