DAFTAR ISI
halaman
ABSTRAK……… i
KATA PENGANTAR……… ii
UCAPAN TERIMA KASIH……… iv
DAFTAR ISI………. viii B. Identifikasi dan Rumusan Masalah……… C. Tujuan Penelitian ………. D. Urgensi Penelitian………. E. Manfaat Penelitian………. F. Pendekatan, Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data……… G. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian……… 1 BAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI INTRAPERSONAL DAN INTERPERSONAL SISWA REMAJA……….. 16
A. Perkembangan Masa Remaja………
B. Konsep Bimbingan Pribadi – Sosial………. C. Konsep Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal Siswa………… D. Dampak Ketidakharmonisan antara Kompetensi Intrapersonal dan
Interpersonal Siswa……….
16
23
28
E. Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Meningkatkan Kompetensi
Intrapersonal dan Interpersonal Siswa……… 51
BAB III PROSEDUR PENELITIAN……… 63 A. Pendekatan dan Metode Penelitian………
B. Pengembangan Instrumen Penelitian……….
C. Populasi dan Sampel………..
D. Prosedur dan Langkah Penelitian………. E. Teknik Analisis Data Penelitian……….
63
64
77
78
83
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 87 A. Profil Bimbingan Pribadi – Sosial di SMA Darul Hikam Bandung…
B. Gambaran Umum Profil Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal
Siswa………..
C. Program Hipotetik Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatka
Intrapersonal dan Interpersonal Siswa……….. D. Validasi Program Dengan Menggunakan Focus Group Discussion
E. Efektivitas Program Untuk Meningkatkan Kompetensi Intrapersonal
dan Interpersonal Siswa………
F. Diseminasi Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan
Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal Siswa……….
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 2.1 Beberapa Istilah Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal……... …. 29
Tabel 2.2 Indikator Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal Siswa………… 42
Tabel 3.1 Kisi – kisi Instrumen……….. 67
Tabel 3.2 Kisi – kisi Skala Penilaian Pedoman Wawancara dan Observasi…….. 69
Tabel 3.3 Validasi Program……… 71
Tabel 3.4 Kriteria Koefisien Reliabilitas……… 77
Tabel 3.5 Daftar Populasi Penelitian……….. 78
Tabel 3.6 Hasil Rerata Kelas……….. 78
Tabel 4.1 Profil Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal Siswa………... 93
Tabel 4.2 Profil Kompetensi Intrapersonal Siswa………. 96
Tabel 4.3 Profil Indikator Kompetensi Intrapersonal Siswa………. 97
Tabel 4.4 Tingkat Kompetensi Pada Aspek Pengetahuan Diri………. 99
Tabel 4.5 Tingkat Kompetensi Pada Aspek Pengarahan Diri……… 106
Tabel 4.6 Tingkat Kompetensi Pada Aspek Harga Diri………. 108
Tabel 4.7 Profil Kompetensi Interpersonal Siswa………. 110
Tabel 4.8 Profil Indikator Kompetensi Interpersonal Siswa……….. 112
Tabel 4.9 Tingkat Kompetensi Pada Aspek Peka Terhadap diri dan Orang Lain……… 113
Tabel 4.10 Tingkat Kompetensi Pada Aspek Asertif………... 114
Tabel 4.11 Tingkat Kompetensi Pada Aspek Nyaman Dengan DIri dan Orang Lain……… 116
Tabel 4.12 Tingkat Kompetensi Pada Aspek Menjadi Diri Yang Bebas………… 118
Tabel 4.13 Tingkat Kompetensi Pada Aspek Harapan yang Realistik Pada Diri dan Orang Lain……….. 119
Tabel 4.15 Analisis Kebutuhan Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berdasarkan
Profil kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal
Siswa………. 126
Tabel 4.16 Uji Efektifitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan
Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal Siswa………. 147 Tabel 4.17 Efektifitas Program Pribadi Sosial Untuk Meningkatkan Kompetensi
Intrapersonal dan Interpersonal Siswa (Berdasarkan Masing-masing
Kompetensi) 148
Tabel 4.18 Efektifitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan
Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal Siswa (Berdasarkan Aspek
Pengetahuan Diri)……….. 148
Tabel 4.19 Efektifitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan
Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal Siswa (Berdasarkan Aspek
Pengarahan Diri)………... 149 Tabel 4.20 Efektifitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan
Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal Siswa (Berdasarkan Aspek
Harga Diri)………. 150
Tabel 4.21 Efektifitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan
Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal Siswa (Berdasarkan Aspek
Peka Terhadap Diri dan Orang Lain)………. 150 Tabel 4.22 Efektifitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan
Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal Siswa (Berdasarkan Aspek
Asertif)………. 151
Tabel 4.23 Efektifitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan
Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal Siswa (Berdasarkan Aspek
Nyaman Dengan Diri dan Orang Lain)……… 151 Tabel 4.24 Efektifitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan
Menjadi Diri Yang Bebas)……….. 152 Tabel 4.25 Efektifitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan
Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal Siswa (Berdasarkan Aspek
Harapan yang Realistik Terhadap Diri dan Orang
Lain)………. 153
Tabel 4.26 Efektifitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan
Kompetensi Intrapersonal dan Interpersonal Siswa (Berdasarkan Aspek
DAFTAR BAGAN
DAFTAR GRAFIK
halaman
Grafik 4.1 Profil Kompetensi Intrapersonal Dan Interpersonal Siswa……… 94
Grafik 4.2 Profil Kompetensi Interpersonal Siswa………. 96
Grafik 4.3 Gambaran Kompetensi Intrapersonal Siswa……… 98
Grafik 4.4 Profil Kompetensi Interpersonal Siswa……….. 111
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 4.1 Ruangan Bimbingan dan Konseling………. 91
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
LAMPIRAN 1 KISI-KISI SEBELUM UJI AHLI 172
LAMPIRAN 2 KISI-KISI SETELAH UJI AHLI 183
LAMPIRAN 3 ANGKET 185
LAMPIRAN 4 LEMBAR JAWAB 186
LAMPIRAN 5 SURAT PERMOHONAN 187
LAMPIRAN 6 LEMBAR PENGESAHAN UJI AHLI 188
LAMPIRAN 7 UJI VALIDITAS 205
LAMPIRAN 8 UJI RELIABILITAS 236
LAMPIRAN 9 HASIL UJI VALIDITAS 237
LAMPIRAN 10 DATA PRE TEST 241
LAMPIRAN 11 GAMBARAN ASPEK 247
LAMPIRAN 12 SATUAN LAYANAN BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL 264
LAMPIRAN 13 DATA POST TEST 275
LAMPIRAN 14 UJI t 279
LAMPIRAN 14 UNDANGAN DISEMINASI 291
LAMPIRAN 15 DAFTAR HADIR DISEMINASI 292
LAMPIRAN 16 TANGGAPAN PESERTA DISEMINASI 294
LAMPIRAN 17 FOTO KEGIATAN SAMPEL 296
LAMPIRAN 18 FOTO KEGIATAN DISEMINASI 298
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah secara umum bertujuan
untuk membantu siswa mengenal dan menerima dirinya, mengenal dan menerima
lingkungan secara positif serta mampu mengambil keputusan sesuai dengan keadaan
dirinya. Secara khusus, layanan bimbingan dan konseling di sekolah bertujuan
membantu siswa agar dapat mencapai tujuan perkembangan yang meliputi aspek
pribadi-sosial, belajar dan karier. Menurut Winkel (1991:105) kegiatan bimbingan
mencakup tiga jenis yaitu: (1) bentuk bimbingan; (2) sifat bimbingan dan (3) ragam
bimbingan. Berkenaan dengan ragam bimbingan, Winkel (1991) menyatakan ”Istilah
ragam bimbingan menunjuk pada bidang kehidupan tertentu atau aspek
perkembangan tertentu yang menjadi fokus perhatian dalam pelayanan bimbingan;
misalnya bidang akademik, bidang perkembangan pribadi-sosial yang menyangkut
diri sendiri dan hubungan dengan orang lain, bidang karir perencanaan masa depan
yang menyangkut jabatan yang akan dipangkunya kelak.” Bimbingan pribadi-sosial
merupakan bimbingan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah
pribadi-sosial (Surya, 1988:47).
