• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DENGANMETODE PEMECAHAN MASALAH DAN METODE KOOPERATIFTIPE JIGSAW POKOK BAHASAN SISTEM PERSAMAAN LINIERDUA VARIABEL PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1MEDAN TAHUN AJARAN 20012/2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DENGANMETODE PEMECAHAN MASALAH DAN METODE KOOPERATIFTIPE JIGSAW POKOK BAHASAN SISTEM PERSAMAAN LINIERDUA VARIABEL PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1MEDAN TAHUN AJARAN 20012/2013."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DENGAN METODE PEMECAHAN MASALAH DAN METODE KOOPERATIF TIPE JIGSAW POKOK BAHASAN SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1

MEDAN TAHUN AJARAN 2012/2013

Oleh :

Aksaria Negriwaty Sitanggang NIM 081244110001

Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DENGAN METODE PEMECAHAN MASALAH DANMETODE KOOPERATIF

TIPE JIGSAWPOKOK BAHASAN SISTEM PERSAMAANLINIER DUA VARIABEL PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1

MEDAN TAHUN AJARAN 20012/2013

AksariaNegriwatySitanggang(081244110001)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perbedaankemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar menggunakan metode pemecahan masalah lebih baik dibandingkan dengan metode kooperatif tipe JigsawdikelasX SMA Negeri1 Medan.

Jenis penelitianini adalah penelitian eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Medan yang berjumlah 12 kelas kelas. Sampel penelitian diambil sebanyak 2 kelas secara acak yang dibagi menjadi kelas eksperimen A dan kelas eksperimen B yang masing-masing berjumlah 32 orangsiswa.Di kedua kelas diberikanpembelajaran Matematika pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel. Pada kelas eksperimen A diberikan pembelajaran dengan menggunakan metode pemecahan masalah sedangkan di kelas eksperimen B menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

Sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas data. Berdasarkan hasil analisis, pada kelas eksperimen A diperoleh rata - rata pretes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa 50,13 dan postes73,97 maka tingkatperubahan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah 23,84. Sedangkan pada kelas eksperimen B diperoleh nilai rata-rata pretes 47,22 dan postes 62,88 maka tingkat perubahan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah 15,66.

(5)

ii

2.1.8.Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah 19

2.1.9.Ciri-ciri Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah 22

2.1.10.Manfaat Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah 23

2.1.11.Prinsip Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah 23

2.1.12.Sintaks Metode Pemecahan Masalah 24

(6)

iii

2.1.15.Unsur-unsur dalam Pembelajaran Kooperatif 31

2.1.16.Tujuan Metode Pembelajaran Kooperatif 31

2.1.17.Sintaks Mode Pembelajaran Kooperatif 32

2.1.18.Pengelolaan Kelas Kooperatif Learning 35

2.1.18.1.Pengelompokkan 35

2.1.18.2.Semangat Gotong Royong 35

2.1.18.3.Penataan Ruang Kelas 36

2.2.Metode Pemecahan Masalah 36

2.2.1.Petunjuk Metode Pemecahan Masalah dari Teori Polya 38

2.2.2.Pentingnya Mengajarkan Pemecahan Masalah 40

2.2.3.Pelaksanaan Metode Pemecahan Masalah 41

2.3.Metode Kooperatif Tipe Jigsaw 42

2.3.1.Tahap-tahap dalam Tipe Jigsaw 44

2.4.Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel 45

2.5.Penelitian Yang Relevan 50

2.6.Kerangka Konseptual 51

2.7.Hipotesis Penelitian 53

BAB III METODE PENELITIAN 54

3.1.Jenis Penelitian 54

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 54

3.3.Populasi dan Sampel Penelitian 54

3.3.1.Populasi Penelitian 54

3.3.2.Sampel Penelitian 54

3.4.Variabel Penelitian dan Instrumen Penelitian 55

(7)

iv

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 63

4.1. Hasil Penelitian Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Kelas 63 Eksperimen A

4.1.1. Test Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Variabel Pretes 63 dan Postes Kelas Eksperimen A

4.1.2.Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah Pada 64 Variabel dan Postes Kelas Eksperimen A

4.1.3. Uji Homogenitas Kemampuan Pemecahan Masalah Pada 64 Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen A

4.2. Hasil Penelitian Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Kelas 65 Eksperimen B

4.2.1. Test Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Variabel Pretes 65 dan PostesKelasEksperimen B

4.2.2.Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Variabel 65 dan Postes Kelas Eksperimen B

4.2.3. Uji Homogenitas Kemampuan Pemecahan Masalah Pada 66 Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen B

4.3. Uji Hipotesis Kemampuan Pemecahan Masalah 68

4.5. Pembahasan Hasil Penelitian 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 72

5.1. Kesimpulan 72

5.2. Saran 72

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1.Perbedaan Belajar Aktif dengan Belajar Pasif 7

Tabel 2.1.Alternatif I Pemberian Skor Pemecahan Masalah 15

Tabel 2.1.Alternatif II Pemberian Skor Pemecahan Masalah 16

Tabel 2.1.Sintaks Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah 24

Tabel 2.1.Langkah-langkah Metode Pembelajaran Kooperatif 32

Tabel 2.4.Materi Sistem Persamaan Linier DuaVariabel (SPLDV) 47

Tabel 3.1.Pemberian Skor Kemampuan Pemecahan Masalah 56

Tabel 3.2.Rancangan Penelitian 58

Tabel 4.1.Data Test Kemampuan Pemecahan Masalah Pada 63

Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen A

Tabel 4.2.Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Pemecahan 64

Masalah Pada Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen A

Tabel 4.3.Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Pemecahan 64

Masalah Pada Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen A

Tabel 4.4.Data Test Kemampuan Pemecahan Masalah Pada 65

Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen B

Tabel 4.5.Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Pemecahan 66

Masalah Pada Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen B

Tabel 4.6.Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Pemecahan 66

Masalah Pada Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen B

Tabel 4.7.Ringkasan Rata-rata Pada Variabel Pretesdan Postes Kelas 67

Eksperimen A dan Kelas Eksperimen B

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Grafik 2.4. : Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel 45

Skema 3.6. : Prosedur Penelitian 59

Histogram 4.7. : HistogramRata-rata Data Pada Variabel Pretes dan 67

Postes Kelas Eksperimen A dan Kelas Eksperimen B

(10)

Halaman

Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (EksperimenA ) 75

Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (EksperimenA ) 80

Lampiran 3 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (EksperimenB ) 84

Lampiran 4 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (Eksperimen B 89

Lampiran 5 : Lembar Kerja Siswa Eksperimen A 95

Lampiran 6 : Kunci Jawaban LKS Eksperimen A 97

Lampiran 7 : Lembar Kerja Siswa Eksperimen B 104

Lampiran 8 : Kunci Jawaban LKS Eksperimen B 113

Lampiran 9 : Daftar Validator Soal Pretes dan Postes 114

Lampiran 10: Lembar Validasi Pretes 117

Lampiran 11: Lembar Validasi Postes 120

Lampiran 12: Kisi – kisi Pretes 121

Lampiran 13: Kisi-kisi Postes 122

Lampiran 14: Soal Pretes 123

Lampiran 15: Soal Postes 124

Lampiran 16: Kunci Jawaban Pretes 130

Lampiran 17: Kunci Jawaban Postes 139

Lampiran 18: Rubrik Penilaian Tes Pretes 148

Lampiran 19: Rubrik Penilaian Tes Postes 160

Lampiran 20: Observasi Aktivitas Mengajar Metode Pemecahan Masalah 161

(Pertemuan Pertama)

Lampiran 21: Observasi Aktivitas Mengajar Metode Pemecahan Masalah 162

(Pertemuan kedua)

Lampiran 22: Observasi Aktivitas Mengajar Metode Kooperatif Tipe Jigsaw 163

(Pertemuan Pertama)

Lampiran 23: Observasi Aktivitas Mengajar Metode Kooperatif Tipe Jigsaw 164

(Pertemuan Kedua)

(11)

Simpangan Baku Pretes dan Postes (Kelas Eksperimen A dan

Eksperimen B)

Lampiran 25: Perhitungan Rata-rata,Varians,dan Simpangan Baku Pretes 169

dan Postes (Kelas Eksperimen A dan Eksperimen B)

Lampiran 26: Data Hasil Selisih Pretes dan Postes 162

Lampiran 27: Perhitungan Rata-rata,Varians, dan Simpangan Baku (Selisih 170

Pretes dan Postes) Siswa Kelas Eksperimen A dan Eksperimen B

Lampiran 28: Tabulasi Persiapan Uji Hipotesis Pretes dan Postes Kelas 171

Eksperimen A

Lampiran 29: Tabulasi Persiapan Uji Hipotesis Pretes dan Postes Kelas 173

Eksperimen B

Lampiran 30: Uji Normalitas Data Pretes dan Postes Kelas Eksperimen A 175

dan Kelas Eksperimen B

Lampiran 31: Uji Homogenitas Data Pretes dan Postes Kelas Eksperimen A 181

dan Kelas Eksperimen B

Lampiran 32: Uji Hipotesis 184

Lampiran 33: Tabel Wilayah Luas di bawah Kurva Normal 0 ke z 186

Lampiran 34: Tabel Nilai Kritis Uji Lilliefors 187

Lampiran 36: Tabel Uji T 191

(12)

BAB I

pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari

jenjang pendidikan dasar sampai ke jenjang yang lebih tinggi untuk membekali

peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, bertanggung jawab, memiliki

kepribadian yang baik,dan keterampilan menyelesaikan masalah dalam kehidupan

sehari-hari.

Mengingat pentingnya matematika sudah selayaknyalah matematika

mendapat penanganan yang lebih baik. Penanganan yang dimaksud adalah

peningkatan kualitas pengajaran matematika yang bermuara pada hasil belajar

matematika yang lebih baik. Salah satu hasil belajar itu adalah kemampuan

pemecahan masalah. Menurut Gagne (dalam Dahar,1996:145) ada 5 macam hasil

belajar yaitu : kognitif, afektif, psikomotorik, informasi verbal, dan keterampilan

motorik. Kemampuan pemecahan masalah termasuk hasil belajar yang bersifat

kognitif.

peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah disetiap jenjang

pendidikan. Untuk menghantarkan siswa pada kegiatan pemecahan masalah

hendaknya kepada siswa dibiasakan untuk selalu menyelesaikan permasalahan

(13)

menyelesaikan permasalahan yang lebih mengacu pada peningkatan kemampuan

pemecahan masalah. Jadi, dengan kegiatan pemecahan masalah diharapkan siswa

tidak hanya mengacu pada pencapaian kemampuan ingatan siswa melainkan lebih

mengacu pada pemahaman, pengertian, kemampuan aplikasi, dan kemampuan

analisis.

Senada dengan hal di atas, dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu

guru bidang studi matematika di SMA Negeri 1 Medan yaitu : Ibu Rosmartina

pada tanggal 19 Juni 2012 diperoleh keterangan bahwa : “Kemampuan siswa

dalam meyelesaikan soal-soal pemecahan masalah masih rendah.Rata - rata siswa

tidak mampu menyusun model matematikanya dengan benar ketika strategi yang

dipilihnya menemui hambatan dan siswa tidak mampu menemukan alternatif lain.

Hal ini mungkin dipengaruhi keyakinan siswa bahwa masalah matematika hanya

memiliki satu penyelesaian”.

Terutama dalam materi sistem persamaan linier dua variabel, sebagian dari

mereka kesulitan untuk menentukkan koefesien,dan variabel dari suatu persamaan

sehingga kesulitan dalam menyelesaikan soal - soal. Sebagian besar siswa tidak

dapat menemukan cara penyelesaian yang tepat. Apalagi untuk soal - soal

penerapan, mereka sangat kesulitan dalam mengubahnya ke dalam bentuk

matematika sehingga mereka sangat kerepotan dalam memecahkannya. Sebagian

contoh soal disajikan sebagai berikut :

“A berbelanja ke toko buku,ia membeli 4 buah buku tulis dan 1 buah pensil Untuk itu A harus membayar sejumlah Rp 5.600,- di toko yang sama, B membeli 5 buah buku tulis dan 3 buah pensil.Jumlah uang yang harus dibayar oleh B sebesar Rp 8.400,- .Masalahnya adalah berapa harga untuk sebuah buku tulis dan harga untuk sebuah pensil ? “.

Pada soal di atas, siswa kesulitannya kurang memahmi soal, dimana siswa

kesulitan dalam mengaitkan informasi pada soal dengan strategi yang akan

digunakan untuk pemecahan masalah pada soal. Hal ini disebabkan karena siswa

belum memahami langkah penyelesaian soal tersebut dimana seharusnya dari

tahap perencanaan terlebih dahulu model matematika yang sesuai dengan soal.

Dimana dalam menyelesaikan soal diperlukan kemampuan dalam

(14)

latihan mengerjakan soal, seperti yang dikemukakan oleh (Tim MKPBM 2001:81)

menyatakan bahwa : “Untuk menyelesaikan kemampuan dalam pemecahan

masalah, seseorang harus banyak pengalaman memecahkan berbagai masalah.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang diberi banyak masalah

lebih aktif dibandingkan anak yang latihannya lebih sedikit”. Untuk mengatasi

hal - hal tersebut, maka seorang guru harus mampu memilih dan menentukkan

model pembelajaran dan kebutuhan belajar siswa.

Dalam proses pembelajaran matematika seharusnya guru matematika

mengerti bagaimana memberikan stimulus kepada siswa sehingga siswa mencintai

belajar matematika dan lebih memahami materi yang telah diberikan oleh

guru. Sehingga guru mampu mengantisipasi kemungkinan - kemungkinan muncul

kelompok siswa yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha

mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar siswa dalam

memecahkan suatu masalah. Keberhasilan proses kegiatan belajar dalam

memecahkan masalah pada pembelajaran matematika dapat dilihat dari tingkat

pemahaman dan penguasaan materi serta hasil belajar siswa. Semakin tinggi

pemahaman dan penguasaan materi serta hasil belajar maka semakin tinggi pula

tingkat keberhasilan pembelajaran. Namun dalam kenyataannya dapat dilihat

bahwa kemampuan siswa dalam memecahkan masalah khususnya mata pelajaran

matematika masih rendah. Hal ini dikarenakan siswa beranggapan bahwa masalah

matematika hanya memiliki satu penyelesaian.

Keberhasilan pengajaran dalam bidang studi matematika juga tidak hanya

ditentukan oleh sumber belajar saja. Model, pendekatan, strategi, metode, dan

teknik pembelajaran merupakan komponen yang tidak kalah penting dalam

mencapai hasil belajar. Penggunaan metode pembelajaran yang digunakan

guru kurang bervariasi dan tepat, kurang aktifnya siswa dalam menjawab

pertanyaan, dan kurangnya bertanya kepada guru dalam proses pembelajaran

khususnya pelajaran matematika, juga kurangnya minat siswa dalam mengikuti

pelajaran matematika.Hal ini disebabkan karena adanya anggapan yang kuat pada

diri siswa bahwa mata pelajaran matematika sulit dipelajari dan dipahami, juga

(15)

Dari hasil proses belajar mengajar (PBM) di sekolah dapat diketahui bahwa

sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Salah

satunya mengidentifikasi soal yang akan dikerjakan dari segi penulisan simbol

maupun rumus - rumus matematika. Khususnya dalam mengajarkan matematika

sampai sekarang, kebanyakan guru menggunakan metode ceramah, pendekatan

yang digunakan menekankan hitungan matematika tanpa memperhatikan minat,

motivasi, dan kemampuan peserta didik dalam matematika.

Senada dengan hal di atas, dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu

guru bidang studi matematika di SMA Negeri 1 Medan yaitu Ibu Rosmartina pada

tanggal 19 Juni 2012 diperoleh keterangan bahwa kegiatan pembelajaran

matematika selama ini masih bersifat teacher oriented. Sekitar 50% kegiatan

pembelajaran masih terpusat pada guru. Guru lebih banyak menjelaskan dan

memberikan informasi tentang konsep - konsep yang akan dibahas.

Pembelajaran matematika masih banyak bertumpu pada aktivitas guru

artinya kebanyakan dari siswa hanya sekedar mengikuti pelajaran di dalam kelas,

yaitu : dengan hanya mendengarkan penjelasan materi dan mengerjakan soal yang

diberikan oleh guru tanpa adanya respon, kritik, dan pertanyaan dari siswa kepada

guru sebagai umpan balik dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk mengantisipasi

masalah tersebut, seorang guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang

tepat sehingga dapat membuat siswa aktif, karena keaktifan siswa mampu

mempengaruhi pengetahuan mereka.

Metode pembelajaran merupakan konsep untuk mengajarkan materi dalam

mencapai tujuan tertentu. Dalam metode mencakup strategi, pendekatan, maupun

teknik. Metode mempunyai empat ciri khusus, yaitu : rasional teoritis yang logis,

tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku belajar mengajar yang

diperlukan untuk berhasilnya pelaksanaan metode dan lingkungan belajar yang

mendukung.

Dalam hal ini penulis memilih dua tipe pembelajaran yaitu suatu metode

pembelajaran pemecahan masalah dan metode pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw dalam menemukan solusi yang dihadapi p eserta didik pada pokok bahasan

(16)

metode tersebut adalah dikarenakan di sekolah SMA Negeri 1 Medan jarang

menggunakan metode tersebut khususnya dalam mata pelajaran matematika dan

sipeneliti juga ingin mengarahkan siswa sehingga aktif dan termotivasi dalam

pembelajarannya serta siswa akan teransang melakukan analisa dan sintesta dalam

memahami masalah serta membuat siswa berani mengemukakan pendapatnya

sendiri sehingga konsep - konsep yang ada pada sistem persamaan linear dua

variabel akan mudah dipahami oleh siswa.

Metode pembelajaran pemecahan masalah merupakan suatu metode

mengajar yang dapat menghendaki guru dan siswa saling berinteraksi dalam

menyelesaikan masalah sebagai objek pembelajaran. Keberhasilan metode ini

sangat tergantung akan masalah yang diberikan oleh guru dan tuntutan guru

sehingga siswa tertarik dan mau mencoba mencari penyelesaian masalah. Seperti

yang dikemukakan oleh Tim MKMBP UPI (2001 : 83) menyatakan bahwa :

“Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa

memungkinkan dalam proses pembelajaran maupun menggunakan pengetahuan

serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah

yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek - aspek kemampuan

matematika penting seperti : penerapan aturan pada masalah tidak rutin,

penemuan pola, penggeneralisasian, dan komunikasi matematika dapat

dikembangkan secara lebih baik”.

Hal ini sesuai pendapat Rusminah Kasmah (2000 : 89) bahwa : “Dengan

menerapkan langkah – langkah pemecahan masalah secara ketat dalam proses

pembelajaran soal cerita di kelas dapat meningkatkan daya analisis siswa dalam

memahami permasalahan”. Selain itu menurut Syaiful Bahri Djamarah

(2008:114) menyatakan bahwa : “Dalam proses belajar, motivasi sangat

dibutuhkan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak

akan mungkin melakukan aktifitas belajar bertolak dari permasalahan tersebut,

perlu diupayakan suatu cara agar rancangan matematika yang disajikan guru dapat

(17)

Metode pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran

yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar

yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi

permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa.

Slavin (dalam Isjoni, 2009:23) mengatakan bahwa :

“ Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerjasama dalam kegiatan – kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya. Dalam melakukan proses belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar

sesama mereka”.

Menurut Trianto (2007 : 49) mengatakan “Terdapat beberapa variasi dari

metode pembelajaran kooperatif yaitu STAD, Jigsaw, Investigasi Kelompok

(Teams Games Tournament), dan Pendekatan Struktural yang meliputi Think Pair

Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT)”.

Pada metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa belajar dalam

kelompok dimana terdiri dari kelompok asal, kemudian membentuk kelompok

ahli. Setiap anggota pada kelompok ahli saling bekerja sama dan membantu

memahami suatu bahan pelajaran dan mengkomunikasikan hasil perolehannya

kepada siswa sehingga dapat menghidupkan suasana kelas. Setiap anggota

kelompok ahli kembali kepada kelompok asal kemudian mengajarkan materi

tersebut kepada teman sekelompoknya.

diharapkan dapat mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. Dalam arti

siswa harus aktif, saling berinteraksi dengan teman - temannya, saling tukar

informasi, dan memecahkan masalah. Sehingga tidak ada siswa yang pasif dalam

(18)

belajarnya. Menurut (Bobbi De Porter) ada perbedaan antara belajar aktif dengan

belajar pasif adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Perbedaan Belajar Aktif dengan Belajar Pasif

Berdasarkan uraian di atas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian

dengan judul : “Perbedaan kemampuan pemecahan masalah dengan

metode pemecahan masalah dan metode kooperatif tipe Jigsaw pokok

bahasan sistem persamaan linier dua variabel pada siswa kelas X di SMA

Negeri 1 Medan tahun ajaran 2012/2013”.

1.2Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka beberapa masalah dapat

diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah masih

rendah.

2. Metode pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi

3. Siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan

membosankan.

4. Metode pembelajaran yang digunakan 50% masih berpusat pada guru

sehingga kurang mendorong aktivitas siswa untuk mengikuti pelajaran.

Belajar Aktif Belajar Pasif

 Belajar apa saja dari setiap situasi  Menggunakan apa saja yang dapat

dipelajari menjadi suatu keberuntungan

 Mengupayakan agar segalahnya terlaksana  Bersandar pada kehidupan

 Tidak dapat adanya potensi belajar  Mengabaikan kesempatan belajar

dari suatu pengalaman belajar

(19)

1.3Batasan Masalah

Peneliti membatasi masalah hanya pada proses pemecahan masalah

matematika siswa. Pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kelas

eksperimen A adalah metode pembelajaran pemecahan masalah sementara di

kelas eksperimen B adalah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pokok bahasan

sistem persamaan linier dua variabel pada siswa kelas X di SMA Negeri 1

Medan tahun ajaran 2012/2013.

1.4 Rumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah ” Apakah kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran

pemecahan masalah lebih baik daripada dengan pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel pada siswa

kelas X di SMA Negeri 1 Medan tahun ajaran 2012/2013?”.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui apakah

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan

pembelajaran pemecahan masalah lebih baik daripada dengan pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel

pada siswa kelas X di SMA Negeri 1 Medan tahun ajaran 2012/2013.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai

berikut :

1. Bagi siswa,yang diharapkan dapat mengembangkan tingkah laku pemecahan

masalah dan kooperatif khususnya pada pembelajaran matematika sub pokok

bahasan sistem persamaan linier dua variabel, serta menjalin hubungan yang

lebih baik antar siswa, sehingga siswa dapat saling membantu dalam

(20)

2. Bagi guru dan calon guru, sebagai bahan masukan untuk memilih metode

pembelajaran dalam merencanakan pembelajaran khususnya metematika sub

pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel .

3. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam

kemampuan memecahkan suatu masalah dalam mata pelajaran. Dan sebagai

informasi tentang metode pembelajaran pemecahan masalah dan metode

pembelajaran kooperatif dalam proses belajar-mengajar.

4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan metode

pembelajaran yang tepat dalam kegiatan belajar - mengajar di sekolah di-

masa yang akan datang. Sebagai bahan masukan pemikiran bagi

peneliti lain dalam melaksanakan penelitian selanjutnya yang berkaitan

(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pengujian hipotesis penelitian diperoleh kesimpulan

sebagai berikut : “Hasil pemecahan masalah matematika siswa yang diajar

dengan pembelajaran pemecahan masalah lebih baik daripada pemecahan masalah

matematika siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pokok bahasan

sistem persamaan linier dua variabel pada siswa kelas X di SMA

Negeri 1 Medan tahun ajaran 2012/2013”.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat peneliti berikan

adalah :

1. Kepada guru matematika SMA agar menggunakan pembelajaran

pemecahan masalah, agar menjadikan kegiatan menjadi menarik perhatian

siswa dan siswa dapat lebih mudah memahami dan mempelajari materi

yang diajarkan.

2. Kepada pengelola pendidikan matematika disarankan untuk memberikan

kesempatan dan peluang kepada guru untuk ,melakukan perubahan dalam

usaha meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

3. Kepada siswa SMA Negeri 1 Medan disarankan lebih berani dalam

menyampaikan pendapat atau ide-ide, dapat mempergunakan seluruh

potensi yang dimiliki dalam pelajaran matematika.

4. Kepada peneliti lanjutan agar hasil dan perangkat penelitian ini dapat

dijadikan pertimbangan untuk menerapkan pembelajaran pemecahan

masalah pada materi sistem persamaan linier dua variabel ataupun pokok

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.

Arikunto, S. (2003), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta.

Dahar, (1996). Mendisain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Djamarah, Bahri, Drs. Syaiful, (2008). Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Rineka Cipta, Jakarta.

Gulo, (2002). Mendisain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Kencana Prenada Media Group,Jakarta.

Hudojo,(2001). Mendisain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Kencana Prenada Media Group,Jakarta.

Ibrahim, Muslimin, dkk, (2009),Pembelajaran Kooperatif, UNESA-University, Press, Surabaya.

Kasmila, Isti, (2006), Perbedaan Penagruh Model Pembelajaran Kooperatif Berdasarkan Masalah dan Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SMP Pahlawan Nasional Medan,Skripsi.Universitas Negeri Medan,Medan.

Isjoni, (2009), Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Lie, A, (2004), Cooperatif Learning Memperaktekkan Cooperatif Learning di Ruang-Ruang Kelas,PT Grasindo, Jakarta.

Nur,dkk,(1998). Mendisain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Kencana Prenada Media Group,Jakarta.

Nurkancana,Wayan.,dan Sumaritana (1986),Evaluasi Pendidikan, Penerbit Usaha Nasional,Surabaya.

Simamora, Windhy, (2007), Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Diajar Menggunakan Model Advance Organiser Melalui Peta Konsep Dengan Pembelajaran Konvensional di kelas VII SMP Negri 5 Sibolga,Skripsi.Universitas Negeri Medan, Medan.

Slameto, (2003).Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,Rineka Cipta, Jakarta.

(23)

Sujono,(1998), Pengajaran Matematika Untuk Sekolah Dasar,Depdikbud,Jakarta.

Syah, Muhibbin. (2003). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Tim Dosen. (2009). Perkembangan peserta didik. UNIMED. Medan

Tim SBM, (2009). Strategi Belajar Mengajar. UNIMED. MEDAN

Trianto, (2007), Model - model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Prestasi Pustaka, Jakarta.

Gambar

Tabel 2.1. Perbedaan Belajar Aktif dengan Belajar Pasif

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif

(2) kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah

Apakah rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan metode drill berbantuan “ Smart Mathematics Modul e” lebih dari rata-rata

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika realistik lebih tinggi

Skripsi berjudul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional dari Siswa Kelas X SMA Negeri

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diberi pendekatan realistik lebih tinggi daripada yang diberi pembelajaran

Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dari siswa

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian kuantitatif eksperimen mengenai perbedaan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar