• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI MANYARANG HARI MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Nagari Pandai Sikek Kec. X Koto Kab. Tanah Datar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TRADISI MANYARANG HARI MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Nagari Pandai Sikek Kec. X Koto Kab. Tanah Datar)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Pada Fakultas Syari’ah

Oleh:

NIZAR RAHMAN NIM: 1111.033

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSYYIAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )

BUKITINGGI 1437 H / 2016 M

(2)

Skripsi dengan judul: “TRADISI MANYARANG HARI MENURUT HUKUM ISLAM” (Studi Kasus di Nagari Pandai Sikek)” yang disusun oleh:

NIZAR RAHMAN, NIM: 1111.033 telah memenuhi persyaratan ilmiah dan disetujui untuk diajukan ke Sidang Munaqasyah.

Demikianlah persetujuan ini diberikan untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Bukittinggi, 4 Agustus 2016

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. ZUL EFENDI, M.Ag NIP. 196008061910310001

MUHAMMAD RIDHO, LC, M.Ag NIP.197709162005011005

(3)

iii

Skripsi ini berbicara tentang “TRADISI MANYARANG HARI MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Kasus Di Nagari Pandai Sikek)”. ditulis oleh : NIZAR RAHMAN, NIM. 1111.033. Maksud dari judul ini adalah bagaimana Menurut Hukum Islam terhadap Manyarang Hari yang biasa dilakukan oleh masyarakat Nagari Pandai Sikek, Kec. X Koto, Kab. Tanah Datar di dalam pelaksanaan suatu acara adat.

Adapun yang menjadi motivasi penulis dalam meneliti judul di atas adalah karena suatu fenomena yang ada dalam masyarakat di Nagari Pandai Sikek Kec.

X Koto Kab. Tanah Datar yang mana dalam pelaksanaan suatu acara baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil selalu melakukan Manyarang Hari sebagai antisipasi dan demi kelancaran acara tersebut.

Dalam artian mereka selalu meminta pertolongan kepada dukun dalam pelaksanaan suatu acara. Di dalam Hukum Islam tidak ada aturan yang mengatur bahwa setiap orang yang akan melaksanakan suatu perayaan meminta bantuan kepada dukun yang dianggap pintar atau orang yang dianggap dipercayai sebagai pawang. Akan tetapi Allah menyuruh dan memerintahkan kepada umat muslim agar meminta pertolongan atau memohon kepada Allah SWT. Oleh karena itu perlu diteliti bagaimana sebenarnya tradisi manyarang hari menurut hukum Islam di Nagari Pandai Sikek.

Dalam menjawab permasalahan ini, penulis mengumpulkan bahan atau data berdasarkan penelitian lapangan (field research), yaitu penulis langsung kelapangan untuk mengamati sekaligus mengumpulkan data yang dapat menunjang serta hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas, dan setelah itu menganalisanya memakai metode induktif, deduktif.

Hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa tradisi manyarang hari di Nagari Pandai Sikek merupakan suatu adat istiadat yang dapat membawa kemudharatan yang besar kepada umat karna termasuk ke dalam ‘urf fasik, hal ini disebabkan tradisi manyarang hari dapat merusak aqidah umat Islam khususnya masyarakat Nagari Pandai Sikek. Jadi secara hukum tradisi manyarang hari dapat dianggap sebagai perbuatan syirik yang diharamkan dalam agama Islam.

(4)

iv

ﻢﻴﺣﺮﻟا ﻦﻤﺣﺮﻟا ﷲا ﻢﺴﺑ

Segala puji dan syukur penulis aturkan kehadiarat Allah SWT, yang telah melimpahkan hidayah dan ‘inayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Shalawat beriringan salam semoga senantiasa tercurah buat Arwah Nabi Muhammad SAW jujungan umat islam, beserta keluarga, sahabat, tabi’in dan para pengemban misi Islam, yang telah membawa cahaya kebenaran, menyampaikan serta mengembangakan risalah Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhoi Allah SWT di permukaan bumi ini.

Penghargaan dan cinta terbesar penulis tujukan kepada Ayahnda (RAMAWI) serta Ibunda (Alm. ASRALAILI) yang telah memberikan segenap cinta dan kasih sayang serta pengorbanan yang tiada tara, baik moril maupun materil dalam melaksanakan tugas belajar sampai saat ini. dan juga ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ibuk Rektor dan Bapak/Ibuk Wakil Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukitinggi beserta segenap jajarannya.

2. Bapak Dekan beserta Bapak/Ibuk Wakil Dekan Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Bukitinggi.

3. Bapak Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Bukitinggi.

(5)

v

memberikan arahan dan bimbingan serta dorongan yang berharga dengan segenap kesungguhan kepada penulis selama menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Kepada seluruh Bapak/Ibuk Dosen Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Bukitinggi, khususnya Bapak Dr.Ismail Novel, M.Ag selaku penasehat akademik (PA) yang telah membimbing serta membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama menjalani tugas perkuliahan di Institut Agama Islam Negeri ( Iain ) Bukitinggi.

6. Bapak Wali Nagari beserta segenap masyarakat Nagari Pandai Sikek yang telah banyak membantu dan memberikan informasi selama penulis melaksanakan penelitian.

Serta yang tidak melupakan kepada kawan-kawan seperjuangan dan sahabat sekeluarga yang telah ikut membantu penulis dengan segenap motivasi serta sumbangan pemikiran selama dalam menyelesaikan tugas perkuliahan.

Semoga Allah SWT membalas amal dan kebaikan kita semua dengan balasan yang berlipat ganda dan semoga skripsi ini bermamfaat.

Bukitinggi, 4 Agustus 2016 Penulis

Nizar Rahman

(6)

vi

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ……… ... 1

B. Rumusan dan Batasan Masalah ……… 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………... 11

D. Definisi Operasional ………... 12

E. Metode Penelitian ………... 13

F. Sistematika Penulisan ………... 15

BAB II : LANDASAN TEORITIS ... ... 16

A. Pengertian ‘urf dan Adat Islam ………... 16

B. Macam-macam ‘urf dan Adat dalam Islam ……… ... 23

C. Syarat ‘urf dalam Islam ………... ... 30

(7)

vii

F. Macam-macam Maslahah ………... 42

BAB III : HASIL PENELITIAN ... 51

A. Sekilas Monografi Nagari Pandai Sikek ………. 51

B. Tradisi Manyarang hari di Nagari Pandai Sikek ……….... 56

C. Pekerjaan Dukun dalam Manyarang Hari ………... 65

D. Manyarang Hari dalam Acara Adat di Nagari Pandai Sikek ……… ... 66

E. Pendapat Alim Ulama dan Masyarakat di Nagari Pandai Sikek …….... 71

F. Tinjauan Hukum Islam tentang Tradisi Manyarang Hari di Nagari Pandai Sikek ... 73

BAB IV PENUTUP ... 79

A. Kesimpulan ………... 79

B. Saran-saran ………... 80 LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR KEPUSTAKAAN

(8)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya semua makhluk hidup diciptakan hanya untuk menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan hal yang sangat penting ditanamkan dalam diri.

Dengan kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa akan menyadarkan bahwa segala yang ada baik alam semesta maupun isinya adalah bersumber dari Tuhan. Orang yang tidak memiliki kepercayaan akan merasa ragu, bimbang, khawatir, serta yang lainnya.Percaya kepada Allah merupakan buah pengetahuan. Jika seseorang mengetahui Allah dengan sebenar-benarnya, tentu dia akan percaya kepada-Nya secara utuh, jiwanya menjadi tenang dan hatinya menjadi tentram. Firman Allah SWT Q.S AL Fatihah ayat 5 :











Artinya : Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.

Firman Allah dalam QS. An-nisa’ ayat 48 :











































(9)

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh Ia Telah berbuat dosa yang besar.” (QS. 2:48)

Dari ayat diatas menjelaskan bahwa umat yang beragama Islam hanya menyembah kepada Allah yang Maha Esa dan hanya kepada-Nya meminta pertolongan. Manusia secara fitrahnya merupakan makhluk yang memilih kemampuan untuk beragama dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk.

Gambarannya adalah percaya kepada keluasan ilmu-Nya, kesempurnaan hikmah-Nya, kelapangan rahmat-Nya, keumumam kekuasaan-Nya, kebebasan kehendak-Nya. Dia lebih mengetahui kemashalatan umat-Nya dari pada umat-Nya sendiri.1

Agama adalah sebagai wadah untuk mempercayai dan meyakini keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan itu. Orang yang percaya akan memiliki kepasrahan dalam dirinya.

Sehingga orang tersebut akan memiliki kepastian dalam hidupnya.

Meyakini dan mempelajari sifat-sifat Tuhan yang serba maha, maka sebagai manusia akan semakin merasakan dan menyadari bahwa manusia sesungguhnya penuh dengan keterbatasan. Dengan keyakinan terhadap Tuhan maka manusia akan dapat memperkecil bahkan menghilangkan rasa egoisme yang sering menyesatkan hidupnya2.

Harun Nasution memberikan tentang bagai mana sebenarnnya agama dalam diri manusia yaitu sebagai berikut :

1Yusuf Al-Qardhawi, Tawakal, Cet. 1, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 1996), hal 155.

2M Abdullah Yatimin, Studi Islam Kontenporer, Cet. 1, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2006), hal 37.

(10)

1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.

2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.

3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berda di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.

4. Kepercayan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu .

5. Suatu sitem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib.

6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber dari kekuatan gaib.

7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari persaaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.

8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan dari Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.3

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa semuanya itu tidak terlepas dari respon manusia itu sendiri terhadap kekuatan selain kekuatan manusia itu sendiri. Kebutuhan manusia terhadap agama, dalam arti kebutuhan manusia akan adanya Tuhan dan peraturan-peraturan yang berasal dari-Nya, dapat dilihat dari dua sifat

3Abudin Nata, Al-quran dan Hadist (Dirasah Islamiyah I) PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,1993, hlm.7

(11)

dasar yang dimiliki manusia, yaitu keadaan psikologis dan sosialogis.

Secara psikologis manusia memiliki perasaan akan adanya suatu yang menguasai alam dan dirinya, yaitu suatu yang mengatur dan menyusun peredaran alam ini. Dia menjadikan segala sesuatu dan memiliharanya. Dia berkuasa atas segala sesuatu.

Secara naluri manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah,dan berbagai macam bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu dan ini dialami setiap manusia.

Pada manusia primitif kondisi ini menimbulkan kepercayaan animisme dan dinamisme. Perbuatan yang merupakan bentuk penghormatan pada tuhannya dapat berupa4:

1. Sesajian pada pohon-pohon besar, batu, gunung dan lain-lain.

2. Pantangan (hal tabu), yaitu perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan yang dapat di anggap mengundang murka kepada kekuatan yang di anggap maha itu.

3. Menjaga dan mengobati kemurkaan yang ditimbulkan akibat ulah manusia, misalnya upacara persembahan dan mengorbankan sesuatu yang di anggap berharga.

Manusia secara insting dan naluriah akan berbuat semacam itu

4Bapak St. Talembang Alam, Wawancara Pribadi, Tokoh Masyarakat Pandai Sikek 26-03- 2015

(12)

sebagai ungkapan jiwanya yang pada fitrahnya adalah suci, bertuhan, dan mengakui kebenaran.

Dalam syariat Islam yang bersumber pada al-Qur'an dan Sunnah menetapkan titik tolak pengakuan dan kehadiran bahwa tiada Tuhan selain Allah5.





















Artinya: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melaikan Dia, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”(QS : Al-Baqarah : 163)

Untuk itu manusia diperintahkan mengagungkan dan menyucikan- Nya. Disisi lain manusia dikatakan sebagai makhluk sosial artinya manusia tidak dapat hidup dan berkembang dengan baik tanpa bantuan manusia lain.

Agama merupakan risalah yang disampaikan Allah kepada para Nabi-Nya untuk peringatan kepada manusia. Memberi petunjuk sebagai hukum-hukum yang sempurna untuk dipergunakan dalam menyelengarakan tata hidup yang nyata. Mengatur tanggung jawab kepada Allah, kepada masyarakat dan alam sekitar.6

Segala sesuatu di alam ini yang terjadi, baik di langit dan dibumi semua itu kekuasaan Allah Ta’ala dan perbuatan-Nya, dan tidak ada satupun selain Allah Ta’ala yang menentang keputusan-Nya, dan Allah

5Departemen Agama Republik Indonesia Jkt. Al-Quran dan Terjemahan, (Bandung : Gema Risalah Pres). Refisi 1992

6 Sahilun A.Nasir, Pokok-pokok Pendidikan Agama Islam,(Surabaya: al-Ikhlas. 1984) hal.37

(13)

Ta’ala telah mengabarkan kepada para hambaNya melalui kitab-kitab- Nya dan rasul-rasul-Nya bahwa menciptakan dan menentukan suatu adalah hak-Nya. Firman Allah SWT Q.S Al A’raf ayat 57 :





























































Artinya : “Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan);

hingga apabila angin itu Telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan, seperti Itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.”(Q.S Al A’raf : 57)7

Demikian juga, semua orang tahu bahwa yang menciptakan air, membagi-baginya, menurunkannya ke bumi dan menghentikan hujan itu adalah kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tidak ada yang mengingkari hal ini kecuali orang yang ada bibit kesombongan dalam dirinya atau ia telah menodai kefitrahannya.

Sebagaimana sabda Rasul SAW :

ﺔﯿﻔﺻ ﻦﻋ ﺪﯿﺒﻋ ﻲﺑا ﺖﻨﺑ ﻲھ)

( ص ﻲﺒﻨﻟا خاوزا ﺾﻌﺑ ﻦﻋ ﻦﻋ ﮫﻟﺎﺴﻓ ﺎﻓاﺰﻋ ﻰﺗا ﻦﻣ لﺎﻗ م.

ﺔﻠﯿﻟ ﻦﯿﻌﺑرا ةﻼﺻ ﮫﻟ ﻞﺒﻘﺗ ﻢﻟ ﺊﺷ )

ﻢﻠﺴﻣ هور (

Artinya : “siapa yang mendatangi “al-Araf” kemudian mereka menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidaklah diterima shalatnya selama empat puluh hari. (HR Muslim).”

7Departemen Agama Republik Indonesia jkt. Al-Quran dan Terjemahan, (Bandung : Gema Risalah Pres). Refisi 1992

(14)

Seperti yang terjadi di Kenagarian Pandai Sikek khususnya setiap acara yang diadakan, apakah itu proses ritual adat seperti pengangkatan penghulu adat (mangangkek datuak), konser-konser musik, pertunjukan orkestra, shooting sinetron/film, acara peresmian, karnaval, parade, sampai demonstrasi, kampanye, pertandingan olah raga/kompetisi sepakbola, turnamen, kejuaraan, festival seni budaya, bahkan sampai penyelesaian proyek-proyek kecil/proyek raksasa agar sesuai target, outbond, outdoor wedding, tidak lupa walimah pernikahan (pesta perkawinan) banyak menggunakan jasa pelaku praktik Manyarang Hari, dan acara yang dianggap penting di Nagari Pandai Sikek8.

Adapun fenomena tradisi Manyarang Hari yang banyak muncul belakang ini khususnya di Nagari Pandai Sikek yang kebanyakan kultur budaya dan peradaban kehidupannya dilatar belakangi paham animisme, sehingga terkadang masih membekas keinginan untuk mendapat kekuatan dan kesuksesan dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh syari’at Allah Ta’ala.

Diantaranya peraktek Manyarang Hari ini, dengan memindahkan atau mengusir hujan agar tidak turun di tempat acaranya, seakan-akan semua hujan dianggap malapetaka yang dapat merusak acara-acara mereka sehingga harus disingkirkan.

Ironinya jasa dari pelaku yang oleh masyarakat setempat diberikan kepercayaan untuk manyarang hari ini, yang tanpa rasa segan dan malu

8Bapak St. Talembang Alam, Wawancara Pribadi, Tokoh Masyarakat Pandai Sikek 26-03- 2015

(15)

mempromosikan keahliannya dapat memindahkan hujan atau mengusir hujan dari satu tempat ke tempat lain sesuai keinginan kliennya9.

Sebelum menjustifikasi perbuatan ini menurut hukum Allah Ta’ala di dalam pandangan syari’at Islam, ada beberapa hal yang harus diuraikan, diantaranya :

Siapakah yang menurunkan hujan?, dan apa tujuanya?.

Jelas, seorang yang beriman akan meyakini bahwa Allah Ta’ala yang telah menurunkan hujan, dengan perintah-Nya kepada sebagian makhluk ciptaanNya untuk melakukan apa yang dikehendaki Allah Ta’ala dengan proses evolusi dari satu keadaan kemudian berubah dengan keadaan lain hingga terjadilah hujan, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

 ...

















Artinya: “…Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.

Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”. (QS.Al A’raf54)10

Dapat dipahami, bahwa ini semua dibawah kehendak Allah Ta’ala dan tidak ada sesuatupun yang bisa menentangNya, maka mungkinkah kita masih meyakini bahwa ada selain Allah Ta’ala yang mampu menghalangi kehendak-Nya untuk menurunkan hujan kepada makhluk- Nya.

Setelah diketahui bahwa hujan itu ada dua keadaan, hujan yang membawa rahmat dan hujan yang membawa adzab. Walaupun pada

9Bapak St. Talembang Alam, Wawancara Pribadi, Tokoh Masyarakat Pandai Sikek 26- 03-2015

10Departemen Agama Republik Indonesia jkt. Al-Quran dan Terjemahan, (Bandung : Gema Risalah Pres). Refisi 1992

(16)

asalnya hal ini belum bisa dihukumi secara pasti hanya sekedar melihat turunnya hujan, sehingga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam apabila melihat hujan maka beliau meminta rahmat dan manfaat hujan tersebut lebih dahulu.

Kalau pun beliau melihat tanda-tanda bahaya dari hujan yang akan datang semisal: angin yang sangat kencang, awan yang sangat hitam, maka beliau akan berdoa agar angin itu membawa kebaikan dan berlindung kepada Allah Ta’ala dari keburukan yang dibawa angin tersebut maka Beliau akan berdo’a kepada Allah SWT.Sebagai mana firman Allah dalam QS Luqman ayat 34 :

























































Artinya : Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.11

Jelas jauh beda dengan perbuatan para pelaku praktek Manyarang Hari yang tidak perduli, “pokoknya hujan jangan turun atau di pindahkan”. Karena rasa takut mereka bukan dengan azab Allah yang dibawa angin atau pun hujan menimpa umat ini, akan tetapi mereka takut

11A. Mudjab Mahali, Kajian Tentang Keimanan Dan Keislaman Menurut Al-Quran Dan Hadist, (Jakarta: Pustaka Al-husna. 1994), hal. 47

(17)

hujan membatalkan acara kliennya, atau takut malu, tidak dibayar, jelas sekali bahwa ini perbuatan mengingkari dan menyelisihi tuntunan Nabi.

Dari persoalan yang penulis paparkan di atas maka penulis tertarik untuk membahasnya lebih dalam dan akan dideskripsikan dalam bentuk karya ilmiah yang berjudul “TRADISI MANYARANG HARI MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Nagari Pandai Sikek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar)”

B. Rumusan Masalah

Dari dasar pemikiran di atas, maka penulis dapat menarik pokok permasalahan yakni sebagai berikut: bagaimanakah Tradisi Manyarang Hari Menurut Hukum Islam Di Kanagarian Pandai Sikek.

C. Batasan masalah

Manyarang hari merupakan fenomena yang terjadi di Nagari Pandai Sikek, oleh karena itu penulis melakukan penelitian untuk mengupas permasalahan tersebut. Pembahasan yang akan dibahas adalah manyarang hari dalam acara adat.

Berhubungan karena permasalahan ini terlalu luas dan tidak memungkinkan penulis untuk meneliti masyarakat Pandai Sikek secara keseluruhan, maka penulis hanya meminta pendapat, pandangan, dan tanggapan yang merupakan elemen penting dalam masyarakat yaitu: Alim ulama dan beberapa tokoh masyarakat dan masyarakat tentang tradisi manyarang hari.

(18)

D. Tujuan dan kegunaan penelitian

Setiap peneliti yang melakukan penelitian sudah tentu memiliki tujuan dan kegunaan dari penelitian yang dilakukannya. Oleh sebab itu tujuan dan kegunaan penelitian ini :

1. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah agar penulis mengetahui bagaimana tradisi manyarang hari menurut hukum Islam.

2. Kegunaan penelitian a. Kegunaan ilmiah

Yaitu hasil penelitian ini akan dapat menyumbangkan ilmu pengetahuan dalam pengembangan ilmu hukum tentang masalah praktek manyarang hari di Nagari Pandai Sikek, serta dapat juga secara umum sebagai sumbangan bagi ilmuwan atau dapat sebagai bahan bacaan bagi pendidik dan dosen di bidang hukum perdata Islam dan bidang hukum adat khususnya.

b. Manfaat praktis

Secara praktis dalam hal ini bermanfaat bagi pemecahan dengan solusi yang tepat bila timbul konflik tentang Manyarang Hari di Kenagarian Pandai Sikek Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar.

c. Akademis

Untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum Islam di Fakultas Syariah.

(19)

E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi ketidak pengertian atau kesalah pahaman dalam memahami judul skripsi di atas, maka penulis mengemukakan tentang istilah yang terdapat pada judul di atas:

Tradisi : Adat kebiasaan turun temurun yang masih dijalankan oleh masyarakat.12

Manyarang Hari : Manyarang Hari merupakan bahasa Minang dan jika diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti Pawang Hujan. (Pawang) yaitu orang mempunyai keahlian istimewa yang bertalian dengan ilmu gaib.13

Pandai Sikek : Adalah sebuah nagari yang terletak di Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan atau field research14 atau riset lapangan yaitu riset yang dilakuakn dengan jalan mendatangi pelaku praktik manyarang hari, jadi usaha pengumplan data di lakukan langsung dengan mendekati para responden dengan

12Meity Taqdir Qodratillah.dkk,Kamus Bahasa Indonesia untuk Belajar, (Jakarta;Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahas, 2011), hal : 567

13Meity Taqdir Qodratillah.dkk ..., hal : 396

14Haris Herdiansyah,Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Sosial, (Jakarta:Salemba Humanika) Cet 3 thn 2014

(20)

jalan obserfasi 2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Nagari Pandai Sikek Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar. Alasan penulis melakukan penelitian ini adalah karena penulis menemukan permasalahan yang perlu untuk dibahas dan dipecahkan, yaitu mengkaji tentang bagaimana hukum manyarang hari dalam Islam.

3. Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi ia mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Ia berkewajiban secara suka rela menjadi anggota tim peneliti walaupun bersifat informan. Sebagai anggota tim dengan kebaikan dan kesukarelaanya, ia dapat memberikan pandangan tentang nilai-nilai sikap, agama, dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat.

Adapun yang menjadi kunci informan dalam penelitian ini adalah alim ulama, dan masyarakat Pandai Sikek.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini penulis menggunakan :

a. Wawancara : wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu permasalahan, ini merupakan proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik. Wawancara dapat

(21)

diartikan juga dengan tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.

b. Observasi : observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap suatu gejala yang di teliti. Disini peneliti mengamati secara langsung ke lokasi yang menjadi objek kajian yang akan di teliti. Dalam observasi peneliti harus lebih banyak mengandalkan pengamatan dan ingatan sipeneliti.

5. Teknik Pengelolaan / Analisa Data a. Metode Deduktif

Yaitu metode pembahasan atau penganalisaan yang bersifat umum yang kemudian di arahkan kepada yang bersifat khusus. Deduktif merupakan data yang masih umum dan mempunyai banyak makna atau banyak penafsiran, agar tidak timbul penafsiran yang banyak, maka data tersebut di analisa dan diarahkan kepada yang bersifat khusus untuk menghasilkan suatu kesimpulan.

b. Metode komperatif

Yaitu metode mencari pemecahan suatu masalah yang memulai analisa terhadap faktor-faktor tertentu yang diharapkan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan memadukan suatu faktor dengan faktor lain.

c. Analisa data

Teknik analisa data yang digunakan adalah menelaah seluruh data

(22)

yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara dan observasi G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan memahami dan menelaah skripsi ini bagi pembaca secara keseluruhan, maka di bawah ini akan dikemukakan sistematika pembahasan dan sistematika uraian Bab-Bab yang berdasarkan sub-sub sebagai berikut :

BAB I. Merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, defenisi operasional/judul, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II. Merupakan bab landasan teori yang terdiri dari, pengertian

‘urf dan adat, macam-macam ‘urf atau adat dalam Islam syarat-syarat ‘urf dalam Islam, penyerapan ‘urf atau adat dalam Islam, pengertian maslahah mursalah, macam-macam maslahah, kedudukan maslahah dalam Islam

BAB III. Merupakan hasil penelitian yang terdiri dari monografi Nagari Pandai Sikek, tradisi manyarang hari di Nagari Pandai Sikek, pekerjaan dukun dalam manyarang hari, manayarang hari dalam acara adat, pandangan Alim Ulama dan Masyarakat terhadap manyarang hari, tinjauan hukum Islam.

BAB IV. Merupakan bab terakhir yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.

(23)

BAB II

‘URF DAN MASLAHAH DALAM ISLAM

A. ‘Urf dan Adat Dalam Islam 1. Pengertian ‘urf

‘Urf secara etimologi adalah berasal dari kata ( ﺎﻓرﺎﻋ -فﺮﻌﯾ -فﺮﻋ) yang artinya adalah kebijakan15. Dalam hal ini dapat dikaitkan bahwa prilaku masyarakat yang berlangsung adalah baik menurut masyarakat setempat. Arti lain

‘urf secara etimologi adalah (al-iqraar) yang artinya adalah ketetapan, lawannya

adalah (al-nakri) yang artinya adalah pengingkaraan16. ‘urf juga berarti al- ma’rifah artinya pengetahuan, maksudnya adalah pengetahuan terhadap apa yang dilakukan secara terus menerus.

Definisi ‘urf secara etimologi di atas semua dapat dikaitkan dengan prilaku masyarakat yang dikerjakannya secara baik dan berkelanjutan sehingga perbuatan tersebut mendarah daging dalam kehidupan, pada perkembangan berikutnya menjadi suatu kebiasaan ( tradisi ) yang berbentuk muamalah ( hubungan kepentingan ) yang telah menjadi adat kebiasaan dan telah berlangsung ajang (konsisten ) di tengah masyarakat.17

Terjadinya ‘urf dalam masyarakat adalah secara berangsur-angsur, tahap demi tahap dalam jangka waktu yang panjang, sehingga menjadi suatu kebiasaan dalam membentuk hubungan dengan sesama manusia. Hubungan yang dibentuk disebut adakalanya sesuai dengan ajaran islam serta diterima dengan akal sehat.

15A.W Munawwir, Kamus Bahasa Arab, (Yogyakarta Pustaka Progresif, 1984), h. 920

16Abu Luwis Ma’lif, Al-Munjid Fi Al-Lughah Wa Al-A’lam,(Beirut: Dar Al-Masyik, 1986) h.

500 17Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), h. 416 16

(24)

Kalau dihubungkan dengan pengertian ‘urf secara etimologi diatas, maka hubungan dalam masyarakat yang sudah berlangsung lama sehingga sudah menjadi ketetapan, dan jika dipandang dari segala segi, baik dan masuk akal maka itulah intinya kata-kata ‘urf. Sebaiknya hubungan bermasyarakat yang sudah menjadi kebiasaan tetapi tidak baik dalam pandangan agama serta tidak sesuai dengan hakekat makna ‘urf menurut etimologi tidak dikategorikan ‘urf.

Adapun ‘urf secara terminologi ada beberapa pendapat, diantaranya apa yang disampaikan oleh ulama ushul yang terkenal yaitu Abdul Wahab Khalaf mengemukakan ‘urf adalah suatu yang dikenal oleh orang banyak dan menjadi tradisi mereka baik berupa perkataan, atau perbuatan masyarakat dan sesuatu yang ditinggikan juga disebut dengan ‘urf18.

Dari definisi ini ‘urf terjadi apabila suatu perbuatan atau perkataan yang timbul dalam masyarakat kemudian dikenali oleh orang banyak tampa membedakan stratifikasi sosial mereka seperti : strata pendidikan, ekonomi, pangkat dan keturunan. Kalau sekiranya terjadi kebiasaan yang hanya dipakai atau dikenali oleh segelintir masyarakat maka hal itu tidaklah dinamakan dengan ‘urf dalam pandangan Islam. ‘Urf ini berbeda dengan ijma’ karna sesungguhnya ijma’

terbentuk dari kesepakatan para mujtahid umat islam pada suatu masa setelah Rasulullah SAW wafat atas hukum syara’ mengenai suatu kejadian.

Dalam hal ini jelaslah perbedaannya ijma’ dengan ‘urf, yakni ijma’ bersifat khusus dalam artian khusus bagi para mujtahid dan kesepakatan itu biasa diselingi oleh orang awam, sedangkan ‘urf bersifat umum artinya suatu perbuatan disetujui

18Abdul Wahab Khalaf, ilmu ushul fiqh, penerjemah J Moh Zuhri, DIPL TFL, judul asli “ Ilmu ushul Al-fiqh”, kuawait: dar al-qalam, 1997 ) h. 123

(25)

dan diketahui oleh semua masyarakat yang ikut dalam perbuatan tradisi yang menyangkut dengan syara’, sedangkan adat tidak diawali dengan suatu kasus, tetapi berkembang secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang sangat lama.

Definisi lain tentang ‘urf adalah19

ﺎﻋ ﻣﺟ هد رو لﻌﻓ وا لوﻗ ﻰﻓ مو

“kebiasaan mayoritas kaum baik dalam perkataan atau perbuatan”

Berdasarkan definisi ini, Mustafa Ahmad Al-Zarqa’ (guru besar fiqh islam universitas Amman, Jordania) mengatakan bahwa ‘urf merupakan bagian dari adat, karena adat lebih umum dari ‘urf. Suatu ‘urf menurutnya harus berlaku pada kebanyakan orang di daerah tertentu, bukan pada pribadi tau kelompok tertentu dan ‘urf bukanlah kebiasaan alami sebagai mana yang berlaku pada kebanyakan adat, tetapi muncul dari suatu pemikiran dan pengalaman, seperti kebiasaan mayoritas dari masyarakat pada daerah tertentu yang menetapkan bahwa untuk memenuhi keperluan rumah tangga pada suatu perkawinan biasa diambil dari mas kawin yang diberikan suami dan penetapan ukuran tertentu dalam pejuangan makanan. Contoh lain ‘urf yang terjadi di Nagari Pandai Sikek yaitu tradisi Manyarang Hari dalam suatu acara-acara tertentu yang sudah menjadi kebiasaan oleh mayoritas masyarakat yang berbentuk perbuatan.

Yang dibahas di sini oleh para ulama ushul fiqh dalam kaitannnya dengan salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara’ adalah : ‘urf bukan adat. Selain itu definisi di atas menurut istilah ushuluyyin masih banyak definisi-definisi yang

19Nasrun Harun, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1997 ), h.138

(26)

berhubungan dengan ‘urf ini namun pada dasarnya definisi yang dikemukakannya itu tidaklah menunjukkan perbedaan yang mendasar, pada umumnya pandangan mereka mengandung unsur-unsur yang hampir sama, oleh karna itu dapatlah di ambil kesimpulan bahwa unsur yang sangat penting dalam ‘urf ini adalah:

a. Suatu adat kebiasaan yang telah berlaku di kalangan mayoritas masyarakat tampa memandang strata sossial pendidikan, pangkat keturunan.

b. Kebiasaan itu berupa perbuatan dan perkataan, karena di dalam kehidupan ini perbuatan dan perkataan itulah yang dapat dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT dan manusia yang terlibat di dalamnya.

c. Adat yang berlaku di kalangan mayoritas masyarakat tersebut dipraktekkan secara terus-menerus, kebiasaan yang dilakukan secara kebetulan atau yang bersifat sementara maka tidakalah dinamakan dengan urf.

d. Kebiasaan itu belum mempunyai dalil hukum dan tidak bertentangan dengan dalil syara’. Secara umum perbuatan dan perkataan manusia yang berhubungan dengan Allah SWT dan sesama manusia itu sudah di atur dalam Al-Qur’an dan Hadist. Kemudian melihat perkembangan zaman, banyak terjadinya kebiasaan- kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat, sementara Al-Qur’an dan Hadist tidak membahas secara khusus, oleh karena itu para ulama mengambil hukum dengan ‘urf ini selama tidak bertentangan dengan syari’at.

e. Kalau di amati syari’at yang di turunkan oleh Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW yang menjadi pedoman bagi kita saat ini sebenarnya banyak kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh kaum jahiliyah kemudian ditetapkan sebagai syari’at islam karena tradisinya itu dipandang baik oleh Allah SWT,

(27)

lagi pula Allah SWT tidak akan memberatkan kita dalam agama, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 78 yang berbunyi :



























































































Artinya : “ Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.

(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. dia (Allah) Telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu20, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. dia adalah Pelindungmu, Maka dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong. ( QS Al-Hajj : 78)

Oleh karena itu ulama mazhab Hanafy dan Maliky meriwayatkan bahwa hukum yang ditetapkan berdasarkan ‘urf yang shahih ( benar ) bukan yang fasid ( rusak / cacat ), sama yang ditetapkan berdasarkan dalil syar’i.21

Kemudian pada bagian berikut ini akan di paparkan apa yang dimaksud dengan ‘adat (ةدﺎﻌﻟا). Secara etimologi ‘adat berasal dari kata ‘aadat (دﺎﻋ) yang artinya adalah kembali.22 Sebahagian ahli fiqh tidak setuju menyamakan istilah

‘adat dengan ‘urf. Dari sisi maknanya, ‘adat mengandung arti perulangan, karenanya segala sesuatu yang baru dilakukan satu kali belum dinamakan ‘adat.

20Maksudnya : dalam kitab-kitab yang telah dturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhamad SAW

21Muhammad Abu Zahrah,Ushul Fiqh,… h. 417

22Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus Bahasa Arab,… h. 982

(28)

Namun beberapa kalikah suatu perbuatan yang dilakukan pada sesuatu baru disebut ‘adat tidak pula ada ukuran dan banyaknya, ini tergantung pada bentuk perbuatan yang dilakukan tersebut.

Sementara sesuatu yang dikatakan ‘urf tidak dilihat dari sisi berulang kali suatu perbuatan yang dilakukan, tetapi lebih dilihat dari sisi perbuatan itu telah dikenal, diakui dan diterima oleh masyarakat atau orang banyak.23Pada umumnya para ulama ushul menyatakan bahwa antara ‘adat dan ‘urf itu sama, namun pada kesempatan ini penulis sengaja memaparkan tentang ‘adat dan ‘urf itu sedikit perbedaan yaitu ‘adat bersifat umum sedangkan ‘urf bersifat khusus hal ini sesuai dengan makna aslinya bahwa ‘urf adalah diketahui oleh orang banyak.

Adapun ‘adat secara terminology adalah :

ﺔﯿﻠﻘﻋ ﺔﻗﻼﻋ ﺮﯿﻏ ﻦﻣ رﺮﻜﺘﻨﻤﻟا ﺮﻣﻻا

Artinya : “Sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tampa adanya hubungan rasional”.24

Definisi ini menunjukkan bahwa apabila sesuatu perbuatan dilakukan berulang-ulang menurut hukum akal, tidak dinamakan dengan ‘adat.

Definisi ini juga menunjukan bahwa ‘adat itu mencakup seluruh persoalan yang amat jauh yang menyangkut persoalan pribadi, seperti kebiasaan seseorang dalam tidur, makan dan mengosumsi jenis makanan tertentu, atau permasalahan yang menyangkut orang banyak, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan hasil pemikiran yang baik dan yang buruk. ‘adat juga biasa muncul dari sebab alami, seperti cepatnya seseorang anak menjadi baligh di daerah tropis atau cepatnya

23Fidaus, Ushul Fiqh, (Jakarta: Zikrullah Hakim, 2004) h. 96: lihat juga Amir Syarifuddin, (Jakarta: logis, 1999),jilit II, h. 363

24Nasrun Haroen, Ushul Fiqh I,…, h. 138

(29)

tanaman berbuah di daerah tropis, dan untuk didaerah dingin terjadi kelambatan tanaman berbuah, di samping itu ‘adat juga bias muncul dari hawa nafsu dan kerusakan akhlak, seperti korupsi, sebagaimana ‘adat juga bisa muncul dari kasus- kasus tertentu seperti perubahan budaya suatu daerah disebabkan oleh budaya asing.

Definisi lain tentang ‘adat adalah sebagaimana yang tercantum oleh Muhammad Hasbi Ash-Shadiqy dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Islam yang berbunyi :

ىﺮﺧا ﺪﻌﯾ ةﺮﻣ ﮫﯿﻟا ودﺎﻋ و ﻞﻘﻌﻟا ﻢﻜﺣ ﺪﻨﻋ ﮫﯿﻠﻋ سﺎﻨﻟا ﺮﻤﺘﺳاﺎﻣ

Artinya : “sesuatu yang dikehendaki manusia menurut hukum akal dan mereka kembali terus menerus”.25

Definisi ini yang dikehendaki manusia, berarti suatu perbuatan yang terjadi secara tiba-tiba atau terpaksa maka hal itu tidak termasuk dalam kategori ‘adat, begitu juga perbuataan yang dilakukan secara tidak sadar maka juga tidak dinamakan ‘adat. kemudian dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang, kalau sekiranya hanya berlaku atau terjadi satu kali menurut definisi ini tidak termasuk ‘adat. Dalam hal ini berarti ‘adat juga bisa mempuyai persamaan dengan

‘urf karena ‘adat dilakukan secara berulang-ulang secara tidak langsung dikenali

oleh orang banyak.

Oleh sebab itu dari pengertian ‘urf dan ‘adat ada persamaan dan ada juga sedikit perbedaan, tetapi kalau bandingkan antara persamaaan dan perbedaan, maka banyak persamaan antara keduanya, tidaklah salah kiranya para ulama

25Muhammad Hasbi Ash Shadiqy, Pengatar Hukum Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1997), h. 226

(30)

memberikan gambaran tentang ‘urf dan ‘adat menyatakan antara keduanya adalah sama.

2. Macam-macam ‘urf atau ‘adat dalam islam

Para ulama ushul fiqh membagi ‘urf kepada dua macam yaitu26:

a. Dari segi objeknya, ‘urf dibagi kepada : al-‘urf al-lafzhi (kebiasaan yang menyangkut dengan ungkapan) dan al-‘urf ‘Amali ( kebiasaan yang berbentuk perbuatan).

1) Al-‘urf al-lafzhi (ﻰظﻔﻠﻟا فرﻌﻟا) adalah kebiasaan masyarakat dalam menggunakan lafazd/ ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas dari pikiran masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa kehidupan bermayarakat mempunyai bermacam-macam makna dan maksud suatu lafazd atau ungkapan, kadang-kadang lafaz atau ungkapannya sama tetapi maksudnya berbeda dalam penerapan, hal ini disebabkan oleh kebiasaan suatu daerah dalam memahami lafaz atau ungkapan, seperti daerah minang, lafaz inyiak di daerah Pandai Sikek berbeda maksudnya dengan daerah Bukittinggi, yang mana maksud inyiak dn hal yang daerah Pandai Sikek yaitu yang berhubungan dengan hal yang ghaib yaitu yang berupa harimau sedangkan inyiak di daerah Bukittinggi (Kurai) yaitu maksudnya adalah penghulu (kaum Datuak), pada hal lafaz antara keduanya adalah sama. Perbedaan pemahaman atau tujuan itu tergantung dengan kebiasaan suatu daerah.

Misalnya yang lain seperti ungkapan “daging” yang berarti daging sapi, pada hal kata-kata “daging” mencakup seluruh daging yang ada. Apabila

26Nasroen Haroen, Ushul Fiqh I,… h. 26

(31)

seseorang mendatangi penjual daging, sedangkan penjual itu memiliki berbagai macam daging, lalu pembeli mengatakan “saya beli daging satu kilogram”

pedagang itu langsung memberikan daging sapi, karena kebiasaan masyarakat.

Begitu juga kata-kata “kampuah” di Bukittinggi berbeda maksudnya dengan

“kampuah” di daerah Koto Sani, yang artinya kain panjang yang biasanya digunakan untuk mengendong bayi, sedangkan di daerah Bukitinggi artinya adalah sudah matang atau sudah masak.

Apabila dalam memahami ungkapan itu diperlukan indikator lain, maka tidak dinamakan ‘urf, misalnya seseorang dalam hal keadaan marah dan tangannya ada sebuah tongkat kecil, seraya berkata “jika saya bertemu dia maka akan saya bunuh dengan tongkat ini” dari ucapannya ini bahwa yang dimaksud dengan membunuh tersebut adalah memukulnya dengan tongkat. Ungkapan ini menurut Abdul Aziz al-Khayadh (guru besar fiqh di Universitas, Jordania) tidak dinamakan dengan ‘urf akan tetapi termasuk dalam kategori majaz (metafora).27 2) Al-‘urf al-Amali (ﻰﻠﻣﻌﻟا فرﻌﻟا) adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan

dengan perbuatan biasa atau muamalah keperdataan. Yang dimaksud perbuatan biasa adalah perbuatan masyarakat dalam masalah kehidupan yang tidak berkaitan dengan kepentingan orang lain, seperti kebiasaan libur kerja pada hari-hari tertentu dalam satu minggu, kebiasaan masyarakat tertentu memakan makanan khusus atau minuman-minuman tertentu dan kebiasaan masyarakat dalam memakai pakaian tertentu dalam acara-acara khusus.

27Nasroen Haroen, Ushul Fiqh I,…, h. 35

(32)

Perbuatan biasa yang dilakukan oleh masyarakat ini tentu bukan seluruhnya yang menjadi cakupan ‘urf, karena ‘urf yang dimaksud tentang kebiasaan yang membawa mamfaat dan menghindari kemudharatan bagi kehidupan manusia, seperti minuman umpamanya, kalau sekiranya minuman itu berdampak negatif terhadap dirinya maka hal itu tidak digolongkan kepada ‘urf yang diredhoi oleh Allah SWT, untuk penjelasan lebih luas akan di paparkan pada bagian berikutnya.

Adapun yang berkaitan dengan muamalah perdata adalah kebiasaan masyarakat dalam melakukan adat/ transaksi dengan cara tertentu, misalnya kebiasaan masyarakat dalam berjual beli bahwa barang-barang yang dibeli itu di antarkan kerumah pembeli oleh penjualnya. Apabila barang yang dibeli itu berat dan besar , seperti kulkas dan peralatan rumah tangga lainnya tampa dibebani biaya tambahan.

Contoh lain tentang adat ini, seperti menyewa mobil yang mana antara penumpang dengan yang mempunyai mobil tidak ada akad yang jelas, seorang penumpang menstop mobil lalu penumpang itu turun dan membayar uang. Pada hal dalam syari’at islam untuk sewa-menyewa ada akad yang jelas, dan karena perbuatan akad yang sudah dilakukan secara ‘adat atau ‘urf dalam masyarakat menjadi suatu hukum yang berlaku untuk masyarakat yang bersangkutan.

Kemudian termasuk juga dalam ‘urf ’amali ini, kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap acara-acara tertentu yang berhubungan dengan orang lain, seperti melakukan manyarang hari yang dilaksanakan ketika ada acara yang menyangkut kepentingan individu ataupun masyarakat banyak. Dalam pelaksanaan hal ini di sebut dengan ‘urf ‘amali. Asalkan perbuatan itu baik dan

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat memperbaiki hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen yang diyakini dapat

Bullying Motivation Among High School and College Student in Three Big Cities in Indonesia) SKRIPSI ANDY HERLAMBANG 0804007011 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK

• Jawablah setiap pertanyaan dengan jujur sesuai dengan kondisi anda, setidaknya yang paling mendekati, karena pertanyaan akan berulang di nomor-nomor berikutnya,

Misi Pembangunan Kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan

meletakan telapak tangan pada bawah pusat sambil menekannya lalu memutar searah jarum jam sampai terasa keras. Ibu melakukan cara tersebut dengan baik dan benar. 3)

Adanya dorongan meneran,tekanan pada anus, perineum menonjol, vulva terbuka, serta pengeluaran lendir darah bertambah banyak. Pemeriksaan dalam: v/v tak ada

 Pilih level : menu ini dapat dipilih jika aplikasi pernah dimainkan dan telah melewati paling sedikit 2 level untuk dapat memilih atau mengulang level yang

Hasil penelitian ini juga tidak konsisten dengan penelitian Suhandari Sugiono (2013) yang menyatakan bahwa secara parsial Belanja Modal berpengaruh terhadap Kemandirian