• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNG. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNG. pdf"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PADA REMAJA

Anggun Tri Wahyuni anggun3540@yahoo.co.id

Ari Pratiwi Afia Fitriani

Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan religiusitas dengan kecenderungan perilaku mengakses pornografi di internet pada remaja. Sampel penelitian 148 remaja (laki-laki= 62 dan perempuan=86) di salah satu SMA di Gresik usia 15-18 tahun yang beragama Islam. Variabel penelitian diukur menggunakan metode skala likert, yaitu 20 item variabel religiusitas yang mengacu pada 5 dimensi religiusitas Glock dan Stark (Subandi, 2013) dan 20 item variabel kecenderungan perilaku mengakses pornografi mengacu pada definisi dari variabel mengakses pornografi di internet. Analisis korelasi menghasilkan hubungan negatif yang signifikan antara religiusitas dan kecenderungan perilaku mengakses pornografi pada remaja (r=0.384, p=0.00, p’=0.05). Sedangkan t-test menunjukan perbedaan mengakses pornografi di internet pada remaja laki-laki dan perempuan yang signifikan (µL=44.7, µP=35,5, t=5.658, p=0,054, p’=0,05). Dari hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah kecenderungan perilaku mengakses pornografi di internet pada remaja, dan sebaliknya. Selain itu, remaja laki-laki memiliki kecenderungan mengakses pornografi lebih tinggi daripada perempuan.

Kata kunci : religiusitas, mengakses pornografi, remaja

ABSTRACT

The research aims to see the correlations between teens’ religiosity and the tendency of accessing porn sites. It has been applied to 148 research subject (male=62 and female=86), Senior High School moslem Students (15–18 years old) in Gresik. Research variables are measured in Likert scale taken from the five dimension of religiosity by Glock and Stark (Subandi, 2013) and the defined variables of Porn Sites Access. Simultaneously, the result shows significant negative correlation between religiosity and the tendency of accessing porn sites (r=0.384, p=0.00, p’=0.05). Meanwhile, the t–test result shows that the difference upon the tendency of accessing porn sites between male and female is quite significant (µl=44.7, µp=35,5, t=5.658, p=0,054, p’=0,05). Therefore, the more religious a teen is, the less tendency to access porn site would be. Moreover, male teens experienced higher tendency of accessing porn sites than female ones.

(2)

LATAR BELAKANG

Sering kita dengar istilah STMJ (Sholat Terus Maksiat Jalan) dalam masyarakat, istilah yang ditujukan kepada individu yang tetap melaksanakan ibadah, namun juga tetap

melakukan maksiat/ larangan-larangan agama. Padahal beberapa penelitian mengenai keagamaan, menyatakan bahwa religiusitas (internalisasi nilai-nilai agama) yang terdiri dari kesadaran beragama (religious consiouness) dan pengalaman beragama (religious experience) (Subandi, 2013). Selain itu, seseorang yang memiliki religiusitas yang lebih tinggi dapat menurunkan kontrol diri yang rendah dan menurunkan antisosial, serta dapat mengurangi perilaku melanggar aturan (Laird dkk, 2011).

Tidak diragukan lagi bahwa adanya kebutuhan terhadap agama disebabkan manusia selaku mahluk Tuhan dibekali dengan berbagai potensi (fitrah) yang dibawa sejak lahir, salah satunya adalah kecenderungan terhadap agama (Jalaluddin,2012). Menurut Santrock (2007), masa remaja merupakan titik waktu khusus yang penting dalam perkembangan religiustas, karena remaja tidak lagi menerima ajaran-ajaran agama dari orang tuanya (Hurlock, 2003) dan lebih cenderung mengalami keraguan dan konflik dalam agama (Subandi, 2013). Jika remaja dapat melewati perkembangan religiusitas dengan baik maka remaja akan memperoleh dampak positif dari religiusitas ( Laird dkk 2011; Hardy dkk 2013; Bartkowski & Xu 2007), akan tetapi jika tidak dapat melewati perkembangan religiusitas dengan baik, maka remaja akan merasakan suasana batin yang terombang-ambing (storm and drang) (Subandi,2013).

Beberapa penelitian mengungkapkan dampak positif religiusitas terhadap remaja yaitu perkembangan agama pada remaja berkaitan positif dengan partisipasi di berbagai aktivitas

sebagai warga negara, aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah, dan mempunyai hubungan negatif dengan penggunaan alkohol serta obat-obatan terlarang (Keretes dalam Santrock, 2007). Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Bartkowski & Xu (2007), yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara unsur-unsur dalam religiusitas dengan menurunnya penggunaan narkoba. Namun, jika remaja merasakan keragu-raguan dan konflik dalam beragama (religious doubt and conflict) maka remaja akan mudah merasakan kemelut batin yang terombang-ambing.

(3)

teknologi mulai mengisi waktu senggang yang dulu dihabiskan bersama teman-teman atau

keluarga. Sebagian besar remaja mengisi waktu senggangnya secara individual (Suryana dkk, 2010). kecanggihan teknologi dan kemudahan dalam mencari informasi menjadikan

remaja menjadi bebas dan kurang terkontrol. Kebebasan informasi dalam media massa di internet mempermudah pengguna mengakses apa saja dalam bentuk tulisan, gambar maupun video termasuk informasi yang berbau pornografi.

Hasil survei yang dilakukan oleh BKKBN di 4 (empat) kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2002 menunjukkan bahwa remaja usia 15-19 tahun hampir 60% diantaranya pernah melihat film porno dan 18,4% remaja putri mengaku pernah membaca buku porno. Sedangkan dalam kasus di Situbondo Jawa Timur pada tahun 2012, akibat sering menonton adegan dalam film porno, sejumlah pelajar SMA mengadakan arisan seks. Pemenang dalam arisan tersebut dihadiahi kencan dengan pekerja seks komersial (PSK) (Merdeka.com). Selain kasus yang terekspose dalam media masa, peneliti juga menemukan kasus remaja SMA di kabupaten Gresik yang taat melakukan kegiatan ibadah wajib namun ia juga penikmat eksposur pornografi yang notabene adalah perilaku yang dilarang oleh agama. Hal ini menunjukan contoh kasus mengenai fenomena STMJ (Sholat Terus Maksiat Jalan). Selain itu, melihat faktor lingkungan tempat tinggal, remaja tersebut tinggal di kabupaten Gresik yang dikenal sebagai kota religius. Dikatakan Gresik kota religius karena Gresik menamakan diri kota santri (gresikkab.go.id, 2012) yang memiliki 103 pondok pesantren, terdapat beberapa wisata religi walisongo dan memiliki motto ‘Gresik berhias Iman’ (wiki.aswajanu.com, 2014). Walaupun dijuluki kota religius, masih terdapat banyak kasus pornografi di beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Gresik.

(4)

penggunaan obat-obatan terlarang, seksual pranikah) membuat subjek dengan cepat memberi

pengakuan diri dengan kata-kata religius, hal ini menunjukan bahwa keyakinan dalam agama dapat membantu mereka dalam menolak godaan. Demikian pula menurut Lee dkk (dalam

Inzlicht dkk, 2014), bahwa agama dapat meningkatkan kontrol diri individu seperti dapat menunda kepuasan , dan daya tahan terhadap ketidaknyamanan. Adanya pertentangan mengenai hubungan religiusitas dan kontrol diri terjadi pada beberapa penelitian karena manusia juga memiliki konseptualisasi terhadap karakteristik Tuhan yang Maha Pengampun, Maha Penyayang, dsb. Tingkat dominan antara penghukuman Tuhan vs Tuhan yang Maha Penyayang dalam pemikiran individu juga mempengaruhi sejauh mana keyakinan agama pada individu membantu dalam kontrol diri dan menghindari dosa. (Inzlicht dkk, 2014). Sehingga fenomena yang terjadi pada siswa SMA yang tetap mengakses pornografi walaupun dirinya tetap melaksanakan sholat wajibnya.

Mengacu pada permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dan kecenderungan mengakses pornografi dengan menggunakan subyek remaja SMA yang berada di Kabupaten Gresik. Secara khusus, bertujuan untuk mengetahui apakah religiusitas berhubungan negatif dengan kecenderungan perilaku mengakses pornografi di internet pada remaja.

KAJIAN PUSTAKA 1. Religiusitas

Religi atau agama bukanlah merupakan sesuatu yang tunggal, tetapi merupakan sistem dari beberapa aspek, yang dikenal dengan adanya kesadaran beragama (religious consiouness) dan pengalaman beragama (religious experience) (Subandi, 2013). Menurut Glock dan Stark ada lima dimensi religiusitas, kelima dimensi itu bila dilaksanakan akan memunculkan tingkat kesadaran beragama, kesadaran beragama merupakan konvergensi dari dimensi-dimensi keagamaan (Subandi, 2013).

(5)

Dimensi konsekuensi (religious effect), yaitu mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya dalam kehidupan sosial. (5) Dimensi pengetahuan agama (intelektual dimention) yaitu dimensi yang berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya.

2. Mengakses Pornografi di Internet

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata akses adalah pencapaian berkas di disket untuk penulisan atau pembacaan data. Sedangkan dalam dictionary.com mengakses adalah kegiatan untuk mendapatkan atau mengambil informasi dari perangkat penyimpanan secara langsung di perangkat komputer. Menurut Carners, Delmonico dan Griffin (Sari & Purba, 2012) mengatakan bahwa mengakses pornografi di internet merupakan suatu bentuk gambar, cerita, video, film dan game yang sangat bervariasi dan mudah diakses, materi porno dapat ditemukan pada halaman web pribadi atau komersial, hanya dengan cara mengklik mouse. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mengakses pornografi di internet merupakan kegiatan mendapatkan atau mengambil informasi berupa gambar, majalah, cerita, video, film atau game yang menunjukan persenggamaan, ketelanjangan, kekerasan seksual, masturbasi atau onani, menampilkan alat kelamin, atau pornografi anak dalam halaman web pribadi atau komersial.

METODE PENELITIAN

Partisipan dan Desain Penelitian

Penelitian dilakukan pada siswa di salah satu SMA swasta yang berbasis Islam di Kabupaten Gresik. Partisipan penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode non-probability sampling secara purposive sampling, dengan kriteria siswa SMA usia 15-18 tahun yang beragama Islam. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Subyek penelitian yang digunakan yaitu 148 siswa-siswi SMA x Gresik.

Alat Ukur dan Prosedur Penelitian

(6)

saat uji coba yang dilakukan satu kali pada 35 siswa SMA x Gresik yang bukan termasuk

subjek penelitian, diperoleh nilai reliabilitas Cronbach's Alpha skala religiusitas sebesar 0,853 dan pada skala mengakses pornografi di internet nilai reliabilitasnya sebesar 0,934.

Analisis data dalam penelitian ini yaitu menggunakan formula korelasi tunggal product moment Pearson, yang sebelumnya diuji asumsi menggunakan uji normalitas, linearitas, dan uji hipotesis.

HASIL

Hasil analisis deskriptif variabel religiusitas dan variabel mengakses pornografi di internet: Tabel 1. Kategorisasi Berdasarkan Variabel Religiusitas dan Mengakses Pornografi di Internet

Variabel Daerah

Berdasarakan data tabel diatas, diketahui bahwa dari 148 responden penelitian terdapat 67 siswa atau 45,3% memiliki religiusitas yang tinggi, sebanyak 81 siswa atau

54,7% memiliki kategori religiusitas sedang, dan tidak ada yang memiliki religiusitas rendah. Sedangkan dalam tingkatan mengakses pornografi di internet, terdapat 111 siswa atau sebanyak 75% persen memiliki kategori rendah dan sisanya sebanyak 37 siswa atau 25% memiliki kategori sedang, serta tidak ada yang memiliki kategori tinggi dalam tingkatan mengakses pornografi di internet.

(7)

bahwa variabel religiusitas mampu menjelaskan sebesar 14,7% terhadap kecenderungan

perilaku mengakses pornografi di internet.

Tabel 2 Perbedaan Mengakses Pornografi di Internet Ditinjau dari jenis Kelamin Kategori Hasil

Mean Laki-laki

Perempuan 44,7 35,5

t hitung - 5.658

Signifikansi - 0,054

Dari data tabel diatas dapat diketahui nilai rata-rata (mean) perilaku mengakses pornografi di internet pada kelompok siswa laki-laki (µl= 44,7) lebih besar daripada nilai rata-rata kelompok siswa perempuan (µp= 35,5). Setelah dilakukan uji t terdapat perbedaan signifikan juga terlihat antara siswa laki-laki dan perempuan dalam mengakses pornografi di internet (t=5.658, p=0,054, p’=0,05). Jadi dapat diketahui bahwa perilaku mengakses pornografi di internet siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan siswa perempuan

DISKUSI

Remaja memiliki kecenderungan terhadap agama, hal ini terlihat juga dalam penelitian, bahwa tingkatan religiusitas pada remaja sebagian besar pada taraf sedang dan religiusitas tinggi, serta tidak ada yang berada pada tingkat religiusitas rendah. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa remaja masa kini menaruh minat pada agama dan menganggap bahwa agama berperan penting dalam kehidupan. Minat pada agama ini tampak dengan membahas masalah agama, mengikuti pelajaran-pelajarran agama di sekolah, mengunjungi tempat ibadah dan mengikuti berbagai ritual keagamaan (Hurlock, 2003). Akan tetapi responden yang berada tingkat religiusitas sedang akan rentan mengalami suasana kehidupan batin terombang-ambing (storm and drang). Hal ini dapat disebabkan remaja meragukan konsep dan keyakinan akan religiusnya pada masa kanak-kanak (Hurlock, 2003), tidak mampu menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang terjadi dalam diri remaja, serta tidak adanya bimbingan dan pengarahan dari tokoh pelindung yang mampu diajak berdialog dan berbagi rasa (Jalaluddin, 2012).

(8)

berlandaskan keagamaan, mempengaruhi tingkat religiusitas pada remaja. Hal ini sesuai

dengan kondisi lingkungan agamis yang terdapat pada SMA x Gresik, yaitu menjadikan wilayah Gresik sebagai kota yang beriman dan memiliki berbagai kegiatan-kegiatan

keagamaan dalam lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah.

Para peneliti King dkk & Oset dkk (Santrock, 2007) telah menemukan bahwa religiusitas memiliki sejumlah dampak positif bagi remaja. Salah satunya yaitu dalam mencegah perilaku mengakses pornografi di internet. Dapat diartikan juga bahwa semakin tinggi religiusitas remaja, maka akan semakin rendah kecenderungan perilaku mengakses pornografi di internet, begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa religiusitas berhubungan negatif dengan kecenderungan mengakses perilaku mengakses pornografi secara signifikan, juga mendukung penelitian terdahulu oleh Mesch dkk (Hardy,2012) yang mengungkapkan bahwa religiusitas yang meliputi pikiran, emosi, dan perilaku yang berkaitan dengan kelompok-kelompok serta ideologi, dapat mencegah mengakses pornografi. Seperti contoh remaja yang bersekolah di sekolah yang berbasis agama dan agama sebagai identifikasi diri, membuat remaja lebih jarang mengakses pornografi (Hardy,2012). Sedangkan dalam Mayasari (2006) mengungkapkan bahwa remaja yang mempunyai tingkat religiusitas yang tinggi dapat mempunyai kontrol yang kuat terhadap minat mengakses pornografi. Pemahaman agama yang baik pada remaja tidak akan sembarang untuk mengakses pornografi, akan tetapi mereka akan melakukan pertimbangan terlebih dahulu berdasarkan nilai-nilai religiusitas yang sudah terinternalisasi dalam hidupnya.

Pada penelitian Fishbach dkk (Inzlicht dkk, 2014) menunjukan bahwa keyakinan

(9)

penelitian sebelumnya oleh Hardy (2012) yang mengungkapkan bahwa remaja perempuan

memiliki tingkat penggunaan pornografi yang rendah baik ditinjau intensitas mengakses dan ketidaksengajaan dalam mengakses pornografi, sehingga remaja laki-laki memiliki

penggunaan dalam mengakses pornografi lebih tinggi disbanding perempuan.

Dari koefisien determinasi diketahui 0,147 atau sebesar 14,7%, menunjukan bahwa variabel religiusitas mampu menjelaskan sebesar 14,7% terhadap kecenderungan perilaku mengakses pornografi di internet dan sebesar 85,3 % dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diamati dalam penelitian ini. Sehingga dapat dikatakan masih terdapat banyak faktor-faktor lain yang dapat berhubungan dengan perilaku mengakses pornografi, diantaranya adalah faktor perkembangan teknologi. Laju perkembangan pornografi ini tak lepas dari dukungan perangkat teknologi dan permintaan pasar.

Maraknya ekspose tubuh ini dilihat dari berbagai sudut pandang. Dari sudut pandang budaya, menurut Yasrif Amir (Jalaluddin, 2012), maraknya ekspose tubuh dan aktivitas seksual di masyarakat sebagai akibat dari perkembangan kebudayaan yang mengarah pada budaya visual. Selain itu, gejala tersebut bisa disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor internal yaitu renggangnya ikatan keluarga, memudarnya norma-norma agama, dan menguatnya gaya hidup konsumerisme. Kedua, faktor eksternal seperti intensitasnya pergaulan antarbudaya dan banyaknya beredar produk citra visual (video porno, CD porno, situs porno) yang semakin mudah diperoleh. Gejala seperti ini banyak menjangkiti kehidupan remaja yang masih mengalami kelabilan jiwa (Jalaluddin, 2012). Hurlock (2003) mengatakan bahwa pada kelompok remaja masih labil dan belum mampu mengontrol diri, ketika terangsang dengan sajian yang berbau erotis membuat remaja tidak mampu

menahan dorongan seksualnya. Pornografi bagi remaja merupakan sesuatu yang baru dan sangat menarik perhatian, semakin menarik informasi media pornografi semakin banyak pengulangan informasi seksualitas yang terjadi (Fikawati & Supriati , 2009).

(10)

rasionalisasiyakni mencari alasan pembenaran terhadap apa yang mereka lakukan.

Rasionalisasi akan memberi keabsahan psikologis, berupa pembenaran yang semu. Apa yang dilakukan adalah benar, dan sah-sah saja. Kedua, mencari dukungan dengan membentuk

kelompok sebaya (peer group). Kelompok memberi dukungan moril dalam bentuk solidaritas, serta membubuhkan citra, sehingga mereka beranggapan bahwa benyak orang yang melakukan berarti benar.

Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, yaitu:

1. Konstruk penelitian ini mengukur religiusitas dan perilaku mengakses pornografi di internet yang keduanya sangat bersifat normatif, dan peneliti tidak menggunakan skala social desirability yang digunakan untuk mengukur subjek penelitian apakah terdapat bias dalam menjawab sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya (Jaya, Hartana, & Mangundjaya, 2011)

2. Skala religiusitas disusun berdasarkan populasi tertentu yaitu bagi remaja yang beragama Islam saja.

DAFTAR PUSTAKA

Bartkowski, John P & Xu, Xiaohe. (2007). Religiosity and Teen Drug Use Reconsidered. A Social Capital Perspective. American Journal of Preventive Medicine. 2007;32(6S).

Bungin, Burhan. (2001). Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Pers. Bungin, Burhan. 2005. Pornomedia : Sosiologi Media, Kostruksi Sosial Teknologi

Telematika, & Perayaan Seks Di Media Massa Edisi Revisi. Jakarta : Prenada Media Carners, P. J. Delmonico, D. L., & Griffin, E. J. (2001). In the shadows of the net :

Understanding Cybersex in the Seminary. Journal Duquesne University; School of Education; Pittsburgh, PA.

Dictionary.reference.com. 21 juli 2014. (online). (http://dictionary.reference.com/ browse/access? &o= 100074&s= t)

Fikawati & Supriati. (2009). Efek Paparan Pornografi Pada Remaja SMP Negeri Kota Pontianak Tahun 2008. Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Vol.13

(11)

Grubbs, J.B., Sessoms, J., Wheeler, D.M. & Volk, F. (2010). The Cyber-Pornography Use Inventory: The Development of a New Assessment Instrument. Journal Sexual Addiction & Compulsivity, 17:106126.

Hardy, Sam A; dkk. (2013). Adolescent Religiousness as a Protective Factor Against Pornography Use. Journal of Applied Developmental Psychology Vol 34 (131-139) Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga Inilah.com. (2012). Polisi Buru Penyebar Video Mesum Sidayu Gresik. (oniline).

http://nasional.inilah.com/read/detail/1566772/polisi-buru-penyebar -video- mesum-sidayu-gresik.VF7ZIHKSxGF

Inzlicht, M; Good, M; Larson, M. (2014). God will Forgive: Reflecting on God's Love Decreases Neurophysiological Responses to Errors. Journal Social Cognitive and Affective Neuroscience 13-363 RI

Jalaluddin, H. (2004). Psikologi Agama Edisi Revisi 2014. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Jalaluddin, H. (2012). Psikologi Agama Edisi revisi 2012. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Jaya, E.S; Hartana, G.T.B; & Mangundjaya, W.G. (2011). Menyidik Keberadaan Social Desirability (SD) pada Variabel Penelitian Perilaku. Jurnal Psikologi Indonesia Vol. VIII, No. 1, 54-62.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (2014). Pusat Bahasa Departemen pendidikan Nasional. (online).(http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php)

Laird, R.D., Marks, L.D., Marrero M.D. (2011). Religiosity, Self-control, and Antisocial Behavior : Religiosity as a Promotive and Protective factor. Journal of Applied Developmental Psychology Vol 32 (78-75)

Mayasari, Erlika D. (2006). Minat Mahasiswa Terhadap Media Pornografi Ditinjau dari Tingkat Religiusitas. Skripsi. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata

Merdeka.com. 6 Desember 2012. Pelajar SMA di Situbondo gelar arisan seks, hadiahnya PSK. (Online). (http://www.merdeka.com/peristiwa/pelajar-sma-di-situbondo-gelar-arisan-seks-hadiahnya-psk.html).

Santrock, John W. (2002). Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Santrock, John W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja (ed. ke-6). Jakarta: Erlangga. Santrock, John W. (2007). Remaja Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga

(12)

Suryana, dkk. (2010). Tata Nilai Impian cita-cita Pemuda Muslim Di Asia Tenggara, Survei Di Indonesia dan Malaysia. Jakarta : Goethe Institut.

Gambar

Tabel 1. Kategorisasi  Berdasarkan Variabel Religiusitas dan Mengakses Pornografi di Internet

Referensi

Dokumen terkait

Pengarang menggambarkan watak tokoh utama dalam novel Dian yang Tak Kunjung Padam Karya Sutan Takdir Alisjahbana dapat menggunakan 3 cara yaitu yang pertama , secara

Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMP Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization dengan Pendekatan

4.2.2.1 Hubungan Antara Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keluhan Gangguan Kulit dengan Keluhan Gangguan Kulit dalam Penggunaan Asam Formiat pada Pekerja Bagian

umumnya HRSG yang terpasang tidak dilengkapi dengan burner karena penerapan HRSG pada PLTGU tujuan utamanya adalah memanfaatkan panas gas buang dari PLTG yang

Business Model Canvas , yang diharapkan bisa memperbaiki pengembangan usaha dengan laba yang setinggi mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang stabil pada sektor

KUALITI MASA PEMBELAJARAN AKADEMIK DALAM PENDIDIKAN JASMANI: KAJIAN KES DI SEKOLAH MENENGAH DAERAH HULU LANGAT, SELANGOR.. JULISMAH

Kepada peserta lelang atau masyarakat yang keberatan atau tidak puas dengan keputusan ini diberi kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis

Surat pernyataan salah satu dan/atau semua pengurus badan usaha tidak masuk dalam daftar hitam.dn tidak ada pengalaman