BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara substantif pengertian Hak atas Kekayaan Intelektual (selanjutnya
disebut HAKI) dapat di deskripsikan sebagai “Hak atas kekayaan yang timbul
atau lahir karena kemampuan intelektual manusia”. Pada dasarnya karya-karya
yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia merupakan inti dan
objek pengaturan dalam HAKI. Dikatakan sebagai kemampuan intelektual
manusia karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni sastra, ataupun teknologi
memang dilahirkan atau dihasilkan oleh manusia melalui kemampuan
intelektualnya, melalui daya cipta, rasa dan karsanya. Karya-karya seperti ini
penting untuk dibedakan dari jenis kekayaan lain yang juga dapat dimiliki
manusia, tetapi tidak tumbuh atau dihasilkan oleh intelektualita manusia.
Misalnya: kekayaan yang diperoleh dari alam, seperti tanah dan/atau tumbuhan
berikut hak-hak kebendaan lain yang diturunkan. Dari segi ini, dapat dengan
mudah dipahami perbedaan antara Intellectual Property Right (IPR) dengan Real
Property.
Karya-karya intelektual tersebut, apakah di bidang ilmu pengetahuan, seni,
sastra, atau teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan sehingga menjadikan karya
yang dihadirkan menjadi bernilai. Apalagi dengan manfaat ekonomi yang dapat
(property) terhadap karya-karya intelektual itu bagi dunia usaha karya-karya itu
dikatakan sebagai asset perusahaan.
Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual manusia pada
akhirnya menimbulkan kebutuhan untuk melindungi atau mempertahankan
kekayaan tersebut. Pada gilirannya, akan melahirkan konsepsi perlindungan
hukum atas kekayaan intelektual (Intellectual Property) tadi, termasuk di
dalamnya adalah pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakikatnya pula,
HAKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud
(intangible).1
Dari sudut pandang HAKI, penumbuhan aturan diperlukan karena adanya
sikap penghargaan, penghormatan, dan perlindungan tidak saja akan memberikan
rasa aman, tetapi juga akan mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan
semangat untuk menghasilkan karya-karya yang lebih besar, lebih baik, dan lebih
banyak.
Pengembangan HAKI terwujud dalam kebutuhan akan perlindungan
hukum yang berintikan pada pengakuan terhadap HAKI tersebut, dan hak untuk
atau dalam waktu tertentu dapat dieksploitasi-komersialisasi atau menikmati
sendiri kekayaan tersebut. Selama kurun waktu tertentu orang lain hanya dapat
menikmati atau menggunakan atau mengeksploitasi hak tersebut atas izin pemilik
hak. Karenanya perlindungan dan pengakuan hak tersebut hanya diberikan khusus
kepada orang yang memiliki kekayaan tadi, maka sering dikatakan bahwa hak
seperti itu eksklusif sifatnya (eksklusive right).
1
Adanya perlindungan hukum seperti itu dimaksudkan agar pemilik hak
dapat menggunakan atau mengeksploitasi kekayaan tadi dengan aman. Pada
gilirannya, rasa aman itulah yang kemudian menciptakan iklim atau suasana yang
memungkinkan orang dapat berkarya guna menghasilkan ciptaan atau temuan
berikutnya. Sebaliknya, dengan perlindungan hukum pula, pemilik diminta untuk
mengungkap jenis, bentuk, dan cara kerja serta manfaat dari kekayaan itu. Ia dapat
aman mengungkapkan (discloses) karena adanya jaminan perlindungan hukum,
sebaliknya masyarakat dapat ikut menikmati atau menggunakln atas dasar izin
atau bahkan mengembangkannya secara lebih lanjut. Dalam hal ini hukum bukan
hanya berfungsi mendisiplinerkan ekonomi, tetapi terwujud dalam
kegiatan-kegiatan ekonomi itu sendiri. Ini berarti bahwa kehadiran sistem peraturan
(hukum) merupakan syarat mutlak untuk dapat berlangsungnya kegiatan ekonomi
atau bisnis.
Pasal 27 The Declaration of Human Rights, yang menyatakan: Everyone
has the right Freely to participate in the culture life of the community, to enjoy the
arts and to share in scientific advancement and its benefit; Everyone has the right
to the protection of the moral and material interest resulting from any scientific,
literary of artistic production of which he is the author.2
Untuk menjaga keseimbangan kepentingan pribadi individu dengan
kepentingan masyarakat, sistem HAKI didasarkan pada prinsip-prinsip, antara
lain, prinsip keadilan (The Principle of Natural Justice). Prinsip ini menunjukkan
bahwa seorang atau kelompok pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja
2Ibid
padanya, yang membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya wajar
memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat merupakan materi maupun bukan
materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi dan diakui atas hasil karyanya.
Hukum memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan pencipta berupa
suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut, yang kita
sebut “hak”.
Setiap “hak” menurut hukum tersebut mempunyai title, yaitu sebagai suatu
peristiwa tertentu yang dapat menjadi alasan melekatnya hak itu kepada
pemiliknya. Berkaitan dalam bidang HAKI, maka peristiwa yang menjadi alasan
melekatnya hak itu adalah penciptaan yang berdasarkan atas kemampuan
intelektualnya. Perlindungan ini pun tidak terbatas di dalam negeri si penemu itu
sendiri, melainkan juga dapat meliputi perlindungan di luar batas negaranya.
Hukum berpengaruh pada kehidupan ekonomi dalam bentuk pemberian
norma-norma yang mengatur tindakan-tindakan ekonomi membutuhkan
peraturan-peraturan untuk mengendalikan perbuatan manusia agar optimasi
penyelenggaraan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan tertib, tanpa
menimbulkan kekacauan. Kemungkinan terjadinya konflik antara hukum dan
ekonomi merupakan masalah interaksi antara hukum dan ekonomi terutama
menyangkut kompleksitas dan beragamnya aktivitas bisnis tersebut pada
umumnya. Akan tetapi, justru dari dialektika konflik antara hukum dan ekonomi
ini, dapat diketahui pola interaksi berupa pengaruh pertimbangan ekonomi dalam
kehidupan hukum. Sebagai suatu regine hukum yang masih relatif baru di
Salah satu bidang HKI yakni hak cipta (copy rights) yang merupakan hak
ekslusif (khusus) bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Pasal 1 LTU No. 19 Tahun 2002). Perlindungan terhadap hak cipta
adalah berdasarkan pada kesepakatan The Beme Convention for the Protection of
Literary and Artistic Works tanggal 9 September 1886 di Bern, Swiss. Di
Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang
berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 (selanjutnya disebut
UUHC).
Dalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang
lazim dipakai sekarang) pada awal mulanya istilah yang dikenal adalah hak
pengarang sesuai dengan terjemahan harfiah bahasa Belanda, Auteursrecht. Baru
pada Kongres Kebudayaan Indonesia ke-2, Oktober 1951 di Bandung,
penggunaan istilah hak pengarang dipersoalkan karena dipandang
menyempitkan.3
Jika istilah yang dipakai dalam pengertian hak cipta adalah hak
pengarang, seolah-olah yang diatur hak cipta hanyalah hak-hak dari pengarang
saja dan hanya bersangkut paut dengan karang-mengarang saja, sedangkan
cakupan hak cipta jauh lebih luas dari hak-hak pengarang. Karena itu, kongres
memutuskan untuk mengganti istilah hak pengarang dengan istilah hak cipta.
Istilah ini merupakan istilah yang diperkenalkan oleh ahli bahasa Soetan Moh.
3
Syah dalam suatu makalah pada waktu Kongres. Menurutnya terjemahan
Auteursrecht adalah Hak Pencipta, tetapi untuk penyederhanaan dan kepraktisan
disingkat menjadi Hak Cipta.4
Adapun pengertian secara yuridis menurut UUHC, pada Pasal 2
menyatakan: Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Kemudian dalam UUHC, dalam Pasal 1 yang
dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta berdasar Pasal 12 UUHC
adalah ciptaan lagu atau musik (huruf d). Karya lagu atau musik adalah ciptaan
utuh yang terdiri dari unsur lagu atau melodi, syair atau lirik dan aransemen,
termasuk notasinya, dalam arti bahwa lagu atau musik tersebut merupakan suatu
kesatuan karya cipta. Pencipta musik atau lagu adalah seseorang atau beberapa
orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan musik atau
lagu berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau
keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi, yang
dalam istilah lain dikenal sebagai komposer.5
4
J. C. T. Simorangkir, Hak Cipta Lanjutan, (Jakarta: Penerbit Jembatan, 1973), hlm. 21-24.
5
Musik atau lagu yang telah diciptakan seseorang dengan penuh imajinasi
dan telah dinyanyikan oleh seorang penyanyi mampu memberikan kepuasan orang
lain dalam menikmati alunan nada-nada atau lirik-liriknya sehingga tidak menutup
kemungkinan dinyanyikan kembali secara berulang-ulang oleh orang-orang/
penyanyi-penyanyi lainnya. Pengguna atau penikmat lagu dan musik mempunyai
peluang mendengarkan atau memperdengarkan lagu-lagu dan musik untuk tujuan
komersial, artinya dengan memperdengarkan kembali lagu dan musik ciptaan
seseorang dapat memberikan keuntungan bagi dirinya, misalnya hotel-hotel,
diskotik-diskotik, restoran-restoran, radio dan televisi, dan sebagainya.
Kemajuan teknologi khususnya di bidang informasi dan telekomunikasi
telah mendorong arus modernisasi di bidang musik dan lagu khususnya di
Indonesia. Manusia modern cenderung pada kemajuan dengan berkembangnya
budaya teknologi (technology of culture). Akibat dari kemajuan ini, kini tidak ada
sesuatu pun yang dapat disembunyikan oleh seseorang atau suatu negara dengan
maksud tertentu guna meraih keuntungan dengan cara-cara tidak terhormat yang
merugikan orang atau negara lain melalui hasil ciptaan yang dilindungi oleh
perangkat hukum. Perkembangan iptek lambat laun akan mampu mengungkapkan
adanya kecurangan yang terjadi selama ini terhadap ciptaan yang bernilai
ekonomis.
Berkembangnya paradigma baru pada perlindungan atas hak kekayaan
intelektual, maka perbuatan seperti membajak, meniru, memalsukan ataupun
mengakui sebagai hasil ciptaan sendiri atas hak cipta orang lain atau pemegang
dengan sanksi hukum. Perkembangan ini menyebabkan semua sektor kehidupan
seperti ekonomi, hukum dan budaya perlu pula “berpacu dengan waktu” untuk
mengejar ketinggalannya dalam era persaingan global yang kini semakin
diskriminatif, komparatif dan kompetitif.
Tanpa disadari, perubahan tren menjadi tren digital merupakan salah satu
ancaman penjualan album fisik. Penemuan pemutar musik format digital dan
ponsel pemutar musik membuat perubahan perilaku konsumen. Musik menjadi
lebih mudah didapat apalagi dengan perkembangan internet. Ketika musik digital
berformat MP3 memasuki dunia internet melalui jaringan pertukaran peer-to-peer
Napster.com pada tahun 1999, penggemar musik digital mulai menjamur hingga
saat ini. Musik digital didefenisikan sebagai harmonisasi bunyi yang dibuat
melalui perekaman konvensional maupun suara sintetis yang disimpan dalam
media berbasis teknologi komputer. Musik digital menggunakan sinyal digital
dalam proses reproduksi suaranya. Sebagai proses digitalisasi terhadap proses
rekaman musik analog, lagu atau musik digital memppunyai beraneka ragam
format yang bergantung pada jenis piranti, yang biasa digunakan antara lain: MP3,
WAV, WMA, dan AAC.6
Tidak mau ketinggalan, produsen telepon genggam pun melakukan
tranformasi teknologi, salah satunya dengan menyediakan fiture ringtone dalam
aplikasinya. Ringtone yang berupa musik dan lagu ini, dapat diunggah secara
bebas oleh masyarakat melalui internet dalam bentuk MP3, WAV, WMA, dan
AAC.
6
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya
tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik dalam Bentuk Ringtone Pada telepon Seluler”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka penulis
akan mengemukakan beberapa pokok permasalahan yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Pengaturan Hukum Tentang Hak Cipta Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002?
2. Bagaimanakah Perlindungan Hukum atas Karya Cipta Lagu dan Musik dalam
Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler?
3. Bagaimanakah Penyelesaian Sengketa atas Pelanggaran Karya Cipta Lagu dan
Musik?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi
ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang hak cipta di Indonesia.
b. Untuk mengetahui perlindungan hukum atas karya cipta lagu dan musik dalam
c. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa atas pelanggaran karya cipta lagu
dan musik.
2. Manfaat Pembahasan
Selain dari tujuan di atas, penulisan skripsi ini juga memberikan manfaat
antara lain :
a. Secara Teoritis
Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman dan pandangan yang baru mengenai kasus-kasus
pelanggaran Hak Cipta Atas Kaya Cipta Lagu dan Musik dalam bentuk ringtone
pada telepon seluler yang terjadi, serta mengetahui perlindungan hokum atas hak
cipta. Karena semakin pesatnya perkembangan di bidang Teknologi dan
Informatika sehingga menimbulkan berbagai pelanggaran, memperoleh kepastian
hukum dan perlindungan hukum atas suatu karya cipta lagu dan musik dalam
bentuk ringtone pada telepon seluler.
b. Secara Praktis
Secara praktis, pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada para pembaca terutama bagi pencipta dan pengapresiasi karya cipta lagu
dan musik dan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang perlindungan
hukum atas karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon
D. Keaslian Penulisan
Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu Dan Musik
Dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler yang diangkat penulis sebagai
judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti melalui penelusuran Kepustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tema di atas adalah hasil pemikiran
sendiri dibantu dengan referensi, buku-buku, dan pihak-pihak lain dan judul
tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
sebelumnya.
Data yang dipakai guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan
informasi dari berbagai media, baik cetak maupun pengumpulan informasi
melalui internet, sehingga data-data yang dipakai secara garis besar adalah data
yang factual dan up to date. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam tinjauan kepustakaan ini perlu diperhatikan beberapa
ketentuan-ketentuan atau batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi
kepustakaan. Keputusan batasan tersebut berguna membantu untuk melihat ruang
lingkup skripsi ini agar sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebelumnya
serta membantu para pembaca untuk mengerti cakupan skripsi ini. Adapun
ketentuan-ketentuan atau batasan-batasan yang akan ditemukan antara lain
Pasal 2 Ayat 1 UUHC menyatakan bahwa : “Hak Cipta merupakan hak
eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan
dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan
yang berlaku”.
Dari pasal tersebut hak cipta didefenisikan sebagai hak khusus bagi
pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi,
unsur-unsur hak cipta dari defenisi tersebut ada tiga, yaitu:7
1. hak memperbanyak (reproduction right);
2. hak mengumumkan (publishing right);
3. hak member izin untuk memperbanyak dan mengumumkan (assignment
right)
Dari defenisi tersebut kita juga dapat melihat bahwa hak cipta mempunyai
pembatasan-pembatasan tertentu, bahwa pembatasan itu mempunyai arti sebagai
berikut:8
1. mengandung fungsi social: menjaga keseimbangan antara kepentingan individu (pencipta atau pemilik/pemegang hak) dan kepentingan umum;
2. orang lain boleh mengumumkan dan memperbanyak ciptaan seseorang tanpa diklasifikasikan sebagai pelanggar hak cipta (Pasal 13 sampai 25 UU No. 7 Tahun 1987);
John Locke, seorang filsuf Inggris terkemuka abad ke-18, dalam kaitan
antara hak cipta dengan hukum alam, mengemukakan bahwa: hukum hak cipta
memberikan hak milik eksklusif kepada karya cipta seseorang pencipta, hukum
alam meminta individu untuk mengawasi karya-karyanya dan secara adil
dikompensasikan untuk kontribusi kepada masyarakat.9
F. Metode Penulisan
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah model penelitian normatif
bersifat deskriptif dan menggunakan metode pendekatan yuridis. Penulis
melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan. Kemudian, data
yang terkumpul dianalisis secara sistematis sehingga dapat ditarik kesimpulan dari
keseluruhan hasil penelitian, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder, berupa hukum positif dan bagaimana
penerapannya dalam praktik di Indonesia.
2. Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen,
yaitu dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan
bahan dalam penulisan skripsi ini yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang terdiri dari aturan
hukum mulai dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang
9
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana,
kasus-kasus hukum yang terkait dengan perlindungan hukum atas karya cipta lagu dan
musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler.
3. Analisis Data
Metode analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini memakai data
sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana, internet, makalah,
skripsi, tesis, kasus-kasus hukum yang terkait dengan perlindungan hukum atas
karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II PERLINDUNGAN PENGATURAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA DI INDONESIA
Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang pengertian dan
merek, sistem pendaftaran merek, perlindungan hukum terhadap
merek terdaftar.
BAB III ASAS IKTIKAD BAIK DALAM PENDAFTARAN MEREK
Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang sejarah asas iktikad
baik, pengertian iktikad baik, sistem pembuktian iktikad tidak baik
dalam pendaftaran merek, akibat merek yang didafatarkan tanpa
iktikad baik.
BAB IV IKTIKAD BAIK SEBAGAI SALAH SATU SYARAT KEKUATAN HUKUM DALAM PENDAFTARAN MEREK (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT NO. 30K/PDT.SUS/2011)
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang posisi kasus
sengketa Merek WINN GAS dan Merek WINGAS, Analisis
terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.
30K/Pdt.Sus/2011 antara PT. WINN APLIANCE (dahulu bernama
PT. ULTRINDO BINTANG TAMINDO) sebagai Penggugat
melawan CV. CENTRAL GAS sebagai Tergugat I dan
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA, cq. DEPARTEMEN
HUKUM dan HAK ASASI MANUSIA R.I. cq. DIREKTORAT
JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL cq.
DIREKTORAT MEREK sebagai Tergugat II dan mengenai
penerapan asas iktikad baik sebagai salah satu syarat kekuatan
BAB V PENUTUP
Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dari
pembahasan-pembahasan dari permasalahan-permasalahan yang
diangkat dalam skripsi ini dan mencoba memberikan beberapa