• Tidak ada hasil yang ditemukan

Civil Society dan Penerapannya. Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 22 Pebruari 2016 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Civil Society dan Penerapannya. Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 22 Pebruari 2016 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Civil Society dan Penerapannya

Paper Halaqoh

Disusun pada tanggal 22 Pebruari 2016 Pengasuh

Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH

Oleh M. Kholil Mahasiswa Semester 8

Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Brawijaya

Halaqoh Ilmiah

Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang Pebruari 2016

(2)

Pendahuluan

Demokrasi dalam sebuah masyarakat merupakan suatu titik klimaks kondisi sosial politik. Dimana dalam kondisi sosial politik yang demokrasi, masyarakat memiliki hak untuk mengelola diri mereka sendiri secara individual maupun secara kolektif. Gagasan demokrasi ini pun sebenarnya sudah lama diterapkan oleh negara-negara yang bisa dikatakan negara maju saat ini. Dan negara berkembang atau dunia ketiga yang salah satunya Indonesia punya agenda untuk menciptakan tatanan politik demikian. Ini dikarenakan kondisi kemajemukan bangsa Indonesia yang demikian tinggi, lebih tepat dikondisikan oleh sistem politik demokrasi ketimbang sistem politik yang selainnya.

Kata Demokrasi akan selalu disandingkan dengan kata Civil Society. Civil Society sendiri bisa dibilang sebuah akar atau ide embrio dari demokrasi itu sendiri. Pasalnya civil society ini menekankan kepada kemampuan suatu masyarakat dalam membangun kemandirian dan juga pengelolaan terhadap hak-hak individu mereka ke dalam ranah publik.

Civil Society atau “Masyarakat Madani”, merupakan wacana dan fokus utama bagi masyarakat dunia sampai saat ini. Apalagi di abad ke-21 ini, kebutuhan dan tuntutan atas kehadiran bangunan masyarakat madani, bersamaan dengan maraknya issu demokratisasi dan HAM. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, sejauh manakah konsep Civil Society diterpakan dan bagiamana Islam merespon konsep tersebut.

Dalam paper halaqoh ini, sedikit kita akan mempelajari tentang Civil Society atau disebut juga Masyarakat Madani dan penerapannya, selain itu juga kita akan membahas bagaimana konsep civil seciety tersebut menurut pandangan islam. Mengingat Islam merupakan agama yang ajaran dasarnya bersumber dari Al-Quran yang shālih li kulli zamān wa makān (senantiasa relevan dengan situasi dan kondisi). Karena demikian halnya, maka jelas bahwa Al-Quran memiliki konsep tersendiri tentang masyarakat madani.

(3)

A. Pembahasan

1. Sejarah Civil Society

Civil society adalah produk sejarah masyarakat barat. Karena itu untuk memaknai civil society, harus meruntut kepada konteks latar belakang kelahirannya. Dalam sejarahnya yang panjang, menurut Asrori S. Karim (1999) terdapat lima fase Sejarah pemikiran tentang civil society ini, diawali dari filsuf Yunani yaitu Aristoteles yang memandang civil society (masyarakat madani) sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan ini merupakan fase pertama sejarah wacana civil society. Pada masa Aristoteles, civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia pilitikke, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis di mana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum.

Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia. Berbeda dengan pendahulunya, Ferguson lebih menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial. Pemahamannya ini lahir tidak lepas dari pengaruh revolusi industri dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.

Fase ketiga, pada tahun 1792 Thomas Paine memaknai wacana civil society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia dianggap sebagai antitesis negara. Bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah saatnya dibatasi. Menurut pandangan ini, negara tidak lain hanyalah tampilan dari keburukan belaka. Menurut Paine terdapat batas-batas wilayah otonom masyarakat sehingga negara tidak diperkenankan memasuki wilayah sipil. Dengan demikian menurutnya, civil society adalah ruang di mana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas tanpa paksaan.

Fase keempat, wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh G. W. F. Hegel, Karl Marx, dan Antonio Gramsci. Dalam pandangan ketiganya, civil society merupakan elemen ideologis kelas dominan. Pemahaman ini adalah reaksi atas pandangan Paine yang memisahkan civil society dari negara. Hegel

(4)

memandang civil society sebagai kelompok subordinatif terhadap negara. Marx sendiri memandang civil society sebagai masyarakat borjuis. Dalam konteks hubungan produksi kapitalis, keberadaan civil society merupakan kendala terbesar bagi upaya pembebasan manusia dari penindasan kelas pemilik modal. Demi terciptanya proses pembebasan itu, civil society harus dilenyapkan untuk mewujudkan tatanan masyarakat tanpa kelas. Antonio Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam konteks relasi produksi, tetapi lebih pada sisi ideologis. Bila Marx menempatkan masyarakat madani pada basis material, Gramsci meletakkannya pada superstruktur yang berdampingan dengan negara. Pandangan Gramsci memberikan peran penting kepada kaum cendikiawan sebagai aktor utama dalam proses perubahan sosial dan politik.

Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville. Ia memandang civil society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan negara. Menurutnya, kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat. Pemikiran Tocqueville lebih menempatkan masyarakat sipil sebagai sesuatu yang tidak apriori maupun tersuborninatif dari lembaga negara. Sebaliknya, civil society bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara. Dapat disimpulkan bahwa pandangan ini merupakan model masyarakat sipil yang tidak hanya berorientasi pada kepentingan individual, tetapi juga mempunyai komitmen terhadap kepentingan publik.

2. Pengertian Civil Society (Masyarakat Madani)

Civic society jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti masyarakat sipil atau masyarakat madani. Kata madani berasal dari kata Madinah, yaitu sebuah kota tempat hijrah Nabi Muhammad SAW. Kata Madani berasal dari bahasa Arab ندم yang artinya menempati suatu tempat. Dari kata inilah kemudian dibentuk kata ةنيدم yang berarti kota atau tempat tinggal sekelompok orang, sehingga lawan kata ندملا adalah ةيدابلا yang berarti kehidupan yang masih nomaden. Bentuk jamaknya adalah نئادم atau ندم. Kata يندم merupakan bentuk dari mashdar

(5)

shina’iy, yang menunjukkan arti yang memiliki orang kota (ةنيدملا لهأ نم.). Oleh karena itu masyarakat madani berarti masyarakat yang beradap.

Masyarakat madani merupakan sebuah tatanan masyarakat sipil (civil society) yang mandiri dan demokratis, masyarakat madani lahir dari proses penyemaian demokrasi, hubungan keduanya ibarat ikan dengan air. Di bawah ini adalah beberapa definisi masyarakat madani dari beberapa tokoh :

1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan teknologi yang beradab, iman dan ilmu.

2. Menurut Syamsudin Haris, masyarakat madani adalah suatu lingkup interaksi sosial yang berada di luar pengaaruh negara dan model yang tersusun dari lingkungan masyarakat paling akrab seperti keluarga, asosiasi sukarela, gerakan kemasyarakatan dan berbagai bentuk lingkungan komunikasi antar warga masyarakat.

3. Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani adalah masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah, sebagai masyarakat kota atau masyarakat berperadaban dengan ciri antara lain : egaliteran (kesederajatan), menghargai prestasi, keterbukaan, toleransi dan musyawarah.

4. Menurut Ernest Gellner, Civil Society (CS) atau Masyarakat Madani (MM)merujuk pada mayarakat yang terdiri atas berbagai institusi non pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk dapat mengimbangi Negara. 5. Menurut Cohen dan Arato, CS atau MM adalah suatu wilayah interaksi sosial

diantara wilayah ekonomi, politik dan Negara yang didalamnya mencakup semua kelompok-kelompok sosial yang bekerjasama membangun ikatan-ikatan sosial diluar lembaga resmi, menggalang solidaritas kemanusiaan, dan mengejar kebaikan bersama (public good).

6. Menurut Muhammad AS Hikam, CS atau MM adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), keswadayaan (self-supporing),dan kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, dan

(6)

keterikatan dengan norma-norma dan nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.

7. Menurut M. Ryaas Rasyid, CS atau MM adalah suatu gagasan masyarakat yang mandiri yang dikonsepsikan sebagai jaringan-jaringan yang produktif dari kelompok-kelompok sosial yang mandiri, perkumpulan-perkumpulan, serta lembaga-lembaga yang saling berhadapan dengan negara.

8. Menurut kelompok kami, CS atau MM adalah suatu konsep sosial kemasyarakatan yang mandiri dan independent dimana elemen-elemen pendukungnya memiliki kemampuan (capability) untuk merumuskan dan berperan aktif dalam menjalankan suatu tujuan bersama diluar konteks pemerintahan dan kenegaraan yang baku.

3. Landasan Undang-Undang Tentang Civil Society (Masyarakat Madani) Cita negara madani dan demokratis nyata ada di dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ide mengenai masyarakat madani dan demokratis yang tertuang dalam Pembukaan bahkan dipertahankan untuk tidak dirubah manakala bangsa ini melakukan reformasi konstitusi. Amandemen konstitusi sejak 1999 bahkan menunjukkan komitmen kuat bangsa yang semakin mengkristal untuk hidup bernegara secara demokratis.

Pembukaan UUD 1945 sebagai bagian tak terpisahkan dari konstitusitelah pula menegaskan bahwa negara yang dilahirkan ini adalah untuk mengabdi pada rakyat, mensejahterakan rakyat, bukan sebaliknya: rakyat melayani pemerintah. Pemerintah Negara Indonesia, demikian alinea IV Pembukaan UUD 1945, memiliki kewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Pemerintah dan negara ini ada untuk melindungi rakyatnya. Dalam negara Indonesia rakyatlah yang berdaulat . Pilihan Republik sebagai bentuk negara menunjukkan bahwa di dalam negara Indonesia yang berdaulat adalah orang banyak, bukannya sedikit orang entah yang mengejawantah dalam monarki maupun oligarki, walau kalau ditilik sejarahnya, negara Indonesia berasal dari himpunan ratusan kerajaan besar kecil. Inilah cita negara demokrasi yang digagas oleh para pendiri bangsa, dan terus dipertahankan oleh MPR manakala melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sejak tahun 1999-2002.

(7)

4. Konsep Civil Society (Masyarakat Madani)

Istilah masyarakat madani, menurut sebagian kalangan, pertama kali dicetuskan oleh Naquib Al-Attas, guru besar sejarah dan peradaban Islam dari Malaysia. Jika ditelusuri lebih jauh, istilah itu sejatinya berasal dari bahasa Arab dan merupakan terjemahan dari Al-Mujtama Al-Madany. Jika demikian, besar kemungkinan bahwa istilah yang dicetuskan oleh Naquib Al-Attas diadopsi dari karakteristik masyarakat Islam yang telah diaktualisasikan oleh Rasulullah di Madinah, yang kemudian disandingkan dengan konteks kekinian.

Istilah tersebut kemudian diperkenalkan di Indonesia oleh Anwar Ibrahim yang saat itu menjabat sebagai Deputi Perdana Menteri Malaysia pada Festival Istiqlal September 1995. Dalam ceramahnya, Anwar Ibrahim menjelaskan secara spesifik terkait karakteristik masyarakat madani dalam kehidupan kontemporer, seperti multietnik, kesalingan, dan kesedian untuk saling menghargai dan memahami.

Konsep masyarakat madani sendiri bisa dilihat dari dua aspek: positif dan negatif. Negatif jika dilihat dari sudut keterbatasan negara dalam mengontrol segala aktifitas yang dilakukan warganya dan menyerap bakat dan inisiatif sosial penduduknya. Sebaliknya positif, jika dilihat dari banyaknya organisasi, perkumpulan atau asosiasi yang mandiri dan independen dalam masyarakat dan mereka dapat bekerja bersama-sama dalam upaya menyelesaikan problem yang dihadapi tanpa adanya intervensi negara. Lebih penting bahwa mereka dapat melakukan proteksi yang diperlukan jika sewaktu-waktu terjadi pelanggaran hak asasi mereka

Konsep masyarakat madani dalam islam merujuk tumbuh dan berkembangnya masyarakat etis (ethical society), yakni masyarakat yang punya kesadarn etis sehingga mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap berlakunya nilai-nilai peradaban yang bersumber dari ajaran-ajaran agama. Dalam perspektif islam,civil society atau masyarakat madani mengacu pada penciptaan Pradaban, kata Al-Din (agama) terkait dengan kata Al-Tamaddun (peradaban). Kedua kata itu menyatu dalam pengertia Al-Madinah yang artinya itu secara harfiyah adalah Kota. Dengan demikian masyarakat madani mengandung 3

(8)

unsur pokok, yaitu agama, peradaban dan perkotaan. Disini agama merupakan sumber,peradaban adalah prosesnya, dan masyarakat kota adalah hasilnya.

5. Karakteristik Civil Society (Masyarakat Madani)

Civil Society (Masyarakat Madani) tidak muncul dengan sendirinya, namun membutuhkan unsur-unsur sosial yang menjadi prasyarat terwujudnya tatanan konsep civil society tersebut. Faktor-faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas Civil Society (Masyarakat Madani). Beberapa karakteristik pokok yang harus dimiliki dalam pembentukan civil society antara lain :

1. Free public sphere

Artinya adalah masyarakat tersebut memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.

2. Demokratisasi,

Artinya adalah suatu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliput Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dunia Pers yang bebas dan objektif, supremasi hukum yang selalu dijunjung dalam seluruh kegiatan berbangsa dan bernegara, perguruan tinggi yang aktif mengontrol proses politik dan demokrasi, serta partai politik sebagai media melakukan aspirasi ke tingkat yang lebih tinggi.

3. Toleransi

Artinya adalah kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling

(9)

menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.

4. Pluralisme

Artinya adalah suatu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

5. Keadilan sosial (social justice)

Artinya adalah adanya suatu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.

6. Partisipasi sosial

Artinya adalah adanya partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.

7. Supremasi hukum

Artinya adalah adanya upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.

6. Penerapan Civil Society (Masyarakat Madani)

Pemahaman Civil Society (Masyarakat Madani) sendiri selalu dikaitkan dengan negara (state). Civil Society (Masyarakat Madani) dipahami pada penekanan ruang (space), di mana individu dan kelompok dalam masyarakat dapat saling berinteraksi dengan semangat toleransi. Dalam ruang tersebut masyarakat diharapkan dapat melakukan partisipasi dalam pembentukan kebijaksanaan publik dalam suatu negara. Makna dari Civil Society (Masyarakat Madani) diartikan sebagai sebuah masyarakat yang memiliki peradaban yang dibedakan dari masyarakat yang tidak beradab atau barbarian. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa civil society merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu pihak, dan masyarakat di pihak lain, dalam ruang tersebut terdapat asosiasi warga masyarakat yang bersifat suka rela dan terbangun sebuah jaringan hubungan di

(10)

antara asosiasi tersebut. Asosiasi tersebut bisa dalam bentuk bermacam-macam, ikatan pengajian, persekutuan gereja, koperasi, kalangan bisnis, LSM, dll, hubungannya dikembangkan atas dasar toleransi dan saling menghargai satu sama lainnya.

Oleh karena itu, civil society merupakan suatu bentuk hubungan antara negara dengan sejumlah kelompok sosial dan gerakan sosial lainnya yang ada dalam negara namun sifatnya independen terhadap negara. Jadi, civil society adalah sebuah masyarakat, baik secara individual maupun secara kelompok, dalam negara yang mampu berinteraksi dengan negara secara independen. Masyarakat tersebut memiliki komponen tertentu sebagai syarat adanya civil society. Komponen itu meliputi empat hal: otonomi, akses masyarakat terhadap lembaga negara, arena publik yang bersifat otonom, dan arena publik tersebut terbuka bagi semua lapisan masyarakat. Dengan otonomi dimaksudkan bahwa sebuah civil society haruslah sebuah masyarakat yang terlepas sama sekali dari pengaruh negara, baik dalam bidang ekonomi, politik, ataupun bidang sosial. Makna otonomi dari civil society di sini adalah kemandirian dalam melakukan inisiatif untuk melakukan kegiatan dan kemandirian dari intervensi negara yang tidak seharusnya dilakukan.

7. Penerapan Civil Society (Masyarakat Madani) di Indonesia

Setelah mendalami pembahasan mengenai civil society seperti di atas, maka hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah mengenai penerapan civil society sendiri di Indonesia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa apa yang disebut dengan civil society di Indonesia masih belum dapat ditemukan. Hal ini disebabkan karena masyarakat Indonesia baru saja atau tengah menghadapi proses transformasi sosial, di satu pihak dan di pihak lain, kekuasaan negara sangatlah besar terhadap masyarakatnya. Berbicara masalah civil society selalu akan berbicara tentang transformasi sosial yang akan membawa masyarakat pada suatu tahap. Di Indonesia sendiri praktik-praktik civil society masih sangat jauh dari indikator ideal. Dalam hal ekonomi misalnya, masih banyak terjadi ketimpangan kesejahteraan di beberapa wilayah bagian Indonesia. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat pluralistik. Atau lebih tepat disebut masyarakat yang sangat

(11)

tinggi tingkat fragmentasi sosialnya. inilah yang menjadi penghambat tumbuh dan berkembangya civil society di Indonesia.

Selain itu, banyak hambatan dari sisi pandangan maupun teknis pelaksanaan karakteristik civil society diatas. Kendala-kendala cukup besar yang dialami oleh Indonesia dalam mewujudkan konsep civil society terssebut, diantaranya:

- Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata - Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat

- Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter

- Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas

- Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar - Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi

Oleh karena itu, dalam menghadapi hambatan diatas dan ditambah dengan pesatnya perkembangan dan perubahan zaman, implementasi civil society perlu ditegaskan ulang di negara ini, penegasan dalam implementasi tersebut akan sangat bermanfaat di masa yang akan dating melalui peran-peran sebagai berikut :

- Sebagai media pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan

- Sebagai advokasi bagi masyarakat yang teraniaya, tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan mereka walaupun telah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar RI (masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruh yang digaji atau di PHK secara sepihak dan lain-lain) - Sebagai kontrol terhadap pelaksanaan negara, terutama terkait dengan aspek

aparatur negara.

- Menjadi kelompok kepentingan (interest group) atau kelompok penekan (pressure group) sehingga nantinya tercipta keseimbangan social

- Masyarakat madani pada dasarnya merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu pihak dan masyarakat di pihak lain. Dalam ruang lingkup tersebut terdapat sosialisasi warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan hubungan di antara assosiasi tersebut, misalnya berupa perjanjian, koperasi, kalangan bisnis, Rukun Warga, Rukun

(12)

Tetangga, dan bentuk organisasi-organsasi lainnya, sehingga perlu adanya dukungan terkait dengan pembentukan organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti ini. Baik secara materiil maupun non-materiil selama visi dan misi organisasi sejalan dengan nilai dan norma-norma yang berlaku umum.

8. Peranan Akademisi dalam Mewujudkan Civil Society (Masyarakat Madani)

Mahasiswa, makna yang luar biasa terkandung didalamnya seharusnya segera membludak dalam bentuk wujud perbuatan bukan menjadi mahasiswa yang apatis. Tempat bagi mahasiswa dalam mewujudkan masyarakat madani haruslah berada pada barisan depan. Berikut uraian tentang cara yang bisa ditempuh untuk memaksimalkan peran tersebut.

a. Menajamkan fungsi pewacanaan

Dengan kemampuan akademik yang dimiliki, mahasiswa seharusnya mampu menjadi ujung tombak penyadaran terhadap masyarakat dengan pewacanaan. Ada banyak hal yang bisa disampaikan mahasiswa melalui hal ini, mulai dari masalah kemiskinan, kriminalitas, ataupun kebobrokan sistem penyelenggaraan negara. Lewat wadah ini, kita bisa membentuk kesadaran masyarakat.

b. Pengabdian lewat baksos jasa

Ada sebuah program yang sangat luar biasa dan belum banyak dilakukan oleh mahasiswa, yaitu Desa Binaan. Melalui program ini mahasiswa secara lansung akan mengambil peran pengabdian terhadap masyarakat. Ada banyak anak-anak desa yang sangat menyedihkan keadaan moralnya, kontaminasi serta prilaku imitasi terhadap budaya busuk yang ditampilkan di dunia maya sudah menjadi ciri khas dibanyak pedesaan. Maka jika melihat keadaan itu seharusnya kita merasa bertanggung jawab atas itu dengan membagi kefahaman kita terhadap mereka, dan itu bisa kita lakukan dengan program Baksos Jasa.

(13)

B. Kesimpulan

Dari beberapa pembahasan diatas, kesimpulan yang bisa didapatkan adalahbahwa civil society (masyarakat madani) adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya. Juga dimana pemerintahan yang ada di dalamnya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan setiap pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang mudah dibentuk. Masyarakat madani adalah konsep jangka panjang, seperti halnya pembangunan nasional, yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus.

Banyak faktor yang turut menentukan dalam pemberdayaan masyarakat madani, gambaran masyarakat berdaya yang diidamkan sangat menentukan dalam perencanaan strategis dan operasionalnya. Oleh sebab itu, seluruh sektor masyarakat terutama gerakan, kelompok, dan individu-individu independen yang concered dan committed pada demokratisasi dan masyarakat madani seyogyanya mengambil strategi yang lebih stabil, lebih halus, bukan mengambil jalan konfrontasi langsung yang tidak mustahil akan mengorbankan aktor-aktor masyarakat madani itu sendiri.

(14)

Daftar Pustaka

Karim, Asrori. 1999. Civil Society dan Ummah, Sintesa Diskursif “Rumah” Demokrasi. Logos Wacana Ilmu. Ciputat

Lestari, Eva. 2012. Masyarakat Madani : Karakteristik.

http://evaaaaaaaaaablog.blogspot.co.id/2012/03/masyarakat-madani-karakteristik.html. Di akses pada tanggal 21 Pebruari 2016

Sosrosoediro, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta.

Ubaedillah. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, Hak asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta

Widyamartaya, A. 2005. Wacana publik Asia Tenggara: Menuju Masyarakat Madani?. Kanisius. Yogyakarta

Zulkarnaen, Eric. 2013. Masyarakat Madani Menurut Islam. http://indonesiahistoric.blogspot.co.id/2013/01/masyarakat-madani-menurut-islam.html. Di akses pada tanggal 21 Pebruari 2016

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses pembelajaran, tidak banyak guru yang berupaya menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika, hal ini

Investasi dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo adalah aset keuangan non-derivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan dan jatuh temponya telah

Postmodern adalah gerakan yang diciptakan atas ketidakpuasan terhadap arsitektur modern, terutama International Style.Gerakan postmodern ini ditandai dengan

Faktor pendidikan masyarakat yang masih rendah yang mengakibatkan kurangnya pengetahuan masyarakat khususnya mengenai Undang Undang perkawinan nomer 1 Tahun 1974.,

Kegiatan  assurance  merupakan  penilaian  objektif  yang  dilakukan  auditor  internal  atas  bukti  untuk  memberikan  pendapat  independen  mengenai  tata 

Pada hasil simulasi  software elemen hingga pada kait untuk pembebanan 20 ton, jenis kait tunggal diperoleh tegangan normal maksimum sebesar 277,31 MPa dan defleksi

Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi garam red B terhadap kualitas hasil pewarnaan pada batik kulit kayu Jomok menggunakan zat warna

Industri farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap  pemenuhan persyaratan CPOB baik untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib