• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN TERHADAP KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN TERHADAP KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN

TEKNIK BERMAIN PERAN TERHADAP KEMAMPUAN

BERKOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA

(Penelitian pada 10 Siswa Kelas VIII-E SMP Negeri 8 Kota Magelang)

SKRIPSI

Oleh :

Rima Dwi Septiani NPM. 14.0301.0043

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2019

(2)

i SKRIPSI

Oleh :

Rima Dwi Septiani 14.0301.0043

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2019

(3)

ii

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN

TEKNIK BERMAIN PERAN TERHADAP KEMAMPUAN

BERKOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA

(Penelitian pada 10 Siswa Kelas VIII-E SMP Negeri 8 Kota Magelang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Studi pada program Studi Bimbingan dan Konseling

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Magelang

Oleh : Rima Dwi Septiani

14.0301.0043

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2019

(4)

iii

PERSETUJUAN

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN

TEKNIK BERMAIN PERAN TERHADAP KEMAMPUAN

BERKOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA

(Penelitian pada 10 Siswa Kelas VIII-E SMP Negeri 8 Kota Magelang)

Diterima dan Disetujui oleh Dosen Pembimbing Skripsi Program Studi Bimbingan dan Konseling

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Magelang

Oleh : Rima Dwi Septiani

14.0301.0043

Dosen Pembimbing I

Drs. Arie Supriyatno, M.Si. NIP. 19560412 198503 1 002

Magelang, 16 Juli 2019 Dosen Pembimbing II

Nofi Nur Yuhenita, M.Psi. NIP. 108706056

(5)

iv

PENGESAHAN

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN TERHADAP KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI

INTERPERSONAL SISWA

Oleh: Rima Dwi Septiani

14.0301.0043

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi dalam rangka menyelesaikan studi pada Program Studi Bimbingan dan Konseling

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Magelang Diterima dan disahkan oleh Penguji:

Hari : Rabu Tanggal : 24 Juli 2019

Tim Penguji Skripsi:

1. Drs. Arie Supriyatno, M.Si, (Ketua/ Anggota) ……….. 2. Nofi Nur Yuhenita, M.Psi. (Sekretaris/ Anggota) ……….. 3. Drs. Tawil, M.Pd.,Kons. (Anggota) ………... 4. Dr. Riana Mashar, M.Si.,Psi. (Anggota) ………...

Mengesahkan, Dekan FKIP

Prof. Dr. Muhammad Japar, M.Si.,Kons. NIP. 195809121985031006

(6)

v

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini,

Nama : Rima Dwi Septiani

NPM : 14.0301.0043

Prodi : Bimbingan dan Konseling Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Judul Skripsi : Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Bermain Peran Terhadap Kemampuan Berkomunikasi Interpersonal Siswa

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat merupakan hasil karya sendiri.Apabila ternyata dikemudian hari diketahui adannya plagiasi atau penjiplakan terhadap karya orang lain, saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan aturan yang berlaku dan bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan dan tata tertib di Universitas Muhammadiyah Magelang.

Pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak dalam paksaan, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Magelang, 10 Juli 2019 Yang membuat pernyataan,

Rima Dwi Septiani 14.0301.0043

(7)

vi MOTTO

“Dan katakanlah kepada hamba-hambaKu, Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sungguh, setan itu (selalu) menimbulkan

perelisihan diantara mereka. Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagi manusia”

(8)

vii

PERSEMBAHAN

Dengan segenap rasa syukur kehadirat Allah SWT, skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Orang tuaku tercinta

2.

Almamaterku, Prodi BK FKIP Universitas Muhammadiyah Magelang

(9)

viii

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN

TEKNIK BERMAIN PERAN TERHADAP KEMAMPUAN

BERKOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA

(Penelitian pada 10 Siswa Kelas VIII-E SMP Negeri 8 Kota Magelang)

Rima Dwi Septiani

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran pada siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi interpersonal rendah di kelas VIII-E SMP Negeri 8 Kota Magelang.

Penelitian ini merupakan one group pretest-posttest design. Subjek penelitian dipilih secara purposive sampling. Sampel yang diambil sebanyak 10 siswa dari populasi kelas VIII-E 26 siswa. Metode pengumpulan data menggunakan observasi dan skala kemampuan berkomunikasi interpersonal siswa. Teknik analisis data menggunakan analisis non parametik Uji Wilcoxon dengan bantuan program

IBM SPSS for Windows versi 23.00.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok teknik bermain peran berpengaruh terhadap kemampuan berkomunikasi interpersonal siswa, dengan bukti dari hasil analisis Uji Wilcoxon pada kelompok eksperimen dengan probabilitas asymp. Sig. (2-tailed) 0,005 < 0,05. Berdasarkan analisis dan pembahasan, terdapat peningkatan skor rerata pretest 131,60 menjadi 160,10 pada posttest.

(10)

iii

THE EFFECT OF ROLE PLAYING TECHNIQUES FOR INTERPERSONAL COMMUNICATION STUDENTS

(Research on Student Class VIII-E, SMP N 8 Magelang)

Rima Dwi Septiani

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of group guidance with role playing techniques to students with low interpersonal communication skills of class VIII-E students of SMP N 8 Magelang.

This research is one group pretest-posttest design. The research subjects were selected by purposive sampling. The sample taken as many as 10 students from the population as 26 students class VIII-E. Data collection uses observation and scale of interpersonal communication skills of students. The data analysis technique used the Wilcoxon Test non-parametric analysis with help of the IBM SPSS for Windows version 23.00 program.

The results of the study concluded that the technical guidance group with role playing influential to students' interpersonal communication skills. This is evidenced from the results of the Wilcoson Test analysis in the experimental group with the probability of asymp. Sig. (2-tailed) 0.005 <0.05. Based on the analysis and discussion, there was an increase in the mean score of 131.60 to 160.10 in the posttest.

Keywords: Guidance Groups, Role Playing, Interpersonal Communication

(11)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kesehatannya yang telah menyertai langkah penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Bermain Peran Terhadap Kemampuan Berkomunikasi Interpersonal Siswa Pada Kelas VIII-E SMP Negeri 8 Kota Magelang“.Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian tugas akhir.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan arahan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ir. Eko Muh Widodo, MT., Rektor Universitas Muhammadiyah Magelang. 2. Prof. Dr. M. Japar, M.Si.,Kons., Dekan FKIP UMMagelang.

3. Dr. Riana Mashar, M.Si.,Psi., Wakil Dekan FKIP UMMagelang. 4. Dewi Liana Sari, M.Pd.,Kaprodi BK FKIP UMMagelang.

5. Drs. Arie Supriyatno, M.Si dan Nofi Nur Yuhenita, M.Psi.,Kons Dosen Pembimbing I dan II Skripsi.

6. Imam Baihaqi, S.Pd., M.Pd Kepala SMP Negeri 8 Kota Magelang yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian skripsi, Muh Heryanto Guru BK dan seluruh guru serta staff yang telah berkenan membantu memberikan ijin, sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan lancar.

7. Dosen dan Staff Tata Usaha FKIP UMMagelang, yang selalu melayani administrasi dengan baik selama menjadi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang dan teman-teman BK Angkatan 2014 yang tidak dapat disebutkan satu persatu telah membantu, mengarahkan dan memotivasi agar skripsi ini segera diselesaikan.

(12)

v

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umunnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan dan saran untuk perbaikan penulis ini diterima dengan lapang dada.

Magelang, 10 Juli 2019 Penulis,

Rima Dwi Septiani 14.0301.0043

(13)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENEGAS ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR GRAFIK ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Identitas Masalah ... 5 C. Pembatasan Masalah ... 5 D. Rumusan Masalah ... 6 E. Tujuan Penelitian ... 6 F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI ... 8

A. Komunikasi Interpersonal ... 8

1. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 8

2. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal ... 9

3. Pentingnya Komunikasi Interpersonal ... 10

4. Fungsi Komunikasi Interpersonal ... 11

5. Prinsip Komunikasi Interpersonal... 12

6. Aspek Komunikasi Interpersonal ... 13

7. Indikator Komunikasi Interpersonal ... 17

B. Bimbingan Kelompok dengan Teknik Bermain Peran ... 18

1. Pengertian Bimbingan Kelompok ... 18

2. Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok ... 19

3. Komponen Bimbingan Kelompok ... 20

4. Jenis Bimbingan Kelompok ... 21

5. Tahap-tahap Kegiatan Bimbingan Kelompok ... 22

6. Fungsi Bimbingan Kelompok ... 24

7. Asas Bimbingan Kelompok ... 24

8. Teknik Bermain Peran ... 25

9. Langkah-langkah Teknik Bermain Peran ... 26

10.Kelebihan dan Kekurangan Teknik Bermain Peran ... 30

(14)

vii

C. Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Bermain Peran terhadap Kemampuan Berkomunikasi

Interpersonal Siswa ... 31

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 33

E. Kerangka Pemikiran ... 34

F. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Metode Penelitian ... 37

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39

C. Definisi Operasional Variabel ... 39

D. Subjek Penelitian ... 40

E. Metode Pengumpulan Data ... 41

F. Instrumen Penelitian ... 42

G. Validitas dan Reabilitas ... 45

H. Prosedur Penelitian ... 50

I. Metode Analisis Data ... 54

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Hasil Penelitian ... 55

1. Deskripsi Pelaksaanaan Penelitian ... 55

2. Pengajuan Persyaratan Analisis ... 65

3. Uji Hipotesis ... 67

B. Pembahasan ... 68

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Simpulan ... 72

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN ... 77

(15)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 One Group PreTest-Posttest Design ... 38

Tabel 2 Penilaian Skor Angket ... 42

Tabel 3 Kisi-kisi Angket Kemampuan Berkomunikssi Interpersonal... 43

Tabel 4 Kisi-kisi Pedoman Kemampuan Berkomunikasi Interpersonal .... 44

Tabel 5 Uji Validasi Instrumen ... 47

Tabel 6 Kisi-kisi Angket Kemampuan Berkomunikssi Interpersonal setelah uji coba ... 48

Tabel 7 Uji Reabilitas sebelum item gugur ... 50

Tabel 8 Uji Reabilitas setelah item gugur ... 50

Tabel 9 Daftar Sampel Penelitian ... 55

Tabel 10 Hasil Posttest ... 60

Tabel 11 Uji Deskriptif Statistik ... 63

Tabel 12 Uji Normalitas ... 66

Tabel 13 Uji Homogenitas ... 67

Tabel 14 Uji Wilcoxon Beda Pretest dan Posttest ... 67

(16)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1 Kerangka Berfikir ... 35 Gambar 2 Prosedur Penelitian ... 53

(17)

x

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

Grafik 1 Hasil Skor Pretest ... 56

Grafik 2 Hasil Skor Posttest... 60

Grafik 3 Hasil Perbandingan Rerata Skor Pretest dan Posttest ... 64

Grafik 4 Hasil Perbandingan Skor Pretest dan Posttest... 65

(18)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian dan Bukti Pelaksanaan Penelitian ... 77

Lampiran 2 Lembar Validasi Ahli ... 80

Lampiran 3 Hasil Wawancara ... 89

Lampiran 4 Hasil Try Out Angket Kemampuan Berkomunikasi Interpersonal ... 91

Lampiran 5 Hasil Validitas dan Reabilitas Instrumen ... 95

Lampiran 6 Instrumen Angket Minat Kemampuan Berkomunikasi Interpersonal Sebelum Uji Coba dan Sesudah Uji Coba ... 101

Lampiran7 Lembar Kendali Penelitian ... 107

Lampiran 8 Data Nama dan Absensi ... 109

Lampiran 9 Daftar Pretest Angket Kemampuan Berkomunikasi Interpersonal ... 113

Lampiran10 Pedoman dan Laporan Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Teknik Bermain Peran ... 116

Lampiran11 Data Postest Angket Kemampuan Berkomunikasi Interpersonal ... 195

Lampiran12 Uji Wilcoxon ... 197

Lampiran 13 Buku Bimbingan Penulisan Sekripsi ... 199

Lampiran 14 Dokumentasi ... 206

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial. Dimana manusia tidak dapat hidup sendiri dan melakukan segala sesuatunya sendiri. Cenderung membutuhkan bantuan orang lain, baik keluarga, saudara dan teman. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya, memerlukan hubungan sosial yang ramah dengan cara membina hubungan yang baik dengan orang lain. Manusia selalu ingin berhubungan dengan orang lain secara positif serta ingin bergabung dengan orang lain, ingin mengendalikan dan dikendalikan, ingin mencintai dan dicintai (Rakhmat,2012:14).

Lahir hingga dewasa manusia mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan melalui beberapa fase. Salah satunya adalah masa remaja. Masa remaja merupakan periode kehidupan penting dalam perkembangan individu dan merupakan masa transisi menuju pada perkembangan masa dewasa yang sehat (Yusuf, 2007:71). Masa transisi menuju pada perkembangan dewasa merupakan masa yang penuh gejolak dan selalu penasaran untuk memenuhi keingintahuan tentang segala sesuatu yang ada disekitar mereka. Masa remaja yang sehat akan tercapai apabila individu mampu mengentaskan tugas-tugas perkembangannya, karena setiap periode dalam masa pertumbuhan dan perkembangan individu memiliki tugas perkembangannya masing-masing.

(20)

Tugas perkembangan adalah suatu tugas yang timbul pada periode tertentu yang dalam kehidupan individu dan dilalui serta dilaksanakan.Pada setiap fase perkembangan, terdapat tugas-tugas perkembangan yang berbeda dari fase sebelumnya. Salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi remaja berkaitan dengan aspek perkembangan sosial yaitu mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dan lingkungan sosialnya. Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya dalam kehidupan sosialnya diluar rumah, seperti bergaul dengan teman sebayanya, bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, dan lain sebagainya. Menginjak masa remaja, interaksi atau pergaulan dengan teman sebaya menjadi sangat penting. Pada akhirnya pergaulan sesama manusia menjadi kebutuhan.

Untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, dibutuhkan kemampuan komunikasi interpersonal. Hal ini karena komunikasi interpersonal sebagai sarana dalam menjalin hubungan sosial. Tugas perkembangan pada aspek sosial akan dipengaruhi oleh baik atau tidaknya kemampuan komunikasi interpersonal remaja. Sehingga untuk dapat memenuhi tugas perkembangan tersebut, penting bagi remaja untuk memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang baik.

Suranto (2011:11) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian pesan dan penerimaan pesan antara pengirim pesan dan penerima pesan baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi interpersonal merupakan suatu perantara atau alat pendukung dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan, bahasa tubuh, dan lain sebagainya

(21)

3

sehingga isi komunikasi dapat dipahami oleh penerima pesan. Apabila masing-masing pihak yang berkomunikasi mengerti dan memahami apa yang dimaksud, maka suatu pembicaraan akan lancar, demikian sebaliknya. Menurut DeVito (dalam Sapril, 2011: 252) ”komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang telah memiliki hubungan yang jelas, yang terhubungkan dengan beberapa cara”.

Berdasarkan wawancara pada salah satu guru BK di SMP Negeri 8 Kota Magelang pada tanggal 27 Juli 2018, masih banyak siswa-siswa yang memiliki masalah dalam hal komunikasi interpersonal. Banyak siswa yang cenderung mengeluarkan kata-kata kurang baik dan kasar dalam berkomunikasi dengan temannya; masih merasa malu, gugup dan ragu apabila diberi kesempatan untuk berbicara di depan kelas; merasa tidak nyaman berbicara dengan temannya; siswa tidak berani mengungkapkan ketidaksukaan dan penolakan terhadap apa yang dilakukan oleh teman-teman kepadanya; dan beberapa kurang menghargai lawan bicara yang lebih tua seperti kepada guru.

Permasalahan tersebut menjelaskan bahwa kemampuan komunikasi interpersonal yang kurang akan menghambat individu memenuhi tugas perkembangannya dan proses belajar, sehingga perlu adanya cara yang dapat digunakan menyelesaikan permasalahan tersebut dalam lingkungan sekolah. Salah satu caranya dengan memberikan layanan bimbingan kelompok teknik bermain peran kepada para siswa yang memiliki kemampuan interpersonal rendah.

(22)

Bimbingan kelompok adalah salah satu layanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan dengan kelompok kecil untuk membahas suatu permasalahan yang dianggap penting oleh kelompok tersebut dan sesuai dengan tugas perkembangan. Menurut Sukardi (2008:64) layanan bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing/konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Layanan bimbingan kelompok dilaksanakan jika masalah yang dihadapi beberapa murid mempunyai kesamaan atau saling berhubungan serta mempunyai kesediaan untuk dilayani secara kelompok.

Layanan bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran ini dipandang efektif karena layanan ini berkaitan langsung dengan fokus pemecahan masalah yang dilakukan secara bersama-sama. Melalui teknik bermain peran, siswa diajarkan untuk memahami peran orang lain, memperhatikan kepentingan orang lain, menerima keputusan bersama. Serta melatih siswa yang kurang kemampuan komunikasi interpersonalnya untuk mampu berkomunikasi dengan baik dalam kegiatan bimbingan kelompok dan menumbuhkan rasa percaya diri berkomunikasi dengan orang lain.

(23)

5

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah pada siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Magelang tersebut, dapat diidentifikasi beberapa masalah siswa dalam motivasi belajar sebagai berikut :

1. Siswa sering berkomunikasi menggunakan kata-kata yang kurang sopan dan kasar

2. Siswa sulit mengungkapkan pendapatnya saat kegiatan pembelajaran di kelas

3. Siswa tidak berani berbicara di depan kelas

4. Siswa sering menyendiri dan jarang berkomunikasi dengan teman sekelasnya

5. Siswa tidak mau menerima saran dan kritik orang lain

6. Siswa sulit mengungkapkan penolakannya terhadap perilaku orang lain kepada dirinya

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, perlu adanya pembatasan masalah agar dalam penelitian tidak terjadi penyimpangan.Peneliti membatasi masalah mengenai “Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Bermain Peran Terhadap Kemampuan Berkomunikasi Interpersonal Siswa”.

(24)

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh layanan bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran terhadap kemampuan berkomunikasi interpersonal siswa?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran terhadap kemampuan berkomunikasi interpersonal pada siswa SMP Negeri 8 Kota Magelang.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian adalah : 1. Manfaat teoritis

Dari hasil penelitian ini dapat menambah referensi tentang layanan bimbingan kelompok, khususnya penggunaannya dalam meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal pada individu dengan teknik bermain peran.

2. Manfaat praktis

a. Bagi pihak sekolah

Hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai kualitas proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah.

(25)

7

Dapat memberikan informasi mengenai pengembangan layanan bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa.

c. Bagi siswa

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman bagi siswa agar dapat meningkatkan komunikasi interpersonal siswa.

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Komunikasi Interpersonal

1. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang paling banyak dilakukan oleh manusia sebagai makhluk sosial. Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Menurut Sugiyo (2005: 1) komunikasi merupakan kegiatan manusia menjalin hubungan satu sama lain yang demikian otomatis keadaannya, sehingga sering tidak disadari keterampilan berkomunikasi merupakan hasil belajar.

Suranto (2011:11) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian pesan dan penerimaan pesan antara pengirim pesan dan penerima pesan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan menurut Alvonco (2014:13) komunikasi interpersonal atau antarpribadi adalah komunikasi tatap muka yang melibatkan dua orang dalam situasi tertentu. Komunikasi yang terjadi bersifat dialogis.Komunikator menerjemahkan isi pikirannya menjadi suatu lambang/symbol yang dapat dimengerti (pesan), dan komunikan menerjemahkan pesan yang diterimanya menjadi bahasa yang dapat dimengerti olehnya.

(27)

9

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan komunikasi interpersonal atau antarpribadi adalah proses pertukaran pesan atau pikiran yang terjadi antara dua orang atau lebih baik secara langsung maupun tidak langsung bersifat dialogis.

2. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal

Suranto (2011:14-16) mengemukakan ciri-ciri komunikasi interpersonal sebagai berikut:

a. Arus pesan dua arah

Komunikasi interpersonal menempatkan sumber pesan dan penerima dalam posisi sejajar, sehingga memicu terjadinya pola penyebaran pesan mengikuti arus dua arah.Antara komunikator dan komunikan dapat bertukar peran secara cepat sesuai kondisi. b. Suasana nonformal

Komunikasi interpersonal biasanya berlangsung dalam suasana nonformal.Forum komunikasi yang dipilih biasanya bersifat nonformal, seperti percakapan antar teman tanpa hirarki jabatan.

c. Umpan balik segera

Oleh karena komunikasi biasanya mempertemukan para pelaku komunikasi secara bertatap muka maka umpan balik dapat diketahui dengan segera. Balikan yang disampaikan oleh komunikan baik secara verbal maupun nonverbal.

(28)

Komunikasi interpersonal merupakan metode komunikasi antarindividu yang menuntut agar peserta komunikasi berada dalam jarak dekat, baik jarak dalam arti fisik maupun psikologis. e. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan

dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal.

Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi interpersonal, peserta komunikasi dapat memberdayakan pemanfaatan kekuatan pesan verbal maupun nonverbal secara bersamaan, saling mengisi, saling memperkuat sesuai tujuan komunikasi.

3. Pentingnya Komunikasi Interpersonal

Jhonson (1981) dalam Supratiknya (1995:9) menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia yaitu sebagai berikut:

a. Komunikasi interpersonal membantu perkembangan intelektual dan sosial kita.

b. Identitas dan jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain.

c. Dalam rangka menguji realitas disekeliling kita serta menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama.

d. Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang-orang lain,

(29)

lebih-11

lebih orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan dalam hidup kita.

Komunikasi interpersonal sangat penting bagi kehidupan manusia. Peranan komunikasi interpersonal bagi siswa adalah membantu perkembangan intelektual dan sosialnya. Kondisi mental juga akan terpengaruh dari kualitas komunikasinya. Oleh karena itu, siswa sebagai makhluk sosial yang masih dalam masa perkembangan perlu meningkatkan kualitas komunikasi interpersonalnya.

4. Fungsi Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal sering digunakan sehari-hari untuk berhubungan dengan orang lain. Menurut Enjang (2009:77-79) komunikasi interpersonal memiliki fungsi yaitu:

a. Memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis. b. Mengembangkan kesadaran diri.

c. Matang akan konvensi sosial.

d. Konsistensi hubungan dengan orang lain. e. Mendapatkan informasi yang banyak.

f. Bisa mempengaruhi atau dipengaruhi orang lain.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa komunikasi interpersonal berfungsi dalam pemenuhan kebutuhan manusia, baik psikologis maupun sosial manusia dalam rangka membina hubungan dan interaksi sosial yang dapat mempengaruhi.

(30)

5. Prinsip Komunikasi Interpersonal

Menuju efektivitas berkomunikasi.komunikasi interpersonal memiliki beberapa prinsip. Menurut Enjang (2009:79-82) prinsipkomunikasi interpersonal yaitu:

a. Komunikasi bersifat relasional. Aktivitas komunikasi orang tidak sekedar menyampaikan pesan namun juga negosiasi tentang hubungan mereka.

b. Komunikasi interpersonal mengandung makna tertentu. Terjadinya komunikasi interpersonal karena komunikator mempunyai tujuan tertentu.

c. Komunikasi interpersonal bisa dipelajari. Komunikasi juga berkaitan dengan bahasa yang digunakan, bahasa yang berbeda bisa dipelajari untuk memperlancar komunikasi.

d. Komunikasi interpersonal berlangsung terus-menerus. Komunikasi interpersonal berupa verbal maupun nonverbal, yang kemudian disimpulkan orang lain.

e. Pesan komunikasi interpersonal berubah-ubah dalam proses encoding secara sadar. Saling menyampaikan makna dengan orang lain merupakan encoding dalam bentuk pesan verbal maupun nonverbal.

f. Komunikasi interpersonal mempunyai implikasi etis.

Komunikasi interpersonal memiliki hal-hal yang harus diperhatikan dan dipahami dalam berkomunikasi.Prinsip-prinsip yang ada dalam

(31)

13

komunikasi interpersonal merupakan hal-hal yang mendukung berlangsungnya komunikasi sehingga dapat berjalan efektif.

6. Aspek-Aspek Komunikasi Interpersonal

Aspek-aspek komunikasi interpersonal menurut De Vito dalam Darmawan (2002:103) adalah

a. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada komunikasi interpersonal yang terbuka pada orang yang diajak berinteraksi dan kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.

b. Empati (Empathy)

Empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada saat tertentu. Empati dapat secara verbal maupun nonverbal.

c. Sikap mendukung (Supportiveness)

Komunikasi yang terbuka dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung.Seseorang memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif, spontan, dan profesional. d. Sikap positif (Positiviness)

Seseorang dapat mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara yaitu menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang yang menjadi teman berinteraksi.

(32)

e. Kesetaraan (Equality)

Komunikasi interpersonal akan lebih efektif apabila suasananya setara. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak sependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan orang menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesataraan pada komunikasi interpersonal lebih kearah menerima pihak lain.

Rakhmat (2012: 85) menyatakan dalam komunikasi interpersonal selain melibatkan dua orang yang bertatap muka, ada beberapa aspek penting yang mendukung keberhasilan komunikasi interpersonal, yaitu :

a. Rasa Percaya

Faktor kepercayaan menentukan berhasil tidaknya hubungan interpersonal dengan adanya rasa percaya ini menjadikan orang lain terbuka dalam mengungkap pikiran dan perasaannya terhadap individu, sehingga akan terjalin hubungan yang akrab dan berlangsung secara mendalam.

Ada 3 faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya yaitu menerima, empati dan kejujuran. Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai, tanpa mengindahkan dan melihat orang lain sebagai manusia serta sebagai individu yang patut dihargai. Empati adalah suatu keadaan dimana individu bereaksi

(33)

15

secara emosional karena individu menanggapi individu lain yang mengalami atau siap mengalami suatu emosi. Sedangkan kejujuran adalah jujur dalam mengungkap diri kepada orang lain dan menghindari kepura-puraan.

b. Sikap Suportif

Dalam sikap suportif ini yang akan tampak adalah sebagai berikut: 1) Deskripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi tanpa

menilai.

2) Orientasi masalah adalah megkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah.

3) Spontanitas yaitu sikap jujur dan tidak mau menyelimuti motif yang terpendam

4) Empati adalah merasakan apa yang dirasakan orang lain.

5) Persamaan adalah sikap yang menganggap sama derajatnya, menghargai dan menghormati perbedaan pandangan dan keyakinan yang ada.

6) Profesionalisme adalah kesedihan untuk meninjau kembali pendapatnya dan bersedia mengakui kesalahan.

c. Sikap Terbuka

Sikap terbuka amat besar pengaruhnya dalam berkomunikasi yang efektif. Adapun karakteristik sikap terbuka sebagai berikut:

1) Menilai pesan secara objektif. 2) Berorientasi pada isi.

(34)

3) Mencari informasi dari berbagai sumber.

4) Lebih bersifat profesional dan bersedia merubah kepercayaan. 5) Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian

kepercayaan.

Berdasarkan aspek-aspek yang telah disampaikan tersebut terdapat persamaan sehingga dapat dirumuskan aspek komunikasi interpersonal sebagai berikut:

a. Aspek Keterbukaan ialah sikap dapat menerima masukan dari orang lain, menunjukkan keterbukaan dalam hubungan dengan orang lain, serta menunjukkan kepercayaan kepada orang lain untuk berbagi perasaan. Keterbukaan berarti kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan. Sikap keterbukaan ditandai dengan adanya kejujuran dalam merespon segala stimuli komunikasi dan tidak berkata bohong. Dengan keterbukaan maka komunikasi interpersonal akan berlangsung secara adil, transparan, dua arah, dan dapat dterima oleh semua pihak yang berkomunikasi.

b. Aspek Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan apa yang orang lain rasakan, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain. Empati dapat dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal. Secara nonverbal, empati dapat dikomunikasikan dengan adanya konsentrasi yang terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian dan kedekatan fisik serta adanya keterlibatan

(35)

17

aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai.

c. Aspek Sikap Mendukung (supportiveness) artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka.

d. Aspek Sikap Positif, individu yang melakukan komunikasi interpersonal harus bersikap positif dengan mengacu pada hal positif untuk diri sendiri dan orang lain serta memberikan pujian kepada orang lain. Sikap positif ditunjukkan dalam bentuk sikap dan perilaku. e. Aspek Kesetaraan ialah pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki

kepentingan, sama-sama bernilai dan berharga, serta saling memerlukan. Berupa pengakuan atau kesadaran serta kerelaan untuk menempatkan diri setara. Serta menjadikan suasana yang akrab dan nyaman

7. Indikator Komunikasi Interpersonal

Berdasarkan aspek komunikasi interpersonal tersebut dapat dibuat indikator komunikasi interpersonal sebagai berikut:

a. Keterbukaan:

1) Dapat menerima masukan dari orang lain

2) Menunjukkan keterbukaan dalam hubungan dengan orang lain 3) Menunjukkan kepercayaan kepada orang lain untuk berbagi

perasaan b. Empati

(36)

a) Menjaga perasaan orang lain b) Mengerti keinginan orang lain c) Menunjukan sikap peduli c. Sikap mendukung

a) Memberikan respon atau umpan balik b) Memberikan dukungan kepada orang lain c) Spontanitas

d. Sikap Positif

a) Memberikan pujian dan penghargaan b) Berpikiran positif terhadap orang lain e. Kesetaraan

a) Menempatkan diri setara dengan orang lain b) Suasana komunikasi akrab dan nyaman

B. Bimbingan Kelompok dengan Teknik Bermain Peran 1. Pengertian Bimbingan Kelompok

Prayitno dan Amti (2004 : 87) menyatakan bahwa bimbingan kelompok merupakan layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari guru pembimbing) atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna menunjang pemahaman dan kehidupan sehari-hari untuk perkembangan dirinya baik

(37)

19

secara individu maupun sebagai pelajar yang berguna untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan atau tindakan tertentu.

Menurut Sukardi (2008:64) layanan bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing/konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Tohirin (2007 : 172) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Layanan bimbingan kelompok dapat berupa pemberian informasi ataupun aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial.

Dari pemahaman pengertian diatas, menurut peneliti layanan bimbingan kelompok adalah bantuan individu yang dilakukan secara berkelompok melalui dinamika kelompok membahas suatu masalah dari narasumber tertentu (guru pembimbing/konselor) yang berguna bagi kehidupan pribadi, sosial, belajar atau karir.

2. Tujuan Bimbingan Kelompok

Winkel dan Hastuti (2007: 564), menjelaskan bahwa tujuan pelaksanaan bimbingan kelompok tidak berbeda dengan tujuan layanan bimbingan kelompok lainya yaitu agar orang yang dilayani menjadi

(38)

mampu mengatur kehidupan sendiri, memiliki pandangan sendiri dan tidak sekedar mengikuti pendapat orang lain, mengambil sikap sendiri dan berani menangung sendiri efek serta konsekuensi dari tindakannya.

Tohirin (2007 : 172) mengemukakan bahwa tujuan bimbingan kelompok adalah sebagai berikut :

a. Secara umum

Bimbingan kelompok bertujuan untuk mengembangkan kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi siswa, untuk membantu yang mengalami masalah melalui prosedur kelompok, dan untuk mengembangkan pribadi masing-masing anggota kelompok melalui berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan itu, baik suasana menyenangkan maupun menyedihkan.

b. Secara khusus

Layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong perasaan, pikiran, presepsi, wawasan, dan tingkah laku yang lebih efektif, yakni peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal para siswa.

3. Komponen Bimbingan Kelompok

Menurut Prayitno (2004: 14) dalam bimbingan kelompok terdapat dua pihak yang berperan, yaitu:

a. Pemimpin Kelompok

Pemimpin kelompok mempunyai peran sebagai fasilitator, mengarahkan anggota sehingga kegiatan bimbingan kelompok

(39)

21

mencapai tujuan yang telah disepakati, pemimpin kelompok juga perlu membuat dan menjelaskan aturan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.

b. Anggota Kelompok

Anggota kelompok terbentuk dari kumpulan individu yang memiliki tujuan bersama dalam kegiatan bimbingan kelompok.Jumlah anggota kelompok sebaiknya tidak terlalu kecil dan tidak terlalu banyak. Keefektifan kelompok akan terasa berkurang ketika anggota melebihi 10 orang. Anggota kelompok juga mempunyai peran untuk membantu terbinanya suasana kelompok dan berjalannya aturan kelompok, serta ikut berperan aktif terlibat dalam kegiatan bimbingan kelompok.

4. Jenis Topik dalam Bimbingan Kelompok

Menurut Prayitno (1995: 25) dalam penyelengaraan bimbingan kelompok dikenal dua jenis, yaitu kelompok bebas dan kelompok tugas, adapun uraiannya sebagai berikut:

a. Topik tugas, yaitu topik yang secara langsung dikemukakan oleh pemimpin kelompok (guru pembimbing) dan ditugaskan kepada seluruh anggota kelompok untuk bersama-sama membahasnya. b. Topik bebas, yaitu anggota kelompok secara bebas mengemukakan

permasalahan yang perlu diselesaikan bersama untuk kemudian dibahas satu persatu.

(40)

Menurut Prayitno (2004: 20-25) ada beberapa tahap-tahap yang perlu dilalui dalam pelaksanaan bimbingan kelompok yaitu tahap pembentukan, peralihan, kegiatan dan pengakhiran. Tahap-tahap ini merupakan suatu kesatuan dalam keseluruhan kegiatan kelompok. a. Tahap Pembentukan

Tahap pengenalan dan perlibatan anggota ke dalam kelompok dengan tujuan agar anggota memahami maksud bimbingan kelompok, menumbuhkan suasana saling mengenal, percaya, menerima dan membantu teman-teman yang ada dalam kelompok. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan bimbingan kelompok, menjelaskan cara-cara dan asas kegiatan, anggota kelompok saling memperkenalkan diri dan mengungkapkan diri dan melakukan permainan pengakraban.

b. Tahap Peralihan

Tahap transisi dari tahap pembentukan ke tahap kegiatan. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah pemimpin kelompok menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya, menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya, membahas suasana yang terjadi, meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota dan bila perlu kembali ke tahap pembentukan.

(41)

23

Tahap ini merupakaan tahap inti dari kegiatan bimbingan kelompok dengan suasana yang ingin dicapai, yaitu permasalahan yang ingin dihadapi oleh anggota kelompok dibahas secara tuntas dan terciptanya suasana untuk mengembangkan diri. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini untuk topik tugas adalah pemimpin kelompok mengemukakan suatu topik untuk dibahas oleh kelompok kemudian terjadi tanya jawab antara anggota kelompok dan pemimpin kelompok menyangkut topik tersebut sehingga dibahas secara mendalam dan tuntas, serta dilakukan kegiatan selingan bila diperlukan. Sedangkan kegiatan untuk topik bebas adalah masing-masing anggota secara bebas mengemukakan topik bahasan, kemudian secara bersama-sama menetapkan topik yang akan dibahas dan topik yang dipilih dibahas secara mendalam dan tuntas, serta diakhiri kegiatan permainan.

d. Tahap Pengakhiran

Tahap ini merupakan tahap peutupan dari serangkaian kegiatan bimbigan kelompok dengan tujuan telah tuntasnya topik yang dibahas pada kelompok tersebut. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah pemimpin kelompok dan anggota kelompok mengemukakan hasil-hasil dari kegiatan yang telah dilaksanakan, kesan, pesan dan harapan setelah kegiatan tersebut dilakukan.

(42)

Menurut Sukardi (2008:64) layanan bimbingan kelompok mempunyai tiga fungsi, yaitu:

a. Fungsi informatif, memberikan informasi yang luas tentang berbagai hal yang terjadi di lingkungan sekitar.

b. Fungsi pengembangan, sifatnya lebih proaktif dari fungsi yang lainnya dengan merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya.

c. Fungsi preventif (pencegahan) dan kreatif, usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah dan kreatif dalam memunculkan dinamika kelompok yang baik.

7. Asas Bimbingan Kelompok

Prayitno (2004: 13-15) mengemukakan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok terdapat asas-asas yang diperlukan untuk memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan kegiatan bimbingan kelompok sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan sebagai berikut:

a. Asas kerahasiaan, yaitu para anggota harus menyimpan dan merahasiakan informasi apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak layak diketahui orang lain.

b. Asas keterbukaan, yaitu para anggota bebas dan terbuka mengemukakan pendapat, ide, saran tentang apa saja yang dipikirkan tanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu.

(43)

25

c. Asas kesukarelaan, yaitu semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan tanpa malu atau dipaksa oleh teman lain atau pemimpin kelompok.

d. Asas kenormatifan, yaitu semua yang dibicarakan dalam kelompok tidak boleh bertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku.

e. Asas kegiatan, yaitu partisipan semua anggota kelompok dalam mengemukakan pendapat sehingga cepat tercapainya tujuan bimbingan kelompok.

8. Teknik Bermain Peran

Teknik bermain peran adalah teknik kegiatan pembelajaran yang menekankan pada kemampuan penampilan peserta didik untuk memerankan status dan fungsi pihak-pihak lain yang terdapat pada kehidupan nyata (Sudjana, 2005: 134). Sugihartono (2007: 83) menjelaskan bahwa bermain peran adalah metode pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan anak didik dengan cara anak didik memerankan suatu tokoh baik tokoh hidup atau tokoh mati.

Menurut Sanjaya (2009: 161) bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang.

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa bermain peran adalah metode pembelajaran yang mengarahkan peserta

(44)

didik untuk memerankan dan menghayati peran-peran lain yang ada dikehidupan nyata.

9. Langkah-langkah Teknik Bermain Peran

Sudjana (2005:135) mengemukakan langkah-langkah melakukan teknik bermain peran sebagai berikut:

a. Pendidik bersama peserta didik menyiapkan bahan belajar berupa topik yang akan dibahas. Topik itu hendaknya mengandung peran-peran yang seharusnya terjadi dalam situasi tertentu.

b. Pendidik bersama peserta didik mengidentifikasi dan menetapkan peran-peran berdasarkan kedudukan dan tugas masing-masing pimpinan dalam penyelenggaraan pelatihan pemuda itu.

c. Pendidik membantu peserta didik untuk menyiapkan tempat, waktu dan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

d. Pendidik membantu para peserta didik untuk melaksanakan permainan peran dengan: (a) menjelaskan tujuan dan langkah-langkah bermain peran, sedangkan peserta didik memperhatikan, bertanya dan mencatat hal-hal yang dipandang perlu mengenai penjelasan yang diberikan pendidik; (b) para peserta didik dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama memainkan peran dan kelompok kedua sebagai pengamat: kelompok pertama duduk di kursi lingkaran dalam sedangkan kelompok kedua di lingkaran luar, atau kelmpok pertama berada diluar kelompok kedua asal dapat diamati oleh kelompok kedua; (c) pendidik menjelaskan tugas

(45)

27

masing-masing kelompok untuk dilakukan selama kegiatan belajar berlangsung; (d) kelompok pengamat menyiapkan diri dan, apabila perlu mencatat hasil pengamatan pada format khusus; dan (e) selesai bermain peran, para peserta didik dibantu oleh pendidik membahas hasil pengamatan kelompok pengamat.

e. Pendidik bersama para peserta didik melakukan penilaian terhadap proses dan hasil penggunaan teknik ini.

Sedangkan Uno (2008: 26-28) menjelaskan langkah-langkah bermain peran terdiri atas sembilan langkah, yaitu (1) pemanasan (warming up), (2) memilih partisipan, (3) menyiapkan pengamat (observer), (4) menata panggung, (5) memainkan peran, (6) diskusi dan evaluasi, (7) memainkan peran ulang, (8) diskusi dan evaluasi, dan (9) berbagai pengalaman dan kesimpulan.

Langkah pertama, pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya. Bagian berikutnya dari proses pemanasan adalah menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai contoh. Hal ini bisa muncul dari imajinasi siswa atau sengaja disiapkan oleh guru. Sebagai contoh guru menyediakan suatu cerita untuk dibaca didepan kelas. Pembacaan cerita berhenti jika dilemma dalam cerita menjadi jelas. Kemudian dilanjutkan dengan pegajuan pertanyaan oleh guru yang membuat siswa berpikir tentang hal tersebut dan memprediksi akhir dari cerita.

(46)

Langkah kedua, memilih pemain. Siswa dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain ini, guru dapat memilih siswa yang sesuai utuk memainkannya atau siswa sendiri yang mengusulkan akan memainkan siapa dan mendeskripsikan peran-perannya. Langkah kedua ini lebih baik. Dilakukan jika siswa pasif dan enggan untuk berperan apapun. Sebagai contoh, seorang anak memilih peran sebagai ayah. Dia ingin memerankan seorang Ayah yang galak dengan kumis tebal. Guru menunjuk salah seorang siswa untuk memerankan anak seperti ilustrasi yang dibacakan.

Langkah ketiga, menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa dimana dan bagaimana peran itu akan dimainkan. Apa saja kebutuhan yang diperlukan. Penataan panggung ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah hanya membahas skenario (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan untuk permainan peran. Misalnya siapa dulu yang muncul, kemudian diikuti oleh siapa dan seterusnya. Sementara penataan panggung yang lebih kompleks meliputi aksesoris lain seperti kostum dan lain-lain. Konsep sederhana memungkinkan untuk dilakukan karena intinya bukan kemewahan panggung, tetapi proses bermain peran itu sendiri.

Langkah keempat, guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat. Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam permainan peran. Untuk itu, walaupun mereka

(47)

29

ditugaskan sebagai pengamat, guru sebaiknya memberikan tugas peran terhadap mereka agar dapat terlibat aktif dalam permainan peran tersebut.

Langkah kelima, permainan peran dimulai. Permainan peran dilaksakan secara spontan. Pada awalnya akan banyak siswa yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan, mungkin ada yang memainkan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk ke langkah berikutnya.

Langkah keenam, guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul. Mungkin ada siswa yang meminta untuk berganti peran. Atau bahkan alur ceritanya akan sedikit berubah. Apapun hasil diskusi dari evaluasi tidak masalah.

Langkah ketujuh, yaitu permainan peran ulang. Seharusnya pada permainan peran kedua ini akan berjalan lebih baik. Siswa dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario.

Dalam diskusi dan evaluasi pada langkah kedelapan, pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas. Mengapa demikian? Karena pada saat permainan peran dilakukan, banyak peran yang melampaui batas kenyataan. Misalnya seorang siswa memainkan peran sebagai pembeli. Ia membeli barang degan harga yang tidak realistis.

(48)

Hal ini dapat menjadi bahan diskusi, contoh lain, seorang siswa memerankan peran orang tua yang galak. Kegalakan yang dilakukan orang tua ini dapat dijadikan bahan diskusi.

Pada langkah kesembilan, siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan degan membuat kesimpulan. Misalnya siswa akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas bagaimana sebaiknya siswa menghadapi situasi tersebut, seandainya jadi ayah dari siswa tersebut, sikap seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan cara ini, siswa akan belajar tentang kehidupan. Melalui permainan peran, siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain. Mereka memperoleh cara berperilaku baru untuk mengatasi masalah seperti dalam permainan perannya dan dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah.

10.Kelebihan dan Kekurangan Teknik Bermain Peran

a. Menurut H. D. Sudjana (2005: 136) kelebihan teknik bermain peran adalah sebagai berikut:

1) Peran yang ditampilkan peserta didik dengan menarik akan segera mendapat perhatian peserta didik lainnya.

2) Teknik ini dapat digunakan baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.

(49)

31

3) Dapat membantu peserta didik untuk memahami pengalaman orang lain yang melakukan peran.

4) Dapat membantu peserta didik untuk menganalisis dan memahami situasi serta memikirkan masalah yang terjadi dalam bermain peran.

5) Menumbuhkan rasa kemampuan dan kepercayaan diri peserta didik untuk berperan dalam menghadapi masalah.

b. Shoimin (2016: 68) mengemukakan kekurangan dalam penggunaan teknik bermain peran sebagai berikut:

1) Metode bermain peran memerlukan waktu yang relatif banyak. 2) Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak

guru maupun murid. Ini tidak semua guru memilikinya.

3) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk melakukan suatu adegan tertentu.

4) Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai. 5) Tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan metode ini.

C. Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Bermain Peran terhadap Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal penting untuk memenuhi kebutuhan individu baik dalam lingkungan masyarakat, keluarga, dan sekolah. Komunikasi

(50)

interpersonal merupakan proses penyampaian pesan atau pendapat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan dipengaruhi aspek keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan sehingga pesan yang diterima memiliki pengertian yang sama dengan pengirim pesan serta mendapatkan umpan balik. Untuk membantu siswa dalam meningkatkan komunikasi interpersonal, peneliti memberikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran. Melalui layanan bimbingan kelompok, siswa akan diajarkan dan dilatih tentang materi yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal sehingga kemampuan komunikasi interpersonal siswa meningkat.

Adanya bimbingan kelompok agar setiap anggota mampu berbicara didepan orang banyak; mampu menyampaikan ide, pendapat, saran, tanggapan; serta perasaan kepada banyak orang; menghargai orang lain; bertanggung jawab atas pendapat yang disampaikan; mampu mengendalikan diri dan emosi; membahas masalah atau topik-topik yang dirasa menjadi kepentingan bersama; serta dapat saling membantu memecahkan masalah pribadi yang dibahas dalam kelompok.

Penelitian ini menggunakan teknik bermain peran untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa. Bermain peran adalah metode pembelajaran yang mengarahkan peserta didik untuk memerankan dan menghayati peran-peran lain yang ada dikehidupan nyata. Sehingga kegiatan bimbingan kelompok memanfaatkan dinamika kelompok dapat membantu siswa memerankan dan menghayati peran-peran lain, sehingga siswa dapat

(51)

33

memahami, mengamati serta mencontoh perilaku positif yang tepat bagi dirinya.

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian yang mengacu pada penelitian yang terdahulu diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Pribadi (2015) dengan judul Meningkatkan Komunikasi Interpersonal Melalui Layanan Bimbingan Kelompok dengan Metode

Games Social. Berdasarkan laporan pelaksanaan penelitian tersebut

mendapatkan hasil bahwa komunikasi interpersonal meningkat setelah diberi layanan bimbingan kelompok. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata kemampuan komunikasi interpersonal sebelum diberi layanan bimbingan kelompok 83,9% meningkat menjadi 124,7%. Hasil penelitian tersebut menjadi dasar peneliti untuk menggunakan layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa di SMP Negeri 8 Magelang.

Penelitian yang selanjutnya dilakukan oleh Lantika (2015) dengan judul Pengaruh Metode Bermain Peran dalam Bimbingan Kelompok Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Patianrowo, mendapatkan hasil bahwa metode bermain peran berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan interaksi sosial siswa kelas VII SMP Negeri 2 Patianrowo. Penelitian tersebut menjadi dasar penguat peneliti

(52)

dalam menggunakan metode bermain peran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa.

Sari (2011) dengan judul Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Interpersonal Dengan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Sosiodrama SMP N 1 Minggir Yogyakarta menyimpulkam bahwa peningkatan komunikasi interpersonal terjadi secara signifikan diketahui pada siklus pertama kategori tinggi komunikasi interpersonal siswa terjadi 20%, setelah diberikan bimbingan kelompok pada siklus kedua terjadi peningkatan menjadi 86% maka dapat disimpulkan bahwa dengan dalam layanan bimbingan kelompok teknik permainan dapat meningkatkan komunikasi interpersonal siswa. Adanya peningkatan dalam penelitian tersebut peneliti jadikan sebagai penguat bahwa layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa.

Berdasarkan uraian tersebut, perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah peneliti menggunakan layanan bimbingan kelompok dengan dikombinasikan metode bermain peran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa di kelas VIII E SMP Negeri 8 Magelang.

E. Kerangka Pemikiran

Peranan komunikasi interpersonal bagi siswa adalah membantu perkembangan intelektual dan sosialnya.Siswa kelas VIII E di SMP Negeri 8 Magelang memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang berbeda-beda. Siswa dengan kemampuan komunikasi interpersonal yang rendah

(53)

35

akan menghambat proses perkembangannya dilingkungan sosial. Dengan demikian siswa yang memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang rendah diberikan layanan bimbingan kelompok dengan metode bermain peran tentang komunikasi interpersonal. Pemberian layanan tersebut diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa kelas VIII E di SMP Negeri 8 Kota Magelang.

Bagan dibawah ini akan menjelaskan bahwa siswa kelas VIII E di SMP Negeri 8 Kota Magelang yang memiliki kemampuan berkomunikasi interpersonal yang rendah akan mengalami peningkatan kemampuan berkomunikasi setelah memperoleh perlakuan (treatment) atau setelah subjek penelitian memperoleh layanan bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran.

Gambar1 Kernagka Berpikir

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji berdasarkan data empirik, maka hasil pegujian Siswa Kemampuan komunikasi interpersonal tinggi Kemampuan komunikasi interpersonal meningkat Pemberian layanan BimbinganKelompok dengan

teknik bermain peran Kemampuan komunikasi

(54)

hipotesis dapat membenarkan atau menolak hipotesis yang telah dirumuskan (Soetarno, 2001:13).

Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi interpersonal siswa kelas VIII E di SMP Negeri 8 Kota Magelang.

(55)

37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Sugiyono (2012:109) mengemukakan bahwa penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Penelitian eksperimen menurut Sugiyono ada beberapa desain yaitu

pre-experimental design, true-pre-experimental design, factorial design dan

quasi-experimental design. Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pre-eksperimen.

Menurut Yusuf (2015:78) penelitian pre-experiment yaitu penelitian eksperimen yang pada prinsipnya menggunakan satu kelompok.Bahwa dalam penelitian tidak ada kelompok kontrol. Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti menggunakan penelitian tipe One Group Pretest-Posttest

Design karena penelitian ini tanpa menggunakan kelompok kontrol.

Pelaksanaan eksperimen dengan desain ini dilakukan dengan memberikan perlakuan (X) terhadap satu kelompok, yaitu kelompok eksperimen.Sebelum diberikan perlakuan, kelompok tersebut diberi pretes (O1) untuk mengukur pengetahuan. Kemudian diberikan perlakuan layanan

bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran, dan sesudah perlakuan diberikan posttest (O2). Hasil kedua test dibandingkan untuk menguji

(56)

apakah layanan bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran memberi pengaruh komunikasi interpersonal kelompok eksperimen.

Penelitian ini dilaksanakan dalam delapan kali pertemuan. Pada awal pertemuan, sampel diberikan pretest. Kemudian diadakan enam kali pertemuan untuk perlakuan berupa layanan bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran. Setelah pemberian perlakuan selesai maka diberikan

post test pada pertemuan ke delapan kepada sampel. Hasil pre test dan post

test dibandingkan, maka diperoleh perbedaan antara keduanya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh layanan bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran terhadap kemampuan berkomunikasi interpersonal siswa.

Tabel 1

One Group Pretest Posttest Design

Keterangan :

P : Group

O1 : Pretest

X : Bimbingan Kelompok teknik bermain peran

O2 : Posttest

Group Pre-test Variabel Terkait Post-test

(57)

39

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2012: 61) variable penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan dua variable, yaitu variabel terikat dan variabel bebas yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Komunikasi interpersonal, variabel dependent (variabel terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang dijelaskan.

b. Layanan bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran, variabel

independent (variabel bebas) merupakan variabel yang menjelaskan atau

mempengaruhi variabel yang lain.

C. Definisi Operasional Variabel

Komunikasi interpersonal merupakan proses penyampaian pesan atau pendapat yang dilakukan oleh dua orang atau lebihdengan dipengaruhi aspek keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan sehingga pesan yang diterima memiliki pengertian yang sama dengan pengirim pesan serta mendapatkan umpan balik.

Layanan bimbingan dengan teknik bermain peran merupakan kegiatan bimbingan kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok memerankan dan menghayati peran-peran lain, sehingga siswa dapat memahami, mengamati serta mencontoh perilaku positif yang tepat bagi dirinya.

(58)

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yaitu individu yang menjadi sasaran penelitian. Hal- hal yang berkaitan dengan subjek penelitian meliputi:

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2012: 80) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-E di SMP Negeri 8 Kota Magelang yang berjumlah 26 siswa.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2012: 81). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 10 siswa.

Pertimbangan penentuan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kelas VIII dipilih karena banyak siswa yang kemampuan komunikasi interpersonalnya rendah.

b. Kelas yang dijadikan sampel adalah rekomendasi guru BK SMP Negeri 8 Kota Magelang.

c. Pemilihan anggota kelompok berdasarkan hasil screening yang kemampuan komunikasi interpersonalnya 10 rendah.

(59)

41

3. Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Menurut Idrus (2009: 96) purposive sampling yaitu teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam pengambilan sampelnya. Pada penelitian ini sampel yang dipilih sebagai subjek penelitian adalah siswa yang memiliki kemampuan komunikasi interpersonal rendah dilihat dari hasil skor angket 10 yang rendah.

E. Metode Pengumpulan Data 1. Angket

Angket merupakan daftar pertanyaan/pernyataan yang diberikan kepada orang lain dengan maksud agar orang yang diberi angket tersebut bersedia memberikan respons sesuai dengan permintaan. Angket dibagi dalam tiga bagian, yaitu angket tertutup, angket terbuka, dan angket model gabungan (Idrus, 2009:100).Penelitian ini menggunakan angket tertutup, jenis angket yang menghendaki jawaban pendek.Pengisian angket tersebut dilakukan pada pertemuan pertama sebagai pretest dan pada pertemuan kedelapan sebagai posttest.

2. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis.

(60)

3. Wawancara

Wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara tidak terstruktur.Wawancara tidak tertstruktur merupakan wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data. Pedoman wawancara yang digunakan berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan berupa angket atau kuesioner. Instrument penelitian akan digunakan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrument harus mempunyai skala. Dalam mengisi angket, peneliti memberikan empat pilihan pernyataan alternatif. Pernyataan mendukung dengan jawaban sangat sesuai (SS) skornya 4, jawaban sesuai (S) skornya 3, jawaban tidak sesuai (TS) skornya 2, dan jawaban sangat tidak sesuai (STS) skornya 1. Sebaliknya, apabila pernyataan tidak mendukung jawaban sangat tidak sesuai skornya (4), jawaban tidak sesuai (TS) skornya 3, jawaban sesuai (S) skornya 2, dan jawaban sangat sesuai (SS) skornya 1.

Tabel 2 Penilaian Sekor Angket

Pernyataan SS S TS STS

Positif 4 3 2 1

(61)

43

Angket dikembangkan dari kisi-kisi tentang indikator komunikasi interpersonal berdasarkan aspek komunikasi interpersonal. Kisi-kisi kemampuan komunikasi interpersonal berikut disusun oleh peneliti:

Tabel 3

Kisi-kisi Angket Kemampuan Komunikasi Intepersonal

Variabel Sub Variabel Indikator No Item

Positif Negatif Aspek-aspek komunikasi interpersonal 1. Keterbukaan 2. Empati 3. Sikap mendukung 4. Sikap positif 5. Kesetaraan a. Dapat menerima masukan dari orang lain b. Menunjukkan keterbukaan dalam hubungan dengan orang lain c. Menunjukkan

kepercayaan kepada orang lain untuk berbagi perasaan a. Menjaga perasaan orang lain b. Mengerti keinginan orang lain c. Menunjukan sikap peduli a. Memberikan respon atau umpan balik b. Memberikan dukungan kepada orang lain c. Spaontanitas a. Memberikan pujian dan penghargaan b. Berpikiran positif terhadap orang lain a. Menempatkan diri setara dengan

1, 27, 53 3, 29 5, 31, 55 7, 33 9, 35, 57 11, 37 13, 39, 59 15, 41, 61 17, 43 19, 45, 63 21, 47, 65 23, 49, 67 2, 28 4, 30, 54 6, 32 8, 34, 56 10, 36 12, 38, 58 14, 40, 60 16, 42, 62 18, 44 20, 46, 64 22, 48, 66 24, 50, 68

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk dan sifat suatu Negara dalam kebudayaan Yunani Purba masih bersifat “ polis-polis” atau “The Greek State” ,yaitu pada mula pertamanya merupakan suatu tempat atau

Pada penelitian yang dilakukan sekarang tahun 2020 bertujuan untuk memperoleh formulasi cookies berbahan baku tepung tulang tuna dan tepung ampas kelapa serta memperoleh formulasi

parabola. Bahan dari solar kolektor parabolik ini adalah stainless steel , dan bahan dari tabung receiver nya berbahan aluminium. Tabung dengan berbentuk silinder ini

Data primer dalam penelitian ini adalah kegiatan bimbingan keagamaan yang dilakukan di Komunitas Difabel Arrizki Rowosari, yang dikumpulkan melalui wawancara

Tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu karena ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan kepada mereka tentang akibat

Saran yang dapat penulis berikan pada perusahaan yaitu agar perusahaan menerapkan network dengan metode PERT dan CPM dalam pelaksanaan proses produksi selanjutnya

Hal tersebut dilakukan dengan cara melakukan monitoring dan evaluasi ke setiap OPD yang dilakukan dalam beberapa kali dalam setahun hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi

15 Sukanda Husin, Hukum Lingkungan Internasional, PPP Universitas Riau, Pekanbaru, 2009, hlm.. Namun kedaulatan yang dimiliki oleh negara itu bukan tak terbatas.