commit to user
GEGURITAN KARYA NUR INDAH
DALAM PAGUPON 2
(SUATU KAJIAN STILISTIKA)
Diajukan Untuk Melengkapi sebagian Persyaratan
guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh:
Febrianto Hanggoro Putro
C0108030
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
v MOTTO
Kekuatan tidak berasal dari kapasitas fisik.
Kekuatan berasal dari kemauan yang gigih.
“Mahatma Gandhi”
Tenang dalam pikiran, tenang dalam ucapan, tenang dalam perbuatan,
ia yang berpengertian benar, telah bebas, damai, dan seimbang
commit to user
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Bapak, Ibu, Adik, Teman-teman, serta
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan
skripsi berjudul “Kajian Stilistika Geguritan Karya Nur Indah”. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan
Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Segala hambatan dalam proses penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik berkat bimbingan, petunjuk serta bantuan dari pelbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra
dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan
memberikan izin penulisan skripsi ini.
3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
Pembimbing Akademik yang telah memberikan semangat untuk
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Drs. Sri Supiyarno, M.A., selaku pembimbing I dengan penuh kesabarannya
telah memberikan bimbingan, saran, dan nasihat demi terselesaikannya skripsi
ini.
5. Drs. Yohanes Suwanto, M.Hum., selaku pembimbing II atas bimbingannya
commit to user
6. Bapak Ibu Dosen beserta staf Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.
7. Kepada UPT Perpustakaan UNS dan FSSR, terima kasih atas pelayanannya
selama penulis membutuhkan referensi.
8. Bapak, Ibu, dan adikku tersayang, yang telah memberikan doa, dukungan,
semangat, motivasi, dan kepercayaan sehingga dapat menempuh kuliah sampai
akhir.
9. Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2008, terima kasih atas bantuan,
dukungan dan motivasinya, semoga sukses.
10. Teman-teman LPM Kalpadruma, terimakasih atas dukungan dan motivasinya.
11. Semua pihak yang membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam berbagai hal karena terbatasnya kemampuan penulis. Maka penulis
mengharap kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan orang lain.
Surakarta, Desember 2012
commit to user
DAFTAR TANDA, LAMBANG, DAN SINGKATAN ... xiii
BAGAN ... xiv
BAB II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR ... 11
Landasan Teori ... 11
commit to user
2. Geguritan (Puisi Jawa Modern). ... 15
3. Pencitraan ………... 15
4. Pengulangan Bunyi (Purwakanthi)...…18
5. Diksi ... 19
6. Gaya Bahasa………. 27
B. Kerangka Pikir ... 33
BAB III. METODE PENELITIAN ... 34
A. Jenis Penelitian ... 34
B. Data dan Sumber Data ... 35
C. Populasi dan Sampel ... 36
D. Alat Penelitian ... 36
E. Metode Pengumpulan Data ... 37
F. Metode Analisis Data ... 37
G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 40
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Aspek Bunyi dalamgeguritankarya Nur Indah dalam Pagupon 2 ... 42
1. Asonansi (Purwakanthi Swara)...… 42
2. Aliterasi (Purwakanthi Sastra)...…52
3. Lumaksita (Purwakanthi Basa)... 59
B. Aspek Pencitraan dalam Geguritan Karya Nur Indah dalam Pagupon 2...66
1. Citra Penglihatan ... 67
2. Citra Gerak... 69
3. Citra Pendengaran... 70
commit to user
xi
5. Citra Perabaan . ...72
C. Aspek Diksi dalamgeguritan karya Nur Indah dalam Pagupon 2… …. . 73
1. Sinonim………. ………73
7. Bentuk-bentuk literer berafiks………. ……… 97
8. Bentuk Literer yang reduplikasi………... ……. 104
commit to user
B. Saran ... 123
commit to user
{...} : Untuk mengapit proses pembentukan kata
(...) : Tanda opsional atau pelengkap
/ : Garis miring menyatakan atau
>< : Tanda sudut menandakan lawan kata/antonim
- : Tanda hubung maksudnya bergabung dengan
= : Menjadi
2. Lambang
E : Melambangkan bunyi vokal /ê/, sepertipintêr’pandai’
O : Melambangkan bunyi vokal /o/ belakang bulat, seperti
[klOpO]’kelapa’
APM I :Ana Keluk ing Pucuking Menoreh I
APM II :Ana Keluk ing Pucuking Menoreh II
commit to user
DAFTAR BAGAN
commit to user
xv ABSTRAK
Febrianto Hanggro Putro. C0108030. 2012. Geguritan Karya Nur Indah dalam
Pagupon 2 (Suatu Kajian Stilistika). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah
pemanfaatan dan pemilihan aspek-aspek bunyi bahasageguritankarya Nur Indah
dalam buku Pagupon 2?; (2) bagaimanakah diksi dalam geguritan karya Nur
Indah dalam buku Pagupon 2?; (3) Gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam
geguritankarya Nur Indah dalam Pagupon 2?; (4) bagaimanakah aspek pencitraan
dalamgeguritanNur Indah dalam buku Pagupon 2?
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini
adalah data tulis yang berupa geguritan karya Nur Indah tahun 2012 yang di
dalamnya terdapat aspek bunyi, diksi, gaya bahasa, dan pencitraan. Sumber data
penelitian ini adalah buku Pagupon 2 tahun 2012. Jumlahgeguritan yang diteliti
adalah 11 geguritan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruhgeguritankarya
Nur Indah yang terdapat dalam buku Pagupon 2 tahun 2012. Sampel data penelitian ini adalah satuan lingual yang mengandung unsur-unsur stilistika
(aspek bunyi, diksi, gaya bahasa, dan pencitraan) dalam 11 geguritan karya Nur
Indah tahun 2012 yang memenuhi syarat representatif untuk dianalisis. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak, kemudian ditindaklanjuti dengan teknik catat. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode distribusional dan metode padan. Metode distribusional digunakan untuk menganalisis aspek bunyi dan diksi atau pilihan kata dengan teknik dasar BUL (Bagi Unsur Langsung) dan teknik lanjutan berupa teknik interpretasi. Sedangkan metode padan digunakan untuk menganalisis gaya bahasa dan pencitraan dengan teknik dasar PUP (Pilah Unsur Penentu). Daya pilah yang digunakan adalah daya pilah referensial. Adapun metode penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal.
Berdasarkan asil analisis data dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan
aspek-aspek stilistika dalam geguritan karya Nur Indah dalam buku Pagupon 2
tahun 2012, ditemukan adanya asonansi (purwakanthi suwara), aliterasi
(purwakanthi sastra), dan lumaksita (purwakanthi basa). Diksi dalam
geguritan karya Nur Indah dalam buku Pagupon 2 tahun 2012, yaitu pemakaian
(1) sinonim, (2) antonim, (3) tembung saroja, (4) tembung plutan, (5) kata
bahasa Kawi, (6) struktur morfologi, yang mencakup bentuk-bentuk literer yang
berafiks dan reduplikasi yang mencakup dwilingga dan dwipurwa, (7) idiom.
Pemakaian gaya bahasa dalam geguritan karya Nur Indah tahun 2012 yaitu (1)
anafora, (2) personifikasi, (3) klimaks, (4) repetisi, (5) ironi, (6) antitesis, (7) simile, (8) retoris, (9) hiperbol, (10) metafora. Pemakaian pencitraan yang
terdapat dalamgeguritankarya Nur Indah tahun 2012 yaitu (1) citra penglihatan,
commit to user SARI PATHI
Febrianto Hanggro Putro. C0108030. 2012. Geguritan Karya Nur Indah dalam
Pagupon 2 (Suatu Kajian Stilistika). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra lan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta.
Pêrkawis ingkang dipuntaliti salêbêting panalitèn, inggih punika: (1) kadospundi mumpangatipun lan pamilihing perangan suwantên wontên gêguritan anggitanipun Nur Indah ing buku Pagupon 2?; (2) kadospundi pamilihing têmbung wontên gêguritan anggitanipun Nur Indah ing buku Pagupon 2?; (3) lêlewaning basa menapa kemawon ingkang wontên ing gêguritan anggitanipun Nur Indah ing buku Pagupon 2?; (4) punapa pigunanipun citra wontên gêguritan anggitanipun Nur Indah ing buku Pagupon 2?
Jinising panalitèn inggih mênika deskriptif kualitatif. Data wontên
panalitèn punika data tulis ingkang arupi gêguritan anggitanipun Nur Indah tahun 2012 ingkang ing lêbêtipun wontên perangan suwantên, pamilihipun têmbung,
lêlewaning basa, lan citra. Sumber data panalitèn punika buku Pagupon 2 tahun
2012. Gunggungipun gêguritan ingkang dipuntaliti wontên 11 gêguritan.
Populasi wontên panalitèn punika inggih mênika sêdaya gêguritan anggitanipun
Nur Indah wontên ing buku Pagupon 2 tahun 2012.Sampel datapanalitèn punika
inggih mênikasatuan lingualingkang ngandhut unsur-unsur stilistika(perangan
suwantên, diksi, lêlewaning basa, lan citra) ing 11 gêguritan anggitanipun Nur
Indah tahun 2012. Pangêmpalanipun data katindakakên kanthi metode simak,
salajêngipun dipunlajêngakên kanthi teknik catat. Metode ingkang
dipun-ginakakên kangge ngandharakên data inggih mênika metode distribusional lan
metode padan. Metode distribusional dipun-ginakakên kangge ngandharakên
perangan suwantên lan pamilihing têmbung kanthiteknik dasar BUL (Bagi Unsur
Langsung) lan teknik lanjutan arupi teknik interpretasi. Dene metode padan
dipun-ginakakên kangge ngandharakên lêlewaning basa lan perangan-perangan
citra kanthiteknik dasar PUP (Pilah Unsur Penentu). Daya pilahingkang
dipun-ginakakên inggih mênikadaya pilah referensial. Wondenemetode penyajian hasil
analisis datamigunakakênmetode informal.
Asiling panalitèn mênika inggih mênika dipin-panggihake peranganipun purwakanthi suwara, purwakanthi sastra, lan purwakanthi basa. Pamilihing têmbung ing gêguritan anggitanipun Nur Indah ing buku Pagupon 2 tahun 2012,
dipunpanggihakên wontênipun (1) sinonim, (2) antonim, (3) tembung saroja, (4)
tembung plutan, (5) tembung saking basa Kawi, (6) struktur morfologi, ingkang
nyakup cak-cakan tembung endah ingkang mawa panambang lan tembung
rangkep ingkang nyakup dwilingga lan dwipurwa, (7) idiom. Lêlewaning basa
wontên ing gêguritan anggitanipun Nur Indah tahun 2012 inggih mênika (1)
anafora, (2) personifikasi, (3) klimaks, (4) repetisi, (5) ironi, (6) antitesis, (7)
simile, (8) retoris, (9) hiperbol, (10) metafora. Peranganipun citra wontên ing
gêguritan anggitanipun Nur Indah tahun 2012 inggih mênika (1) citra
commit to user
xvii ABSTRACT
Febrianto Hanggro Putro. C0108030. 2012. Geguritan (Javanese poem)of Nur
Indah’s Work in Pagupon 2 (A Stylistic Study). Degree: Javanese Letters Department, Faculty of Letters and Fine Arts, Sebelas Maret University Surakarta.
Some problems discussed in this study are: (1) How are the utilization and
the selection of language sound aspects of Geguritan of Nur Indah’s Work in
Pagupon 2? (2) How is the diction or the words selection in Geguritan of Nur Indah’s Work in Pagupon 2? (3) What types of figure of speech found in
Geguritan ofNur Indah’s Workin Pagupon 2? (4) How is the imaging aspects in
Geguritan ofNur Indah’s WorkinPagupon 2?
This study is qualitative descriptive. Data in this study is written data in
the form of geguritanof Nur Indah’s work 2012, where presents sound aspects,
diction, figure of speech, and imaging. Data source of this study is Pagupon 2
2012. The number of geguritans studied are 11 geguritans. Population of this
study is all geguritan ofNur Indah’s work in the Pagupon 22012. Data sampling of this study are lingual units, which contain stylistic elements (sound aspects,
diction, figure of speech, and imaging) in the eleven geguritans of Nur Indah’s
works in 2012 that fulfill representative requirements to be analyzed. Data collecting is done by observation method, then followed up by documentation technique. Methods used in analyzing the data are distributional and matching methods. Distributional method is used in analyzing the sound aspects and diction
or the words selection by a base technique BUL (Bagi Unsur Langsung/ Direct
Elements Division) and an advanced technique, that is interpretation. Whereas matching method is used in analyzing figure of speech and imaging by a base
technique PUP (Pilah Unsur Penentu/ Determinant Element Sorting). The sorting
effort used in this study is referential shorting efforts. Whereas the presentation method of the result of the data analysis uses informal method.
Based on the results of data analysis, it can be concluded that the
utilization of stylistic aspects in geguritan of Nur Indah’s work in Pagupon 2
2012, it is found that there are done assonance (purwakanthi suwara), alliteration
(purwakanthi sastra), and purwakanthi basa. The words selection or diction in
geguritan of Nur Indah’s work in Pagupon 2 2012, that is the use of (1)
synonyms, (2) antonyms, (3) tembung saroja, (4) tembung plutan, (5) Kawi
language words, (5) morphologic structures, which includes some forms of litterer
having affixes and reduplication that covering dwilingga and dwipurwa, (7)
idioms. The use of figure of speech ingeguritanof Nur Indah’s work2012 are (1)
anaphora, (2) personification, (3) climax, (4) repetition, (5) irony, (6) antithesis, (7) simile, (8) rhetoric, (9) Hyperbole, (10) metaphor. The use of imaging in
geguritan of Nur Indah’s work 2012 are (1) sight imaging, (2) motion imaging,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa yang dimiliki oleh setiap manusia tidak dapat dipisahkan dengan segala
aktivitasnya. Bahasa menjadi sarana yang penting dan efektif untuk dapat berkomunikasi
dengan orang lain. Dalam KBBI (2007:88), bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang
arbitrer, yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasi diri. Dalam Harimurti Kridalaksana (2008:24) bahasa merupakan sistem
lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan perwujudan seni. Puisi
sebagai salah satu bentuk karya sastra, dihasilkan dari imajinasi serta ide kreatif pengarang
(sastrawan) dengan realitas. Realitas menjadi ladang luas bagi sastrawan untuk mendapatkan
ispirasi. Sastrawan selalu berupaya melakukan penggalian ide, proses berpikir, pengendapan
pengalaman, dan penghayatan terhadap kehidupan untuk kemudian menghasilkan
karya-karya dengan nilai-nilai kemanusiaan yang bermutu dan bermanfaat bagi kehidupan.
Kemudian diungkapkan menjadi rangkaian tuturan secara khas, kaya kiasan dan kata-kata
indah.
Puisi dapat diungkapkan dalam berbagai bahasa antara lain dalam bahasa Inggris
commit to user
‘geguritan’. Geguritan adalah jenis puisi Jawa modern. Karya sastra Jawa ini tidak terikat
oleh aturan-aturan yang ketat seperti aturan jumlah baris pada tiap bait (guru gatra), aturan
jumlah suku kata setiap baris (guru wilangan), aturan bunyi vokal di akhir baris (guru lagu),
persajakan (purwakanthi), dan sifat atau watak. Seperti dalam penulisan kesusastraan
Indonesia penulisan geguritan bersifat bebas. Pengungkapan dalam geguritan cenderung
menggunakan bahasa sederhana. Isinya mudah dipahami dan mengadung suatu amanat.
Amanat tersebut disampaikan oleh pengarang melalui kata-kata yang ritmis.
Geguritan merupakan perwujudan kreativitas berbahasa. Bahasa dalam geguritan
mengandung imajinasi tinggi. Geguritan mampu membuat pembaca tertarik untuk
memahami kata demi kata, baris demi baris, bait demi bait, bahkan dari antologi geguritan
satu ke antologi geguritan lainnya. Dasar penggunaan bahasa dalam geguritan bukan hanya
sekadar paham. Sebab, keberdayaan pemilihan kata merupakan faktor yang lebih penting.
Keberdayaan pemilihan kata akan dapat menyajikan efek keindahan dan dapat meningkatkan
sensitivitas pembaca. Pengarang memilih kata-kata yang dapat dipahami dengan berbagai
pengertian. Seperti kata sekar ‘bunga’, kusuma ‘bunga’, dan puspa ‘bunga’ memiliki
kesamaan makna akan tetapi kata-kata tersebut masing-masing memiliki daya pikat untuk
menimbulkan respon yang berbeda pada setiap pembaca. Efek keindahan hasil elaborasi
bahasa dari pengarang dalam setiap kata dan atau kalimat dalam geguritan pada umumnya
dilakukan dengan kesadaran.
Cara pengungkapan bahasa atau pemanfaatan potensi bahasa dalam karya sastra
untuk tujuan tertentu dikaji melalui pendekatan stilistika. Stilistika merupakan ilmu yang
menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra. Menurut Kridalaksana (2001 :
ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan; penerapan linguistik pada penelitian
gaya bahasa. Stilistika ialah telaah tentang variasi pemilihan dan penggunaan unsur-unsur
bahasa sesuai dengan situasi dan juga bagaimana akibatnya untuk pembaca dan pendengar (J.
D. Parera, 1993:144)
Dalam penelitian ini objek yang dikaji adalahgeguritan karya Nur Indah dalam buku
Pagupon 2 tahun 2012 terbitan Taman Budaya Jawa Tengah. Peneliti tertarik memilih kajian
stilistika geguritan karena kajian ini lebih dapat mengembangkan pemahaman kaidah
kebahasaan dan kesusastraan.Geguritandapat dianalisis secara stilistika karena bahasa yang
digunakan memerlukan bunyi bahasa, pemilihan kata dan gaya bahasa yang merupakan unsur
pembentuk keindahan bahasa. Alasan mengenai penelitian ini di antaranya: Pertama,
geguritan karya Nur Indah merupakan bentuk kesusastraan Jawa berbentuk puisi yang
menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Kedua, memiliki nilai-nilai
estetik dan ajaran moral serta menggunakan bahasa yang khas. Ketiga, dalam geguritan
ditemukan banyak aspek bunyi, pilihan kata dan gaya bahasa.
Bahasa dalamgeguritanmemilikistyletersendiri, yakni berupa pemilihan kata (diksi)
yang terwujud dalam larik-larik geguritan, yang sesuai dengan intrepretasi pengarang dalam
memandang hal-hal yang ada di dalam dan di luar dirinya. Misalnya pada setiap larik
geguritan mengandung purwakanthi swara ‘asonansi’, purwakanthi sastra ‘aliterasi’, dan
purwakanthi basa‘lumaksita’. Adapun penggunaan style kebahasaan yang digunakan dalam
geguritankarya Nur Indah ini menggunakan diksi yang kaya akan pilihan kata seperti adanya
tembung saroja, tembung plutan, sinonim, antonim, dan kata dari bahasa Kawi. Selain itu
diksi yang digunakan dalam geguritan karya Nur Indah ini juga memiliki kekayaan makna
commit to user
estetis. Puisi memilki medium yang terbatas sehingga dalam keterbatasannya sebagai
totalitas puisi yang terdiri atas beberapa baris harus mampu menyampaikan pesan sama
dengan sebuah cerpen, bahkan sebuah novel yang terdiri atas ratusan bahkan ribuan halaman
(Nyoman Kutha Ratna, 2009: 16)
Bentuk kreativitas berbahasa dalam geguritankarya Nur Indah menggunakan
aspek-aspek bahasa yang bertujuan untuk kepentingan tertentu misalnya sindiran, informasi,
nasihat, hiburan dan sebagainya. Contoh:
(1) Kembang madu kang rinonce sakdawaning uripmu
Wus kasuntak sat saksuwening wektu Pinangkas ngabdi marang nusa lan bangsa
Lelados ing sakambaning jagad budaya(P2/RWP/1)
‘Bunga madu yang terangkai sepanjang hidupmu’ ‘Sudah tertuang habis sepanjang lamanya waktu’ ‘Terpotong untuk mengabdi pada nusa dan bangsa’ ‘Berbakti di seluasnya jagad budaya’
Bentuk geguritanpada data (1) di atas memiliki nilai estetik dengan pola persajakan
a-a-b-b, yaitu bunyi akhir [u] pada kata uripmu ‘hidupmu’ dan wektu ‘waktu’, dan bunyi
akhir [a] pada kata bangsa ‘bangsa’ dan budaya ‘budaya’. Kemudian juga persamaan bunyi
pada baris geguritan yang menghasilkan bunyi geguritan lebih indah. Dalam data (1) juga
terdapat bentuk kata berafiks yang menimbulkan kesan indah pada kata sakdawaning
‘sepanjang’, saksuwening ‘sepanjang lamanya’, pinangkas ‘dipangkas’, dan sakambaning
‘seluasnya’. Data (1) merupakan contoh dari potongan geguritan karya Nur Indah berjudul
“Rahayu kang Wus Purna” pada bait pertama.
Setiap pengarang memiliki kekhasan masing-masing dalam penciptaan karya
sastranya. Penggunaan dan pemanfaatan bahasa dalam karya sastra dioptimalkan oleh
keunikan tersebut perlu dikaji supaya penggunaan dan pemanfaatan bahasanya serta efek
khusus yang ditimbulkannya dapat ditemukan.
Geguritan karya Nur Indah dalam buku Pagupon 2 tahun 2012 terbitan Taman
Budaya Jawa Tengah yang terbit pada 29 Februari 2012 menjadi objek yang dikaji dalam
penelitian ini. Peneliti terdorong memilih kajian stilistika karena masih sedikit penelitian
yang menggunakan kajian ini, khususnya pada geguritan. Geguritan dapat dianalisis secara
stilistika mengingat bahasa kaidah kebahasaannya menggunakan karakter sastra tertentu.
Penelitian dengan kajian stlistika yang sudah dilaksanakan oleh peneliti terdahulu
adalah sebagai berikut.
1. “Penggunaan Stilistika dalam Puisi Jawa Dialek Using” oleh Setya Yuwana tahun 2000,
adalah pengkajian puisi secara stilistika meliputi aspek penggunaan gaya bahasa yang
khas, pola bunyi bahasa, rima, majas, serta diksi dan didapatkan perbedaan morfologis
sintaksis dan ketaksaan leksikal serta gramatikal atas 77 buah syair dari 17 penyair Using.
2. Tesis, Sundari, 2002 yang berjudul, “Kajian Stilistika Novel Berbahasa Jawa Tahun
1960-an”, mengkaji tentang pemakaian kosakata, segi struktur morfosintaksis,
penggunaan gaya bahasa dan menelaah segi sosial kultural novel berbahasa Jawa Tahun
1960-an.
3. Naskah Lakon “Ronggolawe”Karya S.T. Wiyono: Sebuah Analisis Stilistika oleh Asep
Yudha Wirajaya tahun 2004. Makalah ini memberikan pembahasan stilistika secara
umum dan khusus. Secara umum menganalisis gaya bahasa yang tersirat dalam
keseluruhan cerita, meliputi tema, penokohan, seting, sedangkan secara khusus
commit to user
4. “Bahasa Pedalangan Gaya Surakarta (Suatu Pendekatan Stilistika)”. Laporan penelitian
oleh Imam Sutarjo tahun 2003. Analisis dengan pendekatan stilistika dalam bahasa
pedalangan dan didapat bahwa potensi bahasa yang digunakan adalah untuk membangun
artifisial dan keartistikan adalah purwakanthi atau persajakan bunyi (vokal, konsonan,
perulangan).
Berdasarkan penelitian yang sudah ada penelitian mengenai kajian stilistika dalam
geguritan Nur Indah tahun 2012 belum diteliti. Penelitian ini membahas masalah yang
ada hubungannya dengan pengkajian stilistika dengan mengambil judul “Geguritan
Karya Nur Indah dalam Pagupon 2 (Suatu Kajian Stilistika).
B. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada kajian Stilistika geguritan karya Nur Indah.
Analisisnya akan dibatasi pada kajian aspek bunyi (purwakanthi swara, purwakanthi
sastra, dan purwakanthi basa), diksi (sinonim, antonim, tembung saroja, tembung
plutan, kata dari bahasa Kawi, dan idiom) penanda morfologis dalam ragam literer,
pencitraan serta pemakaian gaya bahasa dalam geguritan karya Nur Indah yang akan
dibahas dengan kajian stilistika.
C. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah penggunaan aspek bunyi (purwakanthi swara, purwakanthi sastra,
2. Bagaimanakah pilihan kata (diksi) yang terkandunggeguritankarya Nur Indah dalam
Pagupon 2?
3. Bagaimanakah aspek pencitraangeguritankarya Nur Indah dalam Pagupon 2?
4. Gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam geguritan karya Nur Indah dalam
Pagupon?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di depan secara umum
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan segi-segi kestilistikaan dalam geguritan
karya Nur Indah tahun 2012. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. mendeskripsikan aspek bunyi (purwakanthi swara, purwakanthi sastra, dan
purwakanthi basa)geguritankarya Nur Indah dalam Pagupon 2;
2. menjelaskan pilihan kata (diksi) yang terkandung dalam geguritan karya Nur Indah
dalam Pagupon 2;
3. menjelaskan aspek pencitraangeguritankarya Nur Indah dalam Pagupon 2; dan
4. mendeskripsikan gaya bahasageguritankarya Nur Indah dalam Pagupon 2.
commit to user
Penelitian mengenai geguritan karya Nur Indah dengan kajian stilistika ini
diharapkan memberikan manfaat teoretis dan praktis
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan yang bermanfaat
bagi perkembangan teori linguistik Jawa, khususnya bidang stilistika.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Memberikan informasi kepada pembaca tentang kaidah bahasa dalam karya sastra
padageguritankarya Nur Indah.
b. Membantu masyarakat pembaca dan pecinta karya sastra dalam memahami
geguritan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran secara keseluruhan dari penelitian ini, maka
diperlukan sistematika penulisan. Berikut adalah sistematika penulisan pada penelitian
ini.
BAB I Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori, meliputi pengertian tentang teori stilistika, puisi,
BAB III Metode Penelitian, meliputi jenis penelitian, data dan sumber data,
populasi dan sampel, alat penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan
metode hasil penyajian analisis data.
BAB IV Analisis Data, merupakan hasil analisis mengenai kajian stilistika yang
mendeskripsikan tentang bunyi bahasa, pilihan kata, pencitraan, serta gaya bahasa dalam
Geguritan Pagupon 2.
BAB V Penutup, berisi simpulan dan saran mengenai penelitian yang telah
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
A. Landasan Teori
1. Pengertian Stilistika
Stilistika lebih banyak dibicarakan dalam ilmu bahasa pada umumya, yang khusus
mengkaji mengenai deskripsi berbagai gaya bahasa. Gaya bahasa memiliki kaitan erat
dengan aspek keindahan. Kepekaan dan kekreativitasan pengarang menjadi aspek penting
dalam penciptaan aspek keindahan tersebut. Gaya bahasa memiliki peranan yang sangat
penting dalam suatu karya sastra, begitu pun stilistika dalam karya sastra geguritan. Pesan
dalam geguritan dapat diketahui dengan analisis stilistika.
Menurut Shipley dalam Nyoman Kutha Ratna (2009: 8-9) stilistika (stylistic) adalah
ilmu tentang gaya (style), sedangkan style itu sendiri berasal dari akar kata stilus (Latin),
semula berarti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis
lilin. Benda runcing sebagai alat untuk menulis dapat diartikan bermacam-macam. Salah
satu di antaranya adalah menggores, melukai, menembus, menusuk bidang datar sebagai alas
tulisan. Konotasi lain adalah 'menggores', 'menusuk' perasaan pembaca, bahkan juga penulis
itu sendiri, sehingga menimbulkan efek tertentu. Jadi dengan kata lain bisa dijelaskan bahwa
dalam bidang bahasa stilistika berarti cara-cara penggunaan bahasa yang khas sehingga
menimbulkan efek tertentu.
'Sty'le ’stail’ atau ‘gaya’ yaitu cara yang khas dipergunakan oleh seseorang untuk
Aminuddin (1995:13) menyatakan bahwa style dapat diartikan sebagai bentuk
pengungkapan ekspresi kebahasaan sesuai dengan kedalaman emosi dan sesuatu yang ingin
direfleksikan pengarang secara tidak langsung.
P. Suparman Natawidjaja (1986:1) menyatakan bahwa ekspresi individual melahirkan
stilistika. Yang dimaksud ekspresi individual adalah cara tersendiri dari seorang penulis
dalam menyatakan atau menggambarkan sesuatu hal. Suparman juga menambahkan bahwa
lisensi merupakan penyimpangan tata kalimat untuk mencapai retorik, tetapi hasilnya
menimbulkan keganjalan, malahan menimbulkan efek artistik. Pemakaian bahasa dalam
karya sastra yang runtut dan sesuai gramatikal memang baik, tetapi terdapat juga pemakaian
yang memperlihatkan keunikan bahasa atau yang meyimpang dari pola umum.
Penyimpangan tersebut merupakan daya tarik karya sastra yang merupakan cerminan dari
gaya bahasa seorang pengarang.
Stilistika sangat penting bagi studi linguistik maupun studi kesusastraan. Stilistika
dapat memberikan sumbangan penelitian gaya bahasa sebagai unsur pokok untuk mencapai
berbagai bentuk pemaknaan karya sastra, dikarenakan karya sastra tidak lepas dari
penggunaan gaya bahasa untuk keindahan. Penggunaan gaya bahasa dalam karya sastra
berlawanan dengan penggunaan bahasa pada karya ilmiah. Penggunaan bahasa pada karya
ilmiah menggunakan bahasa yang baik dan benar, pemilihan kata yang tepat, kalimatnya
jelas, ini harus diperhatikan sekali agar tidak menimbulkan makna ambigu. Sedangkan
pemakaian bahasa dalam karya sastra lebih memiliki kebebasan yang berasal dari kreativitas
pengarang, karena dimaksudkan agar dapat memiliki kekayan makna.
Nyoman Kutha Ratna (2009: 13-15) mengungkapkan bahwa dikaitkan dengan
commit to user
sebagai bahasa yang artifisial, maka stilistika pada umumnya dibatasi pada karya sastra.
Lebih khusus lagi adalah karya sastra jenis puisi. Nyoman juga mengungkapkan bahma
dominasi penggunaan bahasa khas dalam karya Sastra diakibatkan oleh beberapa hal, sebagai
berikut:
1. Karya sastra mementingknn unsur keindahan.
2. Dalam menyampaikan pesan karya sastra menggunakan cara-cara tak langsung. seperti:
refleksi, refraksi, proyeksi, manifestasi, dan representasi,
3. Karya sastra adalah curahan emosi, bukan intelektual.
Aspek keindahan, pesan tak langsung, dan hakikat emosional mengarahkan
bahasa sastra pada bentuk penyajian terselubung, terbungkus, bahkan dengan sengaja
disembunyikan. Ada kesan bahwa untuk menemukan pesan yang dimaksudkan, maka proses
pemahamannya justru harus diperpanjang, misalnya, dengan menciptakan jalan belok. Jadi,
bahasa karya sastra berbeda dengan karya ilmiah yang justru menghindarkan unsur estetis,
berbagai fungsi mediasi, dan emosionalitas. Bahasa ilmiah harus secara langsung diarahkan
ke objek sasaran. Karya sastra juga berbeda dengan bahasa sehari-hari yang bersifat praktis
dan cepat dimengerti. Ciri khas dan perbedaan diperoleh melalui proses pemilihan dan
penyusunan kembali. Gaya bahasa adalah masalah cara pemakaian yang khas, bukan bahasa
khas yang berbeda dengan bahasa dalam kamus. Akan tetapi, kekhasan yang dimaksudkan
adalah kekhasan dalam proses seleksi, memanipulasi, dan mengombinasikan kata-kata.
Nyoman Kutha Ratna juga menyatakan bahwa kekuatan karya seni adalah kekuatan
dalam menciptakan kombinasi baru, bukan objek baru. Oleh karena itulah, gaya bahasa
disebutkan sebagai 'penyimpangan' dari bentuk-bentuk bahasa normatif. Ciri khas puisi
untuk menampilkan ciri-ciri stilistika. Ciri khas prosa adalah cerita (plot), sedangkan ciri
khas drama adalah dialog. Di antara tiga genre sastra modern (puisi, prosa, dan drama),
puisilah yang paling sering digunakan sebagai objek penelitian stilistika. Ketiga genre jelas
mempermasalahkan bahasa. Meskipun demikian, ketiganya mempunyai perbedaan seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, yang dengan sendirinya merupakan ciri utama dalam
kaitannya dengan penggalian sumber sekaligus pembatasan jangkauan penelitian.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stilistika adalah style atau 'gaya', yaitu
cara yang khas dipergunakan oleh seseorang untuk mengutarakan atau mengungkapkan diri
yaitu gaya pribadi yang diungkapkan dengan cara tertentu, serta menimbulkan efek tertentu
pula sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal.
Pemikiran-pemikiran di atas menunjukkan bahwa kajian stilistika memegang peranan
penting dalam mengemukakan keindahan sastra dari aspek keindahan bahasanya. Untuk
inilah maka, sebagai wujud konkret kajian stilistika dalam penelitian ini difokuskan pada
geguritan karya Nur Indah.
2. Geguritan (Puisi Jawa Modern)
Menurut Hudson dalam Kasnadi Sutejo (2009:2), puisi adalah salah satu cabang
karya sastra yang menggunakan kata-kata sebagai medium penyampaian untuk membuahkan
ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan baris dan warna dalam
menggambarkan gagasan pelukisnya. Sehingga, sebenarnya puisi merupakan ungkapan batin
dan pikiran penyair dalam menciptakan sebuah dunia berdasarkan pengalaman batin yang
commit to user
Hakikat puisi menurut Herman J Waluyo adalah bentuk karya sastra yang
mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan
struktur batinnya (1995:25).
3. Pencitraan
Setiap karya sastra memiliki kekhasan yang membedakan antara pengarang satu
dengan pengarang lainnya. Menurut Rene Wellek dan Austin dalam Sutejo (2010:17) bahasa
adalah bahan mentah sastrawan. Hubungan bahasa dan sastra sebagai lingkaran bahasa yang
diterobos oleh lingkaran sastra di berbagai wilayah bahasa.
Teeuw (1984:12) mengatakan bahwa untuk memahami karya sastra pembaca harus
memahami kode bahasa, kode sastra, dan kode budaya. Bahasa sastra sering disinyalir
banyak orang memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan istilah bahasa lain. Menurut
Burhan Nurgiyantoro dalam Sutejo (2010:17) keberadaan karya sastra ini, hendaknya diakui
sebagaimana fenomena bahasa yang lain seperti dalam konteks sosiolinguistik. Rene Wellek
dan Austin Warren dalam Sutejo (2010:17) menyebut fenomena bahasa sastra sebagai bahasa
yang mengandung unsur emotif yang bersifat konotatif. Bahasa sastra merupakan kebalikan
dari bahasa nonsastra, khususnya bahasa ilmiah yang bersifat denotatif.
Secara substantif kemudian, Wellek dan Warren dalam Sutejo (2010:19)
memperbincangkan penggunaan istilah citra, metafora, simbol, dan mitos yang seringkali
dipergunakan secara tumpang tindih (karena secara semantis menyiratkan demikian). Citra
kemudian diformulasikan lebih jauh sebagai reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang
Pandangan lain mengenai citra, dikemukakan Burhan Nurgiyantoro dalam Sutejo
(2010:19) yang mengelompokan citra didasarkan pada pengalaman kelima indera. Kelima
indera itu meliputi (i) citra penglihatan (visual), (ii) citra pendengaran (auditoris), (iii) citra
gerak (kinestetik), (iv) citra rabaan (taktil termal), dan (v) citra penciuman (olfaktori).
Mengikuti pemahaman citra sebagaimana diformulasikan Wellek dan Warren sebagai
reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang bersifat inderawi dan berdasarkan persepsi
dan tidak selalu bersifat visual (Sutejo, 2010:20)
a. Citra penglihatan (Visual imagery)
Citra pengelihatan ialah citraan yang sering menekankan pengalaman
visual (pengelihatan) yang dialami pengarang kemudian diformulasikan ke dalam
serangkaian kata yang seringkali metaforis dan simbolis. Suatu ciri pengelihatan
yang memberi rangsangan kepada indera pengelihatan hingga hal-hal yang tak
terlihat jadi seolah-olah terlihat (Sutejo, 2010:21).
b. Citra Pendengaran (Audio Imagery)
Citra pendengaran merupakan bagaimana pelukisan bahasa yang
merupakan perwujudan dari pengalaman pendengaran (audio). Citra pendengaran
memberi rangsangan kepada indera pendengaran sehingga mengusik imajinasi
penikmat untuk memahami teks sastra lebih utuh (Sutejo, 2010:22).
c. Citra Penciuman
Citra penciuman adalah penggambaran yang diperoleh melalui
pengalaman indera penciuman (Sutejo, 2010:23). Citraan ini mampu
membangkitkan emosi penciuman pembaca untuk memperoleh gambaran yang
commit to user d. Citraan Perabaan (tactil imagery)
Citraan perabaan adalah penggambaran atau pembayangan dalam cerita
yang diperoleh melalui pengalaman indera perabaan (Sutejo, 2010:24). Citraan
perabaan seringkali menggambarkan bagaimana sesuatu secara “erotic” dan
“sensual” dapat memancing penikmat karya sastra.
e. Citra Gerak (movement imagery)
Citraan ini menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak,
tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak, ataupun gambaran gerak pada umumnya
(Sutejo, 2010:24). Citraan demikian dapat menggambarkan sesuatu lebih dinamis
dalam karya fiksi.
4. Pengulangan Bunyi (Purwakanthi)
Pengulangan bunyi dalam puisi disebut rima. Keberadaan pengulangan bunyi dalam
puisi dapat menimbulkan efek keindahan. Istilah Jawa yang semakna dengan rima adalah
purwakanthi. Purwakanthi mempunyai pengertian sebagai pengulangan bunyi, baik
konsonan, vokal, ataupun kata yang telah tersebut pada bagian depan (Padmosoekotjo, 1953
dalam Prasetya Wisnu, 2003:60). Purwakanthi ada tiga jenis sebagai berikut.
a. Asonansi (purwakanthi swara) merupakan perulangan bunyi vokal pada
kata-kata tanpa selingan persamaan bunyi-bunyi konsonan (Herman. J. Waluyo,
1995:92). Konsep asonansi juga dinyatakan bahwa Repetition of the vowel hut
with a different and consonant, and the same, oe different, or no provious
akhir, dan memiliki konsonan awal yang sama, atau berbeda, atau tidak ada
konsonan awal' (Gumming dan Simmon dalam Sutarjo, 2002: 61 ).
b. Aliterasi (purwakanthi sastra) adalah repetisi bunyi awal pada kata-kata yang
berbeda, biasanya berupa konsonan (Cumming dan Simmons dalam Sutarjo,
2002: 62) atau secara umum aliterasi adalahinitial rhyme‘rima awal’. Jadi tidak
sekadar bunyi konsonan, tapi dapat pula bunyi vokal (Reaske, dalam Sutarjo,
2002: 62)
c. Lumaksita (purwakanthi basa) adalah bentuk perulangan berdasarkan
persamaan kata, suku kata akhir dengan suku kata awal yang bertuturan atau
persamaan huruf akhir dengan huruf awal yang berturut-turut dalam suatu
bait/baris tembang.Purwakanthi basa adalah pengulangan, suku kata, kata atau
frase yang letaknya di depan, tengah dan akhir satuan lingual yang kesemuanya
itu untuk memberi suasana estetis/indah (Sutarjo, 2002:125)
5. Diksi
Diksi atau pilihan kata adalah kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam
berbicara di depan umum atau dalam karang mengarang (Harimurti Kridalaksana, 2001:440).
Diksi di dalam karang mengarang sangat penting dan perlu diperhatikan, mengingat bahwa
kata mcmiliki beberapa muatan antara lain bunyi, arti kias, tersurat atau tersirat dan nilai
simbolik. Gorys Keraf (2006: 88) mengemukakan syarat-syarat ketepatan diksi yaitu; (1)
membedakan secara cermat denotasi dan konotasi, (2) membedakan dengan cermat kata-kata
yang hampir sama, (3) membedakan kata-kata yang mirip ejaannya, (4) hindarilah kata-kata
commit to user
menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis, (7) untuk menjamin
ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus, (8)
memperggunakan kata-kata indra yang menunjukkan persepsi yang khusus, (9)
memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal, (10)
memperhatikan kelangsungan pilihan kata.
Diksi atau pilihan kata dalam geguritan Karya Nur Indah terlihat adanya sinonim,
antonim,tembung plutan,tembung saroja, kosa kata bahasa Indonesia, idiom dan kata dari
bahasa Kawi. Adapun penjelasannya secara konsep sebagai berikut.
a. Sinonim
Sinonim yaiku rong tembung utawa luwih kang wujud lan panulise beda, nanging
nduwe teges padha, utawa meh padha ‘sinonim yaitu dua kata atau lebih yang wujud dan
penulisannya berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, atau hampir sama’ (Sry Satriya
Tjatur Wisnu Sasangka, 2008: 223). Dalam Harimurti Kridalaksana (2008:222) sinonim
adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain; kesamaan itu
berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kalimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim
hanyalah kata-kata saja. Menurut Verhaar dalam Abdul Chaer (2002:82) sinonim adalah
ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan
makna yang lain. Umpamanya kataburuk dan jelekadalah dua buah kata yang bersinonim.;
bunga,kembang, danpuspaadalah tiga buah kata yang bersinonim.
Antonim yaiku tembung, frase, utawa ukara kang duwe teges, walikan karo tembung,
frase, utawa ukara liyane “antonim yaitu kata, frase, atau kalimat yang memiliki makna
berlawanan dengan kata, frase, atau kalimat lainnya' (Sry Satnya Tjatur Wisnu Sasangka,
2008:225).
Aminuddin (1995:122) berpendapat bahwa antonim adalah kata-kata yang maknanya
bertentangan. Antonim dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain
satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain.
Antonim disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep yang
betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras maknanya saja. Berdasarkan
sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam. yaitu (1) oposisi mutlak yaitu
pertentangan makna secara mutlak, (2) oposisi kutub yaitu oposisi makna yang tidak bersifat
mutlak tetapi bersifat gradasi, (3) oposisi hubungan yaitu oposisi makna yang bersifat
melengkapi, (4) oposisi hirarkial yaitu oposisi makna yang menyatakan jenjang atau
tingkatan, (5) oposisi majemuk yaitu oposisi makna yang terjadi pada beberapa kata
(Sumarlam, 2009: 40-44).
c. Tembung Plutan
Tembung plutanyaiku tembung sing diringkes cacahing wandane ‘tembung plutan
adalah kata yang diringkas atau dikurangi jumlah suku katanya” (S Hadiwirodarsono,
2002:88).Dalam Sujono dan Endang Siti Saparinah (1988: 40-41)tembung plutandisebut
dengan perubahan kata. Dalam ragam literer bahasa Jawa didapatkan perubahan-perubahan
kata yang sebenarnya bukan proses morfologis. Perubahan kata tersebut ditemukan dalam
commit to user
cara mengurangi suku kata pertama dan mengurangi satu fonem vokal pada salah satu suku
katanya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tembung plutan yaitu pengurangan
jumlah suku kata atau fonem pada suatu kata tanpa mengubah arti kata tersebut.
d. Tembung Saroja
Tembung sarojaateges tembung rangkep. maksude tembung loro kang padha tegese
utawa meh padha tegese dianggo bebarengan ‘tembung saroja berarti kata rangkap,
maksudnya dua kata yang hampir sama maknanya digunakan bersamaan’
(S.Padmosoekotjo, 1955:25). Sujono dan Endang Siti Saparinah (1988: 38-39)
mengungkapkan bahwa kata majemuk dalam ragam literer bahasa Jawa banyak ditemukan
yang pada umumnya unsur kesamaan bunyi menunjukkan ciri kelitererannya. Dapat
disimpulkan pengertian dari tembung saroja yaitu dua kata yang sama atau hampir sama
artinya digunakan secara bersama-sama.
e. Penanda morfologis ragam literer
Morfologi merupakan salah satu bidang linguistik yang mengkaji kata atau leksikon
suatu bahasa. Dalam hal ini kata dipandang sebagai satuan-satuan padu antara bentuk dan
makna. Dalam pembentukan sebuah kata dalalm karya susastra geguritan terdapat
bentuk-bentuk kata yang literer. Kelitereran sebuah kata dalam karya susastra berupa geguritan
dapat terjadi karena adanya proses morfologis, yakni melekatnya penanda morfologis ragam
literer pada sebuah morfem bebas. Adanya penanda morfologis ragam literer pada sebuah
kata dalamgeguritanmampu menimbulkan efek keindahan karya susastra.
Sujono dan Endang Siti Saparinah (1988: 25-26) struktur ragam literer bahasa Jawa,
Morfem bebas seperti: tulis ‘tulis’, turu ‘tidur’, kampleng ‘pukul’, tepang ‘tendang’ dan
sebagainya; sedangkan yang berupa morfem terikat seperti : (pa-+-an), (ka-+-an), (a-), (N-),
(-in-), (-um), (-ing), (-ning), (-ira) dan sebagainya.
Penanda morfologis ragam literer tersebut, bentuk literer dapat dipilahkan menjadi
bentuk literer yang berafiks dan bentuk literer yang reduplikasi. Hal itu dapat diuraikan
sebagai berikut.
1. Bentuk literer yang berafiks
Afiksasi yaitu kata dibentuk dengan beberapa proses perubahan. Perubahan ini
terjadi karena pengimbuhan prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Proses afiksasi dalam
geguritankarya Nur Indah kebanyakan mengacu pada proses pembentukan kata yang
mengandung afiks-aflks literer. Seperti halnya dalam lirik lagu, puisi juga
dituntut adanya keindahan dengan mempergunakan kosa kata yang mengandung
afiks literer.
Kata-kata yang mengandung afiks literer contohnya adalah tinetes ‘tertetes’
yang mendapat infiks (-in-), konfiks (pa-+-ing} pada katapanggrantesing 'sedihnya',
dan infiks (-um-) pada kata gumludhug 'bergemuruh'. Nuansa keindahan terasa bila
afiks yang fungsi dan maknanya sama, dibandingkan, misalnya konfiks (pa-+-ing)
dengan (pa-+-e) pada kata grantes ‘sedih’. Adanya konfiks (pa-+-ing) pada kata
grantes ‘sedih’ menjadi panggrantesing 'sedihnya' terasa lebih indah dibandingkan
dengan kata grantes yang menggunakan konfiks {pa-e} menjadi panggrantese
terkesan biasa saja.
commit to user
Menurut Harimurti Kridalaksana (2008:208) reduplikasi adalah proses dan
hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonologis atau gramatikal. Reduplikasi
dalam bahasa Jawa disebut tembung rangkep dibedakan menjadi tiga macam: (1)
tembung dwilingga, (2) tembung dwipurwa, dan (3) tembung dwiwasana (Aryo
Bimo Setiyanto, 2007:81).
Berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, proses pengulangan dapat
dibedakan menjadi 3 yaitu sebagai berikut.
1. Pengulangan seluruh, meliputi:
a. Perulangan seluruh (dwilingga) bentuk dasarnya tanpa variasi fonem, seperti
terdapat pada contoh berikut :
Jroning rasaku kadya melathi-melathi lan mawar-mawar kang kongas gandane krana sliramu nyirami mawa tirta tresna.
‘Dalam rasaku seperti melati-melati dan mawar-mawar yang harum baunya karena dirimu menyirami dengan air cinta’
Pada contoh di atas bentuk perulangan seluruh (dwilingga) terdapat pada kata
ulang utuhmelati-melati‘melati-melati’,mawar-mawar‘mawar-mawar’.
b. Perulangan seluruh bentuk dasarnya dengan variasi fonem
(dwilingga salin swara), seperti terdapat pada contoh berikut.
Dila cah wedok senengane jojan-jajan, blonja-blonjo neng supermarket.
‘Dila bocah perempuan sukanya jajan-jajan, belanja-belanja di supermarket.
Pada contoh di atas bentuk perulangan variasi fonem (dwilingga salin swara)
terdapat pada kata ulang variasi fonem jojan-jajan ‘jajan-jajan’, dan
commit to user
2. Perulangan sebagian suku pertama (Dwipurwa) dan perulangan sebagian suku
kedua(Dwiwasana),seperti terdapat pada contoh berikut.
Ingsun tuhu kepengin lelumban ing samudra asih lan tresnamu.
‘Aku sungguh ingin menyelam dalam samudera kasih dan cintamu.
Pada contoh di depan terdapat bentuk dwipurwa berupa kata lelumban
‘berenang/menyelam’.
Pak Makruf kyai sing lucu bisa gawe jamaah penganjian halal bi halal ngguyu
pating cekakak.
‘Pak Makruf kyai yang lucu bisa membuat jamaah pengajian halal bi halal tertawa terbahak-bahak.’
Pada contoh di atas terdapat bentuk dwiwasana berupa kata cekakak
‘terbahak-bahak’.
3. Perulangan berkombinasi dengan pembubuhan afiks, seperti terdapat pada
contoh berikut.
Karana aluse swaramu yen gunem aja dilirih-lirihake sebab dadine aku ora bisa krungu.
‘Karena halusnya suaramu jika bicara jangan dipelan-pelankan jadinya aku tak bisa mendengar.’
Pada contoh di atas terdapat bentuk perulangan berkombinasi dengan proses
afiksasi ( di- + dwilingga + -ake) berupa kata ulang dilirih-lirihake ‘dipelan
-pelankan’.
f. Idiom
Harimurti Kridalaksana (2008:90) menjelaskan idiom adalah (i) konstruksi dari
unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada
hanya karena bersama yang lain, (ii) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan
commit to user
konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya, (2) bahasa dan
dialek yang khas menandai suatu bangsa, suku, kelompok, dll. Bentuk idiom ini seperti
contoh berikut.
Kowe kudu sabar ngadhepi pacoban iki. Yakin wae sapa salah bakal seleh lan becik ketitik ala ketara.
‘Kamu harus sabar menghadapi pencobaan ini. Yakin saja siapa yang salah akan sirna dan baik itu nampak buruk itu terlihat.’
Bentuk idiom Jawa pada contoh di atas adalahsapa salah bakal seleh‘siapa yang
salah akan sirna’ danbecik ketitik ala ketara‘baik itu nampak buruk itu terlihat’.
g. Kosakata Kawi
Kata-kata kawi merupakan salah satu bentuk dari kata arkhais. Penggunaan kata
kawi dapat menimbulkan suatu kesan keindahaan dalam karya susastra. Kata-kata dan
bahasa Kawi dalam geguritan memiliki peran yang penting karena dengan penggunaan
kata-kata tersebut dapat memancarkan kesan tinggi dan indahnya nilai karya susastra.
Contoh:sira ‘kamu’ daningsun‘saya’. Meskipun bermakna sama, penggunaan kata sira
dan ingsun memiliki bobot dan nilai keindahan yang lebih tinggi daripada kowe ‘kamu’
danaku‘saya’.
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa berkaitan dengan aspek keindahan. Nyoman Kutha Rama (2009: 22)
berpendapat bahwa gaya bahasa adalah ekspresi linguistis, baik di dalam puisi maupun
prosa (cerpen, novel, dan drama). Gaya bahasalah yang menjadi unsur pokok untuk
Karena itulah, maka style 'gaya' sesungguhnya ditandai oleh ciri-ciri formal
kebahasaan seperti dalam pemilihan diksi, struktur kalimat, bahasa figuratif,
penggunaan bahasa figuratif, penggunaan kohesi, perlambangan, metafora dan
lain-lain. Bahkan menurut Leech dan Short sebagaimana disinyalir Burhan Nurgiyantoro
(1998: 177), makna style berkaitan dengan sesuatu hal yang umumnya tidak lagi
mengandung sifat kontroversial, menyaran pada penggunaan bahasa dalan konteks
tertentu oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu, dan sebagainya
Dapat dikatakan juga bahwastyle'gaya' itu merupakan gaya bahasa termasuk di
dalamnya pilihan gaya pengekspresian seorang pengarang untuk menuangkan apa
yang dimaksudkan yang bersifat individual dan kolektif. Hal itu berkaitan dengan
keunikan pengarang dalam memilih bahasa sebagai sarana estetis penulisan karyanya.
Sedangkan stilistika sendiri merupakan ilmu yang mempelajari tentangstyle.
Styledalam karya sastra, di satu sisi dapat dipahami sebagai bentuk dan formulasi
bahasa pengarang yang ekspresif karena itu sifatnya sangat individual dan bagaimana
styledipahami sebagai gaya bahasa (Sutejo, 2010:8)
L. Spitzer dalam Sudiro Satoto (1995:38) memandang style sebagai suatu
ungkapan yang khas pribadi. Melalui analisis yang rinci terhadap motif dan pilihan kata
terhadap sebuah karya sastra, maka dapat dilacak pula visi batin seorang pengarang
dalam mengungkapkannya. Pada kaitan antara style dan pengarang inilah yang
melahirkan pembedaanstyle,baik yang bersifat objektif maupun subjektif.
Stilistika adalah ilmu yang meneliti gaya bahasa, akan tetapi pengertian mengenai
gaya bahasa sangat beragam definisinya namun menunjukkan adanya persamaan, yakni
commit to user
Menurut Gorys Keraf (2000: 113) pengertian gaya atau khususnya gaya bahasa
dikenal dalam retorika dengan istilah style. Pengertian gaya bahasa dapat dibatasi, yaitu
gaya pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
kepribadian penulis atau pemakai bahasa.
Harimurti Kridalaksana (2001:63) memberikan pengertian mengenai gaya bahasa
atau style adalah (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur
atau menulis; (2) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (3)
keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Gaya bahasa dapat ditinjau dari
bermacam-macam sudut pandang. Pandangan terhadap gaya bahasa dapat dibedakan dari
jenisnya dibagi menjadi dua segi yakni segi non bahasa dan segi bahasa. Guna melihat
gaya secara luas, maka pembagian berdasarkan masalah non bahasa tetap diperlukan,
namun gaya bahasa dilihat dari aspek kebahasaan lebih diperlukan. Sedangkan dalam
geguritan karya Nur Indah ini lebih difokuskan pada aspek kebahasaan.
Jenis-jenis gaya bahasa menurut Gorys Keraf (2006: 115-145) adalah (a) gaya
bahasa berdasarkan pilihan kata dibedakan menjadi gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak
resmi, dan gaya bahasa percakapan (b) gaya bahasa berdasarkan nada terdiri dari gaya
sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan gaya menengah, (c) gaya bahasa berdasarkan
struktur kalimat terdiri dari klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi, (d)
gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna terdiri dari gaya bahasa retoris
meliputi aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asidenton,
polisidenton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, hysteron proteron, pleonasme dan
tautologi, perifrasis, prolepsis, erotesis, silepsis dan zeugma, koreksio, hiperbol,
personifikasi, alusi, eponimi, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi,
sinisme, dan sarkasme, satire, inuendo, antifrasis dan pun atau paronomasia.
Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (2007),
gaya bahasa terdiri dari empat macam, yaitu (1) majas perbandingan (alegori, alusio,
simile, metafora, antropomorfemis, sinestesia, antonomasia, aptronim, metonemia,
hipokorisme, litotes, hiperbola, personifikasi, depersonifikasi, pars prototo, totum
proparte, eufimisme, disfemisme, fabel, parable, perifrase, eponym, dan simbolik), (2)
majas penegasan (apofasis, pleonasme, repetisi, parairama, aliterasi, paralelisme,
tautologi, sigmatisme, antanaklasis, klimaks, antiklimaks, iversi, retoris, ellipsis,
koreksio, sindeton, interupsi, eksklamasio, enumorasio, preterito, alonim, kolokasi,
silepis, zeugma), (3) majas pertentangan (paradoks, antitesis, oksimoron, kontradiksi
interminus, dan anakronisme), dan (4) majas sindiran (ironi, sarkasme, sinisme, satire,
dan innuendo).
Berikut ini, dikemukakan beberapa penjelasan tentang gaya bahasa.
a. Antitesis
Antitesis adalah pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan
arti satu dengan yang lainnya.
commit to user
Anaphora termasuk ke dalam gaya bahasa paralelisme. Anaphora merupakan gaya
bahasa yang menggunakan kata atau frase yang sama di depan larik-larik atau
kalimat-kalimat sebelumnya secara berulang.
c. Hiperbola
Hiperbola adalah cara pengungkapan dengan melebih-lebihkan kenyataan
sehingga kenyataan itu menjadi tidak masuk akal
d. Klimaks
Klimaks adalah pemaparan pikiran atau hal berturut-turut dari yang sederhana dan
kurang penting meningkat kepada hal atau gagasan yang penting atau kompleks.
e. Metafora
Metafora adalah pengungkapan berupa perbandingan analogis satu hal dengan hal
lain, dengan menghilangkan kata-kata seperti, layaknya, bagaikan, dsb.
f. Paradoks
Paradoks adalah cara pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah
bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
g. Personifikasi
Personifikasi atau penginsanan adalah cara pengungkapan dengan menjadikan
benda-benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.
h. Repetisi
Repetisi adalah pengulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu
kalimat atau wacana
Retoris adalah ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung dalam
pernyataan tersebut.
j. Simile
Simile adalah pengungkapan dengan menggunakan perbandingan eksplisit yang
dinyatakan dengan kata depan dan penghubung seperti layaknya, bagaikan,
seperti, bagai, dsb
F. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dalam penelitian merupakan penggambaran pemikiran peneliti dalam
memahami masalah yang akan diteliti. Objek kajian ini adalah geguritankarya Nur Indah tahun
2012 dalam buku Pagupon 2. Dari geguritan tersebut peneliti mengamati wujud pemakaian
bahasanya. Berdasarkan landasan teori pemakaian bahasa dalam karya susastra berbentuk tulisan
commit to user
pada aspek bunyi, aspek diksi, aspek pencitraan, dan aspek gaya bahasa. Berikut ini adalah bagan
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara, alat, prosedur dan teknik yang dipilih dalam
melakukan penelitian. Metode adalah cara untuk mengamati atau menganalisis suatu
fenomena, sedangkan metode penelitian mencakup kesatuan dan serangkaian proses
penentuan kerangka pikiran, perumusan masalah, penentuan sampel data, teknik pengumpulan
data dan analisis data (Edi Subroto, 1992:31). Dalam metode penelitian ini dijelaskan mengenai
tujuh hal, yaitu jenis penelitian. data dan sumber data, populasi dan sampel, alat penelitian,
metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data.
A. Jenis Penelitian
Jenis dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan
semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup
pada penutur-penuturnya, sehingga menghasilkan catatan berupa pemberian bahasa dan
sifatnya seperti potret (Sudaryanto, 1992.62). Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk
mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh
nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok)
keadaan, gejala atau fenomena yang lebih berharga daripada hanya pernyataan dalam bentuk
angka-angka dan tidak terbatas pada pengumpulan data melainkan meliputi analisis dan
interpretasi data (Sutopo, 1996: 8-10). Fakta yang akan dideskripsikan adalah fenomena
kebahasaan yang mencerminkan aspek-aspek kesastraan. pemakaian bahasa dalam geguritan
commit to user
deskripsi yang objektif dan akurat darigeguritan karya Nur Indah dalam buku Pagupon 2 tahun
2012.
B. Data dan Sumber Data
Data dapat diidentifikasi sebagai bahan suatu penelitian (Sudaryanto, 1993: 3-5). Data
merupakan semua informasi atau bahan yang disediakan alam (dalam arti luas) yang luas dicari
dan dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi Subroto, 1992:34). Data merupakan sasaran yang
diteliti dan konteksnya (Imam Sutarjo, 2002: 77). Sumber data dalam penelitian ini berupa
geguritankarya Nur Indah tahun 2012.
Data dalam penelitian ini adalah berupa data kebahasaan yang berwujud kata-kata yang
mengandung rima, diksi, gaya bahasa, kekhasan morfologis maupun kekhasan literer yang
terdapat dalamgeguritankarya Nur Indah.
Sumber data merupakan sumber dimana data dapat diperoleh. Sumber data penelitian ini
berupa geguritan karya Nur Indah yang terdapat dalam buku Pagupon 2 tahun 2012. Jumlah
geguritanyang diteliti dalam penelitian ini sebanyak sebelas geguritankarya Nur Indah, yakni :
(1) Rahayu kang Wus Purna; (2) Manggul Warisan Agung; (3) Sabukwalaku SBC-mu; (4) Ana
Keluk ing Pucuking Menoreh (I); (5) Ana Keluk ing Pucuking Menoreh (II); (6) Bedhahe
Dhodhotira; (7) Pasare Wus Ilang Kumandhange; (8)Tumbas Suwarga; (9)Kang Sumare Wus
Lerem; (10)Soloku; (11)Kasetyan Langgeng.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah objek penelitian. Populasi pada umumnya ialah keseluruhan
individu dari segi-segi tertentu bahasa (Edi Subroto, 1992: 32) Populasi dalam penelitian ini
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian langsung
(Sudaryanto, 1992: 32). Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling yaitu pengambilan sampel secara selektif disesuaikan ketentuan dalam
sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya ( Sudaryanto, 1992: 29). Sampel data
penelitian ini adalah satuan lingual yang mengandung unsur stilistika dalam sebelas geguritan
karya Nur Indah tahun 2012 dalam buku Pagupon 2 yang memenuhi syarat representatif untuk
dianalisis.
D. Alat Penelitian
Alat penelitian terdiri dari alat utama dan alat bantu. Alat utama dalam penelitian ini
adalah kompetensi kebahasaan pada peneliti sendiri yang mempunyai peran penting dan paling
dominan dalam penelitian serta digunakan untuk menganalisis data yang berupa aspek bunyi,
aspek morfolgi, diksi dan gaya bahasa dalam geguritan karya Nur Indah. Alat bantu dalam
penelitian ini adalah alat elektronik berupa komputer dan alat tulis seperti buku, bolpoin, pensil,
dan penghapus.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode adalah cara mendekati, mengamati, dan menganalisis gejala yang ada (Harimurti
Kridalaksana, 2001: 123). Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode simak, yaitu mengadakan penyimakan terhadap pemakaian bahasa dalam
geguritan karya Nur Indah tahun 2012 sesuai dengan intonasi serta kehendak pengarang
commit to user
mengadakan pencatatan terhadap data yang relevan dan sesuai dengan sasaran dan tujuan
penelitian (Edi Subroto, 1992: 41- 42).
Penggunaan metode simak dengan teknik dasar yaitu teknik pustaka, dalam
pelaksanaanya ditindaklanjuti dengan menggunakan teknik catat. Data-data dalam geguritan
karya Nur Indah tahun 2012 tentang pemakaian bahasa yang diperlukan, kemudian dilakukan
dengan pencatatan data pada kartu data yang telah dipersiapkan. Setelah data terkumpul
selanjutnya dilakukan klasifikasi data berdasarkan aspek-aspek bunyi, kekhasan morfologi, diksi,
dan gaya bahasa. Pengklasifikasian data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil bait
yang mengandung bunyi, kekhasan morfologi, diksi dan gaya bahasa dalamgeguritankarya Nur
Indah
F. Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya dalam satu
pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Menganalisis berarti memilah-milah unsur yang
membentuk suatu satuan lingual atau meugutarakan ke dalam komponen-komponennya atau
mengandung pengertian penentuan identitas suatu satuan lingual. Penentuan identitas itu
didasarkan atas pengujian beradasarkan segi-segi tertentu dari satuan lingual yang kita teliti (Edi
Subroto, 1992: 55). Dalam penelitian ini data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan
metode distribusional untuk menganalisis aspek bunyi, morfologi, dan diksi dalam teks
geguritan karya Nur Indah tahun 2012, sedangkan untuk menganalisis gaya bahasa, pencitraan
menggunakan metode padan.
Metode distribusional disebut juga metode agih adalah metode analisis data yang alat