LI.1. Memahami dan Menjelaskan makroskopis dan mikroskopis articulatio Coxae
Makroskopis
Jenis sendi: Spheroidea (a ball and shcket) kepala sendi seperti bentuk bola masuk kedalam lekuk sendi yang dalam
Tulang yang berperan : caput femoris, fossa acetabulum, dan os.Coxae
Permukaan Artikular. Caput femoris bersendi dengan acetabulum os coxae. Kedalaman acetabulum diperluas oleh labrum acetabulare dari jaringan fibrokartilago yang melekat pada tulang tepi acetabulum dan ligamentum tranversum acetabuli.
Simpan sendi. Simpan sendi jaringan ikat ( capsula articularis fibrosa) yang kuat melekat proksimal dari acetabulum dan ligamentum transversum acetabuli. Di sebelah distal simpai ini melekat pada collum femoris sebagai berikut :
Anterior pada linea intertrochanterica dan akar trochanter major
Posterior pada collum femoris, proksimal terhadap crista interochanterica Serabut simpai yang terbanyak melintas secara berulir dari os coxae ke linea interochanterica, tetapi beberapa serabut dalam melingkar sekeliling collum femoris, membentuk zona orbicularis. Serabut-serabut ini membentuk sebuah kerah sekeliling collum femoris yang mencerutkan simpai sendi dan membantu memegang collum femoris dalam acetabulum. Beberapa serabut simpai longitudinal dalam membentuk retinaculum yang terbalik kea rah proksimal paa collum femoris sebagai berkas longitudinal yang membaur dengan periosteum. Dalam retinaculum terdapat pembuluh darah yang mengantar darah pada caput femoris dan collumm femoris.
Membarana synovial melapisi permukaan dalam simpai sendi jaringan ikat dan juga menutupi collum femoris antara perlekatan simpai sendi tadi dan tepi cartilage articularis capitits femoris, daerah nonartikular acetabulum dan membentuk pelapis untuk ligamentum capitits femoris
Ligamentum. Simpai sendi jaringan ikat di sebelah dengan diperkuat oleh sebuah ligamentum yang kuat dan berbentuk Y, yakni ligamentum iliofemorale yang melekat pada spina iliaca anterior inferior dan pinggiran acetabulum, serta pada linea interochanterica di sebelah distal. Ligamentum iliofemorale mencegah hiperekstensi articulation coxae sewaktu berdiri dengan menmutar caput femoris masuk ke dalam acetabulum.
Ligamentum capitits femoris bersifat lemah dan agaknya tidak banyak berguna dalam memperkuat articulation coxae. Ujungnya yang lebar melekat pada tepi-tepi incissura acetabuli dan ligamentum transversum acetabuli;ujung yang sempit melekat pada fovea ( cekungan ) yang terdapat di caput femoris. Biasanya dalam ligamentum ini terdapat arteri kecil yang menuju ke caput femoris .
Gerak sendi
Fleksi : M. iliopsoas, M. pectinus, M. rectus femoris, M.adductor longus, M. adductor brevis, M. adductor magnus pars anterior tensor fascia lata
Ekstensi : M. gluteus maximus, M. gluteus semitendinosis,
M.semimembranosus, M. biceps femoris coput langum, M. adductor magnus pars posterior
Abduksi : M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. piriformis, M. Sartorius fasciae lata
Adduksi : M. adductor magnus, M. adductor longus, M. adductor brevis, M. gracilis, M. pectineus, M. obturator externus, M. quadrates femoris
Rotasi medialis : M. gluteus medius, M. gluteus minimus , M. tensor fasciae latae, M. adductor magnus ( pars posterior)
Rotasi lateralis : M. pisiformis, M.obturator internus, Mm. gamelli, M. obturator externus, M. quadrates femoris, M. gluteus maximus dan Mm. adductors.
Pada orang tua terutama perempuan sering terjadi fraktur collum femoris 10 kali lebih bayak pada laki-laki. Selain daripada kondisi tulang itu sendiri( osteoporosis) juga ditentukan oleh sudut inklinasi ( antar aksis collum femoris dan aksis corpus femoris ) . sudut inklinasi yang normal kurang lebih 126 derajat. Bila sudut inklinasi lebih kecil ( coxa vare ) lebih sering terjadi fraktur collum femoris dibandingkan pada sudut yang lebih besar ( coxa valga )
Mikroskopis
Tulang femur dikategorikan tulang panjang, gambaran histologi nya dibagi menjadi 2 bagian, tulang kompak dibagian luar dan tulang kanselosa di bagian dalam.
Pada bagian dalam (tulang kanselosa) terdiri dari trabekula tulang yang
bentuknya tipis dan bercabang. Trabekula sendiri dikelilingi oleh periosteum. Di luar periosteum terdapat rongga sumsum dengan pembuluh darah
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fraktur LO.1. Definisi dan Klasifikasi Fraktur
Fraktur : Putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis, maupun tulang rawan sendi
Fraktur Colum Femur : Fraktur yang terjadi di femur, biasanya sering ditemukan pada orang tua terutama wanita umur 60 tahun ke atas
Klasifikasi Fraktur
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1. Derajat I
o luka kurang dari 1 cm
o kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk. o fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan. o Kontaminasi ringan.
2. Derajat II
o Laserasi lebih dari 1 cm
o Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse o Fraktur komuniti sedang.
3. Derajat III
c. Fraktur Complete : Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi normal).
d. Fraktur incomplete : Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur :
1. Bentuk garis patah & hubungannya dengan mekanisme trauma Garis patah melintang : trauma angulasi/langsung
Garis patah oblique : trauma angulasi Garis patah spiral : trauma rotasi
Fraktur kompresi : trauma aksial-fleksi tulang spongiosa Fraktur avulsi : trauma tarikan/traksi otot pada tulang,
misalnya patella
2. Jumlah garis patah
Fraktur komunitif : garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
Fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
Fraktur multiple : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
3. Bergeser-tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser : garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
Fraktur bergeser : terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi fragmen. Dibagi lagi menjadi 3 jenis :
o Dislokasi ad longitudinam cum contractionum Tpergeseran searah sumbu dan overlapping) o Dislokasi ad axim (pergeseran membentuk sudut) o Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen
saling menjauhi
Klasifikasi Fraktur Colum femoris
a. Berdasarkan hubungan terhadap fraktur: 1. Ekstrakapsuler
2. Intrakapsuler
b. Berdasarkan lokasi anatomi : 1. Sub-kapital
2. Transservikal 3. Basal
c. Berdasarkan keadaan fraktur femur : 1. Fraktur leher
3. Fraktur diafisis 4. Fraktur suprakondiler 5. Fraktur kondiler
d. Berdasarkan Garden :
1. Fraktur tidak lengkap atau tipe abduksi/impaksi 2. Fraktur lengkap, tanpa pergeseran
3. Fraktur lengkap, disertai sebagian pergeseran 4. Fraktur tidak lengkap, disertai pergeseran penu 5.
e. Berdasarkan Pauwel (berdasarkan sudut inklinasi leher femur) : 1. Tipe 1 : garis fraktur 30˚
LO.2. Etiologi Fraktur
Trauma : akibat jatuh dari ketinggian, kecelakaan pekerjaan, kecelakaan lalu lintas, dsb.
Trauma dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
Trauma Langsung : benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat tersebut
Trauma Tidak Langsung : bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan serta fraktur yang diakibatkan trauma yang minimal atau tanpa trauma adalah fraktur patologis yaitu fraktur dari tulang yang patologik misalnya akibat osteoporosis
Etiologi fraktur collum femur :
Trauma Tak Langsung : disebabkan gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Karena kepala femur terlihat kuat dengan ligamen di dalam acetabulum oleh ligament iliofemorale dan kapsul sendi,
mengakibatkan fraktur di daerah colum femur. Pada dewasa muda apabila terjadi fraktur interkapsuler berarti traumanya cukup hebat. Kebanyakan fraktur colum femur terjadi pada wanita tua dimana tulangnya sudah mengalami osteoporotik
LO.3. Patofisiologi Fraktur
Kesalahan pelatihan adalah faktor-faktor risiko yang paling umum untuk patah tulang leher femur, termasuk peningkatan mendadak dalam jumlah atau intensitas pelatihan dan pengenalan aktivitas baru. Faktor lainnya yaitu kepadatan tulang yang rendah, komposisi tubuh normal, kekurangan makanan, kelainan biomekanik, dan ketidak teraturan menstruasi.
Faktor predisposisi, seperti variasi anatomi, osteopenia relatif, kondisi fisik yang buruk, kondisi medis sistemik(demineralisasi tulang), atau tidak aktif sementara, dapat membuat tulang lebih rentan terhadap patah tulang stres. Perempuan cenderung untuk mengarahkan gaya aksial pada bantalan berat di sepanjang sumbu yang berbeda dari tulang panjang dibandingkan dengan pria.Perempuan juga memiliki massa otot <25%per berat badan daripada pria. Hal ini dapat berkonsentrasi, bukan menghilang, kurangnya stabilisasi melalui anatomi tulang.
Insiden yang lebih tinggi sebagian merupakan hasil dari perbedaan mekanis dan variasi anatomi antara pria dan wanita. Perbedaan pada wanita meliputi berbagai panjang langkahnya, jumlah langkah per jarak, panggul luas, coxa vare, dan genu valgus.
Latihan-dengan kelainan endokrin yang dikenal dapat menghasilkan amenorrhea(hilangnya siklus menstruasi) atau kekurangan gizi, yang dapat menyebabkan demineralisasi tulang dan dapat menempatkan pasien pada risiko berbagai cedera berlebihan. Stres fraktur, terutama di tulang trabekuler, telah menunjukkan penurunan kandungan mineral tulang. Penurunan ini dapat direproduksi dengan penurunan estrogen yang beredar, yang diamati pada atlet wanita amenorrhea. Kurangnya estrogen pelindung menyebabkan penurunan massa tulang. Tiga pengaruh terbesar: amenorrhea, osteoporosis, dan makan teratur mempengaruhi banyak wanita aktif. Keropos tulang ireversibel merupakan risiko tinggi untuk patah tulang.
Kebanyakan orang tidak atlet yang kompetitif dan tidak mungkin berada pada tingkat kebugaran optimal. Individu sering memaksa diri untuk berpartisipasi pada tingkat yang mereka tidak sehat secara fisik.Fleksibilitas, kekuatan otot, dan koordinasi neuromuskular berkontribusi untuk cedera pada individu yang tidak terlatih.
LO.4. Manifestasi Klinis Fraktur
a. Deformitas ( perubssahan struktur atau bentuk)
b. Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh darah c. Ekimosis ( perdarahan subkutan)
d. Spasme otot karena kontraksi involunter disekitar fraktur
f. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan syaraf, dimana syaraf ini terjepit atau terputus oleh fragmen tulang
g. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang, nyeri atau spasme otot
h. Pergerakan abnormal
i. Krepitasi, yang dapat dirasakan atau didengar bila fraktur digerakan j. Hasil foto rontgen yang abnormal
Akibat terjadi kepatahan/patah tulang, tulang tersebut mengadakan adaptasi terhadap kondisi tersebut, diantaranya adalah mengalami proses penyembuhan atau perbaikan tulang. Faktor tersebut dapat diperbaiki tapi prosesnya lambat, karena melibatkan pembentukan tulang baru. Proses tersebut terjadi secara bertahap, yang dikaji dalam 4 tahap yaitu :
1) Pembentukan prokallus/haematoma
Haematoma akan terbentuk pada 48 sampai 72 jam pertama pada fraktur yang disebabkan karena adanya perdarahan yang terkumpul disekitar fraktur yaitu darah dan eksudat, kemudian akan diserbu oleh kapiler dan sel darah putih terutama netrofil, kemudian diikat oleh makrofag, sehingga akan terbentuk jaringan granulasi.
2) Pembentukan Kallus
Selama 5 sampai 5 hari osteoblast menyusun trabekula disekitar ruangan-ruangan yang kelak menjadi saluran harvest. Jaringan itu ialah jaringan osteosid, disebut Kallus yang berfungsi sebagai bidai (Splint) yang terbentuk pada akhir minggu kedua.
3) Osifikasi
Dimulai pada 2 sampai 3 minggu setelah fraktur jaringan kallus akhirnya akan diendapi oleh garam-garam mineral, dan akan terbentuk tulang yang menghubungkan kedua sisi yang patah.
4) Penggabungan dan Remodelling
Kallus tebal diabsopsi oleh aktivitas dari osteoblast dan osteoclast menjadi konteks baru yang sama dengan konteks sebelum fraktur.Remodeling berlangsung 4 sampai 8 bulan.
LO. 5. Pemeriksaan Fraktur
LO.6. Diagnosis dan diagnosis banding Fraktur
a. Anamnesis: ada trauma atau tidak. Bila tidak ada trauma berarti fraktur patologis. Trauma juga harus diperinci jenisnya, besar ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau ekstremitas yang bersangkutan b. Pemeriksaan Umum: dicari kemungkinan ada komplikasi khusus ,
misalnya: shock pada fraktur multipel, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi
c. Pemeriksaan fisik :
Fungsio laesa: hilangnya fungsi contohnya pada fraktur cruris tidak dapat berjalan dan pada antebrachii tidak dapat menggunakan lengan Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian
distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan
Movement :
1. Krepitasi. Terasa krepitasi saat fraktur digerakan, tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulang kortikal pada tulang spongiosa atau tulang rawan
2. Nyeri bila digerakan baik pada gerakan aktif maupun pasif
3. Memeriksa seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan
4. Gerakan yang tidak normal: gerakan yang terjadi tidak pada sendi . contohnya pertengahan femur dapat digerakan, ini adalah bukti penting adanya fraktur yang membuktikan adanya “putus kontinuitas tulang” sesuai definisi fraktur
d. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior posterior dan lateral, posisi yang salah akan memberikan interoretasi yang salah juga. 2 waktu yang berbeda (saat trauma dan 10 hari setelah trauma), 2 sendi (sendi proksimal dan distal), serta 2
eksremitas pembandingbila garis fraktur memungkinkan. kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar – x pada pelvis dan tulang belakang
LO. 7. Penatalaksanaan Fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi
a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal.
Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya.
Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.4 Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.
Metode reduksi :
dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. 3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b. Imobilisasi
Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat
“eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll) c. Rehabilitasi
Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit.
Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.
Proses Penyembuhan Fraktur
Secara ringkas tahap penyembuhan fraktur dibagi menjadi 5 tahap sebagai berikut
1. Stadium Pembentukan Hematom :
- Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek
- Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot) - Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam
2. Stadium Proliferasi Sel / Inflamasi :
- Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang - Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang - Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi 3. Stadium Pembentukan Kallus :
- Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus) - Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
- Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu - Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi
4. Stadium Konsolidasi :
- Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu
- Secara bertahap menjadi tulang mature
- Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan 5. Stadium Remodeling :
- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur - Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
- Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda penebalan tulang.
Proses penyembuhan tulang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mencakup: usia, lokasi dan jenis fraktur, kerusakan jaringan sekitar fraktur, banyaknya gerakan pada fragmen fraktur, pengobatan, adanya infeksi atau penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus), derajat trauma, gap antara ujung fragmen dan pendarahan pada lokasi fraktur.
LO.8. Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini dan komplikasi lambat. Komplikasi segerea terjadi pada saat terjadinya fraktur tulang; komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian; dan komplikasi lambat terjadi lama setelah patah tulang. Ketiganya dibagi lagi masing-masing menjadi komplikasi local dan umum.
1. Komplikasi segera a. Lokal
- Kulit dan otot: berbagai vulnus (abrasi, laserasi, sayatan, dll), kontusio, avulse
- Vascular: terputus, kontusio, perdarahan
- Organ dalam: jantung, paru-paru, hepar, limpa (pada fraktur kosta), buli-buli (pada fraktur pelvis)
Neurologis : otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer b. Umum
Nekrosis kulit otot, sindrom kompartmen, thrombosis, infeksi sendi,
-Tulang : Malunion, nonunion, delayed union, osteomielitis, gangguan pertumbuhan, patah tulang rekuren
-Sendi: ankilosis, penyakit degenerative sendi pascatrauma, miositis osifikan, distrofi refleks, kerusakan saraf
b. Umum
Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan hiperkalsemia)
Neurosis pascatrauma LO.9. Prognosis
Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang sangat bergantung pada lokasi fraktur juga umur pasien. Rata-rata masa penyembuhan fraktur:
Lokasi Fraktur Masa Penyembuhan Lokasi Fraktur Masa Penyembuhan 1. Pergelangan
tangan
3-4 minggu 7. Kaki 3-4
minggu
2. Fibula 4-6 minggu 8. Metatarsal 5-6 minggu
3. Tibia 4-6 minggu 9. Metakarpal 3-4 minggu
4. Pergelangan kaki
5-8 minggu 10. Hairline 2-4
minggu
5. Tulang rusuk 4-5 minggu 11. Jari tangan 2-3 minggu
6. Jones fracture 3-5 minggu 12. Jari kaki 2-4
minggu
Rata-rata masa penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6 minggu), lansia (> 8 minggu)
Jumlah Kematian dari fraktur: 4,3 per 100.000 dari 1.302 kasus di Kanada pada tahun 1997
Tingkat kematian dari fraktur:
• Kematian : 11.696
• Insiden : 1.499.999
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim (Editor). 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC
Reksoprodjo S. Dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. FKUI. Jakarta
Buku Anatomi Klinis Dasar