• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN DAN PERANAN USIA LANJUT DI DAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEDUDUKAN DAN PERANAN USIA LANJUT DI DAL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN DAN PERANAN USIA LANJUT DI DALAM DAN LUAR GEREJA (Kebutuhan Dewasa Lanjut dalam Pembinaan Orang Dewasa Lanjut)

Pendahuluan

Pada dasarnya lansia sering diabaikan oleh gereja dengan alasan bahwa mereka sudah berada dalam lanjut usia maka peran dan kedudukannya tidak begitu diharapkan di dalam gereja. Ini adalah permasalahan yang sering di dapatkan di dalam gereja terhadap kedudukan dan peran lansia di dalam dan luar gereja. Peranan dan kedudukan lansia ini sebenarnya dapat membantu merubah pola pikir dan meningkatkan kuantitas gereja. The older adult is they are vital human beings with gifts and abilities, still growing in their understanding of life and its responsibilities (Gangel, 1983:226). Dalam hal ini penulis memberikan penjelasan akan kedudukan dan peran lansia di dalam dan luar gereja.

Defenisi Usia lanjut

Usia lanjut (lansia)1 adalah tahapan menuju penuaan dengan melemahnya kondisi dan

situasi jaringan penyusun tubuh dalam segi biologis maupun dalam segi ekonomis. Menurut ilmu gerontologia (ilmu mengenai usia lanjut)2, umur kronologis adalah umur yang dihitung

1 Lanjut Usia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan danya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapaiusia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya,yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengankondisi lingkunganya. Menurut WHO Lansia dapat dibagi atas Middle aged antara 45-59 tahun, Elderly antara 60-74 tahun, Aged 75 tahun atau lebih. Sementara itu,menurut Pathy (1985) Lansia dapat dikelompokkan atas Young elderly antara 65-75 tahun dan Old elderly 75 tahun keatas.

Dalam penelitian mengenai “Hubungan fungsi Keluarga DenganKualitas Hidup Lansia” menyatakan pada umumnya setelah orang memasuki lansia akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan

lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi semakin lambat. Sementara fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi krang cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi

tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan kepribadian lansia (http://www.academia.edu/8603013/BAB_I_BAB_II_BAB_III_DAFTAR_PUSTAKA)

(2)

dari jumlah tahun yang sudah dilewati seseorang. Ini adalah umur yang umum kita kenal misalnya 50 tahun, 60 tahun. Menurut Hurlock, bahwa lansia mempunyai sejumlah

karateristik, yaitu sebagai periode kemunduran; masa menghadapi efek penuaan yang tengah terjadi; masa menghadapi penilaian orang lain mengenai ketuaan dan penuaan diri; sering dianggap sebagai kelompok minoritas oleh masyarakat sehingga terabaikan; sebagai masa membutuhkan perubahan peran sesuai dengan penurunan daya pada masa tua; selalu tidak mudah dalam menyesuaikan diri dalam keluarga dan masyarakat; memiliki keinginan yang kuat untuk kembali muda (Sidjabat, 2014: 75).

Peranan dan Kedudukan Usia Lanjut di Dalam Gereja

Peranan dan kedudukan lansia di dalam gereja tidak dapat dipisahkan karena kedudukan lansia di dalam gereja mempengaruhi peranannya di dalam gereja itu sendiri. Maka ada beberapa peranan dan kedudukan lansia di dalam gereja adalah:

1. Lansia sebagai panutan,teladan, dan penasehat (Ayub 15:10, I Raja2 12:6,8)

Peranan dan kedudukan lansia di dalam hal ini adalah memberikan teladan sebagai orangtua yang memiliki pengalaman jika dibandingkan dengan kaum muda. Lansia yang memiliki pengalaman tentunya ia ingin berbagi kepada kaum muda baik dalam pengalaman iman maupun pengalaman membina keluarga. Sikap panutan, teladan, dan pemberi nasehat kelihatan dalam aktivitas setiap hari dari lansia untuk mendidik dan mengarahkan kehidupan kaum muda di dalam gereja. Panutan mencakup: karakter, dan spiritual keagamaan.

2. Lansia sebagai partisipator di dalam gereja

Untuk meningkatkan pertumbuhan gereja maka partisipasi dari lansia menjadi penyokong dalam membina hubungan kerja sama di dalam gereja. Partisipasi ialah suatu faktor internal dalam pengajaran yang berpusat pada kehidupan, tetapi maknanya lebih dalam daripada yang biasa dipahami dalam pendidikan (Cully, 2012:109). Artinya bahwa lansia melakukan tindakan mendidik bukan hanya sebagai teori tetapi ada praktek yang dilakukan di dalam gereja. Nasehat, keteladanan dan panutan lansia merupakan pendidikan non-formal bukan formal. Partisipasi berarti keikutsertaan lansia secara pribadi dalam komunitas gereja yang

(3)

ada, dapat digalakkan melalui teknik-teknik yang telah dikembangkan di dalam gereja. Partisipasi ini lebih condong ke dalam kerja sama dengan kelompok yang muda di dalam gereja dan keikutsertaan lansia pada masa tuanya tidak pernah terlepas – tidak memiliki keterbatasan dalam mengkomunikasikan – pemahamannya di dalam lingkungan ia berada. Sebagai partisipator lansia menstransformasikan ilmu yang dimiliki (baik dalam bentuk pengalaman maupun tindakan). Tujuannya untuk menyatakan yang benar, dan tepat berdasarkan pengalamannya di luar gereja maupun di dalam gereja.

Dengan demikian lansia telah menjadi partisipator mengembangkan gereja, dan hal ini juga mempengaruhi kebutuhan lansia untuk “selalu didengar” dalam berbagai situasi dan kondisi. Menurut teori Erikson, orang yang berusia lanjut lebih menonjolkan integritas atau pengalaman pribadi yang lebih mapan. Maklumlah pengalaman hidup mereka sudah panjang. Maka lansia sangat penting dalam hal mengembangkan gereja karena dalam melakukan tugasnya sabar dan bijaksana.

3. Lansia sebagai pengikat kesatuan

Di dalam gereja peran lansia kadangkala tidak begitu terlihat jelas akan peranan dan kedudukannya secara nyata disebabkan karena kurangnya perhatian gereja tidak terlalu fokus kepada lansia. Maka perlunya gereja memperhatikan akan kehidupan lansia khususnya dalam “perhatian” untuk mendukung penatalayanan gereja yang komprehensif. Sebenarnya, lansia secara tidak sadar di dalam gereja sebagai pengikat kesatuan antara warga jemaat karena lansia lebih dominan di dalam gereja. Lansia yang dominan inilah menjadi sumber pengajaran teladan. Pengikat kesatuan berarti pengikat hubungan kerja sama (saling menceritakan akan masalah hidup kepada sesama lansia, saling berbagi info seputar

pengalaman hidup, dan saling memberikan dukungan dalam penataan masa depan khususnya di dalam pembinaan spiritual dan ekonomi). Dalam hal rajin ke gereja juga mampu

(4)

4. Peran dan kedudukan lansia sebagai subjek, bukan sebagai objek

Lansia lebih senang jika kehidupan mereka diutamakan dalam berbagai aspek gerejawi bahkan peranan dan kedudukan mereka dapat memberikan dampak bagi audiensnya.

Sebagian warga lansia ingin diperlakukan sebagai objek. Mereka mendengar dan

mengaminkan khotbah atau renungan pendeta atau pembina. Sebagian lainnya mengajukan pertanyaan dan ingin berdiskusi. Mereka ingin berperan sebagai subjek dalam kegiatan pembinaan karena mereka ingin diaktifkan, metode dialog dan diskusi kelompok lebih tepat dikembangkan. Para lansia yang ikut dalam kelompok pembinaan harus diberanikan atau dibantu pula untuk menyatakan pemahaman dan perasaannya. “Maksud pertanyaan Bapa tadi adalah..”, demikian misalnya pendeta memberikan pertolongan. Kemudian, jawaban pun diberikan (Sidjabat, 2014 171).

Jadi, hal inilah yang sangat dinanti-nantikan oleh lansia khususnya dalam pembinaan kebutuhan mereka, dan peningkatan terhadap pemahaman akan Alkitab.

5. Peranan dan kedudukan lansia sebagai Manusia yang Potensial3

Lansia secara menyeluruh mereka memberi kemampuan dan pengalaman profesional yang langka untuk didayagunakan dalam gereja. Artinya bahwa dalam sepanjang perjalanan hidup lansia memiliki profesi yang berpotensi di dalam setiap bidangnya. Hal inilah yang perlu diperhatikan di dalam gereja dengan tidak mengabaikan peranan lansia untuk terus berkreatifitas dan mengembangkan profesi yang ada. Walaupun di sisi lain bahwa penurunan kekuatan fisik telah menurun. Solusinya adalah gereja harus menempatkan lansia sebagai pribadi yang memiliki potensi di dalam pengalaman dan gereja sehingga kedudukan lansia dihargai dan tempatkan sebagai teladan. Gereja4 harus menempatkan lansia sebagai sumber

ilmu yang baru dalam pengembangan kebutuhan baik secara jasmani (kreatifitas-kreatifitas, skill dalam bidangnya yang diemban pada masa mudanya) maupun dalam rohani

(pengalaman iman). Permasalahan sering terjadi kurangnya dukungan dari pihak gereja sehingga lansia ini mengalami tekanan dalam diri karena merasa tidak dihargai dalam skill atau profesi yang ada di dalam dirinya.

6. Gereja ada karena Lansia

3Dalam buku yang berjudul “Ajarlah mereka melakukan” kumpulan karangan seputar Pendidikan Agama Kristen. Penyuting Dr. Andar Ismail.

(5)

Eksistensi gereja terus berkembang. Pada dasarnya bahwa gereja berdiri karena adanya warga gereja (muda – anak, remaja, dan dewasa) tetapi dengan perkembangan zaman, usia lansia yang dulu masih muda tentu sekarang sudah tua, sebab pertambahan umur. Artinya bahwa lansia adalah memiliki peranan yang aktif dan berkesinambungan di dalam gereja. Gereja harus mengerti akan peranan besar dari lansia di dalam gereja (apalagi kalau lansia pernah menjadi ketua majelis, penatua, atau pernah menjadi pendeta maka tiba saat

pensiunnya), mereka inilah yang terus menjadi penyokong yang kuat di dalam gereja. Jadi, Allah yang mengaruniakan usia lanjut pada seseorang bukanlah untuk kesia-siaan. Itulah sebabnya pemazmur mengatakan dalam doanya: “Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai sekarang aku memberitakan perbuatan-Mu yang ajaib, juga masa tuaku dan putih rambutku, ya Allah, janganlah meninggalkan aku, supaya aku memberitakan kuasa-Mu kepada angkatan ini, keperkasaan-kuasa-Mu kepada semua orang yang akan datang

(Maz.71:17-18). Hal ini tampak lebih jelas lagi dengan adanya istilah ‘penatua/presbyteros5

dan ‘tua-tua’ yang dipakai dalam Alkitab, untuk menunjuk pada kedudukan pimpinan yang wibawanya diakui (Ismail, 2010:221-222).

Kedudukan dan Peranan Usia Lanjut di Luar Gereja

Selain kedudukan dan peranan lansia di dalam gereja, lansia juga memiliki kedudukan dan peranan di luar gereja. Kedudukan dan peranan inilah yang memberikan deskripsi akan kehidupan lansia di luar gereja (life older adults out church) sehingga tercermin di luar gereja hidup dari lansia. Ada beberapa kedudukan dan peranan lansia di luar gereja adalah:

1. Dalam Keluarga6

Menurut Thompson bahwa keluarga Kristen tempat-tempat pembentukan yang istimewa di dalam Kristus, dan sesungguhnya para keluarga tersebut merupakan tempat pembentukan primer bagi iman, dan juga merupakan konteks yang berarti bagi

kesinambungan pertumbuhan rohani dewasa (Thompson, 2012: 12). Artinya bahwa sebelum lansia menjadi lansia tentunya terlebih dahulu “ia” dididik dalam sebuah keluarga. Maka dalam keluarga kedudukan dan peranannya, yaitu:

a. Lansia sebagai Motivator dalam keluarga

5 Paulus hanya menyebut dua kelompok pejabat yang berbeda di dalam pembukaan suratnya kepada jemaat di Filipi: “penilik jemaat dan diaken” Lima puluh tahun setelah Paulus menulis surat ini, Polykarpus (7-155), murid rasul Yohanes, menulis surat penting kepada jemaat Filipi yang di dalamnya juga mengacu pada para pejabat di gereja itu (Strauch, 2008:52-53)

(6)

Artinya bahwa lansia memiliki tanggungjawab dalam mengarahkan kehidupan anak-anaknya yang sudah berkeluarga. Tujuannya agar keluarga dapat belajar dari pengalaman lansia tentang sistem pengaturan kehidupan berumah tangga yang sesuai dengan

kehendak Tuhan. Maka lansia sebagai motivator dalam berbagai aspek keluarga, misalkan dalam manajemen keuangan, pengaturan sistem kerja yang baik, ketegasan dalam

mendidik anak-anak, dan membina keluarga yang harmonis.

b. Lansia sebagai penasehat

Artinya bahwa karena lansia telah lebih dulu “tahu” akan pengalaman hidup maka cenderung bersifat mengatur – otoriter – di dalam keluarga. Nasehat seringkali

merupakan nasehat berkepanjangan jika dilihat dan dinilai salah tindakan kedua anaknya dalam membina keluarga.

c. Cenderung mau “aktif” dan terlibat dalam pekerjaan rumah tangga

Artinya bahwa lansia untuk memenuhi hasratnya dengan profesi yang dimiliki selalu ingin diterapkan dalam keluarga. Jika profesi yang dimiliki tidak tersalurkan maka lansia kemungkinan mengalami depresi, nafsu makan berkurang karena tidak ada yang mau mendengarkan dia dalam berbicara maupun menghargai pekerjaan yang dilakukannya. Akibatnya keluarga khawatir akan kesehatan dan biaya jika megalami sakit. Keluarga sebenarnya tidak menginginkan lansia dalam beraktivitas lebih, artinya lansia butuh istirahat secukupnya.

2. Masyarakat

Kedudukan lansia di dalam masyarakat biasanya tergantung dalam satu kultural masyarakat. Ada memang yang “dituakan” dan ada juga yang dianggap memiliki peran dan kedudukannya diabaikan (lansia dipandang lemah dalam segala segi baik dari fisik maupun dalam intelektual dalam mengikuti globalisasi).

3. Bangsa dan Negara

Tercantum dalam UU RI NO.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia (lansia) pada pasal 6 bahwa:

1. Lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

2. Selain kewajiban yang dimaksud pada ayat 1 sesuai peran dan fungsinya. Lanjut usia juga berkewajiban: Pertama, membimbing dan memberi nasehat secara arif

berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya. Kedua, mengamalkan dan

(7)

pengalaman yang dimilikinya kepada generasi penerus. Ketiga, memberikan keteladanan dalam segala aspek kehidupan kepada generasi penerus.7

Pembinaan Usia Lanjut

Sebagai lansia tentunya harus terus dilakukan pembinaan dalam kehidupannya setiap harinya. Tujuannya pembinaan untuk memudahkan, menolong, dan memberikan kenyamanan lansia di masa tuanya. Ada beberapa beberapa prinsip pembinaan adalah:

1. Orang dewasa lanjut tetap membutuhkan pembinaan iman.

Gereja dapat mengembangkan bahan pengajaran Alkitab khususnya dalam II Korintus 5:1-10. Akan tetapi, dibalik semua itu Allah telah menyediakan “tempat kediaman kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia”. Dan Titus 2:1-5 ditegaskan oleh Rasul Paulus kepada Titus bahwa laki-laki dan perempuan tua, sebagai orang-orang berdosa yang kemudian beriman kepada Yesus Kristus, sama-sama membutuhkan pembinaan. Teapanya ditegaskan “Tetapi engkau, beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat: laki-laki yang tua hendaklah hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan. Demikian juga perempuan-perempuan tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang yang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal baik” (Sidjabat, 2014:166-167).

2. Bahan-bahan pengajaran harus relevan

Dengan peningkatan kebutuhan lansia terhadap pengenalan akan Tuhan lebih pribadi (owneed faith) dan termasuk jaminan hidup yang kekal; tanggung jawab terhadap diri sendiri (menghadapi masa tua dengan kreatif); tanggung jawab terhadap keluarga (termasuk anak dan menantu); tanggung jawat terhadap gereja (warga jemaat) dan masyarakat.

3. Pendekatan dan pelayanan terhadap kelompok lansia perlu dikembangkan secara kreatif dengan memperhatikan perubahan sikap mental mereka dalam beberapa aspek, yaitu mereka belajar lebih berhati-hati (butuh waktu lama dalam menghubungkan gagasan mereka dengan waktu dengan pangalaman); terjadi penurunan kemampuan dalam memberikan argumentasi karena sikap hati-hati; daya ingat terhadap hal-hal yang baru dipelajari terus berkurang, tetapi dalam hal-hal yang lama bertahan;

(8)

4. Membina orang dewasa lansia mencakup pemenuhan layanan bagi kebutuhan fisik dan psikologis serta kesehatan. Misalkan dalam kebutuhan fisik, harus diperhatikan

temperatur, sirkulasi udara dalam ruangan (gereja dan rumah) di mana lansia berada, peralatan rumah tangga yang sesuai, tingkat polusi dan kegaduhan yang dikontrol, serta fasilitas ruangan untuk melakukan kegiatan. Kebutuhan psikologis mencakup ruangan pribadi juga sarana rekreasi melalui TV dan sarana olahraga yang tempat, tempat

penyimpanan barang secara pribadi, kunjungan dari saudara-saudara dan perhatian, serta sarana transportasi. Kebutuhan kesehatan mencakup makanan sehat dan bergizi,

pertolongan mengatur waktu tidur dan olahraga dan pelaksanaan chek-up yang teratur. (Sidjabat, 2014: 172)

5. Pembinaan dan peranan dari gereja

Tugas gereja juga memperhatikan kebutuhan lansia dalam segi:

1. Kunjungan. Kunjungan merupakan tindakan aktif dari gereja untuk memperhatikan lansia pada masa tuanya. Kunjungan membantu lansia untuk lebih aktif dalam organisasi gereja seperti dalam persekutuan, dan doa. Gereja harus memberikan perhatian agar pertumbuhan imannya berkembang dan tidak mengalami stagnasi. 2. Melibatkan dalam satu organisasi. Lansia cenderung lebih menyukai jika gereja

mempercayakan satu tanggung jawab kepada lansia, walaupun tidak sepenuhnya mampu untuk melaksanakan karena kelemahan fisik.

3. Memperhatikan kebutuhan jasmani. Hal ini gereja ikut berpartisipasi dalam memberikan dukungan kepada lansia. Memperhatikan kebutuhan, gereja harus membantu dalam bagian kesehatan seperti pemberian obat gratis, dan pakaian. Khusus bagi yang menderita penyakit dan memerlukan obat medis.

4. Mendoakan. Gereja harus tetap mendoakan lansia agar agar lansia merasakan perhatian gereja melalui kunjungan dan dukungan dalam kebutuhan lansia. 5. Memberikan motivasi dalam menjaga kedamaian, mendukung panti jompo dan

memberikan dukungan dalam pembiayaan hidup lansia yang tidak mampu.

Jadi, selain keluarga maka gereja juga harus mempehatikan kebutuhan dari lansia pada masa tuanya. Hal ini mencerminkan pelayanan gereja dan keikutsertaan lansia dalam organisasi sebagai pribadi yang dihargai oleh gereja.

KESIMPULAN

(9)

disimpulkan bahwa kedudukan dan peranan lansia (lanjut usia) sangat penting di dalam gereja. Gereja harus memperhatikan lansia sebagai satu oknum yang mampu menyokong kekokohan gereja karena lansia tentunya memiliki saran-saran, kritikan dan tanggapan yang mampu memberikan dukungan agar gereja lebih baik lagi.

Penulis memberikan satu masukan bahwa lansia bukan sekedar lansia yang tua tetapi lansia adalah lansia yang tua tetapi sekaligus memberikan dampak di dalam gereja maupun keluarga. Gereja harus memperhatikan lansia dalam segi dan kondisi apapun karena itulah gereja mulai dari sekarang harus memberikan support dalam mengembangkan pertumbuhan iman, kesehatan dan keakraban dalam satu kesatuan yang utuh. Sebab lansia juga ciptaan Tuhan.

Lansia membutuhkan pembinaan secara spiritual karena bisa saja lansia bergumul dalam permasalahan hidup yang sedang dialami baik dari perubahan bentuk fisik, mental dan kekuatan yang sudah melemah. Pembinaan inilah yang terus dikembangkan oleh gereja karena membina lansia harus memiliki kesabaran dalam beberapa hal seperti sikap yang kembali seperti “anak”. Jadi tanggung jawab gereja harus tetap memberikan dukungan agar lansia tetap merasakan perhatian dari gereja karena lansia butuh perhatian.

Berbagai kebutuhan lansia harus tetap dikerjakan oleh gereja karena gereja mempunyai tanggung jawab yang harus dijalankan dalam membina dan mengerti akan kebutuhan dari lansia itu sendiri. Lansia tidak semestinya diabaikan, dicuekin, dipandang tak mampu tetapi gereja harus menilai bahwa lansia mempunyai potensi dari segi pengalaman sebagai orangtua. Demikian juga peranan keluarga dalam membina orangtua yang lansia harus tepat, rutin, konkret dan memberikan, mencukupkna kebutuhan lansia.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Culy, Iris V.

2012 Dinamika Pendidikan Kristen. Jakarta: BPK.Gunung Mulia

Gangel, Kenneth O.

2001 Membina Pemimpin Pendidikan Kristen. Malang: Gandum Mas

(10)

1983 The Christian Educakator’s Handbook on Adult Education. Canada England.

Sidjabat, B.S.

2014 Pendewasaan Manusia Dewasa. Bandung: Kalam Hidup

Strauch, Aleksander.

2008 Diaken dalam Gereja Penguasa atau Pelayan? Yogyakart: Andi

Thompson, Marjorie L.

2012 Keluarga sebagai Pusat Pembentukan. Jakarta: BPK.Gunung Mulia

Wuwungan, O.E.Ch.

2009 Bunga Rampai Pembinaan Warga Gereja. . Jakarta: BPK.Gunung Mulia

Sumber Internet:

www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/45/438.bpkp, diakses tanggal 21 Maret 2015.

http://www.sabda.org/c3i/book/export/html/4830, di akses tanggal 21 Maret 2015

Referensi

Dokumen terkait

Switch kedekatan beroperasi dengan gangguan medan elektromagnetik, dengan kapasitansi, atau dengan merasakan medan magnet.Jarang, perangkat operasi akhir seperti

Minyak ikan virgin fish oil tersebut memiliki nilai bilangan anisidin yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak ikan yang berasal dari pulau Jawa dan minyak ikan

 In0ra'truktur 'e1aai moal In0ra'truktur 'e1aai moal 'o'ial ma'2arakat 'anat 'o'ial ma'2arakat 'anat iperlukan alam iperlukan alam

Nilai signifikansi hasil analisis komparatif indikator pada variabel faktor eksternal antara pendamping Kabupaten Jembrana dan Klungkung lebih besar dari alfa 10

Hasil penelitian ini relatif mirip dengan penelitian yang dilakukan Nasser dkk 37 pada spesimen FNAB tiroid yang menunjukkan bahwa CK19 dapat membedakan lesi

Diantara variabel faktor internal dan faktor external sosial ekonomi mana sajakah yang paling besar pengaruhnya terhadap curahan waktu kerja wanita tani pada

Dikatakan dalam ketentuan umum, Penyandang Disabilitas adalah “setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang

SIKLUS HIDUP BEBERAPA PARASIT Cacing Tambang .. )0acing de/asa *ada mukosa usus-. 0acing tambang de/asa melekat *ada villi usus halus dengan bucal ca*sulnya. Tam*ak cacing