FORMULASI SEDIAAN
Skin Cream
ALOE VERA
(
Aloe barbadensis)
: EVALUASI FISIK DAN
STABILITAS FISIK SEDIAAN
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
ALIFAH ANASTYA DINI
K 100110120
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
1
FORMULASI SEDIAAN SKIN CREAM ALOE VERA (Aloe barbadensis): EVALUASI FISIK DAN STABILITAS FISIK SEDIAAN
FORMULATION OF SKIN CREAM ALOE VERA (Aloe barbadensis): EVALUATION OF PHYSICAL PROPERTIES AND PHYSICAL STABILITY
Alifah Anastya Dini* dan Anita Sukmawati
Jl A Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasurra Surakarta 57102 Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
*E-mail: alifahdini21@gmail.com
ABSTRAK
Krim merupakan bentuk sediaan yang sering dipilih pada kosmetik karena penggunaanya yang cukup mudah. Pada krim biasanya terdapat suatu zat pengental dan emulgator untuk membentuk suatu masa krim yaitu setil alkohol dan asam stearat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan asam stearat dan setil alkohol sebagai basis krim lidah buaya. Lidah buaya biasanya digunakan untuk, obat jerawat, obat luka bakar, pelembab, peremajaan kulit, dan lain-lain. Ekstrak lidah buaya dibuat dengan metode pengeringan beku (Freeze Dry). Formula krim dibuat dengan variasi kombinasi penggunaan asam stearat dan setil alkohol yaitu F1 (3:7), F2 (4:6), dan F3 (1:9). Pembuatan krim menggunakan sistem dua fase yaitu tipe minyak dalam air atau oil in water (O/W). Evaluasi fisik yang dilakukan meliputi: pH, viskositas, homogenitas, uji daya menyebar, uji daya melekat, serta uji stabilitas sediaan yang disimpan selama 2 bulan. Hasil menunjukkan semua krim homogen tetapi terdapat perubahan bau dan warna pada formula 1 yang disimpan pada suhu ruang. Nilai pH semua krim masih dalam kisaran pH normal. Uji viskositas menunjukkan bahwa viskositas yang lebih tinggi terkait dengan peningkatan jumlah setil alkohol yang ditambahkan pada krim. Namun, penggunaan kombinasi asam stearat dan setil alkohol tidak mempengaruhi daya lekat dan kemampuan menyebar pada semua krim. Ada ketidakstabilan pada daya lekat krim terjadi pada minggu ke 5, yang ditandai dengan meningkatnya daya lekat krim dalam semua formulasi. Pada uji daya sebar, ada ketidakstabilan krim ditunjukkan dengan meningkatkan kemampuan penyebaran krim pada minggu ke-4 di semua formula yang disimpan pada suhu dingin. Selain itu, ada juga peningkatan kemampuan menyebar krim yang disimpan pada suhu kamar, formula 1 pada minggu 5, dan formula 2 dan 3 pada minggu ke 6.Formula krim yang baik ditunjukkan pada formula 2 dengan asam stearat 6% dan setil alkohol dan setil alkohol 4% yang stabil selama 4 minggu penyimpanan dengan tidak menunjukkan adanya perubahan warna, bau, homogenitas, pH, viskositas, daya lekat dan daya sebar krim.
Kata kunci: Aloe vera, krim, evaluasi fisik, stabilitas sediaan.
ABSTRACT
Cream is a dosage form that is frequently chosen as cosmetic since its easiness to use. There are a thickening agent and an emulsifier to form a cream e.g cetyl alcohol and stearic acid. This study aims to determine the effect of stearic acid and cetyl alcohol for aloe vera cream base. Aloe vera is usually used for, acne medication, burn treatment, moisturizer, skin rejuvenation, and others. Extract aloe vera was made by freeze-drying method. Creams were made with various combinations of stearic acid and cetyl alcohol, they are F1 (3: 7), F2 (4: 6), and F3 (1: 9). The cream were made using a two-phase system (O / W) type. Physical evaluation was tested including pH, viscosity, homogeneity, spreading ability, theadhesiveness, and the stability of the preparation on 2 month storages. The results showed that all creams are homogenous but there is a change in odor and color of the formula 1 when stored at room temperature. The pH of all cream are still within the normal pH range. The viscosity test showed that the higher viscosity obtained related to the increasing amount of cetyl alcohol added to the creams. However, the use of a combination of stearic acid and cetyl alcohol did not affect the adhesion and the spreading ability all of cream. There were instability in the adhesiveness of cream occurred at week 5, which was characterized by an increasing adhesiveness of creams in all formulation. In spreading ability, there were instability of cream indicated by increasing the spread ability of cream on the 4th week in all formulas stored at a cold temperature. In addition, there were increasing of spreading ability of creams stored at room temperature, whereas formula 1 at week 5, and formula 2 and 3 at week 6. A good cream shown in formula 2 with stearic acid 6% and Cetyl alcohol 4% that is stable for 4 weeks storage and does not indicate any change of color, odor, its homogeneity, pH, viscosity, adhesion and the spreading ability .
2
PENDAHULUAN
Kosmetik umumnya mengandung campuran senyawa kimia dan tidak banyak yang
berasal dari sumber alami (Schneider et al., 2012). Permintaan akan kosmetik herbal saat
ini berkembang sangat pesat. Perluasan ini disebabkan karena adanya ketersediaan bahan
baku dari alam. Adanya kemungkinan reaksi negatif pada kulit karena campuran senyawa
kimia menyebabkan konsumen beralih ke produk kosmetik herbal ini (Singh et al., 2011).
Aloe vera atau dikenal dengan nama Lidah Buaya, tanaman ini telah dikenal dan
digunakan selama berabad-abad untuk kesehatan, kecantikan, obat dan perawatan kulit dan
tata rias. Produk ini dapat diterapkan topikal sebagai emolien untuk luka bakar, kulit
terbakar dan abrasi ringan. Lidah buaya juga memiliki efek antibakteri, antijamur,
antivirus, antioksidan, dan antiinflamasi, sehingga dapat digunakan secara eksternal untuk
menyembuhkan luka dan telah didukung oleh penyelidikan klinis (Ashwal et al., 2013).
Krim merupakan salah satu kosmetik yang paling banyak digunakan. Sediaan ini
sangat mudah diaplikasikan pada kulit dan mudah menyerap ke dalam kulit. Penggunaan
krim disini dimaksudkan untuk obat luar dengan cara dioleskan pada kulit (Anief, 1999).
Salah satu aktivitas paling penting dalam suatu preformulasi yaitu evaluasi
kestabilan fisik suatu bentuk sediaan obat. Sediaan krim yang tidak stabil akan
menimbulkan terjadinya kriming, pemisahan fase, serta terjadinya inversi fase (Anief,
1999). Ketidakstabilan krim dapat dideteksi dengan perubahan dalam penampilan fisik,
tekstur sediaan, serta kenyamanan saat pemakaian (Ansel, 1989). Sediaan krim yang baik
seharusnya memenuhi kriteria yaitu stabil, lunak, mudah dipakai, dan terdistribusi secara
merata.
Zat pengental dan emulgator seperti setil alkohol dan asam stearat dalam sediaan
krim di sini haruslah tepat penggunaannya. Penggunaan yang kurang tepat dalam formulasi
akan menyebabkan krim menjadi terlalu keras, kental dan berubah warna menjadi lebih
gelap, sehingga menimbulkan rasa kurang nyaman saat penggunaan dan sediaan krim yang
kurang stabil (Ansel, 1989).
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
penggunaan asam stearat dan setil alkohol sebagai basis krim lidah buaya terhadap evaluasi
3
METODE PENELITIAN Alat dan Bahan
Alat. Alat-alat gelas (Iwaki pyrex), mortir dan stamfer, waterbath, pH meter, timbangan
analitik, rotary evaporator, viskometer, alat uji daya lekat, dan alat uji daya sebar.
Bahan. Lidah buaya, asam stearat, setil alkohol, oleum cocos, gliserin, metal paraben,
TEA, dan aquadest.
Jalannya Penelitian
Freeze Drying Lidah Buaya. Lidah buaya dikupas dan diambil daging buahnya yang
bening. Lalu daging lidah buaya dicuci sampai bersih untuk menghilangkan getahnya.
Daging buah dipotong kecil dan tipis dimasukkan ke dalam wadah. Potongan daging buah
diisikan kurang lebih 1cm dari dasar wadah gunanya agar proses lebih cepat dan kering.
Wadah yang sudah berisi lidah buaya tadi dibekukan dahulu pada refrigerator kulkas
kurang lebih selama 1 hari. Kemudian wadah ditata dan dimasukkan ke dalam alat freeze
drying dengan cara ditumpuk. Lidah buaya dibiarkan hingga didapat lidah buaya yang
keras kurang lebih selama 2 hari.
Pembuatan Krim. Minyak dalam air (O/W) dirumuskan berbasis emulsi krim (formulasi
semi padat). Asam stearat, setil alkohol, oleum cocos dilarutkan dalam fase minyak
(Bagian A) dan dipanaskan sampai 75oC. Sedangkan hasil freeze drying lidah buaya
digerus dan dilarutkan dalam air lalu ditambahkan metil paraben, propil paraben, TEA dan
propilenglikol, diaduk hingga homogen (Bagian B). Setelah pemanasan fase berair
ditambahkan ke dalam fase minyak dengan pengadukan terus menerus sampai campuran
tadi homogen dan dingin. Formulasi untuk krim disajikan dalam tabel 2. (Ashwal et al.,
2013).
Tabel 1. Formulasi Krim
Komposisi Penimbangan (gram)
F1 F2 F3 Freeze drying lidah buaya
Asam stearat
Pengukuran pH. Pengukuran pH menggunakan pH meter. pH meter dikalibrasi
menggunakan buffer pH 7 dan buffer pH 4. Setelah dikalibrasi, lalu pH dicelupkan
4 pengukuran pH yang didapat. Pengukuran dilakukan pada krim yang disimpan pada suhu
ruang dan suhu dingin setiap 1 minggu sekali selama 2 bulan (Jufri, 2006).
Homogenitas. Krim diuji homogenitas dengan tampilan visual dan dengan sentuhan. Krim
diamati perubahannya setiap 1 minggu sekali selama 2 bulan (Ashwal et al., 2013).
Viskositas. Viskositas formulasi ditentukan oleh Rion Rotor Viskoteseter VT-04
menggunakan spindle no 3. Krim dimasukkan dalam bekker glass, lalu spindle dicelupkan
ke dalam krim jangan sampai menyentuh wadah. Kemudian alat viskosimeter dinyalakan
dan dilihat pada viskosimeter berapa skala yang ditunjuk. Hasil pengukuran viskositas
dicatat dan dilakukan uji ini setiap 1 minggu sekali selama 2 bulan (Ashwal et al., 2013).
Uji Daya Sebar. Sebanyak 0,5 g krim diletakkan ditengah petri, lalu petri yang satu
diletakkan diatasnya dibiarkan selama 1 menit. Diameter krim yang menyebar diukur
menggunakan kertas milimeter atau penggaris, kemudian ditambahkan 50 g beban
tambahan diamkan 1 menit dan diukur diameter krim yang menyebar. Uji daya sebar
replikasi sebanyak 3 kali hingga diperoleh diameter yang konstan, dan diuji setiap 1
minggu sekali selama 2 bulan ( Nurlaela et al., 2012).
Uji Daya Lekat. Krim sebanyak 0,25 g diletakkan diatas objek gelas yang telah ditentukan
luasnya. Objek gelas yang berisi krim ditempelkan objek gelas yang lain kemudian ditekan
dengan beban 1 kg selama 5 menit. Objek gelas dipasang pada alat tes dan dilepaskan
beban seberat 80 g. Waktu yang diperlukan hingga dua objek gelas tersebut terlepas
dicatat. Uji ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali, uji dilakukan setiap 1 minggu sekali
selama 2 bulan (Nurlaela et al., 2012).