Bidang bimbingan pribadi-sosial merupakan proses bantuan terhadap
individu agar kemampuan hubungan interpersonal dan intrapersonalnya senantiasa
selaras dengan ketentuan masyarakat, bangsa dan agama ( Musnamar, 1992). Adapun
berbeda-beda namun mempunyai kesamaan arti yang secara fungsional sangat sulit
dipisahkan sehingga kedua kecakapan dipandang lebih fungsional dan bermakna
ketika disatukan. Kemampuan hubungan intrapersonal dan interpersonal oleh
Cavanagh (1982) disebutkan sebagai sebuah kompetensi, baik kompetensi
intrapersonal yang didalamnya memuat kemampuan akan pengetahuan diri sendiri
atau self knowledge, pengarahan diri atau self direction, harga diri atau self esteem
dan kompetensi interpersonalnya mempunyai indikator peka terhadap orang lain,
asertif, menjadi nyaman dengan diri sendiri dan orang lain, menjadi diri yang bebas,
mempunyai haraan yang realistik terhadap diri sendiri dan orang lain serta
perlindungan diri dalam situasi antar pribadi. Istilah kemampuan hubungan pribadi
dan sosial menurut Myrick (1993) dikategorikan sebagai personal and social skills
dan menurut Gysbers (1995) menyebutnya sebagai self knowledge and interpersonal
skills .
Mary Lwin (2008) menyatakan bahwa keterampilan interpersonal adalah
kemampuan untuk berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Keterampilan ini
merupakan keterampilan memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen,
suasana hati, maksud dan keinginan orang lain dan menanggapinya secara layak.
Keterampilan ini memungkinkan seseorang membangun kedekatan, pengaruh,
pimpinan dan membangun dengan masyarakat. Keterampilan ini tidak dilahirkan,
sehingga perlu dibentuk, dikembangkan melalui pembinaan dan pengajaran, dan
waktu terbaik untuk membangun keterampilan interpersonal ini adalah ketika masih
permainan yang merangsang kepekaan orang lain dan berusaha melihat dari sudut
pandang orang lain (Musfiroh, 2008).
Keterampilan intrapersonal (May Lwin, 2008) adalah keterampilan
mengenai keterampilan diri sendiri, kemampuan memahami diri sendiri dan
bertanggungjawab atas kehidupan sendiri. Keterampilan intrapersonal dapat
dirangsang dengan berbagai permainan yang membuat anak belajar mengenal diri
sendiri termasuk memahami emosi, perasaan, sifat dan keinginan, ciri-ciri, kelemahan
dan kelebihan diri. Permainan yang menggugah semangat harga diri, serta
mengekpslorasi imajinasi dan fantasi (Musdfiroh, 2008 ).
Bimbingan pribadi-sosial yang didalamnya sarat muatan dengan berbagai
kompetensi intrapersonal dan interpersonal sangat dibutuhkan bagi para siswa
khususnya usia remaja di sekolah menengah atas. Permasalahan yang mungkin timbul
akibat ketidakharmonisan intrapersonalnya maka siswa akan mengalami kebingungan
jati diri, memiliki sifat mudah tersinggung, adanya konflik internal, tidak bisa
menyesuaikan diri dan sifat-sifat khas remaja lainnya. Keuntungan adanya
bimbingan pribadi-sosial adalah bisa mengembangkan diri, menyesuaikan dengan
lingkungannya, dapat hidup selaras dan bahagia bersama lingkungan.
Pada kenyataannya di lapangan, masih terbatas buku pegangan, model dan
panduan bagi konselor untuk mengembangkan kompetensinya sebagai pembimbing
siswa di sekolah untuk menuju tujuan umum dan tujuan khusus yang diharapkan,
seperti dalam tujuan bimbingan pribadi dan sosial,padahal seorang konselor
maupun sebagai tugas utamanya membantu siswa mendapatkan kebahagiaan dan
aktualisasi dirinya. Disamping itu, seorang konselor juga dituntut harus menguasai
teknik konseling dalam menjalankan proses konseling. Seorang konselor harus
memahami dengan baik tentang pertumbuhan dan perkembangan manusia karena
teori konseling sangat berkaitan erat dengan tingkah laku manusia. Konselor yang
menggunakan pendekatan ”client centered” akan membutuhkan pemahaman
bagaimana individu dan sikap seseorang akan mempengaruhi perkembangan dalam
kehidupan individu (Muro, 1995:28)
Selain permasalahan terbatasnya modul bimbingan pribadi dan sosial,
tantangan yang dihadapi adalah kreatifitas konselor dalam melaksanakan layanan di
sekolah. Kejenuhan yang dialami baik oleh konselor secara pribadi dengan
bertumpuknya tugas, juga masih banyak siswa yang kurang responsif terhadap materi
layanan bimbingan, termasuk di dalamnya layanan bimbingan pribadi-sosial.
Beberapa siswa kurang menghargai materi bimbingan yang disampaikan. Mereka
menganggap merasa belum mengalami masalah tersebut, sehingga tidak menyimak
dan memaknai nilai bimbingan pribadi – sosial yang disampaikan. Sehingga
dibutuhkan wawasan dan kreatifitas untuk membuat materi yang diberikan agar
menarik dan bermakna bagi siswa.
Konselor memberikan layanan bimbingan pribadi-sosial kepada siswa,
dalam hal ini siswa sekolah menengah umum, harus memperhatikan perubahan
tingkah laku yang khas dialami sesuai dengan tugas perkembangannya. Siswa pada
sekitar 12 – 18 tahun yang dipandang sebagai masa “Strom & Stress”, frustasi dan
penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian. Remaja cenderung terpengaruh oleh
lingkungan baik positif ataupun negatif. Menurut Erik H. Erison (2006), kepribadian
remaja pada umumnya adalah : (1) sedang mengalami perubahan fisik dan psikologis;
(2) memiliki dorongan sexual yang kuat; (3) labil, mudah terjerumus pada perilaku
negatif, sehingga mereka mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion).
Kebingungan dengan dihadapkan pada berbagai pertanyaan yang menyangkut
keberadaan dirinya (siapa saya?), masa depannya (akan menjadi apa?), peran sosial
(apa peran sosial dalam keluarga dan masyarakat dan kehidupan beragama?).
Penelitian Yaya Sunarya (1999) menunjukkan, terdapat 67 orang remaja
terisolir dari keseluruhan 294 remaja. Penelitian Heri Suherlan (2005) menyatakan
ada 14.14% remaja terisolir, maknanya dari setiap seratus orang remaja, sebanyak 14
orang terisolir. Penelitian Jamal Supiadi (2007) menyatakan, dari 278 orang remaja,
terdapat 12.9% atau 36 orang remaja yang terisolir. Data-data tersebut bermakna
bahwa di setiap sekolah terdapat anak-anak yang secara teori mengalami gangguan
dalam proses sosialisasi akibat statusnya sebagai remaja terisolir.
Adapun masalah lainnya dalam masa remaja adalah kemampuan menjalin
relasi pertemanan, fenomena geng motor dan geng Nero dapat dipahami sebagai salah
satu akibat remaja tidak memahami secara lengkap makna pertemanan. Makna
pertemanan atau persahabatan secara spesifik didefinisikan sebagai ikatan penuh
kasih sayang antara dua orang atau lebih, dan masing-masing individu saling menaruh
geng motor di Tasikmalaya seperti yang diliput oleh stasiun televisi dan koran
menggambarkan kondisi remaja yang memprihatinkan, disana hanya disebabkan
karena gengsi antar geng mengakibatkan perkelahian yang memakai senjata tajam.
Keberadaan pertemanan dalam geng motor disalahartikan ( Pikiran Rakyat, 22
Oktober 2009).
Pada hakikatnya suatu relasi pertemanan memiliki kekhasan, kekhasan ini
mempunyai variasi dalam pandangan yang baik maupun buruk dan akan
mempengaruhi kualitas persahabatan. Kualitas persahabatan adalah tingkat
keunggulan dalam persahabatan yang memiliki dimensi baik dan buruk (Berndt,1999;
Phebe, 2007: 3). Saat ini, terdapat definisi lain tentang kualitas persahabatan, yang
berhubungan dengan efek dari persahabatan. Kualitas persahabatan yang tinggi
memiliki kontribusi yang positif terhadap perkembangan sosial dan psikologis
individu yang sehat. Berkaitan dengan hal ini, fenomena geng motor dan geng Nero
yang terjadi saat ini merupakan bentuk kualitas persahabatan yang rendah dan
berpengaruh negatif terhadap perkembangan sosial dan psikologis remaja.
Rendahnya penguasaan kemampuan menjalin relasi pertemanan akan
mempengaruhi perkembangan mental atau pribadi remaja. Tidak terjalinnya relasi
sosial yang intim dan memuaskan akan membuat remaja merasa terisolasi. Remaja
pun akan menjadi sangat tidak bahagia dan nyaman. Remaja selalu merasa tertekan
dalam pergaulan sosialnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Schmidt (Sunarya,
1999: 38) mengungkapkan, menjadi remaja yang memiliki prestasi akademis yang
membuat remaja memiliki rasa tidak puas dalam menjalani kehidupan sosial,
mengisolasi diri, memiliki hubungan yang kacau, kekerasan dalam menjalani
hubungan sosial, depresi dan tragisnya ialah bertekad untuk mengakhiri hidupnya.
Sekolah merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang berpotensi besar
untuk membantu remaja mencapai perkembangan psiko-sosialnya. Siswa SMA
terdapat dalam masa remaja dengan segala bentuk perubahan dan permasalahan
terutama dalam bidang sosial membutuhkan lingkungan dan sarana yang tepat guna
membimbing dan mengarahkan kemampuan serta kompetensi yang ada pada dirinya.
Dengan demikian sekolah telah melaksanakan peran dan fungsinya dalam
mengembangkan potensi diri remaja untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, keterampilan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Bab 1 pasal 1 UU RI Nomor 20
tahun 2003).
Remaja yang mengalami kebingungan ini sedang dalam keadaan mencari jati
dirinya, sehingga mudah untuk terpengaruh oleh doktrin-doktrin baru tanpa memiliki
kemampuan untuk memfilter informasi-informasi tersebut. Selain itu dampak dari
kebingungan ini mereka kembali kepada teman, sehingga cenderung hidup
berkelompok-menyendiri dan sangat loyal dengan kelompoknya. Apabila remaja
berhasil memahami dirinya, perannya dan makna hidupnya, maka dia akan
menemukan jati dirinya dalam arti perkembangan kompetensi pribadi-sosialnya akan
Pelaksanaan bimbingan pribadi-sosial di sekolah dengan berhadapan siswapun,
seorang konselor harus memahami tentang kondisi psikologis remaja dan bagaimana
langkah yang tepat untuk mengantisipasi lack of competency by interpersonal and
intrapersonal, permainan sebagai salah satu teknik dalam memberikan layanan agar
pembelajaran menjadi bermakna. Permainan (play) adalah suatu kegiatan yang
menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri ( Santrock,
2002) Erikson dan Freud (Santrock,2002 ) permainan merupakan suatu bentuk
penyesuaian diri manusia yang sangat berguna menolong anak menguasai kecemasan
dan konflik. Dan Piaget (Santrock, 2002) melihat bahwa permainan sebagai suatu
metode yang meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak. Dari paparan di atas
dapat dikatakan bahwa permainan merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan
yang sangat berguna bagi penyesuaian diri dan menguasai kecemasan atau konflik
sehingga dapat mengembangkan sisi kognitif.
Berbagai kajian teoritik maupun empirik, menunjukkan bahwa bermain
merupakan jembatan antara diri seorang individu dengan dunia di sekitarnya yang
berfungsi sebagai alat utama untuk mendukung perkembangan. Bermain untuk orang
orang dewasa atau remaja secara berkelanjutan sebagai motor atau penggerak yang
penting untuk membantu sejumlah adaptasi perilaku, termasuk didalamnya kreatifitas,
melatih sejumlah aturan dan integrasi antara tubuh dan pikiran (Schaefer,Charles
2003:1).
Penelitian Septi (2008) menunjukkan bahwa kondisi remaja khususnya di
solusinya adalah model bimbingan pribadi sosial melalui permainan diantaranya
penekanan pada resolusi konflik antar remaja santri didalamnya. Penelitian Nandang
(2008) juga memperlihatkan bahwa teknik permainan dapat dijadikan wahana
konseling dan psikoterapi khususnya bagi korban pascagempa, karena permainan juga
dapat menumbuhkan rasa empati pada kedua belah fihak, sehingga akan
memudahkan proses hubungan interpersonal yang fungsional dan fungsi permainan
adalah mengeluarkan masalah dan konflik dalam dirinya. Games telah ada sejak
zaman prasejarah dan dianggap memainkan suatu peranan yang signifikan dalam
adaptasi dengan lingkungannya. Games menuntut perilaku yang lebih terarah pada
tujuan dan keseriusan yang lebih besar dibandingkan dengan play dan jenis
permainan yang lazim digunakan dalam konseling bermain adalah permainan papan,
permainan kartu, permainan jalanan, permainan komputer, permainan otot halus dan
otot kasar. Games telah menjadi alat untuk mengeliminasi konflik-konflik
kepentingan dalam interaksi bisnis, politik dan interpersonal (Schenker & Bonoma
,Schaefer &Reid, 2001; Nandang, 2008 ).
Uraian diatas menguatkan bahwa permainan merupakan salah satu strategi
dalam bimbingan pribadi-sosial dengan melihat remaja sebagai subyek dari pelaksana
di sekolah yang diperlukan dalam meningkatkan kompetensi interpersonal dan
intrapersonal siswa. Program untuk meningkatkan kompetensi interpersonal dan
interpersonal siswa melalui permainan dipilih, dipilah dan diseleksi jenis
pribadi-sosial yang harus dicapai dari seorang siswa sekolah menengah sehingga
kemampuan intrapersonal dan interpersonal dapat ditingkatkan.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Permasalahan yang timbul akibat kondisi ketidakharmonisan intrapersonal
adalah mengalami kebingungan jati diri, memiliki sifat mudah tersinggung, depresi,
adanya konflik internal, tidak bisa menyesuaikan diri, hidup terisolir, tidak bisa
memahami dirinya, labil dan sifat-sifat khas remaja lainnya, sedangkan permasalahan
karena tidak seimbangnya interpersonal siswa adalah salah dalam memilih teman
sebaya yang mengakibatkan terjerumus pada kegiatan negatif, seperti tawuran,
perkelahian, permusuhan antargeng, kemungkinan juga permasalahan dengan
keluarga, tidak puas dalam kehidupan sosialnya, juga adanya pertentangan diri
dengan lingkungannya.
Fenomena diatas memberikan gambaran bahwa kompetensi intrapersonal dan
interpersonal merupakan bagian dari kehidupan siswa yang akan mengakibatkan
terhambatnya tugas-tugas perkembangan remaja. Kondisi ini dapat diantisipasi
dengan layanan bimbingan pribadi-sosial, karena menurut Surya (1988: 47)
bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan dalam menghadapi dan memecahkan
masalah-masalah pribadi-sosial seperti masalah pergaulan, penyelesaian konflik,
penyesuaian diri dan sebagainya. Menurut Winkel (1991: 124) bimbingan
pribadi-sosial merupakan proses bantuan yang menyangkut keadaan batinnya sendiri,
adanya bimbingan pribadi-sosial adalah bisa mengembangkan diri, menyesuaikan
dengan lingkungannya, dapat hidup selaras dan bahagia bersama lingkungan.
Pengembangan program layanan bimbingan pribadi-sosial yang didalamnya
memuat nilai-nilai yang bermakna sangat diperlukan sebagai pegangan program bagi
konselor memuat berbagai kompetensi intrapersonal dan interpersonal melalui
permainan sangat dibutuhkan, sehingga dapat berkembang sesuai tahap
perkembangan remaja menjadi siswa yang mempunyai pribadi intrapersonal yang
baik dan berkemampuan interpersonal yang bagus sehingga dapat bersosialisasi
dengan sehat.
Kompetensi interpersonal dan intrapersonal bisa dibentuk melalui pembinaan
dan pengajaran (Musfiroh, 2008). Kedua kompetensi ini dapat dirangsang dengan
berbagai permainan yang membuat seseorang belajar mengenal diri sendiri, termasuk
memahami emosi, perasaan, kelemahan dan kelebihan diri juga dapat menggugah
semangat, mengeksplorasi imajinasi dan fantasi bersama dan waktu terbaik untuk
membangun kompetensi ini adalah masih muda atau remaja (Musfiroh, 2008). Hal
senada juga disampaikan oleh Charles (2005) bahwa masa remaja yang penuh dengan
antagonis (hostile), sesuai perasaan (moody), susah diatur, gampang sakit hati, namun
penuh dengan spontanitas, kreativitas, perlu dilakukan kegiatan sebagai jembatan
untuk memecahkan masalahnya. Penelitian Charles menunjukkan bahwa play
theraphy with adolocents offers a complete variety of play therapy approaches
merupakan sebuah variasi yang lengkap dari pendekatan bermain khususnya
disesuaikan dengan kemajuan remaja.
Kenyataan di lapangan, masih terbatasnya buku pegangan, khususnya
bimbingan pribadi-sosial, panduan yang penting bagi konselor untuk
mengembangkan kompetensinya sebagai pembimbing siswa di sekolah. Siswa di
sekolah juga menganggap bahwa materi layanan bimbingan pribadi-sosial kurang
bermakna karena dianggap belum sebanding dengan bimbingan akademik dan
bimbingan karir. Oleh karena itu, masalah dalam penelitian ini adalah ”Seperti apa
program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan kompetensi interpersonal dan
intrapersonal siswa?”. Permasalahan ini dirumuskan ke dalam pertanyaan sebagai
berikut :
1. Bagaimana profil layanan bimbingan pribadi-sosial di SMA Darul Hikam
Bandung.
2. Bagaimana profil kompetensi intrapersonal dan interpersonal siswa.
3. Bagaimana program hipotetik bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan
kompetensi interpersonal dan intrapersonal siswa.
4. Seberapa efektifkah program bimbingan pribadi-sosial melalui permainan dapat
meningkatkan kompetensi intrapersonal dan interpersonal siswa.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum dari penelitian ini adalah menghasilkan program bimbingan
intrapersonal dan interpersonal yang dapat dilaksanakan di sekolah menengah
umum.
2. Tujuan khusus penelitian ini diarahkan untuk memperoleh informasi atau data
tentang:
a. Profil kondisi layanan bimbingan pribadi-sosial.
b. Profil kompetensi intrapersonal dan intepersonal siswa yang dilaksanakan
oleh konselor.
c. Program hipotetik bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan kompetensi
intrapersonal dan interpersonal siswa remaja.
d. Efektivitas program bimbingan pribadi-sosial melalui permainan untuk
meningkatkan kompetensi intrapersonal dan interpersonal siswa sekolah
menengah umum melalui permainan.
D. Urgensi Penelitian
Penelitian ini dianggap penting, dikarenakan beberapa masalah seperti yang telah
dikemukakan di depan, yaitu :
1. Kondisi siswa yang mengalami lack of competency by interpersonal and
intrapersonal tidak bisa dibiarkan saja, harus segera ditangani oleh konselor agar
tidak berkepanjangan sehingga mempengaruhi prestasi akademik, tugas
perkembangan remaja dan masa depan siswa.
2. Program hipotetik bimbingan pribadi-sosial ini bisa dijadikan rekomandasi bagi
dapat meningkatkan kompetensi konselor sendiri dan penguatan terhadap profesi
bimbingan dan konseling.
E. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan konseptual untuk memperkaya
berbagai program pengembangan kompetensi dan penanganannya berdasarkan
pendekatan bimbingan pribadi-sosial serta menguatkan konsep pengembangan
model yang berkaitan dengan kompetensi intrepersonal dan interpersonal.
2. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk dapat memberikan kontribusi bagi
terwujudnya program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan kompetensi
intrapersonal dan interpersonal siswa sekolah menengah dan diharapkan dapat
diimplementasikan dalam memberikan layanan bimbingan pribadi-sosial.
F. Pendekatan, Metode Penelitian Dan Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang
diharapkan dapat menghasilkan program bimbingan pribadi-sosial sosial bagi siswa
sekolah menengah atas. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
dan pengembangan (research and development) dengan tiga langkah kegiatan, yaitu
survai, perencanaan, dan pengembangan. Salah satu kegiatan pengembangan adalah
melakukan uji coba dengan menggunakan metode Quasi Eksperimen dengan
pre-posttest control group design.
