BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1 Pembelajaran Tematik
1.1.1 Hakikat Pembelajaran Tematik
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru, “tematik” diartikan
sebagai “berkenaan dengan tema”; dan “tema” sendiri berarti “pokok pikiran”;
dasar ceritan(yang dipercakapkan dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah
sajak, dan sebagainya)”. Pembelajaran tematiik adalah salah satu model pembelajaran terpadu pada jenjang taman kanak-kanak (TK/RA) atau sekolah dasar (SD/MI) untuk kelas awal yang di dasarkan pada tema-tema tertetu yang kontekstual dengan dunia anak (Andi, 2013:122). Pembelajaran tematik diartikan sebagai pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pelajaran bermakna kepada siswa (Mulyasa, 2014:3).
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan antara beberapa isi mata pelajaran dan pengalaman hidup nyata sehari-hari siswa sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa (Hadi Subroto, 2011:151). Pembelajaran terpadu menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memeberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa (Kemendikbud, 2014).
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang berisi beberapa mata pelajaran dengan kehidupan sehari-hari atau kehidupan nyata yang akan memberikan siswa pengalaman dan pengetahuan yang baru. Dengan adanya pembelajaran tematik diharapkan siswa akan belajar lebih baik dan bermakna.
Penelitian ini dilakukan di kelas V pada tema 8 “Lingkungan Sahabat Kita” Subtema 2 “Perubahan Lingkungan”. Adapun kompetensi dasar pada tema
Tabel 2.1
Kompetensi Dasar Tema 8 kelas V
Tema Lingkungan Sahabat Kita Subtema Perubahan Lingkungan Kompetensi Dasar
PPKn
1.3 Mensyukuri keberagaman sosial masyarakat sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa dalam konteks Bhinika Tunggal Ika.
2.3 Bersikap toleran dalam keberagaman sosial budaya masyarakat dalam kontek Bhineka Tunggal Ika.
3.3 Menelaah keberagaman sosial budaya masyarakat
4.3 Menyelenggarakan kegiatan yang mendukung keberagaman sosial budaya masyarakat.
Bahasa Indonesia
3.8 Menguraikan urutan peristiwa atau tindakan yang terdapat pada bacaan nonfiksi.
4.8 Menyajikan kembali peristiwa atau tindakan dengan memperhatikan latar cerita yang terdapat pada teks fiksi.
IPS
3.3 Menganalisis peran ekonomi dallam upaya menyejahterakan kehidupan masyarakat di bidang sosial dan budaya untuk memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia serta hubungannya dengan karakteristik ruang. 4.3 Menyajikan hasil analisis tentang peran ekonomi dalam upaya
menyejahterakan kehidupan masyarakat di bidang sosial dan budaya untuk
memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa. Sumber: Buku Guru SD/MI Tema 8 Kelas V
1.1.2 Tujuan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memiliki sejumlah tujuan terurtama untuk kegiatan belajar mengajar di SD/MI. Tujuan pembelajaran tematik menurut departemen agama berdasarkan buku Panduan Penyusunan Pembelajaran Tematik Pendidikan
Agama Islam (PAI) Sekolah Dasar yang di terbitkan tahun 2009 adalah sebagai berikut:
1) Agar siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema tertentu, karena materi disajikan delam konteks tema yang jelas.
2) Agar siswa mampu mempelajarai pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antra aspek dalam tema sama.
4) Agar kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik, karena mengaitkan berbagai aspek atau topik dengan pengalaman pribadi dalam situasi nyata, yang diikat dalam tema tertentu.
5) Agar guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara sistematis dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan untuk pendalaman.
1.1.3 Landasan Pembelajaran Tematik
Secara filosofis kemunculan pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat modern, yaitu progresivisme, kontruktivisme, dan humanisme (Ibunu Hajar, 2013:26-27). Untuk memahami bagaimana padangan ketiga aliran filsafat prendidikan tersebut akan dijelaskan pada masing-masing segmen yang berbeda.
a. Progresivisme
Aliran progresivisme sebagai sebagai sebuat teori pendidikan, progresivitas muncul untuk mereaksi pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran, belajar mental (kejiwaan), dan kesusastraan klasik peradaban barat.
Aliran progresivisme memandang bahwa proses pembelajaran perlu ditekankan pada kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Filsafat progresivisme menekankan pada fungsi kecerdasan siswa (Ibnu Hajar, 2013:26). Dalam proses belajar, siswa dihadapkan permasalahan yang menuntut pemecahan dan untuk memecahkan masalah siswa harus memilih dan menyusun ulang pengetahuan dan pengalaman belajar yang telah dimilikainya.
b. Kontruktivisme
Kontruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah kontruksi (bentukan) kita sendiri (Paul Suparno, 2010:18). Dalam hal ini pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu kontruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang yaitu membentuk skema, katagori, konsep, dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.
mandiri suatu informasi yang kompleks apabila mereka menginginkan informasi itu menjadi miliknya (Khoirul Ahmadi & Sofan Amri, 2011:51). Dalam hal ini pembelajaran bermakna sendiri kaitan erat dengan kontruktivisme karena pengetahuan dibangun individu untuk mempelajari materi berikutnya, dan pengetahuan yang sebelunya ada salam diri siswa dapat dimanfaatkan untuk membangun pengetahuan baru, pembelajaran bermakna tidak akan bermanfaat jika guru hanya memberikan materi secara konvensional.
c. Humanisme
Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan atau kekhasan, potensi, dan motivasi yang dimilikinya (Rusman, 2010:256). Selain memiliki kesamaan, setiap siswa juga memiliki kekhasan, hal ini membuat guru harus menyikapi siswa dengan cara yang berbeda pula. Pengalaman dan aktivitas peserta didik merupakan prinsip penting untuk menggali potensi yang ada dalam diri masing-masing siswa, dalam pembelajaran tematik teori humanisme memainkan peran sebagai acuan bahwa pelajaran adalah bagian dari pendidikan yang mampu memberikan bekal yang positif bagi siswa agar terbentuk manusia seutuhnya.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa humanisme atau aliran humanisme memberikan peran dalam pembelajaran tematik yaitu sebagai acuan pembentukan sikap pada siswa. Karena setiap siswa memiliki karakter, keunikan, dan ras sehingga perlu diatasi secara khusus sesuai dengan kebutuhan mereka.
1.1.4 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Tematik
Prinsip-prinsip pembelajaran temati diklasifikasikan ke dalam empat kelompok yaitu prinsip penggalian tema, pengelolaan pembelajaran, evaluasi, dan reaksi (Trianto, 2013:154-156). Untuk mengetahui lebih lanjut dari klasifikasi diatas penjelasannya sebagai berikut:
1) Prinsip Penggalian Tema
Prinsip penggalian tema adalah prinsip utama dalam pembelajaran tematik. Tema-tema yang tumpang tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama dalam pembelajaran ini. Oleh karena itu, perhatikan persyaratan berikut ini:
a. Tema hendaknya tidak terlalu luas, akan tetapi dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran.
b. Tema harus bermakna, sehingga dapat memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.
d. Tema yang dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat siswa.
e. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa autentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar.
f. Tema yang dipiih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakan (asa relevansi).
g. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
2) Prinsip Pengelolaan Pembelajaran
Seorang guru harus mampu menempatkan sebagai fasilitator dan mediator
dalam proses pembelajaran. oleh karena itu dalam pengelolaan pembelajaran hendaklah guru dapat berlaku sebagai berikut:
a. Guru hendaknya jangan menjadi sigle actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar.
b. Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok.
c. Guru perlu mengakomodadasi ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.
3) Prinsip Evaluasi
Evaluasi selalu menjadi fokus dalam setiap kegiatan. Oleh karena itu dalam melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran tematik, dibutuhkan beberapa langkah positif sebagai berikut:
a. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self-evaluation atau self-asessment) di samping bentuk lainnya.
b. Guru perlu mengajak para siswa untuk menevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.
4) Prinsip Reaksi
Guru dituntut untuk mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran,
sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa, serta tidak mengarahkan aspek yang sempit, tetapi ke sebuah kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik memungkinkan hal tersebut dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan kepermukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut.
1.2 Problem-Based Learning (PBL)
Problem-Based Learning (PBL) diperkenalkan pada tahun 1969 di Fakultas Kedokteran McMaster University di Kanada (Kelly dan Finlayson dalam Warsono dkk, 2012:145). Model Problem-Based Learning (PBL) yaitu siswa akan belajar masalah yang sedang hangat dan nyata yang dihadapi oleh lingkungannya, dengan cara berorientasi pada masalah otentik dari lingkungan kehidupan siswa, maka hal tersebut dapat merangsang siswa untuk berfikir tingkat tinggi (Bruner dam Shuhrian (Jauhar, 2011:4-5)).
Problem-Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog (Ridwan Abdulah Sani, 2014:127). Dengan menggunakan permasalahan yang ada di lingkungan sekitar siswa, siswa akan belajar untuk menemukan suatu hal yang baru. Permasalahan yang menarik akan membuat siswa menjadi aktif akan bertanya maupun aktif mengemukakan pendapat dalam sebuah kelompok. Karena dalam proses PBL, siswa yang aktif, siswa yang memecahkan masalah, menyelesaikan masalah, dan membuat masalah itu menjadi sesuatu yang dapat di jadikan pembelajaran berikutnya.
Problem-Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi kuliah atau materi pelajaran (Hamruni, 2009:148). Dengan begitu, guru memberikan kesepatan kepada siswa untuk menetapkan masalah meskipun guru sudah menetapkan topik masalah yang akan diberikan kepada siswa. Pada saat proses pembelajaran guru mengarahkan siswa agar mampu menyelesaikan masalah yang telah di tetapkan secara sistematis dan logis.
Model Problem-Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang
pelajaran yang disampaikan dan pada akhirnya dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajarnya.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) sebagai model pembelajaran yang di awali dengan pemberian masalah kepada siswa dimana masalah tersebut diambil dari kehidupan nyata (pengalaman sehari-hari siswa). Dengan menggunakan masalah yang ada di lingkungan sekitar pembelajaran yang akan didapat akan lebih menarik dan bermakna bagi siswa.
1.2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang perlu dilakukan adalah: (1) Memulai kelompok, kelompok di bentuk pada hari pertama pelajaran, (2) Memonitor kelompok, untuk kelas sedikit kelompoknya peran guru sebagai tutor, dan setiap tutor memandu sebuah kelompok, (3) Peranan kelompok, salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi siswa adalah dengan meminta siswa untuk mengambil peranan dan tanggung jawab dalam kelompoknya, (4) Evaluasi, memberikan kesempatan pada siswa untuk memberikan umpan balik yang membangun secara verbal dan tertulis terhadap individu maupun kelompok merupakan salah satu strategi untuk memaksimalkan sikap positif kelompok dan memaksimalkan tanggung jawab individu (Barbara dalam Rusmono, 2014:75-76).
Ada lima tahapan dalam model pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning-PBL) dan perilaku yang dibutuhkan oleh guru (Sugiyanto, 2010:159-160). Untuk masing-masing tahapannya disajikan pada tabel 2.2 di bawah ini:
Tabel 2.2
Tahapan model Problem Based Learning(Sugiyanto, 2010:159-160)
Fase Perilaku Guru
Fase 1: Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa
Guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
Fase2: Mengorganisasikan siswa untuk meneliti
permasalahannya.
Fase 3: Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.
Fase 4: Mengembangkan dan mempresentasikan hasil kerja
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman video dan model-model yang membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.
Berdasarkan tabel 2.2, tahapan model PBL menurut Sugiyanto yaitu bukan guru yang aktif tetapi siswa yang aktif. Guru berperan sebagai fasilitator pada saat proses pembelajaran. Tabel 2.2 pada fase 4 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman video dan model-model yang membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.
Sedangkan menurut Arends (2009:401) telah mengemukakan sintaks Problem Based Learningserta perilaku guru yang relevan seperti di bawah ini.
Tabel 2.3
Sintaks PBL dan Perilaku Guru yang Relevan (Arends, 2009:401)
No Fase Perilaku Guru
1. Fase 1: Melakukan orientasi masalah kepada siswa
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik (bahan dan alat) apa yang di perlukan bagi penyelesaian masalah serta memberikan motivasi kepada siswa agar menaruh perhatian terhadap aktivitas penyelesaian masalah.
2. Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar
agar relevan dengan penyelesaian masalah.
3. Fase 3: Mendukung kelompok investigasi
Guru mendorong siswa untuk mencari informasi yang sesuai, melakukan eksperimen, dan mencari penjelasan dan pemecahan masalahnya.
4. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artefak dan memamerkannya
Guru membantu siswa dalam perencanaan dan perwujudan artefak yang sesuai dengan tugas yang diberikan seperti: laporan, video, dan model-model, serta membantu mereka saling berbagi satu sama lain terkait hasil karyanya.
5. Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil penyelidikannya serta proses-proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Tabel 2.3 menunjukan sintaks dan perilaku guru yang relevan yaitu (1)Pada fase 1 melakukan orientasi, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, (2)Pada fase 2 mengorganisasikan siswa untuk belajar, guru membantu mendefinisikan dan mengorganisasikan pembelajaran, (3)Pada fase 3 mendukung kelompok investigasi, guru mendorong siswa untuk mencari informasi, melakukan eksperimen, dan mencari penjelasan dan pemecahan masalah, (4)Pada fase 4 mengembangkan, menyajikan, dan memamerkannya, guru membantu siswa dalam perencanaan dan perwujudan artefak yang sesuai dengan tugas, dan (5)Pada fase 5 menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah, guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil penyelidikan serta proses-proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pada saat proses belajar mengajar dengan menggunakan metode PBL guru sangat berperan penting, meskipun disini guru hanya sebagai fasilitator. Dengan adanya guru sebagai fasilitator siswa dapat menyelesaikan masalah yang telah ditetepkan.
Sebagai susatu strategi pembelajaranPromblem-Based Learning (PBL) memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut, (Hamruni, 2009:157) :
1. Merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.
2. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam dunia nyata.
5. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6. Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri, baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
7. Lebih menyenangkan dan banyak disukai siswa.
8. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
9. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan mereka miliki dalam dunia nyata.
10. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar meskipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Model PBL ini memiliki kelebihan yang sangat banyak (Kurniasih dkk, 2016:49) yaitu:
1. Mengembangkan pemikiran kritis dan ketrampilan kreatif siswa.
2. Dapat meningkatkan kemampuan memcahkan masalah para siswa dengan sendirinya.
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.
4. Membantu siswa belajar untuk menstrafer pengetahuan dengan situasi yang serba baru.
5. Dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri. 6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelididkan masalah yang
telah ia lakukan.
7. Dengan model pembelajaran ini akan terjadi pembelajaran yang bermakna. 8. Model ini siswa mengintegrasukan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan
9. Model pelajajaran ini dapat meningkatkan kemampun berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal dalam belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
1.2.4 Kelemahan Model Problem-Based Learning (PBL)
Sebuah model selalu ada kelebihan dan kekurangannya, kelebihan di sudah di uraikan di atas. Sehingga kekurangan model Problem-Based Learning (PBL) sebagai berikut, (Hamruni, 2009:156) :
1. Manakala siswa tidak minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit bisa dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan pembelajaran melali problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan apa yang mereka ingin pelajarai.
Kekurangan model Probelem-Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut (Kurniasih dkk, 2016:49):
1. Model ini butuh pembiasaan. Karena model ini cukup rumit dalam teknisnya serta siswa betul-betul harus dituntut konsentrasi dan daya kreasi yang tinggi. 2. Dengan mempergunakan model ini, berarti proses pembelajaran harus
dipersiapkan dalam waktu yang cukup panjang, karena sedapat mungkin setiap persoalan masalah yang akan di pecahkan harus tuntas, agar makananya tidak terpotong.
3. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman sebelumnya.
4. Sering juga ditemukan kesulitan terletak pada guru, karena guru kesulitan menjadi fasilitator dan mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan mereka solusi.
1.3 Analisis Komponen-Komponen Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
pengiring (Bruce Joyce dkk , 2009: 104-106). Berikut akan diuraikan analisis komponen model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berdasarkan teori Bruce Joyce di atas.
1. Sintaks
Sintaks adalah urutan langkah pengajaran yang terdiri pada fase-fase atau tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru jika menggunakan suatu model tertentu. 1) Fase 1: memberikan orientasi tetang permasalahannya kepada siswa
Guru membahas tujuan pembelajaran, menjelaskan bahan yang
diperlukan, memotivasi siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan masalah. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih cepat dalam proses pembelajaran.
2) Fase 2: mengorganisasi siswa untuk meneliti
Siswa mendiskusikan masalah dalam sebuah masalahdalam sebuah kelompok kecil. Mereka mengklarifikasi fakta-fakta suatu kasus kemudian mendifinisikan sebuah masalah. Siswa mengidentifikasi apa yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan masalah serta apa yang mereka tidak ketahui. Siswa juga mendesain suatu rencana tindakan untuk menggarap masalah. Guru akan menfasilitasi tersebut, sehingga berjalan dengan lancar.
3) Fase 3: membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
Guru membantu siswa dengan memberi referensi-referensi buku yang di miliki siswa atau yang berada di perpustakaan sekolah. Guru juga sebagai fasilitator untuk membantu setiap kelompok menyeleseaikan masalah.
4) Fase 4: mengembangkan dan mempresentasikan hasil kerja
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan penyajian solusi dari masalah, dan membantu untuk mereka berbagi tugas dengan temannya atau
kelompoknya. Serta mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. 5) Fase 5: menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesain masalah
2. Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi merupakan kegiatan dimana guru sebagai fasilitator dalam proses siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial model Problem Based Learning ini bersifat kooperatif, yaitu siswa bekerja sama dalam sebuah team atau kelompok kecil untuk mendiskusikan masalah yang diberikan pada saat pembelajaran. Guru dalam hal ini berupaya dengan cara memilih proses kegiatan yang memungkinkan guru dan siswa berkolaborasi.
Guru dan siswa mempunyai peranan yang sama yaitu pemecahan masalah, dan interaksi kelas yang dilandasi dengan kesepakatan kelas.
4. Sistem Pendukung
Sistem pendukung adalah semua sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk terlaksanaannya pada proses pembelajaran. Selain itu juga penyelesain masalah yang hangat dan menarik untuk dibahas yang sesuai dengan keadaan lingkungan sekitar dan bermanfaat bagi kehidupan siswa.
5. Dampak Intruksional dan Dampak Pengiring
Dampak instruksional merupakan hasil belajar yang dicapai pada materi pembelajaran. dalam hal ini dampak yang di maksud yaitu siswa merasa senang dan di mana guru memampukan diri untuk menfasilitasi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Penggunaan model Problem Based Learninghasil belajar siswa yaitu pemahaman materi, transfer pengetahuan, ketrampilan berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan berkomunikasi.
Dampak pengiring adalah kemampuan yang didapat siswa akibatnya terciptanya suasana belajar dengan menggunakan suatu model. Sehingga dalam model Problem Based Learning membuat siswa mempunyai pemaham yang baru, dapat menstransfer pengetahuan, ketrampilan berfikir kritis, kemampuan
Gambar 2.1 Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
1.4 Skenario Pembelajaran Model Problem Based Learning (PBL)
Sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru harus mempersiapkan perencanaan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model-model yang sudah ada. Di dalam sebuah model selalu ada langkah-langkah pembelajaran dan pemetaan sintak yang dibuat patokan pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Berikut adalah langkah-langkah dan pemetaan sintak yang akan dilaksanakan dalam prose pembelajaran tema lingkungan sahabat kita yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL).
Tabel 2.4
Skenario Pelaksanaan PembelajaranModel Problem Based Learning (PBL)
Kegiatan Guru Tahapan Kegiatan Siswa
1.1Guru menampilkan video
tentang “Jenis-Jenis Usaha
yang Dikelola Sendiri”.
perkebunan.
1.4Guru mengajak siswa untuk membaca bacaan dibuku
paket yang berjudul “Jenis
Usaha Ekonomi yang
Dikelola Sendiri”.
harus di kerjakan oleh setiap kelompok.
1.1Guru membagi lembar kerja pada setiap kelompok.
1.2Guru memberikan masalah pada setiap kelompok.
Siklus 1: Usaha Ekonomi yang Dikelola
Perorangan.
Siklus 2: Usaha Ekonomi yang Dikelola
Kelompok.
1.3Guru sebagai fasilitator untuk membantu setiap kelompok
4.1Guru menunjuk salah satu kelompok untuk
5.1Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan pelajaran hari
5.3Guru memberikan tindak
mendapat nilai di atas 70 diberikan soal
1.5 Keaktifan Belajar dan Hasil Belajar 1.5.1 Keaktifan Belajar
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas metransformasikan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan (Martinis Yamin, 2007:75). Siswa yang haruskan untuk bekerja sendiri atau menemukan masalah sendiri untu menjawab rasa ingin tahu yang dimilikinya, sehingga posisi guru hanya sebagai fasilitator. Ketrampilan yang dimiliki siswa dioleh sehingga menjadi karakteristik yang dapat bertanggung jawab
tentang apa yang di berikan.
Dierch yang dikutip Hanifah dan Cucu Suhana (2009:24), menyatakan bahwa kegiatan belajar dibagi ke dalam kelompok, yaitu sebagai berikut:
1. Kegiatan-kegiatan visual yaitu membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, demontrasi, pameran, dan mengamati orang lain berkerja atau bermain.
2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral), yaitu mengemukakan suatu fakta atau prinsi, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi, dan interupsi.
3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yaitu ,mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, atau mendengarkan radio.
5. Kegiatan-kegiatan menggambar, yaitu menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, dan pola.
6. Kegiatan-kegiatan metrik, yaitu melakukan percobaan, mamilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permaian, serta menari dan berkebun.
7. Kegiatan-kegiatan mental, yaitu merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan emosional, yaitu minat, membedakan, berani, dan tenang.
Penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa (Oemar Hamalik, 2011:173)adalah sebagai berikut:
1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral.
3. Memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa. 4. Para siswa bekerja menurut dan kemampuan sendiri.
5. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis. 6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua
dengan guru.
7. Pengajaran diselenggarakan secara realitas dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dab berpikir kritis serta menghindarkan verbalitis. 8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di
masyarakat.
Aktivitas pembelajaran merujuk pada sistem pendidikan dalam memfasilitasi pendidik untuk menjadi agen perubahan melalui pengalaman, pengetahuan,
ketrampilan, dan kemampuan yang dilakukannya sendiri serta memperoleh metode untuk belajare mandiri (Konzulin Gindis dkk, 2003). Sedangkan menurut European
Commission, 2006 “aktifitas pembelajaran adalah kegiatan apa saja dari individu
yang dikelola dengan maksud untuk memperbaiki ketrampilan, pengetahuan, dan kompetensi.
rancang secara khusus yaitu dengan cara sebagai berikut : (1) penguatan dan remediasi atau pengayaan, (2) tugas untuk menambah pemahaman terhadap konsep-konsep yang sulit, (3) untuk menatap persiapan peserta didik dalam menerima pembelajaran dan turorial, serta pendalaman dan penunjang bahan belajar ( Nortcote dkk, 2001 (dalam Yaumi, 2012:33).
1.5.2 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah
mengalami aktivitas belajar (Fathurrohman dan Sutikno, 2007:180). Kemampuan yang dimiliki antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda karena pengalaman belajar yang dialami antara peserta didik yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Di sekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan peserta didik terhadap mata pelajaran yang ditempuhnya. Selain penguasaan materi juga dapat dilihat dari perubahan tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku yang dialami siswa setelah mengalami aktivitas belajar akan lebih baik dari sebelumnya.
Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusaiaan saja. Perubahan perilaku siswa dapat berupa perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan (Suprijono, 2012:7). Perubahan pengetahuan siswa biasanya akan menjadi lebih baik dari pengetahuan yang dimiliki sebelumnya misalnya siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti dan lain sebagainya. Perubahan pengetahuan siswa biasanya dilihat dari nilai siswa setelah mengerjakan soal evaluasi. Perubahan sikap siswa dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya misalnya dari yang tidak sopan menjadi sopan. Perubahan keterampilan juga dapat lebih baik dari sebelumnya misalnya dari yang tidak bisa melakukan sesuatu menjadi bisa melakukan sesuatu.
Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.
Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), aplication (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi) (Bloom dalam Suprijono, 2012:6). Psikomotor juga mencakup kererampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual.
Tabel 2.5
memecahkan, dan menyimpulkan) dan C5- Evaluasi (menyimpulkan, mengkritik, memutuskan, dan mamilih).
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar siswa di dapat dari siswa setelah mengalami proses pembelajaran (Dimyati dan Mudjiyono, 2009:3). Hasil belajar siswa dapat berupa perubahan perilaku yang dimiliki seseorang baik berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan perilaku yang dimiliki siswa akan lebih baik dari sebelumnya misalnya perubahan dalam hal pengetahuan yaitu dari yang tidak tahu
menjadi menjadi tahu dan sebagainya. Perubahan dalam hal sikap yaitu yang yang tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya serta perubahan dalam hal keterampilan yaitu dari yang tidak bisa melakukan sesuatu menjadi bisa melakukan sesuatu dan sebagainya. Merujuk pada pemikiran Gagne (Suprijono, 2012:5), hasil belajar berupa:
1. Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian
terhadapat objek tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah mengalami aktivitas belajar berupa perubahan perilaku siswa yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.
1.6 Penelitian yang Relevan
Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Aktivitas dan Penguasaan Kompetensi Pengetahuan PKn Siswa SDN 22 Dauh Puri. Dalam penelitian ini, Putu Ayu Widyasari mengatakan bahwa tujuan penelitian ini adalah (1) meningkatkan aktivitas belajar melalui penerapan model Problem Based Learning kelas IVB SDN 22 Dauh Puri Denpasar Utara tahun ajaran 2015/2016 dan (2) meningkatkan penguasaan kompetensi pengetahuan PKn melalui model Problem
Based Learning kelas IVB SDN 22 Dah Puri Denpasar Utara tahun ajaran 2015/2016. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IVB SDN 22 Dauh Puri Denpasar Utara sebanyak 36 siswa yang terdiri dari 19 laki-laki dan 17 siswa perempuan. Data tentang aktivitas belajar dan penguasaan kompoetensi pengetahuan PKn dikumpulkan menggunakan metode observasi dan metode tes. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan statis deskriptif dan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) terjadi peningkatan aktivitas belajar dari persentase rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 68,6% yang tergolong sedang pada siklus I, meningkat menjadi 80% yang tergolong tinggi pada siklus II; dan (2) terjadi peningkatan penguasaan kompetensi PKn pada siklus I sebesar 71,02% yang berada pada katagori sedang dengan ketuntasan belajar secara klasikal 47,22% atau sebanyak 17 siswa yang tuntas dari 36 siswa. Sedangkan pada siklus II rata-rata persentase pengasaan kompetensi PKn sebesar 83% yang berada pada katagori tinggi dengan ketuntasan belajar secara klasikal 94,44% atau sebanyak 34 siswa yang tuntas dari jumlah siswa yaitu 36 siswa. Derdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan aktivitas belajar dan penguasaan kompetensi PKn siswa kelas IVB SDN 22 Dauh Puri Denpasar Utara tahun ajaran 2015/2016 (Putu Ayuna Widyasari, 2015)
Penerapan Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Matematika (Gede Gunantara dkk, 2014)
Penerapan model problem based learning (PBL) untuk meningkatkan pembelajaran IPA siswa kelas V SDN Pringapus 2 kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan (1) penerapan model PBL untuk meningkatkan pembelajaran IPA, (2) aktivitas siswa selama pembelajaran dengan model PBL, (3) hasil belajar siswa setelah diterapkan model PBL. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Jenis Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan model kolaboratif partisipatoris. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, tes, dokumentasi dan catatan lapangan. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu lembar observasi penyusunan RPP, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran model PBL, lembar observasi aktivitas siswa, soal tes, dan lembar catatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran PBL untuk meningkatkan pembelajaran IPA siswa kelas V SDN Pringapus 2 dapat dilaksanakan sesuai harapan peneliti. Hal ini ditunjukkan dengan adanya skor keberhasilan guru dalam penerapan model PBL, pada siklus I yaitu 76,65 dan meningkat pada siklus II menjadi 93,3. Aktivitas siswa meningkat, siklus I diperoleh 58,6 dan pada siklus II menjadi 71,4. Hasil belajar juga meningkat dari rata-rata 63,4 pada siklus I menjadi rata-rata 80,94. Kesimpulan penelitian menyatakan bahwa penerapan model PBL dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa di SDN Pringapus 2. Hasil penelitian ini memiliki saran agar model PBL dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi guru dalam penilaian untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar khususnya pada mata pelajaran IPA di SD (Rahmawati Linda, 2011)
Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk
menunjukan 1) keaktifan siswa selalu meningkat hingga mencapai kriteria aktif, 2) hasil belajar siswa terus meningkat mencapai indikator keberhasilan (Dede Dewantara, 2016).
Rini, R., & Mawardi, M. (2015), Peningkatan Keterampilan Proses Saintifik dan Hasil Belajar Siswa Kelas 4 Sdn Slungkep 02 Tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup Menggunakan Model Problem Based Learning. Penerapan model PBL dapat meningkatkan keterampilan proses saintifik dan hasil belajar siswa ditunjukkan pada aktivitas mengajar guru pada siklus I mencapai kategori baik (83), dan siklus II
dengan kategori baik (90). Aktivitas belajar siswa pada siklus I mencapai Kategori cuku baik (79) dan siklus II dengan kategori baik sekali (91). Peningkatan keterampilan proses saintifik siklus I dengan kategori tinggi (71,6%) dan siklus II berada pada kategori sangat tinggi (83%). Hasil belajar muatan Bahasa Indonesia meningkat menjadi 78 pada siklus I dan 84 pada siklus II dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (74%) dan sangat tinggi (83%). Hasil belajar muatan Matematika meningkat pada siklus I menjadi 77 dan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (74%). Pada siklus II hasil belajar menjadi 79 dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (78%). Hasil belajar IPA pada siklus I meningkat menjadi 77 dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (70%) dan siklus II sebesar 86 dengan ketuntasan belajar pada kategori sangat tinggi (87%).
Asriningtyas, A. N., Kristin, F., & Anugraheni, I. (2018), Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 Sd. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan PBL untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar, mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, dan mengetahui peningkatan hasil belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan dua siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 4
Peningkatan juga terjadi pada hasil belajar siswa dari nilai rata-rata hasil belajar pada kondisi awal 61,85 meningkat pada siklus I menjadi 69 dan pada siklus II menjadi 80. Persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat dari kondisi awal 44,84%, meningkat menjadi 69,44% pada evaluasi siklus I dan menjadi 88,89% pada evaluasi siklus II.
Model Problem Based Learning (PBL) Berbasis Media Interaktif Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Pada Sub Tema
Lingkungan Tempat Tinggalku Kelas 4 Sd, jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Tujuan dari penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik dengan menerapkan model Problem Based Learning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Tingkat kemampuan berpikir kritis pada kategori cukup dengan rata-rata pada siklus I adalah 2,71, meningkat di siklus II menjadi 2,98. Ketercapaian ketuntasan hasil belajar siswa pada pra siklus adalah 19%, meningkat di siklus I menjadi 50%, kembali mengalami peningkatan di siklus II menjadi 78% (Ardyanto, Y., Koeswati, H. D., & Giarti, S. (2018)).
Wardani, F. I. P., Mawardi, M., & Astuti, S. (2018), Perbedaan Hasil Belajar
Matematika Kelas 4 SD dalam Pembelajaran Menggunakan Model Discovery Learning dan Problem Based Learning. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya perbedaan secara signifikan hasil belajar matematika kelas 4 SD dalam pembelajaran menggunakan model discovery learning dan problem based learning di Gugus Slamet Riyadi Ampel-Boyolali. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experimental) dengan desain Nonequivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 4 SD Gugus Slamet Riyadi Ampel-Boyolali. Sampel penelitian yang diambil yaitu siswa kelas 4 SDN 1 Kaligentong (SD inti), siswa kelas 4 SDN 2 Urutsewu dan siswa kelas
4 SDN 3 Urutsewu. Instrumen pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan soal tes. Teknik analisis data menggunakan Uji-T. Berdasarkan hasil penelitian serta analisis data, disimpulkan bahwa hasil belajar menggunakan model discovery learning lebih tinggi secara signifikan dibanding model pembelajaran problem based learning. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil uji thitung sebesar -2,282 dengan
diperoleh signifikasi sebesar 0,026 lebh kecil dari α = 0,05 (0,026 < 0,05), karena
Ho ditolak dan Ha diterima. Oleh karena model discovery learning lebih efektif maka guru disarankan mengunakan model tersebut guna meningkatkan hasil belajar siswa.
Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Problem Based Learning Siswa Kelas V Sd Negeri 5 Kutosari. Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika melalui Model Problem Based Learning Siswa Kelas V SD Negeri 5 Kutosari. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan langkah-langkah penerapan model Problem Based Learning, (2)
meningkatkan keaktifan, dan (3) meningkatkan hasil belajar matematika. Penelitian ini menggunakan teknik Penelitian Tindakan Kelas kolaboratif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V berjumlah 16 siswa. Prosedur penelitian tindakan kelas berupa perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan dalam dua siklus masing-masing siklus tiga pertemuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, angket, dan tes. Validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Analisis data menggunakan teknik analisis kuantitatif dan kualitatif, meliputi reduksi data, sajian data, dan verifikasi data. Hasilnya menunjukkan bahwa penerapan model Problem Based Leaning dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika pada siswa kelas V Sekolah Dasar (Vitasari, R., 2013).
Gunantara, G., Suarjana, I. M., & Riastini, P. N. (2014), Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Matematika melalui penerapan model pembelajaran Problem Based learnig (PBL). Subjek pada penelitian ini berjumlah 28 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang kemampuan pemecahan masalah matematika dengan metode observasi dan tes. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based learning (PBL) dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah yakni dari siklus I ke siklus II sebesar 16,42% dari kriteria sedang menjadi tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Matematika.
perkembangan keterampilan bepikir kritis siswa kelas IV semester gasal SDN Sekaran 01 Gunungpati Semarang tahun ajaran 2008/2009. Metode dokumentasi, metode tes, dan metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data. Data hasil pemahaman konsep diperoleh dengan mengadakan tes setelah selesai pembelajaran baik siklus I maupun siklus II, sedangkan untuk data keterampilan berpikir kritis diadakan observasi pada saat pembelajaran berlangsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Inquiry terpimpin dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan menumbuhkembangkan keterampilan berpikir kritis
siswa kelas IV SD pokok bahasan air dan sifatnya.
Agustin, V. N. (2013), hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 01 Wanarejan
tahun 2010/2011 masih rendah karena penyampaian materi didominasi metode ceramah, guru kurang mengaitkan penyampaian materi dengan permasalahan nyata, siswa kurang aktif dalam belajar. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil dan aktivitas belajar siswa kelas IV serta performansi guru pada materi pecahan melalui model PBL di SD Negeri 01 Wanarejan Pemalang. Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklusnya terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tes (tes formatif) dan non tes (observasi dan dokumentasi). Hasil penelitian pada siklus I, nilai rata-rata mencapai 68,14 dan persentase tuntas belajar klasikal 70,59%. Pada siklus II nilai rata-rata meningkat menjadi 84,31 dan persentase tuntas belajar klasikal menjadi 92,16%. Rata-rata kehadiran siswa pada siklus I 97,39% dan siklus II tetap 97,39%. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran siklus I 66,28% (tinggi) dan meningkat pada siklus II menjadi 76,50% (sangat tinggi). Nilai performansi guru pada siklus I 82,25 (AB) dan meningkat pada siklus II menjadi 93,58 (A). Dapat disimpulkan bahwa model PBL dapat meningkatkan hasil dan aktivitas belajar siswa serta performansi guru dalam pembelajaran matematika materi pecahan di kelas IV SD Negeri 01 Wanarejan Pemalang.
Wulandari, E. (2012), tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan proses
penerapan model PBL dapat meningkatkan proses dan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Mudal.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk meningkatkan aktivitas belajar IPA melalui penerapan Model Problem Based Learning , siswa kelas IV SD Negeri 8 Kesiman (2) Untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui penerapan Model Problem Based Learning , siswa kelas IV SD Negeri 8 Kesiman. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). PTK atau classroom action research merupakan
penelitian yang bersifat aplikasi (terapan), terbatas, segera, dan hasilnya untuk memperbaiki dan menyempurnakan program pembelajaran yang sedang berjalan.Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri 8 Kesiman Tahun Ajaran 2012/2013, sebanyak 30 siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode (1) observasi, (2) tes. Data yang didapatkan melalui metode observasi adalah data tentang aktivitas belajar IPA siswa. Data tersebut kemudian dianalisis dengan teknik deskriptif-kuantitatif. Data yang didapatkan melalui metode tes adalah data tentang hasil belajar IPA. Data tersebut kemudian dianalisis dengan teknik deskriptif-kuantitatif. Hasil penelitian pada aktivitas dan hasil belajar IPA menunjukkan bahwa (1) terjadi peningkatan persentase skor rata-rata aktivitas belajar IPA sebesar 13,9% dari 57,4% pada siklus I menjadi 71,3% pada siklus II. (2) terjadi peningkatan skor rata-rata hasil belajar IPA sebesar 30% dari 66,33 pada siklus I menjadi 81,67 pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan Model Problem Based Learning dalam mata pelajaran IPA khususnya di kelas IV SD Negeri 8 Kesiman dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA (Manuaba, I. S., & Meter, I. G. (2013)).
Nuraini, F. (2017), tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendiskripsikan langkah-langkah penerapan model PBL dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan dalam 2 siklus. Pengumpulan data menggunakan teknik tes dan
menjadi 89. Hasil belajar psikomotor pada siklus I dan siklus II rata-rata aspek ketrampilan membawa alat dan bahan 72 meningkat menjadi 89, mengoprasikan alat 81 meningkat menjadi 89, ketelitian 81 menjadi 91, dan mendemonstrasikan 83 meningkat menjadi 97. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA, baik hasil
belajar kognitif, afektif dan psikomotorik.
Lamalelang, E. (2017), bertujuan untuk menerapkan strategi pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran PKn kelas IV SDN Sawit, Sewon Bantul. Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas dengan model Kemmis Taggart. Subjek penelitian
adalah siswa kelas IV yang berjumlah 33 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan deskripsi kuantitatif dan deskripsi kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran PKN kelas IV melalui penerapan strategi pembelajaran PBL. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil observasi dengan persentasi partisipasi aktif siswa pratindakan 42% menjadi 67% pada siklus I, kemudian meningkat pada siklus II menjadi 85%.
1.7 Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem-Based Learning pada tema lingkungan sahabat kita dapat meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar siswa. Dengan pemikiran jika menggunakan model pembelajaran Proble-Based Learning diharapkan siswa akan mampu meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar yang semula rendah akan menjadi tinggi. Kemudian, siswa juga sadar akan pentingnya tujuan pembelajaran yang akan dicapai, bukan hanya sadar namun juga harus termotivasi dalam mengikuti pembelajaran di kelas.
Selanjutnya melalui model pembelajaran Probelm-Based Learning ini peserta didik diharapkan dapat aktif dan bekerjasama dalam kelompok. Dalam pembelajaran
PBL siswa terlibat aktif dalam memecahkan masalah melalui kegiatan diskusi. Hal yang paling mendasari dalam model pembelajaran Problem-Based Learning yaitu
dapat mengaktifkan siswa sehingga siswa akan mempunyai keinginan untuk membatu temannya sehingga akan tercipta suasana yang aktif, menyenangkan, inovatif dan kondusif yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar. Dalam penyampaian materi pelajaran, model pembelajaran Problem-Based Learning diharapkan siswa akan lebih tertarik mengikuti pembelajaran tema lingkungan sahabat kita dengan baik sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
1.8 Hipotesa Tindakan
Mengacu pada keseluruhan pemaparan kajian pustaka dan kerangka berfikir, maka menjadi hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah:
1. Model Pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa pada tema lingkungan sahabat kita di kelas V SD Negeri Salatiga 10 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018.