• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKAD KARTU KREDIT SYARIAH: ANALISIS PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "AKAD KARTU KREDIT SYARIAH: ANALISIS PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

183 | Akad Kartu Kredit Syariah: Analisis Perspektif Hukum Ekonomi Islam

eL-Hekam: Jurnal Studi Keislaman

https://ojs.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/elhekam/index P - ISSN: 2528-2506

E - ISSN: 2549-8940)

AKAD KARTU KREDIT SYARIAH: ANALISIS PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM

Husni Shabri*1, Muhammad Cholil Nafis2

1,2Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Korespondensi: Jl. Ir. H. Djuanda No. 95, Cempaka Putih, Ciputat Timur, Banten, Indonesia e-mail: husnishabri21@mhs.unijkt.ac.id

*) Corresponding Author

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis akad-akad yang dapat digunakan dalam produk syariah card. Metode penelitian menggunakan kualitatif deskriptif dengan pendekatan Systematic Literature Review. Data dikumpulkan dari referensi literatur ilmiah, buku dan laporan dari lembaga resmi. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada beberapa akad yang dapat dikombinasikan dalam produk syariah card. Bank Syariah Indonesia menerbitkan syariah card dengan menggunakan tiga akad yakni akad Kafalah, Qard dan Ijarah sesuai dengan aturan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Sedangkan produk syariah card Bank Islam Malaysia menggunakan multiakad yang lebih dinamis yakni Bay’ al-Inah, Wadiah dan Qard al Hasan. Inovasi penggunakan akad terus dilakukan dengan pengembangan ada konsep baru syariah card berbasis Musyarakah dan Murabahah.

Kata Kunci: Akad, Syariah Card, Hukum Ekonomi Syariah Syariah Economic Law

Abstrak: The purpose of this research is to analyze the contracts that can be used in sharia card products. The research method uses descriptive qualitative with a Systematic Literature Review approach. Data were collected from scientific literature references, books and reports from official institutions. The results showed that there are several contracts that can be combined in sharia card products. Bank Syariah Indonesia issues sharia cards using three contracts, namely the Kafalah, Qard and Ijarah contracts in accordance with the rules of the fatwa of the National Sharia Council of the Indonesian Ulema Council (DSN-MUI). Meanwhile, Bank Islam Malaysia's sharia card product uses a more dynamic multi-contract, namely Bay ul Inah, Wadiah and Qard al Hasan.

Innovation in the use of contracts continues to be carried out with the development of a new concept of sharia cards based on Musyarakah and Murabahah.

Keyword: Akad, Shariah Card, Shariah Economic Law PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi membawa perubahan diberbagai bidang termasuk pada industri perbankan syariah. Memasuki era digital ini, salah satu perubahan yang paling terlihat di dunia ekonomi dan keuangan adalah perkembangan teknologi cashless, dimana

tidak ada orang yang membutuhkan uang fisik dalam melakukan transaksi. Pembayaran dilakukan dengan kartu debit, kartu kredit, e- money atau aplikasi fintech melalui smartphone. Kemudahan teknologi, semakin mendorong orang untuk meninggalkan sesuatu yang dianggap tidak praktis. Pemerintah

(2)

184 | Akad Kartu Kredit Syariah: Analisis Perspektif Hukum Ekonomi Islam Indonesia dan Bank Indonesia sangat

mendukung cashless economy yang sedang gencar dan masif digalakkan dan didistribusikan kepada masyarakat.

Produk syariah card adalah salah satu produk pembiayaan bank syariah yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kartu kredit adalah alat pembayaran secara non tunai yang dapat digunakan untuk membeli barang atau jasa terlebih dahulu dan membayarnya kemudian. Kartu kredit dapat dianggap sebagai alat pembayaran menuju dunia modern dan dikenal sebagai “uang plastik” (Putit & Johan, 2015; Ahmed, 2020).

Selain fasilitas pembelian non tunai, kartu ini juga memberikan fasilitas pinjaman tunai kepada nasabahya, yang merupakan fitur tambahan dari instrumen kartu ini. Hal ini menguntungkan nasabah dengan memberikan fasilitas kartu kredit, sedangkan keuntungan bagi bank adalah memperoleh fee atas penggunaan jasa yang diberikan bank.

Transaksi nontunai tidak terbatas pada uang elektronik; mereka juga melibatkan penggunaan kartu kredit. Kartu kredit juga berfungsi sebagai alat pembayaran yang nyaman. Sekalipun seseorang tidak memiliki uang tunai, ia tetap dapat melakukan transaksi dengan menggunakan kartu kredit, artinya meminjam uang dari bank untuk membeli produk penggantinya dalam tenggang waktu tertentu. Kartu kredit sangat populer di Indonesia bahkan sebelum uang elektronik tersedia. Hampir semua bank di Indonesia kini menyediakan produk kartu kreditnya.

Meningkatnya permintaan kartu kredit tentunya akan menarik perhatian bank syariah untuk mengeluarkan produk yang berbeda dari yang ditawarkan oleh bank reguler dan memberikan manfaat yang berbeda (Zuhdi et al., 2022)

Mayoritas penduduk Indonesia 87,17%, adalah Muslim (Badan Pusat Statistik, 2021).

Berdasarkan data diatas perbankan berbasis syariah diterima secara luas oleh masyarakat, dan antusiasme penggunaannya di Indonesia sebagai lembaga alternatif untuk menyimpan dana masyarakat semakin meningkat.

Komunitas Muslim Indonesia percaya bahwa ekonomi konvensional telah gagal mencapai tujuannya untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat Indonesia. Memang, menurut laporan Snapshot Perbankan Syariah Indonesia Desember 2021, secara keseluruhan aset keuangan syariah di Indonesia (tidak termasuk saham Syariah) bisa mencapai Rp 1.497,44 triliun, atau 8,98% dari total aset keuangan Indonesia (Otoritas Jasa Keuangan, 2021).

Bank syariah pada akhirnya memanfaatkan kepercayaan masyarakat Indonesia yang semakin meningkat dalam layanan transaksinya dengan mengeluarkan produk keuangan yang dapat menggantikan produk bank tradisional, salah satunya adalah syariah card.. MUI melalui DSN merespon keinginan bank syariah mengeluarkan produk kartu kredit dengan terbitnya Fatwa Dewan Syariah Nasional No.

54/DSN-MUI/X/2006 tentang Kartu Syariah.

Fatwa ini menjadi pedoman bagi seluruh bank umum syariah yang ingin mengeluarkan produk syariah card.

Secara umum pendapat para ulama terkemuka menyatakan bahwa transaksi kartu kredit dapat dikategorikan dalam akad kaf alah, wakalah, hawalah, qardh, dan ijarah. Kontrak ini diperbolehkan secara hukum dan penggunaannya disesuaikan dengan transaksi.

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan metode studi literatur. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa kartu kredit syariah harus dapat menjaga prinsip utilitas dalam penggunaannya. Hal ini didasarkan pada perspektif prinsip maslahah, yang tidak hanya melihat manfaat langsung atau manfaat duniawi, tetapi juga melihat manfaat untuk akhirat. Sehingga terjadi keseimbangan antara dunia dan akhirat yang dibentengi oleh ad- dharurat al-khams, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta (Ahmad et al., 2019) Kehadiran produk syariah card ini timbul berbagai permasalahan diantara terkait penggunaan akad dalam produk syariah card, keyakinan dan kepercayaan masyarakat masih belum optimal karena dikwatirkan masih ada riba yang disembunyikan dalam akad ijarah karena besar fee tidak dibatasi dalam aturan yang ada. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha mengkaji apa saja akad yang dapat digunakan dalam transaksi kartu kredit dan apakah ijarah yang dibebankan pada pengguna kartu syariah mempengaruhi kebolehan

(3)

185 | Akad Kartu Kredit Syariah: Analisis Perspektif Hukum Ekonomi Islam penggunaan kartu syariah karena jumlahnya

masih dalam batas yang sesuai untuk perhitungan biaya administrasi sesuai dengan muamalah dalam Islam. Selain itu, ada tambahan alasan mengapa kartu syariah dengan standar minimal masih diperbolehkan untuk digunakan.

LITERATUR REVIEW

Kartu Kredit, yaitu alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan tunai, di mana kewajiban pembayaran pemegang kartu (credit card holder) dijamin dan dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit/issuer, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut kepada penerbit pada waktu yang disepakati secara angsuran. Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam fatwa (Fatwa DSN No.54/DSN- MUI/X/2006 Tentang Syariah Card, 2006).

Kartu kredit syariah sebagai instrumen yang memenuhi tiga prinsip ideologi Islam.

Pertama, fasilitas kredit harus memenuhi permintaan sesuai syariah, harus menghindari tiga larangan yang diperlukan dalam keuangan Islam, yaitu Riba (riba), Gharar (ketidakpastian), dan Maysir (judi). Kedua, kartu kredit syariah harus diakui secara luas.

Kartu tersebut harus memungkinkan penarikan internasional, seperti MasterCard atau Kartu Visa, kartu kredit yang tidak tersedia untuk hutang seperti bank konvensional. Ketiga, kartu kredit syariah tidak boleh mempraktekkan yang haram atau mendorong perilaku yang dianggap melanggar hukum termasuk segala bentuk praktik terlarang (Balarabe & Abdullah, 2020)

Para ulama kontemporer sepakat bahwa dalam praktiknya kartu kredit syariah diperbolehkan selama tidak mengandung aspek gharar, riba, tetapi juga mengandung kemaslahatan penggunanya (Wijaya & Ismail, 2020). Kepatuhan Syariah adalah faktor kunci

yang mempengaruhi orang Malaysia untuk mengadopsi kartu kredit Islami. Pengetahuan tentang kartu kredit syariah merupakan faktor signifikan yang menjelaskan adopsi kartu kredit syariah di kalangan konsumen perbankan Malaysia (Al-shaghdari & Adeyemi, 2020). Ada hubungan positif antara informasi pelanggan dan perilaku mereka dalam menggunakan kartu kredit (Ahmed, 2020).

Religiusitas dan pengetahuan produk berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen terhadap penggunaan layanan kartu kredit halal. Sikap pada gilirannya berdampak signifikan terhadap niat konsumen untuk menerima layanan kartu kredit keuangan halal (Putit & Johan, 2015).

Bank syariah sebagai penerbit syariah card harus memperhatikan audiens yang ditargetkan, layanan yang ditawarkan terkait kartu kredit syariah, pengaruh mitra pelanggan;

dan edukasi mengenai kartu syariah sebagai media transaksi. Audiens yang dibidik adalah para pemuda yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi. Penyedia kartu kredit perlu meningkatkan pendidikan intensif di tempat kerja audiens yang ditargetkan, karena mitra memiliki pengaruh paling besar terhadap perilaku dalam menggunakan kartu syariah (Arsyianti & Adelia, 2019).

Bay'ul 'Inah digunakan untuk mem fasilitasi akses ke uang tunai, mirip dengan pinjaman pribadi konvensional. Para ahli hukum Syariah di Malaysia mengngizinkan bay'ul 'inah, menjadi penganut mazhab Syafii, yang mengatur transaksi seperti itu sebagai tindakan yang sah berdasarkan penjualan (Rosly & Sanusi, 2001). Konsep bay'ul 'inah ini, yang menjadi sandaran sebagian besar validitas kartu kredit Islam, tidak diterima secara umum oleh para sarjana Timur Tengah.

Mayoritas ahli hukum Islam, baik klasik maupun kontemporer, telah memutuskan keharamannya karena itu adalah heelah (trik hukum) untuk menghindari riba (riba), posisi yang dianut oleh ahli hukum Hanafi, Maliki dan Hanbali (Al-shaghdari & Adeyemi, 2020).

Bai al-inah, tawarruq, dan ijarah semuanya menggantikan bunga. Sementara bank konvensional membebankan bunga secara terbuka dan transparan untuk saldo kartu kredit yang diperpanjang, bank syariah

(4)

186 | Akad Kartu Kredit Syariah: Analisis Perspektif Hukum Ekonomi Islam melakukannya secara sembunyi-sembunyi dan

menipu. Perbedaan di antara berbagai prosedur pembayaran adalah derajatnya, bukan jenisnya. Prosedur yang paling tidak populer, ijarah, juga paling tidak transparan. Jadi, baik Asian School maupun Gulf School tidak mengembangkan kartu kredit bebas bunga.

Produk mereka berbeda dari kartu kredit konvensional hanya secara kosmetik. Selain itu, varian kartu kredit Islami ini berbeda satu sama lain dalam ketebalan kosmetiknya, daripada dalam beberapa hal mendasar (Çokgezen & Kuran, 2015).

Ali, Raza, dan Puah (2017) menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi niat untuk memilih bukti kartu kredit syariah dari Pakistan dengan menggunakan teori tindakan beralasan (TRA). Dengan menggunakan analisis faktor eksploratif dan hasil regresi berganda menunjukkan bahwa norma dan sikap memiliki hubungan positif dengan niat memilih kartu kredit syariah. Meskipun biaya keuangan memiliki hubungan negatif dengan tujuan penentuan kartu kredit syariah. Studi ini juga menyarankan untuk mengedukasi pelanggan tentang kartu kredit syariah untuk bersaing dengan kartu kredit konvensional dan merencanakan pemasaran dengan menggunakan media sosial dan cara pemasaran lainnya (Ali et al., 2017)

Kartu syariah diperbolehkan di Indonesia berdasarkan ide Adz-Dzari'ah, berdasarkan 'illat yang terkait dengan penciptaan produk keuangan. Selain itu, dievaluasi jika beberapa kegiatan merupakan riba dalam kenyataan, terutama penambahan biaya karena ijarah yang dikenakan oleh penerbit pada pengguna. Jadi, meskipun ijarah ini dapat digunakan sebagai variabel yang mempengaruhi pandangan seseorang tentang hukum Islam dari sudut pandang syariah, keuntungannya melebihi risikonya, dan itu adalah lebih baik membiarkan penggunaannya daripada melarangnya. Namun, izin penggunaan ini juga dikeluarkan ketika aturan baru atau yang direvisi sedang dikembangkan atau direvisi.

Mengenai pengadaan, tidak hanya dalam fatwa MUI tetapi juga dalam kartu syariah, undang- undang tertulis untuk digunakan sebagai landasan hukum yang mengikat para pihak terkait dan memberikan rekomendasi hukum

yang luas. Hal ini juga akan memperkuat posisi Fath Adz-Dzari’ah tentang boleh tidaknya menggunakan kartu syariah karena kekhususan isinya niscaya akan lebih tepat untuk menghindari kekosongan hukum (Zuhdi et al., 2022)

METODE

Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif dalam pelaksanaan makalah penelitian ini, dengan bantuan data sekunder dari perpustakaan. Penelitian kualitatif ini sebagian besar mengandalkan sumber primer dan sekunder Syariah melalui disiplin uṣul al- fiqh (prinsip-prinsip yurisprudensi Islam) karena penelitian ini merupakan penelitian berbasis Syariah sepenuhnya. Penelusuran perpustakaan merupakan tempat yang sangat baik bagi peneliti untuk melakukan penelitian dan mengeksplorasi fenomena tersebut.

Namun, peneliti akan mengetahui semua sumber data sekunder yang sesuai hanya dengan melakukan pencarian yang menyeluruh. Penelitian kepustakaan adalah wajib bagi bidang fikih Islam (fiqh) untuk keluar dengan pandangan yang sesuai dari para ahli hukum sebelumnya dan kontemporer.

Penelitian kepustakaan meliputi mengkaji naskah-naskah klasik, literatur modern, jurnal, buku, dan fatwa para ulama di bidang fiqih.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktik syariah card di Indonesia menggunakan tiga akad kafalah, qard dan ijarah. Kafalah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee (ujrah kafalah). Qardh; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Ijarah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas

(5)

187 | Akad Kartu Kredit Syariah: Analisis Perspektif Hukum Ekonomi Islam Ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan

membership fee (DSN MUI, 2006)

BSI Hasanah Card merupakan kartu pembiayaan dengan prinsip syariah yang diterbitkan oleh PT Bank Syariah Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran untuk transaksi serta berfungsi seperti kartu kredit.

Ada tiga jenis kartu yang ditawankan BSI Hasanah Card Classic, BSI Hasanah Card Gold dan BSI Hasanah Card Platinum, masing-masing dibedakan oleh jumlah limit yang diberikan pada Syariah Cardnya. Akad yang digunakan sesuai dengan Fatwa DSN No.54 yakni akad kafalah, Qardh dan Ijarah.

Kafalah berarti Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi pemegang kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu dengan merchant, dan atau penarikan tunai selain Bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Akad Qardh digunakan karena Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada pemegang kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Sedangkan Ijarah digunakan karena Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu. Atas akad ijarah ini, penerbit kartu dapat menerima fee (ujrah) (Web BSI, 2022).

Bank Syariah Indonesia bertindak sebagai penjamin (kaafil) bagi pemegang kartu. Hal ini akan menjamin semua pembayaran yang berasal dari semua transaksi yang mungkin berasal dari transaksi jual beli antara merchant dan pemegang kartu. Kemudian, bank akan menjamin bahwa nasabah dapat membayar harganya. Jika waktu pembayaran jatuh tempo, nasabah akan membayar harga ke bank.

Sedangkan untuk penarikan tunai dari ATM Bank Syariah Indonesia bertindak sebagai muqridh (pemberi pinjaman) atau tarik tunai di bank lain yang memiliki kemitraan strategis dengan Bank Syariah Indonesia.

Bank yang menawarkan jaminan pembayaran berhak memungut biaya (ujrah kafalah). DSN MUI menyatakan bahwa,

“penerbit kartu sebagai penyedia layanan pembayaran pemegang kartu. Untuk ijarah ini, pemegang kartu akan dikenakan biaya keanggotaan”. Selain itu, kontrak pinjaman (qardh) akan dieksekusi ketika pemegang kartu menarik sejumlah uang tunai. Dengan aqad qardh, BSI menjadi pemberi pinjaman (muqaridh) kepada pemegang kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari ATM BSI atau link-nya. Pemegang kartu harus mengembalikan jumlah yang sama yang ia tarik pada waktunya.

Apabila pemegang kartu terlambat membayar, maka akan dikenakan dua jenis denda, yaitu ta'widh dan denda proporsional.

Ta'widh adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank pada saat menuntut nasabah, seperti biaya untuk mengirim surat kepada pemegang kartu atau menelepon kepada pemegang kartu untuk mengingatkannya untuk melakukan pembayaran kembali. Denda ini berjumlah Rp 57.000 untuk 1 s/d 149 hari dan Rp 150.000 untuk 150 hari dan setelahnya. Denda ini tidak diakui sebagai pendapatan bank tetapi akan diperlakukan sebagai sumber dana qardhul hasan yang nantinya akan disumbangkan ke lembaga sosial fund yang bekerja dengan BSI.

Pengoperasian Islamic Credit Card meng gunakan kontrak bay' al-inah, tawarruq dan ujrah. Islamic Credit Card berdasarkan model bay' al-inah terdiri dari tiga kontrak yang mendasarinya, yaitu, bay' al-inah, wadiah dan qard al-hasan (Bilal & Mydin Meera, 2015).

Bay al inah terdiri dari dua perjanjian. Dalam perjanjian pertama nasabah membeli barang dagangan dari bank dengan harga yang telah ditentukan. Padahal, bank membeli kembali barang dagangan dari nasabah dengan harga lebih murah. Keuntungan bank dari transaksi ini diperoleh dari selisih kedua harga tersebut.

Tingkat keuntungan yang dikenakan oleh bank syariah diketahui di muka. Selanjutnya uang

(6)

188 | Akad Kartu Kredit Syariah: Analisis Perspektif Hukum Ekonomi Islam hasil akad kedua disetorkan ke rekening

wadiah nasabah.

Wadiah adalah kontrak penitipan di mana penjaga tidak diperbolehkan untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari aset. Namun, jika aset itu musnah atau rusak dia tidak bertanggung jawab kecuali terbukti lalai. Obaidullah (2005) menyatakan bahwa rekening wadiah dibuat dan dipelihara oleh bank. Kemudian, pelanggan dapat menggunakan kartunya untuk membeli barang dan jasa yang sama dengan kartu kredit konvensional. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa Islamic Credit Card didukung oleh uang tunai yang disimpan di rekening wadiah.

Namun, ada banyak kontroversi mengenai Inah karena itu adalah penjualan palsu. Tidak ada perpindahan barang atau komoditas antar pihak kecuali surat-surat. Pengaturan untuk membeli dan menjual telah ditentukan sebelumnya tanpa risiko. Selain itu, niatnya sebenarnya bukan untuk berdagang tetapi untuk mengambil kredit atau pinjaman.

Mayoritas fuqaha menganggap 'Inah tidak diperbolehkan karena memberikan alasan hukum untuk melegitimasi riba atau riba.

Akad terakhir yang digunakan dalam pengoperasian adalah qard al hasan. Bank memungkinkan nasabah untuk menarik lebih dari saldo yang tersedia di rekening wadiahnya.

Tidak ada biaya keuangan yang dikenakan pada jumlah tambahan yang digunakan. Namun, klien diharuskan untuk menyelesaikannya dalam waktu tertentu nanti Selain itu, bagi BIC keuntungan dihitung setiap bulan dan didasarkan pada jumlah transaksi yang dilakukan selama bulan tersebut, keuntungan tidak dimajemukkan seperti bank konvensional dan total keuntungan tidak boleh lebih dari keuntungan yang tercantum dalam akad bay al inah.

Kartu kredit juga ditawarkan pada kontrak al-murabahah. Disini nasabah bekerja sebagai agen pembelian atas nama bank. Atas nama nasabah bank yang dibeli dari pedagang

dengan basis kredit, dengan cara ini, aset tersebut dianggap sebagai pemilik bank.

Karena bank adalah pemilik aset itu, maka bank mengirimkan pembayaran kepada penjual. Kemudian nasabah bank membeli aset tersebut dari bank dan melakukan pembayaran yang ditangguhkan. Murabahah adalah akad antara pembeli dan penjual. Dengan demikian, penjual harus menjadi pemilik sah dari aset tersebut. Ini karena akan digunakan untuk membenarkan margin keuntungan. Penjual harus mengungkapkan harga pokok. Itu karena kontrak ini adalah bagian dari penjualan wali amanat. Nasabah wajib memberikan perpanjangan jangka waktu pelunasan kepada bank. Penjual harus menjadi pemilik aset yang sah. Begitulah cara Bank menunjuk nasabah sebagai bentuk tipu muslihat hukum, yang masih bisa diperdebatkan (Sheraz et al., 2021)

Al-Ijarah, Ar-Rahn Model, dalam akad ar- rahn nasabah bank menggadaikan hartanya kepada bank. Dalam situasi ini, bank memiliki izin untuk menggunakan aset tersebut. Setelah berakhirnya akad al-ijarah, bank harus menyewakan kembali aset tersebut kepada nasabah. Bank mencairkan uang muka ke ar- rahn ke rekening deposito yang dikenal sebagai

“Deposit Marginal Wadiah.” Saldo bergulir dari rekening marjinal Wadiah deposito ditunjukkan dengan kartu kredit. Berdasarkan saldo yang tersedia di rekening simpanan marjinal Wadiah, kartu kredit umumnya menjadi masalah. Di bawah kontrak hiwalah al-mutlaqa, setiap kali pelanggan melakukan transaksi kredit dan membeli sesuatu dari pedagang. Kemudian pedagang tersebut mengklaim utang tersebut dari bank yang bersangkutan dan fenomena ini kami sebut hiwalah al-mutlaqa (Sheraz et al., 2021)

Model Ownership of goods (Musharka) Pertama-tama, penting untuk dipahami bahwa kartu kredit digunakan untuk membeli produk dari pasar secara kredit. Dari sudut pandang syariah, penjual perlu mempertahankan kepemilikan barang yang akan dijualnya,

(7)

189 | Akad Kartu Kredit Syariah: Analisis Perspektif Hukum Ekonomi Islam setidaknya untuk jangka waktu tertentu. Kartu

kredit syariah memenuhi syarat ini dengan menanamkan modal di beberapa gerai ritel tertentu yang bisa diterapkan. Sekarang bank menjadi pemilik bersama dengan toko berdasarkan perjanjian Musharka

Adil, (2006) penelitian ini mengembangkan model keuangan untuk kartu kredit syariah untuk bank syariah Inggris di Inggris. Temuan penelitian yang dilaporkan menyarankan bahwa dalam kartu kredit konvensional didasarkan pada unsur bunga yang bertentangan dengan aturan syariah. Meskipun banyak ulama percaya bahwa itu digunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan pembayaran teratur sehingga menghindari riba.

Makalah ini menyarankan dua struktur model;

atas dasar nya bank syariah Inggris dapat mengembangkan kartu kredit. Model pertama adalah Kafala dan juga dikenal dekat dengan model kartu kredit, dan model lainnya terdiri dari kombinasi timbal balik dari perjanjian tawwarug dan wadiah. Literatur mencakup konsep-konsep syariah yang memberikan dasar untuk kartu kredit yang berlaku

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada beberapa akad yang dapat dikombinasikan dalam produk syariah card pada bank syariah. BSI dapta menerbitkan syariah card dengan menggunakan tiga akad yakni akad Kafalah, Qard dan Ijarah sesuai dengan aturan fatwa. Disamping itu produk syariah card dapat juga menggunakan kombinasi akad yakni Bay ul Inah, Wadiah dan Qard al Hasan seperti yang digunakan oleh Bank Islam Malaysia. Kemudian bank syariah juga dapat menggunkan konsep baru yang ditawarkan yakni kartu kredit berbasis Musyarakah dan Murabahah. Model lain yang dapat digunakan Al-Ijarah, Ar-Rahn Model dam model kontrak murabahah.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ahmad, S., Harahap, R., Azmi, M. U., & Bin Lahuri, S. (2019). Fiqh Review on The Use of Sharia Credit Card Based on Fatwa.

Journal of Islamic Economic Law, 3(2).

Ahmed, A. M. (2020). Consumer Behavior toward the Use of Credit Cards: The Empirical Evidence from Iraq. Shirkah:

Journal of Economics and Business, 5(1).

Al-shaghdari, F., & Adeyemi, A. A. (2020).

Determinants of Islamic Credit Card Adoption in Malaysia a Structural Equation Modeling Approach. International Journal Of Creative and Innovative Research In All Studies, 3(4), 1–10.

Ali, M., Raza, S. A., & Puah, C. H. (2017).

Factors affecting to select Islamic credit cards in Pakistan: the TRA model. Journal of Islamic Marketing, 8(3), 330–344.

https://doi.org/10.1108/JIMA-06-20150043 Arsyianti, L. D., & Adelia, A. (2019). Sharia

Compliance-Credit Card Exposure and Utilization in the Growing Digital Economy. Journal of Islamic Monetary Economics and Finance, 5(4), 891–918.

https://doi.org/10.21098/jimf.v5i4.1138 Balarabe, A., & Abdullah, M. F. (2020). The

Islamic Credit Card Based on Ujrah Concept: Conceptual Review. Journal of Emerging Economies and Islamic Research, 8(3), 74. https://doi.org/10.

24191/jeeir.v8i3.9556

Bilal, M., & Mydin Meera, A. K. (2015). Al- Muqassah Model: An Alternative Shariah- Compliant Islamic Credit Card Model.

International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 8(4), 418–438. https://www.emerald.com/

insight/content/doi/10.1108/IMEFM-06- 2014-0052/full/html

Çokgezen, M., & Kuran, T. (2015). Between Consumer Demand and Islamic law: The evolution of Islamic credit cards in Turkey.

Journal of Comparative Economics, 43(4), 862–882. https://doi.org/10.1016/j.jce.

2015.07.005

DSN MUI. (2006). Fatwa DSN No.54/DSN- MUI/X/2006 Tentang Syariah Card.

Obaidullah, M. (2005). Islamic Financial Services. In Islamic Economics Research Center, King Abdul Azis University.

https://doi.org/10.4197/islec.20-1.9

Otoritas Jasa Keuangan. (2021). Snapshot Perbankan Syariah September 2021.

(8)

190 | Akad Kartu Kredit Syariah: Analisis Perspektif Hukum Ekonomi Islam Putit, L., & Johan, Z. J. (2015). Consumers‟

Acceptance of „Halal‟ Credit Card Services: An Empirical Analysis. Journal of Emerging Economies and Islamic Research, 3(1), 51. https://doi.org/10.

24191/jeeir.v3i1.9051

Rosly, S. A., & Sanusi, M. (2001). Some Issues of Bay’ al-’Inah in Malaysian Islamic Financial Markets. Arab Law Quarterly, 16(3), 263–280.

Sheraz, M., Ullah, A., Ullah, S., & Irfan Khadim, M. (2021). Islamic Credit Card: A New Version of Sharia Compliant Credit Card.

International Journal of Information,

Business and Management, 13(4), 2021.

Wijaya, R. P., & Ismail, N. (2020). Sharia Credit Card in The View of Maqasid al-Sharia. Al- Iktisab: Journal of Islamic Economic Law, 4(1), 17. https://doi.org/10.21111/aliktisab.

v4i1.4347

Zuhdi, S., Indah, D. N., Candraningtyastuti, D.,

& Kamila, T. S. (2022). Ijarah and Riba In The Sharia Card: Analysis Of ‘Illat Hukmi Of Sharia Card In The Adz-Dzari’ah Perspective. Jurnal Jurisprudence, 11(2), 221–233. https://doi.org/10.23917/jurispru dence.v11i2.15307

Referensi

Dokumen terkait

dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas9. kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk

Kartu Debit merupakan APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan, dimana

Pengertian kartu kredit sendiri berdasarkan Pasal 1 angka 4 adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas

Pengertian kartu kredit menurut pasal 1 ayat (4) dalam PBI ini yaitu: “APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari

Kartu kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan.. pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan

Alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan Satker, untuk melakukan pembayaran atas transaksi belanja negara dalam penggunaan UP Kartu Kredit Pemerintah1. Kartu

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Kartu Kredit adalah Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban

9 Kemudian Bank Indonesia memperkuat definisi dari kartu kredit sebagai alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran