• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geguritan Karya Nur Indah Dalam Pagupon 2 (Suatu Kajian Stilistika)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Geguritan Karya Nur Indah Dalam Pagupon 2 (Suatu Kajian Stilistika)"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

GEGURITAN KARYA NUR INDAH

DALAM PAGUPON 2

(SUATU KAJIAN STILISTIKA)

Diajukan Untuk Melengkapi sebagian Persyaratan

guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh:

Febrianto Hanggoro Putro

C0108030

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)
(3)

commit to user

(4)
(5)

commit to user

v MOTTO

Kekuatan tidak berasal dari kapasitas fisik.

Kekuatan berasal dari kemauan yang gigih.

“Mahatma Gandhi”

Tenang dalam pikiran, tenang dalam ucapan, tenang dalam perbuatan,

ia yang berpengertian benar, telah bebas, damai, dan seimbang

(6)

commit to user

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

Bapak, Ibu, Adik, Teman-teman, serta

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan

skripsi berjudul “Kajian Stilistika Geguritan Karya Nur Indah”. Skripsi ini

disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan

Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Segala hambatan dalam proses penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan

dengan baik berkat bimbingan, petunjuk serta bantuan dari pelbagai pihak. Oleh

karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra

dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan

memberikan izin penulisan skripsi ini.

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta dan

Pembimbing Akademik yang telah memberikan semangat untuk

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Drs. Sri Supiyarno, M.A., selaku pembimbing I dengan penuh kesabarannya

telah memberikan bimbingan, saran, dan nasihat demi terselesaikannya skripsi

ini.

5. Drs. Yohanes Suwanto, M.Hum., selaku pembimbing II atas bimbingannya

(8)

commit to user

6. Bapak Ibu Dosen beserta staf Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.

7. Kepada UPT Perpustakaan UNS dan FSSR, terima kasih atas pelayanannya

selama penulis membutuhkan referensi.

8. Bapak, Ibu, dan adikku tersayang, yang telah memberikan doa, dukungan,

semangat, motivasi, dan kepercayaan sehingga dapat menempuh kuliah sampai

akhir.

9. Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2008, terima kasih atas bantuan,

dukungan dan motivasinya, semoga sukses.

10. Teman-teman LPM Kalpadruma, terimakasih atas dukungan dan motivasinya.

11. Semua pihak yang membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan

dalam berbagai hal karena terbatasnya kemampuan penulis. Maka penulis

mengharap kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap

semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan orang lain.

Surakarta, Desember 2012

(9)

commit to user

DAFTAR TANDA, LAMBANG, DAN SINGKATAN ... xiii

BAGAN ... xiv

BAB II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR ... 11

Landasan Teori ... 11

(10)

commit to user

2. Geguritan (Puisi Jawa Modern). ... 15

3. Pencitraan ………... 15

4. Pengulangan Bunyi (Purwakanthi)...…18

5. Diksi ... 19

6. Gaya Bahasa………. 27

B. Kerangka Pikir ... 33

BAB III. METODE PENELITIAN ... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Data dan Sumber Data ... 35

C. Populasi dan Sampel ... 36

D. Alat Penelitian ... 36

E. Metode Pengumpulan Data ... 37

F. Metode Analisis Data ... 37

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 40

BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Aspek Bunyi dalamgeguritankarya Nur Indah dalam Pagupon 2 ... 42

1. Asonansi (Purwakanthi Swara)...… 42

2. Aliterasi (Purwakanthi Sastra)...…52

3. Lumaksita (Purwakanthi Basa)... 59

B. Aspek Pencitraan dalam Geguritan Karya Nur Indah dalam Pagupon 2...66

1. Citra Penglihatan ... 67

2. Citra Gerak... 69

3. Citra Pendengaran... 70

(11)

commit to user

xi

5. Citra Perabaan . ...72

C. Aspek Diksi dalamgeguritan karya Nur Indah dalam Pagupon 2… …. . 73

1. Sinonim………. ………73

7. Bentuk-bentuk literer berafiks………. ……… 97

8. Bentuk Literer yang reduplikasi………... ……. 104

(12)

commit to user

B. Saran ... 123

(13)

commit to user

{...} : Untuk mengapit proses pembentukan kata

(...) : Tanda opsional atau pelengkap

/ : Garis miring menyatakan atau

>< : Tanda sudut menandakan lawan kata/antonim

- : Tanda hubung maksudnya bergabung dengan

= : Menjadi

2. Lambang

E : Melambangkan bunyi vokal /ê/, sepertipintêr’pandai’

O : Melambangkan bunyi vokal /o/ belakang bulat, seperti

[klOpO]’kelapa’

APM I :Ana Keluk ing Pucuking Menoreh I

APM II :Ana Keluk ing Pucuking Menoreh II

(14)

commit to user

DAFTAR BAGAN

(15)

commit to user

xv ABSTRAK

Febrianto Hanggro Putro. C0108030. 2012. Geguritan Karya Nur Indah dalam

Pagupon 2 (Suatu Kajian Stilistika). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah

pemanfaatan dan pemilihan aspek-aspek bunyi bahasageguritankarya Nur Indah

dalam buku Pagupon 2?; (2) bagaimanakah diksi dalam geguritan karya Nur

Indah dalam buku Pagupon 2?; (3) Gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam

geguritankarya Nur Indah dalam Pagupon 2?; (4) bagaimanakah aspek pencitraan

dalamgeguritanNur Indah dalam buku Pagupon 2?

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini

adalah data tulis yang berupa geguritan karya Nur Indah tahun 2012 yang di

dalamnya terdapat aspek bunyi, diksi, gaya bahasa, dan pencitraan. Sumber data

penelitian ini adalah buku Pagupon 2 tahun 2012. Jumlahgeguritan yang diteliti

adalah 11 geguritan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruhgeguritankarya

Nur Indah yang terdapat dalam buku Pagupon 2 tahun 2012. Sampel data penelitian ini adalah satuan lingual yang mengandung unsur-unsur stilistika

(aspek bunyi, diksi, gaya bahasa, dan pencitraan) dalam 11 geguritan karya Nur

Indah tahun 2012 yang memenuhi syarat representatif untuk dianalisis. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak, kemudian ditindaklanjuti dengan teknik catat. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode distribusional dan metode padan. Metode distribusional digunakan untuk menganalisis aspek bunyi dan diksi atau pilihan kata dengan teknik dasar BUL (Bagi Unsur Langsung) dan teknik lanjutan berupa teknik interpretasi. Sedangkan metode padan digunakan untuk menganalisis gaya bahasa dan pencitraan dengan teknik dasar PUP (Pilah Unsur Penentu). Daya pilah yang digunakan adalah daya pilah referensial. Adapun metode penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal.

Berdasarkan asil analisis data dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan

aspek-aspek stilistika dalam geguritan karya Nur Indah dalam buku Pagupon 2

tahun 2012, ditemukan adanya asonansi (purwakanthi suwara), aliterasi

(purwakanthi sastra), dan lumaksita (purwakanthi basa). Diksi dalam

geguritan karya Nur Indah dalam buku Pagupon 2 tahun 2012, yaitu pemakaian

(1) sinonim, (2) antonim, (3) tembung saroja, (4) tembung plutan, (5) kata

bahasa Kawi, (6) struktur morfologi, yang mencakup bentuk-bentuk literer yang

berafiks dan reduplikasi yang mencakup dwilingga dan dwipurwa, (7) idiom.

Pemakaian gaya bahasa dalam geguritan karya Nur Indah tahun 2012 yaitu (1)

anafora, (2) personifikasi, (3) klimaks, (4) repetisi, (5) ironi, (6) antitesis, (7) simile, (8) retoris, (9) hiperbol, (10) metafora. Pemakaian pencitraan yang

terdapat dalamgeguritankarya Nur Indah tahun 2012 yaitu (1) citra penglihatan,

(16)

commit to user SARI PATHI

Febrianto Hanggro Putro. C0108030. 2012. Geguritan Karya Nur Indah dalam

Pagupon 2 (Suatu Kajian Stilistika). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra lan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta.

Pêrkawis ingkang dipuntaliti salêbêting panalitèn, inggih punika: (1) kadospundi mumpangatipun lan pamilihing perangan suwantên wontên gêguritan anggitanipun Nur Indah ing buku Pagupon 2?; (2) kadospundi pamilihing têmbung wontên gêguritan anggitanipun Nur Indah ing buku Pagupon 2?; (3) lêlewaning basa menapa kemawon ingkang wontên ing gêguritan anggitanipun Nur Indah ing buku Pagupon 2?; (4) punapa pigunanipun citra wontên gêguritan anggitanipun Nur Indah ing buku Pagupon 2?

Jinising panalitèn inggih mênika deskriptif kualitatif. Data wontên

panalitèn punika data tulis ingkang arupi gêguritan anggitanipun Nur Indah tahun 2012 ingkang ing lêbêtipun wontên perangan suwantên, pamilihipun têmbung,

lêlewaning basa, lan citra. Sumber data panalitèn punika buku Pagupon 2 tahun

2012. Gunggungipun gêguritan ingkang dipuntaliti wontên 11 gêguritan.

Populasi wontên panalitèn punika inggih mênika sêdaya gêguritan anggitanipun

Nur Indah wontên ing buku Pagupon 2 tahun 2012.Sampel datapanalitèn punika

inggih mênikasatuan lingualingkang ngandhut unsur-unsur stilistika(perangan

suwantên, diksi, lêlewaning basa, lan citra) ing 11 gêguritan anggitanipun Nur

Indah tahun 2012. Pangêmpalanipun data katindakakên kanthi metode simak,

salajêngipun dipunlajêngakên kanthi teknik catat. Metode ingkang

dipun-ginakakên kangge ngandharakên data inggih mênika metode distribusional lan

metode padan. Metode distribusional dipun-ginakakên kangge ngandharakên

perangan suwantên lan pamilihing têmbung kanthiteknik dasar BUL (Bagi Unsur

Langsung) lan teknik lanjutan arupi teknik interpretasi. Dene metode padan

dipun-ginakakên kangge ngandharakên lêlewaning basa lan perangan-perangan

citra kanthiteknik dasar PUP (Pilah Unsur Penentu). Daya pilahingkang

dipun-ginakakên inggih mênikadaya pilah referensial. Wondenemetode penyajian hasil

analisis datamigunakakênmetode informal.

Asiling panalitèn mênika inggih mênika dipin-panggihake peranganipun purwakanthi suwara, purwakanthi sastra, lan purwakanthi basa. Pamilihing têmbung ing gêguritan anggitanipun Nur Indah ing buku Pagupon 2 tahun 2012,

dipunpanggihakên wontênipun (1) sinonim, (2) antonim, (3) tembung saroja, (4)

tembung plutan, (5) tembung saking basa Kawi, (6) struktur morfologi, ingkang

nyakup cak-cakan tembung endah ingkang mawa panambang lan tembung

rangkep ingkang nyakup dwilingga lan dwipurwa, (7) idiom. Lêlewaning basa

wontên ing gêguritan anggitanipun Nur Indah tahun 2012 inggih mênika (1)

anafora, (2) personifikasi, (3) klimaks, (4) repetisi, (5) ironi, (6) antitesis, (7)

simile, (8) retoris, (9) hiperbol, (10) metafora. Peranganipun citra wontên ing

gêguritan anggitanipun Nur Indah tahun 2012 inggih mênika (1) citra

(17)

commit to user

xvii ABSTRACT

Febrianto Hanggro Putro. C0108030. 2012. Geguritan (Javanese poem)of Nur

Indah’s Work in Pagupon 2 (A Stylistic Study). Degree: Javanese Letters Department, Faculty of Letters and Fine Arts, Sebelas Maret University Surakarta.

Some problems discussed in this study are: (1) How are the utilization and

the selection of language sound aspects of Geguritan of Nur Indah’s Work in

Pagupon 2? (2) How is the diction or the words selection in Geguritan of Nur Indah’s Work in Pagupon 2? (3) What types of figure of speech found in

Geguritan ofNur Indah’s Workin Pagupon 2? (4) How is the imaging aspects in

Geguritan ofNur Indah’s WorkinPagupon 2?

This study is qualitative descriptive. Data in this study is written data in

the form of geguritanof Nur Indah’s work 2012, where presents sound aspects,

diction, figure of speech, and imaging. Data source of this study is Pagupon 2

2012. The number of geguritans studied are 11 geguritans. Population of this

study is all geguritan ofNur Indah’s work in the Pagupon 22012. Data sampling of this study are lingual units, which contain stylistic elements (sound aspects,

diction, figure of speech, and imaging) in the eleven geguritans of Nur Indah’s

works in 2012 that fulfill representative requirements to be analyzed. Data collecting is done by observation method, then followed up by documentation technique. Methods used in analyzing the data are distributional and matching methods. Distributional method is used in analyzing the sound aspects and diction

or the words selection by a base technique BUL (Bagi Unsur Langsung/ Direct

Elements Division) and an advanced technique, that is interpretation. Whereas matching method is used in analyzing figure of speech and imaging by a base

technique PUP (Pilah Unsur Penentu/ Determinant Element Sorting). The sorting

effort used in this study is referential shorting efforts. Whereas the presentation method of the result of the data analysis uses informal method.

Based on the results of data analysis, it can be concluded that the

utilization of stylistic aspects in geguritan of Nur Indah’s work in Pagupon 2

2012, it is found that there are done assonance (purwakanthi suwara), alliteration

(purwakanthi sastra), and purwakanthi basa. The words selection or diction in

geguritan of Nur Indah’s work in Pagupon 2 2012, that is the use of (1)

synonyms, (2) antonyms, (3) tembung saroja, (4) tembung plutan, (5) Kawi

language words, (5) morphologic structures, which includes some forms of litterer

having affixes and reduplication that covering dwilingga and dwipurwa, (7)

idioms. The use of figure of speech ingeguritanof Nur Indah’s work2012 are (1)

anaphora, (2) personification, (3) climax, (4) repetition, (5) irony, (6) antithesis, (7) simile, (8) rhetoric, (9) Hyperbole, (10) metaphor. The use of imaging in

geguritan of Nur Indah’s work 2012 are (1) sight imaging, (2) motion imaging,

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa yang dimiliki oleh setiap manusia tidak dapat dipisahkan dengan segala

aktivitasnya. Bahasa menjadi sarana yang penting dan efektif untuk dapat berkomunikasi

dengan orang lain. Dalam KBBI (2007:88), bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang

arbitrer, yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan

mengidentifikasi diri. Dalam Harimurti Kridalaksana (2008:24) bahasa merupakan sistem

lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,

berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.

Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan perwujudan seni. Puisi

sebagai salah satu bentuk karya sastra, dihasilkan dari imajinasi serta ide kreatif pengarang

(sastrawan) dengan realitas. Realitas menjadi ladang luas bagi sastrawan untuk mendapatkan

ispirasi. Sastrawan selalu berupaya melakukan penggalian ide, proses berpikir, pengendapan

pengalaman, dan penghayatan terhadap kehidupan untuk kemudian menghasilkan

karya-karya dengan nilai-nilai kemanusiaan yang bermutu dan bermanfaat bagi kehidupan.

Kemudian diungkapkan menjadi rangkaian tuturan secara khas, kaya kiasan dan kata-kata

indah.

Puisi dapat diungkapkan dalam berbagai bahasa antara lain dalam bahasa Inggris

(19)

commit to user

geguritan’. Geguritan adalah jenis puisi Jawa modern. Karya sastra Jawa ini tidak terikat

oleh aturan-aturan yang ketat seperti aturan jumlah baris pada tiap bait (guru gatra), aturan

jumlah suku kata setiap baris (guru wilangan), aturan bunyi vokal di akhir baris (guru lagu),

persajakan (purwakanthi), dan sifat atau watak. Seperti dalam penulisan kesusastraan

Indonesia penulisan geguritan bersifat bebas. Pengungkapan dalam geguritan cenderung

menggunakan bahasa sederhana. Isinya mudah dipahami dan mengadung suatu amanat.

Amanat tersebut disampaikan oleh pengarang melalui kata-kata yang ritmis.

Geguritan merupakan perwujudan kreativitas berbahasa. Bahasa dalam geguritan

mengandung imajinasi tinggi. Geguritan mampu membuat pembaca tertarik untuk

memahami kata demi kata, baris demi baris, bait demi bait, bahkan dari antologi geguritan

satu ke antologi geguritan lainnya. Dasar penggunaan bahasa dalam geguritan bukan hanya

sekadar paham. Sebab, keberdayaan pemilihan kata merupakan faktor yang lebih penting.

Keberdayaan pemilihan kata akan dapat menyajikan efek keindahan dan dapat meningkatkan

sensitivitas pembaca. Pengarang memilih kata-kata yang dapat dipahami dengan berbagai

pengertian. Seperti kata sekar ‘bunga’, kusuma ‘bunga’, dan puspa ‘bunga’ memiliki

kesamaan makna akan tetapi kata-kata tersebut masing-masing memiliki daya pikat untuk

menimbulkan respon yang berbeda pada setiap pembaca. Efek keindahan hasil elaborasi

bahasa dari pengarang dalam setiap kata dan atau kalimat dalam geguritan pada umumnya

dilakukan dengan kesadaran.

Cara pengungkapan bahasa atau pemanfaatan potensi bahasa dalam karya sastra

untuk tujuan tertentu dikaji melalui pendekatan stilistika. Stilistika merupakan ilmu yang

menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra. Menurut Kridalaksana (2001 :

(20)

ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan; penerapan linguistik pada penelitian

gaya bahasa. Stilistika ialah telaah tentang variasi pemilihan dan penggunaan unsur-unsur

bahasa sesuai dengan situasi dan juga bagaimana akibatnya untuk pembaca dan pendengar (J.

D. Parera, 1993:144)

Dalam penelitian ini objek yang dikaji adalahgeguritan karya Nur Indah dalam buku

Pagupon 2 tahun 2012 terbitan Taman Budaya Jawa Tengah. Peneliti tertarik memilih kajian

stilistika geguritan karena kajian ini lebih dapat mengembangkan pemahaman kaidah

kebahasaan dan kesusastraan.Geguritandapat dianalisis secara stilistika karena bahasa yang

digunakan memerlukan bunyi bahasa, pemilihan kata dan gaya bahasa yang merupakan unsur

pembentuk keindahan bahasa. Alasan mengenai penelitian ini di antaranya: Pertama,

geguritan karya Nur Indah merupakan bentuk kesusastraan Jawa berbentuk puisi yang

menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Kedua, memiliki nilai-nilai

estetik dan ajaran moral serta menggunakan bahasa yang khas. Ketiga, dalam geguritan

ditemukan banyak aspek bunyi, pilihan kata dan gaya bahasa.

Bahasa dalamgeguritanmemilikistyletersendiri, yakni berupa pemilihan kata (diksi)

yang terwujud dalam larik-larik geguritan, yang sesuai dengan intrepretasi pengarang dalam

memandang hal-hal yang ada di dalam dan di luar dirinya. Misalnya pada setiap larik

geguritan mengandung purwakanthi swara ‘asonansi’, purwakanthi sastra ‘aliterasi’, dan

purwakanthi basa‘lumaksita’. Adapun penggunaan style kebahasaan yang digunakan dalam

geguritankarya Nur Indah ini menggunakan diksi yang kaya akan pilihan kata seperti adanya

tembung saroja, tembung plutan, sinonim, antonim, dan kata dari bahasa Kawi. Selain itu

diksi yang digunakan dalam geguritan karya Nur Indah ini juga memiliki kekayaan makna

(21)

commit to user

estetis. Puisi memilki medium yang terbatas sehingga dalam keterbatasannya sebagai

totalitas puisi yang terdiri atas beberapa baris harus mampu menyampaikan pesan sama

dengan sebuah cerpen, bahkan sebuah novel yang terdiri atas ratusan bahkan ribuan halaman

(Nyoman Kutha Ratna, 2009: 16)

Bentuk kreativitas berbahasa dalam geguritankarya Nur Indah menggunakan

aspek-aspek bahasa yang bertujuan untuk kepentingan tertentu misalnya sindiran, informasi,

nasihat, hiburan dan sebagainya. Contoh:

(1) Kembang madu kang rinonce sakdawaning uripmu

Wus kasuntak sat saksuwening wektu Pinangkas ngabdi marang nusa lan bangsa

Lelados ing sakambaning jagad budaya(P2/RWP/1)

‘Bunga madu yang terangkai sepanjang hidupmu’ ‘Sudah tertuang habis sepanjang lamanya waktu’ ‘Terpotong untuk mengabdi pada nusa dan bangsa’ ‘Berbakti di seluasnya jagad budaya’

Bentuk geguritanpada data (1) di atas memiliki nilai estetik dengan pola persajakan

a-a-b-b, yaitu bunyi akhir [u] pada kata uripmu ‘hidupmu’ dan wektu ‘waktu’, dan bunyi

akhir [a] pada kata bangsa ‘bangsa’ dan budaya ‘budaya’. Kemudian juga persamaan bunyi

pada baris geguritan yang menghasilkan bunyi geguritan lebih indah. Dalam data (1) juga

terdapat bentuk kata berafiks yang menimbulkan kesan indah pada kata sakdawaning

‘sepanjang’, saksuwening ‘sepanjang lamanya’, pinangkas ‘dipangkas’, dan sakambaning

‘seluasnya’. Data (1) merupakan contoh dari potongan geguritan karya Nur Indah berjudul

“Rahayu kang Wus Purna” pada bait pertama.

Setiap pengarang memiliki kekhasan masing-masing dalam penciptaan karya

sastranya. Penggunaan dan pemanfaatan bahasa dalam karya sastra dioptimalkan oleh

(22)

keunikan tersebut perlu dikaji supaya penggunaan dan pemanfaatan bahasanya serta efek

khusus yang ditimbulkannya dapat ditemukan.

Geguritan karya Nur Indah dalam buku Pagupon 2 tahun 2012 terbitan Taman

Budaya Jawa Tengah yang terbit pada 29 Februari 2012 menjadi objek yang dikaji dalam

penelitian ini. Peneliti terdorong memilih kajian stilistika karena masih sedikit penelitian

yang menggunakan kajian ini, khususnya pada geguritan. Geguritan dapat dianalisis secara

stilistika mengingat bahasa kaidah kebahasaannya menggunakan karakter sastra tertentu.

Penelitian dengan kajian stlistika yang sudah dilaksanakan oleh peneliti terdahulu

adalah sebagai berikut.

1. “Penggunaan Stilistika dalam Puisi Jawa Dialek Using” oleh Setya Yuwana tahun 2000,

adalah pengkajian puisi secara stilistika meliputi aspek penggunaan gaya bahasa yang

khas, pola bunyi bahasa, rima, majas, serta diksi dan didapatkan perbedaan morfologis

sintaksis dan ketaksaan leksikal serta gramatikal atas 77 buah syair dari 17 penyair Using.

2. Tesis, Sundari, 2002 yang berjudul, “Kajian Stilistika Novel Berbahasa Jawa Tahun

1960-an”, mengkaji tentang pemakaian kosakata, segi struktur morfosintaksis,

penggunaan gaya bahasa dan menelaah segi sosial kultural novel berbahasa Jawa Tahun

1960-an.

3. Naskah Lakon “Ronggolawe”Karya S.T. Wiyono: Sebuah Analisis Stilistika oleh Asep

Yudha Wirajaya tahun 2004. Makalah ini memberikan pembahasan stilistika secara

umum dan khusus. Secara umum menganalisis gaya bahasa yang tersirat dalam

keseluruhan cerita, meliputi tema, penokohan, seting, sedangkan secara khusus

(23)

commit to user

4. “Bahasa Pedalangan Gaya Surakarta (Suatu Pendekatan Stilistika)”. Laporan penelitian

oleh Imam Sutarjo tahun 2003. Analisis dengan pendekatan stilistika dalam bahasa

pedalangan dan didapat bahwa potensi bahasa yang digunakan adalah untuk membangun

artifisial dan keartistikan adalah purwakanthi atau persajakan bunyi (vokal, konsonan,

perulangan).

Berdasarkan penelitian yang sudah ada penelitian mengenai kajian stilistika dalam

geguritan Nur Indah tahun 2012 belum diteliti. Penelitian ini membahas masalah yang

ada hubungannya dengan pengkajian stilistika dengan mengambil judul “Geguritan

Karya Nur Indah dalam Pagupon 2 (Suatu Kajian Stilistika).

B. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada kajian Stilistika geguritan karya Nur Indah.

Analisisnya akan dibatasi pada kajian aspek bunyi (purwakanthi swara, purwakanthi

sastra, dan purwakanthi basa), diksi (sinonim, antonim, tembung saroja, tembung

plutan, kata dari bahasa Kawi, dan idiom) penanda morfologis dalam ragam literer,

pencitraan serta pemakaian gaya bahasa dalam geguritan karya Nur Indah yang akan

dibahas dengan kajian stilistika.

C. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah penggunaan aspek bunyi (purwakanthi swara, purwakanthi sastra,

(24)

2. Bagaimanakah pilihan kata (diksi) yang terkandunggeguritankarya Nur Indah dalam

Pagupon 2?

3. Bagaimanakah aspek pencitraangeguritankarya Nur Indah dalam Pagupon 2?

4. Gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam geguritan karya Nur Indah dalam

Pagupon?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di depan secara umum

penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan segi-segi kestilistikaan dalam geguritan

karya Nur Indah tahun 2012. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. mendeskripsikan aspek bunyi (purwakanthi swara, purwakanthi sastra, dan

purwakanthi basa)geguritankarya Nur Indah dalam Pagupon 2;

2. menjelaskan pilihan kata (diksi) yang terkandung dalam geguritan karya Nur Indah

dalam Pagupon 2;

3. menjelaskan aspek pencitraangeguritankarya Nur Indah dalam Pagupon 2; dan

4. mendeskripsikan gaya bahasageguritankarya Nur Indah dalam Pagupon 2.

(25)

commit to user

Penelitian mengenai geguritan karya Nur Indah dengan kajian stilistika ini

diharapkan memberikan manfaat teoretis dan praktis

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan yang bermanfaat

bagi perkembangan teori linguistik Jawa, khususnya bidang stilistika.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Memberikan informasi kepada pembaca tentang kaidah bahasa dalam karya sastra

padageguritankarya Nur Indah.

b. Membantu masyarakat pembaca dan pecinta karya sastra dalam memahami

geguritan.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran secara keseluruhan dari penelitian ini, maka

diperlukan sistematika penulisan. Berikut adalah sistematika penulisan pada penelitian

ini.

BAB I Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori, meliputi pengertian tentang teori stilistika, puisi,

(26)

BAB III Metode Penelitian, meliputi jenis penelitian, data dan sumber data,

populasi dan sampel, alat penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan

metode hasil penyajian analisis data.

BAB IV Analisis Data, merupakan hasil analisis mengenai kajian stilistika yang

mendeskripsikan tentang bunyi bahasa, pilihan kata, pencitraan, serta gaya bahasa dalam

Geguritan Pagupon 2.

BAB V Penutup, berisi simpulan dan saran mengenai penelitian yang telah

(27)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

A. Landasan Teori

1. Pengertian Stilistika

Stilistika lebih banyak dibicarakan dalam ilmu bahasa pada umumya, yang khusus

mengkaji mengenai deskripsi berbagai gaya bahasa. Gaya bahasa memiliki kaitan erat

dengan aspek keindahan. Kepekaan dan kekreativitasan pengarang menjadi aspek penting

dalam penciptaan aspek keindahan tersebut. Gaya bahasa memiliki peranan yang sangat

penting dalam suatu karya sastra, begitu pun stilistika dalam karya sastra geguritan. Pesan

dalam geguritan dapat diketahui dengan analisis stilistika.

Menurut Shipley dalam Nyoman Kutha Ratna (2009: 8-9) stilistika (stylistic) adalah

ilmu tentang gaya (style), sedangkan style itu sendiri berasal dari akar kata stilus (Latin),

semula berarti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis

lilin. Benda runcing sebagai alat untuk menulis dapat diartikan bermacam-macam. Salah

satu di antaranya adalah menggores, melukai, menembus, menusuk bidang datar sebagai alas

tulisan. Konotasi lain adalah 'menggores', 'menusuk' perasaan pembaca, bahkan juga penulis

itu sendiri, sehingga menimbulkan efek tertentu. Jadi dengan kata lain bisa dijelaskan bahwa

dalam bidang bahasa stilistika berarti cara-cara penggunaan bahasa yang khas sehingga

menimbulkan efek tertentu.

'Sty'le ’stail’ atau ‘gaya’ yaitu cara yang khas dipergunakan oleh seseorang untuk

(28)

Aminuddin (1995:13) menyatakan bahwa style dapat diartikan sebagai bentuk

pengungkapan ekspresi kebahasaan sesuai dengan kedalaman emosi dan sesuatu yang ingin

direfleksikan pengarang secara tidak langsung.

P. Suparman Natawidjaja (1986:1) menyatakan bahwa ekspresi individual melahirkan

stilistika. Yang dimaksud ekspresi individual adalah cara tersendiri dari seorang penulis

dalam menyatakan atau menggambarkan sesuatu hal. Suparman juga menambahkan bahwa

lisensi merupakan penyimpangan tata kalimat untuk mencapai retorik, tetapi hasilnya

menimbulkan keganjalan, malahan menimbulkan efek artistik. Pemakaian bahasa dalam

karya sastra yang runtut dan sesuai gramatikal memang baik, tetapi terdapat juga pemakaian

yang memperlihatkan keunikan bahasa atau yang meyimpang dari pola umum.

Penyimpangan tersebut merupakan daya tarik karya sastra yang merupakan cerminan dari

gaya bahasa seorang pengarang.

Stilistika sangat penting bagi studi linguistik maupun studi kesusastraan. Stilistika

dapat memberikan sumbangan penelitian gaya bahasa sebagai unsur pokok untuk mencapai

berbagai bentuk pemaknaan karya sastra, dikarenakan karya sastra tidak lepas dari

penggunaan gaya bahasa untuk keindahan. Penggunaan gaya bahasa dalam karya sastra

berlawanan dengan penggunaan bahasa pada karya ilmiah. Penggunaan bahasa pada karya

ilmiah menggunakan bahasa yang baik dan benar, pemilihan kata yang tepat, kalimatnya

jelas, ini harus diperhatikan sekali agar tidak menimbulkan makna ambigu. Sedangkan

pemakaian bahasa dalam karya sastra lebih memiliki kebebasan yang berasal dari kreativitas

pengarang, karena dimaksudkan agar dapat memiliki kekayan makna.

Nyoman Kutha Ratna (2009: 13-15) mengungkapkan bahwa dikaitkan dengan

(29)

commit to user

sebagai bahasa yang artifisial, maka stilistika pada umumnya dibatasi pada karya sastra.

Lebih khusus lagi adalah karya sastra jenis puisi. Nyoman juga mengungkapkan bahma

dominasi penggunaan bahasa khas dalam karya Sastra diakibatkan oleh beberapa hal, sebagai

berikut:

1. Karya sastra mementingknn unsur keindahan.

2. Dalam menyampaikan pesan karya sastra menggunakan cara-cara tak langsung. seperti:

refleksi, refraksi, proyeksi, manifestasi, dan representasi,

3. Karya sastra adalah curahan emosi, bukan intelektual.

Aspek keindahan, pesan tak langsung, dan hakikat emosional mengarahkan

bahasa sastra pada bentuk penyajian terselubung, terbungkus, bahkan dengan sengaja

disembunyikan. Ada kesan bahwa untuk menemukan pesan yang dimaksudkan, maka proses

pemahamannya justru harus diperpanjang, misalnya, dengan menciptakan jalan belok. Jadi,

bahasa karya sastra berbeda dengan karya ilmiah yang justru menghindarkan unsur estetis,

berbagai fungsi mediasi, dan emosionalitas. Bahasa ilmiah harus secara langsung diarahkan

ke objek sasaran. Karya sastra juga berbeda dengan bahasa sehari-hari yang bersifat praktis

dan cepat dimengerti. Ciri khas dan perbedaan diperoleh melalui proses pemilihan dan

penyusunan kembali. Gaya bahasa adalah masalah cara pemakaian yang khas, bukan bahasa

khas yang berbeda dengan bahasa dalam kamus. Akan tetapi, kekhasan yang dimaksudkan

adalah kekhasan dalam proses seleksi, memanipulasi, dan mengombinasikan kata-kata.

Nyoman Kutha Ratna juga menyatakan bahwa kekuatan karya seni adalah kekuatan

dalam menciptakan kombinasi baru, bukan objek baru. Oleh karena itulah, gaya bahasa

disebutkan sebagai 'penyimpangan' dari bentuk-bentuk bahasa normatif. Ciri khas puisi

(30)

untuk menampilkan ciri-ciri stilistika. Ciri khas prosa adalah cerita (plot), sedangkan ciri

khas drama adalah dialog. Di antara tiga genre sastra modern (puisi, prosa, dan drama),

puisilah yang paling sering digunakan sebagai objek penelitian stilistika. Ketiga genre jelas

mempermasalahkan bahasa. Meskipun demikian, ketiganya mempunyai perbedaan seperti

yang telah dijelaskan sebelumnya, yang dengan sendirinya merupakan ciri utama dalam

kaitannya dengan penggalian sumber sekaligus pembatasan jangkauan penelitian.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stilistika adalah style atau 'gaya', yaitu

cara yang khas dipergunakan oleh seseorang untuk mengutarakan atau mengungkapkan diri

yaitu gaya pribadi yang diungkapkan dengan cara tertentu, serta menimbulkan efek tertentu

pula sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal.

Pemikiran-pemikiran di atas menunjukkan bahwa kajian stilistika memegang peranan

penting dalam mengemukakan keindahan sastra dari aspek keindahan bahasanya. Untuk

inilah maka, sebagai wujud konkret kajian stilistika dalam penelitian ini difokuskan pada

geguritan karya Nur Indah.

2. Geguritan (Puisi Jawa Modern)

Menurut Hudson dalam Kasnadi Sutejo (2009:2), puisi adalah salah satu cabang

karya sastra yang menggunakan kata-kata sebagai medium penyampaian untuk membuahkan

ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan baris dan warna dalam

menggambarkan gagasan pelukisnya. Sehingga, sebenarnya puisi merupakan ungkapan batin

dan pikiran penyair dalam menciptakan sebuah dunia berdasarkan pengalaman batin yang

(31)

commit to user

Hakikat puisi menurut Herman J Waluyo adalah bentuk karya sastra yang

mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan

mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan

struktur batinnya (1995:25).

3. Pencitraan

Setiap karya sastra memiliki kekhasan yang membedakan antara pengarang satu

dengan pengarang lainnya. Menurut Rene Wellek dan Austin dalam Sutejo (2010:17) bahasa

adalah bahan mentah sastrawan. Hubungan bahasa dan sastra sebagai lingkaran bahasa yang

diterobos oleh lingkaran sastra di berbagai wilayah bahasa.

Teeuw (1984:12) mengatakan bahwa untuk memahami karya sastra pembaca harus

memahami kode bahasa, kode sastra, dan kode budaya. Bahasa sastra sering disinyalir

banyak orang memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan istilah bahasa lain. Menurut

Burhan Nurgiyantoro dalam Sutejo (2010:17) keberadaan karya sastra ini, hendaknya diakui

sebagaimana fenomena bahasa yang lain seperti dalam konteks sosiolinguistik. Rene Wellek

dan Austin Warren dalam Sutejo (2010:17) menyebut fenomena bahasa sastra sebagai bahasa

yang mengandung unsur emotif yang bersifat konotatif. Bahasa sastra merupakan kebalikan

dari bahasa nonsastra, khususnya bahasa ilmiah yang bersifat denotatif.

Secara substantif kemudian, Wellek dan Warren dalam Sutejo (2010:19)

memperbincangkan penggunaan istilah citra, metafora, simbol, dan mitos yang seringkali

dipergunakan secara tumpang tindih (karena secara semantis menyiratkan demikian). Citra

kemudian diformulasikan lebih jauh sebagai reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang

(32)

Pandangan lain mengenai citra, dikemukakan Burhan Nurgiyantoro dalam Sutejo

(2010:19) yang mengelompokan citra didasarkan pada pengalaman kelima indera. Kelima

indera itu meliputi (i) citra penglihatan (visual), (ii) citra pendengaran (auditoris), (iii) citra

gerak (kinestetik), (iv) citra rabaan (taktil termal), dan (v) citra penciuman (olfaktori).

Mengikuti pemahaman citra sebagaimana diformulasikan Wellek dan Warren sebagai

reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang bersifat inderawi dan berdasarkan persepsi

dan tidak selalu bersifat visual (Sutejo, 2010:20)

a. Citra penglihatan (Visual imagery)

Citra pengelihatan ialah citraan yang sering menekankan pengalaman

visual (pengelihatan) yang dialami pengarang kemudian diformulasikan ke dalam

serangkaian kata yang seringkali metaforis dan simbolis. Suatu ciri pengelihatan

yang memberi rangsangan kepada indera pengelihatan hingga hal-hal yang tak

terlihat jadi seolah-olah terlihat (Sutejo, 2010:21).

b. Citra Pendengaran (Audio Imagery)

Citra pendengaran merupakan bagaimana pelukisan bahasa yang

merupakan perwujudan dari pengalaman pendengaran (audio). Citra pendengaran

memberi rangsangan kepada indera pendengaran sehingga mengusik imajinasi

penikmat untuk memahami teks sastra lebih utuh (Sutejo, 2010:22).

c. Citra Penciuman

Citra penciuman adalah penggambaran yang diperoleh melalui

pengalaman indera penciuman (Sutejo, 2010:23). Citraan ini mampu

membangkitkan emosi penciuman pembaca untuk memperoleh gambaran yang

(33)

commit to user d. Citraan Perabaan (tactil imagery)

Citraan perabaan adalah penggambaran atau pembayangan dalam cerita

yang diperoleh melalui pengalaman indera perabaan (Sutejo, 2010:24). Citraan

perabaan seringkali menggambarkan bagaimana sesuatu secara “erotic” dan

“sensual” dapat memancing penikmat karya sastra.

e. Citra Gerak (movement imagery)

Citraan ini menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak,

tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak, ataupun gambaran gerak pada umumnya

(Sutejo, 2010:24). Citraan demikian dapat menggambarkan sesuatu lebih dinamis

dalam karya fiksi.

4. Pengulangan Bunyi (Purwakanthi)

Pengulangan bunyi dalam puisi disebut rima. Keberadaan pengulangan bunyi dalam

puisi dapat menimbulkan efek keindahan. Istilah Jawa yang semakna dengan rima adalah

purwakanthi. Purwakanthi mempunyai pengertian sebagai pengulangan bunyi, baik

konsonan, vokal, ataupun kata yang telah tersebut pada bagian depan (Padmosoekotjo, 1953

dalam Prasetya Wisnu, 2003:60). Purwakanthi ada tiga jenis sebagai berikut.

a. Asonansi (purwakanthi swara) merupakan perulangan bunyi vokal pada

kata-kata tanpa selingan persamaan bunyi-bunyi konsonan (Herman. J. Waluyo,

1995:92). Konsep asonansi juga dinyatakan bahwa Repetition of the vowel hut

with a different and consonant, and the same, oe different, or no provious

(34)

akhir, dan memiliki konsonan awal yang sama, atau berbeda, atau tidak ada

konsonan awal' (Gumming dan Simmon dalam Sutarjo, 2002: 61 ).

b. Aliterasi (purwakanthi sastra) adalah repetisi bunyi awal pada kata-kata yang

berbeda, biasanya berupa konsonan (Cumming dan Simmons dalam Sutarjo,

2002: 62) atau secara umum aliterasi adalahinitial rhyme‘rima awal’. Jadi tidak

sekadar bunyi konsonan, tapi dapat pula bunyi vokal (Reaske, dalam Sutarjo,

2002: 62)

c. Lumaksita (purwakanthi basa) adalah bentuk perulangan berdasarkan

persamaan kata, suku kata akhir dengan suku kata awal yang bertuturan atau

persamaan huruf akhir dengan huruf awal yang berturut-turut dalam suatu

bait/baris tembang.Purwakanthi basa adalah pengulangan, suku kata, kata atau

frase yang letaknya di depan, tengah dan akhir satuan lingual yang kesemuanya

itu untuk memberi suasana estetis/indah (Sutarjo, 2002:125)

5. Diksi

Diksi atau pilihan kata adalah kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam

berbicara di depan umum atau dalam karang mengarang (Harimurti Kridalaksana, 2001:440).

Diksi di dalam karang mengarang sangat penting dan perlu diperhatikan, mengingat bahwa

kata mcmiliki beberapa muatan antara lain bunyi, arti kias, tersurat atau tersirat dan nilai

simbolik. Gorys Keraf (2006: 88) mengemukakan syarat-syarat ketepatan diksi yaitu; (1)

membedakan secara cermat denotasi dan konotasi, (2) membedakan dengan cermat kata-kata

yang hampir sama, (3) membedakan kata-kata yang mirip ejaannya, (4) hindarilah kata-kata

(35)

commit to user

menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis, (7) untuk menjamin

ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus, (8)

memperggunakan kata-kata indra yang menunjukkan persepsi yang khusus, (9)

memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal, (10)

memperhatikan kelangsungan pilihan kata.

Diksi atau pilihan kata dalam geguritan Karya Nur Indah terlihat adanya sinonim,

antonim,tembung plutan,tembung saroja, kosa kata bahasa Indonesia, idiom dan kata dari

bahasa Kawi. Adapun penjelasannya secara konsep sebagai berikut.

a. Sinonim

Sinonim yaiku rong tembung utawa luwih kang wujud lan panulise beda, nanging

nduwe teges padha, utawa meh padha ‘sinonim yaitu dua kata atau lebih yang wujud dan

penulisannya berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, atau hampir sama’ (Sry Satriya

Tjatur Wisnu Sasangka, 2008: 223). Dalam Harimurti Kridalaksana (2008:222) sinonim

adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain; kesamaan itu

berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kalimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim

hanyalah kata-kata saja. Menurut Verhaar dalam Abdul Chaer (2002:82) sinonim adalah

ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan

makna yang lain. Umpamanya kataburuk dan jelekadalah dua buah kata yang bersinonim.;

bunga,kembang, danpuspaadalah tiga buah kata yang bersinonim.

(36)

Antonim yaiku tembung, frase, utawa ukara kang duwe teges, walikan karo tembung,

frase, utawa ukara liyane “antonim yaitu kata, frase, atau kalimat yang memiliki makna

berlawanan dengan kata, frase, atau kalimat lainnya' (Sry Satnya Tjatur Wisnu Sasangka,

2008:225).

Aminuddin (1995:122) berpendapat bahwa antonim adalah kata-kata yang maknanya

bertentangan. Antonim dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain

satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain.

Antonim disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep yang

betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras maknanya saja. Berdasarkan

sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam. yaitu (1) oposisi mutlak yaitu

pertentangan makna secara mutlak, (2) oposisi kutub yaitu oposisi makna yang tidak bersifat

mutlak tetapi bersifat gradasi, (3) oposisi hubungan yaitu oposisi makna yang bersifat

melengkapi, (4) oposisi hirarkial yaitu oposisi makna yang menyatakan jenjang atau

tingkatan, (5) oposisi majemuk yaitu oposisi makna yang terjadi pada beberapa kata

(Sumarlam, 2009: 40-44).

c. Tembung Plutan

Tembung plutanyaiku tembung sing diringkes cacahing wandane ‘tembung plutan

adalah kata yang diringkas atau dikurangi jumlah suku katanya” (S Hadiwirodarsono,

2002:88).Dalam Sujono dan Endang Siti Saparinah (1988: 40-41)tembung plutandisebut

dengan perubahan kata. Dalam ragam literer bahasa Jawa didapatkan perubahan-perubahan

kata yang sebenarnya bukan proses morfologis. Perubahan kata tersebut ditemukan dalam

(37)

commit to user

cara mengurangi suku kata pertama dan mengurangi satu fonem vokal pada salah satu suku

katanya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tembung plutan yaitu pengurangan

jumlah suku kata atau fonem pada suatu kata tanpa mengubah arti kata tersebut.

d. Tembung Saroja

Tembung sarojaateges tembung rangkep. maksude tembung loro kang padha tegese

utawa meh padha tegese dianggo bebarengan ‘tembung saroja berarti kata rangkap,

maksudnya dua kata yang hampir sama maknanya digunakan bersamaan’

(S.Padmosoekotjo, 1955:25). Sujono dan Endang Siti Saparinah (1988: 38-39)

mengungkapkan bahwa kata majemuk dalam ragam literer bahasa Jawa banyak ditemukan

yang pada umumnya unsur kesamaan bunyi menunjukkan ciri kelitererannya. Dapat

disimpulkan pengertian dari tembung saroja yaitu dua kata yang sama atau hampir sama

artinya digunakan secara bersama-sama.

e. Penanda morfologis ragam literer

Morfologi merupakan salah satu bidang linguistik yang mengkaji kata atau leksikon

suatu bahasa. Dalam hal ini kata dipandang sebagai satuan-satuan padu antara bentuk dan

makna. Dalam pembentukan sebuah kata dalalm karya susastra geguritan terdapat

bentuk-bentuk kata yang literer. Kelitereran sebuah kata dalam karya susastra berupa geguritan

dapat terjadi karena adanya proses morfologis, yakni melekatnya penanda morfologis ragam

literer pada sebuah morfem bebas. Adanya penanda morfologis ragam literer pada sebuah

kata dalamgeguritanmampu menimbulkan efek keindahan karya susastra.

Sujono dan Endang Siti Saparinah (1988: 25-26) struktur ragam literer bahasa Jawa,

(38)

Morfem bebas seperti: tulis ‘tulis’, turu ‘tidur’, kampleng ‘pukul’, tepang ‘tendang’ dan

sebagainya; sedangkan yang berupa morfem terikat seperti : (pa-+-an), (ka-+-an), (a-), (N-),

(-in-), (-um), (-ing), (-ning), (-ira) dan sebagainya.

Penanda morfologis ragam literer tersebut, bentuk literer dapat dipilahkan menjadi

bentuk literer yang berafiks dan bentuk literer yang reduplikasi. Hal itu dapat diuraikan

sebagai berikut.

1. Bentuk literer yang berafiks

Afiksasi yaitu kata dibentuk dengan beberapa proses perubahan. Perubahan ini

terjadi karena pengimbuhan prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Proses afiksasi dalam

geguritankarya Nur Indah kebanyakan mengacu pada proses pembentukan kata yang

mengandung afiks-aflks literer. Seperti halnya dalam lirik lagu, puisi juga

dituntut adanya keindahan dengan mempergunakan kosa kata yang mengandung

afiks literer.

Kata-kata yang mengandung afiks literer contohnya adalah tinetes ‘tertetes’

yang mendapat infiks (-in-), konfiks (pa-+-ing} pada katapanggrantesing 'sedihnya',

dan infiks (-um-) pada kata gumludhug 'bergemuruh'. Nuansa keindahan terasa bila

afiks yang fungsi dan maknanya sama, dibandingkan, misalnya konfiks (pa-+-ing)

dengan (pa-+-e) pada kata grantes ‘sedih’. Adanya konfiks (pa-+-ing) pada kata

grantes ‘sedih’ menjadi panggrantesing 'sedihnya' terasa lebih indah dibandingkan

dengan kata grantes yang menggunakan konfiks {pa-e} menjadi panggrantese

terkesan biasa saja.

(39)

commit to user

Menurut Harimurti Kridalaksana (2008:208) reduplikasi adalah proses dan

hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonologis atau gramatikal. Reduplikasi

dalam bahasa Jawa disebut tembung rangkep dibedakan menjadi tiga macam: (1)

tembung dwilingga, (2) tembung dwipurwa, dan (3) tembung dwiwasana (Aryo

Bimo Setiyanto, 2007:81).

Berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, proses pengulangan dapat

dibedakan menjadi 3 yaitu sebagai berikut.

1. Pengulangan seluruh, meliputi:

a. Perulangan seluruh (dwilingga) bentuk dasarnya tanpa variasi fonem, seperti

terdapat pada contoh berikut :

Jroning rasaku kadya melathi-melathi lan mawar-mawar kang kongas gandane krana sliramu nyirami mawa tirta tresna.

‘Dalam rasaku seperti melati-melati dan mawar-mawar yang harum baunya karena dirimu menyirami dengan air cinta’

Pada contoh di atas bentuk perulangan seluruh (dwilingga) terdapat pada kata

ulang utuhmelati-melati‘melati-melati’,mawar-mawar‘mawar-mawar’.

b. Perulangan seluruh bentuk dasarnya dengan variasi fonem

(dwilingga salin swara), seperti terdapat pada contoh berikut.

Dila cah wedok senengane jojan-jajan, blonja-blonjo neng supermarket.

‘Dila bocah perempuan sukanya jajan-jajan, belanja-belanja di supermarket.

Pada contoh di atas bentuk perulangan variasi fonem (dwilingga salin swara)

terdapat pada kata ulang variasi fonem jojan-jajan ‘jajan-jajan’, dan

(40)

commit to user

2. Perulangan sebagian suku pertama (Dwipurwa) dan perulangan sebagian suku

kedua(Dwiwasana),seperti terdapat pada contoh berikut.

Ingsun tuhu kepengin lelumban ing samudra asih lan tresnamu.

‘Aku sungguh ingin menyelam dalam samudera kasih dan cintamu.

Pada contoh di depan terdapat bentuk dwipurwa berupa kata lelumban

‘berenang/menyelam’.

Pak Makruf kyai sing lucu bisa gawe jamaah penganjian halal bi halal ngguyu

pating cekakak.

‘Pak Makruf kyai yang lucu bisa membuat jamaah pengajian halal bi halal tertawa terbahak-bahak.’

Pada contoh di atas terdapat bentuk dwiwasana berupa kata cekakak

‘terbahak-bahak’.

3. Perulangan berkombinasi dengan pembubuhan afiks, seperti terdapat pada

contoh berikut.

Karana aluse swaramu yen gunem aja dilirih-lirihake sebab dadine aku ora bisa krungu.

‘Karena halusnya suaramu jika bicara jangan dipelan-pelankan jadinya aku tak bisa mendengar.’

Pada contoh di atas terdapat bentuk perulangan berkombinasi dengan proses

afiksasi ( di- + dwilingga + -ake) berupa kata ulang dilirih-lirihake ‘dipelan

-pelankan’.

f. Idiom

Harimurti Kridalaksana (2008:90) menjelaskan idiom adalah (i) konstruksi dari

unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada

hanya karena bersama yang lain, (ii) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan

(41)

commit to user

konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya, (2) bahasa dan

dialek yang khas menandai suatu bangsa, suku, kelompok, dll. Bentuk idiom ini seperti

contoh berikut.

Kowe kudu sabar ngadhepi pacoban iki. Yakin wae sapa salah bakal seleh lan becik ketitik ala ketara.

‘Kamu harus sabar menghadapi pencobaan ini. Yakin saja siapa yang salah akan sirna dan baik itu nampak buruk itu terlihat.’

Bentuk idiom Jawa pada contoh di atas adalahsapa salah bakal seleh‘siapa yang

salah akan sirna’ danbecik ketitik ala ketara‘baik itu nampak buruk itu terlihat’.

g. Kosakata Kawi

Kata-kata kawi merupakan salah satu bentuk dari kata arkhais. Penggunaan kata

kawi dapat menimbulkan suatu kesan keindahaan dalam karya susastra. Kata-kata dan

bahasa Kawi dalam geguritan memiliki peran yang penting karena dengan penggunaan

kata-kata tersebut dapat memancarkan kesan tinggi dan indahnya nilai karya susastra.

Contoh:sira ‘kamu’ daningsun‘saya’. Meskipun bermakna sama, penggunaan kata sira

dan ingsun memiliki bobot dan nilai keindahan yang lebih tinggi daripada kowe ‘kamu’

danaku‘saya’.

6. Gaya Bahasa

Gaya bahasa berkaitan dengan aspek keindahan. Nyoman Kutha Rama (2009: 22)

berpendapat bahwa gaya bahasa adalah ekspresi linguistis, baik di dalam puisi maupun

prosa (cerpen, novel, dan drama). Gaya bahasalah yang menjadi unsur pokok untuk

(42)

Karena itulah, maka style 'gaya' sesungguhnya ditandai oleh ciri-ciri formal

kebahasaan seperti dalam pemilihan diksi, struktur kalimat, bahasa figuratif,

penggunaan bahasa figuratif, penggunaan kohesi, perlambangan, metafora dan

lain-lain. Bahkan menurut Leech dan Short sebagaimana disinyalir Burhan Nurgiyantoro

(1998: 177), makna style berkaitan dengan sesuatu hal yang umumnya tidak lagi

mengandung sifat kontroversial, menyaran pada penggunaan bahasa dalan konteks

tertentu oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu, dan sebagainya

Dapat dikatakan juga bahwastyle'gaya' itu merupakan gaya bahasa termasuk di

dalamnya pilihan gaya pengekspresian seorang pengarang untuk menuangkan apa

yang dimaksudkan yang bersifat individual dan kolektif. Hal itu berkaitan dengan

keunikan pengarang dalam memilih bahasa sebagai sarana estetis penulisan karyanya.

Sedangkan stilistika sendiri merupakan ilmu yang mempelajari tentangstyle.

Styledalam karya sastra, di satu sisi dapat dipahami sebagai bentuk dan formulasi

bahasa pengarang yang ekspresif karena itu sifatnya sangat individual dan bagaimana

styledipahami sebagai gaya bahasa (Sutejo, 2010:8)

L. Spitzer dalam Sudiro Satoto (1995:38) memandang style sebagai suatu

ungkapan yang khas pribadi. Melalui analisis yang rinci terhadap motif dan pilihan kata

terhadap sebuah karya sastra, maka dapat dilacak pula visi batin seorang pengarang

dalam mengungkapkannya. Pada kaitan antara style dan pengarang inilah yang

melahirkan pembedaanstyle,baik yang bersifat objektif maupun subjektif.

Stilistika adalah ilmu yang meneliti gaya bahasa, akan tetapi pengertian mengenai

gaya bahasa sangat beragam definisinya namun menunjukkan adanya persamaan, yakni

(43)

commit to user

Menurut Gorys Keraf (2000: 113) pengertian gaya atau khususnya gaya bahasa

dikenal dalam retorika dengan istilah style. Pengertian gaya bahasa dapat dibatasi, yaitu

gaya pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa

kepribadian penulis atau pemakai bahasa.

Harimurti Kridalaksana (2001:63) memberikan pengertian mengenai gaya bahasa

atau style adalah (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur

atau menulis; (2) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (3)

keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Gaya bahasa dapat ditinjau dari

bermacam-macam sudut pandang. Pandangan terhadap gaya bahasa dapat dibedakan dari

jenisnya dibagi menjadi dua segi yakni segi non bahasa dan segi bahasa. Guna melihat

gaya secara luas, maka pembagian berdasarkan masalah non bahasa tetap diperlukan,

namun gaya bahasa dilihat dari aspek kebahasaan lebih diperlukan. Sedangkan dalam

geguritan karya Nur Indah ini lebih difokuskan pada aspek kebahasaan.

Jenis-jenis gaya bahasa menurut Gorys Keraf (2006: 115-145) adalah (a) gaya

bahasa berdasarkan pilihan kata dibedakan menjadi gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak

resmi, dan gaya bahasa percakapan (b) gaya bahasa berdasarkan nada terdiri dari gaya

sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan gaya menengah, (c) gaya bahasa berdasarkan

struktur kalimat terdiri dari klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi, (d)

gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna terdiri dari gaya bahasa retoris

meliputi aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asidenton,

polisidenton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, hysteron proteron, pleonasme dan

tautologi, perifrasis, prolepsis, erotesis, silepsis dan zeugma, koreksio, hiperbol,

(44)

personifikasi, alusi, eponimi, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi,

sinisme, dan sarkasme, satire, inuendo, antifrasis dan pun atau paronomasia.

Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (2007),

gaya bahasa terdiri dari empat macam, yaitu (1) majas perbandingan (alegori, alusio,

simile, metafora, antropomorfemis, sinestesia, antonomasia, aptronim, metonemia,

hipokorisme, litotes, hiperbola, personifikasi, depersonifikasi, pars prototo, totum

proparte, eufimisme, disfemisme, fabel, parable, perifrase, eponym, dan simbolik), (2)

majas penegasan (apofasis, pleonasme, repetisi, parairama, aliterasi, paralelisme,

tautologi, sigmatisme, antanaklasis, klimaks, antiklimaks, iversi, retoris, ellipsis,

koreksio, sindeton, interupsi, eksklamasio, enumorasio, preterito, alonim, kolokasi,

silepis, zeugma), (3) majas pertentangan (paradoks, antitesis, oksimoron, kontradiksi

interminus, dan anakronisme), dan (4) majas sindiran (ironi, sarkasme, sinisme, satire,

dan innuendo).

Berikut ini, dikemukakan beberapa penjelasan tentang gaya bahasa.

a. Antitesis

Antitesis adalah pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan

arti satu dengan yang lainnya.

(45)

commit to user

Anaphora termasuk ke dalam gaya bahasa paralelisme. Anaphora merupakan gaya

bahasa yang menggunakan kata atau frase yang sama di depan larik-larik atau

kalimat-kalimat sebelumnya secara berulang.

c. Hiperbola

Hiperbola adalah cara pengungkapan dengan melebih-lebihkan kenyataan

sehingga kenyataan itu menjadi tidak masuk akal

d. Klimaks

Klimaks adalah pemaparan pikiran atau hal berturut-turut dari yang sederhana dan

kurang penting meningkat kepada hal atau gagasan yang penting atau kompleks.

e. Metafora

Metafora adalah pengungkapan berupa perbandingan analogis satu hal dengan hal

lain, dengan menghilangkan kata-kata seperti, layaknya, bagaikan, dsb.

f. Paradoks

Paradoks adalah cara pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah

bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.

g. Personifikasi

Personifikasi atau penginsanan adalah cara pengungkapan dengan menjadikan

benda-benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.

h. Repetisi

Repetisi adalah pengulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu

kalimat atau wacana

(46)

Retoris adalah ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung dalam

pernyataan tersebut.

j. Simile

Simile adalah pengungkapan dengan menggunakan perbandingan eksplisit yang

dinyatakan dengan kata depan dan penghubung seperti layaknya, bagaikan,

seperti, bagai, dsb

F. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian merupakan penggambaran pemikiran peneliti dalam

memahami masalah yang akan diteliti. Objek kajian ini adalah geguritankarya Nur Indah tahun

2012 dalam buku Pagupon 2. Dari geguritan tersebut peneliti mengamati wujud pemakaian

bahasanya. Berdasarkan landasan teori pemakaian bahasa dalam karya susastra berbentuk tulisan

(47)

commit to user

pada aspek bunyi, aspek diksi, aspek pencitraan, dan aspek gaya bahasa. Berikut ini adalah bagan

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara, alat, prosedur dan teknik yang dipilih dalam

melakukan penelitian. Metode adalah cara untuk mengamati atau menganalisis suatu

fenomena, sedangkan metode penelitian mencakup kesatuan dan serangkaian proses

penentuan kerangka pikiran, perumusan masalah, penentuan sampel data, teknik pengumpulan

data dan analisis data (Edi Subroto, 1992:31). Dalam metode penelitian ini dijelaskan mengenai

tujuh hal, yaitu jenis penelitian. data dan sumber data, populasi dan sampel, alat penelitian,

metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan

semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup

pada penutur-penuturnya, sehingga menghasilkan catatan berupa pemberian bahasa dan

sifatnya seperti potret (Sudaryanto, 1992.62). Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk

mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh

nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok)

keadaan, gejala atau fenomena yang lebih berharga daripada hanya pernyataan dalam bentuk

angka-angka dan tidak terbatas pada pengumpulan data melainkan meliputi analisis dan

interpretasi data (Sutopo, 1996: 8-10). Fakta yang akan dideskripsikan adalah fenomena

kebahasaan yang mencerminkan aspek-aspek kesastraan. pemakaian bahasa dalam geguritan

(49)

commit to user

deskripsi yang objektif dan akurat darigeguritan karya Nur Indah dalam buku Pagupon 2 tahun

2012.

B. Data dan Sumber Data

Data dapat diidentifikasi sebagai bahan suatu penelitian (Sudaryanto, 1993: 3-5). Data

merupakan semua informasi atau bahan yang disediakan alam (dalam arti luas) yang luas dicari

dan dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi Subroto, 1992:34). Data merupakan sasaran yang

diteliti dan konteksnya (Imam Sutarjo, 2002: 77). Sumber data dalam penelitian ini berupa

geguritankarya Nur Indah tahun 2012.

Data dalam penelitian ini adalah berupa data kebahasaan yang berwujud kata-kata yang

mengandung rima, diksi, gaya bahasa, kekhasan morfologis maupun kekhasan literer yang

terdapat dalamgeguritankarya Nur Indah.

Sumber data merupakan sumber dimana data dapat diperoleh. Sumber data penelitian ini

berupa geguritan karya Nur Indah yang terdapat dalam buku Pagupon 2 tahun 2012. Jumlah

geguritanyang diteliti dalam penelitian ini sebanyak sebelas geguritankarya Nur Indah, yakni :

(1) Rahayu kang Wus Purna; (2) Manggul Warisan Agung; (3) Sabukwalaku SBC-mu; (4) Ana

Keluk ing Pucuking Menoreh (I); (5) Ana Keluk ing Pucuking Menoreh (II); (6) Bedhahe

Dhodhotira; (7) Pasare Wus Ilang Kumandhange; (8)Tumbas Suwarga; (9)Kang Sumare Wus

Lerem; (10)Soloku; (11)Kasetyan Langgeng.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah objek penelitian. Populasi pada umumnya ialah keseluruhan

individu dari segi-segi tertentu bahasa (Edi Subroto, 1992: 32) Populasi dalam penelitian ini

(50)

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian langsung

(Sudaryanto, 1992: 32). Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling yaitu pengambilan sampel secara selektif disesuaikan ketentuan dalam

sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya ( Sudaryanto, 1992: 29). Sampel data

penelitian ini adalah satuan lingual yang mengandung unsur stilistika dalam sebelas geguritan

karya Nur Indah tahun 2012 dalam buku Pagupon 2 yang memenuhi syarat representatif untuk

dianalisis.

D. Alat Penelitian

Alat penelitian terdiri dari alat utama dan alat bantu. Alat utama dalam penelitian ini

adalah kompetensi kebahasaan pada peneliti sendiri yang mempunyai peran penting dan paling

dominan dalam penelitian serta digunakan untuk menganalisis data yang berupa aspek bunyi,

aspek morfolgi, diksi dan gaya bahasa dalam geguritan karya Nur Indah. Alat bantu dalam

penelitian ini adalah alat elektronik berupa komputer dan alat tulis seperti buku, bolpoin, pensil,

dan penghapus.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode adalah cara mendekati, mengamati, dan menganalisis gejala yang ada (Harimurti

Kridalaksana, 2001: 123). Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan metode simak, yaitu mengadakan penyimakan terhadap pemakaian bahasa dalam

geguritan karya Nur Indah tahun 2012 sesuai dengan intonasi serta kehendak pengarang

(51)

commit to user

mengadakan pencatatan terhadap data yang relevan dan sesuai dengan sasaran dan tujuan

penelitian (Edi Subroto, 1992: 41- 42).

Penggunaan metode simak dengan teknik dasar yaitu teknik pustaka, dalam

pelaksanaanya ditindaklanjuti dengan menggunakan teknik catat. Data-data dalam geguritan

karya Nur Indah tahun 2012 tentang pemakaian bahasa yang diperlukan, kemudian dilakukan

dengan pencatatan data pada kartu data yang telah dipersiapkan. Setelah data terkumpul

selanjutnya dilakukan klasifikasi data berdasarkan aspek-aspek bunyi, kekhasan morfologi, diksi,

dan gaya bahasa. Pengklasifikasian data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil bait

yang mengandung bunyi, kekhasan morfologi, diksi dan gaya bahasa dalamgeguritankarya Nur

Indah

F. Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya dalam satu

pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Menganalisis berarti memilah-milah unsur yang

membentuk suatu satuan lingual atau meugutarakan ke dalam komponen-komponennya atau

mengandung pengertian penentuan identitas suatu satuan lingual. Penentuan identitas itu

didasarkan atas pengujian beradasarkan segi-segi tertentu dari satuan lingual yang kita teliti (Edi

Subroto, 1992: 55). Dalam penelitian ini data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan

metode distribusional untuk menganalisis aspek bunyi, morfologi, dan diksi dalam teks

geguritan karya Nur Indah tahun 2012, sedangkan untuk menganalisis gaya bahasa, pencitraan

menggunakan metode padan.

Metode distribusional disebut juga metode agih adalah metode analisis data yang alat

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, lahirnya UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dilengkapi dengan lahirnya UU No 25/1999 tentang Central dan Proporsi Keuangan Daerah, dan update dari UU No

Perlu dilakukan penelitian tentang pola penggunaan dan persediaan analgetik di Puskesmas untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan dan pengelolaan obat di fasilitas

Sirsak (Annona muricata L.) memiliki spesies lain yaitu sirsak gunung (Annona Montana Macfad).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perasan daun sirsak

OPEC menyatakan bahwa permintaan atas minyak akan lebih tinggi dari perkiraan permintaan pada 2018, tetapi OPEC juga mengamati adanya kelebihan persediaan minyak pada 2018 yang

Teks Al-Qur'an ditulis dengan tinta warna hitam, sementara tinta warna merah digunakan untuk menulis bulatan tanda ayat tanpa penomoran ayat, untuk menandai awal surat

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul:

Kaji konntak kulit Nilai dengan penilaian APGAR Berikan mata prophilaxis &amp; vitamin K

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui total biaya perencanaan bahan dan upah kerja serta total biaya pelaksanaan bahan dan upah pada rangkaian pekerjaan