• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI. Bab ini berfokus dalam perancangan environment berupa interior dan eksterior

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI. Bab ini berfokus dalam perancangan environment berupa interior dan eksterior"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

29 BAB III METODOLOGI

3.1. Gambaran Umum

Bab ini berfokus dalam perancangan environment berupa interior dan eksterior rumah seorang dukun dalam proyek akhir animasi 2D ‘Repentance’, yaitu film animasi pendek bergenre komedi-horor yang mengisahkan tentang seorang hantu koruptor berusaha lari dari takdirnya. Perancangan environment kemudian akan didasari oleh beberapa aspek. Aspek ini meliputi waktu, tempat dan tokoh.

Penulis memakai metode kualitatif, dimana penelitian berdasar pada teori- teori literatur yang ada, kemudian meriset acuan yang cocok dengan teori yang ada, menganalisa three-dimensional character yang terdiri dari fisiologi, sosiologi dan psikologi dukun, lalu mengobservasi acuan dan melakukan pendesainan.

Desain yang dibuat memiliki keterhubungan antara three-dimensional character dengan elemen-elemen yang didapat dari hasil observasi acuan.

3.1.1 Sinopsis

Sugiono yang merupakan tersangka koruptor, mati dalam kecelakaan pesawat yang jatuh di sebuah gunung. Disitu ia bertemu dengan Nyai Saktika, seorang dukun yang dapat menyelamatkannya dari neraka tetapi dibayar dengan imbalan yang sangat besar. Bersama Apta, seorang tuyul yang Nyai berikan kepada Sugiono untuk memimpinnya keluar hutan, kemudian mereka mengadu nasib di perkotaan.

(2)

30

Kesusahan dalam mencari kerja, Sugiono secara tidak sengaja diajak menjadi ‘figuran’ dalam sebuah shooting. Semua berjalan lancar untuk Sugiono yang perlahan-lahan memupuk karir sampai sukses, tiba di mana Apta, yang sudah menjadi manajer Sugiono kesal dengan perlakuan bosnya, kemudian membeberkan niat jahat Nyai. Setelah Apta lari, Sugiono yang hendak memberikan uangnya kepada Nyai Saktika itupun tersesat dalam hutan, mati dan jatuh ke dalam neraka.

3.1.2 Posisi Penulis

Pada laporan ini, posisi penulis adalah sebagai peneliti dalam proses perancangan environment interior dan eksterior dari rumah dukun, Nyai Saktika, dalam animasi

2D ‘Repentance’. Penelitian ini membahas bagaimana studi analisis dari referensi film-film yang berhubungan dengan waktu, tempat dan tokoh bisa memperlihatkan latar belakang dari Nyai Saktika.

3.2. Tahapan Kerja

Berikut adalah skema tahapan kerja penulis dalam perancangan interior dan eksterior rumah dukun.

(3)

31

Gambar 3.1. Skematika Perancangan (Dokumentasi Pribadi)

3.3. Wawancara

Demi memperdalam wawasan mengenai rumah Joglo yang digunakan sebagai referensi rumah Nyai Ayu Saktika, penulis kemudian mewawancarai Prof. Ir.

Gunawan Tjahjono, M.Arch., Ph.D., yaitu seorang guru besar di Universitas Indonesia dan merupakan seorang ahli vernakular rumah Joglo. Wawancara dilakukan pada Selasa, 20 Oktober 2020 melalui e-mail, mengingat sekarang masih masa pandemi.

Pertama-tama, beliau menjelaskan bahwa Joglo mengacu ke jenis atap yang terletak di atas tumpangsari dalam rumah tradisional Jawa. Rumah Joglo

(4)

32

dirancang sedemikian rupa dengan susunan banyak komponen yang memiliki nilai spiritual bagi masyarakat Jawa. Menurut pandangan beliau, 33 tahun lalu di Kota Gede, orang Jawa mempunyai cita-cita untuk membangun rumah lengkap yang meliputi pendopo, peringgitan dan dalem selama perjalanan hidupnya serta membuktikan kesuksesannya dalam mencapai status tertinggi.

Rumah bisa ditingkatkan seiring dengan kemampuan finansial yang orang tersebut miliki, misalnya bisa dimulai dengan jenis atap Kampung, lalu baru dilengkapi komponen lainnya jika punya pendapatan lebih, seperti menambah pendopo dan pringgitan. Ada tiga jenis urutan atap rumah tradisional jawa, yaitu Kampung, Limasan, dan terakhir adalah Joglo.

Beliau lalu mengatakan bahwa rumah Joglo tidak memiliki ukuran yang pasti, karena semua itu tergantung pada kemampuan finansial dan keinginan orang yang mempunyainya. Rumah Joglo juga mempunyai banyak jenis turunan di setiap daerahnya, yang menurut beliau tidak terbatas jumlahnya. Beliau menambahkan, bahwa gaya baru dapat tercipta dan tersebar luas tergantung dari maestronya.

Senthong tengah merupakan salah satu komponen dalam rumah Joglo yang terletak di dalam ‘omah’, beserta ruangan khusus keluarga yang disebut

‘dalem’. Beliau menjelaskan, bahwa senthong tengah merupakan tempat yang disediakan khusus untuk Dewi Sri yang melambangkan kesuburan dan hasil berlimpah. Di dalam ruangan itu biasanya ada tempat tidur yang dibiarkan kosong, lengkap dengan dekorasi sebagus mungkin.

(5)

33

Ruangan tersebut sehari-harinya ditutup dengan kelambu atau tirai, yang kemudian dibuka saat ada acara. Di depan senthong tengah ada soko guru, tempat suci yang dulu setiap malam jumat, pemilik rumah akan membakar kemenyan atau dupa. Beliau kemudian menambahkan bahwa tradisi dan keberlangsungan fungsi di tiap komponen rumah tradisional Jawa zaman sekarang ditaati tergantung dengan lokasi dan keyakinan orang yang menjalankan hidupnya, juga baik dari apa yang dimiliki, keyakinannya memandang diri, serta lingkungan sosial.

3.4. Acuan

Untuk merancang eksterior dan interior rumah dukun dalam animasi 2D

‘Repentance’, Penulis memakai beberapa acuan dari beberapa film, antara lain sebagai berikut.

3.4.1. We Bare Bears

Penulis memakai referensi dari animasi ‘We Bare Bears’ guna membantu dalam merancang sebuah environment yang bisa memperlihatkan kejelasan waktu di mana cerita tersebut berlangsung.

(6)

34

Gambar 3.2. Penerapan props sebagai informasi waktu (We Bare Bears, 2015)

Gambar tersebut adalah kamar dari salah satu tokohnya, yaitu Panda, dimana mereka tinggal di sebuah gua tepi hutan. Sebuah gua yang biasanya hanya terdiri dari batu dan tanah tidak akan bisa memvisualisasikan kehidupan zaman sekarang. Tetapi jika dilihat di gambar tersebut, berdasarkan pernyataan LoBrutto (2002) soal keterangan waktu di environment, penonton dapat menentukan era yang berlangsung di dalam cerita tersebut berkat bantuan props yang ada di dalam frame.

(7)

35 3.4.2. Monster House

Gambar 3.3. Rumah Tuan Nebbercracker saat baru dibangun (Monster House, 2005)

Gambar 3.4. Rumah Tuan Nebbercrakcer 45 tahun kemudian (Monster House, 2005)

Penulis kemudian mengambil referensi kondisi rumah dari ‘Monster House’. ‘Monster House’ berkisah tentang tiga anak remaja, yaitu D.J., Chowder dan Jenny, dalam mengungkapkan misteri dari sebuah rumah tua berhantu yang dihuni oleh seorang kakek pemarah yang tinggal di seberang rumah D.J.

(8)

36

Tuan Nebbercracker, kakek yang tinggal di rumah tersebut adalah orang yang sangat pemarah. Ia tidak membiarkan satu orangpun menginjakkan kaki di halamannya, walaupun di akhir cerita diketahui bahwa Tuan Nebbercracker melakukan hal tersebut demi melindungi orang-orang dari rumah yang dirasuki istrinya.

Rumah tua yang besar dengan pekarangan kosong yang luas dan warna yang monoton tersebut, mendukung Tuan Nebbercracker dalam menunjukkan ketidakramahan dan pengisolasiannya kepada orang-orang luar. Rumah milik Tuan Nebbercracker dibangun oleh dirinya sendiri dan sudah ia tempati selama puluhan tahun. Gambar pertama adalah rumahnya setelah baru selesai dibangun dan gambar kedua merupakan rumah Tuan Nebbercracker 45 tahun setelahnya.

Selama 45 tahun tersebut, rumah milik Tuan Nebbercracker mengalami perubahan yang signifikan. Keadaan rumah tersebut memburuk seiring berjalannya waktu, bisa dilihat dari pudar bahkan hilangnya cat dinding, begitu juga kondisi kayu serta atap yang tidak sempurna seperti awal mula rumah tersebut baru selesai dibangun.

Keselarasan seorang tokoh dengan environment nya saling memengaruhi satu sama lain, dengan teori LoBrutto (2002), yaitu sang kakek pemarah dan tidak bersahabat dan berada dalam pengasingan tersebut terceminkan dari rumahnya, yang terlihat kosong dan kelam, tidak mengundang siapa pun untuk bertamu.

(9)

37

Penulis butuh menerapkan hal yang sama kepada eksterior rumah Nyai Saktika, di mana ia berada dalam pengisolasian dan menjauhi tamu- tamu yang tidak diundang ataupun orang dengan niat jahat.

Pengaplikasian rumah yang mengalami perubahan, baik dari keutuhan rumah mulai dari bentuk maupun pemudaran cat juga dibutuhkan dalam perancangan eksterior rumah Nyai Saktika karena sudah berumur puluhan tahun sejak dibangun.

3.4.3. Perempuan Tanah Jahanam

Rumah Joglo di bawah adalah rumah Nyi Misni, seorang tokoh perempuan berkekuatan sakti yang mengutuk satu desa. Nyi Misni adalah seorang perempuan tua dan ibu dari Dalang yang terkenal di desa tersebut.

Kutukan tersebut terjadi karena dendam dan ketidak setujuan Nyi Misni akan hubungan anaknya, Ki Saptadi, dengan perempuan tercantik di desa, yaitu Nyai Sinta, yang merupakan tunangan Donowongso, anak dari Tuan rumah tempat ia bekerja yang juga sudah menodai dirinya.

Gambar 3.5. Rumah Nyi Misni (Perempuan Tanah Jahanam, 2019)

(10)

38

Meskipun Nyi Misni digambarkan sebagai seorang perempuan tua yang tinggal di rumah yang kumuh, tetapi ia adalah sosok yang mempunyai kekuasaan besar di desa tersebut, melihat bahwa anaknya, Ki Saptadi, seorang Dalang terpandang yang memiliki banyak pengikut pun patuh kepadanya.

Karena perancangan tempat tinggal Nyai Saktika menggunakan rumah Joglo sebagai referensi, maka penulis memutuskan untuk mengambil rumah Nyi Misni sebagai acuan, melihat banyak kesamaan yang dimiliki kedua tokoh tersebut, melalui jenis kelamin, etnis, status sosial, serta hal yang dilakukan untuk mencapai ambisinya.

Kesamaan kedua Three-dimensional character yang penulis maksud, selain baik Nyi Misni maupun Nyai Saktika adalah perempuan tua sakti yang sudah tinggal di satu tempat untuk waktu yang cukup lama, mereka berdua sama-sama memiliki masa lalu yang kelam dengan seorang pria dan kepribadian yang tidak ramah, namun tetap dipandang tinggi oleh orang sekitarnya.

Tokoh Nyi Misni dan rumahnya juga mencerminkan satu sama lain menurut teori environment oleh LoBrutto (2002). Teori tersebut dikaitkan dengan teori bentuk milik Tillman (2011) dan simbolisme rumah Joglo oleh Subiyantoro (2011). Dari latar belakang Nyi Misni yang mempunyai sejarah kelam dengan seorang laki-laki yang patut dihormatinya, rumah yang ditinggalinya tidak memiliki komponen lengkap seperti yang

(11)

39

umumnya rumah Joglo miliki. Rumah milik Nyi Misni hanya memiliki omah, atau rumah inti dan sebuah kandang.

Tidak hanya nilai spiritual, tetapi rumah Joglo juga memiliki gender representation. Rumah Joglo tersusun dari depan sampai

terbelakang dengan komponen yang sudah ditetapkan. Pendhapa yang terletak di bagian depan rumah bersifat maskulin atau jantan, sedangkan omah yang berada di belakang bersifat feminin.

Dengan tidak adanya bagian rumah yang ‘maskulin’, bisa diartikan sebagai pemberontakan Nyi Misni dari sistem tersebut, yang dilatarbelakangi oleh pengalaman pahitnya puluhan tahun yang lalu. Hal itu juga bisa didukung dengan fakta bahwa Nyi Misni tidak bersuami sama sekali dan hanya tinggal bersama anak satu-satunya.

Rumah yang dimilikinya juga mempunyai dua bentuk dasar, yaitu persegi, yang berarti aturan dan juga kejantanan. Aturan bisa mengacu pada kedudukan yang ia punya di desa tersebut. Sedangkan kejantanan di sini tidak berarti seorang laki-laki, tetapi lebih kepada sifat gagah dan berani seperti yang diambil dari KBBI, menunjukkan kekuatan dan kemandiriannya tanpa sosok laki-laki.

Bentuk utama kedua yang dipakai adalah segitiga, yang identik dengan kelicikan dan disandingkan dengan karakter yang mempunyai niat jahat, juga suatu konflik. Dasar teori tersebut dikaitkan dengan karakter Nyi Misni sendiri, mengakibatkan satu desa terkena petaka puluhan tahun

(12)

40

lamanya, serta membunuh banyak orang tidak bersalah demi kepentingan pribadi.

Nilai-nilai yang sudah dijabarkan tersebut kemudian membuat penulis memutuskan untuk mengambil konsep penerapan komponen rumah Joglo Nyi Misni untuk dipakai dalam perancangan rumah Nyai Saktika. Kedua tokoh memiliki kurang lebih kesamaan dalam dasar latar belakangnya.

3.4.4. The Emperor’s New Groove

Gambar 3.6. Contoh 1 The Emperor's New Groove (The Emperor’s New Groove, 2000)

(13)

41

Gambar 3.7. Contoh 2 The Emperor's New Groove (The Emperor’s New Groove, 2000)

Tokoh perempuan yang sedang duduk di kursi bertakhta adalah Yzma, seorang penasehat kaisar remaja bernama Kuzco, yang dipecat karena berusaha untuk mengambil kekuasaannya. Marah, Yzma kemudian berencana dengan Kronk, tangan kanannya, untuk membunuh dan merebut takhta itu dari Kuzco.

Gambar 3.8. Penerapan psikologi bentuk contoh 1 (The Emperor’s New Groove, 2000)

(14)

42

Gambar 3.9. Penerapan psikologi bentuk contoh 2 (The Emperor’s New Groove, 2000)

Dua gambar tersebut adalah dua shot dari adegan Yzma yang memegang kekuasaan sementara ketika Kuzco tidak memerhatikannya.

Yzma duduk di takhta Kuzco, sambil mengacuhkan permintaan orang- orangnya, seolah dia seorang penguasa. Setelah melakukan observasi, penulis melihat environment di adegan ini menerapkan teori bentuk oleh Tillman (2011), yaitu adanya beberapa props berbentuk persegi dan segitiga.

Jika dilihat kembali, segitiga memberikan kesan kelicikan serta adanya sebuah permasalahan, yang mana Yzma sendirilah yang membuatnya. Bentuk persegi yang terlihat di props yang terdapat pada environment yang sedang ditempati Yzma tersebut, bisa diartikan sebagai aturan yang mengacu pada perannya sebagai kaisar sementara dengan perintah absolutnya.

(15)

43

Penulis kemudian melihat kesamaan dan memutuskan untuk memakai dua bentuk dasar ini untuk mendominasi rumah milik Nyai Saktika, karena ia merupakan seorang yang licik dan tega melakukan apapun demi tujuannya, juga mempunyai kekuatan yang bisa mengancam orang-orang maupun mahluk halus di sekitarnya.

3.4.5. Suzzanna dan Dukun

Ada banyak sekali film-film horor di Indonesia, mulai dari era film horor- panas sampai ke zaman sekarang yaitu horor-thriller. Tetapi ada satu figur yang sangat dikenal dengan film genre horor di Indonesia, yaitu Suzzanna Martha Frederika van Osch, atau yang lebih sering dipanggil dengan Suzzanna, sepakat dikatakan sebagai ratu film horor di Indonesia. Di bawah ini adalah suzzanna saat memerankan Murni di ‘Ratu Ilmu Hitam’

Gambar 3.10. props dukun Ratu Ilmu Hitam (Ratu Ilmu Hitam, 1981)

(16)

44

Gambar 3.11. air kembang Ratu Ilmu Hitam (Ratu Ilmu Hitam, 1981)

Di film ‘Ratu Ilmu Hitam’, Suzzanna memainkan peran seorang tokoh perempuan bernama Murni. Ditinggal menikah dan difitnah oleh mantan pacarnya sendiri, Murni diusir dari desa dan bertemu dengan seorang pria tua, yaitu teluh Gedon. Pria tersebut kemudian memberikan ilmu hitam kepada murni, supaya ia bisa membalaskan dendamnya kepada orang-orang desa dan mantan pacarnya. Ia kemudian melewati beberapa ritual, salah satunya teluh Gedon membasuh Murni dengan air.

Dalam ‘Ratu Ilmu Hitam’ bunga melati menjadi salah satu hal yang cukup ikonik. Diperlihatkan di beberapa adegan tertentu, Murni mengambil sekuncup melati dan Kohar, mantan pacarnya, mengetahui Murni sebagai dalang dari kejadian-kejadian aneh di desa tersebut melalui melati yang ditemukannya. Bunga melati ini tidak hanya terjadi di layar lebar saja, tetapi juga pada kehidupan nyata. Suzzanna rutin memakan atau meminum air rendaman bunga melati demi kesehatan dan awet muda.

Di tempat tinggal teluh Gedon, terlihat beberapa peralatan yang biasa kita temukan di tempat praktik kerja dukun, yaitu boneka santet

(17)

45

beserta jarum dan alat-alat lain yang bekerja sesuai kebutuhannya, kendi yang terbuat dari kuningan, centongan air, lonceng dan dupa. Tetapi karena membutuhkan referensi lebih untuk props seorang dukun, penulis maka mengambil beberapa contoh dari dukun asli di Indonesia sebagai tambahan acuannya.

Gambar 3.12. Ki Joko Bodo (KapanLagi.com, 2014)

Gambar 3.13. Ritual Dukun (Quora.com, 2018)

(18)

46

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan, terdapat beberapa kesamaan maupun perbedaan yang terdapat dari dua contoh yang terlihat, juga dengan pemeran dukun yang ada di ‘Ratu Ilmu Hitam’. Beberapa kesamaannya antara lain adalah mempunyai sesajen yang berupa banyak jenis kembang, dupa, juga boneka.

Sedangkan perbedaannya bervariasi dari setiap referensi, yaitu kendi berisi air kembang, gelas berisi minuman, keris, juga daun dan buah- buahan. Penulis juga melihat bahwa dari kedua gambar tersebut, praktik dukun dilakukan dengan duduk di lantai yang ditaruh alas, baik si dukun sendiri maupun kliennya.

Penulis melihat ada banyak kemiripan antara karakter Nyai Ayu Saktika dengan Suzanna maupun Murni, baik fisiologi, yaitu seorang perempuan cantik yang wajahnya tidak termakan usia, juga sosiologi dan psikologi, mereka sebagai pengemban ilmu hitam dengan ambisi yang dilandasi oleh dendam. Penulis mengambil unsur bunga melati tersebut, serta bahan atau alat yang digunakan dukun dari tiga referensi di atas sebagai metaphorical props oleh Corrigan & White (2012).

3.4.6. Warna

Eksterior dan Interior dari rumah Nyai Saktika memiliki color scheme yang tidak sama, karena penulis ingin memberikan dua kesan yang berbeda dari tiap tempat. Untuk eksterior, penulis mengambil referensi

(19)

47

dari film ‘Maleficent’. Sedangkan untuk interior, penulis memakai gua dari tokoh Ursula dalam film ‘The Little Mermaid’.

Gambar 3.14. Color Scheme Maleficent

Gambar 3.15. Color Scheme Maleficent, Hutan Moors

Penulis tidak mengambil color scheme dari warna ikonik Maleficent, yaitu hijau, melainkan warna biru dari dua shot di atas. Dua potongan adegan dari film ‘Maleficent’ ini menunjukkan hutan mistis bernama Moors, yaitu tempat di mana Maleficent dan mahluk-mahluk lainnya tinggal. Maleficent dan para Tree Warriors menjaga hutan Moors dari Kerajaan yang ingin menguasainya.

(20)

48

Color tone yang didominasi warna biru memberikan kesan bahwa

mereka dalam pengasingan atau persembunyian dari orang-orang luar. Hal tersebut didasari dari teori warna biru oleh Feisner (2006), yang melambangkan kesetiaan dan rasa aman, dimana hal tersebut diterapkan pada penggunaan warna untuk shot pada adegan hutan Moors.

Untuk desain eksterior Rumah Nyai Ayu Saktika, penulis juga ingin memberikan kesan yang sama untuk dukun yang tidak ingin diganggu oleh orang-orang yang berniat jahat. Rumah Nyai Ayu Saktika merupakan satu-satunya tempat dimana ia merasa aman dan terlindungi, karena itu penulis akan memakai color palette yang sama dengan shot hutan Moors dari Maleficent.

Gambar 3.16.Color Scheme gua Ursula

(21)

49

Gambar 3.17. Color Scheme Ursula dengan trisula milik Triton

Bertolak belakang dengan eksterior, penulis merencanakan konsep yang berbeda untuk interior. Eksterior tempat Nyai Ayu Saktika membuat transaksi dengan Sugiono, si hantu gentayangan, adalah tempat sakti yang menyimpan benda-benda penting milik Nyai. Untuk referensi eksterior, penulis mengambil gua Ursula dalam film ‘The Little Mermaid’.

Gambar pertama adalah gua tempat tinggal Ursula, tempat ia melakukan transaksi yang keji dengan orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Gua tersebut didominasi dengan warna hitam, dilanjutkan oleh warna ungu dari yang terang sampai yang gelap. Lalu di gambar kedua adalah ketika Ursula akhirnya mendapatkan trisula Triton sebagai ganti dibebaskannya Ariel, dan mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa yang baru. Adegan tersebut tetap menggunakan warna ungu dan jingga.

Kedua potongan adegan di atas memiliki selang waktu sangat jauh.

Baik di dalam gua miliknya maupun di luar, warna ungu tetap dipakai di sekitar Ursula. Warna ungu tersebut bisa dikaitkan dengan kemampuan

(22)

50

spiritual yang ia miliki. Lalu ada jingga, yang menurut Feisner, di kasus ini digunakan dengan makna negatifnya yaitu peringatan tanda bahaya, mengacu pada trisula yang jatuh ke tangan Ursula.

Kedua warna ini sangat menggambarkan kedua hal yang paling menonjol di ruangan sakral Nyai Saktika, yaitu kuatnya kekuatan spiritual yang dimilikinya tersebar ke segala arah ruangan tersebut, serta buah dewandaru, yang dipercaya dapat memberikan rezeki berlimpah, telah menjadi obsesi tidak sehat untuknya.

3.5. Proses Perancangan

Fokus rancangan environment penulis berada pada eksterior dan interior dari rumah seorang dukun perempuan yang cantik, Nyai Ayu Saktika. Tetapi sebelum mendesain, penulis terlebih dahulu melihat three-dimensional character dari Nyai Ayu Saktika sebagai berikut.

Nama : Ayu Saktika

Tempat/Tanggal Lahir : Surakarta, 13 Juni 1941

Jenis Kelamin : Perempuan

(23)

51

Gambar 3.18. Three-dimensional character Nyai Ayu Saktika (Dokumentasi Pribadi)

Setelah mendapat informasi mengenai karakter Nyai Ayu Saktika, penulis kemudian membuat dua desain awal perancangan yang menjadi pembahasan, yaitu eksterior rumah dan interior ruang tamu. Penulis merancang kedua environment ini untuk memiliki dua kesan yang berbeda. Eksterior akan

memberikan kesan yang menyeramkan dan enggan untuk didekati guna mengusir tamu-tamu yang tidak diharapkan. Sedangkan interior memperlihatkan pribadi Nyai Ayu Saktika yang merupakan perempuan sakti dan terobsesi kepada harta.

(24)

52 3.5.1. Eksterior

1. Desain Eksterior I

Gambar 3.19. Desain Eksterior I (Dokumentasi Pribadi)

Pada desain eksterior pertama, penulis memutuskan untuk mengambil unsur rumah adat jawa, yaitu joglo, untuk rumah Nyai Saktika berdasarkan tempat asalnya dan juga karena menurut hasil wawancara dari Profesor Gunawan, masyarakat jawa percaya bahwa dengan membangun rumah Joglo, kedudukan sosial mereka di masyarakat meningkat, karena itu rumah jenis ini identik dengan orang-orang berstatus sosial tinggi.

(25)

53

Simbolisme dalam rumah Joglo juga tidak hanya berkaitan erat antara hubungan manusia dengan alam sekitarnya, tetapi juga representasi hubungan maupun kedudukan laki-laki dan perempuan, seperti yang ditulis oleh Subiyantoro (2011), di mana menganut sistem patriarki.

Pernyataan ini kemudian menginspirasi penulis untuk membuat rumah Nyai Ayu Saktika memakai konsep tersebut, melihat bagaimana dalam three-dimensional characternya, ia menentang sistem ketidaksetaraan

perempuan dan laki-laki tersebut.

Penulis juga memberikan penampakan rumah yang kumuh di luar dengan tujuan perlindungan Nyai Saktika dari orang-orang yang berusaha mengganggunya. Karena itu akhirnya penulis mengambil referensi perancangan dari rumah gubuk juga, yang mana terbuat dari material kayu jati dan juga daun kering sebagai atapnya.

Di sisi lain, untuk memberikan kesan bahwa orang yang tinggal di rumah tersebut memiliki keberadaan yang tidak mudah untuk diremehkan, penulis memberikan beberapa anak tangga. Hal tersebut guna memberikan perasaan terintimidasi terhadap orang yang mendatanginya, sekalipun penampakan rumah yang terlihat menggambarkan orang yang tinggal di dalam tersebut tidak berada.

Namun setelah mendapat feedback dan memikirkan konsep desain dengan lebih matang, penulis kemudian memperluas aspek-aspek yang akan dipakai untuk merancang sebuah environment dan mendesainnya

(26)

54

ulang. Desain awal eksterior tersebut belum menggambarkan keseluruhan karakter Nyai Ayu Saktika sesuai dengan three-dimensional character, maupun konsep yang penulis inginkan.

2. Desain Eksterior II

Gambar 3.20. Desain Eksterior II (Dokumentasi Pribadi)

Dalam desain eksterior kedua, penulis mencoba menggabungkan konsep rumah joglo dengan gaya rumah dari ‘Monster House’. Penulis kemudian membuat jendela dan pintu yang seolah-olah mengindikasikan bahwa rumah itu ‘hidup’ dan menjaga orang yang tinggal di dalamnya. Ide ini diambil dari rumah ‘Monster House’ yang juga digambarkan memiliki fitur wajah dan melakukan self-defense.

(27)

55

Melalui pernyataan Chijiiwa (1987), penulis kemudian menggabungkan beberapa warna guna mengekspresikan suatu kesan yang ingin disampaikan ke penonton atau orang yang melihatnya. Maka dari itu, penulis memakai warna lantai dan dinding kayu biru, untuk melambangkan perasaan aman Nyai Ayu Saktika saat berada dalam rumah tersebut, tetapi juga kesendirian. Ungu di atap untuk menunjukkan obsesinya terhadap harta sebagai prioritas utama, hijau untuk harta, dan jingga di pintu sebagai pertanda bahaya ke orang lain.

Di desain ini, penulis belum mengaplikasikan konsep rumah joglo juga beberapa acuan lainnya secara maksimal. Material yang digunakan juga tidak terlalu terlihat dalam penggambarannya. Pengaplikasian yang tidak maksimal tersebut dikarenakan karena dasar kendala konsep batasan masalah yang belum benar, juga keterbatasan wawasan, sehingga penulis melakukan revisi dengan hasil sebagai berikut.

(28)

56 3. Desain Eksterior III

Gambar 3.21. Desain Eksterior III (Dokumentasi Pribadi)

Penulis kemudian mengubah banyak hal dari eksterior rumah joglo, mengikuti dua referensi rumah di atas yaitu ‘Perempuan Tanah Jahanam’

dan ‘Monster House’, lebih menerapkan keterkaitan three-dimensional character dengan konsep rumah Joglo, juga teori psikologi warna dengan

dua potong adegan ‘Maleficent’ sebagai referensinya.

Dari kedua referensi rumah, penulis mengambil beberapa aspek yang berbeda. Sama seperti desain-desain sebelumnya, penulis hanya membuat satu komponen rumah Joglo yang disebut omah, sebagai rumah Nyai Ayu Saktika. Mengambil penjelasan bagian-bagian dari rumah Joglo

(29)

57

yang dibuat oleh Subiyantoro (2011), bahwa rumah Joglo juga menerapkan gender representation, dimana pendhapa yang berada di depan menyimbolkan laki-laki dan omah yang berada di belakang adalah ranah perempuan.

Nyai Ayu Saktika yang hanya membangun omah bisa dilihat sebagai penentangannya terhadap anggapan bahwa perempuan kodratnya berada di bawah laki-laki. Penulis menambahkan anak tangga agar memberi kesan bahwa orang yang tinggal di rumah tersebut status sosialnya lebih tinggi dari masyarakat pada umumnya, melihat dari three- dimensional character yang dimilikinya.

Di desain ketiga, penulis kemudian memperbaiki ukuran rumah Joglo agar menjadi lebih lebar. Rumah Joglo tersebut diperbaiki agar lebih memanjang ke samping melalui hasil observasi dari referensi rumah

‘Perempuan Tanah Jahanam’ dan rumah Joglo lainnya. Rumah tersebut juga dibangun dengan kayu jati untuk pilar, dinding dan lantai, kemudian batu kali sebagai fondasi rumah, dan terakhir atap yang terbuat dari tanah liat. Penulis memakai kayu jati karena merupakan material ideal yang dikenal dengan keawetan dan ketahanannya melawan perubahan cuaca.

Untuk memperlihatkan bahwa rumahnya sudah berdiri dalam waktu yang cukup lama, penulis membuat ketidak-utuhan dalam elemen- elemen dari material bangunan rumah tersebut. Contohnya pada cat baik di kayu dinding, lantai, maupun genteng, sudah memudar akibat reaksi dari

(30)

58

cuaca yang dilalui rumah tersebut selama ini. Susunan atap yang tidak lagi rapi serta kayu-kayu yang tidak sama seperti semula lagi bentuknya memperlihatkan buruknya keadaan rumah milik Nyai Ayu Saktika. Karena ketahanan kayu jati tersebut, maka dari itu walaupun sudah puluhan tahun berlalu, kondisi rumah masih bisa terbilang layak huni meski tanpa pemugaran.

Bentuk dominan pada rumah milik Nyi Misni adalah persegi dan segitiga, memberikan kesan kaku dan ketidak-nyamanan pada orang yang melihat atau mendekatinya. Penulis kemudian menerapkan hal yang sama dengan desain rumah Nyi Ayu Saktika, karena ketidak-ramahannya kepada orang lain, juga tidak menerima tamu yang tak diundang.

Sama seperti desain pertama dan kedua, satu-satunya properti yang ada di desain ketiga ini hanya rumah Nyai Ayu Saktika saja. Melihat dari rumah Nyi Misni pada ‘Perempuan Tanah Jahanam’, penulis ingin menonjolkan sifat ketidak-ramahan dan tidak terlihatnya suatu kehidupan di rumah tersebut untuk menimbulkan perasaan yang tidak nyaman saat orang luar melihatnya.

Penulis lalu mengambil referensi warna biru dari film ‘Maleficent’

yang menurut teori warna Feisner (2006), bisa diartikan seperti kesetiaan dan rasa aman, juga kesendirian serta kesedihan, sesuai dengan suasana dan kesan yang disampaikan kepada penonton saat melihat mahluk- mahluk tersebut bersembunyi di dalam hutan Moors. Dasar teori dan arti

(31)

59

yang diberikan dari pemilihan warna hutan Moors itu sangat menggambarkan situasi pengisolasian diri dan rasa aman yang Nyi Ayu Saktika dapatkan dengan berada di rumah itu.

4. Desain Eksterior IV

Gambar 3.22. Desain Eksterior IV (Dokumentasi Pribadi)

Rancangan ketiga tidak memiliki perubahan yang signifikan, salah satu perubahan yang penulis buat adalah detail seperti pudarnya cat dan genteng bolong berdasarkan hasil observasi film animasi ‘Monster House’, di mana rumahnya mengalami perubahan yang signifikan, mulai dari

(32)

60

pemudaran cat yang tampak di seluruh sisi rumah, juga permukaan yang tidak merata pada kayunya. Begitu juga yang dilihat dengan rumah Joglo milik Nyi Misni, kayunya terlihat tua dan gentengnya tidak utuh.

Gambar 3.23. Detail genteng eksterior IV (Dokumentasi Pribadi)

Pada desain ketiga, penulis memperbaiki shading dari atap rumah Nyai Ayu Saktika, karena pada rancangan sebelumnya, dimensi genteng tanah liat tersebut terlihat lebih seperti ke kertas atau benda dengan kelebaran yang sangat tipis. Penulis kemudian memberikan penekanan terhadap permukaan yang terkena bayangan ataupun cahaya, untuk memperlihatkan yang mana lebih banyak terpapar sinar dengan yang tidak.

Penambahan lumut juga diaplikasikan tidak dengan warna hijau, tetapi mengikuti ambience dari keseluruhan environment.

(33)

61

Gambar 3.24. Detail dinding dan lantai eksterior IV (Dokumentasi Pribadi)

Perancangan ini juga memiliki penambahan detail di dinding kayu dan lantai semennya. Sama seperti genteng sebelumnya, penulis menambahkan lumut serta warna yang menggambarkan cat pudar di keduanya. Hal tersebut bisa dilihat dari warna yang tidak merata di permukaan dinding atau pilar kayu, maupun pada lantai semen.

Gambar 3.25. Aplikasi lampu gantung pada eksterior IV (Dokumentasi Pribadi)

(34)

62

Pada rancangan ini, di tengahnya terdapat satu lampu gantung kuno yang biasa ditemukan di rumah-rumah jawa lama. Ide pemasangan lampu gantung tersebut berasal dari cara seekor anglerfish memancing mangsanya dengan sungut yang di ujungnya terdapat cahaya. Penulis menggunakan lampu gantung tersebut untuk memberi kesan yang sama dengan Nyai Ayu Saktika menarik kostumernya. Warna jingga menurut teori warna Feisner (2006) sendiri adalah menandakan hati-hati, disini lebih ditujukan kepada orang asing yang menghampirinya.

Gambar 3.26. Eksplorasi desain lampu gantung (Dokumentasi Pribadi)

(35)

63

Gambar 3.27 Penerapan bentuk pada lampu gantung

(Dokumentasi Pribadi)

Lampu gantung yang digunakan pada eksterior rumah dukun Nyai Ayu Saktika mengalami perubahan dari referensi aslinya. Di gambar referensi, logam yang berada di dua sisi lampu tersebut memiliki motif flora. Penulis lalu menyederhanakan motif yang rumit dan penuh detail tersebut ke bentuk yang berhubungan dengan kesan yang ingin diberikan oleh lampu di rumah Nyai Ayu Saktika. Segitiga kemudian dipakai dalam desain lampu gantung, dimana menurut Tillman (2011), bentuk tersebut dikaitkan dengan permasalahan.

(36)

64 3.5.2. Interior

1. Desain Interior I

Gambar 3.28. Desain Interior I (Dokumentasi Pribadi)

Interior memiliki ide desain yang berbanding terbalik dengan eksterior.

Jika eksterior merupakan kesan yang ingin diberikan Nyai Ayu Saktika untuk menghindari dan menjauhkan orang-orang jahat yang tidak diundang, maka interior merupakan visual dari jati dirinya sendiri. Interior ruangan yang dimaksud merupakan ruang tamu, sekaligus ruang praktik dukun.

Seperti yang dilihat di three-dimensional characternya, Nyai Ayu Saktika merupakan seorang dukun perempuan jawa yang memiliki status sosial tinggi, memiliki banyak harta, serta independen. Dari informasi tersebut, penulis memutuskan untuk memberikan ruangan dengan gaya

(37)

65

eropa yang mewah. Ruangan tersebut dibuat sangat tinggi langit-langitnya serta perabotan mewah untuk menonjolkan kasta sosial juga kemampuan finansial yang dimiliki oleh Nyai Ayu Saktika.

Potrait besar Nyai Ayu Saktika yang ada di tengah-tengah ruangan

memvisualisasikan kemandirian dan kehebatan dirinya yang ditunjukkan kepada orang-orang yang bertamu. Beberapa props seperti keris, kemenyan dan wadah pembakarannya, tanaman bunga melati, serta gelas dan kendi-kendi kuno dipakai untuk memberitahukan identitas Nyai Ayu Saktika sebagai dukun perempuan dan etnis jawanya.

2. Desain Interior II

Gambar 3.29. Desain Interior II (Dokumentasi Pribadi)

(38)

66

Interior mengalami perubahan yang sangat signifikan. Setelah mengetahui konsep rumah Joglo lebih mandalam, penulis kemudian memutuskan untuk memilih satu ruangan spesifik sebagai ruang terpenting bagi Nyai Ayu Saktika. Salah satu komponen dari rumah Joglo, yaitu senthong tengah, adalah sebuah kamar di dalam omah dan digunakan sebagai tempat pemujaan Dewi Sri. Ruang tersebut menjadi referensi dalam menjadi ruangan dukun Nyai Saktika karena sifatnya yang sakral dan identik dengan energi spiritual.

Untuk memberikan keterangan waktu melalui segala jenis elemen yang berada pada satu frame yang dikemukakan oleh LoBrutto (2002), penulis lalu memberikan beberapa props modern seperti lantai marmer, karpet, meja serta botol-botol zaman sekarang mulai dari yang mahal sampai termurah. Botol-botol tersebut digunakan Nyai Ayu Saktika untuk menyimpan tuyul-tuyulnya. Gambar berikut merupakan botol-botol yang dipajang di ruang tamu milik Nyai Ayu Saktika.

(39)

67

Gambar 3.30. Desain props botol (Dokumentasi Pribadi)

Guna perbedaan brand berdasarkan harga botol tersebut menunjukkan kualitas tuyul yang tinggal di masing-masing botol. Botol ataupun tempat minum yang dipakai antara lain adalah botol anggur, tumblr dari merk Supreme dan Starbucks, Tupperware, Lock&Lock, botol

reaksi dari lab kimia, toples kaca, botol air mineral, sampai yang termurah yaitu Aqua gelas. Menurut kepercayaan orang-orang, tuyul sendiri memiliki klasifikasi kelasnya sendiri. Semakin bagus tuyul tersebut, maka semakin banyak pula uang yang dihasilkannya.

(40)

68

Gambar 3.31. Close-up botol tempat bersemayam tuyul (Dokumentasi Pribadi)

Melihat juga bahwa di Indonesia, banyak jin atau mahluk halus yang ditangkap dan dimasukkan ke botol, penulis akhirnya menggabungkan kedua hal tersebut. Semakin tinggi harga botol minuman, maka semakin bagus pula kualitas tuyul yang bersemayam di dalamnya.

Untuk menyampaikan ide tersebut, penulis lalu memberikan tag dengan tulisan tuyul beserta kualitasnya, begitu juga penampakan tuyul dengan kualitas terendah di gelas air mineral.

Selain tempat disimpannya tuyul, props botol ini dibuat demi menunjukkan bahwa cerita itu sedang berlangsung di era sekarang, walaupun dipenuhi dengan barang-barang dan ruangan yang tradisional.

Dengan teori environment yang mengemukakan bahwa segala sesuatu yang ada di dalam frame dapat menunjukkan sosiologis tokoh, penulis

(41)

69

kemudian memasukkan beberapa objek hasil observasi dari film ‘Ratu Ilmu Hitam’ ataupun dukun pada umumnya demi menjadi methaporical props untuk memperkenalkan kedudukan Nyai Ayu Saktika di masyarakat sebagai dukun.

Gambar 3.32. Desain meja tamu (Dokumentasi Pribadi)

Pada perancangan meja tamu, penulis memakai meja klasik, modern-klasik serta meja kayu jepara. Ketiga referensi ini dipilih karena menjadi tolok ukur penulis dalam merancang sebuah meja yang terlihat dan berkaitan dengan kemewahan seperti jenis klasik, memiliki khas nusantara dari jepara, serta berada di tengah-tengah era klasik dan modern.

Penulis lalu memilih desain meja ketiga, karena masih memiliki ciri khas meja nusantara, tetapi minimalis seperti meja modern-klasik yang tetap memperlihatkan era sekarang.

(42)

70

Gambar 3.33. Desain meja (Dokumentasi Pribadi)

Untuk meja yang berada di sudut ruangan, tempat botol-botol diletakkan, penulis memakai beberapa referensi yang sama dengan rancangan meja tamu sebelumnya. Disini penulis menambahkan satu meja modern sebagai referensi, karena semulanya, ingin menonjolkan era modern dengan desain meja yang satu ini.

Akan tetapi setelah melalui proses desain, penulis kemudian memutuskan untuk menggunakan meja dengan gaya modern-klasik karena selain nilai visual yang cocok dengan ruangan tersebut, juga menjadi salah satu dari sedikit props yang menonjolkan kekayaan Nyai Ayu Saktika.

(43)

71

Gambar 3.34. Buah Dewandaru (Dokumentasi Pribadi)

Kamar tersebut juga dikelilingi dengan rak yang dipenuhi dengan buah dewandaru, yang dipercaya dapat memberikan rezeki berlimpah oleh orang-orang. Buah dewandaru tersebut diawetkan di dalam satu toples per buahnya. Penulis memutuskan untuk membuat konsep ini untuk menunjukkan keserakahan dan obsesi Nyai Ayu Saktika terhadap harta.

Maka dari itu, tempat Nyai Ayu Saktika duduk berada tepat di tengah- tengah ruangan yang dikelilingi buah tersebut, menggambarkan obsesi dan prioritas utamanya dalam hidup adalah harta.

(44)

72

Gambar 3.35. Eksplorasi desain lemari I (Dokumentasi Pribadi)

Toples-toples berisi buah dewandaru itu kemudian ditaruh di deretan lemari yang mengelilingi satu ruangan kecuali bagian pintunya.

Dalam membuat desain lemari, penulis mengambil referensi dari lemari kayu antik dengan bahan kayu serta rak buku. Rak buku diambil sebagai referensi karena desainnya yang terbuka, agar memudahkan orang mengambil dan melihat susunan buku tersebut.

Desain lemari atau rak tersebut berbentuk dasar dari segitiga dan persegi, untuk menggambarkan ketekunan dan cara licik apa saja yang dapat Nyai Ayu Saktika tempuh untuk mendapatkan harta kekayaan.

Kedua desain tersebut merupakan percampuran dari lemari antik dan rak buku, supaya dapat menunjukkan nilai dari barang tersebut sekaligus memajang dan memamerkan koleksi buah dewandaru yang dimilikinya.

(45)

73

Penulis kemudian memilih desain kedua karena dirasa lebih tepat untuk dibuat berderet mengelilingi ruangan.

Ruangan sakti milik Nyi Ayu Saktika didominasi oleh warna ungu, juga cahaya berwarna jingga dari buah dewandaru. Pemilihan kedua warna tersebut mengacu pada referensi dari gua Ursula di dalam ‘The Little Mermaid’. Warna ungu menunjukkan kekuatan spiritualnya dan jingga menekankan ambisi atau tujuan yang ingin dicapainya.

Penulis kemudian ingin menunjukkan perbedaan kasta yang dimiliki Nyai Ayu Saktika dengan orang yang datang meminta pertolongannya melalui besar dan bentuk yang jauh berbeda dari kedua kursi yang ada di ruangan tersebut. Nyai Ayu Saktika duduk di kursi dengan ukuran yang jauh lebih besar dari tubuhnya dengan ujung yang runcing berbentuk segitiga. Kebalikan dari situ, kursi milik tamu berbentuk persegi dimana dikaitkan dengan kaku dan kepatuhan.

Hal tersebut memberikan kesan yang canggung dan perasaan terancam kepada tamu saat berhadapan dengan Nyai Ayu Saktika yang duduk di kursi menjulang tinggi, dengan perpaduan dua bentuk yaitu persegi yang di konteks ini pemegang kuasa atau aturan, juga segitiga yang melambangkan kelicikan dan kejahatan.

(46)

74 3. Desain Interior III

Gambar 3.36. Desain Interior III (Dokumentasi Pribadi)

Rancangan terakhir hanya mengalami sedikit perubahan untuk mematangkan kejelasan background tokoh, serta perbaikan dan penambahan detail. Perubahan pertama terdapat pada lemari. Penulis memutuskan untuk memberi detail ukiran yang berasal dari tempat asal Nyai Ayu Saktika, yaitu Surakarta, guna penonton bisa melihat dan menganalisa background dari dirinya.

(47)

75

Gambar 3.37. Desain lemari interior II (Dokumentasi Pribadi)

Penulis juga menambahkan laci di deretan lemari agar tidak terlihat terlalu ramai, dan penonton bisa memfokuskan pandangannya ke ukiran yang terdapat di bagian paling atas lemari. Di desain ini pula, psikologi bentuk sudah lebih diterapkan dari desain-desain sebelumnya. Bagian ukiran pada lemari tersebut berbentuk segitiga, termasuk banyak props yang berbentuk persegi.

Bentuk persegi mendominasi daripada segitiga bisa diartikan bahwa walaupun Nyai Ayu Saktika melakukan perbuatan yang tidak baik, yaitu psikologi bentuk segitiga oleh Tillman (2011), tetapi semua itu digerakkan berdasarkan tujuan dan alasan kuat yang ia jalani dengan tekun

(48)

76

sampai sekarang. Karena itu persegi, yang berarti aturan, lebih dominan dibanding bentuk segitiga yang memberi kesan kejahatan.

Gambar 3.38. Perancangan perlatan dukun (Dokumentasi Pribadi)

Pada three-dimensional character Nyai Ayu Saktika, bisa dipahami bahwa ia adalah seorang perempuan tua yang perawakannya seperti gadis muda. Penulis kemudian mengambil salah satu aspek dari film maupun pribadi Suzzanna sendiri, yaitu meminum air rendaman bunga melati maupun memakannya secara langsung, yang konon katanya merupakan rahasia awet mudanya.

(49)

77

Di desain interior ruangan Nyai Ayu Saktika, terlihat ada banyak kendi-kendi air di belakang maupun di sebelah kursi miliknya. Kendi- kendi tersebut berisi air guna menjadi bahan dari proses ritualnya, juga rendaman bunga melati yang ia gunakan untuk membuatnya tidak termakan usia. Beberapa props hasil observasi lainnya yang digunakan dalam desain rumah Nyai Ayu Saktika untuk menunjukkan identitasnya sebagai dukun antara lain adalah sesajen, dupa, dan tempat bakar sajen.

Ada penambahan dan pengurangan props yang penulis lakukan setelah mengobservasi dengan lebih seksama lagi. Di referensi dukun yang penulis pakai, terlihat ada gelas kaca berisi air, yang biasa menjadi minuman sang klien ataupun untuk disemburkan oleh dukun. Penulis memutuskan untuk menambahkannya karena hal itu merupakan ciri khas seorang dukun di masyarakat Indonesia. Salah satu yang mendukung pernyataan tersebut adalah dari lirik lagu ‘Mbah Dukun’ oleh Alam, yang isinya adalah “dengan segelas air putih lalu pasien disembur”.

Penulis juga menghilangkan meja dan dua pasang kursi, karena berdasarkan hasil observasi acuan, para dukun biasanya melakukan ritual sambil duduk di lantai yang beralas. Alas tersebut tetap memakai karpet bulu supaya bisa memvisualkan keterangan waktu cerita tersebut berlangsung, bersama props modern lainnya berlandaskan teori environment oleh LoBrutto (2002).

Referensi

Dokumen terkait

sistematika pembahasan. Bab kedua, membahas riwayat singkat Nyi Ageng Serang. Pada bab ini diuraikan latar belakang Nyi Ageng Serang, aktifitas Nyi Ageng Serang

Penulis memperoleh data yang mengatakan bahwa mayoritas responden lebih mengutamakan alur cerita dari sebuah komik, diikuti dengan hasil terbanyak kedua

Seperti yang di katakan Branch dalam bukunya, untuk membuat sebuah design harus melakukan analisa design yang ingin dibuat. Dari hasil analisa acuan video es kopsus

Mas Fajar selaku Admin Wana Pet and Care dan juga admin media sosial menyatakan bahwa belakangan ini pada masa pandemi, banyak para pemilik hewan yang menanyakan hal terkait

Wawancara dilakukan terhadap Joanika Juanda, Communication-Leader Decathlon Indonesia, untuk menjelaskan latar belakang dan tujuan kampanye yang akan dibuat, mendapatkan

Dari wawancara yang penulis lakukan, dapat disimpulkan persepsi wisatawan mancanegara yang menjadi narasumber terhadap Tanjung Kelayang adalah destinasi wisata

Penulis berharap dengan adanya penulisan ini dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan yang berguna untuk pihak manajemen perusahaan dalam mengatasi kelemahan

Tokoh dengan penerapan antropomorphic menggunakan proporsi dan postur tubuh yang mirip manusia, dimana struktur punggungnya tegap, dada yang menghadap kedepan (bukan ke