• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah aerosol digunakan untuk menyebut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Istilah aerosol digunakan untuk menyebut"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

AEROSOL

DI ATMOSFER

SERTA DAMPAKNYA TERHADAP

LINGKUNGAN DAN MANUSIA

Indah Susanti

Peneliti - Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer e-mail: indahpl@gmail.com

Gambar yang menunjukkan kisaran ukuran aerosol

Aerosol yang berada di atmosfer bumi

I

stilah aerosol digunakan untuk menyebut

partikel-partikel halus yang tersebar di atmosfer Bumi dalam ukuran yang berbeda-beda, pada kisaran 0,01 mikrometer hingga 1000 mikrometer (1 mikrometer = satu per sejuta meter). Aerosol dapat diemisikan secara alami ataupun antropogenik. Aerosol yang diemisikan secara alamiah bersumber dari letusan gunung berapi, misalnya pada tahun 1991, gunung Pinatubo meletus dan melepas sejumlah besar gas sulfur dioksida (SO2) ke atmosfer disamping material debu lainnya. Reaktif gas seperti SO2 ini diketahui dapat berubah menjadi asam sulfat (H2SO4) langsung melalui konversi gas ke partikel serta reaksi heterogen dengan uap air pada ketinggian tertentu. Selain itu, terdapat pula emisi biogenik, yaitu yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berupa komponen organik yang tidak stabil (volatile organic

compounds/ VOC). Sifat emisi jenis ini sangat sulit

diketahui mengingat beragamnya vegetasi, bahkan pada area yang dikatakan homogen sekalipun seperti hutan tropis (lebih dari 5000 spesies tumbuhan per 10000 kilometer persegi). Dimetil sulfida (DMS) merupakan spesies VOC utama yang dilepaskan fitoplankton di lautan dan berperan penting dalam siklus sulfur di atmosfer.

Adapun yang termasuk aerosol antropogenik adalah gas-gas yang dilepaskan akibat penggunaan bahan bakar fosil, kebakaran hutan yang dapat mengakibatkan hujan asam dan kerusakan pantai di berbagai belahan bumi. Gambar berikut memperlihatkan adanya aerosol di atmosfer bumi.

Jenis-jenis Aerosol

Terdapat beberapa jenis aerosol di atmosfer, di antaranya adalah Particulate Matter atau yang dikenal sebagai PM, Volatile Organic Compounds (VOC), dan aerosol sulfat.

Particulate Matter (PM)

Partikulat adalah padatan atau cairan di udara dalam bentuk asap, debu dan uap, yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Partikulat juga merupakan sumber utama kabut asap

(2)

yang menurunkan visibilitas. Partikel yang terhirup (inhalable) dapat berupa partikulat sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisika-kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas sulfur dioksida dan nitrogen monoksida. Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang.

Proporsi cukup besar dari PM 2,5 adalah amonium nitrat, amonium sulfat, natrium nitrat dan karbon organik sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya (Harrop, 2002).

Partikulat diemisikan dari berbagai sumber, termasuk pembakaran bahan bakar minyak (bensin dan solar), pencampuran serta penggunaan pupuk dan pestisida, konstruksi, proses-proses industri seperti pembuatan besi dan baja, pertambangan, pembakaran sisa pertanian (jerami), dan kebakaran hutan. Hasil data pemantauan udara ambient di 10 kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa PM10 adalah parameter yang paling sering muncul sebagai parameter kritis (Bapedal, 2000, 2001; KLH, 2002, 2003, 2004).

Volatile Organic Compounds (VOC)

Senyawa organik volatil (VOC) adalah senyawa organik yang mudah menguap. Yang termasuk VOC diantaranya benzena, pelarut seperti toluen dan xilen serta perkloroetilen. VOC dilepaskan dari pembakaran bahan bakar, seperti bensin, kayu, batubara, bahan-bahan pelarut, cat, lem dan produk-produk lain yang digunakan di rumah dan kantor. Emisi kendaraan bermotor adalah sumber VOC yang penting. Berbagai senyawa VOC merupakan pencemar udara yang berbahaya dan juga merupakan

pre cursor ozon yang dapat meningkatkan produksi

ozon dengan cepat.

Hidrokarbon (HC) termasuk VOC, tidak dipantau oleh jaringan pemantau nasional, tetapi sistem yang pernah terpasang dan beroperasi di Jakarta pada tahun 1995 – 2000 mengukur senyawa hidrokarbon sebagai hidrokarbon non metana (NMHC). Pemantauan HC selama proyek JICA tahun 1996 menunjukan bahwa nilai konsentrasi rata-rata 3-jam NMHC di seluruh stasiun pengamatan telah melampaui ambang batas Baku Mutu DKI Jakarta. Walaupun pada saat ini jaringan pemantau tidak mengukur senyawa HC seperti NMHC, pengamatan JICA membuktikan bahwa di samping PM10 dan ozon yang sering menjadi parameter kritis, HC juga perlu mendapat perhatian. Hal ini disebabkan senyawa NMHC juga merupakan pre cursor Ozon.

Dalam sebuah laporan mengenai Inventarisasi Emisi, ditunjukkan bahwa lebih dari 90 persen emisi HC berasal dari gas buang. Data tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi ambien HC yang tinggi diperkirakan berasal dari sumber yang sama dengan prekursor ozon dan prekursor lainnya seperti nitrogen oksida dan karbon monoksida. Oleh karena itu, untuk menurunkan pencemaran ozon, strategi penurunan emisi kendaraan bermotor juga harus dilaksanakan secara komprehensif guna mengendalikan emisi HC.

Aerosol sulfat

Senyawa sulfat termasuk ke dalam golongan aerosol. Partikel aerosol sulfat akan menghamburkan, memantulkan, mengubah, dan sedikit menyerap radiasi gelombang pendek matahari. Adanya aerosol sulfat akan mengubah gaya radiasi sebesar -0,3 sampai -0,9 Watt per meterpersegi melalui pengaruh langsung dan oleh pengaruh tidak langsung -1,3 Watt per meter persegi. Tanda minus artinya aerosol sulfat akan memantulkan radiasi gelombang pendek dari matahari sehingga akan bersifat mendinginkan atmosfer.

Sumber alami aerosol sulfat dari golongan senyawa dimetil sulfida atau DMS dihasilkan sebagian besar oleh fitoplankton yang hidup di lapisan atas permukaan laut. Senyawa DMS dilepas ke atmosfer dalam bentuk gas. Fitoplankton merupakan tumbuhan yang berukuran kecil dan dapat berfotosintesis. Yang termasuk ke dalam fitoplankton adalah jenis ganggang atau alga. Berbagai jenis ganggang dapat menghasilkan jumlah DMS yang berbeda, contohnya Coccolithophores dalam kondisi media tumbuh yang kekurangan nutrisi dapat menghasilkan senyawa DMS yang besarnya 100 kali lebih besar daripada yang dihasilkan oleh diatom yang tumbuh dalam kondisi media tumbuh yang lebih baik. Fitoplankton tumbuh optimal dalam kondisi media nutrisi yang cukup dan suhu air yang relatif hangat, kondisi media tumbuh yang baik untuk fitoplankton adalah di sekitar pantai dan muara sungai.

Jenis fitoplankton ganggang mampu menghasilkan dan mentransfer 27 sampai 56 juta ton sulfur/tahun dalam bentuk DMS dari laut ke atmosfer. Jika dibandingkan dengan sulfur yang dihasilkan industri, nilai tersebut masih lebih kecil. Industri menghasilkan 80 juta ton sulfur. Metabolisme fitoplankton akan menghasilkan senyawa Dimetil Sulphonio Propionate (DMSP). Senyawa ini oleh fitoplankton digunakan untuk menjaga keseimbangan osmotik antara tubuhnya dengan air laut dan mencegah dehidrasi. Jika fitoplankton mati atau dimangsa oleh zooplankton, DMSP akan terurai membentuk senyawa DMS dengan rumus kimia yang baru. Sebanyak 10 persen senyawa

(3)

Aerosol mempengaruhi lingkungan dan kesehatan manusia

DMS berdifusi ke dalam kolom air laut. Senyawa DMS akan bereaksi dengan OH- dan NO3+ radikal menghasilkan gas sulfat dan partikel asam metanosulfat (MSA/ metanosulphat acid). Kedua zat ini adalah pembentuk inti kondensasi yang dapat menghasilkan awan jenis stratus dan altostratus di atas laut. Konsentrasi aerosol sulfat di atmosfer juga sangat dipengaruhi oleh kegiatan di bumi, baik alami maupun yang sengaja dilakukan oleh manusia secara tidak langsung. Peristiwa alam seperti letusan gunung api melepaskan gas asam arang, uap air, dan solfatara (SO2) yang merupakan aerosol sehingga menurunkan suhu di atmosfer secara global.

Dampak aerosol pada lingkungan dan manusia

Masalah aerosol marupakan masalah kualitas udara. Dampaknya cukup signifikan terhadap sistem iklim bumi, aktivitas manusia, dan tingkat kesehatan manusia dimana tergantung pada jenis dan kuantitas aerosol.

Dampak pada sistem iklim dan lingkungan

Meningkatnya jumlah aerosol yang dilepas ke atmosfer (misalnya partikel sulfat, komponen organik, karbon dan lain-lain) akibat emisi alamiah dan antropogenik, telah mengurangi intensitas radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi 0.5 sampai 2 Watt per meterpersegi. Satuan radiasi itu menggambarkan jika permukaan bumi seluas satu meter persegi, intensitas cahaya matahari terhalang aerosol di atmosfer sebesar 0,5 sampai 2 Watt.

Pengetahuan kita tentang sifat alami pembentukan aerosol dan proses-proses yang terlibat di dalamnya sangat miskin. Selain itu data pengukuran aerosol yang akurat sangat terbatas. Kompleksitas aerosol di atmosfer ini juga menjadi semakin tinggi akibat emisi gas-gas efek rumah kaca yang menyebabkan terjadi efek pemanasan global. Sifat aerosol yang sangat dinamis karena senantiasa bergerak dan berubah di atmosfer, baik secara fisis maupun kimiawi menyebabkan para ahli mengalami kesulitan dalam mengukur besaran radiasi ini. Padahal kemampuan untuk memprediksi perubahan cuaca akibat perubahan aerosol memerlukan pengetahuan mengenai emisinya, perpindahan, dan reaksinya yang sangat kompleks di atmosfer.

(4)

Partikel-partikel aerosol menyerap dan menghamburkan radiasi matahari. Sifat menyerap radiasi akan memanaskan lapisan atmosfer dimana terdapat aerosol, sementara sifat menghambur radiasi (scattering) menyebabkan redistribusi (penyebaran kembali) radiasi, termasuk membaliknya radiasi matahari itu ke arah luar bumi (luar angkasa). Efek radiasi langsung aerosol tergantung pada sifat fisis yang disebut single scattering albedo (SSA). SSA didefinisikan sebagai perbandingan antara radiasi yang dihambur dengan yang diserap oleh partikel aerosol. Di atmosfer, partikel berukuran 0,1 - 1 mikrometer merupakan partikel yang paling efektif menghambur radiasi, sehingga sangat penting peranannya dalam mengatur cuaca global. Tiga parameter fisis yang sangat penting dalam me-ngukur sifat radiatif aerosol adalah distribusi ukuran, indeks refraktif dan kepadatan atau densitas.

Ukuran partikel aerosol yang sangat halus berkisar antara 1 nm (1 nanometer = satu per satu milyar meter) disebut partikel ultra-halus atau superfine aerosol, terbentuk melalui proses-proses konversi gas ke partikel di atmosfer. Begitu partikel-partikel terbentuk, mereka berkumpul menjadi gugus-gugus (clusters) dengan ukuran yang lebih besar (antara 50-100 nm) sehingga bisa langsung mempengaruhi neraca radiasi. Asap (haze) dan kabut (smog) yang sering terlihat meliputi kota-kota besar diakibatkan efek radiasi aerosol ini.

Sebagai contoh, di Asia, hasil pengukuran lebih dari 7000 stasiun cuaca selama 5 tahun (1994-1998) terdapat daerah yang paling berkabut udaranya akibat asap adalah di selatan pegunungan Himalaya, membentang mulai dari Pakistan utara, India, hingga Bangladesh bagian selatan. Dari pengukuran berjangka, diketahui bahwa koefisien serapan (Extinction Coefficient/EC) tertinggi aerosol di kawasan tersebut terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Sementara yang terendah, terjadi pada bulan September, Oktober, dan November. Kawasan lain yang juga memiliki intensitas kabut dan asap yang tinggi (hazy region) adalah Thailand Utara dan Laos. EC terbesar tercatat 0,5 per-kilometer, yang dapat dikonversi menjadi jarak pandang (visibilitas) sejauh 24 km. Hal yang menarik bahwa 75 persen kawasan di Indonesia dan Malaysia memiliki angka EC terbesar di dunia akibat kebakaran hutan khususnya September sampai November (musim kemarau) tahun 1994-1998. Dari enam stasiun cuaca mencatat EC lebih dari 1 per-kilometer, jika dikonversi menjadi jarak pandang hanya sekitar 2 km.

Kualitas udara sangat berhubungan dengan visibilitas atmosfer (Watson, 2002). Menurunnya visibilitas mengindikasikan terjadinya polusi. Visibilitas secara ilmiah didefinisikan sebagai jarak maksimum dimana garis bentuk target terjauh dapat dikenali de-ngan latar horizon (Horvath, 1981) dalam satuan km. Visibilitas atmosfer perkotaan dapat berpengaruh pada keseluruhan kualitas permukiman.

Karena visibilitas melibatkan persepsi manusia terhadap lingkungan, tidak ada instrumen yang benar-benar mengukur visibilitas (Malm, 1979). Jadi, hal yang penting adalah ketepatan parameter yang dapat diukur, yang dapat berhubungan dengan kualitas udara lingkungan maupun persepsi visual manusia. Indikasi yang paling penting untuk pengukuran visibilitas adalah kontras yang muncul dan koefisien pelemahan atmosfer.

Koefisien pelemahan adalah parameter optis yang berhubungan dengan kualitas udara, sedangkan kontras adalah parameter yang menggambarkan visibilitas. Keduanya dapat diukur pada beberapa panjang gelombang. Koefisien pelemahan, ditambah dengan efek optis target dan iluminasi, menentukan kontras yang muncul (visibilitas) dari target (seperti gunung) terhadap latar (langit atau lingkungan lainnya).

Dalam dunia penerbangan, aspek visibilitas sangat penting karena menyangkut keselamatan penerbangan. Beberapa monitoring yang diperlukan antara lain :

1. Membuat baseline rentang visibilitas area-area tertentu untuk evaluasi potensi dampak.

2. Menentukan luas dimana polusi udara antropogenik dan alamiah yang akan mengurangi visibilitas.

3. Mengidentifikasi sumber-sumber polusi udara yang akan mengurangi visibilitas.

4. Monitoring efektivitas program-program proteksi visibilitas berdasarkan waktu tertentu.

Contoh dampak berkurangnya visibilitas karena aeosol adalah asap yang ditimbulkan kebakaran hutan tahun 1997 yang telah mengakibatkan kecelakaan pesawat Garuda di Sumatera Utara yang menewaskan 234 penumpang. Tabrakan antara sebuah super tanker dan kapal kargo milik India terjadi di Selat Malaka yang diliputi kabut asap, mengakibatkan 29 orang tewas. Jarak pandang yang rendah juga menghentikan penerbangan di Irian Jaya, sehingga mengganggu roda kehidupan di pedalaman propinsi itu, terutama pasokan makanan dan obat-obatan.

Dampak aerosol yang cukup ekstrim pada sistem iklim adalah letusan Gunung El Chichon (1982) dan Gunung Pinatubo (1991) di Filipina yang mengakibatkan efek pendinginan pada bumi selama beberapa tahun karena banyaknya aerosol sulfat yang dikeluarkan ke atmosfer. Contoh lain adalah pada kejadian El Nino, yakni di saat suhu permukaan laut di sekitar Samudera Pasifik Tengah dan Timur sepanjang ekuator lebih hangat daripada kondisi normal, senyawa DMS yang dihasilkan fitoplankton semakin besar. Ledakan populasi plankton karena pengayaan nutrisi atau perubahan tata guna lahan

(5)

yang mengakibatkan erosi dan sedimentasi pada badan air (seperti sungai dan danau) mengakibatkan banyaknya senyawa DMS yang dihasilkan fitoplankton terlepas ke atmosfer. Pembuangan limbah cair bersuhu tinggi atau limbah logam berat dari industri ke sungai, lalu bermuara ke laut juga dapat menghasilkan senyawa DMS yang dilepaskan ke atmosfer.

Dampak pada kesehatan manusia

Semakin cepat pertumbuhan kota, meningkatnya populasi, urbanisasi, industrialisasi, perubahan lahan dan pertumbuhan ekonomi terutama di Asia, telah memicu emisi aerosol yang sangat besar. Dampak buruk aerosol bagi kesehatan dapat berupa gejala-gejala akut seperti asma, bronkitis dan lain-lain. disamping gejala kronis misalnya iritasi saluran pernafasan atau kanker paru-paru. Dampak aerosol bagi kesehatan harus semakin dipelajari demi kesejahteraan manusia.

Partikel sekunder PM 2,5 dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan masuk ke dalam sistem perna fasan tetapi juga karena sifat kimiawinya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernafasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) dengan diameter di bawah 10 mikrometer (PM10/ Timbal) akan masuk ke paru-paru dan bertahan dalam waktu lama. PM10 dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan. Pada konsentrasi 140 mikrogram pe meterkubik (μg/m3) dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 mikrogram per meter kubik dapat memperparah kondisi penderita bronkhitis. Timbal diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar mengandung timbal. Timbal adalah pencemar yang diemisikan dari kendaraan bermotor dalam bentuk partikel halus berukuran antara 2,5 dan 10 mikrometer.

Partikel sulfat dan nitrat yang bersifat asam dapat terhirup, akan bereaksi langsung dalam sistem pernafasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang mengandung senyawa karbon mempunyai efek karsinogenik (beresiko mengakibatkan kanker).

Karena ukurannya yang ultra-halus, partikel aerosol berdiameter kurang dari 1 mikrometer memiliki potensi besar menembus paru-paru. Poly-Aromatic Hydrocarbons (PAH), salah satu jenis aerosol juga menjadi perhatian karena sifat karsinogennya. Sedimen partikel yang dikenal sebagai Suspended

Particulate Matter (SPM) yang berukuran kurang dari

10 mikro-meter juga dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan pernafasan dan beresiko menimbulkan penyakit paru-paru dan jantung.

Suatu kajian di Indonesia ketika terjadi kebakaran hutan hebat pada 1997, kualitas udara yang dinyatakan dalam Pollution Standard Index (PSI) melewati angka 300 pada dua negara yang paling parah terkena dampaknya yaitu Indonesia dan Malaysia. Di Sarawak, Malaysia, PSI pernah mencapai 800 selama beberapa hari pada September 1997. Sementara di Klang Valley, kawasan dimana kota Kuala Lumpur berada, PSI mencapai 100-200 yang dinyatakan sebagai kondisi tidak sehat (New Straits Times, 19 September 1997). Lebih dari 2700 orang dewasa dan 700 anak terkena asma serta 161 dewasa dan 358 anak terkena infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Penduduk Klang Valley sendiri hanya 3 juta, namun sekitar 16 ribu orang dilaporkan sakit akibat asap, penderita asma melonjak 65 persen, dan ISPA mengalami kenaikan 22 persen. Di Indonesia, sekitar 20 juta penduduk di Jambi, Sumatera Selatan, Lampung dan propinsi-propinsi di Kalimantan sakit karena dampak asap. Sementara jarak pandang hanya 100 meter dan PSI lebih dari 300. Dilaporkan 6 orang meninggal dan 40 ribu lainnya mengalami masalah pernafasan dan penyakit kulit akibat aerosol yang dilepaskan dalam musibah tersebut.

Sedemikian besarnya dampak aerosol dalam berbagai aspek, menyebabkan penelitian mengenai aerosol menjadi sangat penting untuk dilakukan. Lapan sebagai lembaga penelitian yang memiliki tupoksi berkaitan dengan kedirgantaraan, telah melakukan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan aerosol. Penelitian aerosol dengan pengukuran in-situ menggunakan lidar, penelitian hujan asam sebagai dampak aerosol, pemantauan aerosol dengan menggunakan data satelit, dan estimasi-estimasi beberapa parameter yang terkait dengan aerosol seperti ukuran dan jenis aerosol dan dampaknya pada visibilitas, radiasi, dan karakteristik awan. Penelitian-penelitian tersebut harus tetap didorong untuk menghasilkan pemahaman-pemahaman yang lebih baik mengenai aerosol, baik yang menyangkut karakteristik, proses-proses pembentukannya, distribusi, maupun dampak-dampak yang mungkin terjadi.

Gambar

Gambar yang menunjukkan kisaran  ukuran aerosol

Referensi

Dokumen terkait

Analisis dengan menggunakan data panel terhadap 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur pada tahun 2011-2015, menunjukkan bahwa variabel PDRB dan pengeluaran pemerintah memiliki

Kalau untuk Taman Kebun Bunganya sendiri kami juga sudah tidak tahu.. kapan di

Penentuan lokasi fishing ground ini didasarkan pada nilai sebaran klorofil-a di perairan Karimunjawa dimana daerah-daerah tersebut mempunyai nilai klorofil-a yang

saat kita belum mampu memuliakan Tuhan dengan cara lain, bernyanyi adalah bentuk sederhana memuliakan Tuhan.. sebaliknya, saat mampu memberi harta, waktu, dan tenaga sebagai

Berdasarkan penjelasan di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah metode dan pendekatan yang digunakan ketika proses penetapan

Sifat inovasi memegang peranan yang sangat penting dalam adopsi karena sifat inovasi (keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, ketercobaan dan keteramatan)

Peyediaan peralatan dan perlengkaapan Knator Belanja modal peralatan mesin pengadaan alat rumah tangga lainnya JB: Modal JP: Barang. 1

Langkah-langkah penyusunan instrumen didasarkan pada Arikunto (2009: 191) secara singkat sebagai berikut: diawali perumusan masalah dan anggapan dasar, memilih