Proses analisis data dilakukan untuk mengetahui profil bimbingan
pribadi-sosial dengan rasional konseptual dengan cara melihat kecenderungan pusat.
prosentase atau analisis statistik yaitu dengan menghitung terlebih dahulu batas
bawah terbesar dan batas atas terkecil untuk menentukan kelompok dengan kategori
keterampilan intrapersonal dan interpersonal yang tinggi, sedang, rendah. Dan untuk
mengetahui efektifitas program bimbingan pribadi-sosial melalui permainan dapat
meningkatkan kompetensi interpersonal dan intrapersonal siswa menggunakan
analisis perbedaan dua rata-rata atau uji beda melalui teknik Uji t.
G. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Darul Hikam Bandung.
Adapun subjek penelitiannya adalah siswa kelas X dan didapatkan berdasarkan hasil
analisis data angket yang diberikan sebelumnya dengan menggunakan teknik
purposive sampling.
Penelitian ini juga diharapkan guru Bimbingan dan Konseling juga menjadi
subjek penelitian untuk memperoleh informasinya tentang kualitas dan
kebermanfaatan program bimbingan pribadi-sosial yang dikembangkan. Sementara
itu penentuan subjek penelitian untuk guru BK digunakan teknik non random
sampling, sehingga setiap guru pembimbing dan guru berhak menjadi subjek
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
Pada bab tiga ini, dibahas hal-hal yang berkaitan dengan metode dan pendekatan
penelitian, instrumen penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, prosedur dan
langkah penelitian dan teknik analisis data penelitian.
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Studi ini menggunakan pendekatan riset dan pengembangan (research and
development). Dasar pertimbangan penggunaan pendekatan ini adalah pendapat Borg,
Gall dan Gall (2006) yang menyatakan bahwa strategi penelitian dan pengembangan
efektif untuk mengembangkan dan memvalidasikan produk pendidikan. Menurut
Borg,Gall dan Gall (2006) produk yang dihasilkan melalui pendekatan riset dan
pengembangan adalah buku teks, film instruksional, metode mengajar dan
program-program. Dalam konteks ini, program yang dihasilkan dalam penelitian bimbingan dan
konseling juga merupakan produk pendidikan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mixed Methods Designs
(Cresweell, 2008). Menurut Creswell (2008) metode ini menggunakan campuran antara
pendekatan kuantitatif dengan kualitatif. Desain yang digunakan adalah Explanatory
Mixed Methods Designs. Pendekatan kuantitatif digunakan dengan melakukan kajian
terhadap identifikasi kasus, identifikasi masalah dan uji efektifitas program. Pendekatan
kualitatif digunakan untuk melakukan kajian terhadap data dukung lapangan dan
B. Pengembangan Instrumen Penelitian
1. Definisi Operasional
Kompetensi intrapersonal merupakan kemampuan siswa dalam mengetahui
dirinya (self knowledge) dengan memahami bakat dan minat, sikap, konsep diri,
menyadari kelemahan dan kelebihan. Kompetensi intrapersonal siswa mampu
mengarahkan dirinya (self direction) dengan kemampuan membuat keputusan, dapat
menghadapi kegagalan,disiplin diri dan pengendalian diri. Kompetensi intrapersonal
siswa merupakan kemampuan menghargai dirinya (self esteem) dan percaya pada
dirinya.
Kompetensi interpersonal siswa adalah kemampuan siswa untuk peka terhadap
diri dan orang lain, berjiwa asertif dengan tegas dalam berkomunikasi, menjadi
nyaman dengan diri dan orang lain dengan transparan dalam memandang diri,
menciptakan situasi persahabatan, berempati. Kompetensi interpersonal membentuk
diri yang bebas dengan membiarkan orang lain menjadi dirinya dan terbuka terhadap
orang lain. Kompetensi interpersonal mempunyai harapan yang realistik terhadap diri
dan orang lain dengan memahami keadaan diri sesuai dengan keadaan sebenarnya,
juga perlindungan diri dalam situasi antarpribadi dengan kemampuan bertindak
dengan cara yang tepat, bekerja secara kooperatif dan keterampilan komunikasi yang
2. Kisi-kisi Instrumen
Pada penelitian ini menggunakan tiga kisi-kisi instrumen, yaitu: a). Kisi-kisi
angket; b) Kisi-kisi pedoman wawancara dan observasi dan c) instrumen validasi.
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
a. Angket
Angket atau kuesioner adalah seperangkat alat pengumpul data dengan
menggunakan metode tertulis. Angket disusun oleh peneliti dengan berdasarkan hasil
studi kepustakaan dengan sumber-sumber yang relevan sekaligus mendukung konsep
dan konstruk kompetensi intrapersonal dan interpersonal secara utuh.
Instrumen pengumpul data berupa angket berbentuk skala penilaian Likert
dengan lima alternatif jawaban, yaitu : Sangat Sesuai (SS); Sesuai (S); Ragu-ragu
(RR); Tidak Sesuai (TS); dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk kepentingan
pedoman penyekoran setiap butir soal digunakan langkah-langkah yang dikemukakan
oleh Suryabrata (1999:266-271) dan perhitungannya dibantu dengan Microsoft Excel
2007.
Proses penyusunan instrumen ini dilakukan dengan pengkajian mendalam
sehingga menghasilkan instrumen yang siap untuk divalidasi. Dari 80 item yang
disusun, setelah melakukan diskusi, menerima masukan, rekomendasi dan review,
sesuai dengan kaidah penyusunan instrumen yang baik, maka jumlah item bertambah
menjadi 108 butir.
Langkah selanjutnya adalah melakukan uji validitas dengan uji rasional
ditimbang menjadi 105 butir. Adapun kisi-kisi instrumennya dapat dilihat dalam tabel
berikut.
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen
NO VARIABEL SUB VARIABEL INDIKATOR JUMLAH ITEM NO. ITEM
lain lain
2.2.Asertif 2.2.1.Tegas dalam
b. Pedoman wawancara dan observasi
Pedoman wawancara dan pedoman observasi digunakan untuk mengungkap
kondisi di lapangan tentang profil bimbingan pribadi-sosial di sekolah dengan
melihat, mengobservasi, mewawancara siswa, guru BK dan personil terkait, seperti
kepala sekolah. Kisi-kisi skala penilaian dalam pedoman wawancara dan observasi
disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 3.2.
Kisi – kisi Skala Penilaian Pedoman Wawancara dan Observasi
NO ASPEK YANG DIUNGKAP RESPONDEN TEKNIK Kepala
3 Evaluasi a. Proses pelaksanaan √ √ Wawancara
5 Metode &
Instrumen validasi program bertujuan untuk mengukur kelayakan program
setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Validasi program dilakukan dengan
menggunakan focus group discussion dengan praktisi di lapangan. Instrumen
Tabel 3.3 Validasi Program
NO KOMPONEN BAIK CUKUP KURANG SARAN
1 Kejelasan penggunaan istilah 2 Sistematika program
3 Rumusan rasional program 4 Rumusan tujuan program 5 Rumusan asumsi program 6 Keterbacaan program
7 Umum
3. Uji Instrumen
a. Uji Validitas
Validitas menurut Suryabrata (1999:56-57) atau kesahihan digunakan
dalam tiga konteks, yaitu: (1) validitas penelitian atau research validity; (2)
validitas soal atau item validity dan (3) validitas alat ukur atau test validitity. Pada
viliditas penelitian mempersoalkan derajat kesesuaian antara data hasil penelitian
dengan keadaan sebenarnya. Validitas ini mengandung dua sisi, yaitu validitas
internal dan validitas eksternal. Untuk mendapatkan validitas internal penelitian,
peneliti menggarapnya melalui penggunaan instrumen pengambil data yang
memenuhi persyaratan tertentu. Validitas eksternal penelitian mempersoalkan
derajat kesesuaian antara generalisasi hasil penelitian dengan keadaan yang
sebenarnya.
Validitas soal adalah derajat kesesuaian antara suatu soal dengan
pada soal dengan skor pada perangkat soal. Isi validitas soal adalah daya pembeda
soal.
Validitas alat ukur (tes) menyangkut apa yang diukur suatu alat ukur dan
seberapa baik alat ukur itu bisa mengukur (Anastasi&Urbina,2003). Menurut
Arikunto (2002) suatu alat ukur dikatakan valid apabila mampu mengukur apa
yang diinginkan; mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi
rendahnya validitas alat ukur menunjukkan sejauhmana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Intinya, validitas
alat ukur mencerminkan ketepatan suatu alat ukur untuk mengukur apa yang ingin
diukur.
1). Validitas Rasional
Pada tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai instrumen yang
telah dirancang dalam program hipotetik kepada para ahli. Expert jugjement
ini merupakan proses yang harus dilakukan agar instrumen dalam program
hipotetik yang telah dirancang memenuhi standar penelitian sehingga hasilnya
layak untuk diuji coba. Pakar yang diminta untuk menilai dan memberi
pertimbangan tentang kelayakan program hipotetik adalah pakar bimbingan
dan konseling.
Validitas yang dipakai adalah validitas isi atau content validity dan
validitas construct. Sebagaimana Suryabrata (1999:58) mengatakan bahwa
secara konvensional validitas alat ukur dapat dilihat dari tiga arah, yaitu: (1)
construct atribut yang diukur; (3) dari kriteris alat ukur. Validitas isi alat ukur
merujuk sejauhmana alat ukur yang merupakan perangkat soal-soal dilihat
dari isinya mengukur yang dimaksud untuk mengukur. Ukuran itu ditentukan
berdasarkan derajat reputasinya isi alat ukur itu bagi isi hal yang akan diukur.
Validitas ini ditentukan melalui pendapat profesional atau professional
judgement dalam proses telaah soal (item). Adapun yang menjadi penimbang
atau judger untuk validasi rasional adalah Dr. Uman Suherman, M.Pd, Dr.
Mubiar Agustin, M.Pd dan Dra.Yusi Riksa Yustiana, M.Pd.
Teknik penelitian yang digunakan dalam validasi model oleh pakar ini
adalah teknik Delphi, (Cohen,Manion dan Morrison, 2000) yaitu suatu teknik
penilaian untuk mengambil keputusan dengan mengirimkan rancangan
program untuk divalidasi oleh validator, hasil keputusan dari para validator
kemudian ditarik sebagai keputusan umum.
Saran yang diberikan para ahli untuk instrumen ini adalah: (1)pemaparan
dari definisi operasional harus jelas agar tidak terjadi ambiguitas; (2) bahasa
operasional harus disesuaikan dengan bahasa untuk tingkatan SMA sehingga
mudah difahami, kemudian (3) konten diperhatikan dalam kaitannya antara
variabel dengan sub variabel dan indikator. Hasil dari uji ahli ini, dari jumlah
item sebelumnya 108 butir kemudian direvisi sehingga pada akhirnya item
2). Validasi Empirik
Validitas empirik dilakukan dengan menguji instrumen dari hasil uji
coba kepada sampel penelitian. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan
rumus korelasi product moment Pearson atau koefisen korelasi Pearson
dibantu dengan SPSS for Windows versi 15. Tujuannya adalah untuk
memperoleh butir-butir secara lengkap yang memiliki tingkat homogenitas
tinggi dan akan dijadikan butir tes. Rumus korelasi product moment adalah :
�
= − /�
2− 2/屻 2− 2/�
Keterangan :
X dan Y : Skor masing-masing variabel n : banyaknya subyek
(Azwar, 2003:19)
Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor setiap butir dengan
skor total. Hal ini dimaksudkan untuk memilih butir soal yang homogen, karena
tingkat homogenitas suatu tes memiliki relevansi tertentu dengan validitas
konstruknya. Proses dan tabel rekapitulasi hasil korelasi butir soal dapat dilihat di
lampiran.
Adapun hasil uji validitas empirik ini adalah :
a) Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah item sebelumnya adalah sebanyak
derajat kepercayaan ) > 0.05, maka dinyatakan gugur. Pada akhirnya
jumlah butir yang valid atau sahih sebanyak 67 butir.
b) Variabel kompetensi intrapersonal dengan sub variabel pengetahuan diri (
self knowledge) memuat 5 indikator, setelah dilakukan uji validitas, 2
indikator yaitu ”memahami sikap dan peka terhadap perasaan” tidak valid,
maka indikator itu dianggap gugur, karena tidak terwakili. Pada akhirnya
sub variabel pengetahuan diri diwakili oleh 3 indikator yang valid, yaitu
memahami bakat, memahami konsep diri dan menyadari kelemahan dan
kelebihan.
c) Variabel kompetensi intrapersonal mempunyai 3 indikator, yaitu
pengetahuan diri, pengarahan diri dan harga diri.
d) Variabel kompetensi interpersonal mempunyai 6 indikator, yaitu peka
terhadap perasaan diri dan orang lain, asertif, nyaman dengan diri sendiri
dan orang lain, menjadi diri yang bebas, harapan yang realistik terhadap
diri dan orang lain,perlindungan diri dalam situasi antar pribadi.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauhmana derajat keajegan atau
konsistensi skor yang dicapai oleh testee dari suatu pengukuran dengan alat ukur
yang sama pada kondisi yang berbeda. Dengan kata lain, reliabilitas alat ukur
merujuk pada sejauhmana perbedaan-perbedaan skor perolehan mencerminkan
Reliabilitas alat ukur ini berkenaan dengan derajat konsistensi atau
kesamaan antara dua perangkat skor, maka semua jenis reliabilitas dinyatakan
dalam bentuk koefisien korelasi (r) (Suryabrata,1999). Besar kecilnya reliabilitas
suatu alat ukur ditentukan oleh besar kecilnya nilai korelasi hasil tes yang
dinamakan indeks relibilitas.
Pada uji reliabitas ini, peneliti menggunakan teknik split-half atau belah
dua dari Spearman Brown dengan dibantu SPSS versi 17. Menurut sebagian para
ahli berpendapat bahwa teknik belah dua atau split-half merupakan bagian dari
metode keajegan internal atau internal consistency. Seperti yang disebutkan oleh
Azwar (2003) formulasi Spearman Brown merupakan sebuah formula komputasi
yang sangat populer untuk estimasi reliabilitas tes yang dibelah menjadi dua
bagian yang relatif paralel satu dengan yang lain. Formula Spearman Brown
dilakukan dengan cara pembelahan gasal-genap atau cara matched-random
subsets dikarenakan dua cara itulah diharapkan akan diperoleh belahan-belahan
yang paralel seperti yang dikehendaki.
Adapun rumus split-half Spearman Brown adalah sebagai berikut :
�
′=2 �1.2 1+�1.2Keterangan : rxx’=koefisien reliabilitas Spearman Brown
r1.2= koefisien korelasi antara kedua belahan
Norma yang dipakai dalam uji reliabilitas berdasarkan Guilford, dilihat dari
koefisien reliabilitasnya, makin tingi harga reliabilitas instrumen, kemungkinan
kesalahan yang terjadi makin kecil. Kriterianya adalah sebagai berikut.
Tabel 3.4.
Kriteria Koefisien Reliabilitas
R Derajat Keterandalan
< 0.20 Sangat Rendah
0.21 – 0.40 Rendah
0.41 – 0.70 Sedang
0.71 – 0.90 Tinggi
0.91 – 1.00 Sangat Tinggi
Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Spearman Brown
memperoleh 0.859, dengan rumus dari Alpha Cronbach mendapakan hasil 0.857,
dan rumus Guttman Split-half Coefficient mendapat hasil 0.857, ketiga hasil uji
reliabilitas dengan berbagai rumus sangat sedikit selisihnya, berarti dapat
diartikan bahwa perbedaan (variasi) yang tampak pada skor tes tersebut mampu
mencerminkan 85.9% (dilihat dari hasil Spearman Brown) dari variasi yang
terjadi pada skor murni subyek yang bersangkutan atau dapat pula dikatakan
bahwa 14.1% dari perbedaan skor yang tampak disebabkan oleh variasi eror
pengukuran dan derajat keterandalannya tinggi.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X Sekolah Menengah
Atas Darul Hikam Bandung Tahun Pelajaran 2009/2010. Berdasarkan hasil
Tabel 3.5
Daftar Populasi Penelitian
NO KELAS L P JUMLAH
1 KELAS X – A 13 14 25
2 KELAS X – B 11 15 24
3 KELAS X – C 12 14 26
TOTAL 36 43 75
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non
random propability sampling atau sampling pertimbangan yang memiliki tujuan
tertentu (purposive sampling). Dari hasil pertimbangan ditentukan besarnya
sampel dalam penelitian ini adalah patokan hasil analisis angket yang rata-rata
kelasnya paling rendah dan paling banyak nilai rendah untuk kompetensi
intrapersonal dan interpersonalnya.
Tabel 3.6 Hasil Rerata Kelas
KELAS JUMLAH RERATA
KELAS X – A 5973 238.92
KELAS X – B 5743 228
KELAS X – C 5700 229.72
Dari hasil rerata kelas X, dengan memperhatikan pertimbangan
penentuan sampel, maka kelas X-B dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Penelitian ini juga diharapkan guru Bimbingan dan Konseling juga
menjadi subjek penelitian untuk memperoleh informasinya tentang kualitas dan
Sementara itu penentuan subjek penelitian untuk guru BK digunakan
teknik non random sampling, sehingga guru pembimbing dan guru berhak
menjadi subjek penelitian. Guru Bimbingan dan Konseling di SMA Darul Hikam
ada satu orang, sehingga dijadikan subyek dalam penelitian ini.
D. Prosedur dan Langkah-langkah Penelitian
Prosedur dan langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini mengacu
kepada siklus penelitian dan pengembangan (The Research & Developmet Cycle).
Setelah disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian, maka langkah-langkah
yang disebutkan Borg Gall dan Gall sebanyak 10 langkah dimodifikasi menjadi tiga
langkah utama, yaitu survai, perencanaan dan pengembangan, masing-masing
Langkah-langkah utama dalam pengembangan model dalam penelitian ini sebagai
berikut.
1. Kajian konseptual
Kajian konseptual ini merupakan langkah pertama yang dilakukan dalam rangka
studi eksploratif untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang teori,
konsep dan hasil studi yang relevan dengan :
a. program bimbingan pribadi-sosial
b. kompetensi intrapersonal dan interpersonal siswa remaja
c. bentuk permainan untuk meningkatkan kompetensi intrapersonal dan
interpersonal. Studi pustaka ini dilakukan sebelum penelitian.
2. Kajian empiris di lapangan
Kajian empiris dilakukan dengan :
a. Melihat lebih dalam kondisi di lapangan tentang layanan bimbingan
pribadi-sosial. Pelaksanaannya dilakukan dengan metode angket, wawancara dan
obeservasi untuk melihat potret dan fenomena yang terjadi dengan jelas.
b. Upaya-upaya yang dilakukan oleh konselor tentang layanan bimbingan
pribadi-sosial. Disini peneliti menyusun instrumen dalam bentuk angket atau
kuesioner dan wawancara untuk responden siswa dan guru BK.
c. Profil kompetensi intrapersonal dan interpersonal siswa remaja.
3. Penyusunan program hipotetik
Langkah ketiga ini peneliti menyusun rancangan program hipotetik dengan
kompetensi interpersonal dan intrapersonal siswa. Program hipotetik yang
dikembangkan dibangun dengan komponen yang meliputi : (a) rasional; (b)
tujuan; (c) mekanisme dan langkah-langkah; (d) strategi dan teknik pelaksanaan;
(e) kriteria keberhasilan; (f) evaluasi.
4. Uji rasional
Program yang sudah dibuat kemudian diberikan kepada guru bimbingan dan
konseling untuk bersama-sama melakukan focus group discussion atau FGD
sebagai uji rasional program. Hasil dari diskusi ini untuk melengkapi dan
memberi masukan dari guru bimbingan dan konseling pada program yang telah
dirancang agar mendapatkan program yang sesuai dengan yang diharapkan dalam
tujuan penelitian.
5. Revisi hasil program hipotetik awal dengan melihat hasil uji coba
Pada tahapan revisi program hipotetik dilakukan perumusan kembali program
dengan mengakomodasi saran-saran dan rekomendasi dari validator. Target utama
dari tahapan ini adalah diperolehnya rumusan program operasional yang siap
diujicobakan.
6. Uji coba efektifitas program
Kegiatan melakukan uji coba dengan menggunakan metode Quasi Eksperiment
dengan pre-posttest control group design. Uji coba dilakukan dengan membuat
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang sebelumnya sampel diambil
a. Pre test
Kegiatan pre test dilakukan di awal dengan menyebarkan instrumen
kepada seluruh responden untuk menguji kemampuan awal dalam kompetensi
intrapersonal interpersonal siswa.
b. Eksperimen
Program hipotetik diterapkan kepada kelompok eksperimen. Kelompok
eksperimen dipilih dari hasil pre test, dimana kelas yang reratanya paling
rendah dan kompetensi intrapersonal dan interpersonalnya paling rendah. Dan
kelompok kontrol dipilih dari rerata kelas yang nilainya lebih besar dari
kelompok eksperimen.
Setelah ditentukan sampel penelitian, maka kelas X-B dijadikan kelompok
eksperimen dan kelas X-C dijadikan kelompok kontrol. Program hipotetik
diberikan kepada kelompok eksperimen sebanyak delapan kali pertemuan
dengan masing-masing 45 menit tiap pertemuan. Kelompok eksperimen
sepenuhnya dipegang oleh peneliti dengan menggunakan teknik permainan
yang didalamnya menggunakan dinamika kelompok sebagai self help bagi
siswanya. Dan kelompok kontrol dipegang sepenuhnya oleh guru bimbingan
dan konseling dengan metode teaching dan pembelajaran yang sepenuhnya
ceramah.
Adapun program hipotetik yang diberikan kepada kelompok eksperimen
A Something Beautiful; 5) Our Picture; 6) The Longest Tie; 8) Terjerat Tali; 9)
Kapal Livina; 10) Wortel-Telur-Kopi; (11) Bolivian Highway.
c. Post test
Kegiatan post test dilakukan di akhir dengan menyebarkan instrumen
kepada seluruh responden. Post test bertujuan untuk mengetahui kemajuan
atau peningkatannya kompetensi intrapersonal dan interpersonal setelah
memperoleh treatmen sesuai dengan program hipotetik yang diberikan
peneliti.
7. Diseminasi dan umpan balik
Diseminasi dan umpan balik dilakukan dengan menyampaikan hasil
penelitian pada forum seminar hasil yang telah tersedia. Kegiatan ini bekerja sama
dengan Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling SMP & SMA Kota
Bandung dan Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia Cabang Kota Bandung,
bertempat di SMAN 3 Bandung Jalan Belitung no 8 Bandung. Diseminasi
dilakukan agar hasil kegiatan penelitian dan pengembangan dapat dimonitoring
secara terkendali terhadap kemungkinan implementasi dari program yang
direkomendasikan tersebut, sehingga dapat dirumuskan program final yang
direkomendasikan sebagai hasil dari penelitian.
E. Teknik Analisis Data Penelitian
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperiment
dengan teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif. Adapun proses analisis data
1. Untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang profil bimbingan pribadi-sosial
dengan analisis data kualitatif melihat hasil dari instrumen tertulis berupa angket
dan tidak tertulis berupa hasil observasi dan wawancara.
2. Untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang profil kompetensi intrapersonal
dan interpersonal siswa dengan teknik kuantitatif menggunakan teknik
prosentase atau analisis statistik yaitu dengan menghitung terlebih dahulu batas
bawah terbesar dan batas atas terkecil untuk menentukan kelompok dengan
kategori keterampilan intrapersonal dan interpersonal yang tinggi, sedang,
rendah dengan rumus :
Tinggi = apabila X > Xi + SD (0.5)
Sedang = apabila X > Xi – SD (0.5) – X > Xi + SD (0.5)
Rendah = apabila X < Xi – SD (0.5)
Tinggi, menunjukkan kondisi individu yang memiliki, menguasai atau
mencapai tuntutan (tugas) yang digambarkan melalui aspek dan indikator dari
kompetensi intrapersonal dan interpersonal siswa. Sedang, menunjukkan
kondisi individu yang hanya memiliki, menguasai atau mencapai beberapa
(sebagian) tuntutan yang digambarkan melalui aspek dan indikator dari
kompetensi intrapersonal dan interpersonal. Rendah, menunjukkan kondisi
individu yang tidak memiliki, kurang menguasai atau kurang mencapai
tuntutan tugas yang digambarkan melalui asek dan indikator dari kompetensi
3. Untuk menjawab program hipotetik bimbingan pribadi-sosial untuk
meningkatkan kompetensi intrapersonal dan interpersonal siswa remaja
menggunakan hasil focus group discussion dengan praktisi di lapangan.
4. Dan untuk mengetahui efektifitas program bimbingan pribadi-sosial melalui
permainan dapat meningkatkan kompetensi interpersonal dan intrapersonal
siswa menggunakan analisis perbedaan dua rata-rata atau uji beda melalui
teknik Uji t. Penelitian ini melakukan pengujian dua buah rata-rata populasi
berkorelasi rumus t-tes yang digunakan yaitu:
Keterangan :
X1= Rata-rata sampel 1
X2= Rata-rata sampel 2
s1 = Simpangan baku sampel 1
s2 = Simpangan baku sampel 2
s12 = Varians sampel 1
s12 = Varians sampel 2
r = korelasi antara dua sampel
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada Bab V ini diuraikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian dan
rekomendasi yang diharapkan dari peneliti.
A. Kesimpulan
Penelitian tentang program bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan
kompetensi intrapersonal dan interpersonal siswa remaja, menghasilkan beberapa
kesimpulan, yaitu :
1. Bimbingan pribadi sosial di SMA Darul Hikam belum maksimal, karena
dibandingkan dengan program bimbingan dan konseling baik dalam
Permendikanas dan aturan Depdiknas belum memenuhi standar yang
diberlakukan bagi program pelaksanaan bimbingan dan konseling pada
umumnya dan bimbingan pribadi sosial pada khususnya.
2. Pada umumnya tingkat kompetensi intrapersonal dan interpersonal siswa
kelas X SMA Darul Hikam termasuk kategori sedang, artinya kurang
mempunyai kemampuan atau kurang menguasai dan cenderung tidak
mempunyai kompetensi intrapersonal dan interpersonal secara
menyeluruh.
3. Aspek pengetahuan diri siswa kelas X SMA Darul Hikam lebih rendah
dibanding aspek pengarahan diri dan harga diri
4. Siswa memiliki kemampuan yang cukup dalam aspek peka terhadap diri
sendiri dan orang lain, nyaman dengan diri dan orang lain, menjadi diri
diri dari situasi antarpribadi, sedangkan aspek asertif, siswa mempunyai
kemampuan yang baik untuk tegas dalam berkomunikasi.
5. Hasil validasi program melalui focus group discussion layak untuk
diujicobakan kepada sampel penelitian.
6. Program bimbingan pribadi sosial efektif untuk meningkatkan kompetensi
intrapersonal dan interpersonal, terutama untuk aspek harga diri, menjadi
nyaman dengan diri sendiri dan orang lain, serta aspek menjadi diri yang
bebas.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan rekomendasi
kepada fihak sekolah, guru bimbingan dan konseling dan peneliti selanjutnya.
1. Sekolah
Pada dasarnya program bimbingan pribadi sosial sudah berjalan, namun masih
ada hambatan, oleh karena itu kepada fihak sekolah hendaknya memberikan
perhatian dan dukungan yang lebih besar lagi terhadap bimbingan dan
konseling pada umumnya, dan bimbingan pribadi sosial khususnya, dengan
memfasilitasi program kerja sehingga sesuai dengan standar kegiatan
bimbingan dan konseling.
2. Guru bimbingan dan konseling
Penting sekali bagi guru bimbingan dan konseling memberikan layanan
bimbingan pribadi sosial yang lebih intensif bertujuan agar siswa dapat
memelihara dan meningkatkan kompetensi intrapersonal dan interpersonal
dengan program sekolah yang ada dengan mengoptimalkan dukungan sistem
sekolah lainnya dalam kegiatan ekstra kurikuler, MOS dan OSIS.
3. Bagi penelitian selanjutnya
a. Melihat hasil penelitian yang tidak signifikan meningkat kompetensi
intrapersonal, yaitu aspek pengetahuan diri dan pengarahan diri, serta
kompetensi interpersonal, yaitu aspek peka terhadap perasaan diri dan
orang lain, asertif, harapan yang realistik pada diri dan orang lain dan
aspek perlindungan diri dalam situasi antarpribadi, maka hendaknya
peneliti selanjutnya menyusun rancangan program yang canggih sehingga
hasilnya efektif meningkatkan kompetensi intrapersonal dan interpersonal
siswa.
b. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik, hendaknya dibuat
program dengan metode eksperimen murni agar terlihat efektifitas
program yang dirancang.
c. Penelitian ini bersifat deskriptif, melihat apa yang terjadi saat ini pada
siswa tentang kompetensi intrapersonal dan interpersonalnya, alangkah
lebih baik, peneliti selanjutnya meneliti masa lalu atau sebelumnya tentang
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan antara