LAPORAN AKHIR
LAPORAN AKHIR
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pangandaran
Raya meliputi kecamatan Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, dan
Kalipucang merupakan daerah otonom baru yang strategis di Jawa Barat, dan ditetapkan
sebagai pusat pertumbuhan sesuai Perda No 12/2014. Berdasarkan peraturan tersebut,
dilakukan perlu disusun rencana kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran Raya,
dan mengoordinasikan serta mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan
ekonomi terkait Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya di lingkup OPD Provinsi Jawa Barat,
maupun antar wilayah Kabupaten/Kota. Pendekatan yang digunakan secara kualitatif dan
kuantitatif, dengan metode deskriptif eksplanatori,
content analysis, dan studi dokumentasi.
Hasil menunjukkan, kondisi 4 sektor (kepariwisataan, kelautan dan perikanan, agrobisnis,
agroindustri) di Pangandaran Raya sedang memasuki siklus awal pengenalan (introduksi)
investasi. Investasi untuk kepariwisataan masih dapat dikembangkan, kecuali di Kecamatan
Pangandaran yang mendekati jenuh. Rencana investasi yang potensial bagi kepariwisataan
yaitu wisata alam, budaya dan minat khusus berbasis
ecotourism. Sektor kelautan dan
perikanan yang jadi andalan adalah ikan tangkap dan budidaya ikan tawar, namun masih
terbuka kesempatan untuk budidaya ikan laut, udang, lobster, bandeng, kerapu, dan ikan tuna
serta budidaya rumput laut. Sektor Agrobisnis yang menjadi andalan adalah budidaya kelapa,
padi dan pisang yang merupakan mata pencaharian tipikal petani pesisir di Indonesia, dan
masih terbuka kesempatan investasi budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi
seperti honje, dan hata, peternakan sapi potong, sapi perah dan kuda pacu. Sementara itu, untuk
agroindustri andalan adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang, serta
masih terbuka kesempatan investasi pengolahan ikan laut, ikan tangkapan, dan ikan tawar. Titik
pusat untuk rencana investasi adalah Kecamatan Cijulang yang dinilai lebih berpotensi dari
kecamatan lainnya. Rencana investasi potensial dikembangkan bagi kepariwisataan yaitu
pariwisata berbasis
ecotourism, terpadu dengan sektor kelautan, agrobisnis dan agroindustri,
dengan
positioning pariwisata pantai, laut dan perikanan berkelas internasional, dan
berkelanjutan (sustainable tourism). Untuk itu, perlu program kolaborasi stake holder berbasis
Hexa Helix Model (industry, government, local community, business, academia, mass media).
Sektor kelautan dan perikanan andalan adalah ikan tangkap dan budidaya ikan tawar, dan masih
terbuka kesempatan budidaya ikan laut, udang, lobster, bandeng, kerapu, ikan tuna, serta
budidaya rumput laut. Sektor agrobisnis andalan adalah budidaya kelapa, padi dan pisang, dan
masih terbuka kesempatan investasi budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi
seperti honje, dan hata, serta peternakan sapi potong, sapi perah dan kuda pacu. Adapun untuk
sektor agroindustri andalan adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang,
serta masih terbuka kesempatan investasi untuk pengolahan ikan laut, ikan tangkapan, dan ikan
tawar. Titik pusat untuk rencana investasi adalah Kecamatan Cijulang yang dinilai lebih
berpotensi dari kecamatan lainnya.
LAPORAN AKHIR
ii
RANGKUMAN
LAPORAN AKHIR
LAPORAN AKHIR
iv
KATA PENGANTAR TIM KAJIAN
Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan berkahnya kepada kita semua. Satu di antara nikmat yang diberikan-NYA adalah kita dapat berkarya untuk melayani masyarakat melalui pengabdian di Pemprov Jabar. Buku ini adalah satu di antara output dari pekerjaan yang berjudul: “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.” Buku laporan ini ditujukan untuk menyajikan hasil kajian. Adapun target pembaca dari buku ini adalah pihak internal BAPPEDA Pemprov Jabar.
“PPP – Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi fasilitasi Tim Perencana Pembangunan Ekonomi dalam menyusun Kerangka Ekonomi Daerah, antara lain memfasilitasi Rapat, Penggandaan danPencetakan, serta Perjalanan Dinas dalam rangka menginventarisasi data ekonomi perencanaan pembangunan ke Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya.
Laporan ini memuat permasalahan, landasan pengerjaan, dan metode pemecahan pekerjaan hingga pembahasan tindak lanjut dari kajian. Isi dari Laporan ini mencakup 8 bab yang meliputi Bab 1 Pendahuluan, Bab 2 Landasan Teori dan Landasan Normatif, Bab 3 Metode Penyelesaian Pekerjaan, Bab 4 Gambaran Umum Pangandaran Raya, Bab 5 Gambaran Investasi Terkini, Bab 6 Rencana Kebutuhan Investasi, Bab 7 Matriks Kebutuhan Investasi dan Bab 8 Kesimpulan serta Tindak Lanjut. Berdasarkan seluruh bab tersebut, laporan ini diharapkan dapat menjabarkan esensi dari kajian kebutuhan Penyusunan Rencana Kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Sehingga dapat dicapai tujuan pengembangan wilayah Jabar Selatan, yaitu mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi kawasan agrobisnis, agroindustri, industri kelautan dan pariwisata terpadu. Tim kajian pekerjaan ini menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu, sehingga dapat dituntaskan pekerjaan ini.
LAPORAN AKHIR
v
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF ... i
RANGKUMAN ... ii
KATA PENGANTAR TIM KAJIAN ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ...ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Pekerjaan ... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ... 3
1.3 Indikator Keluaran dan Indikator Kinerja ... 4
1.4 Batasan Kegiatan ... 4
1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan ... 5
BAB 2 LANDASAN PENYELESAIAN PEKERJAAN ... 6
2.1 Perencanaan Kebutuhan Investasi dan Teori Perkembangan Wilayah ... 6
2.2 Pembangunan Pusat Pertumbuhan dan Optimasi Aset Daerah ... 8
2.2.1 Pusat Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 8
2.2.2 Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal ... 11
2.2.3 Optimasi Aset ... 12
2.3 Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi ... 26
2.3.1 Pemahaman Dasar Investasi... 26
2.3.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Investasi ... 28
2.3.3 Kelayakan Investasi ... 30
2.3.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 33
2.3.5 Pola Penggunaan Lahan dan Struktur Ruang dalam Pengembangan Wilayah 38 2.4 Pembangunan Pariwisata ... 41
2.4.1 ... Kunjungan Wisatawan dan Pengaruhnya pada Pendapatan Masyarakat ... 43
LAPORAN AKHIR
vi
2.6 Pembangunan Industri Kelautan ... 48
2.6.1 Isu Strategis Pembangunan Kelautan ... 49
2.7 Landasan Normatif... 51
BAB 3 METODE PENYELESAIAN PEKERJAAN ... 55
3.1 Metode dan Teknik Pelaksanaan Pekerjaan ... 55
3.2 Operasionalisasi Pengukuran Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan . 56 3.3 Prosedur Teknis Operasional ... 56
3.4 Langkah Teknis Pemecahan Masalah ... 58
3.5 Asumsi dan Batasan yang Digunakan ... 70
BAB 4 GAMBARAN UMUM PANGANDARAN RAYA ... 71
4.1 Pemerintahan Pangandaran Raya ... 71
4.2 Demografi/Kependudukan ... 74
4.3. Sosial Budaya ... 77
4.4 Pendidikan ... 78
4.5 Kesehatan ... 81
4.6 Peribadatan ... 83
4.7 Transportasi ... 84
4.7.1 Status, Dimensi, dan Kondisi Jaringan Jalan ... 85
4.7.2 Terminal ... 86
4.7.3 Transportasi Udara ... 86
4.7.4 Transportasi Air ... 87
4.8 Jaringan Utilitas ... 88
4.8.1 Jaringan Irigasi dan Drainase ... 88
4.8.2 Jaringan Air Bersih/Air Minum ... 89
4.8.3 Persampahan ... 91
4.8.4 Jaringan Listrik/Energi ... 91
4.8.5 Jaringan Telekomunikasi ... 92
4.8.6 Perekonomian ... 92
LAPORAN AKHIR
vii
BAB 5 GAMBARAN KONDISI TERKINI SEKTOR STRATEGIS DI PUSATPERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA ... 95
5.1 Sektor Pariwisata ... 96
5.1.1 Atraksi Wisata ... 96
5.1.2 Aksesibilitas ... 100
5.1.3 Ameniti ... 103
5.1.4 Ansilari ... 105
5.1.3 Analisis SWOT Sektor Pariwisata ... 113
5.2 Kelautan dan Perikanan ... 114
5.2.1 Tangkapan ... 117
5.2.2 Budidaya ... 120
5.2.3 Analisis SWOT Sektor Kelautan dan Perikanan ... 124
5.3 Agrobisnis Kabupaten Pangandaran ... 125
5.3.1 Pertanian Tanaman Pangan ... 125
5.3.2 Perkebunan ... 127
5.3.3 Peternakan ... 132
5.3.4 Kehutanan ... 134
5.3.5 Analisis SWOT Sektor Agrobisnis ... 136
5.4 Agroindustri ... 139
5.4.1 Industri Makanan dan Minuman ... 142
5.4.2 Industri Penggergajian Kayu ... 147
5.4.3 Analisis SWOT Sektor Agroindustri ... 147
BAB 6 RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA ... 149
6.1 Kepariwisataan ... 149
6.2 Kelautan dan Perikanan ... 151
6.3 Agrobisnis ... 154
6.4 Agroindustri ... 156
LAPORAN AKHIR
viii
BAB 7 MATRIKS KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHANPANGANDARAN RAYA ... 165
7.1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata ... 166
7.2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan ... 169
7.3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis ... 170
7.4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri ... 171
7.5 Rekapitulasi Matriks Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya ... 173
BAB 8 KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT RENCANA INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA ... 177
8.1 Kesimpulan ... 177
LAPORAN AKHIR
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Tabel Operasional dan Pemetaan Alat Ukur ... 60
Tabel 4. 1 Luas Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya ... 73
Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk Pusat Pertumbuhan Pangandaran ... 74
Tabel 4. 3 Kepadatan Penduduk di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran ... 75
Tabel 4. 4 Laju Pertumbuhan Penduduk ... 76
Tabel 4. 5 Proyeksi Penduduk ... 77
Tabel 4. 6 Mata Pencaharian Masyarakat di Pangandaran Raya ... 77
Tabel 4. 7 Jumlah Sarpras Pendidikan di Pangandaran Raya Tahun 2013 ... 79
Tabel 4. 8 Tingkat Pelayanan Sarana Pendidikan ... 80
Tabel 4. 9 Jumlah Sarana Kesehatan di Pangandaran Raya Tahun 2013 ... 81
Tabel 4. 10 Tingkat Pelayanan Sarana Kesehatan ... 82
Tabel 4. 11 Jumlah Sarana Peribadatan di Kawasan Pangandaran Raya Tahun 2013 ... 83
Tabel 4. 12 Tingkat Pelayanan Sarana Peribadatan di Pangandaran Raya ... 84
Tabel 4. 13 Nama, Panjang, dan Lebar Jalan Desa di Kawasan Pangandaran Raya ... 85
Tabel 4. 14 Daerah Irigasi Pemerintahan Kabupaten Pangandaran ... 88
Tabel 4. 15 Jumlah Pelanggan dan Penggunaan Air Minum di Kabupaten Ciamis Tahun 2011-2012 ... 90
Tabel 4. 16 Jumlah Pelanggan Listrik Tahun 2013 ... 92
Tabel 4. 17 Jumlah Pemakai Jasa Telekomunikasi di Pangandaran Raya Tahun 2013 ... 92
Tabel 4. 18 PDRB Per Kecamatan di Kawasan Pangandaran Raya Pertumbuhan Tahun 2012 atas dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) ... 93
Tabel 4. 19 Jumlah Perusahaan Perdagangan Nasional di di Pangandaran Raya Pangandaran Tahun 2012 ... 93
Tabel 4. 20 Jumlah Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa di di Pangandaran Raya Tahun 2013 ... 94
Tabel 5. 1 Atraksi Wisata Alam ... 97
Tabel 5. 2 Daftar Wisata Budaya pada Kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya ... 99
Tabel 5. 3 Daftar Wisata Buatan di Pertumbuhan Pangandaran Raya ... 99
Tabel 5. 4 Kondisi Jalan Objek Pariwisata ... 101
LAPORAN AKHIR
x
Tabel 5. 6 Capaian Indikator 2035 ... 102
Tabel 5. 7 Analisis SWOT Pariwisata ... 114
Tabel 5. 8 Jumlah Penduduk Pangandaran Raya 2011-2015 ... 114
Tabel 5. 9 Proyeksi Jumlah Penduduk Pangandaran Raya ... 115
Tabel 5. 10 Jumlah Nelayan di Pangandaran Raya Per Tahun 2015 ... 116
Tabel 5. 11 Jumlah Perahu, Motor Tempel dan Kapal Motor Per Kecamatan Tahun 2014-2015 ... 117
Tabel 5. 12 Nilai Produksi Ikan Laut Menurut Tempat PeIelangan Ikan ... 117
Tabel 5. 13 Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut di Kab.Pangandaran Tahun 2007 – 2015 ... 119
Tabel 5. 14 Jumlah Produksi Ikan Menurut Tempat Pemeliharaan Pada Tahun 2014 ... 121
Tabel 5. 15 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015 ... 122
Tabel 5. 16 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Payau Pada Tahun 2015 ... 123
Tabel 5. 17 Luas Areal Tempat Penangkapan Menurut Kecamatan ... 124
Tabel 5. 18 Analisis SWOT Bidang Kelautan dan Perikanan ... 124
Tabel 5. 19 Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Pangandaran ... 126
Tabel 5. 20 Luas Panen dan Produksi Padi (Padi Sawah dan Padi Ladang) Menurut Kecamatan Di Pangandaran Raya Tahun 2013 ... 126
Tabel 5. 21 Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Komoditas di Kecamatan di Pangandaran Raya ... 127
Tabel 5. 22 Lokasi dan Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Salak, Karet, Kelapa, Kacang Tanah, Kedelai di Pangandaran Raya ... 128
Tabel 5.23 Produktivitas Tanaman Padi, Palawija, dan Perkebunan di Growth Center Kabupaten Pangandaran Tahun 2012-2013 ... 129
Tabel 5. 24 Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Karet, Kelapa, Kedelai di Growth Center Kabupaten Pangandaran Tahun 2015 ... 132
Tabel 5. 25 Produksi Tanaman Budidaya di Kabupaten Pangandaran ... 132
Tabel 5. 26 Jumlah Ternak di Pangandaran Raya... 133
Tabel 5. 27 Jumlah Unggas Menurut Jenisnya dan Kecamatan Tahun 2013 ... 133
LAPORAN AKHIR
xi
Tabel 5. 29 Luas Kawasan Pelestarian Alam di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013 ... 135
Tabel 5. 30 Produksi Kayu dari Areal Hutan Rakyat di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013 ... 136
Tabel 5. 31 Analisis SWOT Agrobisnis ... 137
Tabel 5. 32 Rekapitulasi Jumlah Agroindustri di Pangandaran Raya ... 139
Tabel 5. 33 Jumlah dan Jenis Usaha Makanan dan Minuman di Kab. Pangandaran Th. 2013 ... 143
Tabel 5. 34 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Keripik Pisang di Growth Center Kabupaten Pangandaran ... 145
Tabel 5. 35 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Kopra di Growth Center Kabupaten Pangandaran ... 145
Tabel 5. 36 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Gula Kelapa di Growth Center Kabupaten Pangandaran ... 146
Tabel 5. 37 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Ikan Asin di Growth Center Kabupaten Pangandaran ... 146
Tabel 5. 38 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Pembekuan Ikan/Udang di Growth Center Kabupaten Pangandaran ... 147
Tabel 5. 39 Analisis SWOT Agroindustri ... 148
Tabel 6. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata ... 150
Tabel 6. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan ... 151
Tabel 6. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agribisnis ... 154
Tabel 6. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri ... 157
Tabel 6. 5 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pendukung Lainnya ... 159
Tabel 7. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata ... 166
Tabel 7. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan ... 169
Tabel 7. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis ... 170
Tabel 7. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri ... 171
LAPORAN AKHIR
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Alur Proses Analisis the Highest and Best Use (HBU) untuk Pemanfaatan Aset
Tertinggi dan Terbaik ... 15
Gambar 2. 2 Segmenting, Targeting, and Positioning ... 17
Gambar 2. 3 Pengembangan Investasi melalui Alternatif Penggunaan dan Pemanfaatan Aset Barang Milik Daerah (BMD) ... 24
Gambar 2. 4 Penyelenggaraan MICE yang Memerlukan Penyediaan Prasarana dan Sarana 26 Gambar 2. 5 Grafik Hubungan Investasi dengan Suku Bunga ... 29
Gambar 2. 6 Penggunaan Lahan Model Von Thunen ... 38
Gambar 2. 7 Model Penggunaan Lahan Burges ... 39
Gambar 2. 8 Model Teori Pusat Lipat Ganda (Multiple Nucleiconcept) ... 40
Gambar 2. 9 Model Penta Helix Desawisata ... 42
Gambar 2. 10 Kolaborasi Pilar Utama Pengembangan Destinasi Wisata Berkelanjutan berbasis Pentahelix Model ... 43
Gambar 2. 11 Model Hipotetik Upaya Strategis Integrasi Pengembangan dan Pemasaran Aset Destinasi Wisata untuk meningkatkan Jumlah Kunjungan dan Pendapatan Masyarakat Setempat ... 44
Gambar 2. 12 Sistem Agrobisnis ... 45
Gambar 2. 13 Rente Ekonomi Sumber daya ... 49
Gambar 3. 1 Alur Pekerjaan dan Lingkup Pekerjaan serta Output berdasarkan KAK ... 57
Gambar 4. 1 Peta Administratif Kabupaten Pangandaran ... 72
Gambar 4. 2 Peta Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya ... 73
Gambar 4. 3 Grafik Jumlah Penduduk di Pangadaran Raya ... 75
Gambar 4. 4 Grafik Kepadatan Penduduk ... 75
Gambar 4. 5 DAS di Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran ... 89
Gambar 5. 1 Sebaran Pariwisata Pangandaran Raya ... 98
Gambar 5. 2 Body Rafting di Desa Kertayasa dan Desa Selasari ... 113
LAPORAN AKHIR
xiii
Gambar 5. 4 Grafik Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut di Kab.PangandaranTahun 2015 ... 120
Gambar 5. 5 Peta Sebaran Produksi Kelautan Pangandaran Raya ... 121
Gambar 5. 6 Persentase Jumlah Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015 ... 123
Gambar 5. 7 Sebaran Tanaman Pangan kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya . 128 Gambar 5. 8 Sebaran Jumlah Ternak Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya ... 134
Gambar 5. 9 Peta Sebaran Agroindustri Pangandaran Raya ... 142
Gambar 5. 10Daya Tarik Wisata Kuliner Jus Honje ... 144
Gambar 6. 1 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Pariwisata ... 161
Gambar 6. 2 Pemetaan Pertumbuhan Pangadaran Raya Sektor Kelautan dan Perikanan ... 162
Gambar 6. 3 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agrobisnis ... 163
Gambar 6. 4 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agroindustri ... 164
Gambar 8. 1 Roadmap Investasi Sektor Pariwisata ... 183
Gambar 8. 2 Kerangka Kerja Umum Pengembangan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Sektor Pariwisata di Pangandaran Raya ... 184
Gambar 8. 3 Roadmap Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan ... 186
Gambar 8. 4 Kerangka Kerja Sektor Kelautan dan Perikanan ... 187
Gambar 8. 5 Roadmap Investasi Sektor Agrobisnis ... 189
Gambar 8. 6 Kerangka Kerja Sektor Agrobisnis ... 190
Gambar 8. 7 Roadmap Investasi Sektor Agroindustri ... 191
LAPORAN AKHIR
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pekerjaan
Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya. Perencanaan dimaskud guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah mengamanatkan bahwa perencanaan daerah dirumuskan secara transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan (RPJMD Jabar, 2014).
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 – 2029, ditetapkan WP Priatim – Pangandaran, yang mencakup Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar, memiliki potensi pengembangan dalam sektor pertanian, perkebunan, perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan, pertambangan mineral. Berdasarkan pada Perda tersebut, Kabupaten Pangandaran menjadi 1 di antara 6 (enam) Wilayah Pengembangan (WP).
LAPORAN AKHIR
2
Kabupaten Pangandaran sebagai Daerah Otonom Baru (DOB), tentu perlu mendapat perhatian khusus. Meskipun Pangandaran baru menjadi daerah otonom, namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu daerah yang memegang peranan penting, bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat. Hal tersebut dapat diketahui dari kebijakan penataan ruang yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang menjelaskan bahwa Pangandaran ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Kewilayahan (PKW). Sementara berdasarkan Peraturan Daerah No 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat 2009-2029, Pangandaran ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional Provinsi (PKNP) masuk kedalam wilayah pengembangan Priangan Timur, dan Pangandaran ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP) penanganan ekonomi.Kabupaten Pangandaran yang berada di Jawa Barat bagian selatan, memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan. Karakteristik wilayah Pangandaran ini didominasi oleh kawasan lindung. Berdasarkan pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 12 Tahun 2004, tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan Jawa Barat disebutkan bahwa, Pusat Pertumbuhan merupakan wilayah yang memiliki keunggulan karena lokasi, sejarah dan/atau kebijakan pemerintah yang dimilikinya, sehingga mempunyai wilayah pengaruh yang luas dan dapat dimanfaatkan sebagai penggerak percepatan pembangunan di seluruh wilayah daerah.
LAPORAN AKHIR
3
yakni sapi dan domba. Kemudian perikanan tangkap dan kelautan, serta Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) unggulan wisata pantai.Pangandaran memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan sebagai salah satu pusat pertumbuhan di Jawa Barat, dan dipandang mampu untuk merangsang daerah lainnya. Berdasarkan potensi yang ada maka, Pemerintah Jawa Barat mengambil langkah dan inisiatif untuk mengelola pembangunan dan mengembangkan Kabupaten Pangandaran secara efektif dan efisien, agar Pangandaran sebagai pusat pertumbuhan dapat terwujud dengan baik. Berdasarkan kewilayahannya, dan menurut potensi untuk pusat pertumbuhannya, ada beberapa kawasan potensial untuk dijadikan sebagai pusat pertumbuhan. Pangandaran Raya adalah sebuah kawasan yang di antaranya berpotensi tinggi dijadikan pusat pertumbuhan. Karena itulah, perlu kajian mengenai “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.”
1.2
Maksud dan Tujuan
Maksud kegiatan “PPP - Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi:
1. Menyusun kajian tentang “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran Raya” yang mencakup:
a. Gambaran umum wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; b. Kondisi perekonomian Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya;
c. Identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana infrastruktur penunjang di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya;
d. Rencana kebutuhan nilai investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; e. Skema investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; dan
f. Strategi penciptaan minat investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. 2. Mengoordinasikan dan mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan
LAPORAN AKHIR
4
Adapun tujuan pengembangan wilayah Jabar Selatan, yaitu mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi kawasan agrobisnis, agroindustri, industri kelautan dan pariwisata terpadu.1.3
Indikator Keluaran dan Indikator Kinerja
Kajian ini memiliki indikator keluaran yang diharapkan sebagai berikut:
1. Indikator Keluaran (output yang akan dihasilkan, kualitas dan manfaat) adalah “Tersusunnya dokumen perencanaan kebutuhan investasi pengembangan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya yang dapat dijadikan sebagai bahan kebijakan dalam pembangunan di Jabar Selatan.” 2. Keluaran (jumlah/volume output yang dihasilkan dan satuan output) adalah berupa
dokumen “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya”
Adapun indikator kinerja pekerjaan ini adalah: “Tersusunnya dokumen perencanaan pembangunan Pangandaran Raya, rencana kebutuhan, serta strategi investasi dalam pengembangan Pangandaran Raya.”
1.4
Batasan Kegiatan
“Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi fasilitasi Tim Perencana Pembangunan Ekonomi dalam menyusun Kerangka Ekonomi Daerah, antara lain memfasilitasi Rapat, Penggandaan dan Pencetakan, serta Perjalanan Dinas dalam rangka menginventarisasi data ekonomi perencanaan pembangunan ke Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya.
Batasan kegiatan “PPP - Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat lebih difokuskan kepada:
1. Penyusunan dokumen berupa kajian “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.”
2. Koordinasi dan sinergi antar stakehoders terkait perencanaan kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.
LAPORAN AKHIR
5
1.5
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan “PPP – Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” dilaksanakan dari mulai bulan Agustus 2016 sampai dengan November 2016 atau selama 4 bulan. Pelaksanaan Kegiatan Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Bidang Ekonomi dilaksanakan pada bulan Agustus 2016. Adapun matriks jadwal kegiatan sebagai berikut:
Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan
URAIAN Agustus September Oktober November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapan 2. Pembahasan Draf Awal 3. Pembahasan Draf Akhir 4. Diseminasi 5. Persiapan Monitoring 6. Rapat Monitoring Sumber: Hasil Analisis, 2016
Kegiatan Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Bidang Ekonomi di Jawa Barat dilaksanakan
1. Survey lapangan di daerah Kabupaten Pangandaran, dan pengumpulan dokumen terkait pekerjaan di kantor Kabupaten Pangandaran, serta di beberapa Kantor Kecamatan maupun Kantor Desa di Pangandaran. Data yang dikumpulkan dari Pangandaran mengenai agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan, baik yang telah ada maupun potensi investasi di masa datang.
2. Pengumpulan dokumen di Kantor Provinsi Jawa Barat yang berkenaan dengan pengembangan dan pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan, baik yang telah ada maupun berupa potensi investasi di masa datang.
3. Survey lapangan pengembangan dan pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan di Bappeda Bali, Bappeda Buleleng, dan di lokasi pengembangan serta pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan di daerah bersangkutan.
LAPORAN AKHIR
6
BAB 2
LANDASAN PENYELESAIAN PEKERJAAN
Pada Bab 2 ini disajikan landasan penyelesaian pekerjaan. Isi dari bab ini mencakup dua bagian besar yang keduanya merupakan landasan pekerjaan dimaksud. Kedua landasan tersebut adalah landasan teori, dan landasan normatif untuk kajian “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.”
2.1 Perencanaan Kebutuhan Investasi dan Teori Perkembangan Wilayah
Setiap daerah dalam merencanakan pembangunan di wilayahnya tentu memerlukan perhitungan dasar terutama untuk kebutuhan investasi. Besarnya kebutuhan investasi ditentukan oleh kemampuan penyediaan sumber pembiayaan atas dana untuk diinvestasikan, dengan pertimbangan untuk mencapai laju pertumbuhan dan tingkat kesejahteraan yang harus dicapai.
Analisis yang umum dan tepat digunakan untuk menentukan kebutuhan atau rencana investasi pembangunan adalah konsep “Incremental Capital Output Ratio (ICOR).” ICOR ini memiliki manfaat sangat penting dalam teori ekonomi. Rasio ini disebut rasio kenaikan ouput akibat kenaikan kapital yang berarti indikator ekonomi makro yang digunakan untuk menilai kinerja investasi di suatu negara. Perhitungan yang diperoleh berupa angka yang menunjukkan perbandingan antara investasi yang diperlukan untuk dapat meningkatkan tambahan pendapatan atau output. Angka ini dihitung untuk prakiraan kebutuhan secara menyeluruh maupun sektoral. Dengan angka ICOR ini, akan dapat dihitung prakiraan kebutuhan investasi secara total serta alokasi sektoral. Sebuah perencanaan dan khususnya prakiraan kebutuhan investasi dan sumber pembiayaan pembangunan dapat digunakan beragam alat analisis di antaranya:
K = Angka ICOR
I = Investasi pada tahun t
Y = Peningkatan PDRB pada tahun t + 1
LAPORAN AKHIR
7
dimana :I = Jumlah investasi k = Angka ICOR
g = Laju pertumbuhan ekonomi
Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Khususnya untuk menghitung kebutuhan investasi di sebuah Pemerintahan Daerah, maka sangat bergantung pada kondisi keuangan yang tersedia. Pembangunan daerah yang sejalan dengan era otonomi di Indonesia, membuka peluang bagi setiap daerah untuk melakukan pembangunan di berbagai bidang, industri dan sektor sesuai potensi yang dimiliki daerah tersebut. Permasalahannya antara lain, bagaimana upaya meningkatkan investasi di daerah bersangkutan agar dapat meningkatkan PADS, pendapatan masyarakat setempat yang akhirnya bermuara pada pertumbuhan kesejahteraan masyarakat bersangkutan. Karena itulah, jika Pemda merencanakan investasinya, maka perlu menghitung prakiraan jumlah pendapatan dari investasi tersebut.
Banyak teori yang populer dalam teori perkembangan wilayah. Secara umum dikenal ada 4 kategori teori dalam perkembangan wilayah.
1. Kelompok yang menitikberatkan pada kemakmuran wilayah.
2. Fokus pada sumberdaya alam dan faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi keberlanjutan kegiatan produksi atau sustainable development.
3. Menitikberatkan pada kelembagaan dan proses pengambilan keputusan.
4. Memberikan perhatian pada kesejahteraan masyarakat didalam daerah tersebut.
Masing-masing kelompok dalam 4 golongan tersebut di atas, ternyata muncul beberapa teori yang popular mengenai pembangunan wilayah di antaranya dikenal:
1. Teori Keynes 2. Teori Neoklasik
3. Teori Inter dan Intra Wilayah 4. Teori Trickle Down Effect 5. Teori Tempat Sentral 6. Teori Von Thunen
LAPORAN AKHIR
8
8. Teori Pendekatan Pasar9. Teori Polarization Effect and Trickle Down Effect 10. Teori Pusat Pertumbuhan
11. Teori Ir. Sutami
12. Teori Kutub Pertumbuhan
Pada bahasan dalam bab 2 ini hanya akan disajikan teori yang menjadi landasan dalam kajian pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini tentu menjadi fokus bahasan sesuai dengan judul kajian dalam pekerjaan ini berjudul: “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.”
2.2 Pembangunan Pusat Pertumbuhan dan Optimasi Aset Daerah
Pusat pertumbuhan ekonomi di sebuah daerah pada dasarnya dapat dibangun secara sengaja melalui perencanaan dan program pertumbuhan, namun ada pula pusat pertumbuhan itu dapat terjadi secara alami. Pusat pertumbuhan yang sesuai kehendak tentu perlu perencanaan dan program yang terarah.
2.2.1 Pusat Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Berkenaan dengan perencanaan dan program pertumbuhan dimaksud, berikut ini disajikan landasan teori pusat pertumbuhan.
1. Teori Polarisasi Ekonomi
LAPORAN AKHIR
9
memberikan efek ke wilayah lainnya, atau dengan kata lain, suatu wilayah yang berkembang akan membuat wilayah di sekitarnya ikut berkembangPada dasarnya teori polarisasi ekonomi dari Gunar Myrdal adalah berupa penyusunan “konsep pusat-pinggiran atau coreperiphery.” Konsep ini memiliki keistimewaan terutama pertumbuhan sebuah daerah akan sangat cepat. Di sisi lain, ada kelemahan yang sangat sulit diatasi yakni, konsep pusat-pinggiran ini merugikan daerah pinggiran itu sendiri. Ada upaya yang dapat dilakukan untuk membatasi perpindahan penduduk dari pinggiran ke perkotaan (urbanisasi), misal upaya pembatasan migrasi (urbanisasi), mencegah keluarnya modal dari daerah pinggiran, membangun daerah pinggiran, dan membangun wilayah pedesaan. Rangkaian upaya tersebut umumnya tidak mudah dilakukan karena beragam faktor turut mempengaruhinya.
Setiap pusat pertumbuhan ekonomi yang dirancang tentu diharapkan dapat berdampak dan berpengaruh signifikan pada daerah yang ada di sekitarnya. Dampak dan pengaruh pusat pertumbuhan ekonomi dapat bersifat positif atau negatif. Dampak dan pengaruh positif pada perkembangan daerah di sekitarnya disebut spread effect atau efek menyebar. Umpama terciptanya kesempatan kerja baru bagi penduduk setempat, makin meningkatnya investasi, upah buruk semakin naik, distribusi barang makin cepat, pengolahan bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan barang jadi makin meningkat, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat bersangkutan. Adapun dampak dan pengaruh negative disebut backwash effect atau efek sampingan. Umpama terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah terutama wilayah kota dengan pedesaan, makin meningkatnya kriminalitas, kerusakan lingkungan alam dan budaya yang terus menurus meningkat, dan tentu masih banyak lagi potensi efek negatif lainnya.
2. Teori Kutub Pertumbuhan
LAPORAN AKHIR
10
tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda antar satu tempat dengan lainnya. Kutub pertumbuhan bukanlah kota atau wilayah, melainkan suatu kegiatan ekonomi yang dinamis. Hubungan kekuatan ekonomi yang dinamis tercipta di dalam dan di antara sektor-sektor ekonomi yang terbentuk.Menurutnya pertumbuhan ataupun pembangunan tidak dilakukan di seluruh ruang, tetapi terbatas pada beberapa tempat atau lokasi tertentu yang disebut kutub pertumbuhan. Secara esensial teori kutub pertumbuhan dikategorisasikan sebagai teori dinamis. Proses pertumbuhan digambarkan sebagai keadaan yang tidak seimbang karena adanya kesuksesan atau keberhasilan kutub-kutub dinamis. Suatu kutub pertumbuhan dapat merupakan pula suatu kompleks industri, yang berkelompok di sekitar industri kunci. Industri kunci adalah industri yang mempunyai dampak berantai ke depan (forward linkage) yang kuat.
Teori Kutub Pertumbuhan dapat menarik kegiatan lain karena ada tarikan dari industri yang dikembangkan. Sebagai contoh pembangunan industri pariwisata di sebuah daerah dapat memiliki kemampuan menarik atau sentripental pada yang lainnya, di antaranya dapat menarik bahan makanan dan minuman atau restaurant, tumbuhnya sektor perhotelan. Selain itu, pembangunan kepariwisataan secara tidak langsung atau sentrifugal akan mendorong tumbuhnya sektor lain misal sektor pertanian masyarakat setempat. Contoh lain pembangunan industri baja di suatu daerah akan menimbulkan kekuatan sentripetal, yaitu menarik kegiatan-kegiatan yang langsung berhubungan dengan pembuatan baja, baik pada penyediaan bahan mentah maupun pasar. Industri tersebut juga menimbulkan kekuatan sentrifugal, yaitu rangsangan timbulnya kegiatan baru yang tidak berhubungan langsung dengan industri baja. Jika dibandingkan dengan teori Polarisasi Ekonomi tentu memiliki perbedaan terutama pusat pertumbuhan dalam polarisasi lebih cepat, sedangkan dalam teori Kutub Pertumbuhan proses bertumbuh ekonominya lebih lamban.
3. Teori Pusat Pertumbuhan Industri Populasi dari Boudeville
LAPORAN AKHIR
11
pertumbuhan. Industri populasi merupakan industri yang mempunyai pengaruh yang besar, pengaruh tersebut baik langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan lainnya di sekitar populasi bersangkutan.4. Teori Tempat Sentral
Teori tempat sentral dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli geografi dari Jerman. Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran permukiman dalam ruang. Dalam suatu ruang kadang ditemukan persebaran pola permukiman desa dan kota yang berbeda ukuran luasnya. Teori pusat pertumbuhan dari Christaller ini diperkuat oleh August Losch (1945) seorang ahli ekonomi Jerman. Keduanya berkesimpulan, bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan aspek keruangan dengan menempatkan aktivitas yang dimaksud pada hierarki permukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpul-simpul jaringan heksagonal. Lokasi ini terdapat pada tempat sentral yang memungkinkan partisipasi manusia dengan jumlah maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang yang dihasilkannya. Tempat-tempat tersebut diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk geometrik berdiagonal yang memiliki pengaruh terhadap daerah di sekitarnya. Hubungan antara suatu tempat sentral dengan tempat sentral yang lain di sekitarnya membentuk jaringan sarang lebah.
Menurut Walter Christaller, suatu tempat sentral mempunyai batas-batas pengaruh yang melingkar dan komplementer terhadap tempat sentral tersebut. Daerah atau wilayah yang komplementer ini adalah daerah yang dilayani oleh tempat sentral. Lingkaran batas yang ada pada kawasan pengaruh tempat-tempat sentral itu disebut batas ambang (threshold level).
2.2.2 Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal
Pengembangan ekonomi lokal memiliki ciri khas sesuai dengan yang diungkapkan oleh Halena Norberg dan Hodge (dalam Kusumastanto, 2003) sebagai berikut:
1. Terlokalisasi (localized) dengan tujuan untuk mengurangi biaya transportasi
LAPORAN AKHIR
12
3. Berbasis masyarakat (community based) yang di dalamnya termasuk budaya masyarakat(community culture), jati diri, dan pengetahuan lokal (indogenous knowledge).
Wilayah pesisir memiliki pilar-pilar penting yang menjadi kekuatan untuk mebangun wilayah tersebut berdasarkan perspektif ekonomi regional. Kekuatan tersebut meliputi (Kusumastanto, 2003):
1. Natural resources advantages atau imperfectfactor mobility
Wilayah pesisir memiliki pusat keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki oleh wilayah lainnya, yaitu:
a. Keunggulan sumber daya alam contohnya mangrove, terumbu karang, dan padan lamun b. Ciri egaliter, inward looking, dan dinamis pada karakteristik kultural
c. Terdapat keterkaitan masyarakat dengan sumber daya wilayah pesisir 2. Economicof concentralion atau imperfect diversibility
Pengelompokan industri sejenis (cluster of industry) dilakukan secara spasial berdasarkan skala ekonomi. Pengelompokan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor:
a. Biaya produksi yang meliputi biaya buruh dan biaya bahan baku b. Biaya transaksi
c. Kenyamanan berusaha 3. Mobilitas adalah korban
Setiap pergerakan barang dan jasa di asumsikan sebagai “korban”, karena memunculkan biaya transportasi dan komunikasi. Berdasarkan perspektif ekonomi wilayah pergerakan barang dan jasa serta sumber ekonomi lainnya dicerminkan oleh jarak. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan di wilayah pesisir diupayakan untuk meminimalkan jarak dan memaksimumkan akses sehingga memerlukan dukungan infrastruktur.
2.2.3 Optimasi Aset
LAPORAN AKHIR
13
mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Berdasarkan kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa optimasi aset adalah salah satu proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi aset yang ada baik itu potensi fisik, legal, maupun ekonomi dari suatu aset sehingga aset tersebut dapat memberikan profit dan benefit bagi perusahaan, serta dapat meminimalkan risiko atas kepemilikan aset tersebut. Analisis optimasi suatu aset dapat dilakukan dengan Highest and Best Use Analysis (Siregar, 2004). Berdasarkan tujuannya, optimasi aset ditujukan untuk memaksimalkan potensi aset sehingga dapat mengurangi biaya dan meningkatkan pendapatan.2.2.3.1
Highest and Best Use Analysis
Analisis Highest and Best Use penting untuk dilakukan terutama untuk mengestimasi nilai pasar yang digunakan dalam penilaian properti. Berdasarkan The Uniform Standards of Professional Appraisal Practice (Hidayati dan Harjanto, 2014), definisi Highest and Best Use sebagai berikut: “the reasonably probable and legal use of vacant land or an improved property, which is physically possible, appropiately supported, financially feasible, and that results in the highest value.” Sebuah analisis HBU adalah upaya untuk mencari keyakinan yang paling memungkinkan atas penggunaan tanah atau bangunan yang paling memungkinkan secara fisik, diijinkan secara legal, layak secara keuangan, dan menghasilkan nilai yang paling tinggi. HBU juga dapat didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut sebagaimana ditegaskan dalam Kode Etik Penilaian Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI) (MAPPI, 2013).
Tujuan analisis Highest and Best Use adalah untuk mengetahui pengembangan yang tepat atas suatu aset yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Namun tujuan analisis Highest and Best Use akan berbeda pada properti berupa tanah kosong dan properti yang telah dibangun (Hidayati dan Harjanto, 2014) yang ditujukan untuk mengetahui:
1. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik untuk Tanah Kosong
LAPORAN AKHIR
14
Use pada tanah kosong bertujuan mengembangkan potensi tanah kosong tersebut agar dapat dibangun menjadi aset penunjang organisasi untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tupoksinya.2. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik dari Properti yang telah Terbangun
Tujuan analisis Highest and Best Use untuk properti yang telah dibangun adalah untuk mengidentifikasi kegunaan dari properti yang diharapkan dapat menghasilkan tingkat pengembalian tertinggi dari modal yang diinvestasikan. Untuk mengetahui tingkat pengembalian dari investasi diperlukan estimasi atas penggunaan tertinggi dan terbaik atas properti tersebut.
Kriteria analisis HBU sebagaimana dinyatakan dalam KEPI & SPI (MAPPI, 2013) secara umum dikaji berdasarkan empat kriteria yang harus dipenuhi dalam menganalisis kegunaan tertinggi dan terbaik. Keempat aspek tersebut yaitu aspek legal, aspek fisik, aspek finansial, dan aspek produkivitas maksimal. Analisis HBU mencakup 5 aspek yang perlu dikaji. Kelima aspek tersebut:
1. Aspek Legal Aset; 2. Aspek Fisik Aset; 3. Aspek Pemasaran; 4. Aspek Keuangan;
5. Aspek Produktivitas Maksimum.
LAPORAN AKHIR
15
Sumber: Sugiama, 2013Gambar 2. 1 Alur Proses Analisis the Highest and Best Use (HBU) untuk Pemanfaatan Aset
Tertinggi dan Terbaik
1. Analisis Aspek Legal
Secara Hukum Diizinkan (Aspek Legal) yaitu mempertimbangkan batasan/retriks hukum dari penggunaan aset yang akan dikaji oleh pelaku pasar pada saat penentuan harga aset. Apabila retriks berbeda dengan peraturan tata kota, maka penilai harus merujuk kepada ketentuan yang lebih membatasi. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan penilai antara lain:
a. Peruntukkan (zoning) b. Retriksi/ Batasan c. Peraturan Bangunan d. Kontrak/ Perjanjian
e. Hak Menggunakan/Status Kepemilikan
f. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) g. Distrik/ Area Bersejarah
LAPORAN AKHIR
16
i. Kemungkinan Perubahan Dimasa Depanj. Atribut Legal (perizinan)
2. Analisis Aspek Fisik
Secara Fisik Dimungkinkan (Aspek Fisik) yaitu mempertimbangkan karakteristik fisik dari aset yang akan dikaji oleh pelaku pasar pada saat penentuan harga aset. Beberapa hal yang menjadi faktor pertimbangan dalam aspek fisik sebagai berikut:
a. Ukuran aset;
b. Bentuk dan Kegunaan aset;
c. Lebar Hadap Jalan (Frontage) dan dimensi;
d. Kemudahan Akses;
e. Ketersediaan dan Kapasitas Utilitas;
f. Lokasi dalam Market Area; g. Topografi;
h. Water Frontage;
i. Kondisi Tanah dan Lapisan Bawah Tanah;
j. Banjir dan Kemungkinan Tanah Longsor.
3. Aspek Pemasaran
Pasar adalah semua pembeli aktual dan potensial dari suatu produk atau jasa, dan pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler dan Amstrong; 2008:6). Pada analisis kelayakan aspek pemasaran (Sugiama, 2013), aspek pemasaran secara umum dapat mencakup analisis unsur STP (Segmenting, Targeting, dan Positioning) serta analisis bauran pemasaran.
a. STP (Segmenting, Targeting, and Positioning)
LAPORAN AKHIR
17
segmen. Guna melakukan segmentasi pasar, penentuan target dan menentukan posisi pasar, ada tiga langkah utama sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.11.Sumber: Kotler, P. & Amstrong, G., 2003
Gambar 2. 2 Segmenting, Targeting, and Positioning
Penjelasan dari masing-masing tahapan tersebut disajikan sebagaimana di bawah ini:
1) Segmentasi Pasar (Segmenting)
Menurut Kotler dan Armstrong (2003, 285), segmenting (segmentasi pasar) adalah “membagi suatu pasar menjadi kelompok pembeli yang berbeda yang memiliki kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang berbeda yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang berbeda”. Pada dasarnya, pasar dapat dibagi menjadi pasar konsumen dan pasar bisnis. Adapun variabel segmentasi untuk pasar konsumen mencakup segmentasi geografis, demografis dan fsikografis (Kotler dan Armstrong; 2003),:
Selanjutnya, segmentasi pasar bisnis menurut Kotler dan Keller (2013) didasarkan pada: a) Demografis (industri, ukuran, dan lokasi);
b) Variabel operasi (teknologi, status pengguna dan non pengguna);
c) Pendekatan pembelian (organisasi fungsi pembelian, struktur kekuatan, sifat dan hubungan eksisting, kebijakan pembelian umum, dan kriteria pembelian);
d) Faktor situasional (urgensi, aplikasi spesifik, ukuran atau pesanan);
e) Karakteristik pribadi (kemiripan pembeli dan penjual, sikap terhadap risiko, dan loyalitas); Jadi untuk analisis STP ini harus dipetakan untuk segmentasi pasar konsumen dan juga pasar bisnis untuk produk MICE yang akan dipasarkan.
LAPORAN AKHIR
18
Segmentasi pasar mengungkap segmen pasar yang berpeluang bagi suatu perusahaan. Selanjutnya, perusahaan harus mengevaluasi berbagai segmen dan memutuskan berapa banyak dan menuntaskan segmen yang mana yang akan menjadi sasaran. Menurut Munandar (dalam Pradipta, 2014), dalam memilih pasar sasaran yang optimal, perlu diperhatikan beberapa kriteria berikut:a) Responsif
Pasar sasaran harus responsif terhadap produk atau program-program pemasaran yang dikembangkan.
b) Potensi penjualan
Potensi penjualan harus cukup luas. Semakin besar pasar sasaran, semakin besar nilainya. Besarnya bukan hanya ditentukan oleh jumlah populasi tapi juga daya beli dan keinginan pasar untuk memiliki produk tersebut.
c) Pertumbuhan yang memadai
Pasar tidak dapat dengan segera bereaksi. Pasar tumbuh perlahan-lahan sampai akhirnya meluncur dengan cepat dan mencapai titik pendewasaan.
d)Jangkauan media
Pasar sasaran dapat dicapai dengan optimal kalau pemasar tepat memilih media untuk mempromosikan dan memperkenalkan produknya.
3) Penetapan Posisi Pasar (Positioning)
Menurut Kotler dan Armstrong (2003) penetapan posisi pasar (positioning) adalah perumusan pemosisian bersaing dan produk dan menciptakan bauran pemasaran yang lebih rinci. Menurut Kotler dan Armstong (2003) tugas dalam positioning terdiri dari tiga langkah:
a) Mengidentifikasi keunggulan bersaing
Suatu keunggulan di atas pesaing dengan menawarkan nilai lebih kepada konsumen, baik melalui harga yang rendah atau dengan menyediakan lebih banyak manfaat yang mendukung penetapan harga lebih mahal.
b) Memilih keunggulan bersaing yang tepat
LAPORAN AKHIR
19
adalah pembeli tidak tahu dengan tegas sesuatu yang khusus dari perusahaan. Kesalahan kedua adalah over positioning yaitu memberikan gambaran yang sempit tentang perusahaan. Kesalahan ketiga, confused positioning yaitu menghindari pembeli mendapatkan citra perusahaan yang membingungkan.c) Mengkomunikasikan dan menyampaikan posisi yang dipilih ke pasar
Setelah menetapkan satu posisi yang akan dipergunakan, perusahaan harus membuat gerakan yang tegas dalam menyampaikan dan mengkomunikasikan posisi yang diinginkan kepada pasar sasaran. Pada intinya adalah menjabarkan taktik strategi positioning secara rinci, seperti mendesain bauran pemasaran produk, harga, distribusi, dan promosi.
b. Bauran Pemasaran
Beberapa ahli memberikan bermacam-macam definisi tentang pemasaran. Menurut Stanton (dalam Umar, 2005:31) pemasaran adalah “keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha, yang bertujuan merencanakan, menentukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli baik yang aktual maupun yang potensial”. Dari definisi tersebut, dapat diketahui pengertian pemasaran adalah kegiatan usaha yang dimulai dari perencanaan sampai dengan pendistribusian barang/jasa kepada pembeli aktual maupun potensial.
Adapun ruang lingkup bauran pemasaran menurut Morrison dalam Sugiama (2013) terdiri dari 8P yakni product, pricing, place, promotion, people, physical evidence, process dan packaging. Berikut ini penjelasan bauran pemasaran.
Produk
LAPORAN AKHIR
20
HargaMenurut Kotler dan Amstrong (2003), harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan untuk memperoleh produk. Adapun menurut Suliyanto (dalam Pradipta, 2014) bahwa harga adalah sejumlah uang dan atau barang yang dibutuhkan untuk mendapatkan kombinasi dari barang lain yang disertai dengan pemberian jasa. Dapat disimpulkan bahwa harga merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk memperoleh produk disertai pemberian jasa. Beberapa pendekatan penetapan harga di antaranya biaya, laba dan persaingan (Kotler dan Amstrong; 2003).
Tempat
Tempat adalah tugas untuk membawa barang ke pasar. Kemajuan dalam pemesanan tempat secara elektronik dan sistem komunikasi sedang mengubah cara distribusi. Distribusi termasuk saluran distribusi, pemerataan distribusi, lokasi gerai, wilayah penjualan, tingkat inventaris, serta lokasi dan transportasi.
Promosi
Promosi terdiri atas seluruh metode pengkomunikasian produk jasa yang ditawarkan pada pasar yang ditargetkan. Peralatan promosi termasuk pemasangan iklan above-the-line yang biayanya telah dibayar seperti televisi, radio, iklan pers, iklan di bioskop dan poster kampanye; pemasangan iklan below-the-line mengacu pada promosi penjualan yang meliputi memberikan contoh produk jasa secara cuma-cuma, kupon diskon, persaingan, titik penjualan, dan pengiriman bahan promosi secara langsung (direct mailing), penjualan pribadi, dan publisitas.
Sumber Daya Manusia
People atau manusia berarti memusatkan pada mutu sumber data manusia yang terlibat dengan produk, keterampilan, pengetahuan, motivasi, serta kepedulian mereka pada pelanggan. Sifat-sifat karyawan termasuk keramahan, bagaimana menampilkan diri, kesediaan membantu, kemampuan pendekatan, sopan santun, pengetahuan, dan kompetensi.
Bukti Fisik
LAPORAN AKHIR
21
termasuk ukuran, gedung, citra perusahaan, suasana, kenyamanan, fasilitas, dan kebersihan.Proses
Process atau proses berkaitan dengan efisiensi dan kinerja proses yang dinilai. Sifat proses adalah kecepatan, efisiensi, waktu pelayanan, sistem pembuatan janji, dan formulir serta dokumen. Berkenaan dengan proses, perlu kemudian dikembangkan standar-standar pelayanan dalam bentuk Operations Process Chart (OPC), Flow Process Chart (FPC), dan Standard Operating Procedure (SOP).
Paket
Packaging atau merancang paket berarti para pemasar dalam kepariwisataan perlu memiliki kemampuan merancangpaket wisata yang didalamnya mencakup layanan transportasi, akomodasi dan lainnya (Morrison dalam Sugiama, 2013).
4. Analisis Aspek Finansial
Aspek finansial yaitu mempertimbangkan hasil pendapatan yang memadai atau arus kas untuk menghasilkan pengembalian investasi yang dilakukan terhadap alternatif penggunaan aset yang secara hukum diizinkan dan secara fisik dimungkinkan. Untuk properti penghasil pendapatan, uji finansial berfokus pada analisis tingkat balikan modal investasi dibandingkan dengan tingkat balikan pasar yang disyaratkan untuk mengetahui penggunaan yang layak secara finansial. Asumsi yang digunakan dalam uji finansial harus berdasarkan hasil analisis lokasi, permintaan dan penawaran, serta analisis risiko. Hal-hal yang dilakukan dalam mengkaji aspek finansial antara lain:
a. Partisipan pasar yang melakukan pembelian di lingkungan properti atau area pasar. b. Lama waktu pemasaran atau penjualan yang dibutuhkan.
c. Fasilitas pembiayaan yang tersedia.
d. Efektivitas kekuatan daya beli yang memadai di lingkungan properti atau area pasar. e. Keuntungan yang didapatkan.
LAPORAN AKHIR
22
memberi positive return dianggap memiliki kelayakan keuangan. Untuk menentukan kelayakan keuangan, seorang penilai mengestimasi pendapatan kotor yang akan diterima(future gross income) yang diekspektasikan dari setiap potensial kegunaan tertinggi dan terbaik dari aset tersebut.Analisis finansial dimulai dengan analisa biaya pengembangan, analisa penjualan dan pendapatan, biaya operasional, proyeksi cash flow, analisa kelayakan investasi. Berdasarkan pada penjelasan mengenai aspek finansial dalam kajian HBU, dapat disimpulkan bahwa kelayakan finansial dari alternatif pengembangan yang dianalisis dapat dilihat dari faktor-faktor kelayakan finansial suatu proyek yang meliputi net operating income (NOI), payback period (PP), net present value (NPV), internal rate of return (IRR) dan return on investment (ROI).
5. Analisis Aspek Produktivitas Maksimal
Aspek produktivitas maksimum mengkaji kegunaan tertinggi dan terbaik yang menghasilkan produktivitas yang maksimum/nilai tertinggi. Menurut (Hidayati dan Harjanto, 2014:58) nilai tertinggi yang dimaksud yaitu nilai yang konsisten dengan tingkat pengembalian (rate of return). Untuk menganalisis kelayakan dalam hal finansial, ada beberapa alat analisis sebagai tolok ukur yang digunakan. Alat analisis tersebut meliputi Net Operating Income (NOI), Payback Period (PB), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Return on Investment (ROI). Alternatif kegunaan yang menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang positif dan tertinggi adalah alternatif yang memenuhi kriteria penggunaan tertinggi dan terbaik atas suatu aset.
2.2.3.2 Penggunaan dan Pemanfaatan Aset
Salah satu bentuk dari optimasi aset dalam ruang lingkup Pemerintah adalah dengan cara memaksimalkan penggunaan dan pemanfaatan aset. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 pengertian penggunaan dan pemanfaatan adalah sebagai berikut:
LAPORAN AKHIR
23
2. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan.Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan dan pemanfaatan adalah kegiatan pengelolaan dan penatausahaan aset sesuai tugas pokok dan fungsi serta pendayagunaan diluar tugas pokok dan fungsi, sehingga aset dapat digunakan secara optimal selama masa ekonomisnya. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dapat diuraikan mengenai penggunaan dan pemanfaatan suatu aset. Dalam penggunaan aset ditentukan terlebih dahulu mengenai peruntukkan aset, kemudian dari peruntukkan aset dapat diketahui mengenai penggunaan aset tersebut. Penggunaan harus disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi dari aset tersebut, jangan sampai penggunaan yang dilakukan keluar dari tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan. Setelah penggunaan aset terpenuhi, maka aset dapat di dayagunakan diluar tugas pokok dan fungsinya tersebut. Kegiatan pendayagunaan diluar tugas pokok dan fungsi ini disebut pemanfaatan.
Berikut adalah gambaran mengenai operasi/pemakaian aset yang) diadopsi dari PP Nomor 27 Tahun 2014 mengenai pemakaian aset:
Sumber: PP Nomor 27 Tahun 2014 dalam Sugiama (2013)
Operasi/Pemakaian
Pemanfaatan Aset
Sewa Aset
Pinjam Pakai Aset
Kerja Sama Pemanfaatan Aset
Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna
LAPORAN AKHIR
24
Gambar 2. 3 Pengembangan Investasi melalui Alternatif Penggunaan dan Pemanfaatan AsetBarang Milik Daerah (BMD)
Berdasarkan Gambar 2.3, dapat diketahui bahwa terdapat bentuk-bentuk pemanfaatan aset meliputi sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah atau bangun serah guna dan Kerjasama Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dalam paparan di bawah ini:
1. Sewa
Sewa adalah pemanfaatan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan berupa uang tunai. Penyewaan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan.
2. Pinjam Pakai
Pinjam pakai Barang Milik Negara adalah penyerahan penggunaan Barang Milik Negara antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu berakhir, Barang Milik Negara tersebut diserahkan kembali kepada pemerintah pusat. Barang Milik Negara yang dapat dipinjam pakaikan adalah tanah dan/atau bangunan, serta Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan.
3. Kerjasama Pemanfaatan
Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan pendapatan dan sumber pembiayaan lainnya. Kerjasama pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan, meningkatkan penerimaan negara dan mengamankan Barang Milik Negara.
4. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
LAPORAN AKHIR
25
berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.5. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2.2.3.3 MICE (
Meeting, Incentive, Convention, Exhibition)Industri pariwisata memiliki beragam sektor layanan yang dapat dijadikan sebagai layanan bisnis. Ladkin dan Julie Spiller (2000) menyatakan bahwa, khususnya untuk layanan pertunjukkan ada beberapa bentuk layanan yang dapat dilakukan, namun yang paling populer adalah penyediaan layanan MICE yakni Meeting, Incentives, Convention, dan Exhibition. Berdasarkan konsep produk di atas selanjutnya produk yang berbasis MICE perlu diidentifikasi dan dikembangkan mana yang berpotensi untuk dipasarkan. Dalam hal jasa MICE sudah jelas delivery produk akan dilakukan di tempat di mana akan terjadi interaksi antara penjual (pihak penyelenggara MICE) dan pembeli seperti tamu, undangan, ataupun penonton. Setiap layanan MICE memerlukan prasarana dan sarana, serta layanan pendukung yang menjadi prasyarat penyelenggaraan MICE tersebut. Prasarana yang harus disediakan berupa:
1. infrastruktur transportasi untuk mempermudah aksesibilitas menuju area MICE,
2. lahan dan bangunan (termasuk di dalamnya tempat parkir, gedung dan lainnya) di mana MICE akan diselenggarakan.
Adapun sarana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan MICE antara lain berupa: 1. peralatan dan perlengkapan
2. makanan dan minuman
LAPORAN AKHIR
26
nasional tentu berefek lebih luas daripada berskala lokal. Demikian pula MICE berskala internasional jauh berbeda efeknya secara positif daripada berskala lokal.Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 2. 4 Penyelenggaraan MICE yang Memerlukan Penyediaan Prasarana dan Sarana
2.3 Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Investasi menurut teori ekonomi dapat diartikan sebagai pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi yang akan digunakan di masa depan. Investasi memiliki hubungan yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi. Todaro (2003) menyatakan bahwa, tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi adalah hal yang saling membutuhkan dan tidak dapat dipisahkan, karena pertumbuhan merupakan fungsi dari investasi. Semakin besar tingkat pertumbuhan yang dicapai maka semakin besar investasi yang dibutuhkan.
2.3.1 Pemahaman Dasar Investasi
Investasi adalah suatu penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang (Sunariyah; 2003:4). Investasi dapat dilakukan oleh individu maupun badan usaha
Prasarana dan Sarana Penyedia (provider)
LAPORAN AKHIR
27
(termasuk lembaga perbankan) yang memiliki kelebihan (Taswan dan Soliha; 2002:168). Investasi dapat dilakukan baik di pasar uang maupun di pasar modal ataupun ditempatkan sebagai kredit pada masyarakat yang membutuhkan. Investasi menjadi dua bagian utama, yaitu (Sunariyah; 2004):1. Investasi dalam bentuk aktiva riil (real asset) meliputi aktiva berwujud seperti emas, perak, intan, barang-barang seni dan real estate.
2. Investasi dalam surat berharga (financial asset) meliputi surat-surat berharga yang dikuasai oleh entitas. Aktiva finansial dalam investasi pada sebuah entitas dapat dipilih dengan dua cara, yaitu:
a. Investasi langsung (direct investment) yang dapat diartikan sebagai pemilihan surat-surat berharga secara langsung untuk suatu entitas yang secara resmi telah go public dengan harapan akan mendapatkan keuntungan berupa penghasilan dividen dan capital gains. b. Investasi tidak langsung (indirect investment) terjadi apabila surat-surat berharga milik
suatu entitas diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi sebagai perantara. Irawan dan Suparmoko (1992) menyatakan bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah dapat dilakukan dengan mengusahakan besaran tingkat investasi yang dijelaskan melalui beberapa teori sebagai berikut:
1. Teori Usaha Perlahan-lahan (Gradualist Theory)
Teknik-teknik produksi dan investasi dipilih berdasarkan biaya-biaya relatif. Industrialisasi dilakukan secara perlahan untuk mengurangi risiko kekeliruan. Injeksi kapital dilakukan sesuai dengan daya serap perekonomian. Kemajuan industri kecil dan pembangunan masyarakat desa menjadi prioritas yang harus diusahakan. Kegiatan yang membutuhkan modal banyak diusahakan bila keuntungan melebihi kegiatan padat karya.
2. Teori Dorongan Besar (Big Push)
LAPORAN AKHIR
28
3. Teori Pembangunan Seimbang (Balanced Growth)Perkembangan perekonomian dimungkinkan bila ada perimbangan yang baik antara berbagai sektor di dalam perekonomian (Rosenstein-Rodan; 1953). Arti dari pertumbuhan seimbang adalah perkembangan ekonomi tidak akan berhasil bila investasi hanya sebatas “titik pertumbuhan” (growing point) sektor-sektor yang sedang berkembang saja. Investasi sebaiknya dilakukan secara merata pada setiap sektor yang ada sehingga dapat memperluas dan memperkuat ketergantuan pasar antara satu sektor dengan sektor yang lainnya.
4. Teori Pembangunan Tidak Seimbang (Unbalanced Growth)
Hirschman (1992) mengkritik teori pembangunan seimbang, pendapatnya bahwa masyarakat dengan pendapatan rendah belum dapat mengubah perekonomian tradisional menjadi perekonomian modern. Modal yang besar akan menjadi hambatan bagi negara berkembang. Ketidakseimbangan pada suatu sektor tertentu akan mendorong kemajuan ekonomi secara lebih cepat karena biaya ekspansi akan diminimumkan. Sektor yang memiliki permintaan tinggi akan dapat menutup kekurangan pada sektor lain yang memiliki output rendah.
2.3.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Investasi
Tingkat investasi atau pembentukan modal yang dilakukan dalam perekonomian ditentukan berdasarkan faktor-faktor utama sebagai berikut (Sukirno, 2011):
1. Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return)
Perencanaan investasi hanya akan dilakukan bila tingkat keuntungan yang diperoleh lebih besar dari suku bunga yang dibayarkan. Investasi memberikan keuntungan apabila nilai sekarang (present value) dari pendapatan di masa yang akan datang lebih besar dari nilai sekarang (present value) modal yang diinvestasikan. Nilai sekarang (present value) pendapatan di masa yang akan datang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Sukirno (2011), yaitu:
Keterangan:
NS = nilai sekarang pendapatan yang diperoleh diantara tahun 1 hingga tahun n Y1, Y2, ..., Yn = pendapatan netto (keuntungan) perusahaan yang diperoleh antara tahun ke
1 sampai dengan tahun ke n r = suku bunga
LAPORAN AKHIR
29
disebut menguntungkan apabila NS lebih besar dari M (NS > M).2. Suku Bunga
Suku bunga memberikan pengaruh yang besar pada investasi. Hal tersebut disebabkan karena tingkat suku bunga yang tinggi akan menyebabkan tingginya biaya investasi sehingga akan mempengaruhi tingkat pengembalian (return) dari investasi yang dilakukan. Sebaliknya, apabila suku bunga rendah maka biaya investasi akan turun sehingga keuntungan atau pengembalian investasi tersebut akan tinggi. Sukirno (2011) menyatakan hubungan suku bunga dengan investasi dalam grafik sebagai berikut:
Sumber: Sukirno, 2011
Gambar 2. 5 Grafik Hubungan Investasi dengan Suku Bunga
Gambar 2.5 menunjukkan bahwa suku bunga sebesar r0 memiliki investasi yang bernilai Io. Ketika suku bunga menurun menjadi r1 maka terjadi kenaikan nilai investasi sebesar I1. Demikian juga apabila suku bunga lebih rendah yaitu sebesar r2 maka investasi semakin tinggi menjadi I2.
3. Kemajuan Teknologi