• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik Dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik Dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara substantif pengertian Hak atas Kekayaan Intelektual (selanjutnya

disebut HAKI) dapat di deskripsikan sebagai “Hak atas kekayaan yang timbul

atau lahir karena kemampuan intelektual manusia”. Pada dasarnya karya-karya

yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia merupakan inti dan

objek pengaturan dalam HAKI. Dikatakan sebagai kemampuan intelektual

manusia karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni sastra, ataupun teknologi

memang dilahirkan atau dihasilkan oleh manusia melalui kemampuan

intelektualnya, melalui daya cipta, rasa dan karsanya. Karya-karya seperti ini

penting untuk dibedakan dari jenis kekayaan lain yang juga dapat dimiliki

manusia, tetapi tidak tumbuh atau dihasilkan oleh intelektualita manusia.

Misalnya: kekayaan yang diperoleh dari alam, seperti tanah dan/atau tumbuhan

berikut hak-hak kebendaan lain yang diturunkan. Dari segi ini, dapat dengan

mudah dipahami perbedaan antara Intellectual Property Right (IPR) dengan Real

Property.

Karya-karya intelektual tersebut, apakah di bidang ilmu pengetahuan, seni,

sastra, atau teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan sehingga menjadikan karya

yang dihadirkan menjadi bernilai. Apalagi dengan manfaat ekonomi yang dapat

(2)

(property) terhadap karya-karya intelektual itu bagi dunia usaha karya-karya itu

dikatakan sebagai asset perusahaan.

Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual manusia pada

akhirnya menimbulkan kebutuhan untuk melindungi atau mempertahankan

kekayaan tersebut. Pada gilirannya, akan melahirkan konsepsi perlindungan

hukum atas kekayaan intelektual (Intellectual Property) tadi, termasuk di

dalamnya adalah pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakikatnya pula,

HAKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud

(intangible).1

Dari sudut pandang HAKI, penumbuhan aturan diperlukan karena adanya

sikap penghargaan, penghormatan, dan perlindungan tidak saja akan memberikan

rasa aman, tetapi juga akan mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan

semangat untuk menghasilkan karya-karya yang lebih besar, lebih baik, dan lebih

banyak.

Pengembangan HAKI terwujud dalam kebutuhan akan perlindungan

hukum yang berintikan pada pengakuan terhadap HAKI tersebut, dan hak untuk

atau dalam waktu tertentu dapat dieksploitasi-komersialisasi atau menikmati

sendiri kekayaan tersebut. Selama kurun waktu tertentu orang lain hanya dapat

menikmati atau menggunakan atau mengeksploitasi hak tersebut atas izin pemilik

hak. Karenanya perlindungan dan pengakuan hak tersebut hanya diberikan khusus

kepada orang yang memiliki kekayaan tadi, maka sering dikatakan bahwa hak

seperti itu eksklusif sifatnya (eksklusive right).

1

(3)

Adanya perlindungan hukum seperti itu dimaksudkan agar pemilik hak

dapat menggunakan atau mengeksploitasi kekayaan tadi dengan aman. Pada

gilirannya, rasa aman itulah yang kemudian menciptakan iklim atau suasana yang

memungkinkan orang dapat berkarya guna menghasilkan ciptaan atau temuan

berikutnya. Sebaliknya, dengan perlindungan hukum pula, pemilik diminta untuk

mengungkap jenis, bentuk, dan cara kerja serta manfaat dari kekayaan itu. Ia dapat

aman mengungkapkan (discloses) karena adanya jaminan perlindungan hukum,

sebaliknya masyarakat dapat ikut menikmati atau menggunakln atas dasar izin

atau bahkan mengembangkannya secara lebih lanjut. Dalam hal ini hukum bukan

hanya berfungsi mendisiplinerkan ekonomi, tetapi terwujud dalam

kegiatan-kegiatan ekonomi itu sendiri. Ini berarti bahwa kehadiran sistem peraturan

(hukum) merupakan syarat mutlak untuk dapat berlangsungnya kegiatan ekonomi

atau bisnis.

Pasal 27 The Declaration of Human Rights, yang menyatakan: Everyone

has the right Freely to participate in the culture life of the community, to enjoy the

arts and to share in scientific advancement and its benefit; Everyone has the right

to the protection of the moral and material interest resulting from any scientific,

literary of artistic production of which he is the author.2

Untuk menjaga keseimbangan kepentingan pribadi individu dengan

kepentingan masyarakat, sistem HAKI didasarkan pada prinsip-prinsip, antara

lain, prinsip keadilan (The Principle of Natural Justice). Prinsip ini menunjukkan

bahwa seorang atau kelompok pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja

2Ibid

(4)

padanya, yang membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya wajar

memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat merupakan materi maupun bukan

materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi dan diakui atas hasil karyanya.

Hukum memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan pencipta berupa

suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut, yang kita

sebut “hak”.

Setiap “hak” menurut hukum tersebut mempunyai title, yaitu sebagai suatu

peristiwa tertentu yang dapat menjadi alasan melekatnya hak itu kepada

pemiliknya. Berkaitan dalam bidang HAKI, maka peristiwa yang menjadi alasan

melekatnya hak itu adalah penciptaan yang berdasarkan atas kemampuan

intelektualnya. Perlindungan ini pun tidak terbatas di dalam negeri si penemu itu

sendiri, melainkan juga dapat meliputi perlindungan di luar batas negaranya.

Hukum berpengaruh pada kehidupan ekonomi dalam bentuk pemberian

norma-norma yang mengatur tindakan-tindakan ekonomi membutuhkan

peraturan-peraturan untuk mengendalikan perbuatan manusia agar optimasi

penyelenggaraan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan tertib, tanpa

menimbulkan kekacauan. Kemungkinan terjadinya konflik antara hukum dan

ekonomi merupakan masalah interaksi antara hukum dan ekonomi terutama

menyangkut kompleksitas dan beragamnya aktivitas bisnis tersebut pada

umumnya. Akan tetapi, justru dari dialektika konflik antara hukum dan ekonomi

ini, dapat diketahui pola interaksi berupa pengaruh pertimbangan ekonomi dalam

kehidupan hukum. Sebagai suatu regine hukum yang masih relatif baru di

(5)

Salah satu bidang HKI yakni hak cipta (copy rights) yang merupakan hak

ekslusif (khusus) bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau

memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak

mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku (Pasal 1 LTU No. 19 Tahun 2002). Perlindungan terhadap hak cipta

adalah berdasarkan pada kesepakatan The Beme Convention for the Protection of

Literary and Artistic Works tanggal 9 September 1886 di Bern, Swiss. Di

Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang

berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 (selanjutnya disebut

UUHC).

Dalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang

lazim dipakai sekarang) pada awal mulanya istilah yang dikenal adalah hak

pengarang sesuai dengan terjemahan harfiah bahasa Belanda, Auteursrecht. Baru

pada Kongres Kebudayaan Indonesia ke-2, Oktober 1951 di Bandung,

penggunaan istilah hak pengarang dipersoalkan karena dipandang

menyempitkan.3

Jika istilah yang dipakai dalam pengertian hak cipta adalah hak

pengarang, seolah-olah yang diatur hak cipta hanyalah hak-hak dari pengarang

saja dan hanya bersangkut paut dengan karang-mengarang saja, sedangkan

cakupan hak cipta jauh lebih luas dari hak-hak pengarang. Karena itu, kongres

memutuskan untuk mengganti istilah hak pengarang dengan istilah hak cipta.

Istilah ini merupakan istilah yang diperkenalkan oleh ahli bahasa Soetan Moh.

3

(6)

Syah dalam suatu makalah pada waktu Kongres. Menurutnya terjemahan

Auteursrecht adalah Hak Pencipta, tetapi untuk penyederhanaan dan kepraktisan

disingkat menjadi Hak Cipta.4

Adapun pengertian secara yuridis menurut UUHC, pada Pasal 2

menyatakan: Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak

untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin

untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Kemudian dalam UUHC, dalam Pasal 1 yang

dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak

untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin

untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Salah satu ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta berdasar Pasal 12 UUHC

adalah ciptaan lagu atau musik (huruf d). Karya lagu atau musik adalah ciptaan

utuh yang terdiri dari unsur lagu atau melodi, syair atau lirik dan aransemen,

termasuk notasinya, dalam arti bahwa lagu atau musik tersebut merupakan suatu

kesatuan karya cipta. Pencipta musik atau lagu adalah seseorang atau beberapa

orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan musik atau

lagu berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau

keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi, yang

dalam istilah lain dikenal sebagai komposer.5

4

J. C. T. Simorangkir, Hak Cipta Lanjutan, (Jakarta: Penerbit Jembatan, 1973), hlm. 21-24.

5

(7)

Musik atau lagu yang telah diciptakan seseorang dengan penuh imajinasi

dan telah dinyanyikan oleh seorang penyanyi mampu memberikan kepuasan orang

lain dalam menikmati alunan nada-nada atau lirik-liriknya sehingga tidak menutup

kemungkinan dinyanyikan kembali secara berulang-ulang oleh orang-orang/

penyanyi-penyanyi lainnya. Pengguna atau penikmat lagu dan musik mempunyai

peluang mendengarkan atau memperdengarkan lagu-lagu dan musik untuk tujuan

komersial, artinya dengan memperdengarkan kembali lagu dan musik ciptaan

seseorang dapat memberikan keuntungan bagi dirinya, misalnya hotel-hotel,

diskotik-diskotik, restoran-restoran, radio dan televisi, dan sebagainya.

Kemajuan teknologi khususnya di bidang informasi dan telekomunikasi

telah mendorong arus modernisasi di bidang musik dan lagu khususnya di

Indonesia. Manusia modern cenderung pada kemajuan dengan berkembangnya

budaya teknologi (technology of culture). Akibat dari kemajuan ini, kini tidak ada

sesuatu pun yang dapat disembunyikan oleh seseorang atau suatu negara dengan

maksud tertentu guna meraih keuntungan dengan cara-cara tidak terhormat yang

merugikan orang atau negara lain melalui hasil ciptaan yang dilindungi oleh

perangkat hukum. Perkembangan iptek lambat laun akan mampu mengungkapkan

adanya kecurangan yang terjadi selama ini terhadap ciptaan yang bernilai

ekonomis.

Berkembangnya paradigma baru pada perlindungan atas hak kekayaan

intelektual, maka perbuatan seperti membajak, meniru, memalsukan ataupun

mengakui sebagai hasil ciptaan sendiri atas hak cipta orang lain atau pemegang

(8)

dengan sanksi hukum. Perkembangan ini menyebabkan semua sektor kehidupan

seperti ekonomi, hukum dan budaya perlu pula “berpacu dengan waktu” untuk

mengejar ketinggalannya dalam era persaingan global yang kini semakin

diskriminatif, komparatif dan kompetitif.

Tanpa disadari, perubahan tren menjadi tren digital merupakan salah satu

ancaman penjualan album fisik. Penemuan pemutar musik format digital dan

ponsel pemutar musik membuat perubahan perilaku konsumen. Musik menjadi

lebih mudah didapat apalagi dengan perkembangan internet. Ketika musik digital

berformat MP3 memasuki dunia internet melalui jaringan pertukaran peer-to-peer

Napster.com pada tahun 1999, penggemar musik digital mulai menjamur hingga

saat ini. Musik digital didefenisikan sebagai harmonisasi bunyi yang dibuat

melalui perekaman konvensional maupun suara sintetis yang disimpan dalam

media berbasis teknologi komputer. Musik digital menggunakan sinyal digital

dalam proses reproduksi suaranya. Sebagai proses digitalisasi terhadap proses

rekaman musik analog, lagu atau musik digital memppunyai beraneka ragam

format yang bergantung pada jenis piranti, yang biasa digunakan antara lain: MP3,

WAV, WMA, dan AAC.6

Tidak mau ketinggalan, produsen telepon genggam pun melakukan

tranformasi teknologi, salah satunya dengan menyediakan fiture ringtone dalam

aplikasinya. Ringtone yang berupa musik dan lagu ini, dapat diunggah secara

bebas oleh masyarakat melalui internet dalam bentuk MP3, WAV, WMA, dan

AAC.

6

(9)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya

tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik dalam Bentuk Ringtone Pada telepon Seluler”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka penulis

akan mengemukakan beberapa pokok permasalahan yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Pengaturan Hukum Tentang Hak Cipta Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002?

2. Bagaimanakah Perlindungan Hukum atas Karya Cipta Lagu dan Musik dalam

Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler?

3. Bagaimanakah Penyelesaian Sengketa atas Pelanggaran Karya Cipta Lagu dan

Musik?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi

ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang hak cipta di Indonesia.

b. Untuk mengetahui perlindungan hukum atas karya cipta lagu dan musik dalam

(10)

c. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa atas pelanggaran karya cipta lagu

dan musik.

2. Manfaat Pembahasan

Selain dari tujuan di atas, penulisan skripsi ini juga memberikan manfaat

antara lain :

a. Secara Teoritis

Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat

memberikan pemahaman dan pandangan yang baru mengenai kasus-kasus

pelanggaran Hak Cipta Atas Kaya Cipta Lagu dan Musik dalam bentuk ringtone

pada telepon seluler yang terjadi, serta mengetahui perlindungan hokum atas hak

cipta. Karena semakin pesatnya perkembangan di bidang Teknologi dan

Informatika sehingga menimbulkan berbagai pelanggaran, memperoleh kepastian

hukum dan perlindungan hukum atas suatu karya cipta lagu dan musik dalam

bentuk ringtone pada telepon seluler.

b. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan

kepada para pembaca terutama bagi pencipta dan pengapresiasi karya cipta lagu

dan musik dan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang perlindungan

hukum atas karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon

(11)

D. Keaslian Penulisan

Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu Dan Musik

Dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler yang diangkat penulis sebagai

judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti melalui penelusuran Kepustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tema di atas adalah hasil pemikiran

sendiri dibantu dengan referensi, buku-buku, dan pihak-pihak lain dan judul

tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

sebelumnya.

Data yang dipakai guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan

informasi dari berbagai media, baik cetak maupun pengumpulan informasi

melalui internet, sehingga data-data yang dipakai secara garis besar adalah data

yang factual dan up to date. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan kepustakaan ini perlu diperhatikan beberapa

ketentuan-ketentuan atau batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi

kepustakaan. Keputusan batasan tersebut berguna membantu untuk melihat ruang

lingkup skripsi ini agar sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebelumnya

serta membantu para pembaca untuk mengerti cakupan skripsi ini. Adapun

ketentuan-ketentuan atau batasan-batasan yang akan ditemukan antara lain

(12)

Pasal 2 Ayat 1 UUHC menyatakan bahwa : “Hak Cipta merupakan hak

eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau

memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan

dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan

yang berlaku”.

Dari pasal tersebut hak cipta didefenisikan sebagai hak khusus bagi

pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak

ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi

pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi,

unsur-unsur hak cipta dari defenisi tersebut ada tiga, yaitu:7

1. hak memperbanyak (reproduction right);

2. hak mengumumkan (publishing right);

3. hak member izin untuk memperbanyak dan mengumumkan (assignment

right)

Dari defenisi tersebut kita juga dapat melihat bahwa hak cipta mempunyai

pembatasan-pembatasan tertentu, bahwa pembatasan itu mempunyai arti sebagai

berikut:8

1. mengandung fungsi social: menjaga keseimbangan antara kepentingan individu (pencipta atau pemilik/pemegang hak) dan kepentingan umum;

2. orang lain boleh mengumumkan dan memperbanyak ciptaan seseorang tanpa diklasifikasikan sebagai pelanggar hak cipta (Pasal 13 sampai 25 UU No. 7 Tahun 1987);

(13)

John Locke, seorang filsuf Inggris terkemuka abad ke-18, dalam kaitan

antara hak cipta dengan hukum alam, mengemukakan bahwa: hukum hak cipta

memberikan hak milik eksklusif kepada karya cipta seseorang pencipta, hukum

alam meminta individu untuk mengawasi karya-karyanya dan secara adil

dikompensasikan untuk kontribusi kepada masyarakat.9

F. Metode Penulisan

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah model penelitian normatif

bersifat deskriptif dan menggunakan metode pendekatan yuridis. Penulis

melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan. Kemudian, data

yang terkumpul dianalisis secara sistematis sehingga dapat ditarik kesimpulan dari

keseluruhan hasil penelitian, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan pustaka atau data sekunder, berupa hukum positif dan bagaimana

penerapannya dalam praktik di Indonesia.

2. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen,

yaitu dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan

bahan dalam penulisan skripsi ini yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang terdiri dari aturan

hukum mulai dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang

9

(14)

Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana,

kasus-kasus hukum yang terkait dengan perlindungan hukum atas karya cipta lagu dan

musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler.

3. Analisis Data

Metode analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini memakai data

sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana, internet, makalah,

skripsi, tesis, kasus-kasus hukum yang terkait dengan perlindungan hukum atas

karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PERLINDUNGAN PENGATURAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA DI INDONESIA

Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang pengertian dan

(15)

merek, sistem pendaftaran merek, perlindungan hukum terhadap

merek terdaftar.

BAB III ASAS IKTIKAD BAIK DALAM PENDAFTARAN MEREK

Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang sejarah asas iktikad

baik, pengertian iktikad baik, sistem pembuktian iktikad tidak baik

dalam pendaftaran merek, akibat merek yang didafatarkan tanpa

iktikad baik.

BAB IV IKTIKAD BAIK SEBAGAI SALAH SATU SYARAT KEKUATAN HUKUM DALAM PENDAFTARAN MEREK (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT NO. 30K/PDT.SUS/2011)

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang posisi kasus

sengketa Merek WINN GAS dan Merek WINGAS, Analisis

terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.

30K/Pdt.Sus/2011 antara PT. WINN APLIANCE (dahulu bernama

PT. ULTRINDO BINTANG TAMINDO) sebagai Penggugat

melawan CV. CENTRAL GAS sebagai Tergugat I dan

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA, cq. DEPARTEMEN

HUKUM dan HAK ASASI MANUSIA R.I. cq. DIREKTORAT

JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL cq.

DIREKTORAT MEREK sebagai Tergugat II dan mengenai

penerapan asas iktikad baik sebagai salah satu syarat kekuatan

(16)

BAB V PENUTUP

Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dari

pembahasan-pembahasan dari permasalahan-permasalahan yang

diangkat dalam skripsi ini dan mencoba memberikan beberapa

Referensi

Dokumen terkait

Hampir semua sekolah menggunakan papan tulis, tetapi ada yang sudah ada menggunakan white board. Namun, bagaimana menggunakan papan tulis secara berdaya guna dan

Hasil analisis menunjukan pengembangan sistem yang digunakan dari perancangan aplikasi ini adalah agar dapat mempermudah pengguna dalam melakukan pengolahan data,

Berdasarkan seluruh penjelasan di atas kiranya telah jelas terungkap bagaimana dasar pertimbangan Hakim maupun kekuatan pembuktian dari saksi-saksi dalam suatu tindak

Keindahan alam yang eksotis, masih alami dan belum banyak dijamah orang, sehingga dibuatlah media yang mempromosikan pulau ini dalam bentuk video

Setelah selesai membicarakan setiap acara Rapat, Pemimpin Rapat akan memberikan kesempatan kepada para pemegang saham atau kuasanya untuk mengajukan pertanyaan, pendapat,

A reliable and efficient feature detector is a crucial component for various computer vision applications, such as object tracking, image matching and registration, optical

This study analyses the underestimation of tree and shrub heights for different airborne laser scanner systems and point cloud distribution within the

Melihat kembali konteks pemilihan kepala daerah yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan: “Gubernur, Bupati dan Walikota masing- masing