• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STIGMA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) TERHADAP PENERIMAAN MASYARAKAT DESA BUNTU BEDIMBAR DI KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH STIGMA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) TERHADAP PENERIMAAN MASYARAKAT DESA BUNTU BEDIMBAR DI KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STIGMA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) TERHADAP PENERIMAAN MASYARAKAT DESA BUNTU BEDIMBAR

DI KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Oleh

NURLAMA SIREGAR 107032230/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

(2)

PENGARUH STIGMA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) TERHADAP PENERIMAAN MASYARAKAT DI DESA BUNTU BEDIMBAR

DI KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURLAMA SIREGAR 107032230/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

(3)

Judul Tesis : PENGARUH STIGMA ORANG DENGAN

HIV/AIDS (ODHA) TERHADAP PENERIMAAN MASYARAKAT DI DESA BUNTU BEDIMBAR DI KECAMATAN TANJUNG MORAWA

KABUPATEN DELI SERDANG Nama Mahasiswa : Nurlama Siregar

Nomor Induk Mahasiswa : 107032230

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (dr. Yusniwarti Yusad, M.Si Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 13 Agustus 2012

(4)

Telah diuji

pada Tanggal : 13 Agustus 2012

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH STIGMA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) TERHADAP PENERIMAAN MASYARAKAT DI DESA BUNTU BEDIMBAR

DI KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012

Nurlama Siregar

107032230/IKM

(6)

ABSTRAK

Kejadian human immunodeficiency virus (HIV)/acquired immune deficiency syndrome (AIDS) tergolong tinggi di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang dan bahkan terdapat 15 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang meninggal. Diperkirakan jumlah ini masih jauh lebih banyak lagi karena masih banyaknya kasus-kasus yang tidak terdeteksi. Tingginya stigma masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS menyebabkan banyak perlakuan diskriminatif baik dalam hal pekerjaan, perawatan, pengobatan, pendidikan maupun

dalam hal lainnya. `

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh stigma AIDS terhadap penerimaan masyarakat di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Jenis Penelitian bersifat survei analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang dengan besar sampel sebesar 186 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dan dianalisis dengan regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa stigma ODHA (stigma instrumental, simbolis, kesopanan) berpengaruh terhadap penerimaan masyarakat terhadap ODHA di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

Diperlukan peningkatan penyuluhan yang intensif kepada masyarakat mengenai pentingnya penerimaan masyarakat terhadap ODHA dan menjelaskan dengan benar cara-cara penularan, pencegahan HIV/AIDS sehingga masyarakat tidak lagi salah persepsi mengenai ODHA. Selain itu perlu kerjasama lintas sektoral dan program untuk memperdayakan ODHA serta menggalakan kegiatan-kegiatan olahraga menghidupkan karang taruna dan kegiatan-kegiatan kerohanian seperti remaja mesjid, perkumpulan gereja dan lain-lain sehingga waktu luang masyarakat diisi dengan hal-hal yang positif.

Kata Kunci : Stigma, ODHA, Penerimaan Masyarakat

(7)

ABSTRACT

The incident of HIV/AIDS in Buntu Bendimbar Village, Tanjung Morawa Subdistrict, Deli Serdang District is high and 15 persons living in this village with HIV/AIDS died. It is estimated that this number will be higher because many cases which are not yet detected. This high stigma of community members towards those with HIV/AIDS resulted in many discriminatory treatments either in terms of occupation, nursing care, treatment, education or other things.

The purpose of this analytical survey study with cross-sectional design was to analyze the influence of stigma of AIDS on the acceptance of the community in Tanjung Morawa Subdistrict, Deli Serdang District. The population of this study was all of the people living in Buntu Bedimbar Village, Tanjung Morawa Subdistrict, Deli Serdang District and 186 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the stigma of the people with HIV/AIDS (instrumental, symbolic, courteous stigma) had influence on the acceptance of community towards those with HIV/AIDS din Buntu Bedimbar Village, Tanjung Morawa Subdistrict, Deli Serdang District.

Intensive extension on the importance of accepting those with HIV/AIDS, good explanation on how HIV/AIDS can spread and how to prevent HIV/AIDS needs to be increased that the community members will no longer have wrong perception on those with HIV/AIDS. In addition, inter-sectoral cooperation and the program to empower those with HIV/AIDS and encouraging sport activities, reactivating youth association and spiritual activities, masjid youth association, church association and so forth that the leisure time of the community members are filled with positive things.

Keywords: Stigma, People with HIV/AIDS, Community’s Acceptance

(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Berikut selawat serta salam kita junjungkan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta pengikutnya.

Tesis ini berjudul: “Pengaruh Stigma Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) terhadap Penerimaan Masyarakat di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang”. Sesungguhnya tesis ini tidak akan terwujud tanpa izin dari Allah SWT, serta bantuan dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam mengatasi segala kendala dalam menyelesaikan tesis ini.

Oleh karena pada kesempatan ini penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

(9)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Dr. Heru Santoso, M.S, Ph.D, selaku pembimbing satu dan dr. Yusniwarti Yusad, M.Si, selaku pembimbing dua yang telah banyak meluangkan waktu dan kesempatan dalam membimbing dan memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku penguji satu dan Dr. Ir. Evawani Aritonang, M.Si, penguji dua yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan tesisi ini.

7. M. Sahib selaku Kepala Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang yang telah memberikan izin melakukan penelitian.

8. Seluruh staf pengajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

9. Kedua orang tua penulis, yaitu Ayahanda Alm. Baginda Manotop Siregar dan Ibunda Hj. Rostiana Pane, untuk dukungan dan doa yang tak henti-hentinya.

10. Suami tercinta Gunawan Syahputra Harahap dan ananda tercinta Afika ,Yudha, atas motivasi, kesabaran juga doanya selama penulis menjalani pendidikan.

11. Seluruh rekan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi

Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara Medan yang telah memberikan dorongan dalam menyelesaikan tesis ini.

(10)

Atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan, maka penulis memohon kehadiarat Allah SWT semoga mendapat balasan yang setimpal.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya, karena penulis yakin tidak ada satupun karya dari tangan manusia yang lahir dalam keadaan sempurna, maka segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.

Medan, September 2012 Penulis

Nurlama Siregar

107032230/IKM

(11)

RIWAYAT HIDUP

Nurlama Siregar, Lahir pada tanggal 22 Juni 1972 di Parau Sorat Sipirok, anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. Baginda Manotop Siregar dan Hj. Rostiana Pane. Pendidika formal penulis dimulai dari SD Negeri 3 Padang Sidempuan, selesai pada tahun 1985, SMP Negeri 3 Padang Sidempuan selesai pada tahun 1988, SMA Swasta Abdi Negara Padang Sidempuan selesai pada tahun 1991, Pendidikan Ahli Madya Keperawatan pada tahun 1994, Pendidikan D IV Perawat Pendidik Jurusan Keperawatan Maternitas di Fakultas Kedokteran Sumatera Utara selesai pada tahun 1998, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia selesai pada tahun 2001, Profesi Ners Universitas Indonesia selesai pada tahun 2002.

Penulis mulai bekerja sebagai fungsional dosen di Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Medan sampai dengan sekarang. Dosen tidak tetap di swasta (Akper Wira Husada, Akper Harapan Mama, Akper Hisarma dan STIKes Sari Mutiara) dari tahun 2002 s/d 2004, dari tahun 2008 sampai dengan sekarang sebagai dosen tidak tetap di STIKes Sumatera Utara.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat minat studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010 dan menyelesaikan studi pada tahun

2012.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Permasalahan ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pengertian HIV ... 8

2.2 Pengertian AIDS ... 9

2.3 Epidemiologi ... 10

2.4 Etiologi dan Patogenesis ... 11

2.5 Cara Penularan ... 13

2.6 Gejala Klinis ... 15

2.6.1 Fase Awal ... 15

2.6.2 Fase Lanjut ... 15

2.6.3 Fase Akhir ... 15

2.7 Pengobatan ... 16

2.8 Pencegahan ... 16

2.9 Stigma ... 19

2.9.1 Pengertian Stigma ... 19

2.9.2 Stigma Orang dengan HIV/AIDS ... 21

2.9.3 Issu Mengenai Stigma ODHA ... 24

2.9.4 Ketakutan Akan Stigma dan Diskriminasi, Kendala Utama Penanganan HIV/AIDS ... 27

2.9.5 Stigma HIV/AIDS Masih Berkutat pada Masalah Seks .. 29

2.10 Sikap ... 30

2.10.1. Defenisi Sikap ... 30

2.10.2. Sikap Sosial dan Individual ... 31

(13)

2.10.2.1. Sikap Sosial ... 31

2.10.2.2. Sikap Individual ... 32

2.11 Penerimaan ... 36

2.12 Landasan Teori ... 37

2.13 Kerangka Konsep ... 38

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Jenis Penelitian ... 39

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 39

3.2.2 Waktu Penelitian ... 39

3.3 Populasi Dan Sampel ... 40

3.3.1 Populasi ... 40

3.3.2 Sampel ... 40

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 42

3.4.1 Jenis Data ... 42

3.4.2 Uji Validitas dan Realibilitas ... 43

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ... 45

3.5.1 Variabel ... 45

3.5.2 Defenisi Operasional ... 45

3.6 Metode Pengukuran ... 47

3.6.1 Variabel Independen ... 47

3.6.2.Variabel Dependen ... 48

3.7 Metode Analisa data ... 49

3.7.1 Analisis Univariat ... 49

3.7.2 Analisis Bivariat ... 49

3.7.3. Analisis Multivariat ... 49

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 51

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 51

4.2 Karaktersitik Responden ... 52

4.3 Analisis Univariat ... 53

4.3.1 Variabel Bebas ... 53

4.3.1.1. Distribusi Stigma Instrumental Masyararakat

di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung

Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 . 53

4.3.1.2. Distribusi Stigma Simbolitas Masyarakat di

Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung

Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 . 53

4.3.1.3. Distribusi Stigma Kesopanan Masyarakat di

Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung

Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 . 54

4.3.2. Variabel Terikat ... 55

(14)

4.4 Analisis Bivariat ... 55

4.5 Analisis Multivariat ... 57

BAB 5 PEMBAHASAN ... 62

5.1. Pengaruh Stigma Instrumental terhadap Penerimaan Masyarakat di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ... 62

5.2. Pengaruh Stigma Simbolitas terhadap Penerimaan Masyarakat di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ... 64

5.3. Pengaruh Stigma kesopanan terhadap Penerimaan Masyarakat di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ... 67

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

6.1. Kesimpulan ... 71

6.2. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 38 3.1 Jumlah Sampel Penelitian ... 41 3.2 Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 47 4.1 Karakteristik Responden di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan

Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ... 52 4.2. Distribusi Frekuensi Stigma Instrumental Masyarakat di Desa

Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 53 4.3 Distribusi Frekuensi Stigma Simbolitas Masyarakat di Desa Buntu

Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 54 4.4 Distribusi Frekuensi Stigma Kesopanan Masyarakat di Desa Buntu

Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 54 4.5 Distribusi Frekuensi Penerimaan Masyarakat di Desa Buntu

Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 55 4.6 Hubungan Stigma ODHA (Stigma Instrumental, Simbolitas dan

Kesopanan) dengan Penerimaan Masyarakat pada ODHA di Desa

Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli

Serdang ... 57

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Gambar Daerah Epidemi HIV/AIDS di Dunia ... 10

2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 38

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 75

2. Master Data Validitas dan Reliabilitas ... 82

3. Output Validitas dan Reliabilitas ... 83

4. Master Tabel Tesis Pengaruh Stigma ODHA ... 87

5. Output Analisis Data ... 89

6. Surat Izin Penelitian dari Pendidikan ... 102

7. Surat Izin Penelitian dari Kepala Desa Buntu Bedimbar ... 103

7. Surat Pemberitahuan Selesai Melaksanakan Penelitian dari Kepala Desa

Desa Buntu Bedimbar ... 104

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan akibat turunnya/hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada cairan sperma, cairan vagina dan darah. Penularan terutama terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, transplantasi organ/jaringan dan penularan dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya (KPA 2007).

Berdasarkan laporan dari tahun ke tahun kasus AIDS menunjukkan trend peningkatan yang terus-menerus. WHO (World Health Organization) pada akhir tahun 2009 menyatakan 33,3 juta orang hidup dengan HIV dan 1,8 juta orang meninggal karenanya. Diperkirakan jumlah ini masih jauh lebih banyak lagi karena masih banyaknya kasus-kasus yang tidak terdeteksi. HIV/AIDS sudah menjadi global effect dengan kecepatan penularan penyebaran yang sangat pesat, diperkirakan 1 menit 5 orang tertular di seluruh dunia.(UNAIDS 2006)

Pada tahun 2007 di Asia terdapat 4,9 juta orang yang terinfeksi HIV, 440 ribu

diantaranya adalah infeksi baru dan telah mnyebabkan kematian 330 ribu orang

ditahun yang sama. Cara penularan di Asia sangat bervariasi, namun yang mendorong

(19)

epidemi adalah tiga perilaku yang beresiko tinggi : seks komersial yang tidak terproteksi, berbagai alat suntik di kalangan pengguna NAPZA (narkotika dan zat psikoasktif lainnya) dan seks antar lelaki yang tidak terproteksi.(KPA 2007)

Sejak kasus AIDS pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1987 di Bali, jumlah kasus bertambah secara perlahan menjadi 225 kasus di tahun 2000.

Sejak itu kasus AIDS bertambah cepat dipacu oleh penggunaan NAPZA suntik. Pada tahun 2006, sudah terdapat 8.194 kasus AIDS. Pada akhir tahun 2009 dilaporkan sebesar 17.699 kasus AIDS, 15.608 kasus diantaranya dalam golongan usia produktif 25-49 tahun (88%). Dari laporan Ditjen PP dan PL Depkes RI juga dapat dilihat jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia sampai dengan akhir Juni 2011 sebanyak 26.483 kasus. (Jurnal IKM, 2012)

Survei terpadu HIV dan prilaku (STHP) menemukan 55,6% populasi IDUs

(Injection Drug Users) di kota Medan terinfeksi HIV positif dan 4% wanita pekerja

seks positif menderita HIV. Dalam sepuluh tahun terakhir, peningkatan HIV positif di

Sumatera Utara telah mencapai 683 kali. Sampai akhir Desember 2008, 20

Kabupaten/Kota telah melaporkan ditemukannya kasus HIV/AIDS dengan total

penderita sebanyak 1.426 kasus (angka kumulatif 1997-2008), terdiri dari 787

penderita dan AIDS 699 penderita. Dari jumlah kasus tersebut dilaporkan sampai

akhir Desember 2008, jumlah penderita HIV yang meninggal dunia adalah sebanyak

13 orang dan AIDS sebanyak 114 orang (Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara,

2009).

(20)

Kabupaten Deli Serdang sendiri sampai dengan tahun 2010 ditemukan kasus baru HIV 97 kasus, dan AIDS 53 kasus. Di Kecamatan Tanjung morawa ditemukan kasus HIV 41orang dan AIDS11orang. (Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, 2010). Dari 26 desa di Kecamatan Tanjung Morawa didapatkan angka AIDS lebih tinggi di Desa Buntu Bedimbar dibandingkan desa-desa lainnya, dimana angka kejadian yang tercatat pada tahun 2010 sebanyak 6 orang positif HIV sedangkan pada tahun 2011 yang positif HIV sebanyak 10 orang. dan menurut pengamatan peneliti sendiri telah ditemukan di salah satu Dusun di Desa Buntu Bedimbar 15 Orang Dengan HIV /AIDS (ODHA) meninggal sampai dengan tahun 2011.

Pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) pada tahun 2015 telah menjadi komitmen pemerintah Indonesia. Namun sampai pada tahun 2012 ini masih banyak persoalan harus diselesaikan. Beberapa target malah kemungkinan tidak tercapai. Tujuan pembangunan millenium ada 8 salah satu diantaranya adalah memerangi HIV/AIDS, menurunkan kasus HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya.

Penurunan kejadian HIV/AIDS belum berhasil dan bisa jadi tidak akan berhasil

karena masih adanya stigma masyarakat terhadap ODHA. Penanganan stigma

terbukti masih merupakan pendekatan kulit luar ini bisa dilihat dari kurangnya peran

lintas sektoral seperti peran dinas sosial, BKKBN, sekolah dan departemen-

departemen lainnya. Stigmatisasi mempengaruhi kualitas hidup dari ODHA. Data

yang ditemukan dari penelitian di Papua bahwa 80% ODHA meninggal karena

stigmatisasi.

(21)

Tingginya stigma masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS menyebabkan banyak perlakuan diskriminatif baik dalam hal pekerjaan, perawatan, pengobatan, pendidikan maupun dalam hal lainnya. (Jurnal IKM ,2012)

Menurut Maman dalam Leslie Butt (2010) Stigma didefenisikan sebagai perbedaan-perbedaan yang merendahkan yang secara sosial dianggap mendiskreditkan dan dikaitkan dengan berbagai stereotip negatif. Stigma dari masyarakat muncul akibat kurangnya pemahaman terhadap HIV/AIDS secara menyeluruh. Masyarakat mengetahui HIV/AIDS sebatas penyakit menular dan penderitanya berbahaya. Pemahaman yang salah dari masyarakat ini telah menjadi sebuah pembenaran untuk dapat diteruskan kepada generasi selanjutnya. Kondisi budaya, gender dan layanan kesehatan mempengaruhi bagaimana ODHA memandang issu-issu stigma dan HIV/AIDS (Hasbullah, 1999).

Stigma dan diskriminasi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Terjadi di tengah keluarga, masyarakat, sekolah, tempat peribadatan, tempat kerja, juga tempat layanan hukum dan kesehatan. Orang bisa melakukan diskriminasi baik dalam kapasitas pribadi maupun profesional, sementara lembaga bisa melakukan diskriminasi melalui kebijakan dan kegiatan mereka. Stigma dapat menghambat pencegahan penularan, dan keputusasaan karena takut tidak dapat diterima oleh masyarakat. Akibatnya, angka penularan HIV semakin tinggi dan penanggulangannya yang semakin sulit (Kesrepro, 2007).

Penelitian terkait mengenai pengaruh stigma ODHA pernah dilakukan di

daerah pegunungan Papua dengan 28 responden (15 perempuan dan 13 orang laki-

(22)

laki). Hasil penelitian menunjukkan adanya ketakutan-ketakutan yang luar biasa tentang stigma dari para responden, dan berbagai upaya ekstrim yang dilakukan para responden untuk mencoba dan melindungi diri mereka dari stigma. Banyak responden menyebutkan cerita-cerita yang sudah diketahui tentang orang-orang yang

‘dihukum’ hingga hampir mati, atau dihina oleh masyarakat, yang mereka pakai sebagai alasan untuk melindungi diri mereka, para responden juga menceritakan praktek-praktek stigma datang dari beragam sumber, yang mempertanda bahwa akar stigma berasal dari praktek-praktek budaya yang dekat yang tak jauh berbeda dengan yang terjadi di kondisi-kondisi ekonomi makro atau politik yang lebih besar. Secara khusus, para responden dengan jelas menyebutkan stigma berasal dari pengungkapan status mereka oleh orang lain yang memiliki kekuasaan seperti pemimpin gereja atau petugas kesehatan, kesalahan dalam penyediaan layanan kesehatan termasuk pelanggaran atas kerahasiaan, kurangnya akses ke ARV (Anti Retro Viral) atau pelanggaran akses, diskriminasi di tingkat kerabat dan masyarakat, pikiran-pikiran budaya dan praktek-praktek menyangkut sakit yang serius, nilai-nilai budaya seputar kematian dan ajal, nilai-nilai budaya menyangkut pengucilan, kondisi-kondisi politik yang menyebabkan rasisme, ketidakadaan atau tidak cukup layanan kesehatan, penundaan dalam penyediaan berbagai layanan dasar (Leslie Butt, 2010).

Dari pengamatan peneliti di Desa Buntu Bedimbar ini cukup banyak

penderita HIV/AIDS meninggal yang sebelumnya tidak diketahui oleh masyarakat

kalau yang meninggal tersebut adalah AIDS. Sebagai tenaga kesehatan yang

bermukim di Desa Buntu Bedimbar ingin tahu sejauh mana stigma ODHA

(23)

mempengaruhi penerimaan masyarakat di Desa Buntu Bedimbar sehingga ODHA harus merahasiakan penyakitnya. Dan sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian yang sama di daerah ini.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, peneliti ingin melakukan penelitian untuk menganalisa bagaimana pengaruh stigma ODHA (stigma instrumental, simbolis, kesopanan) terhadap penerimaan masyarakat Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh stigma AIDS (stigma instrumental, simbolis, kesopanan) terhadap penerimaan masyarakat di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh stigma ODHA terhadap penerimaan masyarakat. Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan untuk melaksanakan

penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan HIV/AIDS.

(24)

2. Bagi Puskesmas/ Dinas Kesehatan (VCT )

Sebagai masukan informasi bagaimana pengaruh stigma ODHA terhadap penerimaan masyarakat.

3. Bagi Masyarakat

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menghilangkan stigma negatif masyarakat terhadap ODHA

4. Bagi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA 5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian HIV

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae.

Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim

reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan

menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu

HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan

masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua

(26)

grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).

2.2. Pengertian AIDS

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).

HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel

atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi

AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan

adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan

infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).

(27)

2.3. Epidemiologi

Gambar 2.1 Daerah Epidemi HIV/AIDS di dunia.

UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.(UNAIDS 2006)

Sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam akibat

penggunaaan narkotika suntik. Fakta yang mengkhawatirkan adalah pengguna

narkotika ini sebagian besar adalah remaja dan dewasa muda yang merupakan

kelompok usia produktif. Pada akhir Maret 2005 tercatat 6789 kasus HIV/AIDS yang

dilaporkan (Djauzi, S & Djoerban Z, 2007). Sampai akhir Desember 2008, jumlah

(28)

kasus sudah mencapai 16.110 kasus AIDS dan 6.554 kasus HIV. Sedangkan jumlah kematian akibat AIDS yang tercatat sudah mencapai 3.362 orang. Dari seluruh penderita AIDS tersebut, 12.061 penderita adalah laki-laki dengan penyebaran tertinggi melalui hubungan seks (Depkes RI, 2008).

2.4. Etiologi dan Patogenesis

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab

AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas

morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam

virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus

yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang

penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein

Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi

transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk

menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi

protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari

nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat

menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005). Setelah virus masuk dalam tubuh maka

target utamanya adalah limfosit CD4 karena virus mempunyai afinitas terhadap

molekul permukaan CD4. Virus ini mempunyai kemampuan untuk mentransfer

informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang

disebut reverse transcriptase. Limfosit CD4 berfungsi mengkoordinasikan sejumlah

(29)

fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif (Borucki, 1997).

Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama masa ini, virus tersebar luas ke seluruh tubuh dan mencapai organ limfoid. Pada tahap ini telah terjadi penurunan jumlah sel-T CD4. Respon imun terhadap HIV terjadi 1 minggu sampai 3 bulan setelah infeksi, viremia plasma menurun, dan level sel CD4 kembali meningkat namun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna. Masa laten klinis ini bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa ini akan terjadi replikasi virus yang meningkat. Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap harinya. Waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus hidup virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit T-CD4 yang terinfeksi memiliki waktu paruh 1,6 hari. Karena cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan reverse transcriptase HIV yang berikatan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida dari genom HIV mungkin bermutasi dalam basis harian (Brooks, 2005).

Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit

klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang lebih

tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut. HIV

yang dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut dan lebih

virulin daripada yang ditemukan pada awal infeksi (Brooks, 2005). Infeksi

oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi penurunan daya tahan

tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga beberapa jenis

(30)

mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh tertentu. Bahkan mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi ganas dan menimbulkan penyakit (Zein, 2006).

2.5. Cara Penularan

HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007). Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu melalui cairan tubuh seperti darah ,cairan genitalia, dan ASI. Virus terdapat juga dalam saliva, air mata dan urin (sangat rendah). HIV tidak dilaporkan terdapat dalam air mata dan keringat. Pria yang sudah di sunat memiliki resiko HIV yang lebih kecil dibandingkan dengan pria yang tidak dissunat (Widoyono, 2008).

Selain melalui cairan tubuh, HIV ditularkan juga melalui : 1. Ibu Hamil

a. Secara interaurin, intrapartum, dan postpartum (ASI) b. Angka transmisi mencapai 20-50%

c. Angka transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga

d. Laporan lain menyatakan resiko penularan melalui ASI adalah 11-29%

e. Sebuah studi meta-analisis prosfektif yang melibatkan penelitian pada dua

kelompok ibu, yaitu kelompok ibu yang menyusui sejak awal kelahiran bayi

dan kelompok ibu yang menyusui setelah beberapa waktu usia bayinya,

melaporkan angka penularan HIV pada bayi yang belum dissusui adalah 14%

(31)

(yang diperoleh dari penularan melalui mekanisme kehamilan dan persalinan), dan angka HIV meningkat menjadi 29% setelah bayinya dissusui. Bayi normal dengan ibu HIV bisa memperoleh antibodi HIV dari ibunya selama 6- 15 bulan.

2. Jarum Suntik

a. Pervalensi 5-10 %

b. Penularan HIV pada anak dan remaja biasanya melalui jarum suntik karena penyalahgunaan obat

c. Di antara tahanan (tersangka atau terdakwa tindak pidana) dewasa, pengguna obat suntik di Jakarta sebanyak 40% terinfeksi HIV, di Bogor 25% dan di Bali 53%

3. Transfusi Darah

a. Resiko penularan sebesar 90%

b. Prevalensi 3-5%

4. Hubungan seksual a. Prevalensi 70-80%

b. Kemungkinan tertular adalah 1 dalam 200 kali hubungan intim

c. Model penularan ini adalah yang tersering di dunia. Akhir-akhir ini dengan

semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan kondom,

maka penularan melalui jalur ini cenderung menurun dan digantikan oleh

penularan melalui jalur penasun (pengguna narkoba suntik) (Widoyono 2008).

(32)

2.6. Gejala Klinis

Orang yang terinfeksi virus HIV belum tentu AIDS. Perlu waktu 3-10 tahun untuk menjadi AIDS. HIV positif belum tentu AIDS, tetapi akhirnya akan menjadi AIDS, dan status HIV positif tidak pernah berubah menjadi HIV negatif. (Djuanda A, 2007). Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.

2.6.1. Fase Awal

Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.

2.6.2. Fase Lanjut

Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.

Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.

2.6.3. Fase Akhir

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah

terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir

pada penyakit yang disebut AIDS.

(33)

2.7. Pengobatan

Pemberian anti retroviral (ARV) telah menyebabkan kondisi kesehatan para penderita menjadi jauh lebih baik. Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat dapat disembuhkan. Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan penurunan produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan. Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transkriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non nucleotide reverse transcriptase inhibitor dan inhibitor protease. Obat-obat ini hanya berperan dalam menghambat replikasi virus tetapi tidak bisa menghilangkan virus yang telah berkembang (Djauzi, S. Djoerban Z.,2007).

Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005).

2.8. Pencegahan

Menurut Muninjaya (1998), tiga cara untuk pencegahan HIV/AIDS adalah

Puasa (P) seks (abstinensia), artinya tidak (menunda) melakukan hubungan seks,

(34)

Setia (S) pada pasangan seks yang sah (be faithful/fidelity), artinya tidak berganti- ganti pasangan seks, dan penggunaan Kondom (K) pada setiap melakukan hubungan seks yang beresiko tertular virus AIDS atau penyakit menular seksual (PMS) lainnya.

Ketiga cara tersebut sering disingkat dengan PSK.

Bagi mereka yang belum melakukan hubungan seks (remaja) perlu diberikan pendidikan. Selain itu, paket informasi AIDS untuk remaja juga perlu dilengkapi informasi untuk meningkatkan kewaspadaaan remaja akan berbagai bentuk rangsangan dan rayuan yang datang dari lingkungan remaja sendiri (Muninjaya, 1998).

Mencegah lebih baik daripada mengobati karena kita tidak dapat melakukan tindakan yang langsung kepada si penderita AIDS karena tidak adanya obat-obatan atau vaksin yang memungkinkan penyembuhan AIDS. Oleh karena itu kita perlu melakukan pencegahan sejak awal sebelum terinfeksi. Informasi yang benar tentang AIDS sangat dibutuhkan agar masyarakat tidak mendapat berita yang salah agar penderita tidak dibebani dengan perilaku yang tidak masuk akal (Anita, 2000).

Peranan pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku

sehingga perilaku individu, masyarakat maupun kelompok sesuai dengan nilai-nilai

kesehatan. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil

jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Kemudian

perilaku kesehatan akan berpengaruh pada peningkatan indikator kesehatan

masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan. (Notoadmodjo, 2007).

(35)

Paket komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang masalah AIDS adalah salah satu cara yang perlu terus dikembangkan secara spesifik di Indonesia khususnya kelompok masyarakat ini. Namun dalam pelaksanaannya masih belum konsisten (Muninjaya, 1998).

Upaya penanggulangan HIV/AIDS lewat jalur pendidikan mempunyai arti yang sangat strategis karena besarnya populasi remaja di jalur sekolah dan secara politis kelompok ini adalah aset dan penerus bangsa. Salah satu kelompok sasaran remaja yang paling mudah dijangkau adalah remaja di lingkungan sekolah (closed community) (Muninjaya, 1998).

Keimanan dan ketaqwaan yang lemah serta tertekannya jiwa menyebabkan remaja berusaha untuk melarikan diri dari kenyataan hidup dan ingin diterima dalam lingkungan atau kelompok tertentu. Oleh karena itu diperlukan peningkatan keimanan dan ketaqwaan melalui ajaran-ajaran agama. (Badan Narkotika Nasional, 2009).

Cara-cara mengurangi resiko penularan AIDS antara lain melalui seks aman yaitu dengan melakukan hubungan seks tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam vagina, anus, ataupun mulut. Bila air mani tidak masuk ke dalam tubuh pasangan seksual maka resiko penularan akan berkurang. Apabila ingin melakukan senggama dengan penetrasi maka seks yang aman adalah dengan menggunakan alat pelindung berupa kondom (Yatim, 2006).

Hindari berganti-ganti pasangan dimana semakin banyak jumlah kontak

seksual seseorang, lebih mungkin terjadinya infeksi. Hindari sexual intercourse dan

lakukan outercourse dimana tidak melakukan penetrasi. Jenis-jenis outercourse

(36)

termaksuk masase, saling rangkul, raba, dan saling bersentuhan tubuh tanpa kontak vaginal, anal, atau oral (Hutapea, 1995).

Bagi pengguna obat-obat terlarang dengan memakai suntik, resiko penularan akan meningkat. Oleh karena itu perlu mendapat pengetahuan mengenai beberapa tindakan pencegahan. Pusat rehabilitasi obat dapat dimanfaatkan untuk menghentikan penggunaan obat tersebut (Badan Narkotika Nasional, 2009).

Bagi seorang ibu yang terinfeksi AIDS bisa menularkan virus tersebut kepada bayinya ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau menyusui. ASI juga dapat menularkan HIV, tetapi bila wanita sudah terinfeksi HIV pada saat mengandung maka ada kemungkinan si bayi lahir sudah terinfeksi HIV. Maka dianjurkan agar seorang ibu tetap menyusui anaknya sekalipun HIV. Bayi yang tidak diberi ASI beresiko lebih besar tertular penyakit lain atau menjadi kurang gizi (Yatim, 2006).

Bila ibu yang menderita HIV tersebut mendapat pengobatan selama hamil maka dapat mengurangi penularan kepada bayinya sebesar 2/3 daripada yang tidak mendapat pengobatan (MFMER, 2008).

2.9. Sikap

2.9.1. Definisi Sikap

Menurut L.L Thursione dalam Ahmadi (2007) Sikap sebagai tingkatan

kecenderungan yang bersifat positif dan negatif yang berhubungan dengan objek

psikologi, objek psikologi meliputi: simbol, kata, selogan, orang, lembaga, ide dan

sebagainya.

(37)

Sikap adalah organisasi yang tetap dari proses motivasi, emosi, persepsi, atau pengamatan atas suatu aspek dari kehidupan individu.

Menurut Gerungan dalam Ahmadi (2007). Pengertian attitude dapat dierjemahkan dengan kata sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap, pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh kecendrungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tadi itu. Jadi attitude itu lebih diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap satu hal.

Jadi sikap ialah suatu hal yang menentukan sifat, hakikat, baik perbuatan sekarang maupun perbuatan yang akan datang.

Menurut Ahmadi tiap-tiap sikap mempunyai tiga aspek, yaitu :

1. Aspek Kognitif: yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenak pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek tau kelompok objek tertentu.

2. Aspek Afektif: berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakuttan, kedengkian, simpati, antipasti dan sebagainya yang ditujukan kepada objek-objek tertentu.

3. Aspek Konatif: berwujud proses tendensi/kecendrungan untuk berbuat sesuatu

objek, misalnya kecendrungan member pertolongan, menjauhkan diri dan

sebagainya.

(38)

2.9.2. Sikap Sosial dan Individual 2.9.2.1. Sikap Sosial

Sikap sosial dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi dipehatikan oleh orang- orang sekelompoknya. Objeknya adalah objek sosial (objeknya banyak orang dalam kelompok) dan dinyatakan berulang-ulang. Misalnya: sikap bergabung seluruh anggota kelompok karna meninggalnya seorang pahlawannya.

Jadi yang menandai adanya sikap moral adalah:

a. Subjek yaitu orang-orang dalam kelompoknya.

b. Objek yaitu objeknya sekelompok, objeknya sosial.

c. Dinyatakan berulang-ulang 2.9.2.2. Sikap Individual

Ini hanya dimiliki secara individual seorang demi seorang. Objeknya pun bukan merupakan objek sosial. Misalnya: sikap yang berupa kesenangan atas salah satu jenis makanan atau salah satu jenis tumbuh-tumbuhan.

Individu akan sangat senang dengan rujak cingur. Senang yang bersifat individual. Mungkin orang-orang lain meskipun dalam kelompoknya belum tentu senang akan rujak cingur. Objeknya bukan objek sosial.

Menurut Ahmadi (2007), sikap dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:

1. Sikap Positif: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima,

mengakui, menyetujui serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana

individu itu berada.

(39)

2. Sikap Negatif: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu obyek ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu.

Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu objek, maka ia akan mengancam, mencela,menyerang bahkan membinasakan obyek itu (Ahmadi,2007).

Menurut Notoatmojo (2007) sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (Responding)

Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung Jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.9.3. Prasangka Sosial

Prasangka timbul dari adanya norma sosial. Pada kebanyakan anak-anak di

Amerika Serikat prasangka terhadap orang Negrosudah terlihat pada tahu-tahun

(40)

prasekolah. Anak menyadari bahwa ia telah masuk dalam kelompoknya yaitu keluarganya dan meluas kepada bangsanya (Ahmadi, 2007).

Prasangka sosial (social prejudice) merupakan gejala psikologi sosial.

Prasangka sosial ini merupakan masalah yang penting dibahas dalam intergroup relation. Prasangka sosial atau juga prasangka kelompok yaitu suatu prasangka yang diperlihatkan anggota-anggota suatu kelompok terhadap kelompok-kelompok lain termasuk para anggotanya.

Beberapa ahli meninjau pengertian prasangka sosial dari berbagai sudut:

Menurut Kimball Young dalam (Ahmadi, 2007) prasangka adalah mempunyai ciri khas petentangan antara kelompok yang ditandai oleh kuatnya in group dan out group.

Sherif and Sherif dalam (Ahmadi,2007) mengatakan prasangka sosial adalah sikap negatif para anngota suatu kelompok, berasal dari norma mereka yang pasti, kepada kelompok lain beserta anggotanya. Jadi prangsaka sosial adalah suatu sikap negatif yang diperlihatkan oleh individu lain atau kelompok lain.

Orang tidak begitu saja secara otomatis berprasangka terhadap orang lain.

Tetapi ada factor-faktor tertentu yang menyebabkan ia berprasangka di sini. Berkisar pada masalah yang bersifat negatif terhadap orang (kelompok lain). Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya prasangka:

1. Orang berprasangka dalam rangka mencari kambing hitam. Dalam berusaha,

seseorang mengalami kegagalan atau kelemahan sebab dari kegagalan itu dicari

pada dirinya sendiri tetapi pada orang lain. Orang lain inilah yang dijadikan

(41)

kambing hitam sebagai sebab kegagalannya, misalnya: terjajah dengan penjajahan. Suatu bangsa dijajah dalam waktu yang vukup lama. Setelah bebas kembali, bangsa itu berusaha membangun negaranya usaha pembangunan ini ternyata tidak berhasil atau gagal. Sebab kegagalan ini tidak dicari pada diri bangsa itu sendiri, tetapi ditemukan atau dibebankan kepada bangsa penjajahan.

2. Orang berprasangka, karna ia sudah dipersiapkan didalam lingkungannya atau kelompoknya untuk berprasangka. Misalnya: seorang anak Amerika Serikat (kulit putih) dilahirkan didalam keluarga kulit putih. Didalam keluarga itu sudah dianut atau ditegakkan suatu norma tertentu yaitu bahwa orang Negro itu pemalas, bodoh, tidak tahu kesusilaan dan kotor.

Anggapan semacam ini sudah tertanam pada diri anak sejak kecil, sehingga anak akan mengikuti pula anggapan semacam ini. Berdasarkan ini maka tidak mustahil bila terjadi seorang anak kulit putih telah berprasangka terhadap terhadap orang Negro, meskipun anak tersebut belum pernah bergaul dengan orang Negro. Hal semacam ini tentu saja merugikan perkembangan anak.

3. Prasangka timbul karena adanya perbedaan,dimana perbedaan ini menimbulkan perasaan superior. Perbedaan di sini bisa meliputi

a. Perbedaan fisik/biologis, ras

Misalnya: Amerika Serikat dan Negro.

b. Perbedaan lingkungan/geografis.

Misalnya: orang kota dan orang desa.

(42)

c. Perbedaan kekeyaan

Misalnya: orang kaya dan orang miskin d. Perbedaan status sosial

Misalnya: majikan dan buruh e. Perbedaan kepercayaan/agama f. Perbedaan norma sosial.

Dan masih banyak lagi perbedaan-perbedaan diman perbedaan itu menimbulkan perasaan superior.

4. Prasangka timbul karena kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tidak menyenangkan.

Misalnya: bangsa yang dijajah dengan bangsa penjajah. Kesan dari bangsa dari bangsa yang dijajah ialah bahwa penjajah itu kejam, mengharuskan kerja paksa, merampas kebebasan dan sebagainya. Dengan kesan tau pengalaman semacam ini terjajah akan berprasangka terhadap penjajah.

5. Prasangka timbul karena adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat umum atau kebiasaan didalam lingkunagn tertentu. Misalnya: orang selalu berprasangka terhadap status ibu tiri, atau anak tiri.

2.10. Stigma

2.10.1. Pengertian Stigma

Stigma berasal dari bahasa Inggris yang artinya noda atau cacat, sering juga

disebut sebagai pandangan yang negatif. Stigma juga berarti pencemaran, perusakan

(43)

yang memberikan pengaruh yang buruk pada penerimaan sosial seorang individu yang terkena (Dadang, 2001).

Menurut Busza (2004) secara umum stigma merujuk pada persepsi yang negatif pada suatu keadaan yang sebenarnya tidak terbukti. Stigma adalah suatu hal yang dipakai seseorang atau kelompok dalam menganggap suatu keadaan yang negatif yang kemudian akan dipakai menjadi suatu norma pada seseorang atau kelompok dalam masyarakat.

Maman dalam Leslie Butt (2010) mendefenisikan stigma sebagai perbedaan- perbedaan yang merendahkan yang secara sosial dianggap mendiskreditkan, dan dikaitkan dengan berbagai stereotip negatif. Diskriminasi sendiri merupakan aksi-aksi spesifik yang didasarkan pada berbagai stereotip negatif ini yakni aksi-aksi yang dimaksudkan untuk mendiskredit dan merugikan orang. Dalam praktek, seseorang yang terkena stigma dianggap sebagai tantangan bagi tatangan moral (stigmatisasi), sehingga orang tersebut mesti dijatuhkan/direndahkan, atau dikucilkan (diskriminasi).

Parker dan Aggleton dalam Leslie Butt (2010) menekankan bagaimana stigma terjadi pada berbagai tingkat. Keduanya mengidentifikasi 4 tingkat utama terjadinya stigma:

1. Diri: berbagai mekanisme internal yang dibuat diri sendiri, yang kita sebut stigmatisasi diri.

2. Masyarakat: gosip, pelanggaran dan pengasingan di tingkat budaya dan masyarakat

3. Lembaga: perlakuan preferensial atau diskriminasi dalam lembaga-lembaga

(44)

4. Struktur: lembaga-lembaga yang lebih luas seperti kemiskinan, rasisme, serta kolonialisme yang terus-menerus mendiskriminasi suatu kelompok tertentu.

Menurut Adam (2000) Perhatian terhadap stigma sesuai dengan perhatian yang lebih luas tentang penyimpangan dan penamaannya. Tindakan penamaan seringkali menggerakkan proses rekonstruksi kognitif yang merusak, yang memberikan data perilaku sebuah makna yang hampa dan tidak menyenangkan, karena itu muncul kecenderungan kuat bagi reaksi stigmatisasi untuk bergerak di dalam arah stereotype yang merasionalkan atau menjelaskan pengaruh negatif yang ada. Meskipun demikian banyak reaksi stigmatisasi pada awalnya dicirikan oleh kegelisahan yang samar-samar dan pengaruh yang tidak pada tempatnya.

2.10.2. Stigma Orang dengan HIV/AIDS

Stigma adalah label negatif yang diberikan pada orang dengan HIV/ AIDS

atau ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Ini akibat persepsi yang keliru. Gambaran

negatif pada ODHA dibangun dari informasi yang tidak lengkap, tidak benar dan

tidak jelas. Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia

terhadap pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan

pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga

terinfeksi HIV; diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih

dahulu atau perlindungan kerahasiaannya; dan penerapan karantina terhadap orang-

orang yang terinfeksi HIV. Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan, telah mencegah

banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka, atau

berusaha untuk memperoleh perawatan; sehingga mungkin mengubah suatu sakit

(45)

kronis yang dapat dikendalikan menjadi "hukuman mati" dan menjadikan meluasnya penyebaran HIV. (Humas BNN 2011)

Menurut Herek and Capitanio (1999) stigma ODHA lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:

1. Stigma Instrumental ODHA

2. Stigma Simbolis ODHA yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.

yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal- hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.

3. Stigma Kesopanan ODHA

Stigma ODHA sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama yang berhubungan dengan

yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan issu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.

homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran, dan penggunaan narkoba melalui suntikan. Di banyak negara maju, terdapat penghubungan antara AIDS dengan homoseksualitas atau biseksualitas, yang berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya sikap-sikap anti homoseksual.

Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan antara AIDS dengan hubungan seksual antar laki-laki, termasuk bila hubungan terjadi antara pasangan yang belum terinfeksi

Menurut Laila Erni Yusnita (2012) ada beberapa faktor-faktor yang

mempengaruhi stigma terhadap HIV/AIDS yakni HIV/AIDS adalah penyakit yang

mengancam jiwa, orang-orang takut terinfeksi HIV, penyakit dihubungkan dengan

(46)

perilaku yang telah terstigma dalam masyarakat, ODHA sering dianggap sebagai yang bertanggung jawab bila ada terinfeksi, nilai-nilai moral atau agama membuat orang yakin bahwa HIV/AIDS sebagai hasil dari pelanggaran moral.

Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat

Menurut Leslie Butt (2010) dari hasil penelitian mereka di pegunungan Papua dengan 28 responden dari latar belakang yang beragam, para responden mengungkapkan mereka mengalami stigma dari berbagai sumber. Diantaranya:

orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

1. Pengungkapan status mereka tanpa sepengetahuan mereka oleh orang-orang lain 2. Pengungkapan status mereka secara sukarela oleh orang-orang lain

3. Pengungkapan status mereka oleh seseorang yang berpengaruh seperti pemimpin gereja atau petugas kesehatan

4. Pengungkapan status mereka oleh orang tua 5. Kesalahan dalam penyediaan layanan kesehatan

6. Kurangnya akses ke obat-obatan ARV atau akses yang diketahui orang lain 7. Kurangnya pengetahuan tentang HIV, transmisi dan ARV

8. Diskriminasi oleh kerabat jauh dan masyarakat

9. Pemahaman-pemahaman budaya dan praktek-praktek seputar penyakit keras

(47)

10. Nilai-nilai budaya yang berkenaan dengan kematian dan menjelang kematian/sekarat

a. Nilai-nilai budaya tentang pengasingan

b. Kondisi-kondisi politik yang menyebabkan rasisme c. Tak adanya atau kurangnya layanan kesehatan d. Penundaan dalam penyediaan berbagai layanan dasar e. Stigmatisasi diri

2.10.3. Issu Mengenai Stigma ODHA

Berikut beberapa issu mengenai stigma ODHA menurut Kesrepro (2007):

1. Dukungan Bagi ODHA dan Keluarga

ODHA mengalami proses berduka dalam kehidupannya, sebuah proses yang seharusnya mendorong pada penerimaan terhadap kondisi mereka. Namun, masyarakat dan lembaga terkadang memberikan opini negatif serta memperlakukan ODHA dan keluarganya sebagai warga masyarakat kelas dua. Hal ini menyebabkan melemahnya kualitas hidup ODHA.

2. Tempat Layanan Kesehatan

Sering terjadi, lembaga yang diharapkan memberikan perawatan dan dukungan, pada kenyataannya merupakan tempat pertama orang mengalami stigma dan diskriminasi. Misalnya, memberikan mutu perawatan medis yang kurang baik, menolak memberikan pengobatan -seringkali sebagai akibat rasa takut tertular yang salah kaprah. Contoh dari stigma dan diskriminasi yang dihadapi ini adalah:

alasan dan penjelasan kenapa seseorang tidak diterima di rumah sakit (tanpa

(48)

didaftar berarti secara langsung telah ditolak), isolasi, pemberian label nama atau metode lain yang mengidentifikasikan seseorang sebagai HIV positif, pelanggaran kerahasiaan, perlakuan yang negatif dari staf, penggunaan kata-kata dan bahasa tubuh yang negatif oleh pekerja kesehatan, juga akses yang terbatas untuk fasilitas- fasilitas rumah sakit.

3. Akses untuk Perawatan

ODHA seringkali tidak menerima akses yang sama seperti masyarakat umum dan kebanyakan dari mereka juga tidak mempunyai akses untuk pengobatan ARV mengingat tingginya harga obat-obatan dan kurangnya infrastruktur medis di banyak negara berkembang untuk memberikan perawatan medis yang berkualitas.Bahkan ketika pengobatan ARV tersedia, beberapa kelompok mungkin tidak bisa mengaksesnya, misalnya karena persyaratan tentang kemampuan mereka untuk mengkonsumsi sebuah zat obat, yang mungkin terjadi pada kelompok pengguna narkoba suntikan.

4. Pendidikan

Hak untuk mendapat pendidikan bagi ODHA dan kelompok lain yang rentan

terkadang diremehkan melalui penolakan untuk memasukkan murid ke sekolah

dan universitas, penolakan untuk mengakses fasilitas sekolah, perlakuan yang

negatif dari teman sebaya dan lainnya di lingkungan sekolah, pengucilan di kelas,

dan tidak adanya keinginan untuk mengajak siswa mengikuti pemeriksaan

kesehatan, dll. Lebih jauh lagi, cara mengajar tanpa diskriminasi HIV/AIDS

seringkali tidak masuk dalam kurikulum.

(49)

5. Sistem Peradilan

Perilaku negatif atau prasangka terhadap ODHA dapat direfleksikan dengan penolakan atau akses yang lebih sedikit untuk sistem peradilan dan penilaian menyangkut issu-issu seperti kerahasiaan status HIV dan perlindungan dalam kasus perkosaan/penganiayaan. Sistem peradilan juga dapat meningkatkan stigmatisasi, misalnya ketika kelompok yang rentan, misalnya pekerja seks dan pengguna narkoba, dianggap bersalah ketimbang diberi dukungan untuk mencegah penularan HIV.

6. Politik

Kalangan eksekutif yang tidak berbuat apa-apa di bidang HIV/AIDS dapat melegitimasi stigma dan diskriminasi, khususnya ketika sikap diskriminasi ditujukan kepada AIDS dan orang-orang di sekitarnya, ODHA atau kelompok marjinal lainnya diabaikan dalam proses penegakan hukum, dan mereka yang melakukan diskriminasi dibiarkan saja.

7. Organisasi Kepercayan

Pada beberapa kejadian, organisasi kepercayaan turut memberikan prasangka

buruk terhadap ODHA dan keluarganya. Ini secara khusus terlihat lewat perlakuan

terhadap issu seksualitas, seks dan penggunaan narkoba, penggunaan alat

kontrasepsi, pasangan seksual lebih dari satu, dan adanya kepercayaan bahwa

HIV/AIDS adalah merupakan kutukan dari Tuhan.

