• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia yang disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis, merupakan infeksi cacing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia yang disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis, merupakan infeksi cacing"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Cacing Kremi

Penyakit infeksi cacing kremi atau enterobiasis adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis, merupakan infeksi cacing yang terbesar dan sangat luas dibandingkan dengan infeksi cacing lainnya.(Sudarto,1995)

Enterobiasis merupakan penyakit keluarga yang disebabkan oleh mudahnya penularan telur baik melalui pakaian maupun alat rumah tangga lainnya. Anak berumur 5-14 tahun lebih sering mengalami infeksi cacing Enterobius vermicularis dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih suka menjaga kebersihan.(Depkes RI,2004)

Frekuensi enterobiasis di Indonesia tinggi terutama pada anak yang lebih banyak ditemukan pada golongan ekonomi lemah. Kebersihan perorangan penting utuk pencegahan,kuku hedaknya selalu dipotong pendek, tangan di cuci bersih sebelum makan. Anak yang terinfeksi cacing E.vermicularis sebaiknya memakai celana panjang jika hendak tidur supaya alas kasur tidak terkontaminasi dan tangan tidak dapat menggaruk daerah perianal. Makanan hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung telur. Pakaian dan alas kasur hendaknya dicuci bersih dan diganti tiap hari.(Inge.S,2008)

B. Enterobius vermicularis 1. Klasifikasi E. vermicularis

(2)

Phylum : Nematoda Class : Cecernentea Subclass : Rhabditia Order : Rhabditida Suborder : Rhabditina Superfamily : Oxyuroidea Family : Oxyuridae

Genus : Oxyuris atau Enterobius

Spesies : O.vermicularis atau E.vermicularis

(Gandahusada et al., 2001)

2. Morfologi telur E. vermicularis

Telur E. vermicularis oval, tetapi asimetris (membulat pada satu sisi dan mendatar pada sisi yang lain), dinding telur terdiri atas hialin, tidak berwarna dan transparan, serta rerata panjangnya x diameternya 47,83 x 29,64 mm. Telur cacing ini berukuran 50μm - 60μm x 30μm, berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisinya (asimetris). Telur jarang dikeluarka di usus, sehingga jarang ditemukan di tija. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 6 jam setelah dikeluarka, pada suhu badan. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari. Dinding telur bening dan agak tebal, didalamnya berisi massa bergranula berbentuk oval yang teratur, kecil, atau berisi embrio cacing, suatu larva kecil yang melingkar. (Srisasi., 2004)

(3)

Gambar 2.1 Telur cacing E. vermicularis.(Purnomo,2003)

3. Morfologi cacing E. vermicularis.

Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm. Pada ujung anterior ada pelebaran kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Ekornya panjang da runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh dengan telur 11.000 – 15.000 butir,bermigrasi ke daerah perianal utuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya.(Srisasi,2004)

Gambar 3.1 Cacing E. vermicularis betina(Juni Prianto,2008)

Cacing jantan berukuran 2 – 5 mm,mempunyai sayap dan ekor melingkar sehigga bentuknya seperti tanda Tanya (?) ,spikulum pada ekor jarang ditemukan.(Srisasi,2004)

(4)

Gambar 3.2 Cacing E. vermicularis jantan (Juni Prianto,2008)

Cacing kremi (E,vermicularis) dewasa berukuran kecil, berwarna putih. Cacing betina jauh lebih besar dari pada jantan. Ukuran cacing betina sampai 13 mm, sedangkan ukuran jantan sampai sepanjang 5 mm. Didaerah anterior sekitar leher,kutikulum cacing melebar.Pelebaran yang khas pada cacing ini disebut sayap leher (cervical alae).Usofagus cacing ini juga khas bentuknya oleh karena mempunyai bulbus esophagus ganda (double-bulp-oesophagus). Tidak terdapat rongga mulut pada cacing ini, akan tetapi di jumpai adanya tiga buah bibir.

Ekor cacing betina lurus dan runcing sedangkan yang jantan mempunyai ekor yang melingkar. Di daerah ujung posterior ini di jumpai karena sesudah mengadakan kopulasi dengan betinanya ia segera mati (Soedarto,1995)

4. Siklus hidup E. vermicularis

Manusia terinfeksi cacing ini bila menelan telur cacing ini. Telur yang termakan menetas di duodenum dan larva yang keluar akan bermigrasi ke bagian bawah usus dan menjadi dewasa di situ. Bila cacing dewasa telah dibuahi aka bermigrasi kea us untuk bertelur. Telur yang dihasilkan betina per hari sekitar 11.000 butir, menjadi

(5)

infeksius setelah 6 jam. Telur yang infeksius mengandung protein yang mudah megiritasi dan mudah lengket baik pada rambut,kulit atau pakaian. Telur akan tinggal di situ 2 – 6 minggu dan siap menginfeksi lagi. Siklus dari telur sampai menjadi cacing dewasa yang bertelur membutuhkan waktu minimum 15 hari.(Bernardus,2007)

Gambar 4.1 Daur hidup Oxyuris vermicularis (cacing kremi)

5. Cara penularan E. vermicularis Penularan dapat dipengaruhi oleh :

1. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal (autoinfeksi) atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri karena memegang benda-benda atau pakaian yang terkontaminasi.

(6)

2. Debu merupakan sumber infeksi karena mudah diterbangkan oleh angin sehingga telur melalui debu dapat tertelan.

3. Retrofeksi melalui anus : larva dari telur yang menetas di sekitar anus kembali masuk ke usus. ( Inge S,2008)

Epidemiologi E. vermicularis

1. Penyebaran cacing kremi lebih luas daripada cacing lain.

2. Penularan dapat terjadi pada keluarga atau kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama (asrama,rumah piatu).

3. Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga terifeksi E. vermicularis, telur cacing dapat dapat ditemukan 92% di lantai,meja,kursi,toilet sats,bak mandi alas kasur,dan pakaian.

4. Angka prevalensi pada berbagai golonga manusia 3% - 80% dengan kelompok terbayak usia 5-9 tahun.(Inge S,2008)

6. Diagnosa Laboratorium

Diagnosis di lakukan berdasarkan riwayat pasien dengan gejala klinis positif. Diagnosis pasti dengan di temukannya telur dan cacing dewasa. Selain itu, diagnosa dapat di lakukan dengan pemeriksaan tinja dan anal swab dengan metode Scotch adhesive tape swab.

Pada pemeriksaan tinja dapat di temukan adanya cacing dewasa. Cacing jantan dewasa setelah kopulasi mati dan keluar bersama tinja. Sementara dengan metode

(7)

“Scotch adhesive tape swab”, dapat menemukan telur yang di letakkan di daerah perianal (Faust et al., 1999).

C. Pemeriksaan Laboratorium

Infeksi cacing sering diduga pada anak yang menunjukkan rasa gatal di sekitar anus pada waktu malam hari. Namun tidak di kemungkinkan pada orang dewasa juga di temukan telur cacing. Adapun cara memeriksa adanya E,vermicularis adalah sebagai berikut:

a) Cacing dewasa

Cacing dewasa di temukan di dalam feses di cuci dalam larutan NaCl agak panas, kemudian di kocok-kocok terus, sehingga lemas. Selanjutnya di periksa dalam keadaan segar atau di matikan dengan larutan fixasi untuk mengawetkan gunakan alcohol 70% agak panas.

b) Telur cacing

Telur cacing E.vermicularis jarang di temukan dalam feses, hanya 5% yang positif pada orang – orang yang menderita infeksi ini( Soedarto,1995)

Telur cacing E.vermicularis lebih mudah di temukan dengan teknik pemeriksaan yang khusus,yaitu dengan metode Mengaplikasi “Graham Scotch Tape”(Ganda husada,2006).

Pada metode ini bahan yang di periksa berupa perianal swab oleh karena cacing betina yang banyak mengandung telur pada waktu malam hari melakukan migrasi

(8)

kedalam perianal. Sehingga dengan pemeriksaan perianal swab lebih mudah di temukan telur cacing tersebut (Brown,H.W,1983).

Dilakukan juga pemeriksaan flotasi pada sampel kuku jari tangan, Dimana prinsip kerja dari flotasi itu sendiri adalah dengan menggunakan NaCl jenuh, yang awalnya perendaman kuku anak-anak dengan NaCl tadi sampai 2/3 tabung kemudian diaduk sampai homogen, tambahkan lagi NaCl jenuh sampai tabung penuh dan tutup dengan deck glass selama 45 menit, angkat obyek glass periksa dibawah mikroskop.(Gandasubrata R,2008)

D. Perilaku hidup sehat

Menurut Hendrik L Blum masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat komplek, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatannya sendiri, tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah “sehat-sakit” atau kesehatan tersebut. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi empat berdasarkan urutan besarnya atau pengaruh terhadap kesehatan yaitu sebagai berikut: lingkungan yang mencakup lingkungan (fisik, social, budaya, politik, ekonomi, da sebagainya) perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut di samping berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal, bila mana keempat faktor tersebut bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan baik kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, untuk hal ini Hendrik L Blum menjelaskan secara ringkas sebagai berikut:

(9)

1). Lingkungan yaitu karakter fisik alamiah dari lingkungan seperti iklim, keadaan tanah, dan topografi berhubungan langsung dengan kesehatan sebagaimana halnya interaksi ekonomi, budaya, dan kekuatan-kekuatan lain yang mempunyai andil dalam keadaa sehat.

2). Perilaku yaitu perilaku perorangan dan kebiasaan yang mengabaikan higiene perorangan.

3). Keturunan atau factor genetic adalah sifat alami didalam diri seseorang yang dianggap mempunyai pengaruh primer da juga sebagai penyebab penyakit.

4). Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan oleh unit pelayanan kesehatan da pembinaan kesehatan lingkungan.

Usaha pencegahan penyakit cacingan yaitu sebagai berikut: hati-hati bila makanan mentah atau setengah matang terutama pada tempat-tempat dimana sanitasi masih kurang, masak bahan makanan sampai matang, selalu mencuci tangan setelah dari kamar mandi/WC, selalu mencuci tangan dengan sabun setelah bermain, sebelum memegang makanan.(Soekidjo,2007)

A. Riwayat timbulnya penyakit

Penyakit dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara. Masyarakat sering mengklasifikan penyakit berdasar organ atau sistem organ. Metode lain klasifikasi berdasarkan agens penyebabnya, agens penyebab bisa berupa agen biologis,kimia atau agens fisik. Penyakit diklasifikasikan sebagai penyakit akut/kronis atau sebagai penyakit menular(infeksius) atau tidak menular(non infeksius). Infeksius adalah kemampuan agens biologis untuk menetap dan tumbuh didalam penjamu. Patogenitas adalah kemampuan agens penyakit infeksius untuk menimbulkan penyakit.

(10)

Agens Lingkungan

Unsur-unsur penyakit menular sederhana-agens, pejamu, dan lingkugan, ketiga faktor tersebut membentuk persyaratan minimal untuk kejadian dan penyebaran penyakit menular dalam populasi. Agens merupakan unsur yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Pejamu adalah organisme rentan apapun-organisme bersel tunggal,tumbuhan, binatang, atau manusia yang disusupi oleh agens infeksius. Lingkungan mencakup semua faktor lain, fisik, biologis atau sosial yang menghalangi atau memicu penularan penyakit. Penularan penyakit menular terjadi jika seseorag pejamu rentan dan suatu agens patogenik berada di dalam suatu lingkungan yang kondusif untuk penularan penyakit. ( James F,2006)

B. Gambaran keterkaitan kuku jari tangan dengan anus

Telur-telur bersembunyi dalam lipatan perianal sehingga jarang keluar dan didapatkandalam tinja beberapa jam kemudian telur telah menjadi matang dan infektif, selanjutnya terjadi salah satu hal di bawah ini

1. Autoinfeksi, karena daerah perianal gatal, digaruk, telur menempel pada tangan atau bawah kuku, kemudian telur ini termakan oleh hospes yang sama

2. Gejala klinisyang menonjol disebabkan iritasi disekitar anus, perineum dan vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga menyebabkan pruritus lokal. Oleh karena cacing bermigrasi ke daerah anus dan menyebabkan pruritus ani, maka penderita menggaruk daerah sekitar anus sehingga timbul luka garuk di sekitar anus.Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari

(11)

hingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah serta lebih cengeng atau sensitif. cepat marah, dan gigimenggeretak. Kondisi yang tidak mengenakkan ini membuat nafsu makan anak berkurang. Berat badannya serta merta berkurang.( Inge S,2008 )

C. Kerangka Teori

D.

H. Kerangka Konsep

Kebiasaan mengganti alas tidur Kebiasaan cuci tangan KejadianInfeksi telur cacing kremi Kebiasaan mandi Kebiasaan potong kuku Kebiasaan membersihkan tangan setelah buang air besar Kebiasaan

mengigit jari kuku

Keberadaan telur cacing kremi pada Spesimen apus perianal Perilaku hidup

sehat anak

Keberadaan telur cacing kremi pada

Spesimen jari kuku tangan

Kebiasaan menggaruk anus

(12)

I. HIPOTESIS

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara perilaku hidup sehat dengan keberadaan telur cacing kremi pada daerah perianal anak.

2. Ada hubungan antara perilaku hidup sehat dengan keberadaan telur cacing kremi pada kuku jari tangan anak.

3. Ada hubungan antara keberadaan telur cacing kremi pada daerah perianal dan kuku jari tangan anak.

(13)

Gambar

Gambar 2.1 Telur cacing E. vermicularis.(Purnomo,2003)
Gambar 3.2 Cacing E. vermicularis jantan (Juni Prianto,2008)
Gambar 4.1 Daur hidup Oxyuris vermicularis (cacing kremi)

Referensi

Dokumen terkait

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu. rumah tangga karena adanya hubungan darah,perkawinan

Menurut Slameto (2003: 60) menyatakan “anak akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik moral anak, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga

Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah Tangga tahun 1996 merumuskan bahwa ketahanan pangan rumah tangga adalah kemampuan untuk memenuhi pangan anggota keluarga dari waktu ke

1) Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan anak (kandung atau anak angkat).. 2) Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah

Vektor-vektor malaria tersebut pada umumnya menggigit manusia pada malam hari, penularan akan lebih intensif terjadi di daerah dimana nyamuk dapat hidup dalam waktu lama

Saefudin dan Marisa (1984) dalam Saefudin (2001) menjelaskan bahwa pendapatan rumah tangga merupakan total pendapatan dari setiap anggota rumah tangga dalam bentuk uang

Penularan penyakit toksoplasmosis dan terjadi melalui berbagai cara, yaitu kepemilikan kucing, konsumsi daging mentah/setengah matang, berkebun, kontak dengan tanah,

Indikator PHBS dalam rumah tangga Menurut Sudayasa 2009, rumah tangga ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di rumah tangga yaitu: