• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faturochman. Sikap dan Perilaku Seks Remaja di Bali (Sexual Attitides and Behaviour among Balinese Adolescence), Jurnal Psikologi, No. 1, 1992.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Faturochman. Sikap dan Perilaku Seks Remaja di Bali (Sexual Attitides and Behaviour among Balinese Adolescence), Jurnal Psikologi, No. 1, 1992."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Psikologi 1992 No.1, 12-17

Sikap dan Perilaku Seksual Remaja di Bali

Faturochman

Intisari

Perilaku seks sebelum nikah pada umumnya lebih ditolerir bila dilakukan oleh pria dibandingkan wanita. Hal ini bisa mengakibatkan pria menjadi lebih permisif terhadap hubungan seks sebelum nikah dibanding wanita. Berdasarkan asumsi tersebut, dan didukung oleh beberapa hasil penelitian, penelitian ini menganalisis perbedaan sikap permisif antara pria dan wanita. Berda sarkan hasil pengumpulan data pada remaja di Bali yang berjumlah 327 diperoleh fakta bahwa pria secara signifikan lebih permisif dibanding wanita. Hasil lain menunjukkan bahwa ada standar ganda yang menyatakan bahwa pria lebih ditolerir bila melakukan hubungan seks sebelum nikah dibanding wanita. Standar ganda ini terutama ditemukan pada remaja pria. Hasil pengumpulan data juga menunjukkan bahwa masih sedikit (sekitar 5 persen) remaja yang melakukan hubungan seks sebelum nikah. Rendahnya persentase yang berhubungan seks ini sesuai dengan sikap mereka yang cenderung kurang permisif terhadap hubungan seks sebelum nikah.

Propinsi Bali memiliki ciri khas yang berbeda dengan daerah lain di lndonesia. Salah satu ciri tersebut adalah keterbukaannya. Sebagai daerah tujuan wisata, Bali memang harus terbuka. Akibat dari keterbukaan tersebut, maka berbagai pengaruh dari luar berperan terhadap perkembangan masyarakat disana. Pola-po la hubungan interpersona l juga diperkirakan ikut terpengaruh diantaranya adalah po la hubungan seks ual.

Hubungan seks sebelum pernikahan makin hari makin menjad i sorotan. Salah satu sebabnya adalah makin banyaknya kasus-kasus hubungan seks sebelum nikah di masyarakat. Sebab yang lebih mendasar lagi adalah masih belum bisa diterimanya perilaku seks sebelum nikah oleh sebagian besar anggota masyarakat. Norma yang berlaku hanya bisa mene rima perilaku seksual dalam wadah perkawinan.

Hubungan seks pranikah tidak hanya belum diterima oleh masyarakat tetapi juga menimbulkan masa lah lain. Kehamilan di luar nikah adalah salah satu masalah yang muncul akibat hubungan seks sebelum nikah. Kehamilan ini tidak saja menimbulkan masalah sosial, tetapi juga masalah kesehatan bagi yang bersangk utan, terutama bila yang mengalaminya adalah remaja yang masih muda usia. Kehamilan pada usia muda ditinjau

dari segi kesehatan mengandung risiko tinggi, baik ketika masa kehamilan maupun saat

(2)

masih ada beberapa efek psikologis1ain lagi.

Beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika (Bankcroft dan Reinisch, 1990; Hofferth dkk., 1987), Brasil (Morris dkk., 1988), Jamaika (Warre n, dkk., 1988), dan negara-negara lainnya (lihat Faturochman, 1992) menunjukkan bahwa sikap dan perilaku seks sebelum menik ah lebih menonjol pada kelo mpok pria dibanding wanita. Fenomena seperti itu antara lain disebabkan masih berlakunya standar ganda dalam hal hubungan seks sebelum nikah yaitu tuntutan yang berbeda pada laki- laki dan perempuan dalam hal seks (Reis, 1967; Siedlecky, 1979). Wanita dituntut berperilaku lebih hati- hati, sedangkan pria lebih bebas melakukan hubungan seksnya.

Banyak fak tor eksternal yang mempengaruhi perilaku seks sebelum menikah. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah tempat tinggal (Reschovsky dan Gerner, 1991), keluarga, kawan, dan komunitas (Thornton dan Camburn, 1987; Udry dan Billy, 1987). Faktor-faktor lainnya dapat diidentif ikasi dari dalam individu. Dari kajian berbagai

literatur baik yang berupa hasil- hasil penelitian maupun textbook, Clayton dan Bokemeier

(1980) menyimpulkan bahwa perilaku seks sebelum nikah erat sekali kaitannya dengan sikap permisif terhadap perilaku seks sebelum nikah tersebut. Sikap sebagai predisposisi perilaku memang tidak selamanya akan manifes. Menurut Ajzen (1988), Fishbein dan Ajzen (1975) serta Worchel dan Cooper (1983) sikap dan perilaku bisa konsisten apabila sikap dan perilaku yang dimaksud adalah spesifik dan ada releva nsinya satu dengan yang lain. Karena sikap permisif terhadap hubungan seks sebelum nikah dan perilaku seks sebelum nikah spesifik dan relevan satu dengan yang lain, maka sikap tersebut bisa menjadi predik tor bagi perilakunya.

Dijabarkan o leh ahli-ahli lain, sikap tidak permisif terhadap hubungan seks

sebelum menikah atau disebul traditional permissiveness indikatornya adalah aktivitas

keagamaan dan religiuitas (lihat Clayton dan Bo keme ier, l980). Hasil penelitian Staples (1978) memang menunjukkan bahwa keaktifan datang ke gereja berkorelasi negatif dengan sikap permisif terhadap hubungan seks sebelum nikah. Berkaitan dengan sikap permisif adalah orientasi terhadap kebebasan. Konservatisme cenderung menghambat munculnya sikap permisif sedangkan orientasi kebebasan cenderung memupuk sikap permisif.

Bagi laki- laki, seringnya jatuh cinta atau berganti-ganti pacar juga mempengaruhi sikap permisif terhadap hubungan seks sebelum nikah (Staples, 1978). Meskipun

generalisasi pendapat ini masih perlu diuji, namun bila ditinjau dari konsep conditioning

tampaknya bisa diterima. Romantisme pacaran yang dominan dirasakan oleh mereka yang jatuh cinta tidak jarang berkembang dan mendorong ke arah perilaku seks. Apabila pasangan dalam pacaran itu sama-sama memiliki dorongan ke arah perilaku seks, maka

kemungkinan terjadinya hubungan seks sebelum nikah akan mudah terjadi

(Faturochman,1990). Dorongan seks belum tentu bisa terealisir tanpa ada kesempatan untuk mewujudkannya. Oleh karena itu faktor kesempatan ikut mempengaruhi terwujudnya hubungan seks (Schulz dkk, dalam Clayton dan Bo kemeier, 1980).

(3)

memahami perilaku seks sebelum menikah bisa dilihat dari sikapnya.

Selanjutnya berbagai faktor yang me mpengaruhi sikap dan perilaku seks tersebut tidak bisa berlaku sama untuk pria dan wanita. Pendapat para ahli dan hasil- hasil penelitian menunjukkan bahwa pria lebih permisif sikapnya dan aktif melakukan hubungan seks sebelum menikah. Dengan demik ian dapat diajukan hip otesis bahwa pria lebih permisif sikapnya terhadap hubungan seks sebelum nikah dibanding wanita.

Metode

Variabel-variabel Penelitian

Ada satu variabel bebas yang pokok dan satu variabel tergantung. Variabel bebas pene litian ini adala h jenis kelamin sedangkan variabel tergantung penelitian ini adalah sikap permisif terhadap hubungan seks sebelum nikah. Secara operasional variabel ini diungkap mela lui angket yang disusun berdasarkan beberapa angket yang pernah digunakan di luar negeri dengan beberapa perbaikan yang dilakukan oleh peneliti.

Disamping itu akan diungkap pula perilaku seksual remaja sebelum nikah. Variabel ini berfungsi untuk mendeskripsikan keadaan yang ada saat penelitian, dimana secara teoritis sangat erat hubungannya dengan sikap permisif. Untuk mendapatkan data tentang perilaku seks dilakukan wawancara dengan para responden cukup mendalam. Karena tujuan mendapatkan data ini untuk mendapatkan gambaran awal tentang perilaku seksual remaja, maka data tentang variabel ini hanya akan dide skripsikan melalui teknik statistik yang sangat sede rhana.

Subyek

Penelitian ini merupakan bagian dari suatu penelitian yang cakupannya lebih besar. Subjek adalah remaja yang berusia antara 14 hingga 19 tahun belum menikah dan tinggal di Propinsi Bali. Pengambilan data dilakukan antara bulan Juli hingga Agustus 1989. Dilakukan di dua Kabupaten, Tabanan dan Badung, dengan mengusahakan pengambilan samp el di Tabanan untuk bisa mewakili daerah pedesaan dan pinggiran, sedang di Badung khusus daerah perkotaan. Di Tabanan dip eroleh 188 responden dan di Badung sebanyak 139 responden.

Metode

Data dikumpulka n me lalui wawancara yang didasarkan pada angket yang telah disusun. Penggabungan melalui wawancara dan angket tersebut dimaksudkan untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang ada bila hanya me nggunakan angket atau wawancara saja. Wawancara dilakukan dari rumah ke rumah. Untuk responden wanita pewawancaranya wanita dan responden pria pewawancaranya juga pria. Hal ini dimaksudkan agar reponden lebih bebas mengemukakan jawaban.

Ada 15 item untuk menanyakan sikap permisif yang masing- masing memiliki dua jawaban, ya atau tidak. Jawaban tersebut dib eri skor 0 atau l sesuai dengan arah pertanyaannya. Pada dasarnya jawaban yang mengarah setuju terhadap hubungan seks sebelum nikah diberi skor l dan yang tidak setuju 0. Karena terdiri dari 15 item, maka kemungkinan skor total tertinggi 15 yang bisa berarti sangat setuju dan terendah 0 yang berarti tidak setuju sama sekali.

Contoh item untuk mengungkap sikap permisif terhadap hubungan seks:

1. Bolehkah seorang pria melakukan hubungan seks sebelum nikah bila hal itu

(4)

2. Bolehkah seorang wanita melakukan hubungan seks sebelum nikah bila ia dan pasangannya telah merencanakan perkawinan?

Untuk mengungkap perilaku seks sebelum nikah pada dasarnya ditanyakan melalui satu pertanyaan, yaitu: "Pernahkah anda berhubungan seks?" Untuk meyakinkan

jawaban yang didapat, maka probing yang dilakukan antara lain menanyakan "apakah

anda pernah hamil?" kepada responden wanita atau "apakah anda pernah me nyebabkan seorang wanita bisa hamil?" kepada responden pria.

Metode Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, oleh karena itu analisis datanya juga analisis kuantitatif. Teknik -teknik statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif, terutama rerata, dan uji-t untuk menguji perbedaan sikap antara pria dengan wanita. Semua data dianalisis dengan me nggunakan program SPSS/PC + edisi tahun 1988.

Hasil

Pada penelitian ini didapatkan subjek sebanyak 327 remaja yang terdiri dari 151 laki- laki dan 176 wanita. Rata-rata usianya adalah 17,36 tahun dan sebagian besar (78,6 persen) masih bersekolah. Responden yang tidak berseko lah saat penelitian dilakukan sebagian besar sedang berhenti sekolah untuk kemudian melanjutkan lagi di tahun ajaran yang akan datang. Tingkat pendidikan terendah adala h tamat sekolah dasar (sebanyak delapan persen) dan tertinggi universitas tahun kedua dengan persentase keseluruhan yang kuliah di perguruan tinggi sebesar 0,9 persen. Responden ya ng berpendidikan SMTP sebanyak 35,1 persen dan sisanya, sebanyak 56 persen, tingkat pendidikannya SMTA.

Hampir 90 persen diantara responden masih tinggal dengan orang tuanya sedangkan sisanya hidup terpisah dengan kedua orang tua karena tempat sekolahnya berjauhan maupun karena orang tua sudah meninggal dunia. Hampir separoh responden (47,4 persen) mengaku pernah berpacaran, bahkan tiga sete ngah persen diantaranya sudah bertunangan.

Untuk menge tahui perbedaan sikap permisif terhadap hubungan seks sebelum menikah antara remaja pria dan wanita d ilakukan dua model uji-t. Model yang pertama untuk me nguji perbedaan antar jenis kelamin. Uji perbedaan sikap antara pria dan wanita dilakukan untuk sikap permisif secara keseluruhan. Artinya, skor total angket sikap permisif dibandingkan antara pria dengan wanita. Karena di dalam angket tersebut ada pertanyaan khusus tentang perilaku seks yang dilakukan oleh pria dan wanita, dengan jumlah item yang sama untuk pria dan wanita, maka didapat pula skor sub-total angket. Perbedaan sub -total angket perilaku seks sebelum nikah yang dilakukan pria dan wanita ini akan diuji juga. Uji perbedaan yang kedua ini dimaksudkan untuk melihat standar ganda perilaku seks sebe lum nikah.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ada perbedaan sikap permisif terhadap hubungan seks sebelum menikah antara remaja pria dengan wanita (nilai t = 7,72; P < 0,001). Dilihat dari reratanya ternyata remaja pria lebih permisif terhadap hubungan seks sebelum nikah (skor rerata = 7,25) dibanding remaja wanita (skor rerata = 3,73). Dengan demikian hipotesis yang berbunyi remaja pria bersikap lebih permisif terhadap hubungan seks sebelum nikah dibanding wanita didukung o leh data penelitian.

(5)

antara pria dan wanita dengan membandingkan sikap terhadap hubungan seks sebelum nikah yang dilakukan remaja pria dengan sikap terhadap hubungan seks sebelum nikah

yang dilakukan wanita. Hasil uji-t dengan menggunakan me tode paired samples untuk

menunjukkan ada perbedaan sikap permisif terhadap hubungan seks sebelum nikah yang dilakukan oleh pria dengan yang dilakukan oleh wanita ternyata signifikan (nilai t = 2,97; p<0,01). Karena rerata skor sikap terhadap hubungan seks sebelum nikah yang dilakukan pria lebih tinggi (2,10) dibanding dengan rerata skor sikap terhadap hubungan seks sebe lum nikah yang dilakukan wanita (1,98), maka dapat disimpulkan bahwa remaja dalam penelitian ini lebih permisif sikapnya terhadap hubungan seks sebelum nikah yang dilakukan oleh pria dibanding hubungan seks yang dilakukan oleh wanita.

Tanpa melihat jenis kelamin responden seperti analisis yang dilakukan di atas ternyata ada standar ganda dalam menilai perilaku seks. Hasil- hasil analisis tersebut belum bisa menjelaskan pertanyaan apakah standar ganda tersebut berlaku pada responden khusus pria dan khusus wanita? Untuk menjawab pertanyaan ini maka diana lisis juga secara terpisah data-data dari responden pria dan dari responden wanita.

Pada responden pria ternyata ditemukan sikap permisif yang sedikit lebih besar bila hubungan seks sebelum nikah dilakukan oleh pria (rerata skornya = 2,84) dibandingkan bila hal itu dilakukan oleh wanita (rerata skornya = 2,64). Perbedaan tersebut signifikan dalam uji statistik (nilai t = 3,15; p <: 0,01). Pada responden wanita perbedaan skor sikap yang didapatkan adalah 1,45 untuk pelaku pria dan 1,42 untuk pelaku wanita. Perbedaan yang terakhir ini tidak signifikan (nilai t = 0,82; p = 0,42).

Dari dua analisis terakhir me nunjukkan bahwa standar ganda perilaku seks sebelum nikah berlaku pada remaja pria tetapi tidak berlaku pada remaja wanita. Bisa juga disimpulkan bahwa terjadinya standar ganda tersebut karena pria jauh lebih permisif dibanding wanita dalam hal perilaku seks sebelum nikah. Dengan kata lain dominasi pria dalam bersikap terhadap hubungan seks sebelum me nikah menonjo l.

Sikap permisif remaja dapat dilihat dari nilai butir-butir angket yang terdiri dari 15 butir pertanyaan. Kemungkina n nilai terendah adalah nol dan tertinggi lima belas. Nilai nol berarti tidak setuju sama sekali terhadap hubungan seks sebelum nikah, sedangkan nilai lima belas berarti seratus persen setuju. Pada penelitian ini ditemukan rata-rata skor sikap permisifnya adalah 5,49. Diband ingkan dengan nilai tengah yang sebesar 7,5, maka dapat d isimpulkan bahwa remaja dala m penelitian ini pada umumnya kurang setuju terhadap hubungan seks sebelum nikah.

Untuk mendapa tkan gambaran lebih jelas tentang sikap remaja terhadap hubungan seks sebelum nikah, maka akan dilihat juga penyebaran skor untuk masing-rnasing butir. Ada kecenderungan remaja bersikap permisif terha dap hubungan seks sebelum nikah bila kedua pelakunya sudah berencana menikah, apalagi bila lamarannya sudah diterima. Bila pasangan pelaku tersebut saling mencintai juga cenderung dinilai boleh melakukan hubungan seks meskipun belum nikah. Remaja juga agak permisif terhadap hubungan seks sebelum nikah yang d ilakukan oleh pasangan yang sudah dikenal oleh orang tua masing-masin g. Sedangkan hubungan seks sebelum nikah yang d ilakukan berdasarkan pertimbangan saling membutuhkan (tidak saling mencintai) atau d ilakukan dengan pelacur pada umumnya tidak disetujui oleh remaja.

(6)

berhubungan seks sebelum nikah. Ternyata pria yang dalam hal ini bersikap lebih permisif juga lebih banyak yang melakukan hubungan seks sebelum nikah,12 diantara 16 responden. Responden yang melakukan hubungan seks sebelum nikah tersebut sebagian besar, 14 orang atau 87,5 persen, tidak menggunakan alat kontrasepsi ketika melakukannya. Separuh dari yang pernah melakukan hubungan seks itu ternyata aktif atau sering melakukan hubungan seks. Tidak ada yang mengaku melakukan dengan pasangan yang berbeda-beda, namun satu d iantaranya ternyata pernah terkena penyakit kelamin.

Dari empat remaja putri yang pernah berhubungan seks, dua dia ntaranya kemudian hamil. Hanya seorang dari seluruh remaja yang pernah berhubungan seks rnenyatakan sudah bertuna ngan dan berhubungan seks dengan tunangannya, meskipun demikian ia belum merencanakan kapan akan menikah. Seorang responden menyatakan bahwa ia melakukan hubungan seks karena terpaksa atau tidak d ilandasi rasa cinta. Diantara responden tidak ada yang melakukan kumpul kebo.

Diskusi

Propinsi Bali yang selama ini terkenal sebagai tujuan wisata dengan segala keterbukaannya terhadap pengaruh dari luar ternyata belum menyebabkan remajanya permisif terhadap hubungan seks sebe lum menikah. Fenomena seperti ini antara lain terjadi karena sikap pada dasarnya memang dipengaruhi oleh faktor- faktor luar. Menurut Ajzen (1988) serta Fishbein dan Ajzen (1975) sikap seorang yang berawal dari keyakinan sangat dipengaruhi juga oleh keyakinan normatif dan norma subjektif. Dua hal inilah yang mengontrol sikap subjek. Terlebih lagi norma-norma tentang hubungan seks pada umumnya tampak masih cukup ketat.

Perbedaan sikap permisif antara pria dengan wanita yang ditemukan sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Perbedaan ini antara lain disebab kan adanya standar ganda yang berlaku di masya rakat yang membedakan kebebasan pria dan wanita dalam perilaku seksnya. Bahwa terbukti juga masih berlaku standar ganda tersebut memperkua t latar belakang terjadinya perbedaan sikap antara pria dengan wanita. Sedangkan bagi wanita tidak terjadi standar ganda kemungkinan karena adanya tuntutan keseimbangan antara pria dan wanita. Melihat rendahnya sikap permisif terhadap hubungan seks pada wanita, maka tuntutan keseimbangan yang dimaksud kiranya adalah agar pria dan wanita sama-sama tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.

Rendahnya persentase remaja yang pernah melakukan hubungan seks sebelum menik ah berarti menunjukkan konsistensi arah hubungan antara sikap permisif terhadap hubungan seks sebelum nikah dengan perilakunya. Terjadinya konsistens i antara sikap dengan perilaku disini antara lain karena keduanya memang spesifik diungkap sehingga releva n satu dengan lainnya. Dengan kata lain pendapat Fishbein dan Ajzen (1975) yang diperkuat oleh Worchel dan Cooper (1983) seperti yang dikemukakan dalam bagian terdahulu berlaku dalam penelitian ini.

(7)

mencegah meningkatnya hubungan seks sebelum nikah.

Kecilnya kasus hubungan seks sebelum menikah dalam penelilian ini bukan berarti masalahnya bisa diabaikan. Hal ini antara lain disebabkan oleh terbatasnya penelitian yang hanya mengambil sampel penelitian berusia antara 14 hingga 19 tahun. Di lain pihak kelompok yang belum menikah tidak hanya terbatas pada kelompok usia tersebut. Oleh karena itu pendidikan ini belum bisa mengungkap perilaku seks sebelum nikah secara representatif. Me ngingat keterbatasan seperti itu maka pada kesempatan ini juga disarankan kepada pihak yang tertarik meneliti masalah ini untuk memperluas cakupan, terutama rentang umur sampel penelitian sehingga generalisasinya bisa lebih luas.

Kepustakaan

Ajze n, I. 1988. Attitudes, Personality, and Behavior. Milton Keynes: Open University

Press.

Bankcroft, J. & Reinisch, J.M. 1990. Adolescence and Puberty. New York: Oxford

University Press.

Billy, J.O., Landale, N.S., Grady. W.R., & Zimmerle, D.M. 1988. Effect of Sexual

Activity on Adolescent Social and Psychological Development. Social

Psychology Quarterly. 51, 190-212.

Clayton, R.R. & Bokemeier, J.L. 1980. Prema rital Sex in the Seventies. Journal of

Marriage and the Fami/.42,34-50.

Faturochman. 1990. Perkosaan yang Makin Menggejala. Kompas 3 Pebruari 1990, hal.

IV.

Faturochman. 1992. Sexual and Contraceptive Knowledge, Attitudes, and Behavio r

among Never Married Young Adults in Yogyakarta. Thesis. Adelaide: School of

Social Sciences, Flinders University.

Fishbein, M. & Ajzen, I. 1975. Belief, Attitude, Intention, and Behaavior: An

Introduction to Theory and Research. London: Addison-Wesley Publishing Company.

Herold, J.M., Monterosso, E., Morris, L., Castellanos, G., Conde, A., & Spitz, A. 1988. Sexual Experience and Contraceptive Use among Young Adults in Guatemala

City. 1nternational Family Planning Perspective.14, 142-146.

Hofferth, S.L., Kahn, J. R., & Baldwin, W. 1987. Premarital Sexual Activity Among U.S.

Teenage Women over the Past Three Decade s. Family Planning Perspectiv. 19,

46-53.

Morris, L. 1988. Young Adults in Latin America and Carribean: Their Experiences and

Contraceptive Use. International Family Planning Perspective. 14, 153-158.

Mott, F.L. & Haurin, R.J. 1988. Linkages between Sexual Activity and Alcohol and Drug

Use Among American Adolescents. Family Planning Perspective. 20, 128-136.

Reiss, I.L. 1967. The Social Context of Prem arital Sexual Permissiveness. New York :

(8)

Reschovsky, J., & Gerner, J. 1991. Contraceptive Choice among Teenagers: A

Multivariate Analysis. Lifestyle. 12,171-194.

Siedlecky, S. 1979. Sex and Contraception before Marriage. Canberra: The Australian

NationaI University.

Staples, R. 1978. Race, Liberalism-Conservatism, and Premarital Sexual Permissiveness:

A Bi-Racial Comparison. Journal of Marriage and the FamiIy. 40, 733-742.

Thornton, A. & Camburn, D.1987. The Influence of the family on Premarital Sexual

Attitudes and Beha vior. Demography. 24, 323-340.

Udry, J.R. & Billy, J.O.G. 1987. Initiation of Coitus in Early Adolescence. American

Sociological Review, 52, 841-855

Warren, C.W., Powell, D., Morris, L., Jackson, J., & Hamilton, P. 1988. Fertility and

Family Planning among Young Adults in Jamaica. International Family

Planning. 14,137-141.

Worchel, S. & Cooper, J. 1983. Understanding Social Psychologi (3rd ed). Homewood:

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh hutang Mestikasawit Intijaya akan lunas apabila seluruh Aset telah terjual kepada Pihak Ketiga dan hasil penjualan tersebut diserahkan kepada CIMB

KUALITI MASA PEMBELAJARAN AKADEMIK DALAM PENDIDIKAN JASMANI: KAJIAN KES DI SEKOLAH MENENGAH DAERAH HULU LANGAT, SELANGOR.. JULISMAH

Korban luka ringan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf c, adalah korban yang tidak termasuk dalam ayat (3) dan ayat (4). Jalan raya adalah tempat untuk lalu lintas

dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi kelompok kemudian,

unsafe action dalam penggunaan gadget, Kebiasaan menggunakan gadget lebih dari 2 jam dalam sehari mengalami penurunan ketajaman penglihatan sebesar 63,6

Dengan adanya penerapan anggaran berbasis kinerja diharapkan dapat berpengaruh terhadap akuntabilitas pada instansi pemerintah daerah, karena semakin baik perencanaan

SDLC adalah proses mengembangkan atau mengubah suatu sistem perangkat lunak dengan menggunakan model-model dan metodelogi yang digunakan orang untuk mengembangkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaji/penghargaan finansial, pelatihan profesional, pengakuan profesional, lingkungan kerja, pertimbangan pasar kerja berpengaruh