(50)

8. Media

Beberapa jurnalis tidak mempunyai pengetahuan yang cukup atau informasi dasar ketika memberitakan situasi yang menyangkut kelompok rentan dan ODHA.

Kesalahan informasi bisa mendorong adanya komentar yang tidak pantas, penggunaan istilah yang negatif, sensasionalisasi pelanggaran kerahasiaan dan terus berlangsungnya perlakuan negatif terhadap ODHA dan mereka yang terkena dampaknya, seperti juga terhadap kelompok yang rentan.

9. Tempat Kerja

Kemampuan untuk membiayai hidup dan untuk dipekerjakan adalah merupakan hak dasar manusia. Issu-issu yang berhubungan dengan HIV/AIDS menyangkut pengangkatan dan pemecatan, keamanan karyawan, pemecatan yang tidak adil, asuransi kesehatan, absen dari kerja untuk tujuan kesehatan, alokasi kerja, lingkungan yang aman, gaji dan tunjangan, perlakuan atasan dan rekan kerja, skining HIV untuk semua karyawan, promosi dan pelatihan.Seringkali pemikiran di balik issu-issu terkait ini adalah adanya kepercayaan bahwa tidak ada gunanya menginvestasi uang pada seseorang yang akhirnya toh akan meninggal. Tidak adanya kebijakan perekrutan adalah kondisi rumit yang seringkali terabaikan.

2.10.4. Ketakutan Akan Stigma dan Diskriminasi, Kendala Utama Penanganan HIV/AIDS

Masyarakat masih memberikan stigma dan diskriminasi kepada penderita HIV

/AIDS. Faktor-faktor yang menimbulkan stigma dan diskriminasi di masyarakat

adalah karena penyakit HIV / AIDS dapat mengancam jiwa, informasi yang kurang

(51)

tepat mengenai penyakit HIV / AIDS dan adanya kepercayaan dimasyarakat bahwa penyakit ini adalah merupakan suatu “hukuman” atas perbuatan yang melanggar moral atau tidak bertanggungjawab sehingga penderita HIV / AIDS itu “pantas”

untuk menerima perlakuan-perlakuan yang tidak selayaknya mereka dapatkan. Adanya ketakutan, stigmatisasi dan diskriminasi menimbulkan dampak penolakan dari masyarakat bahkan penolakan dari akses pendidikan dan kesehatan.

Tindakan penolakan itu bisa berupa sekedar ucapan hingga berupa penyiksaan psikologis dan fisik yang traumatis. Trauma yang diterima penderita HIV menjadi bertumpuk-tumpuk, selain trauma karena tahu yang akan terjadi pada tubuhnya bila menderita HIV, juga trauma karena adanya stigma dan diskriminasi yang melekat terus sepanjang hidupnya (Wikipedia 2011).

Ketakutan tidak diterima masyarakat dan ditolak dimana-mana bisa menghambat kemauan para resiko tinggi menderita HIV dan orang yang dicurigai menderita HIV untuk dilakukan pemeriksaan. Mereka tidak ingin tahu dan tidak mau tahu kalau mereka menderita HIV. Padahal kemauan secara sadar untuk mendatangi fasilitas untuk mengetes positif tidaknya orang ini sangat dibutuhkan saat ini.

Perkembangan di bidang kesehatan memberikan kemudahan pengetesan HIV yang

sebanding dengan pengetesan gula darah, dimana Rapid Test HIV dapat dilakukan

hanya dengan menggunakan sedikit darah dapat dilakukan ditingkat Puskesmas

tertentu. Akan menjadi percuma dibangunnya klinik VCT di tiap RSUD dan

puskesmas berbasis reproduksi bila stigma dan diskriminasi masih saja menghantui

para resiko tinggi HIV/AIDS untuk menggunakan fasilitas ini.

(52)

Perkembangan penelitian obat-obatan antiretroviral maupun penelitian obat- obatan peningkat sistem imun mampu mengurangi dampak buruk dari penyakit ini.

Seharusnya, penderita HIV bisa diperlakukan yang sama dengan pengindap virus yang lain. Bukankah virus Flu Babi lebih menakutkan karena bisa menular tanpa adanya kontak fisik sekalipun?. Fakta sudah membuktikan bahwa disaat ini HIV / AIDS sudah menjadi penyakit yang dapat dicegah dan diterapi maka diharapkan perubahan perilaku penolakan, stigma dan diskriminasi akan dapat dikurangi.

2.10.5. Stigma HIV/AIDS Masih Berkutat pada Masalah Seks

Awalnya memang perkembangan HIV/AIDS dikalangan yang suka berganti- ganti pasangan, Homoseksual, dan Pekerja Seks Komersial (PSK) cukup tinggi, tetapi itu terjadi pada tahun sekitar tahun 1970 hingga tahun 1980 an. Sehingga yang terjadi di masyarakat memberikan stigma bahwa yang terkena HIV/ AIDS biasanya juga dari kalangan homoseksual dan PSK. Penularan melalui hubungan seksuallah yang digembar-gemborkan sebagai penyebab utama penyakit HIV/AIDS sehingga kampanye penggunaan kondom dan safe sex pun digalakkan dimana-mana.

Kampanye dan konseling juga dilakukan pada kalangan yang dianggap

beresiko tinggi terhadap penyakit HIV/AIDS ini. Bermunculan LSM dan lembaga-

lembaga milik pemerintah yang menekankan perilaku seksual sebagai penyebab

utama penularan penyakit ini, dan ini masih berlangsung hingga sekarang. Usaha-

usaha yang telah dilakukan antara lain adalah adanya Peer Konseling, Penyuluhan

Kesehatan Reproduksi, Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR),

penyuluhan kepada organisasi yang menampung para homoseksual, skreening kepada

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Angin pasat yang arahnya tetap, dapat menimbulkan arus tetap yang disebut arus khatulistiwa dan bergerak ke arah barat. Ada lima arus khatulistiwa, yaitu satu di Lautan Hindia, dua

Untuk kepentingan pelaksanaan kuasa ini, penerima kuasa berhak baik sendiri-sendiri atau bersama-sama menghadap di muka sidang pengadilan, melakukan

Menurut deskripsi data yang dicantumkan sebelumnya, mahasiswa/i Prodi S1 Teknik Informatika mengatakan bahwa dampak negatif yang mereka alami dari penggunaan

Mahasiswa Baru falur SNMPTN DIVISI IPS Universitas Negeri Yogyakarta Tahun 2012, sebagai:. PENANGGTING JAWAB

Memikirkan hal-hal seperti kebutuhan hidup dan biaya sekolah anak inilah yang membuat tekanan darah saya naik dan kalau sudah punya masalah seperti ini, saya dan suami

Dalam website ini terdapat informasi yang lengkap mengenai negara asal film, kategori, penulis cerita, sutradara, pemain, tanggal rilisnya, sinopsis, jadwal tayang film, judul

Untuk lebih mengenali dan memahami kinerja bahasa pemrograman pascal dan C++, penulis membuat Program Perhitungan Persamaan Regresi yang sederhana. Program tersebut dibuat dengan

Hal ini berarti bahwa: (1) upaya untuk memperoleh kualitas bahan pangan yang baik harus dimulai dari sejak pra-panen sampai pascapanen, dan (2) negara-negara berkembang didiskreditkan