PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DENGAN METODE PEMECAHAN MASALAH DAN METODE KOOPERATIF TIPE JIGSAW POKOK BAHASAN SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1
MEDAN TAHUN AJARAN 2012/2013
Oleh :
Aksaria Negriwaty Sitanggang NIM 081244110001
Program Studi Pendidikan Matematika
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DENGAN METODE PEMECAHAN MASALAH DANMETODE KOOPERATIF
TIPE JIGSAWPOKOK BAHASAN SISTEM PERSAMAANLINIER DUA VARIABEL PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1
MEDAN TAHUN AJARAN 20012/2013
AksariaNegriwatySitanggang(081244110001)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perbedaankemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar menggunakan metode pemecahan masalah lebih baik dibandingkan dengan metode kooperatif tipe JigsawdikelasX SMA Negeri1 Medan.
Jenis penelitianini adalah penelitian eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Medan yang berjumlah 12 kelas kelas. Sampel penelitian diambil sebanyak 2 kelas secara acak yang dibagi menjadi kelas eksperimen A dan kelas eksperimen B yang masing-masing berjumlah 32 orangsiswa.Di kedua kelas diberikanpembelajaran Matematika pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel. Pada kelas eksperimen A diberikan pembelajaran dengan menggunakan metode pemecahan masalah sedangkan di kelas eksperimen B menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas data. Berdasarkan hasil analisis, pada kelas eksperimen A diperoleh rata - rata pretes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa 50,13 dan postes73,97 maka tingkatperubahan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah 23,84. Sedangkan pada kelas eksperimen B diperoleh nilai rata-rata pretes 47,22 dan postes 62,88 maka tingkat perubahan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah 15,66.
ii
2.1.8.Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah 19
2.1.9.Ciri-ciri Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah 22
2.1.10.Manfaat Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah 23
2.1.11.Prinsip Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah 23
2.1.12.Sintaks Metode Pemecahan Masalah 24
iii
2.1.15.Unsur-unsur dalam Pembelajaran Kooperatif 31
2.1.16.Tujuan Metode Pembelajaran Kooperatif 31
2.1.17.Sintaks Mode Pembelajaran Kooperatif 32
2.1.18.Pengelolaan Kelas Kooperatif Learning 35
2.1.18.1.Pengelompokkan 35
2.1.18.2.Semangat Gotong Royong 35
2.1.18.3.Penataan Ruang Kelas 36
2.2.Metode Pemecahan Masalah 36
2.2.1.Petunjuk Metode Pemecahan Masalah dari Teori Polya 38
2.2.2.Pentingnya Mengajarkan Pemecahan Masalah 40
2.2.3.Pelaksanaan Metode Pemecahan Masalah 41
2.3.Metode Kooperatif Tipe Jigsaw 42
2.3.1.Tahap-tahap dalam Tipe Jigsaw 44
2.4.Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel 45
2.5.Penelitian Yang Relevan 50
2.6.Kerangka Konseptual 51
2.7.Hipotesis Penelitian 53
BAB III METODE PENELITIAN 54
3.1.Jenis Penelitian 54
3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 54
3.3.Populasi dan Sampel Penelitian 54
3.3.1.Populasi Penelitian 54
3.3.2.Sampel Penelitian 54
3.4.Variabel Penelitian dan Instrumen Penelitian 55
iv
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 63
4.1. Hasil Penelitian Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Kelas 63 Eksperimen A
4.1.1. Test Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Variabel Pretes 63 dan Postes Kelas Eksperimen A
4.1.2.Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah Pada 64 Variabel dan Postes Kelas Eksperimen A
4.1.3. Uji Homogenitas Kemampuan Pemecahan Masalah Pada 64 Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen A
4.2. Hasil Penelitian Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Kelas 65 Eksperimen B
4.2.1. Test Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Variabel Pretes 65 dan PostesKelasEksperimen B
4.2.2.Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Variabel 65 dan Postes Kelas Eksperimen B
4.2.3. Uji Homogenitas Kemampuan Pemecahan Masalah Pada 66 Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen B
4.3. Uji Hipotesis Kemampuan Pemecahan Masalah 68
4.5. Pembahasan Hasil Penelitian 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 72
5.1. Kesimpulan 72
5.2. Saran 72
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1.Perbedaan Belajar Aktif dengan Belajar Pasif 7
Tabel 2.1.Alternatif I Pemberian Skor Pemecahan Masalah 15
Tabel 2.1.Alternatif II Pemberian Skor Pemecahan Masalah 16
Tabel 2.1.Sintaks Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah 24
Tabel 2.1.Langkah-langkah Metode Pembelajaran Kooperatif 32
Tabel 2.4.Materi Sistem Persamaan Linier DuaVariabel (SPLDV) 47
Tabel 3.1.Pemberian Skor Kemampuan Pemecahan Masalah 56
Tabel 3.2.Rancangan Penelitian 58
Tabel 4.1.Data Test Kemampuan Pemecahan Masalah Pada 63
Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen A
Tabel 4.2.Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Pemecahan 64
Masalah Pada Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen A
Tabel 4.3.Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Pemecahan 64
Masalah Pada Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen A
Tabel 4.4.Data Test Kemampuan Pemecahan Masalah Pada 65
Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen B
Tabel 4.5.Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Pemecahan 66
Masalah Pada Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen B
Tabel 4.6.Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Pemecahan 66
Masalah Pada Variabel Pretes dan Postes Kelas Eksperimen B
Tabel 4.7.Ringkasan Rata-rata Pada Variabel Pretesdan Postes Kelas 67
Eksperimen A dan Kelas Eksperimen B
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Grafik 2.4. : Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel 45
Skema 3.6. : Prosedur Penelitian 59
Histogram 4.7. : HistogramRata-rata Data Pada Variabel Pretes dan 67
Postes Kelas Eksperimen A dan Kelas Eksperimen B
Halaman
Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (EksperimenA ) 75
Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (EksperimenA ) 80
Lampiran 3 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (EksperimenB ) 84
Lampiran 4 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (Eksperimen B 89
Lampiran 5 : Lembar Kerja Siswa Eksperimen A 95
Lampiran 6 : Kunci Jawaban LKS Eksperimen A 97
Lampiran 7 : Lembar Kerja Siswa Eksperimen B 104
Lampiran 8 : Kunci Jawaban LKS Eksperimen B 113
Lampiran 9 : Daftar Validator Soal Pretes dan Postes 114
Lampiran 10: Lembar Validasi Pretes 117
Lampiran 11: Lembar Validasi Postes 120
Lampiran 12: Kisi – kisi Pretes 121
Lampiran 13: Kisi-kisi Postes 122
Lampiran 14: Soal Pretes 123
Lampiran 15: Soal Postes 124
Lampiran 16: Kunci Jawaban Pretes 130
Lampiran 17: Kunci Jawaban Postes 139
Lampiran 18: Rubrik Penilaian Tes Pretes 148
Lampiran 19: Rubrik Penilaian Tes Postes 160
Lampiran 20: Observasi Aktivitas Mengajar Metode Pemecahan Masalah 161
(Pertemuan Pertama)
Lampiran 21: Observasi Aktivitas Mengajar Metode Pemecahan Masalah 162
(Pertemuan kedua)
Lampiran 22: Observasi Aktivitas Mengajar Metode Kooperatif Tipe Jigsaw 163
(Pertemuan Pertama)
Lampiran 23: Observasi Aktivitas Mengajar Metode Kooperatif Tipe Jigsaw 164
(Pertemuan Kedua)
Simpangan Baku Pretes dan Postes (Kelas Eksperimen A dan
Eksperimen B)
Lampiran 25: Perhitungan Rata-rata,Varians,dan Simpangan Baku Pretes 169
dan Postes (Kelas Eksperimen A dan Eksperimen B)
Lampiran 26: Data Hasil Selisih Pretes dan Postes 162
Lampiran 27: Perhitungan Rata-rata,Varians, dan Simpangan Baku (Selisih 170
Pretes dan Postes) Siswa Kelas Eksperimen A dan Eksperimen B
Lampiran 28: Tabulasi Persiapan Uji Hipotesis Pretes dan Postes Kelas 171
Eksperimen A
Lampiran 29: Tabulasi Persiapan Uji Hipotesis Pretes dan Postes Kelas 173
Eksperimen B
Lampiran 30: Uji Normalitas Data Pretes dan Postes Kelas Eksperimen A 175
dan Kelas Eksperimen B
Lampiran 31: Uji Homogenitas Data Pretes dan Postes Kelas Eksperimen A 181
dan Kelas Eksperimen B
Lampiran 32: Uji Hipotesis 184
Lampiran 33: Tabel Wilayah Luas di bawah Kurva Normal 0 ke z 186
Lampiran 34: Tabel Nilai Kritis Uji Lilliefors 187
Lampiran 36: Tabel Uji T 191
BAB I
pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari
jenjang pendidikan dasar sampai ke jenjang yang lebih tinggi untuk membekali
peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, bertanggung jawab, memiliki
kepribadian yang baik,dan keterampilan menyelesaikan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
Mengingat pentingnya matematika sudah selayaknyalah matematika
mendapat penanganan yang lebih baik. Penanganan yang dimaksud adalah
peningkatan kualitas pengajaran matematika yang bermuara pada hasil belajar
matematika yang lebih baik. Salah satu hasil belajar itu adalah kemampuan
pemecahan masalah. Menurut Gagne (dalam Dahar,1996:145) ada 5 macam hasil
belajar yaitu : kognitif, afektif, psikomotorik, informasi verbal, dan keterampilan
motorik. Kemampuan pemecahan masalah termasuk hasil belajar yang bersifat
kognitif.
peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah disetiap jenjang
pendidikan. Untuk menghantarkan siswa pada kegiatan pemecahan masalah
hendaknya kepada siswa dibiasakan untuk selalu menyelesaikan permasalahan
menyelesaikan permasalahan yang lebih mengacu pada peningkatan kemampuan
pemecahan masalah. Jadi, dengan kegiatan pemecahan masalah diharapkan siswa
tidak hanya mengacu pada pencapaian kemampuan ingatan siswa melainkan lebih
mengacu pada pemahaman, pengertian, kemampuan aplikasi, dan kemampuan
analisis.
Senada dengan hal di atas, dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu
guru bidang studi matematika di SMA Negeri 1 Medan yaitu : Ibu Rosmartina
pada tanggal 19 Juni 2012 diperoleh keterangan bahwa : “Kemampuan siswa
dalam meyelesaikan soal-soal pemecahan masalah masih rendah.Rata - rata siswa
tidak mampu menyusun model matematikanya dengan benar ketika strategi yang
dipilihnya menemui hambatan dan siswa tidak mampu menemukan alternatif lain.
Hal ini mungkin dipengaruhi keyakinan siswa bahwa masalah matematika hanya
memiliki satu penyelesaian”.
Terutama dalam materi sistem persamaan linier dua variabel, sebagian dari
mereka kesulitan untuk menentukkan koefesien,dan variabel dari suatu persamaan
sehingga kesulitan dalam menyelesaikan soal - soal. Sebagian besar siswa tidak
dapat menemukan cara penyelesaian yang tepat. Apalagi untuk soal - soal
penerapan, mereka sangat kesulitan dalam mengubahnya ke dalam bentuk
matematika sehingga mereka sangat kerepotan dalam memecahkannya. Sebagian
contoh soal disajikan sebagai berikut :
“A berbelanja ke toko buku,ia membeli 4 buah buku tulis dan 1 buah pensil Untuk itu A harus membayar sejumlah Rp 5.600,- di toko yang sama, B membeli 5 buah buku tulis dan 3 buah pensil.Jumlah uang yang harus dibayar oleh B sebesar Rp 8.400,- .Masalahnya adalah berapa harga untuk sebuah buku tulis dan harga untuk sebuah pensil ? “.
Pada soal di atas, siswa kesulitannya kurang memahmi soal, dimana siswa
kesulitan dalam mengaitkan informasi pada soal dengan strategi yang akan
digunakan untuk pemecahan masalah pada soal. Hal ini disebabkan karena siswa
belum memahami langkah penyelesaian soal tersebut dimana seharusnya dari
tahap perencanaan terlebih dahulu model matematika yang sesuai dengan soal.
Dimana dalam menyelesaikan soal diperlukan kemampuan dalam
latihan mengerjakan soal, seperti yang dikemukakan oleh (Tim MKPBM 2001:81)
menyatakan bahwa : “Untuk menyelesaikan kemampuan dalam pemecahan
masalah, seseorang harus banyak pengalaman memecahkan berbagai masalah.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang diberi banyak masalah
lebih aktif dibandingkan anak yang latihannya lebih sedikit”. Untuk mengatasi
hal - hal tersebut, maka seorang guru harus mampu memilih dan menentukkan
model pembelajaran dan kebutuhan belajar siswa.
Dalam proses pembelajaran matematika seharusnya guru matematika
mengerti bagaimana memberikan stimulus kepada siswa sehingga siswa mencintai
belajar matematika dan lebih memahami materi yang telah diberikan oleh
guru. Sehingga guru mampu mengantisipasi kemungkinan - kemungkinan muncul
kelompok siswa yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha
mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar siswa dalam
memecahkan suatu masalah. Keberhasilan proses kegiatan belajar dalam
memecahkan masalah pada pembelajaran matematika dapat dilihat dari tingkat
pemahaman dan penguasaan materi serta hasil belajar siswa. Semakin tinggi
pemahaman dan penguasaan materi serta hasil belajar maka semakin tinggi pula
tingkat keberhasilan pembelajaran. Namun dalam kenyataannya dapat dilihat
bahwa kemampuan siswa dalam memecahkan masalah khususnya mata pelajaran
matematika masih rendah. Hal ini dikarenakan siswa beranggapan bahwa masalah
matematika hanya memiliki satu penyelesaian.
Keberhasilan pengajaran dalam bidang studi matematika juga tidak hanya
ditentukan oleh sumber belajar saja. Model, pendekatan, strategi, metode, dan
teknik pembelajaran merupakan komponen yang tidak kalah penting dalam
mencapai hasil belajar. Penggunaan metode pembelajaran yang digunakan
guru kurang bervariasi dan tepat, kurang aktifnya siswa dalam menjawab
pertanyaan, dan kurangnya bertanya kepada guru dalam proses pembelajaran
khususnya pelajaran matematika, juga kurangnya minat siswa dalam mengikuti
pelajaran matematika.Hal ini disebabkan karena adanya anggapan yang kuat pada
diri siswa bahwa mata pelajaran matematika sulit dipelajari dan dipahami, juga
Dari hasil proses belajar mengajar (PBM) di sekolah dapat diketahui bahwa
sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Salah
satunya mengidentifikasi soal yang akan dikerjakan dari segi penulisan simbol
maupun rumus - rumus matematika. Khususnya dalam mengajarkan matematika
sampai sekarang, kebanyakan guru menggunakan metode ceramah, pendekatan
yang digunakan menekankan hitungan matematika tanpa memperhatikan minat,
motivasi, dan kemampuan peserta didik dalam matematika.
Senada dengan hal di atas, dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu
guru bidang studi matematika di SMA Negeri 1 Medan yaitu Ibu Rosmartina pada
tanggal 19 Juni 2012 diperoleh keterangan bahwa kegiatan pembelajaran
matematika selama ini masih bersifat teacher oriented. Sekitar 50% kegiatan
pembelajaran masih terpusat pada guru. Guru lebih banyak menjelaskan dan
memberikan informasi tentang konsep - konsep yang akan dibahas.
Pembelajaran matematika masih banyak bertumpu pada aktivitas guru
artinya kebanyakan dari siswa hanya sekedar mengikuti pelajaran di dalam kelas,
yaitu : dengan hanya mendengarkan penjelasan materi dan mengerjakan soal yang
diberikan oleh guru tanpa adanya respon, kritik, dan pertanyaan dari siswa kepada
guru sebagai umpan balik dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk mengantisipasi
masalah tersebut, seorang guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang
tepat sehingga dapat membuat siswa aktif, karena keaktifan siswa mampu
mempengaruhi pengetahuan mereka.
Metode pembelajaran merupakan konsep untuk mengajarkan materi dalam
mencapai tujuan tertentu. Dalam metode mencakup strategi, pendekatan, maupun
teknik. Metode mempunyai empat ciri khusus, yaitu : rasional teoritis yang logis,
tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku belajar mengajar yang
diperlukan untuk berhasilnya pelaksanaan metode dan lingkungan belajar yang
mendukung.
Dalam hal ini penulis memilih dua tipe pembelajaran yaitu suatu metode
pembelajaran pemecahan masalah dan metode pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw dalam menemukan solusi yang dihadapi p eserta didik pada pokok bahasan
metode tersebut adalah dikarenakan di sekolah SMA Negeri 1 Medan jarang
menggunakan metode tersebut khususnya dalam mata pelajaran matematika dan
sipeneliti juga ingin mengarahkan siswa sehingga aktif dan termotivasi dalam
pembelajarannya serta siswa akan teransang melakukan analisa dan sintesta dalam
memahami masalah serta membuat siswa berani mengemukakan pendapatnya
sendiri sehingga konsep - konsep yang ada pada sistem persamaan linear dua
variabel akan mudah dipahami oleh siswa.
Metode pembelajaran pemecahan masalah merupakan suatu metode
mengajar yang dapat menghendaki guru dan siswa saling berinteraksi dalam
menyelesaikan masalah sebagai objek pembelajaran. Keberhasilan metode ini
sangat tergantung akan masalah yang diberikan oleh guru dan tuntutan guru
sehingga siswa tertarik dan mau mencoba mencari penyelesaian masalah. Seperti
yang dikemukakan oleh Tim MKMBP UPI (2001 : 83) menyatakan bahwa :
“Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa
memungkinkan dalam proses pembelajaran maupun menggunakan pengetahuan
serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah
yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek - aspek kemampuan
matematika penting seperti : penerapan aturan pada masalah tidak rutin,
penemuan pola, penggeneralisasian, dan komunikasi matematika dapat
dikembangkan secara lebih baik”.
Hal ini sesuai pendapat Rusminah Kasmah (2000 : 89) bahwa : “Dengan
menerapkan langkah – langkah pemecahan masalah secara ketat dalam proses
pembelajaran soal cerita di kelas dapat meningkatkan daya analisis siswa dalam
memahami permasalahan”. Selain itu menurut Syaiful Bahri Djamarah
(2008:114) menyatakan bahwa : “Dalam proses belajar, motivasi sangat
dibutuhkan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak
akan mungkin melakukan aktifitas belajar bertolak dari permasalahan tersebut,
perlu diupayakan suatu cara agar rancangan matematika yang disajikan guru dapat
Metode pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran
yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar
yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi
permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa.
Slavin (dalam Isjoni, 2009:23) mengatakan bahwa :
“ Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerjasama dalam kegiatan – kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya. Dalam melakukan proses belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar
sesama mereka”.
Menurut Trianto (2007 : 49) mengatakan “Terdapat beberapa variasi dari
metode pembelajaran kooperatif yaitu STAD, Jigsaw, Investigasi Kelompok
(Teams Games Tournament), dan Pendekatan Struktural yang meliputi Think Pair
Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT)”.
Pada metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa belajar dalam
kelompok dimana terdiri dari kelompok asal, kemudian membentuk kelompok
ahli. Setiap anggota pada kelompok ahli saling bekerja sama dan membantu
memahami suatu bahan pelajaran dan mengkomunikasikan hasil perolehannya
kepada siswa sehingga dapat menghidupkan suasana kelas. Setiap anggota
kelompok ahli kembali kepada kelompok asal kemudian mengajarkan materi
tersebut kepada teman sekelompoknya.
diharapkan dapat mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. Dalam arti
siswa harus aktif, saling berinteraksi dengan teman - temannya, saling tukar
informasi, dan memecahkan masalah. Sehingga tidak ada siswa yang pasif dalam
belajarnya. Menurut (Bobbi De Porter) ada perbedaan antara belajar aktif dengan
belajar pasif adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Perbedaan Belajar Aktif dengan Belajar Pasif
Berdasarkan uraian di atas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian
dengan judul : “Perbedaan kemampuan pemecahan masalah dengan
metode pemecahan masalah dan metode kooperatif tipe Jigsaw pokok
bahasan sistem persamaan linier dua variabel pada siswa kelas X di SMA
Negeri 1 Medan tahun ajaran 2012/2013”.
1.2Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka beberapa masalah dapat
diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah masih
rendah.
2. Metode pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi
3. Siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan
membosankan.
4. Metode pembelajaran yang digunakan 50% masih berpusat pada guru
sehingga kurang mendorong aktivitas siswa untuk mengikuti pelajaran.
Belajar Aktif Belajar Pasif
Belajar apa saja dari setiap situasi Menggunakan apa saja yang dapat
dipelajari menjadi suatu keberuntungan
Mengupayakan agar segalahnya terlaksana Bersandar pada kehidupan
Tidak dapat adanya potensi belajar Mengabaikan kesempatan belajar
dari suatu pengalaman belajar
1.3Batasan Masalah
Peneliti membatasi masalah hanya pada proses pemecahan masalah
matematika siswa. Pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kelas
eksperimen A adalah metode pembelajaran pemecahan masalah sementara di
kelas eksperimen B adalah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pokok bahasan
sistem persamaan linier dua variabel pada siswa kelas X di SMA Negeri 1
Medan tahun ajaran 2012/2013.
1.4 Rumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah ” Apakah kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran
pemecahan masalah lebih baik daripada dengan pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel pada siswa
kelas X di SMA Negeri 1 Medan tahun ajaran 2012/2013?”.
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui apakah
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan
pembelajaran pemecahan masalah lebih baik daripada dengan pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel
pada siswa kelas X di SMA Negeri 1 Medan tahun ajaran 2012/2013.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai
berikut :
1. Bagi siswa,yang diharapkan dapat mengembangkan tingkah laku pemecahan
masalah dan kooperatif khususnya pada pembelajaran matematika sub pokok
bahasan sistem persamaan linier dua variabel, serta menjalin hubungan yang
lebih baik antar siswa, sehingga siswa dapat saling membantu dalam
2. Bagi guru dan calon guru, sebagai bahan masukan untuk memilih metode
pembelajaran dalam merencanakan pembelajaran khususnya metematika sub
pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel .
3. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam
kemampuan memecahkan suatu masalah dalam mata pelajaran. Dan sebagai
informasi tentang metode pembelajaran pemecahan masalah dan metode
pembelajaran kooperatif dalam proses belajar-mengajar.
4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan metode
pembelajaran yang tepat dalam kegiatan belajar - mengajar di sekolah di-
masa yang akan datang. Sebagai bahan masukan pemikiran bagi
peneliti lain dalam melaksanakan penelitian selanjutnya yang berkaitan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pengujian hipotesis penelitian diperoleh kesimpulan
sebagai berikut : “Hasil pemecahan masalah matematika siswa yang diajar
dengan pembelajaran pemecahan masalah lebih baik daripada pemecahan masalah
matematika siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pokok bahasan
sistem persamaan linier dua variabel pada siswa kelas X di SMA
Negeri 1 Medan tahun ajaran 2012/2013”.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat peneliti berikan
adalah :
1. Kepada guru matematika SMA agar menggunakan pembelajaran
pemecahan masalah, agar menjadikan kegiatan menjadi menarik perhatian
siswa dan siswa dapat lebih mudah memahami dan mempelajari materi
yang diajarkan.
2. Kepada pengelola pendidikan matematika disarankan untuk memberikan
kesempatan dan peluang kepada guru untuk ,melakukan perubahan dalam
usaha meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
3. Kepada siswa SMA Negeri 1 Medan disarankan lebih berani dalam
menyampaikan pendapat atau ide-ide, dapat mempergunakan seluruh
potensi yang dimiliki dalam pelajaran matematika.
4. Kepada peneliti lanjutan agar hasil dan perangkat penelitian ini dapat
dijadikan pertimbangan untuk menerapkan pembelajaran pemecahan
masalah pada materi sistem persamaan linier dua variabel ataupun pokok
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.
Arikunto, S. (2003), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta.
Dahar, (1996). Mendisain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Djamarah, Bahri, Drs. Syaiful, (2008). Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Rineka Cipta, Jakarta.
Gulo, (2002). Mendisain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Kencana Prenada Media Group,Jakarta.
Hudojo,(2001). Mendisain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Kencana Prenada Media Group,Jakarta.
Ibrahim, Muslimin, dkk, (2009),Pembelajaran Kooperatif, UNESA-University, Press, Surabaya.
Kasmila, Isti, (2006), Perbedaan Penagruh Model Pembelajaran Kooperatif Berdasarkan Masalah dan Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SMP Pahlawan Nasional Medan,Skripsi.Universitas Negeri Medan,Medan.
Isjoni, (2009), Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Lie, A, (2004), Cooperatif Learning Memperaktekkan Cooperatif Learning di Ruang-Ruang Kelas,PT Grasindo, Jakarta.
Nur,dkk,(1998). Mendisain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Kencana Prenada Media Group,Jakarta.
Nurkancana,Wayan.,dan Sumaritana (1986),Evaluasi Pendidikan, Penerbit Usaha Nasional,Surabaya.
Simamora, Windhy, (2007), Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Diajar Menggunakan Model Advance Organiser Melalui Peta Konsep Dengan Pembelajaran Konvensional di kelas VII SMP Negri 5 Sibolga,Skripsi.Universitas Negeri Medan, Medan.
Slameto, (2003).Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,Rineka Cipta, Jakarta.
Sujono,(1998), Pengajaran Matematika Untuk Sekolah Dasar,Depdikbud,Jakarta.
Syah, Muhibbin. (2003). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Tim Dosen. (2009). Perkembangan peserta didik. UNIMED. Medan
Tim SBM, (2009). Strategi Belajar Mengajar. UNIMED. MEDAN
Trianto, (2007), Model - model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Prestasi Pustaka, Jakarta.