Uji Kestabilan Fisik Krim. Krim diuji kestabilannya dengan cara penyimpanan pada suhu
ruang (27-28oC), suhu dingin(6-8oC), suhu ruang di tempatkan pada lemari laboratorium
kering yang ada diruangan dan suhu dingin di tempatkan pada almari pendingin.
Perubahan bau dan warna krim, viskositas, pH, homogenitas, daya sebar dan daya lekatnya
diamati (Jufri, 2006). Pengujian dilakukan setiap 1 minggu sekali selama 2 bulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Freeze Drying Lidah Buaya. Lidah buaya diperoleh dengan metode pengeringan-beku
atau freeze drying. Metode ini biasanya digunakan untuk mengawetkan produk yang
mengandung air. Alasan digunakan metode ini adalah dapat mempertahankan struktur
produk, menghasilkan produk yang bermutu tinggi, dan cocok untuk bahan yang tidak
tahan pemanasan tinggi. Prinsip metode ini adalah liofilisasi untuk menghilangkan
5 buaya kering dan ringan. Hasil rendemen freeze drying lidah buaya yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel 2. Rendemen digunakan untuk mengetahui presentase ekstrak yang
dihasilkan dari tanaman utuh (sebelum ekstraksi).
Tabel 2. Hasil freeze drying lidah buaya
Berat Basah Berat Kering Rendemen
513,1 gram 9,45 gram 1,84%
Homogenitas. Uji homogenitas dilakukan secara visual dan dengan sentuhan. Homogenitas dapat dilihat dengan tidak adanya partikel-partikel yang memisah atau fase
terdispersi terdistribusi merata pada fase pendispers. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas krim lidah buaya
Formula Penyimpanan Minggu ke
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Hasil dari pengujian homogenitas menunjukkan bahwa semua formula krim lidah buaya
yang disimpan dalam suhu kamar (27-280C) dan suhu dingin (7-80C) selama 2 bulan tidak
terjadi pemisahan-pemisahan partikel. Sehingga krim ini dapat dikatakan tidak mengalami
perubahan secara fisik dalam hal homogenitas krim.
Uji Stabilitas Fisik Krim. Uji stabilitas fisik krim lidah buaya dengan memperhatikan ada tidaknya perubahan secara fisik terhadap warna dan bau krim yang disimpan selama 2
bulan, perubahan ini diamati secara visual.
Tabel 4. Hasil pengamatan bau krim lidah buaya
Formula Penyimpanan Minggu ke
6
Tabel 5. Hasil pengamatan warna krim lidah buaya
Formula Penyimpanan Minggu ke
0 1 2 3 4 5 6 7 8
** : warna putih susu, ada sedikit warna hijau dan kuning pada permukaan krim
Suhu dingin : 6 o
C – 8 o
C
Suhu ruang : 27 oC – 28 oC
Dari tabel 4 dan tabel 5 pada formula 2 dan 3 tidak mengalami perubahan bau dan
warna setelah penyimpanan selama 2 bulan pada suhu ruang dan suhu dingin. Sedangkan
pada formula 1 pada penyimpanan suhu dingin juga tidak mengalami perubahan, tetapi
pada penyimpanan suhu ruang mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi setelah
memasuki minggu kempat yaitu terjadinya penurunan bau dan warna pada krim.
Penurunan ini ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi hijau pada permukaan
krim dan bau menjadi tengik. Pada formula 1 ini mengandung setil alkohol yang paling
tinggi dibanding kedua formulasi lainnya. Setil alkohol merupakan alkohol rantai panjang,
menurut Buckle et al, 1987 pertumbuhan mikroorganisme pembentuk alkohol optimal
pada suhu ruang, sedangkan pertumbuhan mikroba akan terhambat pada suhu rendah.
Karena penggunaan setil alkohol pada formula ini besar dan disimpan pada suhu ruang
maka memungkinkan adanya pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan mikroba ini semakin
tinggi dengan penyimpanan yang semakin lama. Apalagi didalam krim ini sendiri telah
terdapat alkohol rantai panjang dari setil alkohol jadi semakin besar pula pertumbuhan
mikroba yang terbentuk.
Uji Viskositas. Viskositas merupakan uji kekentalan pada suatu sediaan. Viskositas pada krim menunjukkan mudah tidaknya krim itu diambil atau dituangkan dalam wadah.
Berikut tabel hasil pengukuran viskositas pada krim lidah buaya tanpa dilakukan replikasi.
Tabel 6. Hasil Uji viskositas krim lidah buaya Viskositas (dPas)
Formula Suhu Minggu ke
7 Tabel 6 menunjukkan bahwa semua formula krim yang disimpan pada suhu dingin
memiliki nilai viskositas yang lebih besar dibandingkan dengan krim yang disimpan pada
suhu ruang. Hal ini disebabkan karena krim yang disimpan pada suhu dingin mengalami
pembekuan, sehingga nilai viskositasnya lebih tinggi dibandingkan dengan krim yang
disimpan pada suhu ruang. Nilai viskositas formula 1 lebih besar dari formula 2, dan nilai
viskositas formula 2 lebih besar dari formula 3 ( formula 1 > formula 2 > formula 3) baik
yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu dingin. Hal ini disebabkan karena perbedaan
penggunaan setil alkohol yang berperan sebagai thickening agent atau agen pengental.
Penggunaan setil alkohol pada formula 1 lebih banyak dari formula 2, sedangkan formula 2
lebih banyak dari formula 3. Sehingga semakin banyak penggunaan setil alkohol semakin
besar nilai viskositasnya. Pada ketiga formulasi terlihat stabil nilai viskositasnya yang
disimpan selama 2 bulan pada suhu dingin dan F2 pada suhu kamar. Tetapi pada F1 dan F3
terjadi penurunan viskositas yang terjadi pada minggu ke-5 yang disimpan pada suhu
kamar. Menurut Agoes (2012), penurunan viskositas mengindikasikan adanya pemisahan
fasa dan umur simpan sediaan yang tidak baik. Pada formulasi 1 dan 3 viskositasnya stabil
sampai penyimpanan minggu keempat pada suhu ruang.
Uji pH. Uji ini dilakukan untuk mengetahui pH krim lidah buaya. Menurut Warsitaatmaja (1997), sediaan topikal biasanya memiliki pH yang sama dengan pH kulit yaitu antara 4,5 -
7. pH yang terlalu asam atau basa dapat menyebabkan iritasi kulit. Pengukuran pH (Tabel
7) yang disimpan selama 2 bulan pada suhu kamar dan suhu dingin tanpa replikasi.
Tabel 7. Hasil Uji pH krim lidah buaya Formula Suhu Minggu ke
Ketiga formula yang disimpan pada suhu ruang memiliki pH 6,85 - 6,90, pH
tersebut masuk pada kisaran pH kulit. Sedangkan pada ketiga formula yang disimpan pada
suhu dingin memiliki pH pada 7,23 - 7,87, pH tersebut masih berada pada kisaran pH
netral hanya sedikit lebih tinggi dari pH normal kulit. Sehingga diharapkan masih diterima
oleh kulit dengan tidak menimbulkan iritasi. Menurut Winarni & Jenie (1982), faktor suhu
berpengaruh besar terhadap pembentukan kadar asam dimana suhu penyimpanan rendah
8 bakteri asam, begitupula sebaliknya. Formula krim ini mengandung asam yaitu asam
stearat. Ketika krim disimpan pada suhu ruang (27oC – 28 oC) tidak terjadi penghambatan
pertumbuhan asam, sehingga pH nya akan lebih asam dibandingkan dengan krim yang
disimpan pada suhu dingin (6 oC – 8 oC). tetapi selisihnya tidak begitu besar, kedua
penyimpanan menghasilkan nilai pH yang masih dalam kisaran pH normal. Sehingga
diharapkan masih diterima oleh kulit dengan tidak menimbulkan iritasi.
Uji Daya Lekat. Uji daya lekat ini berfungsi mengetahui kemampuan krim untuk melekat atau menempelnya pada permukaan kulit pada saat digunakan. Semakin lama krim melekat
pada kulit, maka zat aktif yang dilepaskan pada basis akan semakin banyak diabsorbsi.
Berikut hasil uji daya lekat yang disimpan selama 2 bulan pada suhu ruang dan suhu
dingin.
Gambar 1. Perbandingan daya lekat krim dengan penyimpanan 3 kali replikasi pada suhu ruang (27 o
C – 28 oC)(A) dan pada suhu dingun (6 oC – 8 oC)
Uji statistik dengan one way ANOVA dilakukan untuk mengetahui perubahan daya
lekat krim selama penyimpanan. Uji ini dilakukan tiap minggu selama 2 bulan
9 kepercayaan 95% pada semua formula yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu
dingin. Hal ini berarti bahwa adanya perubahan secara signifikan pada daya lekat krim
selama 2 bulan penyimpanan. Perubahan tersebut dapat dilihat pada gambar 1 terjadi
kenaikan daya lekat krim semua formula mulai minggu ke-5. Analisis tiap minggu
menggunakan Post Hoc Test pada minggu ke-4 terhadap minggu ke-5. Hasil menunjukkan
nilai signifikan pada semua formula <0,05. Pada penyimpanan suhu ruang formula 1
memiliki nilai signifikan 0,002, formula 2 dan formula 3 memiliki nilai signifikan 0,000
(P-value<0,05). Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin formula 1 memiliki nilai
signifikan 0,022, formula 2 0,014, dan formula 3 0,001 (P-value<0,05). Hal ini berarti
bahwa semua formula menunjukkan peningkatan daya lekat krim secara signifikan pada
minggu ke-5. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua formulasi tidak stabil setelah
disimpan selama 5 minggu. Lalu dilakukan analisis statistik uji t setiap formula pada setiap
suhu. Uji ini dilakukan untuk mengetahui daya lekat krim terhadap penggunaan jumlah
asam stearat dan setil alkohol pada minggu ke-5. Hasil menunjukkan bahwa semua
formula yang disimpan disuhu kamar maupun suhu dingin pada minggu ke-5 tidak
memiliki perbedaan yang bermakna karena memiliki nilai signifikansi >0,01 dengan taraf
kepercayaan 99%. Ini berarti bahwa tidak ada pengaruh perbedaan jumlah setil alkohol dan
asam stearat terhadap daya lekat krim pada minggu ke-5. Adanya peningkatan daya lekat
dapat mengindikasikan penurunan kekentalan pada krim atau mencair. Krim yang diuji
memiliki basis m/a, sehingga ketika kekentalan dari krim menurun, kandungan cairan
dalam krim meningkat. Adanya gaya adhesi antara krim dengan obyek gelas akan semakin
meningkat dengan mencairnya krim. Krim menempel pada obyek gelas dan ditumpuk lalu
obyek gelas lain lalu diberikan beban mengakibatkan gaya adhesi antara krim yang
mencair dengan obyek gelas akan semakin besar, sehingga 2 obyek gelas yang saling
bertumpukan tadi akan sulit terlepas. Air merupakan zat yang mudah menyerap pada kulit,
sehingga semakin mencairnya krim penyerapan pada kulit akan semakin meningkat. Hal
ini akan berpengaruh terhadap proteksi dari krim atau tertahannya krim pada permukaan
kulit.
Uji Daya Sebar. Uji daya sebar ini digunakan untuk mengetahui kemampuan menyebar krim lidah buaya pada lokasi penggunaan dan mengetahui kelunakan krim. Semakin besar
gaya yang diberikan, semakin besar pula daya sebar krim pada kulit. Berikut hasil uji daya
sebar yang disimpan selama 2 bulan pada suhu ruang dan suhu dingin. Beban dalam satuan
10
Gambar 2. Perbandingan daya sebar krim dengan beban menggunakan percobaan uji 3 kali replikasi Keterangan :
Gambar 2 menunjukkan bahwa kemampuan menyebar krim tiap formula baik. Hal
ini ditunjukkan dengan semakin besar gaya/beban yang diberikan, daya sebar krim
semakin meningkat. Sehingga krim mudah untuk dioleskan pada kulit. Suhu penyimpanan
mempengaruhi penyebaran krim. Krim yang disimpan pada suhu dingin biasanya
mengalami pembekuan sehingga krim sulit menyebar, sedangkan krim yang disimpan pada
suhu ruang konsistensinya lebih cair sehingga mudah untuk menyebar.
11
Gambar 3. Perbandingan daya sebar krim terhadap lama penyimpanan dengan 3 kali replikasi pada suhu ruang (27 oC – 28 oC)(A) dan pada suhu dingun (6 oC – 8 oC)
Uji statistik dilakukan dengan one way ANOVA untuk mengetahui perubahan
daya sebar krim selama penyimpanan. Uji ini dilakukan tiap minggu selama 2 bulan
penyimpanan. Hasil uji menunjukkan nilai signifikan <0,05 dengan taraf kepercayaan 95%
pada semua formula yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu dingin. Hal ini berarti
bahwa adanya perubahan secara signifikan pada daya lekat krim selama 2 bulan
penyimpanan. Lalu dilakukan uji statistik tiap minggu dengan metode Post Hoc Test.
Semua formula krim yang disimpan pada suhu dingin menunjukkan nilai signifikan 0.001
pada minggu ke-1 terhadap minggu ke-4. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang
signifikan terhadap daya sebar krim yang disimpan pada suhu dingin pada minggu-4. Lalu
krim yang disimpan disuhu ruang pada formula 2 dan formula 3 menunjukkan nilai
signifikan 0.015 pada minggu ke-5 terhadap minggu ke-6, sedangkan formula 1
menunjukkan nilai signifikan 0.001 pada minggu ke-1 terhadap minggu ke-5. Hal ini
berarti bahwa formula 1 dan 2 yang disimpan pada suhu ruang menunjukkan peningkatan
daya sebar yang signifikan pada minggu ke-6. Sedangkan formula 1 yang disimpan pada
suhu ruang menunjukkan peningkatan daya sebar yang signifikan pada minggu ke-5. Bila
dilihat dari viskositasnya, pada F1 dan F3 yang disimpan pada suhu ruang akan mengalami
peningkatan daya sebar krim karena viskositasnya menurun. Tetapi peningkatan daya sebar
krim terjadi pada semua formula. Perubahan ini bisa disebabkan karena tidak homogennya
krim. Partikel-partikel yang tidak terdistribusi merata dalam krim dapat mengakibatkan
12 suhu ruang yang menunjukkan peningkatan daya sebar krim pada minggu ke-5 disertai
adanya penurunan viskositas dan terjadinya perubahan bau serta warna pada krim. Jadi
formula 1 yang disimpan pada suhu ruang tidak stabil setelah penyimpanan minggu ke-5
karena menunjukkan perubahan pada warna, bau, viskositas, dan daya sebar krim. Uji t
dihitung pada masing-masing formula terhadap suhu. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
daya sebar krim terhadap perbedaan penggunaan jumlah asam stearat dan setil alkohol
pada tiap formula. Dibandingkan daya sebar pada minggu ke-4 pada tiap formula krim
yang disimpan suhu dingin. Sedangkan krim yang disimpan suhu ruang dilakukan uji t
daya sebar minggu ke-6 pada tiap formula. Hasil uji t bahwa semua formula yang disimpan
pada suhu kamar maupun suhu dingin tidak memiliki perbedaan yang bermakna karena
memiliki nilai signifikansi >0,01 dengan taraf kepercayaan 99%. Hal ini berarti bahwa
pengaruh penggunaan setil alkohol dan asam stearat terhadap daya sebar krim sama pada
tiap formula pada minggu ke-4 dan minggu ke-6. Pada hasil dan pembahasan dapat
diketahui bahwa formula krim yang baik yaitu dengan tidak menunjukkan adanya
perubahan terhadap homogenitas, warna, bau, pH, daya lekat dan daya sebar. Krim yang
stabil merupakan krim yang tidak menunjukkan kenaikan atau penurunan kualitas krim
selama penyimpanan. Pada formula 1 dengan asam stearat 3% dan setil alkohol 7%
menunjukkan adanya perubahan warna menjadi coklat kekuningan dan bau tengik. Pada
formula 3 dengan asam stearat 9% dan setil alkohol 1% terjadi penurunan viskositas. Krim
yang baik ditunjukkan pada formula 2 dengan penggunaan asam stearat 6% dan setil
alkohol 4% yang stabil selama penyimpanan 4 minggu atau 1 bulan yang disimpan pada
suhu ruang maupun suhu dingin. Formula 2 tidak menunjukkan adanya perubahan pada
homogenitas, warna, bau dan pH serta tidak menunjukkan adanya peningkatan yang
signifikan terhadap daya lekat dan daya sebarnya selama 4 minggu penyimpanan baik pada
suhu ruang maupun suhu dingin. Dari hasil ini, perlu dilakukan reformulasi kombinasi
antara asam stearat, setil alkohol, dan pengawet agar tidak terjadi perubahan bau, warna,
viskositas, daya lekat dan daya sebar krim selama 6 bulan penyimpanan. Penambahan
antioksidan juga dapat mencegah degradasi krim dari pengaruh luar agar krim tidak cepat
13
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa:
1. Kombinasi penggunaan asam asetat dan setil alkohol dalam krim lidah buaya
mempengaruhi warna, bau, dan homogenitas sediaan, serta mempengaruhi pH,
viskositas, daya lekat dan daya sebar krim.
2. Homogenitas ketiga formula bagus tetapi terdapat perubahan bau dan warna pada
formula 1 yang disimpan pada suhu ruang.
3. Nilai pH semua krim berada dalam range pH normal.
4. Viskositas krim semakin kental dengan bertambahnya penggunaan setil alkohol.
5. Adanya ketidakstabilan uji lekat pada minggu ke-5 pada ketiga formula.
6. Adanya ketidakstabilan uji daya sebar pada minggu ke-4 pada semua formula krim
yang disimpan disuhu dingin dan minggu ke-5 pada suhu ruang. untuk formula 1 dan
minggu ke-6 untuk formula 2 dan 3.
7. Formula krim yang baik ditunjukkan pada formula 2 dengan asam stearat 6% dan setil
alkohol 4% yang stabil selama 4 minggu penyimpanan dengan tidak menunjukkan
adanya perubahan warna, bau, homogenitas, pH, viskositas, daya lekat dan daya sebar
krim.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan, dapat disarankan:
1. Penambahan antioksidan seperti vitamin C atau tokoferol kedalam formula skin cream
Aloe vera.
2. Re-formulasi krim ekstrak lidah buaya dengan kombinasi asam sterat:setil alkohol (6:4)
atau (6:3) dan dilanjutkan uji stabilitas.
UCAPAN TERIMAKASIH
Dosen pembimbing dan semua pihak yang telah memberikan pengarahan, bimbingan,
nasihat, masukan, dan ilmu yang bermanfaat selama penelitian dan penyusunan skripsi.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1999, Ilmu Meracik Obat, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Jakarta, UI Press.
Ashwal, A., Kalra, M. & Rout, A., 2013, Preparation and Evaluation of Polyherbal
14 Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H . Fleet, & M . Wooton. 1987, Ilmu Pangan. Cetakan
Kedua, Jakarta, Universitas Indonesia Press.
Jufri Mahdi, R.D. & A.R.F., 2006, Studi Kemampuan Pati Biji Durian Sebagai Bahan
Pengikat Dalam Tablet Ketoprofen Secara Granulasi Basah, Majalah Ilmu
Kefarmasian, 3 (2), 78-86.
Nurlaela, E., Nining, S. & Ikhsanudin, A., 2012, Optimasi Penggunaan Tween 80 dan Span
80 sebagai Emulgator dalam Repelan Minyak Atsiri Daun Sere ( Cymbopogon
citratus (D.C) Stapf ) Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti Betina pada Basis Vanishing
Cream dengan Metode Simplex Lattice Design, Jurnal Ilmu Kefarmasian, Fakultas
Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan, 2.
Schneider, Gunther and A.G., Beiersdorf, 2012, Skin Cosmetics , Encyclopedia of
Industrial Chemistry, Germany, Federal Republic.