Rini Juliani, 2015
Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
F. Struktur Organisasi Skripsi ... 5
BAB II PEMBELAJARAN SAINS PADA TOPIK LISTRIK DINAMIS A. Literasi Sains ... 6
B. Domain Literasi Sains ... 9
C. Analisis Beberapa Kurikulum Terkait Topik Listrik Dinamis ... 17
D. Pembelajaran Sains ... 26
Rini Juliani, 2015
Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B. Bagan Alur Penelitian ... 29
C. Populasi dan Sampel ... 31
D. Instrumen Penelitian ... 31
E. Analisis Data ... 32
1. Analisis Butir Soal hasil Uji Coba ... 32
2. Analisis Tes Literasi Sains ... 39
3. Analisis Angket ... 40
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Profil ... 41
1. Profil Capaian Kompetensi Ilmiah Peserta Didik ... 41
2. Profil Capaian Pengetahuan Ilmiah Peserta Didik ... 46
B. Analisis Pembelajaran ... 48
C. Pembahasan ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 65
Rini Juliani, 2015
Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dewasa ini masyarakat sangat bergantung pada teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan (sains). Sains menjadi salah satu kunci menghadapi tantangan
di masa depan dan sains dapat mempermudah kehidupan manusia dalam memecahkan hampir setiap permasalahan. Oleh karena itu, dunia pendidikan
dituntut untuk membentuk individu yang peka akan potensi diri dalam memahami
dan menggunakan sains, serta mengaplikasikanya terhadap permasalahan dalam
kehidupan, dengan kata lain setiap individu harus berliterasi sains. Individu yang
tidak berliterasi sains akan sulit bersaing dalam kehidupan di masa depan, karena
penguasaan literasi sains (LS) dan teknologi oleh setiap individu akan
memberikan peluang lebih besar untuk penyesuaian diri dalam kehidupan yang
perkembangannya semakin pesat (Firman, 2007).
Rychen dan Salganik (2003, hal. 10) mengungkapkan bahwa LS dianggap
sebagai kompetensi kunci dan didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan pengetahuan secara interaktif, pemahaman tentang bagaimana ilmu
pengetahuan mengubah cara beradaptasi seseorang, mengubah pola pikir agar mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan sains, dan menggunakan
hal tersebut untuk memecahkan permasalahan serta mencapai tujuan yang lebih
luas. Dalam pengukurannya terdapat empat dimensi besar LS yakni domain pengetahuan, kompetensi, konteks dan sikap sains (OECD, 2013, hal. 5).
Saat ini, LS menjadi pembahasan dalam dunia pendidikan. Sebagai contoh, negara Amerika Serikat membuat dokumen standar Amerika “Benchmark for
Scientific Literacy”. Amerika secara eksplisit menuliskan LS sebagai tujuan
kurikulum (Anjarsari, 2014, hal. 602). Menurut Clough (2013, hal. 6) Amerika
menyebutkan bahwa “Scientific literacy is an urgent and important issue. Why
should we care? The answer is simple: Our way of life and our survival are at stake”. Mengingat pentingnya LS, ternyata Indonesia juga telah memasukan LS
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Terdapat beberapa indikator dalam Standar
Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) pada KTSP yang sesuai
dengan indikator LS. Maka, secara tidak langsung tujuan KTSP ini sejalan dengan tujuan pendidikan saat ini yakni untuk mencapai individu yang berliterasi sains
(Toharudin, 2011, hal. 3).
Namun pada kenyataannya, proses LS di sekolah belum dilatihkan. Sebagai
contoh, dari hasil wawancara terkait proses pembelajaran serta analisis terhadap
perangkat pembelajaran, diperoleh informasi bahwa proses pembelajaran listrik
dinamis dimulai dengan menggambar rangkaian listrik dan menyampaikan makna
dari simbol setelah itu melakukan latihan soal. Sedangkan proses LS seharusnya
dimulai dari pengenalan fenomena, lalu mengembangkan pertanyaan penyelidikan
dan merancang prosedur percobaan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Namun,
hal tersebut tidak terjadi akibatnya peserta didik tidak memiliki kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah contohnya mereka tidak
memahami mengapa di rumah-rumah menggunakan rangkaian paralel. Hal ini
menggambarkan bahwa LS pada salah satu SMPN di kabupaten Bandung kurang
terfasilitasi secara optimal.
Indonesia telah mengikuti studi tentang LS yang dikembangkan oleh PISA. PISA (Programme for International Student Assessment) merupakan salah satu
program internasional yang dipercaya sebagai instrumen untuk menguji kompetensi secara global. Dari hasil studi PISA menyatakan bahwa kemampuan
LS peserta didik Indonesia selalu rendah. Hal ini terlihat sejak tahun 2000 sampai
2012 Indonesia selalu menduduki peringkat sepuluh terbawah. Pada tahun 2012
Indonesia menduduki peringkat 64 dari 65 negara yang mengikuti PISA. Capaian
peserta didik Indonesia hanya sampai pada level 1 yakni sebanyak 41,9 % bahkan
sebanyak 24,7% peserta didik mencapai level di bawah 1, artinya masih banyak
peserta didik Indonesia yang mengalami kesulitan serius dalam menggunakan
ilmu pengetahuan, peserta didik memiliki pengetahuan ilmiah terbatas yang hanya dapat diterapkan untuk beberapa situasi yang umum saja (National Center for
Education Statistic, 2012, hal.1).
Beberapa riset tentang cara-cara untuk melatihkan LS telah dilakukan
3
meningkatkan LS siswa SMP (Priatna, 2009); pengaruh pembelajaran IPA terpadu
terhadap pengembangan LS (Hendriani, 2010); deskripsi LS dalam model inquiri
pada materi laju reaksi (Fitriani, 2014); penelitian terkait pengembangan model penilaian literasi sains di Malaysia (Foo, dkk. 2005); penelitian tentang diagnosa
karakteristik LS pada siswa sekolah dasar (Udompong dan Wangwanich, 2013); penelitian mengenai profil LS peserta didik SMA Negeri di Garut (Shofia, 2013);
serta penelitian lainnya.
Penelitian-penelitian tersebut bertujuan untuk mencari cara-cara melatihkan
proses LS. Namun cara-cara untuk melatihkan LS tersebut belum didasari oleh
profil LS peserta didik. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah
menemukan profil LS yang dijadikan acuan oleh peneliti untuk merekonstruksi
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dapat melatihkan LS pada peserta
didik tingkat SMP. Untuk merancang proses pembelajaran yang tepat dalam melatihkan LS dibutuhkan beberapa tahap penelitian. Penelitian ini merupakan
penelitian awal, dimana hasil dari penelitian ini berupa rancangan RPP awal yang
dapat melatihkan LS. RPP ini akan terus dikembangakan pada penelitian
selanjutnya hingga RRP tersebut layak dan dapat meningkatkan LS peserta didik.
Dalam penelitian ini analisis kemampuan LS diterapkan pada topik listrik dinamis. Listrik dinamis merupakan materi pelajaran kelistrikan yang gejalanya
banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga indikator-indikator LS lebih mudah diterapkan pada materi ini. Namun, pada kenyataannya peserta didik
pada tingkat SMP cenderung masih kesulitan untuk memahaminya. Kesulitan
pada topik listrik dinamis ini terlihat pada salah satu SMPN di kabupaten
Bandung, dari hasil ulangan harian listrik dinamis tahun pelajaran 2014/2015
semester 1, rata-rata setiap kelas memperoleh hasil 54,83 hasil ini dibawah
Kriteria Ketuntasan Minimun (KKM) yakni 70. Menurut hasil wawancara kepada
salah satu guru di sekolah tersebut, hasil serupa pun diperoleh selama dua tahun
sebelumnya, dimana perolehan nilai rata-rata listrik dinamis peserta didik selalu dibawah KKM.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melihat kemampuan LS peserta didik di sekolah menengah pertama pada topik listrik dinamis. Maka
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama pada Topik Listrik Dinamis”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan utama dalam penelitian ini adalah “Bagaimana rancangan RPP untuk melatihkan LS pada topik listrik dinamis?”. Permasalahan tersebut diuraikan menjadi sub-sub pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana profil LS peserta didik pada domain kompetensi dan domain pengetahuan terkait topik listrik dinamis pada salah satu sekolah SMPN di
kabupaten Bandung?
2. Bagaimana rancangan RPP yang dapat melatihkan LS terkait topik listrik
dinamis pada salah satu SMPN di kabupaten Bandung?
C. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini peneliti membatasi beberapa pembahasan diantanya:
1. Rekonstruksi yang dilakukan berdasarkan profil LS dan analisis RPP.
2. Penelitian hanya membahas profil LS peserta didik menggunakan tiga
domain LS dan tidak membahas mengenai domain sikap.
D. Tujuan Penelitian
Terkait dengan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan
untuk memperoleh:
1. Gambaran profil LS peserta didik pada domain kompetensi dan pengetahuan
terkait dengan topik listrik dinamis salah satu SMPN di Kabupaten Bandung.
2. Rancangan RPP awal untuk melatihkan LS peserta didik pada topik listrik
dinamis.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan sejumlah informasi terkait dengan profil LS
5
terkait dengan topik listrik dinamis di SMP. Hasil dari penelitian ini, diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi:
1. Informasi dapat dijadikan langkah yang digunakan pendidik dalam mengembangakan proses pembelajaran terkait dengan topik listrik dinamis
pada salah satu SMPN di kabupaten Bandung.
2. Informasi berupa rencana pembelajaran atau rancangan awal bagi peneliti
selanjutnya.
F. Struktur Organisasi Skripsi
Gambaran lebih jelas tentang isi dari keseluruhan skripsi disajikan dalam
struktur organisasi skripsi berikut dengan pembahasannya. Adapun sistematika
yang digunakan penulis berdasarkan pedoman karya tulis ilmiah Universitas
Pendidikan Indoneseia (UPI) 2014. Struktur organisasi skripsi tersebut disusun sebagai berikut.
1. Bab I Pendahuluan
Bab ini merupakan bagian awal dari skripsi yang menguraikan latar belakang
penelitian yang berkaitan dengan LS peserta didik di Indonesia, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi
skripsi.
2. Bab II Pembelajaran Sains pada Topik Listrik Dinamis
Bab ini berisi tentang kajian teori-teori tentang LS, domain LS menurut
kerangka PISA 2015 dan analisis kurikulum, dan pembelajaran sains.
3. Bab III Metode Penelitian
Bab III berisi tentang deskripsi mengenai desain penelitian, prosedur
penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan
analisis data.
4. Bab IV Hasil Temuan dan Pembahasan
Bab ini mengemukakan tentang hasil penelitian yang telah dicapai meliputi
analisis profil yang meliputi profil capaian LS pada domain kompetensi dan profil capaian LS peserta didik pada domain pengetahuan, analisis pembelajaran dan
pembahasan.
Bab ini menyajikan simpulan terhadap hasil analisis temuan dari penelitian
dan saran penulis sebagai bentuk pemaknaan terhadap hasil analisis temuan
Rini Juliani, 2015
Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh cara untuk melatihkan literasi
sains berdasarkan profil kesulitan literasi sains peserta didik. Profil tersebut diperoleh dari sejumlah sampel yang diambil dari sekelompok populasi. Oleh
karena itu, desain penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif jenis
survei. Creswell (2012, hal. 376) menjelaskan bahwa:
Survey research designs are procedures in quantitative research in which investigators administer a survey to a sample or to the entire population of people to describe the attitudes, opinions, behaviors, or characteristics of the population.
Berdasarkan pendapat diatas bahwa, rancangan penelitian survei merupakan
salah satu prosedur pada penelitian kuantitatif yang menggambarkan kecenderungan-kecenderungan prilaku, pendapat, kebiasaan atau karakteristik dari
suatu populasi. Menilik dari tujuannya, maka penelitian survei yang digunakan adalah penelitian survei dengan analisis deskriptif yakni untuk melakukan
pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu.
Karena penelitian dilakukan pada satu waktu dan tidak berulang pada
jangka waktu yang lama, maka jenis penelitian survei yang digunakan pada
penelitian ini adalah survei jenis cross-secsional. Desain cross-secsional adalah
jenis penelitian survei yang digunakan untuk mengumpulkan data (sikap,
pendapat, karakteristik, atau kebiasaan) dalam waktu yang singkat atau satu titik
waktu (Craswell, 2012, hal. 377).
B. Bagan Alur Penelitian
Alur penelitian yang digunakan agar mempermudah peneliti mendapatkan
data dan hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka peneliti
memulai dengan proses pengembangan instrumen, wawancara dan angket,
hingga merekonstruksi rencana pelaksanaan pembelajaran. Adapun
Observasi ke lapangan dan wawancara dengan guru untuk mengamati proses pembelajaran langkah ini menjawab mengapa literasi sains peserta didik rendah (menemukan hal-hal yang menyebabkan literasi sains peserta didik rendah) Pengetahuan apa yang diterima siswa pada proses pembelajaran, apakah cukup? Bagaimana proses literasi sains dilatihkan kepada peserta didik?
Permasalahan kontekstual apa yang diperoleh peserta didik? Untuk melengkapi data dilakukan wawancara kepada guru dan peserta didik
Kajian Pustaka: Apa itu literasi sains, dan domainnya
Pembuatan tes literasi sains terkait dengan topik listrik dinamis
1. Memilih soal literasi sains (baik dari TIMSS atau PISA) dan melakukan analisis karakter soal terkait dengan domain literasi sains.
2. Mengkonstruksi soal tes literasi sains berdasarkan karakteristik kerangka PISA 2015
3. Melakukan judgment kepada tiga orang ahli 4. Melakukan uji coba instrumen
5. Melakukan tes literasi sains peserta didik
Tafsiran % dan analisis hasil tes menghasilkan profil kesulitan literasi sains pada topik listrik dinamis
Rekonstruksi rancangan RPP pada topik listrik dinamis Analisis Hasil Survey dalam topik listrik dinamis
2
31
C. Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah peserta didik yang telah memperoleh materi pembelajaran listrik dinamis yakni kelas IX di salah satu SMPN di
Kabupaten Bandung. Adapun sampel yang digunakan pada penelitian ini ditentukan dengan cara pengambilan sampel secara acak (random sampling).
Menurut Creswell (2012, hal. 381) teknik sampel yang paling teliti untuk
penelitian survei adalah teknik sampel acak. Tehnik ini memungkinkan peneliti
untuk melakukan generalisasi terhadap suatu populasi.
Adapun jumlah subjek penelitian yang diambil memenuhi persamaan
menurut Taro Yamane (dalam Puszczak, dkk. 2013, hal.5; Israel, 1992, hal. 4)
sebagai berikut :
� = + ���
dengan n = sampel, N = jumlah populasi dan e = taraf kepercayaan yang
digunakan adalah 0,05. Maka dengan jumlah peserta didik kelas IX sebanyak 221 orang jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
� =
+ ,
� =
, ≈
maka sampel yang digunakan sebanyak 143 peserta didik yang diambil secara
acak. Peserta didik tersebar secara heterogen ke dalam lima kelas, sehingga
pengambilan subjek penelitian dimulai dengan mendata semua peserta didik lalu dilakukan pengundian.
D. Instrumen Penelitian
Merujuk pada rumusan masalah yang ada, maka pada penelitian ini
digunakan instrumen yang sesuai dengan rumusan masalah tersebut untuk
mendapatkan data. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain alat ukur penilaian literasi sains, angket dan wawancara. Instrumen tersebut
Tabel 3.1 Instrumen Penelitian
Instrumen Tujuan
Tes literasi
sains
Tes literasi sains yang dikonstruksi berdasarkan karakteristik
PISA berjumlah 18 butir soal dengan mengacu pada
kemampuan proses literasi sains untuk domain pengetahuan,
serta domain kompetensi. Teknik pengumpulan data ini
digunakan untuk mengukur dan melihat profil kemampuan
literasi sains peserta didik.
Angket Digunakan untuk menanyakan proses pembelajaran listrik
dinamis
Wawancara Wawancara terhadap guru dilakukan untuk menggali
informasi terkait proses pembelajaran dan melihat apakah
literasi sains terfasilitasi atau tidak. Sedangkan wawancara
kepada peserta didik bertujuan untuk melakukan konfirmasi
terkait proses pembelajaran dan jawaban terhadap tes.
Dalam pengukurannya, kerangka PISA 2015 membagi domain kompetesi
kedalam tiga aspek yakni menjelaskan fenomena ilmiah, mengevaluasi dan
merancang penelitian ilmiah serta menginterpretasikan data dan bukti ilmiah.
Ketiga aspek ini terdistribusi kedalam buklet soal literasi sains yang
dikonstruksi sesuai dengan karakteristik soal PISA yang telah diujikan kepada peserta didik. Dari total delapan belas butir soal literasi sains tersebut terdapat
masing-masing enam soal atau 37,5% dari total tes literasi sains untuk setiap aspek. Adapun matrik butir soal yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 3.2.
E. Analisis Data
1. Analisis Butir Soal Hasil Uji coba
Karena alat ukur tes literasi merupakan konstruksi peneliti, maka
dilakukan validitas dan reliabilitas alat ukut agar instrumen tes ini dapat
33
K1 = Kompetensi Menjelaskan Fenomena Ilmiah
K2 = Kompetensi Mengevaluasi dan Merancang Penelitian Ilmiah K3 = Kompetensi Menginterpretasikan Data dan Bukti Ilmiah 01 = Tuntutan Kognitif Mudah
02 = Tuntutan Kognitif Sedang 03 = Tuntutan Kognitif Sukar
a. Validitas
Dalam pengukuran, sebuah tes dikatakan valid jika mengukur apa
yang hendak diukur. Untuk validitas dari alat ukur yang dihasilkan,
dilakukan dengan melakukan judgment kepada tiga orang ahli mengenai
kesesuaian alat ukur yang dikonstruksi dengan karakteristik soal-soal
literasi sains berdasarkan PISA. Judgment digunakan untuk menilai validitas isi atau (content validity) dan validitas konstruk (construct
validity) dari setiap butir soal yang telah di konstruksi peneliti. Para ahli
memberikan catatan berupa saran, perbaikan dan kesesuaian dengan
Selanjutnya validasi untuk pengujian alat ukur penilaian hasil uji coba
adalah validitas empiris. Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki
validitas empiris jika sudah diuji dari pengalaman. Teknik yang digunakan untuk validitas empiris adalah teknik korelasi product moment yang
dikemukakan oleh Pearson, perhitungannya menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar, yaitu :
= �∑ − ∑ ∑
√ �∑ − ∑ �∑ − ∑
Keterangan :
rxy = koefisien korelasi antara skor pada butir soal yang diuji validitasnya
dengan skor total
X = skor butir soal yang diuji validitasnya Y = skor total
N = jumlah subyek
Pengujian selanjutnya yaitu dengan uji signifikansi yang berfungsi
untuk mencari makna korelasi antara skor tiap butir soal dengan skor totalnya menggunakan persamaan:
ℎ� �� = √� −
√ −
dimana ℎ� �� = nilai t, r = nilai koefisien korelasi dan n = jumlan sampel. (Riduwan, 2010, hal. 124)
Butir soal dikatakan valid jika skor tiap butir soal berkorelasi positif
terhadap skor totalnya dan harga koefisisen korelasi yang diperoleh dikaitkan dengan tabel harga kritis product moment dengan tingkat
kepercayaan tertentu sehingga dapat diketahui signifikansi korelasi
tersebut. Butir soal dikatakn valid jika thitung>ttabel. Untuk mengetahui
kriteria dari validitas butir soal dengan menggunakan rumus korelasi
product moment, dapat digunakan pedoman interpretasi mengenai
35
Tabel 3.3
Klasifikasi Koefisien Korelasi nilai r
Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,80 – 1,00 Sangat Tinggi
0,60 – 0,79 Tinggi
0,40 – 0,59 Cukup
0,20 – 0,39 Rendah
0,00 – 0,19 Sangat Rendah
(Riduwan, 2010, hal.124)
Alat ukur di uji cobakan kepada peserta didik yang telah menerima materi
listrik dinamis yakni kelas IX SMPN 1 Ciparay. Secara umum soal yang telah direkonstruksi termasuk soal-soal yang valid kecuali pada soal nomor
2, 5 dan 12 yang harus diadakan perbaikan. Namun pada penelitian kali ini
soal nomor 2 dan 5 tidak digunakan karena memiliki nilai daya pembeda
yang sangat kecil, sehingga soal-soal tersebut termasuk kedalam kategori
soal yang harus dibuang. Sedangkan untuk soal nomor 12 dapat dilakukan
perbaikan karena masih layak digunakan. Pengolahan lebih jelas terdapat
pada lampiran B1 (hal. 183).
b. Reliabilitas
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi
apabila tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap dan cukup dipercaya untuk digunakan sebagai pengumpul data. Jika alat ukur
memiliki reliabilitas yang tinggi, maka pengukuran yang dilakukan
berulang-ulang akan memberikan hasil yang sama atau mendekati sama.
Reliabilitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
= � −� [ − ∑ ]
(Arikunto, 2013, hal. 115)
Keterangan :
r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
n = banyaknya item soal
Untuk mencari nilai variansi digunakan rumus sebagai berikut :
� = ∑� − ∑�� �
Arikunto, 2013, hal. 112)
Untuk menafsirkan harga reliabilitas maka digunakan acuan sebagai
berikut :
Tabel 3.4
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Besarnya nilai Interpretasi
0,80 < ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,60 < ≤ 0,80 Tinggi 0,40 < ≤ 0,60 Cukup 0,20 < ≤ 0,40 Rendah
0,00 < ≤ 0,20 Sangat Rendah
(Suherman, 2001, hal.156)
Dari hasil uji coba reliablitas alat ukur tes yang dikonstruksi peneliti mempunyai reliabilitas sebesar 0,55 yang berarti reliabilitasnya cukup.
c. Taraf Kesukaran
Taraf kesukaran suatu pokok uji yang memiliki lambang P yakni
proporsi dari keseluruhan peserta didik yang menjawab benar pada pokok
uji tersebut. Soal dikatakan baik jika soal tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukan sukar tidaknya suatu soal
disebut indeks kesukaran (difficulty index). Rentang skala indeks kesukaran dimulai dari 0,0 yang tergolong sukar sampai 1,0 yang
tergolong soal mudah. Rumus untuk menentukan P adalah :
� =���
(Arikunto, 2013, hal. 223)
Keterangan :
P = taraf kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
37
Berikut ini adalah tabel klasifikasi taraf kesukaran, untuk
menginterpretasikan hasil uji coba.
Tabel 3.5
Klasifikasi Taraf Kesukaran
Harga F Interpretasi
0,00 – 0,30 Sukar 0,31 – 0,70 Sedang 0,71 – 1,00 Mudah
(Arikunto, 2013, hal. 224)
Adapun hasil uji coba untuk taraf kesukaran antara lain terdapat empat soal yang tergolong mudah yakni pada nomor 1, 4, 6 dan 8. Soal yang
tergolong sedang sebanyak sebelas soal terdiri dari soal nomor 2, 3, 5, 7, 9, 10, 11, 13, 15, 17, dan 18. Sedangkan untuk soal nomor 12, 14 dan 16
tergolong soal yang sukar.
d. Daya Pembeda
Daya pembeda yang dilambangkan dengan huruf D adalah selisih
antara kelompok atas yang menjawab benar dengan kelompok rendah
yang menjawab benar. Peserta tes dikelompokkan menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok yang memiliki kemampuan tinggi atau kelompok atas dan
kelompok yang memiliki kemampuan rendah atau kelompok bawah. Adapun rumus untuk menentukan nilai D adalah sebagai berikut:
� = �� −��
Keterangan :
D = daya pembeda
� = jumlah siswa dari kelompok atas yang menjawab benar pada soal yang dianalisis
� = jumlah siswa dari kelompok bawah yang menjawab benar pada soal yang dianalisis
� = jumlah siswa kelompok atas
� = jumlah siswa kelompok bawah
Tabel 3.6
Tafsiran Daya Pembeda Indeks Daya Pembeda Kategori
0,00 < D < 0,20 Jelek 0,21 < D < 0,40 Cukup 0,41 < D < 0,70 Baik 0,71 < D < 1,00 Baik Sekali
(Arikunto, 2013, hal. 232)
Adapun hasil uji coba tes terkait daya pembeda menghasilkan soal
nomor 12 memiliki kategori buruk, sedangkan soal nomor 2 dan 5 dikatakan harus dibuang. Soal yang termasuk kategori cukup sebanyak
empat soal yakni 1, 4, 13 dan 17. Soal yang termasuk kategori sangat baik
terdapat pada soal nomor 7, sedangkan sepuluh soal lainnya termasuk ke
dalam kategori baik.
e. Analisis Distraktor
Soal yang dikonstruksi peneliti berupa soal pilihan ganda dengan
empat pilihan jawaban yang disediakan. Pada empat pilihan jawaban
tersebut tersedia satu jawaban yang benar dan tiga jawaban pengecoh atau distraktor. Setiap pilihan jawaban dianalisis dengan cara menghitung
banyaknya peserta tes yang memilih pilihan jawaban tersebut yang terdiri
dari a, b, c, dan d, untuk siswa yang tidak melakukan pemilihan maka
termasuk kedalam kategori blangko atau disebut omit (Arikunto, 2013, hal.
233).
Analisis distraktor dilakukan untuk melihat keberfungsisan pilihan
jawaban sebagai pengecoh. Pengecoh dikategorikan baik bila banyak peserta tes memilih pengecoh tersebut sebanyak lebih dari 5% peserta tes
hal ini berarti pengecoh tersebut mempunyai daya tarik yang baik untuk
mengecoh peserta tes yang kurang memahami konsep. Bila suatu
pengecoh dipilih kurang dari 5% ini artinya pengecoh tersebut kurang
berfungsi dengan baik atau bisa dikatakan terlalu mencolok
(menyesatkan). Sedangkan untuk omit, butir soal dikatakan baik bila
memiliki omit tidak lebih dari 10% atau peserta yang tidak memilih
39
rata-rata pengecoh berfungsi dengan baik kecuali pengecoh pada nomor
satu dan empat opsi B dan A yang dipilih kurang dari 5% peserta tes.
yakni domain kompetensi dan domain pengetahuan. Proses pengolahan data
tes literasi sains adalah sebagai berikut:
1) Memberikan skor pada setiap jawaban hasil tes peserta didik
4) Melakukan interpretasi terhadap capaian pada setiap butir soal
Tabel 3.8
Klasifikasi Persentase Literasi Sains Persentase (%) Kriteria
Lebih besar 80 Baik sekali
66-79 Baik
56-65 Cukup
40-55 Kurang
Lebih kecil 39 Gagal
(Arikunto, 2012, hal. 281)
3. Analisis Angket
Hasil Angket berupa tanggapan peserta didik, proses pembelajaran dan
soal tes literasi sains. Hasil dari angket diubah ke dalam bentuk persentase
dengan menggunkan rumus sebagai berikut:
P = 100%
Dengan P = persentase, x = jumlah jawaban yang sesuai, dan y = jumlah
jawaban seluruhnya. Setelah memperoleh hasil lalu diinterpretasikan pada tabel 3.9 menurut kriteria yang disusun oleh Koentjaraningrat (1994, hal.
134) sebagai berikut:
Tabel 3.9
Tafsiran Persentase Jawaban Angket
Persentase Jawaban (%) Interpretasi
0 Tidak ada
1 – 25 Sebagian kecil 26 – 49 Hampir Setengahnya
50 Setengahnya
51 – 75 Hampir sebagian besar
76-99 Pada umumnya
Rini Juliani, 2015
Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis terhadap data profil literasi sains peserta didik maka ditemukan:
1. Profil literasi sains peserta didik dilihat dari kerangka pengukuran domain
literasi sains PISA 2015 sebagai berikut. Profil literasi sains pada domain
kompetensi ilmiah peserta didik adalah aspek menjelaskan fenomena ilmiah
(61,42%), aspek menginterpretasikan data dan bukti ilmiah (56,76%) dan aspek
mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah (42,31%). Profil literasi sains
pada domain pengetahuan ilmiah peserta didik adalah aspek pengetahuan
konten (83,74%), prosedural (43,12%) dan epistemik (47,44%). Maka Profil kesulitan literasi sains peserta didik pada domain kompetensi aspek
mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah serta pada domain pengetahuan
aspek prosedural dan epistemik.
2. Rekonstruksi RPP yang dirancang peneliti dibangun berdasarkan: (1) profil
literasi sains siswa; (2) analisis RPP dan wawancara kepada guru serta kepada peserta didik; (3) analisis kurikulum beberapa negara yang memiliki literasi
sains tinggi; (4) pembelajaran lebih difokuskan pada konteks yang ada disekitar peserta didik; (5) rekonstruksi lebih difokuskan pada kompetensi mengevaluasi
dan merancang penelitian ilmiah dan pengetahuan prosedural.
Komponen-komponen tersebut yang mendasari dan terdapat pada rancangan awal RPP
yang direkonstruksi. Diharapkan, rekonstruksi RPP ini menjadi solusi aternatif
untuk melatihkan dan meningkatkan literasi sains peserta didik.
B. Saran
Penelitian ini merupakan penelitian awal yang memerlukan perbaikan dan tindat lanjut untuk penelitian selanjutnya. Dari seluruh kegiatan penelitian yang
1. Literasi sains siswa diukur oleh beberapa indikator yang disajikan dalam tes
literasi sains. Namun, peneliti hanya menguji beberapa indikator yang sesuai
dengan topik permasalahan, diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan istrumen tes literasi sains yang dapat mengukur seluruh
indikator pada setiap domain, sehingga kemampuan literasi sains siswa dapat terukur secara menyeluruh.
2. Penelitian ini merupakan penelitian awal, dimana hasil dari penelitian ini
berupa rancangan RPP yang dapat melatihkan literasi sains, sehingga perlu
dilakukan langkah lebih lanjut seperti validasi ahli dan implementasi dalam
bentuk penelitian lebih lanjut.
3. Implementasi yang dilakukan lebih menekankan pada cara melatihkan
bagaimana merencanakan percobaan (menentukan variabel, merumuskan
masalah, membuat prediksi, merancang prosedur percobaan); membimbing peserta didik dalam melakukan percobaan (medapatkan data yang sesuai,
menjelaskan syarat keberlakuaan dalam percobaan, dan menginterpretasikan
data); melatihkan peserta didik untuk mengevaluasi pembelajaran
(menganlisis data yang kurang tepat, memberikan argumen yang berdasarkan
Rini Juliani, 2015
Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Anjarsari, P. (2014). Literasi Sains dalam Kurikulum dan Pembelajaran IPA
SMP. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Arikunto. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi 2). Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Arikunto. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Claugh, J. K. (2013). Increasing Scientific Literacy a Shared Responsibility.
Washington: Smithsonian Institution. Diakses dari:
http://www.scifun.org/news/Increasing-Scientific-Literacy-a-Shared-Responsibility.pdf.
Creswell, J.W. (2012). Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. (4rd ed.). Bolyston
Street, Boston: Pearson Education
Firman, H. (2007). Laporan Hasil Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA
Nasional Tahun 2006.Puspendik.
Fitriani, w. (2014). Deskripsi Literasi Sains dalam Model Inquiri pada Materi
Laju Reaksi di SMAN 9 Pontianak. (Skripsi). FKIP, Universitas
Tnajungpura. Pontianak.
Foo, T.C.V., dkk. (2005). The Malaysian Literacy Assessment Project. Universitas Sains Malaysia, Penang, Malaysia. TESL Reporter 44, (1&2)
hal. 51-64.
Gormally, C., dkk. (2009). Effects of Inquiry-Based Learning on Students Science
Literacy Skill and Confidence. International journal for the Scolarship of
Teaching and Learning, 3 (2). Art. 16.
Guven, I., Yurdatapan, M., dan Sahin, F. (2014) The Effect of Project Based
Educational Applications on the Scientific Literacy of 2nd Grade Elementary School Pupils. International Journal of Education and
Research, 2 (1). hal. 1-12.
Hendriani, Y. (2010). Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu Terhadap
SMPN 1 Lembang. Bandung: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan
Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam.
Hoolbrook, J., dan Rannikmae, M. (2007). The Meaning of Scientific Literacy.
International Journal of Environmental & Science Education. 4(3). hal.
275-288.
Israel, G.D. (1992) Determining Sample Size, Agricultural Education and
Communication Department, University of Florida, IFAS Extension,
PEOD6 (reviewed 2013) .
Jong, O.D. (2006). Context-Based Chemical Education: How to Improve it?.
Sweden: Karlstad University.
Koentjaraningrat, (1994). Metode – Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia.
Litowitz, J. K. (2013). Using Primary Literature to Teach Science Literacy to
Introductory Biology Students. Youngstown: Journal of Microbiology and
Biology Education,14 (1).
Ministry of Education Singapore. (2013). Science Syllabus Lower and Upper
Secondary Normal (Technical). Singapura: Curriculum Planning &
Development Division.
Monkman, D. (2001). Science Curriculum Review Report. British Columbia
Ministry of Education.
NCES. (2012). Table S1. Percentage Distribution of 15-Year-Old Students on
PISA Science Literacy Scale, by Proficiency Level and Education System:
2012. [Online]. Diakses dari
https://nces.ed.gov/surveys/pisa/pisa2012/pisa2012 highlights_4.asp.
OECD. (2013). PISA 2015 Draft Science Frame Work .[online]. Tersedia. www.OECD.org/pisa/pisaproducts/Draft%20PISA%202015%20Science%2
0Framework%20.pdf [17 September 2014].
Priatna, D. R. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu pada Topik Perubahan Materi
untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. (Thesis). Sekolah pasca
69
Puspendik Depsiknas, (2006). Dalam Panduan Seminar Sehari Hasil Studi
Internasional Prestasi Peserta Didik Indonesia di Bidang Matematika,
Sains, dan Membaca. Jakarta.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Permendiknas No. 41 tentang
Standar Proses untuk Satuan Dasar dan Menengah. Jakarta: Mendiknas.
Puszczak, K., dkk. (2013). Analysis of Sample Size in Consumer Surveys. Task
force on quality of BCS data.
Riduwan, (2010). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.
Rule, A. C., and Meyer, M. A. (2009). Teaching Urban High School Students
Global Climate Change Information and Graph Interpretation Skills Using Evidence from the Scientific Literature. Journal of Geoscience Education,
57(5). hal. 335-347.
Rychen, D. S., & Salganik, L. H. (2003). Definition and Selection of Key
Competencies: Executive Summary. Göttingen, Germany: Hogrefe.
Shofia, G. (2013). Profil Literasi Sains Peserta Didik SMA Negeri di Garut.
(Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Suherman, E. (2001). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta:
Universitas Terbuka.
The Education Department Hong kong. (1998). Syllabuses for Secondary Schools.
Hongkong: The Curriculum Development Council.
Toharudin , U. dkk. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung:
Humaniora.
Udompong, L., dan Wongwanich, S. (2013). Diadnosis of the Scientific Literacy
Characteristics of Primary Studens. Procedia: Social and Behavioral
Sciences, 116 (2014), hal. 5091-5096.
Univesitas Pendidikan Indonesia. (2014). Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah.