• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

Volume 12 No. 3, Oktober 2013

J

URNA

L

(2)
(3)

ILMU INFORMASI, PERPUSTAKAAN, DAN KEARSIPAN

Diterbitkan oleh

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

Penanggung Jawab

Ketua Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Editor Eksekutif

Fuad Gani, M.A

Staf Editor

Dr. Tamara Adriani Susetyo-Salim, S.S, M.A

Y. Sumaryanto, Dip.Lib, M.Hum

Indira Irawati, M.A

Dewan Redaksi

Dr. Zulfikar Zen, S.S, M.A

Dr. Laksmi, M.A

Utami Budi Rahayu Hariyadi, M.Lib. M, Si

Taufik Asmiyanto, M.Si

Nina Mayesti, M. Hum

Purwanto Putra, M.Hum

Sekretariat dan Administrasi

Iswanda Fauzan S.Hum

Muhammaad Ansyari Tantawi

Nurullita Akmalia

Alamat Sekretariat

Gedung IV Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Telp./Fax. (021)7872353

(4)

Puji syukur kehadirat Allah SWT. kami ucapkan atas tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan Volume 12, Nomor 3, Oktober Tahun 2013. Penyusunan beberapa artikel di dalam terbitan ini dilandasi dengan semangat untuk terus senantiasa membumikan sekaligus membangun bidang Ilmu Informasi, Perpustakaan dan Kearsipan, jurnal ini juga ditujukan kepada para penggiat ilmu informasi dan masyarakat Indonesia umumnya.

Semoga dengan kembali tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

edisi ini, aan dapat memberikan manfaat dan memperluas wawasan berinformasi kita semua. Jurnal volume 13 akan menyajikan enam artikel yang memiliki berbagai variasi topik, tulisan pertama merupakan artikel yang bertajuk mengenai kearsipan yang berjudul Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis, artikel yang ditulis olehSudiyanto ini berusaha mengkaji dan mendeskripsikan pasal-pasal regulasi yang relevan dengan pengelolaan kearsipan. Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya.

Artikel kedua berjudul Stock Opname, Weeding, and Preservation yang ditulis Zulfikar Zen, artikel yang bidang perpustakaan ini, berupaya mengidentifikasi kegiatan cacah ulang dalam kaitannya dengan ketersediaan atau ketidaktersediaan koleksi di perpustakaan dan keadaan fisik koleksi, mulai dari yang rusak, salah tempat, dan bagaimana penggunaan koleksi. Kemudian di artikel ini juga ada upaya untuk membahas mengenai bagaimana melakukan dan apa tujuan“Penyiangan” (weeding) dan Preservasi (Preservation) di perpustakaan.

Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan judul artikel ketiga yang ditulis oleh Purwanto Putra, kajian yang merupakan usulan program preservasi arsip peta ini dilakukan pada 2013 menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur. Berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor arsip Universitas Indonesia dan dalam artikel ini penulis juga berupaya menjelaskan kaitan antara preservasi digital dengan rekod elektronik, mengenai isu teknologi informasi, aspek hukum, aspek manajemen, standar preservasi rekod elektronik, dan metadata rekod elektronik.

Tulisan keempat dari Iswanda Fauzan Satibi yang berjudul Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan Preferensi Ruangan Perpustakaan di Perpustakaan Khusus: Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo berupaya untuk menjelaskan Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo perusahaan PT Rekayasa Industri bertujuan untuk menjelaskan peta perubahan pengguna perpustakaan dan mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan. Harapannya penelitian ini akan memberikan pendeskripsiam penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan.

(5)

mengengenai data-data dari berbagai media dan pengamatan langsung yang dilakukan penulis yang mendeskripsikan perilaku informasi masyarakat urban. Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis menuju Masyarakat Informasi Indonesiamerupakan tulisan terakhir yang dimuat dalam jurnal edisi ini, artikel bertajuk mengenai masyarakat informasi ini ditulis oleh Riva Delviatma, berusaha untuk menjelaskan alasan kenapa masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia dan kaitannya dengan budaya lisan dan budaya baca tulis.

Kami menyadari benar bahwa masih banyak kekurangan dan jurnal ini, demi peningkatan kualitas Jurnal Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan kedepannya, kami berharap akan ada kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan kedepannya. Ucapan terima kasih kami sampaikan pada Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi UI yang masih dengan semaksimal mungkin mendukung penerbitan jurnal ini dan dan sekali lagi kepada segenap penulis artikel yang telah berkenan menjalin kerjasama untuk menyerahkan artikelnya. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran tim penerbitan Jurnal Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan atas dedikasi dan kerjasamanya dalam upaya mewujudkan penerbitan edisi ini.

(6)

DAFTAR ISI

Beberapa Regulasi yang Menguatkan

Eksistensi Arsiparis

Cacah Ulang, Penyiangan dan Preservasi

Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print)

Di Kantor Arsip Universitas Indonesia

Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan Preferensi

Ruangan Perpustakaan Di Perpustakaan Khusus:

Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo

Perilaku informasi masyarakat urban

Di indonesia pada waktu senggang

Perkembangan Budaya Lisan Dan Baca-Tulis

Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

Sudiyan o

t

1

15

34

42

24

8

Zulfikar Zen

Purwanto Putra

Iswanda F. Satibi

Kiki Fauziah

(7)

BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN

EKSISTENSI ARSIPARIS

Sudiyanto

Pemerhati Kearsipan, LAPAN

E-mail:sudiyanto@lapan.go.id atau sudi_sudiyanto@yahoo.com

Abstrak

Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi. Pandangan tersebut membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi Arsiparis. Arsiparis menjadi kurang percaya diri. Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak

tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara. Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan pengelolaan kearsipan. Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya

Kata kunci: Undang Undang, percaya diri, Arsiparis, eksis, profesi.

Abstract

The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life. Such opinion ma ke the unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident. In other side, factually, there are so many too is enough for example, regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of state’s activity. This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to the archival method. By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are more self confident and exist in progression that be done diligently.

Keywords: Laws, self confident, Archivists, exist, profession.

1. Latar belakang

Di setiap organisasi dalam melaksanakan aktifitasnya selalu menghasilkan arsip. Arsip merupakan produk samping (by product) dari organisasi. Seiring berjalannya organisasi makin lama arsip yang tercipta makin banyak pula. Sementara arsip masih diperlukan oleh organisasi sebagai bahan informasi dalam perencanaan, pengambilan keputusan, pertang-gungjawaban (akuntabilitas), dan bukti sejarah. Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik agar ketika diperlukan dapat diketemukan dengan mudah dan cepat.

Orang yang diberi tugas untuk melakukan pengelolaan arsip disebut Arsiparis. Keberadaan

Arsiparis sebagai sumber daya manusia kearsipan masih sering dipandang sebelah mata, dianggap profesi rendahan, profesi yang tidak menjanjikan, dan sejumlah sebutan "miring" lainnya. Hal tersebut menjadikan salah satu penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam melaksanakan pekerjaannya. Arsiparis terkung-kung dalam bingkai image yang kurang menguntungkan. Kurangnya rasa percaya diri dapat menghambat perkembangan individu dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun dalam hubungan interpersonal sehari-hari. Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kinerja Arsiparis.

(8)

ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-lenggaraan negara. Tulisan ini berusaha memberikan gambaran terhadap beberapa peraturan yang dalam implementasinya terkait dengan tugas dan fungsi Arsiparis. Harapannya dengan makin terbukanya berbagai peluang untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga mereka semakin percaya diri dan termotivasi untuk lebih eksis dalam profesi yang ditekuninya.

2. Rumusan Masalah

Pandangan berbagai kalangan yang cenderung merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang dianggap masih kurang dirasakan, membawa dampak psikologis yang tidak menguntungkan bagi Arsiparis, diantaranya yang sering kita jumpai, yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya diri dan pasif. Sementara sebenarnya pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak memberikan peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : "Sejauh mana dukungan regulasi untuk menguatkan eksistensi Arsiparis?"

3. Maksud dan Tujuan

Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan beberapa regulasi yang dapat memberikan peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam implementasinya. Sedangkan tujuannya adalah untuk memberikan gambaran bahwa terbuka berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah sehingga diharapkan makin dapat membangun rasa percaya diri.

4. Landasan Teori

Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi setiap individu dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupan. Individu yang kurang percaya diri akan menjadi seseorang yang pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan, bimbang dalam menentukan pilihan dan sering membandingkan dirinya dengan orang lain. Hal ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya

untuk menghadapi lingkungan yang semakin menantang. Menurut Elly Risman (2003) orang yang tidak percaya diri akan merasa terus menerus jatuh, takut untuk mencoba, merasa ada yang salah dan khawatir.1

Maslow (dalam Rachman, 2010) berpendapat bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar untuk pengembangan dalam aktualisasi diri (eksplorasi segala kemampuan diri) dengan percaya diri. Lanjut Maslow manusia memiliki 2 kebutuhan akan penghargaan, yakni harga diri dan penghargaan orang lain. Harga diri mencakup kebutuhan kepercayaan diri, perasaan edukatif, kemandirian dan kebebasan pribadi. Adapun penghargaan orang lain meliputi prestise, kedudukan dan nama baik. Seseorang dengan harga diri yang baik akan lebih percaya diri, lebih mampu dan produktif. Sebaliknya seseorang dengan harga diri rendah akan mengalami kurang percaya diri, kemampuan cenderung rendah, dan kurang produktif. Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri berasal dari kepercayaan diri dan keraguan individu pada kemampuan sendiri dan mengakibatkan kemampuan dan potensi diri tidak terungkap (Rachman, 2010).

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa percaya diri suatu faktor penting yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia untuk menghadapi tantangan pekerjaan. Dalam rangka membangun rasa percaya diri diperlukan dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari luar individu berupa penghargaan dari orang lain. Dalam konteks membangun rasa percaya diri Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor pendorong pula yang berasal dari luar individu dengan adanya penghargaan berupa pengakuan hasil kerja Arsiparis. Dengan demikian harapannya eksistensi Arsiparis akan terus meningkat.

1

(9)

5. Metodologi Kajian

Metodologi untuk mengkaji tulisan ini menggunakan metode deskriptif dan studi pustaka. Metode deskriptif adalah sebuah metode yang berusaha mendeskripsikan, menginter-pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2005). Sedangkan studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka untuk memperoleh data penelitian (Mestika Zed, 2008).

Data-data literatur atau kepustakaan berupa Undang Undang, Peraturan Pemerintah, dan dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis, mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian ini.

6. Pembahasan dan Analisis 6.1 UU Kearsipan dan Peraturan

Pelaksanaannya

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan di Indonesia. Semua kegiatan kearsipan di Indonesia harus mengacu pada Undang-undang (UU) tersebut. Dalam hal eksistensi Arsiparis, secara lebih detail dituangkan dalam aturan turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa Arsiparis mempunyai kedudukan hukum sebagai tenaga profesional yang memiliki kemandirian dan independen dalam melak-sanakan fungsi dan tugasnya. Regulasi ini menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang sangat mulia. Mandiri dalam melaksanakan fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk proaktif dan inovatif. Sikap pasif hanya akan menguatkan pandangan miring yang selama ini dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis merupakan profesi yang tidak menarik, sering dicibir orang, dan dipandang sebelah mata. Kemudian yang dimaksud independen adalah Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur kepentingan dan tekanan dari pihak manapun, misalnya: atasan, partai politik, dll. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009, Pasal 4, menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan di Indonesia harus berasaskan: kepastian hukum, keautentikan dan keterpercayaan, keutuhan, asal usul (principle of provenance), aturan asli (principle of original order), keamanan dan keselamatan, keprofesionalan, keresponsifan, keantisipatifan, kepartisipatifan, akuntabilitas, kemanfaatan, aksesibilitas, dan kepentingan umum. Bila asas tersebut dipatuhi maka akan menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja.

Disamping kepastian hukum, kemandirian dan independensi Arsiparis, PP Nomor 28 Tahun 2012, Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis. Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud adalah:

a. menjaga terciptanya arsip dari kegiatan yang dilakukan oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, dan organ-isasi kemasyarakatan;

b. menjaga ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah; c. menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang

andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. menjaga keamanan dan keselamatan arsip

yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya;

e. menjaga keselamatan dan kelestarian arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

f. menjaga keselamatan aset nasional dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan, serta keamanan sebagai identitas dan jati diri bangsa; dan

(10)

Kemudian yang membanggakan disamping diberikan tugas dan fungsi, juga diberikan kewenangan yang cukup besar dalam hal akses, penggunaan dan penelusuran arsip. Rincian kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor 28 Tahun 2012, Pasal 152) adalah:

a. menutup penggunaan arsip yang menjadi tanggung jawabnya oleh pengguna arsip apabila dipandang penggunaan arsip dapat merusak keamanan informasi dan/atau fisik arsip;

b. menutup penggunaan arsip yang menjadi tanggung jawabnya oleh pengguna arsip yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c. melakukan penelusuran arsip pada pencipta arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan pencipta arsip atau kepala lembaga kearsipan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka penyelamatan arsip.

6.2 UU KIP

Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan dengan Orde Reformasi, tuntutan keterbukaan informasi begitu kuat. Hal ini dilandasi oleh suatu pengalaman, dan ini dianggap suatu kekurangan, bahwa di masa lalu tata kelola pemerintahan dinilai kurang transparan. Oleh karenanya sekarang ini kran keterbukaan informasi dibuka lebar. Informasi seakan-akan milik semua orang. Trend masa lalu "informasi tertutup bagi publik kecuali yang dibuka" sekarang dibalik menjadi "informasi terbuka bagi publik kecuali yang tertutup". Bahkan keterbukaan informasi dijadikan sebagai indikator akuntabilitas. Amanat agenda keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang selanjutnya disebut UU KIP.

Untuk mengimplementasikan UU KIP, setiap Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta

Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan (Pasal 7, ayat (1) dan ayat (2)).

Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk mewujudkan pelayanan yang cepat, tepat dan sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Bila kita cermati, tugas dan fungsi Arsiparis sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab PPID. Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan penyediaan, pengelolaan, pengamanan, dan pelayanan informasi. Dengan demikian sangatlah relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis sebagai sumber daya manusia kearsipan yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan informasi. Disinilah peluang Arsiparis sebagai sumber daya manusia kearsipan yang mempunyai kompetensi mengelola arsip dan dokumen yang berisi berbagai informasi transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik) di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan peran penting sebagai PPID. Hal ini diperkuat dengan adanya kewajiban dari setiap Badan Publik untuk melaksanakan kearsipan dan pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan perundang-udangan (Pasal 8). Oleh karenanya UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi Publik sebagai implementasi keterbukaan informasi.

6.3. UU Pelayanan Publik

Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk memenuhi hak, kewajiban, dan kebutuhan dasar bagi setiap warga negara. Tuntutan masyarakat terhadap tanggung jawab pemerintah dalam pelayanan publik sekarang ini makin sering disuarakan. Protes sering dilakukan ketika pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-sanaan pelayanan. Begitu pentingnya pelayanan publik ini, sehingga pemerintah menerbitkan pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

(11)

salah satunya adalah pengelolaan informasi. Pengelolaan dan pelayanan informasi memang menjadi salah satu domain fungsi dan tugas Arsiparis. Seperti telah dijelaskan di atas, pada PP Nomor 28 Tahun 2012, pasal 151 ayat (2) huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah menyediakan informasi guna meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya. Kedua regulasi ini (UU Nomor 25 tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling melengkapi dan mempertegas bahwa dalam konteks pelayanan publik Arsiparis harus berperan sebagai sumber daya manusia yang melaksanakan pelayanan informasi. Karena pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan dari informasi yang terkandung (content) dalam arsip itu sendiri.

6.4. UU Bencana

Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan oleh semua orang. Namun sepertinya Indonesia bukan merupakan negara yang bebas dari bencana. Bahkan sebaliknya Indonesia negara yang sering dilanda bencana. Sebut saja banjir, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, dan kebakaran merupakan bencana yang pernah melanda negeri ini.

Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini (pemerintah, swasta dan masyarakat) saling bahu-membahu untuk mengatasi masalah, menyelamatkan jiwa manusia dan menye-lamatkan aset. Aset negara disamping yang berupa fisik seperti gedung, mobil, dan peralatan kantor, juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu yang bernama arsip.

UU kebencanaan yang tertuang dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana. UU ini memberikan tugas kepada pemerintah bahwa dalam kondisi bencana maupun pasca bencana untuk memelihara arsip yang rusak akibat bencana tersebut.

Keharusan perlindungan, penyelamatan dan pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan pelindungan dan penyelamatan arsip dari bencana alam, bencana sosial, perang, tindakan kriminal serta tindakan kejahatan yang mengandung unsur sabotase, spionase, dan terorisme. Perlindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh ANRI (Arsip Nasional R.I.) dan lembaga pencipta arsip yang berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai bencana nasional. Sedangkan pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-sanakan oleh pencipta arsip, arsip daerah provinsi, dan/atau arsip daerah kabupaten/kota yang berkoordinasi dengan BNPB.

Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip dalam hal terjadi bencana merupakan satu peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis melaksanakan tugas dan fungsinya. Sebagai contoh, ketika terjadi banjir besar bulan Januari 2014 di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan sekitarnya Arsip Nasional R.I. (ANRI) telah melakukan layanan perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum (Harian Republika dan Media Indonesia, tanggal 29 Januari 2014). Dalam hal terjadi bencana, setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip pada lingkup instansinya sendiri.

6.5. UUD 1945

(12)

dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia". UUD 1945 sebagai sumber hukum tertulis yang memayungi setiap peraturan perundang-undangan di Indonesia ini semakin menguatkan dan mempertegas bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi.

Penegasan di atas berarti pula penegasan terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah satunya melakukan pengelolaan arsip guna penyediaan dan pelayanan informasi mendapatkan amanat dari peraturan perundang-undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD 1945. Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya karena telah dilindungi, dilengkapi dan dijamin dengan kepastian hukum.

6.6. Kode Etik Profesi

Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan oleh UU. Sebagai layaknya profesi lainnya yang sudah mempunyai asosiasi atau ikatan, seperti : profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter Indonesia), profesi akuntan dengan IAI-nya (Ikatan Akuntan Indonesia), profesi wartawan dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan Indonesia), dll, Arsiparis pun telah mempunyai asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis Indonesia).

AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam menjalankan tugas, kewenangan dan tanggung jawab profesi kearsipan. Kode Etik Arsiparis Indonesia, yang tertuang dalam Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia Nomor : 06/AAI/2009 tentang Kode Etik Arsiparis Indonesia, sebagai berikut :

1. Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

2. Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945; 3. Arsiparis Indonesia harus jujur dan

bertanggungjawab, bersemangat untuk meningkatkan kompetensi, profesionalitas, komitmen, dedikasi integritas dalam menjalankan tugas dan fungsinya;

4. Arsiparis Indonesia harus mempertahankan dan melindungi otentisitas, reliabilitas, legalitas dan integritas dari suatu arsip; 5. Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas

pengelolaan arsip, mulai dari penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, penyusutan, penilaian dan akuisisi, deskripsi, pelestarian sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip demi kemaslahatan bangsa.

Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya. Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak boleh dilanggar. Bila dilanggar bukan saja menjadi tidak profesional bahkan bila pelanggaran etika dalam kategori berat akan berhadapan dengan sanksi hukum.

7. Simpulan

Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh pemerintah yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah. UUD 1945, UU Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya, UU KIP, UU Pelayanan Publik, UU Penanggulangan Bencana, dan Kode Etik Profesi Arsiparis merupakan peraturan yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya sebagai sumber daya manusia yang profesional.

Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan yang telah disebutkan di atas, maka hasil kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan organisasi yang pada akhirnya keberadaan Arsiparis memang diperlukan. Dengan demikian pandangan orang terhadap profesi Arsiparis semakin lebih positif dan akan meningkatkan pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri yang secara keseluruhan akan membawa dampak yang positif terhadap peningkatan profesi-onalisme.

(13)

8. Daftar Acuan

http://repository.usu.ac.id/ bitstream/123456789 /27467/4/Chapter%20II.pdf, Kajian Teori Konsep Percaya Diri, diakses 23 Januari 2014.

Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia Nomor : 06/AAI/2009 tentang Kode Etik Arsiparis Indonesia.

Media Indonesia. (29 Januari 2014), Korban Banjir Gratis Perbaiki Arsip.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

Rachman, Siti Nur Deva. (2010), Hubungan Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil Belajar, Jurusan Ilmu Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta,

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstrea m/123456789/

3361/1/SITI%20NUR%20DEWA%20RA CHMAN-FITK.pdf, diakses 30 Januari 2014.

Republika. (29 Januari 2014), ANRI Perbaiki Arsip Korban Banjir.

Sudiyanto. (2014), Peluang Arsiparis Menjadi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), Sedang Dalam Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2005), Metode Penelitian Pendidikan, Penerbit Rosda.

Undang Undang Dasar 1945.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

(14)

CACAH ULANG, PENYIANGAN DAN PRESERVASI

Zulfikar Zen

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

E-mail:zzen51@yahoo.com

Abstrak

Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah “Cacah Ulang‖ yang lazim disebut dengan istilah S

tock-opaname. Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan. Di

samping itu, juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak, salah tempat, koleksi yang jarang digunakan. Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang, perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan‖ (weeding) dan Preservasi (Preservation). Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan, sedangkan yang tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan. Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari, baik isinya mau pun fisiknya.

Kata kunci: perpustakaan, cacah ulang, penyiangan, dan preservasi

Abstract

One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname. Through stockopname is known availability or unwillingness library collection. In addition, through stockopname will also note that the situation is a collection of damaged, misplaced, including collections that are rarely used. Along with stockopname activities, the library also pass the weeding and preservation. Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user, while useless issued from the library collection. Preservation the maintenance activities that are sustainable, both content and physical collections.

Keywords: library, stockopname, weeding, and preservation

1. Pendahuluan

Dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa ―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara professional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka”. Lebih lanjut dinyatakan bahwa koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan yang dihimpun, diolah dan dilayankan.

Selama ini, orang mendefinisikan ―perpustakaan” sebagai gedung atau ruangan yang didalamnya terdapat buku, majalah, surat kabar koleksi untuk dipinjamkan. Definisi

tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya sebagai “penjaga buku” (the custodian of books). Apabila diperhatikan dengan seksama, gedung, ruang dan buku hanyalah tempat, atau wadah (containers), sedangkan isinya berupa “informasi‖ (information). Informasi adalah data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi penerimanya. Wadahnya sangat beragam seperti: tertulis, tercetak, terekam, dalam bentuk buku, majalah koran, CD, flash disk, peta, lembaran dan lain sebagainya.

(15)

dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasi” (Information Professionals). Namun demikian, tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas mengelola isi, tanpa mengelola wadah dan tempatnya.

Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko, maka mata dagangannya adalah ―informasi”. Jasa yang diberikan adalah layanan informasi. Informasi terus bertumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dimulai dengan penemuan kertas di Cina dan mesin cetak di Jerman, lalu berkembang dengan penerbitan digital (elektronik), menandai bahwa informasi terus tumbuh dan berkembang dengan pesat. Adapun, harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan tersebut yaitu dapat merubah paradigma di perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut:

Perpustakaan Dulu

Perpustakaan Kini

Koleksi Media tunggal (terutama berbasis kertas). Jumlah berbasis kepemilikan

Multi media, tertulis, tercetak dan

terekam.

Jumlah berbasis akses

Gedung Bagaikan gudang, tertutup, kurang strategis

Ibarat toko, pasar, transparan, stategis

Layanan Pasif, menunggu, manual Proaktif, mendidik dan mendatangi pengguna, mamanfaatkan teknologi informasi

,Pustakawan kurang

Profesional, pasif, birokrat, tukang jaga buku (the custodian of books)

profesional, aktif, demokratis, pekerja informasi, penjaga pengetahuan (the guardian of knowledge)

Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, kondisi perpustakaan tidak jauh berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu, kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah terbatas. Perpustakaan di Indonesia masih terbatas baik kualitas, maupun kuantitas, terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan

Umum. Menurut S.R.Ranganathan (1931) yang dikutip Kaur (2002), terdapat 5 hukum ilmu perpustakaan

1. Buku untuk digunakan (Books are for use)

2. Setiap pembaca bukunya (Every reader his book)

3. Setiap buku pembacanya (Every book its reader)

4. Hematkan waktu pembaca (Save the time of the reader)

5. Perpustakaan organisme yg tumbuh (Library is a growing organism)

Bila ditafsirkan pernyataan di atas, maka perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya digunakan, bukan hanya untuk disimpan. Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama ini terabaikan di perpustakaan. Pustakawan berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di rak. Hal tersebut, merupakan tugas pustakawan yang harus terus mengembangkan ilmunya, sehingga terciptalah proses layanan semudah dan seefisien mungkin. Tersedianya sarana temu kembali informasi berupa katalog, indeks, bibliografi, merupakan salah satu upaya yang dilakukan pustakawan untuk membantu pemustaka.

Sebagai lembaga jasa, perpustakaan selalu berupaya untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Sehingga, koleksi yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan pengguna. Di samping upaya penambahan koleksi baru, koleksi-koleksi tersebut harus dipelihara dengan baik. Apa yang ada dalam katalog, harus dipastikan dapat dikases, meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang lain.

(16)

ketidaksediaan koleksi perpustakaan. Di samping itu, melalui kegiatan stock opname juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak, salah tempat, termasuk koleksi yang jarang digunakan.

Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang, perpustakaan juga harus melalukan kegiatan

―Penyiangan‖ (weeding) dan Preservasi

(Preservation). Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan oleh pengguna, sedangkan yang tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan. Sedangkan, kegiatan preservasi dilakukan untuk melestarikan keberadaan bahan pustaka di perpustakaan.

2. Cacah Ulang (Stock Opname)

Ketika kita masuk ke toko swalayan, pada saat akan ditutup, para pelayanan toko dengan daftar ditangan mengadakan ―pencocokan‖ jumlah ―barang‖ yang ada dalam jajaran dengan jumlah barang yang terdapat dalam daftar. Hal ini pula. perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau belum terjualnya barang tersebut. Tidak tertutup kemungkinan, bahwa barang tersebut tidak terjual, tetapi juga tidak ada dalam jajaran. Jika hal tersebut terjadi, kemungkinan barang tersebut salah tempat atau hilang. Namun, ada pula beberapa barang ditemukan tetapi dalam keadaan rusak. Hal serupa juga dilakukan di perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah Ulang‖ (Stockopname).

Upaya Cacah Ulang tersebut, dilakukan dalam rangka untuk mengontrol koleksi yang ada. Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya koleksi dari pemakai ke pemakai. Namun, apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada, maka terdapat beberapa kemungkinan, yaitu sedang dipinjam, salah tempat, berada di meja baca, dicuri, sedang diperbaiki dan sebagainya. Dalam sistem layanan terbuka (open access) kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal yang lumrah. Dari kegiatan ini juga dapat diketahui apabila peminjam sudah lama tidak mengembalikan pinjamannya. Sehingga, perpustakaan menerapkan sistem denda/sanksi. Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada peminjam yang terlambat mengembalikan, yang merusak atau yang menghilangkan buku.

Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu untuk mengetahui jumlah:

1. koleksi terakhir di miliki perpustakaan; 2. koleksi yang hilang;

3. koleksi yang dipinjam tetapi belum dikembalikan;

4. koleksi yang salah tempat; 5. koleksi yang rusak;

6. koleksi yang tidak pernah atau jarang digunakan;

7. koleksi yang banyak diminati

Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan istilah Deselction“ . Paling tidak terdapat 4 (empat) alasan yang mendorong untuk melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu :

1. Untuk menghemat tempat (to save space); 2. Untuk memperbaiki akses (to improve

access);

3. Untuk penghematan uang (to save money);

4. Untuk menyediakan tempat bagi koleksi baru (To make room for the newmaterials).

3. Tata Cara Cacah Ulang

Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan, Perpustakaan harus memberitahukan kepada pemakai, kapan kegiatan tersebut dilaksanakan. Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut, perpustakaan tidak melakukan transaksi peminjaman baru, dan hanya menerima pengembalian pinjaman. Untuk memudahkan proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan beberapa hal sebagai berikut:

1. Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah Ulang, termasuk di dalamnya kegiatan penyiangan dan preservasi ;

(17)

3. Perpustakaan harus membuat pengumuman resmi kepada semua pihak tentang waktu pelaksanaan, baik dari mulai dan akhirnya kegiatan tersebut. Selain itu, sebaiknya perpustakaan juga menjelaskan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama proses Cacah Ulang dan Penyiangan;

4. Ketika pelaksanaan kegiatan, susunan koleksi sudah tersusun sesuai dengan No Panggil (Call number), koleksi majalah dan koran berdasarkan abjad judulnya yang masing-masingnya disusun kronologis (tanggal, bukan dan tahun. Koleksi bukan buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk dan ragamnya;

5. Kartu pengerakkan (shelf list), sangat bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang. Secara mudah dan terorganisir, semua koleksi akan terdeteksi dengan baik. Untuk koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh tenaga yang lebih banyak pula;

6. Setiap item yang ada harus ditentukan keberdaan dan kondisinya, sesuai dengan informasi yang hendak diketahui di atas.

4. Penyiangan (Weeding)

Dalam kegiatan pertanian, penyiangan adalah membersihkan tanaman dari rumput atau tanaman lain yang menganggu. Prinsip tersebut juga diterapkan di perpustakaan. Agar koleksi perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat baca, maka koleksi yang tidak diperlukan dikeluarkan dari koleksi perpustakaan. Koleksi tersebut dikeluarkan, baik untuk selamanya atau untuk sementara. Koleksi yang tak berguna, dikeluarkan untuk selamanya, sedangkan yang rusak, diperbaiki terlebih dahulu kemudian dijajarkan kembali. Buku terlarang, dikelaurkan dari koleksi perpustakaan selama larangan berlaku. Tujuan utama penyiangan di perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi yang tersedia sesuai dengan kebutuhan pemustaka.

Dalam prakteknya, tidak mudah pustakawan untuk mengeluarkan koleksi dari perpustakaannya. Karena akan berdampak pada hukum, juga kepercayaan bahwa buku adalah bagian dari warisan budaya. Buku lama sekali pun, akan baru bagi orang yang baru

membacanya. Oleh karena itu diperlukan kriteria yang harus ditentukan untuk penyiangan. KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan pekerjaan.

Evans (2000) dengan mengutip H.F. MacGraw, mengemukakan beberapa kriteria dalam penyiangan antara lain

1. Duplikasi (Duplicate): Koleksi yang terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah yang banyak; .

2. Hadiah yang tak berguna . yaitu hadiah yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan (Unsolicited and Unwanted gift). Sering perpustakaan mendapat hadiah dari berbagai sumber, tetapi koleksi tersebut tidak bermanfaat bagi pengguna perpustakaan

3. Buku usang, kuno, terutama buku sains (Obsolate books, especially Science). Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu sosial, ilmu budaya dan humaniora

4. Edisi lama, (Suppesded editions). Bila telah memiliki edisi baru, maka edisi lama sebaiknya dikeluarkan.

5. Buku yang rusak dimakan rayap, kumuh, jorok, lusuh (Books that are infested, dirty, shabby, worn out)

6. Buku cetakan kecil, kertas rapuh, kehilangan halaman) Books with small print, brittle paper, and missing pages) 7. Buku yang tak digunakan, atau tak

dibutuhkan (Unused, Unneeded volume of sets)

8. Majalah tanpa indeks (Periodicals with no indekxes)

Selain beberapa hal tersebut diatas, dapat ditambahkan untuk kriteria penyiangan yaitu buku-buku terlarang, bahasanya yang buruk, merusak akidah, akhlak, dan lain sebagainya.

(18)

aturan yang tetap dapat melanggar hukum. Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal, merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi. Oleh karena itu, dalam Panduan Pengembangan koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010) meyebutkan langkah-langkah apa saja yang dilakukan pada saat penyiangan :

a. Buku pedoman. Sebaiknya perpustakaan mempunyai peraturan tertulis tentang penyiangan, sebagai pedoman melaksanakan penyiangan dari waktu ke waktu;

b. Bantuan ahli. Hendaknya pustakawan meminta bantuan dari ahli subjek (specialist subject) untuk menetukan apakah suatu koleksi bernilai guna atau tidak. Kadang kala buku yang sudah cukup tua (out of date), bagi pakar dianggap sangat diperlukan.;

c. Pemanfaatan. Bahan pustaka yang kurang/tidak diminati dapat segera dikeluarkan dari jajaran koleksi. Untuk melakukan penyiangan diperlukan data dari bagian layanan sirkulasi mengenai pemanfaatan suatu bahan pustaka;

d. Isi atau materi. Bahan pustaka yang boleh disiangi, antara lain yaitu:

1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai; 2) Informasinya sudah tida relevan; 3) Data sudah tidak akurat lagi;

4) Informasinya sudah kurang/tidak bermanfaat lagi;

5) Materi sudah tidak sesuai dengan perkembangan kurikulum;

6) Edisi terbaru telah terbit;

7) Materinya bukan merupakan karya klasik dan sejarah;

8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan untuk melengkapinya.

Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi perpustakaan, maka beberapa kegiatan yang harus dilakukan antara lain:

1) Membuat daftar koleksi yang akan disiangi;

2) Memberikan cap atau tanda yang menyatakan bahwa koleksi tersebut

sudah dikeluarkan.dari koleksi perpustakaan;

3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang terkait dengan koleksi tersebut, misalnya kartu pengarang, kartu judul, kartu subjek, dan sebagainya. Termasuk menghapus koleksi dari pangkalan data katalog terpasang;

4) Membuat laporan kegiatan penyiangan yang dilakukan secara sistematis;

5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan dihadiahkan kepada perpustakaan lain yang memerlukan. Sebaiknya, sebelumnya mengirim surat tawaran kepada calon penerima.

6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual dengan harga murah kepada anggota perpustakaan atau masyarakat umum. 7) Kadangkala koleksi hasil siangan

dijadikan sebagai barter tukaran koleksi dengan perpustakaan lain.

5. Preservasi (Preservation)

Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari, baik isinya mau pun fisiknya. Bahan pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di perpustakaan untuk dipinjamkan. Dalam penggunaannya secara alami pada koleksi yang akan terjadi perubahan, misalnya rusak robek, hilang, kumuh, copot jilidnya, dicoret-coret dan sebagainya. Secara umum terdapat 4 (empat) penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu:

a. Manusia, Koleksi perpustakaan adalah disediakan bagi pengguna.. Dalam penggunaan tersebut (mungkin) terjadi kerusakan bahan pustaka baik secara disengaja atau tidak disengaja. Kerusakannya antara lain robek, basah, hilang, kumal, dan sebagainya.

b. Alam, Sering terjadi kerusakan bahan pustaka karena alam (nature). Peristiwa alam yang sering merusak bahan pustaka, antara lain, kebakaran, banjir, gempa, cuaca, angin, cahaya matahari, debu, temperature atau suhu, dan sebagainya; c. Binatang, Serangga seperti tikus, kecoa,

(19)

terkena virus yang merusak data digital yang dimiliki;

d. Zak kimia, Bahan pustaka itu sendiri kadang menyebabkan kerusakan, misalnnya kertas, tinta, plastic, penjepit kertas (paper clips). dan sebagainya. Zat kimia .yang terdapat di dalam bahan pustaka pada saat tertentu ikut mengancam keselamatan bahan pustaka itu sendiri.

Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari khazanah budaya umat manusia. Oleh karena itu, suatu kewajiban bagi pustakawan untuk memelihara dan merawatnya. Bshksn ada yang

mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada

ditangan kita saat ini bukan hanya warisan nenek moyang, tetapi juga titipan (amanah)

anak cucu” Tanpa perawatan dan pemeliharaan, adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada generasi mendatang.

Untuk pemeliharaannya, terdapat 2 (dua) cara yaitu.

Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki). Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka, antara lain:

a. Reproduksi. Yaitu melakukan reproduksi dengan cara fotocopy. Jika terjadi kerusakan pada satu bahan pustaka, perpustakaan masih memiliki koleksi serupa, meskipun tidak asli. Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy;

b. Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam bentuk lain yang lebih aman, misalnya dengan cara dibuatkan dalam bentuk mikro, CD ROM, Flash dics, dan sebagainya;

c. Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya, maka dilakukan penjilidan ulang. Umumnya buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya sangat rendah;

d. Laminasi Agar isinya aman, maka koleksi tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan lagi dengan baik tidak akan robek;

e. Digitalisasi Di samping upaya untuk meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara digitalisasi, sekaligus juga sebagai upaya untuk perawatan;

f. Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan dengan melakukan tindakan prefentif dan menghindari dari semua bahaya yang akan mengancam kelestarian bahan pustaka. Ketika membangun sudah dipertimbangkan bahaya yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan pustaka. Di perpustakaan harus ditentukan

berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak rusak. Koleksi perpustakaan ditempatkan di ruangan dengan temperature yang baik, serta sirkulasi udara yang cukup. Kalau memungkin sebelum menggunakan bahan pustaka membersihkan tangan terlebih dahulu, karena koleksi perpustakaan harus dipelihara kebersihannya;

g. Keamanan. Baik keamanan dari maling, curi, rampok dan sebagainya, keamanan juga harus dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan virus atau hacker. Membuat cadangan (back up)

merupakan upaya yang harus dilakukan untuk memeliharan bahan pustaka.

6. Kesimpulan

Perpustakaan merupakan salah satu lembaga jasa. Adapun jasa yang diberikan adalah informasi terekam dalam berbagai bentuk. Pemakai adalah pelanggan (customers, patron) yang harus dilayani kebutuhan informasiya secara tepat, cepat dan akurat. Untuk memudahkan akses terhadap koleksi perpustakaan, perpustakaan menyediakan berbagai sarana, antara lain katalog, bibliografi, indeks, dan lain sebagainya, Layanan terbuka (open access), layanan ektensi, dan layanan terpasang (online) merupakan bagian untuk memberikan layanan maksimal perpustakaan yang mengikuti zaman masa kini.

(20)

Dalam kegiatan, Cacah Ulang dilakukan kegiatan lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap koleksi yang tidak bernilai guna lagi, rusak, tidak lengkap, sudah kuno, dan lain sebagainya. Disamping itu, beberapa koleksi yang diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan preservasi, pemeliharaan dan perawatan. Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan preventif atau kuratif.

7. Daftar Acuan

Curley, Arthur dan Dorothy Broderik. Building library collections.—6th ed.—London: The Scarecrow Press, Inc., 1985

Evans, G. Edward dan R. Margaret R. Zarnosky

Development of library and information center collection.—Englewood, Colorado: Libraries Unlimited, 2000

Futas, Elizabeth (editor). Collection development policies and procedures.—3rd ed.—Phoenix, Arizona: Oryx Press, 1975

Jenkins, Clare dan Mary Morley.. Collection management in academic libraries.—Aldershot, Hants England: Gower, 1991

Kaur, Devinder dan R.G.Prasher.

Librarianship: Philosophy, Laws and Ethics.

New Delhi: Mediton Press, 2002

Library and information center management.—Wets point Connecticut, 2002

Pedoman Pengembangan Koleksi: Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2010

Rowley, Jennifer. The electronic library.—London‖

Facet Publishing, 2002

Stueart, Robert D. dan Barbara B. Moran. Library and information management center.—

(21)

PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA

Anton Purwanto Putra

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

E-mail: purwanto.putra21@ui.ac.id

Abstrak

Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor arsip Universitas Indonesia. Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik, diantaranya adalah isu teknologi informasi, aspek hukum, aspek manajemen, standar preservasi arsip elektronik, dan metadata rekod elektronik. Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur. Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama, preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih media terhadap arsip peta tersebut. Dengan demikian, berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut: klasifikasi/filling system, metadata, retensi dan disposal arsip peta, strategi migrasi data, pertukaran data, penyimpanan, dan audit informasi.

Kata kunci: arsip peta, preservasi digital, rekod elektronik, retensi dan disposal

Abstract

This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve, in archieve office University of Indonesia. Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues, legal aspect, management, electronic record preservation standard and electronic record metadata. This research conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method. The findings indicate that the distribution of phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first, physical preservation of blue print in hard papper with to do binding for blue print archieve, seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print archieve. Finally outcome from observation and study literatur analysis, importance give attention to manage blue print archieve in University of Indonesia this is clasification/filling system, metadata, retention and disposal blue print, data migration strategic, storage, and information audit.

Keywords: blue print, digital preservation, electronic record, retention and disposal

Pendahuluan

Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik, beberapa diantaranya adalah isu teknologi informasi, aspek hukum, aspek manajemen, standar preservasi arsip elektronik, dan metadata rekod elektronik. Melakukan pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan dengan preservasi digital adalah hal yang penting. Karena pada hakikatnya preservasi digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap informasi di dalam berbagai media simpan dan

(22)

Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk rekod dalam format digital atau rekod hardpaper yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital. Namun persoalannya adalah masih ada beberapa hal yang membuat perbedaan secara tajam antara rekod dalam bentuk kertas dengan rekod elektronik dalam hal preservasi digital, beberapa di antaranya: media penyimpanan rekod elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau jangka panjang. Kemajuan teknologi membuat perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk penyimpanan preservasi digital akan usang dalam beberapa tahun. Kemudian juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul secara reguler dan proses preservasi digital juga dapat mengakibatkan hilangnya informasi kontekstual yang ada di rekod di samping itu ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik dan informasi rekod/arsip hilang karena bencana alam atau manusia, hambatan akses (proteksi), dan aspek legal permission.

Sementara untuk rekod yang sudah born (tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis organisasi sehari-hari, rekod elektronik itu sendiri juga rentan terhadap perubahan, duplikasi dan kehilangan informasi maupun kontennya. Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas, yang umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod dan preservation planning yang lebih terkontrol, seperti penggunaan sistem klasifikasi, akses dan pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di mana rekod tersebut dipelihara, sehingga aturan mengenai manajemen dan preservasi rekod hardpaper masih dapat mengimbangi perkembangan kebutuhan preservasinya.

Sifat rekod adalah mengandung struktur, konteks, dan konten. Dalam rekod berbasis kertas, karakteristik ini menyatu pada item fisik rekod tersebut, tetapi dalam versi elektronik unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya. Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk mempertahankan semua sifat tersebut dalam

tindakan preservasi digital yang akan dilakukan terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik. Karena struktur dan konteks akan memberikan makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai alat bukti, sehingga hal ini akan menjadi perhatian utama dalam kegiatan preservasi digital yang dilakukan.

Pada rekod/arsip elektronik preservation planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada saat data/rekod diciptakan bahkan sebelum data diciptakan sudah ditentukan agar nanti mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang tepat dilakukan. Clive Kirkwood dan Louisa Venter dalam artikelnya Strategy for the Management and Appraisal of Electronic Rekods in the Public Sector menyebutkan bahwa preservasi rekod elektronik secara garis besar akan membahas mengenai, penjelasan perbedaan rekod kertas dan rekod elektronik, persyaratan pengelolaan rekod elektronik, klasifikasi/filing system, metadata, retensi dan disposal, strategi migrasi, pertukaran data, penyimpanan dan audit.

(23)

tahapan-tahapannya sudah dilakukan, hingga preservasi digital, namun yang masih menjadi persoalan dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah mengenai long term preservation (preservasi jangka panjang) dari arsip peta UI, bagaimana dengan klasifikasi/filing system, metadata yang akan digunakan untuk temu kembali, retensi dan disposal, migrasi data, keusangan media simpan, dan integrasi dengan aplikasi atau sistem elektronik, belum diperhatikan secara serius. Sehingga tulisan ini akan membahas dan mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-aspek tersebut di atas, semoga ini bisa menjadi masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih baik lagi.

Tinjauan Literatur

Secara umum payung besar dari preservasi digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle yang tertuang di dalam Curation Lifecycle Model. Sebelum membahas mengenai preservasi digital, sebagaiknya mengetahui tentang model ini, sehingga bisa mengetahui berada di bagian mana dan seberapa besar cakupan yang akan di kerjakan dalam preservasi digital. curation lifecycle model berupa grafis, gambaran tingkat tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan melalui curation lifecycle. Kita dapat menggunakan model ini untuk merencanakan kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk memastikan bahwa semua langkah yang diperlukan dalam curation lifecycle telah tercakup di dalamnya.

Model ini memungkinkan untuk melakukan pemetaan fungsionalitas secara granular misalnya untuk menentukan peran dan tanggung jawab dan membangun kerangka kerja secara standar dan perencanaan teknologi yang akan digunakan dalam pelaksanaanya. Hal ini dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan dan untuk memastikan bahwa proses dan

kebijakan yang ada telah memadai untuk pendokumentasian atau pekerjaan ini.

DCC Curation Lifecycle Model

Diagram Digital Curation Centre

Elemen-elemen kunci dari DCC Curation Lifecycle Model

Data yaitu merupakan data, informasi dalam bentuk digital biner, adalah pusat dari Kurasi Lifecycle. Dimana yang termasuk ke dalam cakupannya adalah: Obyek digital: benda-benda digital sederhana/item digital seperti contohnya: file teks, file gambar atau file suara atau benda-benda digital yang bersifat lebih kompleks seperti contohnya: benda-benda digital yang dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek digital lainnya, seperti website. Sedangkan database merupakan koleksi terstruktur dari rekod atau data yang disimpan dalam sistem komputer.

(24)

cara mengumpulkan dan menetapkan informasi yang representatif sesuai dengan yang diperlukan untuk memahami dan menciptakan objek digital dan metadata yang saling terkait.

Recana Preservasi (Preservation Planning) merupakan bagian dari curation lifecycle yang merupakan rencana pelestarian objek digital. Hal yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan administrasi dalam curation lifecycle.

Community Watch and Participation yaitu kegiatan mengelola secara tepat, dan dengan ikut serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan standar, tools dan perangkat lunak yang sesuai dengan kebutuhan preservasi.

Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve) yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan manajemen dan administratif yang direncanakan guna mempromosikan curation dan pelestarian di dalam seluruh aspek curation lifecycle.

Model Curation Lifecycle juga mencakup beberapa bebera hal yang disebut dengan sequential actions yang terdiri atas tahapan-tahapan sebagai berikut ini:

Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu tahap merencanakan penciptaan data, termasuk metode capture yang akan digunakan dan pilihan penyimpanan.

Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or Receive) yaitu penciptaan (create) data mencakup di dalamnya administrasi, deskriptif, metadata struktural dan teknis dan pelestarian metadata dapat juga ditambahkan pada saat penciptaan ini. Penerimaan (receive) data, harus sesuai dengan kebijakan pendokumentasian, dari pencipta data, arsip lain, repositori atau pusat data, dan jika diperlukan pada saat ini harus menetapkan sendiri metadata yang sesuai.

Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih data yang masuk dalam cakupan kurasi dan pelestarian jangka panjang. Caranya adalah dengan mematuhi dan melaksanakan secara

sungguh-sungguh menurut pedoman pendokumentasian, kebijakan atau ketentuan hukum yang sudah ada.

Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan mentransfer data ke pusat arsip, gudang penyimpanan, data center atau lainnya. Dengan mematuhi pedoman pendokumentasian, kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku.

Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu dengan melakukan tindakan untuk memastikan pelestarian jangka panjang dan retensi data. Tindakan pelestarian harus dapat memastikan bahwa data tetap otentik, dapat diandalkan dan dapat digunakan dengan tetap menjaga integritasnya. Tindakan ini termasuk pembersihan data, validasi, menetapkan metadata pelestarian, menetapkan informasi representasi dan memastikan struktur data dapat diterima atau format file.

Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan menyimpan data dengan cara yang aman mengikuti standar yang relevan.

Tahap Akses, Penggunaan, dan Penggunaan Kembali (Access, Use and Reuse) adalah untuk memastikan data hanya dapat diakses oleh pengguna yang diberi dan memiliki hak akses. Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang dipublikasikan untuk umum. Kontrol akses yang kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku.

Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat data baru yang dapat diambil dari data aslinya, misalnya: migrasi ke dalam format yang berbeda, atau dengan menciptakan subset, melalui proses seleksi atau query, untuk menciptakan hasil yang baru, dan untuk kebutuhan publikasi yang berbeda dengan format data mentahnya.

Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan sesekali, tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler dalam preservasi digital yaitu:

(25)

kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian jangka panjang sesuai dengan kebijakan pendokumentasian, dan persyaratan hukum. Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip, repositori, data center atau lainnya untuk dihancurkan. Dalam beberapa kasus data dapat dihancurkan karena sifat data, dengan alasan mengikuti aturan hukum yang berlaku, sehingga data dihancurkan dengan berbagai tindankan penghancuran yang aman.

Tahap Penilaian Kembali (Reappraise) merupakan tindakan mengembalikan data yang tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang.

Tahap Migrasi Data yaitu tindakan pemindahan atau migrasi data ke format yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan kekebalan data itu dari perangkat keras atau perangkat lunak yang telah usang.

Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan database) untuk masa mendatang dan mempertimbangkan agar informasi yang terkandung di dalam rekod atau arsip dapat diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan hardware yang digunakan. Hal penting dari preservasi digital adalah: kegiatan apa saja yang dikelola, memastikan bit-stream dapat dipertahankan, memastikan bahwa data dapat diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka waktu yang telah ditentukan.

Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya sama dengan digital curation. Preservasi digital bisa dikategorikan sebagai subset dari digital curation. Pelestarian digital merupakan bagian penting dari digital curation tetapi itu saja tidaklah cukup, karena itu hanya sebatas melestarikan data, misalnya dengan menyalin ke dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan data dalam bentuk lama sudah menjadi usang. Digital curation menjadi penting karena mengharuskan manajemen untuk aktif dan

melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip dalam cakupansiklus hidup, sehingga dapat melindungi integritas dan meningkatkan nilai dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat digunakan di masa depan. Untuk melakukan hal ini, maka perlu untuk secara aktif mengelola seluruh data berdasarkan siklus hidupnya.

Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari kegiatan preservasi digital adalah untuk memenuhi dan memastikan integritas dari waktu ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara, merekam informasi yang cukup, mengelola kekayaan intelektual dan hak lainnya, mempertahankan kemampuan untuk menemukan bahan-bahan digital yang andal dan memonitor perubahan teknologi yang mempengaruhi aksesibilitasnya.

Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI

Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan. Secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama, preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih media terhadap arsip peta tersebut. Secara lebih lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta UI adalah sebagai berikut:

Klasifikasi/Filing System

(26)

filing system maka akan dipertahankan agar rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan menjadi satu kesatuan (misalnya antara format tercetak dengan format elektronik hasil alih media, atau antara rekod yang masih dalam bentuk kertas dengan lampirannya yang berbentuk digital). Jika link dan hubungan antara dokumen fisik dengan elektroniknya tidak dipelihara dengan cara yang sama maka perkembangan suatu kegiatan akan hilang.

Pengunaan filing system yang sama untuk rekod berbasis kertas dan elektronik akan menghubungkan rekod paper-based dengan rekod elektroniknya. Ini akan memastikan bahwa topik yang ada di semua media yang dikelola tidak saling bertentangan dengan aturan retensi yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik yang ada akan ditemu kembali secara komprehensif. Hal ini juga akan mengurangi kebingungan bagi pengguna jika filing system yang sama digunakan untuk rekod berbasis kertas dan elektronik.

Tujuan utama pemberkasan/filing system ini adalah agar dapat menemukan dan menggunakan arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk masa sekarang dan kebutuhan di masa depan dengan cara yang dapat diterima. Sebagai contoh, sebuah arsip peta yang disimpan dalam format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk beberapa objek digital karena ini adalah format standar yang digunakan untuk penyimpanan file teks dan gambar, tetapi hal yang penting untuk dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta atau container yang digunakan untuk menyimpan arsip peta tersebut juga harus dipersiapkan untuk bisa mengakomodir kebutuhan jangka panjang.

Metadata

Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus menyediakan fungsi untuk menambah dan memelihara metadata yang sesuai dengan rekod yang di deskripsi, karena jenis arsipnya tergolong berbeda dari koleksi arsip

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo
Gambar 2
Gambar 5. Ruang Penyimpanan II
Gambar 1. Perbedaan perilaku informasi masyarakat Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam mengisi waktu senggang
+2

Referensi

Dokumen terkait

KANTOR ARSIP DAN PERPUSTAKAAN DAERAH KOTA SURAKARTA , Program Studi Manajemen Administrasi, Program Diploma III, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Dengan adanya Sistem Informasi Kearsipan Statis pada Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah, dapat menangani pengelolaan data Arsip. Statis sesuai dengan

Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi (KPAD) Kota Tebing Tinggi dapat dijadikan sebagai media penghubung sumber informasi dengan ilmu pengetahuan.. Kantor Perpustakaan,

Hampir tidak satu pun lembaga, instansi maupun perusahaan yang tidak memiliki data, dokumen, arsip maupun berbagai jenis sumber informasi lainnya yang harus mereka kelola

Implementasi Jaringan Informasi Kearsipan Nasional (JIKN) yang diselenggarakan oleh Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh Merupakan sebagai salah tugas Badan Arsip dan

Pemeliharaan dan Perawatan Asip Statis di Kantor Arsip Kabupaten Pesisir Selatan, Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan, Vol.. Hani, 2000, Manajemen

Hasil diperoleh dari penelitian menunjukkan Peran pemerintah terhadap pengelolaan arsip diKantor Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Polewali Mandar kurang perhatian

Permasalahan yang ada pada kantor perpustakaan dan arsip daerah kudus adalah manajemen arsip pada kantor ini proses manajemen arsipnya masih manual, dimana pada waktu