• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah politik pendidikan diskusi. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah politik pendidikan diskusi. docx"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

A. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu hak penting dan mendasar yang harus dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia, oleh karena itu pendidikan harus dapat diupayakan sebaik mungkin. Sebagaimana telah ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31 alinea ke-4, bahwa pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa untuk meningkatkan peradaban manusia demi kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Pendidikan bukanlah suatu hal yang dapat ditawar-tawar lagi, karena pendidikan merupakan salah satu tujuan negara yang akan menunjukan eksistensi negara.

Pendidikan adalah ujung tombak suatu negara, maju dan tertinggalnya suatu negara sangat tergantung pada kondisi pendidikannya, karena semakin berkembangnya pendidikan suatu negara maka semakin besar dan majulah negara tersebut, artinya pendidikan menjadi kunci akan maju dan berkembangnya suatu negara. Namun yang menjadi pertanyaan besar adalah pendidikan yang bagaimana yang akan menjadi kunci akan berkembangnya suatu negara?

Apa yang kita lihat dan saksikan pada kondisi sekarang ini, bahwa mayoritas masyarakat memilki pemahaman bahwa mutu pendidikan itu hanya diukur sebatas nilai UN dan US, artinya apabila si anak memiliki nilai UN dan US yang tinggi, dan sekolah meluluskan siswanya 100 persen dengan nilai rata-rata yang tinggi maka pendidikan di sekolah tersebut telah berhasil. Apakah yang demikian hakikat dan tujuan dari pendidikan?. Hakikat dan tujuan pendidikan tidak hanya berorientasi pada hasil yang dicapai siswa melalui US dan UN, melainkan hakikat keberhasilan pendidikan sebenarnya apa yang sudah menjadi cita-cita dan fungsi pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

(2)

yang miskin tata krama, sopan santun, dan etika moral. Maka dari itu pada makalah ini penulis mencoba menyajikan makalah dengan tema pendidikan karakter, yang mana pendidikan karakter merupakan salah satu upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya menuju kearah peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Sebagai contoh anak dianjurkan untuk bersih badan dan pakaian, hormat terhadap orang tua, menolong teman, menghormati yang lebih muda, dan masih banyak contoh yang lain yang itu merupakan proses dari pendidikan karakter. Sehubungan dengan itu Dewantara (1967), dalam Mulyasa pernah mengemukakan beberapa hal yang harus dilaksanakan dalam pendidikan karakter, yakni ngerti-ngeroso-ngelakoni (menyadari, menginsyafi, dan melakukan).2

Pendidikan karakter merupakan proses yang berkelanjutan dan tidak pernah berakhir (never ending process), sehingga menghasilkan perbaikan kualitas yang berkesinambungan yang ditujukan pada terwujudnya sosok manusia masa depan, dan berakar pada nilai-nilai budaya bangsa.

B. PEMBAHASAN

1. Definisi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter terdiri dari dua kata, yaitu pendidikan dan karakter. Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberikan awalan “pe” dan akhiran “an” yang mengandung arti “perbuatan”, hal cara dan sebagainya.3 Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak, yang kemudian istilah ini diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan.4

Dalam perkembangannya, istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa atau bisa diartikan usaha yang dijalankan oleh seorang atau sekelompok orang yang mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi. Dengan demikian pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohani kearah dewasaan yang mana dalam

2 Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, cet ke-4, 2012), h. 1 3 Sudirman. N, et.al. Ilmu Pendidikan, (Bandung: Remaja Karya, 1987), h. 4

(3)

konteks ini orang dewasa yang dimaksud bukan berarti pada kedewasaan pisik belaka, akan tetapi bisa pula dipahami pada kedewasaan psikis.5

Adapun istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-tarbiyah, dan al-tadib, dan al-ta’lim, yang mana dari ketika istilah tersebut yang lebih populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah al-tarbiyah.6

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 bab 1 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat, bangsa, dan negara.7 Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu proses mendidik, mengajar, membimbing dan melatih yang dilakukan secara sadar serta terencana dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu untuk mengembangkan potensi diri baik dari segi koqnitif (intelektual), afektif (sikap), dan psikomotorik (prilaku yang baik atau akhlaqul karimah).

Adapun karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994: 445) berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan satu dengan yang lain.8 Menurut Simon Philips (2008) karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.9 Bila disimpulkan karakter adalah sikap mental yang telah menjadi watak, tabiat dan bawaan seseorang yang menjadi dasar dari tindakan ataupun perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 3 tentang sistem pendidikan dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.10

5 Ibid, h. 83 6 Ibid, h. 84

7 qoqoazroqu.blogspot.com/2013/01/undang-undang-republik-indonesia-nomor-html, (diambil, 18/10/2013, 17.05)

8 Zainal Aqib, & Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, (Bandung: Yrama Widya, 2011), h. 2

9 Mu’in, Fatchul, Pendidikan Karakter : Konstruksi Teoritik dan Praktik, (Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, Cet. I, 2011, h. 160

(4)

Sedangkan Wynne (1991) dalam Mulyasa, mengemukakan bahwa karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana menerapan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Oleh sebab itu seseorang yang berprilaku tidak jujur, curang, kejam dan rakus orang tersebut dikatakan orang yang memiliki karakter jelek, tapi sebaliknya ketika seseorang memiliki prilaku baik, jujur, dan suka menolong maka dikatakan orang itu memiliki karakter yang baik/mulia.11

Terminologi pendidikan karakter mulai ramai dibicarakan sejak tahun 1990-an. Thomas Lickona adalah orang yang dianggap sebagai pengusungnya melalui karyanya “The Retrun of Character Education” yang begitu memukau yang menyadarkan dunia barat secara khusus dimana tempat Licona hidup dan seluruh dunia pendidikan secara umum, bahwa pendidikan karakter adalah sebuah keharusan, dan inilah awal kebangkitan pendidikan karakter.12 Pendidikan karakter memiliki makna yang lebih tinggi daripada pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk melainkan pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga siswa didik menjadi faham, mampu merasakan, dan mau melakukan dengan baik.

Menurut Ratna Megawangi moral adalah pengetahuan seseorang tentang hal yang baik dan buruk, sedangkan karakter adalah tabiat seseorang yang langsung di drive oleh otak. Dari sudut pandang lain bisa dikatakan bahwa tawaran istilah pendidikan karakter datang sebagai kritik dan kekecewaan terhadap praktek pendidikan moral selama ini, itulah karenanya terminologi yang ramai dibicarakan sekarang adalah pendidikan karakter (charakter education) bukan pendidikan moral (moral education), walau secara subtansialnya keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipial.13

Daniel Goleman yang terkenal dengan bukunya Multiple Intelligences, dan Emosional Intelligence (1999), menyebutkan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai yang mencakup sembilan nilai dasar yang saling terkait, yaitu: responsibility (tanggung jawab), respect (rasa hormat), fairness (keadilan), courage (keberanian), honesty (kejujuran), citizenship (rasa kebangsaan), selp-discipline (disiplin diri), caring (peduli), dan perseverance (ketekunan).14

Melalui uraian panjang diatas, disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik,

11 Mulyasa, Opcit, h. 3

12 htpp://www.marfu78.com/antara-karakter-moral-dan-akhlak.html, (diambil, 18/10/2013, 18.35) 13 ibid

(5)

yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

2. Hakikat Pendidikan karakter

Sebagaiman yang telah penulis jelaskan diatas, bahwa pendidikan karakter memiliki makna yang lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar atau salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan, sehingga anak didik memiliki pemahaman, dan kesadaran yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral yang diaplikasikan dalam tindakan nyata melalui perilaku terpuji, tanggung jawab dan nilai-nilai karakter mulia lainnya.

Istilah karakter sangat erat kaitannya dengan kepribadian (personality), seseorang, sehingga ia bisa disebut orang yang berkarakter (personality of character) jika perilakunya sesuai dengan etika atau kaidah norma. Meskipun demikian, kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin seseorang secara sadar menghargai pentingnya nilai-nilai karakter, hal ini dimungkinkan karena boleh jadi perbuatan tersebut dilakukan atas dasar atau dilandasai oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai-nilai karakter, sebagai contoh ketika seseorang berbuat jujur yang dilakukan karena takut dinilai oleh orang lain dan lingkungannya bukan karena dorongan yang tulus untuk menghargai kejujuran. Oleh karena itu, dalam pendidikan karakter diperlukannya aspek perasaan (emosi), yang oleh Lickona (1992) disebut “desiring the good” atau keinginan untuk melakukan kebajikan15, maka dari itu karakter yang baik harus melibatkan “desiring the good” atau “loving the good” dan “acting the good” bukan hanya aspek “knowing the good”, sehingga manusia tidak berprilaku seperti robot yang diindoktrinasi oleh faham tertentu.

Melengkapi uraian diatas, Megawangi, pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun 9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan sebagai acuan dalam pendidikan karakter, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Adapun 9 pilar tersebut yaitu:

(6)

b. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri c. Amanah

d. Hormat dan santun

e. Kasih sayang, peduli, dan bekerja sama f. Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah g. Adil dan berjiwa kepemimpinan

h. Baik dan rendah hati i. Toleran dan cinta damai16

Dalam konteks pemikiran islam karakter berkaitan dengan iman dan ihsan, dan dalam perspektif islam bahwa pendidikan karakter secara teoritik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan di utusnya Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki dan meyempurnahkan akhlaq (karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah, dan muammalah, tetapi juga akhlaq. Pengamalan ajaran Islam secara utuh merupakan model karakter seorang muslim, bahkan dipersonifikasikan dengan model karakter Rasulullah SAW yang memiliki sifat Shiddiq, Tabligh, Amanah, dan Fathonah.

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter bertujuan untuk mengingkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui pendidikan karakter siswa diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam kehidupan sehari-hari.

(7)

karena itu keteladan dan pembiasaan dari pendidik dalam hal kebaikan haruslah dimiliki oleh para pendidik, karena dengan keteladan akan berpengaruh yang sangat besar dalam pembentukan karakter peserta didik, bukankah satu keteladanan itu lebih baik daripada seribu nasehat?.

Adapun penciptaan lingkungan yang kondusif dapat dilakukan dengan melalui berbagai variasi metode, diantaranya:

a. Penugasan b. Pembiasaan c. Pelatihan d. Pembelajaran e. Pengarahan, dan f. Keteladanan17

4. Peran Pendidikan Karakter di Sekolah

Sekolah adalah salah satu lembaga yang bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter pribadi anak (caracter builing), oleh karena itu peran dan kontribusi guru sangat dominan. Sebagai suatu lembaga, sekolah memiliki tanggung jawab moral untuk menjadikan anak didik menjadi pintar dan cerdas sesuai dengan yang diharapkan oleh para orang tua anak didik.

Guru beperan sebagai pemberi ilmu pengetahuan (resaurse knowledge), tentunya kemampuan yang dimiliki oleh guru harus disampaikan sebaik mungkin kepada anak didik. Keberhasilan anak didik dalam memperoleh prestasi merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi seorang guru, hal ini menunjukan akan keberhasilan metodologi dan keterampilan mengajar seorang guru yang patut dihargai, karena telah mampu membawa anak didiknya menjadi manusia cerdas, pintar, dan berwawasan luas. Dengan demikian, sekolah sudah menjalankan perannya sebagai institusi yang memiliki amanah dari orang tua atau wali murid dalam mendidik anaknya. Akan tetapi terkadang guru terlupakan akan unsur mendidik, guru hanya berperan sebagai pengajar bukan sebagai pendidik, alhasil seorang anak didik mejadi cerdas dan pintar namun tidak memiliki hati nurani, angkuh, sombong, dan tidak memiliki akhlakul karimah.

(8)

lembaga seperti KPU, KY, KPPU, Dirjen Pajak, BI dan BKPM18, bahkan yang lebih menghebokan lagi baru-baru ini bangsa Indonesia dikagetkan dengan prilaku yang tidak bermoral yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Dari data diatas, menggambarkan betapa sangat buruknya pendidikan karakter di Indonesia ini. Bisakah kita bayangkan bagaimana kondisi bangsa Indonesia 5 tahun kedepan bahkan 10 tahun kedepan, jika peserta didik kita tidak kita didik dengan pendidikan karakternya sedini mungkin?. Oleh karena itu, peran pendidikan karakter untuk anak didik sangatlah penting untuk membentuk karakter mereka agar menjadi peserta didik yang tidak hanya berintelektual tinggi namun juga mempunyai kepribadian dengan karakter yang baik. Teringat akan kata-kata hikmah yang pernah disampai oleh almarhum KH. Zainudin, MZ dalam satu ceramahnya yang mengatakan “kita memang butuh orang yang pintar, tapi kita lebih butuh orang yang benar”, artinya, bangsa Indonesia memang sangat membutuhkan orang-orang yang memiliki intelektual tinggi, namun bangsa Indonesia lebih membutuhkan orang-orang yang benar yang memiliki akhlakul karimah, karena begitu banyak orang-orang yang memiliki intelektual yang tinggi namun dengan kepintarannya hanya digunakan untuk hal-hal yang akan merugikan bangsa, seperti korupsi dan lain-lain.

Pendidikan karakter untuk sekarang ini sangat mutlak diperlukan. Tidak hanya sekolah saja tapi dirumah dan dilingkungan sosial, bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi untuk anak pada usia dini hingga remaja, tetapi juga untuk usia remaja demi untuk kelangsungan hidup bangsa ini. Coba kita bayangkan bagaimana persaingan yang akan muncul pada 10 tahun kedepan?, yang jelas itu akan menjadi tugas dan tanggung jawab kita sebagai seorang pendidik sekaligus sebagai orang tua dalam membentuk karakter anak dalam menghadapi persaingan dimasa mendatang.

Karakter adalah kunci keberhasilan individu, sebagaimana sebuah penelitian di Amerika yang menyatakan bahwa 90% kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu terdapat juga penelitian yang mengindikasikan bahwa 80% keberhasilan seseorang dimasyarakat ditentukan oleh emotional quotient,19 lantas bagaimana dengan bangsa kita, dan apakah orang-orang yang sekarang yang sedang

18 http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan/, (diambil, 18/10/2013, 20.35)

(9)

duduk manis dikursi penting pemerintahan yang mengelola perekonomian negara ini sudah menunjukan kualitas karakter yang baik dan melegakan hati kita?.

Karaktek merupakan nilai-nilai perilaku yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap perasaan, perkataan, dan perbuatan yang berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter harus dilakukan secara sungguh-sungguh, sitematik, dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan bangsa Indonesia, bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter bangsa Indonesia. Artinya tidak akan ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa disiplin diri, kegigihan, semangat belajar yang tinggi, tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta rasa percaya diri dan optimisme. Sebagaimana dikatakan Theodore Roosevelt “mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara bahaya kepada masyarakat”.20

Pendidikan karakter di sekolah memerlukan prinsip-prinsip dasar yang mudah dimengerti dan difahami oleh siswa dan individu yang bekerja dalam lingkup pendidikan itu sendiri. Adapun prinsip-prinsip tersebut sebagaimana yang dikemukakan Koesoema (2010:218-220), sebagai berikut:

1. Karaktermu ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau kamu yakini.

2. Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu.

3. Karakter yang baik itu dilakukan dengan cara yang baik, bahkan seandainya pun kamu harus membayarnya secara mahal dan mengandung resiko.

4. Jangan mengambil prilaku buruk yang dilakukan orang lain sebagai patokan bagi dirimu, kamu dapat memilih patokan yang lebih baik dari mereka.

5. Apa yang kamu lakukan itu memiliki makna dan transformatif.

6. Bayaran bagi mereka yang memiliki karakter baik adalah menjadi pribadi yang lebih baik.21

20 http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan/, (diambil, 18/10/2013, 18.40)

21 Koesoema, Doni A, Pendidikan Karakter : Strategi Mendidik Anak di Zaman Globa,

(10)

5. Mewujudkan Pendidikan Karakter yang Berkualitas

Dalam tataran teori, pendidikan karakter sangatlah menjanjikan dalam menjawab persoalan di Indonesia, namun dalam praktiknya seringkali bias dalam penerapannya. Sebagai sebuah upaya pendidikan karakter haruslah terprogram yang terukur pencapaiannya yaitu observasi atau pengamatan yang disertai dengan indikator perilaku yang dikehendaki. Misalnya, mengamati seorang siswa di kelas selama pelajaran tertentu. Membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan cepat. Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat rentetan Moral Choice (keputusan moral) yang harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal yang praktis dan reflektif, serta diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang.

Selain itu pencanangan pendidikan karakter tentunya dimaksudkan untuk menjadi salah satu jawaban terhadap beragam persoalan bangsa yang saat ini banyak dilihat, didengar dan dirasakan, yang mana banyak persoalan muncul yang di indentifikasi bersumber dari gagalnya pendidikan dalam menyuntikkan nilai-nilai moral terhadap peserta didiknya. Hal ini tentunya sangat tepat, karena tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga menciptakan insan yang berkarakter kuat. Seperti yang dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni “intelligence plus character that is the goal of true education” (kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).22

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendidikan karakter di sekolah, karena konsep karakter tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran di sekolah, namun harus lebih dari itu, dijalankan dan dipraktekan. Mulailah dengan belajar taat dengan peraturan sekolah, dan tegakkan itu secara disiplin. Sekolah harus menjadikan pendidikan karakter sebagai sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di sekolah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata yang dipertontonkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah dalam keseharian kegiatan di sekolah.

Apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah sebenarnya tujuannya dapat dicapai dengan baik, terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia. Pembinaan karakter juga termasuk

(11)

dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahnya adalah dikarenakan pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang dan jenis satuan pendidikan. Undang-undang no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 13 ayat 1 menyebutkan bahwa pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal, yang mana semuanya ini saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan dalam hal ini yaitu pendidikan keluarga dan lingkungan, karena pendidikan formal (sekolah) hanya 7 jam perhari atau kurang dari 30%, sedangkan 70% nya berada dalam keluarga dan lingkungan, artinya pendidikan disekolah hanya berkontribusi sebesar 30% terhadap keberhasilan pendidikan peserta didik sedangkan selebihnya ditentukan oleh keluarga dan lingkungannya.

Akan tetapi pendidikan informal (lingkungan keluarga) selama ini belum memberikan kontribusi yang berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik, hal ini disebabkan kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan, serta pengaruh media elektronik yang bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Adapun salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah.

Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pendidikan, baik pihak keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah dan juga masyarakat luas. Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun kembali kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus diantara ketiga stakeholders terdekat dalam lingkungan sekolah yaitu guru, keluarga dan masyarakat. Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara stakeholder lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan

(12)

memperkuat siklus pembentukan tersebut. Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat, karena lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk

pembentukan karakter.

Melalui paparan panjang diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam mewujudkan pendidikan karakter yang berkualitas, maka kuncinya adalah, harus memiliki alat ukur yang benar sehingga ada evaluasi dan tahu apa yang harus diperbaiki, serta adanya tiga komponen penting (guru, keluarga dan masyarakat) dalam upaya merelaisasikan pendidikan karakter berlangsung secara nyata bukan hanya wacana saja tanpa aksi. Pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur, dan yang terpenting adalah praktekan setelah informasi tersebut di berikan dan lakukan dengan disiplin oleh setiap elemen sekolah.

6. Wajah Sistem Pendidikan Indonesia

Dunia pendidikan semakin hari semakin berkembang, dan itu dapat kita rasakan dengan makin banyak dan berkembangnya lembaga pendidikan formal baik itu yang bertaraf standar, unggulan sampai ke taraf internasional. Dengan berkembangnya dunia pendidikan formal memicu para pemikir-pemikir pendidikan bahkan para konglemerat untuk ikut andil dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mendirikan lembaga-lembaga yang bersifat non formal.

Sebagai orang tua yang menginginkan anaknya memiliki kemampuan yang lebih dan unggul maka seringkali orang tua mengikutkan anaknya keberbagai macam les atau private tambahan di luar sekolah, seperti les matematika, bahasa inggris, dan lain-lain yang terkadang ini lakukan atas kemauan orang tua bukan datang dari anak itu sendiri. Memang sekarang ini kita menganggap tidak cukup jika anaka hanya belajar di sekolah saja kita mengikutkan anak kita ke berbagai macam les (private) degan harapan anak kita akan menjadi pintar, mahir dan memiliki kemampuan kognitif yang baik. Namun tanpa disadari terkadang kita lupa dan mengabaikan bahwa ada lain yang tak kalah pentingnya yang harus diberikan dan dimiliki anak, yaitu pendidikan karakter pada anak didik. Saya mengatakan hal ini bukan berarti pendidikan kognitif tidak penting, akan tetapi pendidikan karakter sebagai penyeimbang kecakapan kognitif.

(13)

kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter. Ada sebuah kata bijak mengatakan, ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik.

Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia, karena pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill, dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik.23

Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter, kita bisa menerapkannya dalam pola pendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anak didik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya.

Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.

(14)

7. Pendidikan Karakter yang Berhasil

Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam standar kompetensi kelulusan yang antaralain meliputi:

1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut

2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri 3. Menunjukan sikap percaya diri

4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas 5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras dan golongan sosial

ekonomi

6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis dan kreatif

7. Menunjukan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif

8. Menunjukan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimiliki

9. Mampu menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari 10. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial

11. Memanfaatkan lingkungan secara tanggung jawab 12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan

13. Menghargai karya seni dan budaya 14. Memiliki kemampuan untuk berkarya

15. Menerapkan hidup bersih dan sehat, bugar, dan aman 16. Berkomunikasi secara efektif dan santun

17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain 18. Menunjukan kegemaran membaca dan menulis

19. Terampil dalam menyimak, berbicara, membaca dan menulis 20. Menguasai pengetahuan

21. Memiliki jiwa kewirausahaan24

Adapun pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter di sekolah dapat diketahui dari berbagai perilaku sehari-hari yang tampak dalam setiap aktivitas sebagai berikut:

1. Kesadaran 2. Kejujuran 3. Keikhlasan

(15)

4. Kesederhanaan 5. Kemandirian 6. Kepedulian

7. Kebebasan dalam bertindak 8. Kecermatan/ketelitian, dan 9. Komitmen25

C. KESIMPULAN

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pendidikan, baik pihak keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah dan juga masyarakat luas. Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun kembali kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus diantara ketiga stakeholders terdekat dalam lingkungan sekolah yaitu guru, keluarga dan masyarakat. Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara stakeholder lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan

pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan yang kemudian didukung oleh lingkungan dan kondisi pembelajaran di sekolah yang memperkuat siklus pembentukan tersebut. Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat, karena lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk

pembentukan karakter.

Tentunya menjadi hrapan kita bersama akan keberhasilan dari pendidikan karakter ini, karena bila pendidikan karakter telah mencapai keberhasilan maka tidak diragukan lagi kalau masa depan bangsa Indonesia akan mengalami perubahan menuju kejayaan, namun sebaliknya jika pendidikan karakter ini gagal maka sudah pasti dampaknya akan

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Efektifitas daya anthelmintik perasan dan infusa rimpang temu ireng ( Curcuma aeruginosa Roxb. ) masih di bawah piperazin citrat. Daya anthelmintik infusa rimpang

Makalah disampaikan pada Seminar nasional rehabilitasi lahan tambang Departemen energi dan sumber daya mineral.. Status penelitian dan pemanfaatan cendawan Mikoriza arbuskula dan

Menurut Riman (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Koefisien Pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS)

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif, yaitu memaparkan hasil pengembangan produk berupa modul matematika dengan

Demikian pula dengan pengaturan kerja antara Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia seharusnya diatur dalam konstitusi, sehingga gagasan

[r]

Perencanaan partisipatif dilakukan untuk mengikutsertakan masyarakat dalam pelatihan budidaya jamur tiram putih dengan teknologi tepat guna yang sederhana dan pengolahan

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang (2010) dimana pengaruh transaparansi negatif terhadap hubungan antara tax avoidance