• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN METODA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) UNTUK MONITORING SENYAWA BTEX DALAM SEDIMEN MUARA SUNGAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN METODA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) UNTUK MONITORING SENYAWA BTEX DALAM SEDIMEN MUARA SUNGAI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SEMINAR NASIONAL PENELITIAN DAN PENDIDIKAN KIMIA “Kontribusi Penelitian Kimia Terhadap Pengembangan Pendidikan Kimia”

PENGEMBANGAN METODA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

(KCKT) UNTUK MONITORING SENYAWA BTEX DALAM SEDIMEN

MUARA SUNGAI

Wiji, M.Si.8

Abstrak

Pencemaran minyak di muara-muara sungai akibat industri pengilangan minyak lepas pantai sudah mulai mengancam ekosistem terutama tumbuhan magrove. Bahan pencemar yang paling berbahaya adalah golongan aromatik yang titik didihnya rendah, seperti benzena, toluena, etil benzena dan xilena (BTEX). Senyawa aromatik ini lebih mudah larut dalam air, tetapi lebih sulit terbiodegradasi oleh bakteri daripada senyawa hidrokarbon lainnya. Senyawa BTEX cukup melimpah dalam minyak dan merupakan racun yang akut bagi manusia sebagaimana bagi kehidupan yang lain. Selain itu senyawa aromatik tersebut dapat membunuh organisme bila terjadi kontak secara langsung dengan minyak atau bahkan minyak yang telah larut dalam air.

Metode KCKT telah dikembangkan untuk monitoring senyawa BTEX dalam sedimen muara sungai. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup tiga bagian utama yaitu, ekstraksi, pemisahan, dan analisis. Ekstraksi dengan KOH 0,5 N dalam metanol digunakan untuk mendapatkan senyawa hidrokarbon dari sedimen. Pemisahan senyawa aromatik menggunakan kolom kromatografi alumina: gel silika (1 : 1) dengan fasa gerak dikloro metana. Pemisahan senyawa hidrokarbon monoaromatik (BTEX) dari poliaromatik menggunakan kolom alumina dengan fasa gerak dikloro metana atau heksana. Analisis senyawa BTEX dilakukan dengan metoda KCKT, pada kolom C18, panjang 25 cm, fasa

gerak metanol-air 7 : 3, dan detektor UV pada 254 nm. Prosentase perolehan kembali untuk benzena 85,05 %; toluena 95,66 %; etil benzena 84,01%; dan xilena 86,42%.

Abstract

Oil Contamination in estuaries caused by offshore oil refinary industry has begun threatening ecosyste ms, especially mangrove plant. The most dangerous contaminant is the aromatic group whose the boiling point is low, such as benzena, toluena, ethyl benzena and xilena (BTEX). These aromatic compounds are more easily dissolved in water but more difficult to be biodegraded by bacteria than other hydrocarbon compounds. There are many BTEX compounds in oil and they are acute poisons for both human beings and other living things. Besides that, these aromatic compounds can kill organisms if they have a direct contact with oil or even oil which is dissolved in water.

The HPLC method had been developed to monitor the BTEX compounds in the sediments of estuaries. The approaching method in this research include three main parts: extraction,

(2)

Seminar Nasional Penelitian dan Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004 2

separation, dn analysis. The extraction with KOH 0,5 N in methanol is used to achieve hydrokarbon from sediments. The separation of aromatic compounds uses column chromatography on alumina : silica gel (1 : 1) with dichloromethane mobile phase. The separation of monoaromatic hydrocarbon compounds (BTEX) from polyaromatics uses alumina column with dichloromethane or hexana mobil phase. The analysis of BTEX compounds is carried out by HPLC method, in C18 column with the length 25 cm, eluen

methanol-water 7 : 3, detector UV at 254 nm. Recovery percentage for benzene 85,05 %; toluene 95,66%; etyl benzene 84,01%; and xylene 86,42 %.

Pendahuluan

Dewasa ini pencemaran yang terjadi di kawasan pantai dan muara-muara sungai cukup mendapat perhatian para aktivis lingkungan. Pencemaran pantai oleh minyak bumi kerapkali terjadi di berbagai penjuru dunia. Kecelakaan kapal tanker Torrey Canyon pada tahun 1967 di pantai Cornwall, Inggris, melepaskan 118.000 ton minyak mentah ke laut. Sementara kecelakaan pengilangan minyak lepas pantai di Santa Barbara Channel pada tahun 1969 melepaskan 10.000 ton minyak mentah(5). Limbah minyak juga dikeluarkan secara rutin oleh tempat-tempat pengeboran minyak bumi lepas pantai yang mengirimkan minyak ke daratan melalui pipa. Selama proses pemindahan tersebut sekitar 200 ribu ton minyak mentah tumpah ke laut setiap tahun(19). Isolasi dan identifikasi terhadap sampel minyak mentah di Ponca City, Oklahoma, didapatkan 175 jenis senyawa hidrokarbon, yang terdiri dari 108 jenis alifatik jenuh dan 57 jenis aromatik(5). Hidrokarbon yang paling berbahaya adalah golongan aromatik yang titik didihnya rendah, seperti benzena, toluena, etil benzena dan xilena (BTEX). Senyawa aromatik ini lebih mudah larut dalam air, tetapi lebih sulit terbiodegradasi oleh bakter i daripada senyawa hidrokarbon lainnya(2,9). Senyawa BTEX cukup melimpah dalam minyak dan merupakan racun yang akut bagi manusia sebagaimana bagi kehidupan yang lain. Selain itu senyawa aromatik tersebut dapat membunuh organisme bila terjadi kontak secara langsung dengan minyak atau bahkan minyak yang telah larut dalam air(5).

Dengan semakin meningkatnya pencemaran yang ditimbulkan oleh senyawa BTEX, maka perlu dilakukan proses monitoring yang mudah dan cepat. Salah satu caranya adalah melakukan analisis kandungan BTEX dari salah satu komponen dalam ekosistem perairan yang relatif stabil dan tidak dipengaruhi oleh alam sekitarnya. Sedimen merupakan komponen yang tepat untuk dianalis, karena kandungan senyawa BTEX di dalamnya dari tahun ke tahun akan semakin melimpah. Selama ini untuk menganalisis kandungan senyawa BTEX menggunakan metoda analisis kromatografi gas (KG). Salah satu kelemahan yang sulit dihindarkan dalam metoda KG adalah resolusinya yang kurang baik. Untuk mengatasi hal ini perlu dikembangkan metoda analisis KCKT yang memiliki resolusi lebih baik dibandingkan metoda KG. KCKT merupakan suatu metoda analisis yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya senyawa organik baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

(3)

Pemanfaatan metoda ini dalam monitoring bahan pencemar organik terutama untuk bahan kimia beracun seperti BTEX diharapkan menjadi pilihan yang terbaik untuk saat ini.

Metode Penelitian

Ekstraksi sampel sedimen

Sampel sedimen sebanyak 80 gram disaponifikasi dengan 140 mL 0,5 N KOH dalam metanol selama 4 sampai 24 jam. Setelah disaring, filtrat metanol dipekatkan dalam evaporator. Kemudian senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam metanol diekstraksi ke dalam heksana. Volume heksana ini dipekatkan dalam evaporator sampai volume 10 mL dan siap untuk di pisahkan dalam kromatografi cair-padat (KCP).

Pemisahan senyawa hidrokarbon aromatik

Untuk memisahkan senyawa hidrokarbon aromatik dari hidrokarbon yang lain digunakan kolom KCP yang berisi gel silika dan alumina, dengan ukuran tinggi 20 cm dan diameter 1 cm. Sebanyak 1 mL sampel dimasukkan ke dalam kolom dengan laju aliran 0,5 mL/menit. Kemudian dialirkan fasa gerak dikloro metana. Hasilnya ditampung dan dipisahkan setiap 3 mL, kemudian dilihat pola absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV. Akhirnya fraksi-fraksi yang mengandung hidrokarbon aromatik dikumpulkan, dipekatkan , dan diukur volumenya.

Pemisahan senyawa hidrokarbon monoaromatik (BTEX) dari poli aromatik

Untuk memisahkan senyawa monoaromatik (BTEX) dari senyawa poliaromatik dilakukan dengan menggunakan kolom KCP yang berisi alumina, dengan ukuran tinggi 20 cm dan diameter 1 cm. Sampel dimasukkan ke dalam kolom dengan laju aliran 0,5 mL/menit. Kemudian dialirkan fasa gerak dikloro metana, heksana dan campuran keduanya. Hasilnya ditampung dan dipisahkan setiap 3 mL, kemudian dilihat pola absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV. Akhirnya fraksi-fraksi yang mengandung hidrokarbon aromatik dikumpulkan, dipekatkan, dan diukur volumenya.

Mencari kondisi optimum KCKT untuk analisis senyawa BTEX

Analisis senyawa BTEX dilakukan dengan KCKT dengan kolom C18 yang panjangnya 25 cm.

Laju aliran 1,0 mL/menit Teknik deteksi ultraviolet pada panjang gelombang 254 nm. Fasa gerak campuran antara metanol–air. Komposisi fasa gerak divariasikan sehingga didapatkan beberapa kromatogram. Dari kromatogram yang didapatkan dihitung waktu retensi (tR), faktor kapasitas (k’),

efisiensi kolom (N), dan resolusi (Rs) untuk mendapatkan kondisi analisis yang optimum. Kebolehulangan waktu retensi, linieritas kurva kalibrasi, kepekaan dan limit deteksi ditentukan pada kondisi optimum tersebut, untuk melihat kinerja analitik dari metoda KCKT.

(4)

Seminar Nasional Penelitian dan Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004 4

Sampel sedimen diambil dari sungai Donan, Cilacap. Sebagai kontrol juga dilakukan analisis untuk sampel sedimen yang di-spike dengan standar BTEX yang telah diketahui konsentrasinya. Hal ini dilakukan untuk menghitung besarnya prosentasi perolehan kembali.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Ekstraksi sampel sedimen

Sedimen muara sungai selain mengandung senyawa-senyawa hidrokarbon juga mengandung senyawa-senyawa oksigen, nitrogen, sulfur, asam lemak, serta logam. Dengan proses safonifikasi dalam KOH-metanol maka asam-asam lemak akan membentuk garam-garam kalium dan senyawa metil ester. Selain itu juga terjadi pemecahan senyawa-senyawa komplek menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Dalam proses safonifikasi ini senyawa-senyawa organik yang ada akan terekstraksi ke dalam metanol sedangkan senyawa-senyawa anorganik akan tetap tertinggal dalam sedimen. Untuk memisahkan senyawa-senyawa hidrokarbon dengan garam– garam kalium dan metil ester dari asam-asam lemak dilakukan ekstraksi dari metanol ke dalam heksana. Dalam ekstraksi ini hidrokarbon akan terekstraksi ke dalam heksana sedangkan garam-garam kalium dan metil ester dari asam-asam lemak akan tertinggal dalam metanol. Pemisahan ini dilakukan karena senyawa-senyawa dari asam-asam lemak yang ada akan mengganggu dalam penentuan hidrokarbon menggunakan metoda kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Asam-asam lemak akan terelusi dengan puncak-puncak yang tumpang tindih dengan puncak-puncak-puncak-puncak senyawa hidrokarbon. Keuntungan lain dari ekstraksi hidrokarbon dalam sedimen menggunakan safonifikasi adalah kehilangan senyawa-senyawa hidrokarbon yang relatif lebih mudah menguap seperti BTEX dapat diminimalkan.

Pemisahan senyawa hidrokarbon aromatik

Kromatografi cairan padat (KCP) atau lebih sering disebut kromatografi kolom terbuka digunakan untuk mengumpulkan senyawa hidrokarbon aromatik dan untuk memisahkan senyawa mono aromatik dan poli aromatik. Metoda kromatografi kolom terbuka ini digunakan karena memberikan hasil yang baik untuk sampel-sampel yang mudah larut dalam pelarut organik, berat molekul tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi, dan tidak terionkan. Selain itu metoda ini juga menghasilkan selektivitas pemisahan yang cukup tinggi. Untuk mengumpulkan senyawa hidrokarbon aromatik digunakan fasa diam campuran antara alumina dan silika dengan perbandingan 1: 1. Alumina dan silika merupakan fasa diam yang bersifat polar. Alumina lebih bersifat basa, sedangkan silika lebih bersifat asam. Pencampuran dua fasa diam polar yang sifat asamnya berkebalikan diharapkan akan dapat mengumpulkan seluruh senyawa hidrokarbon aromatik, baik yang cenderung bersifat asam maupun basa. Dengan fasa gerak dikloro metana yang bersifat polar maka senyawa hidrokarbon aromatik yang lebih bersifat polar akan lebih cepat terelusi. Sedangkan senyawa hidrokarbon alifatik

(5)

yang cenderung lebih bersifat non polar akan lebih tertahan pada kolom. Dari hasil percobaan senyawa hidrokarbon aromatik sebagian besar terkumpul pada fraksi 2 dan fraksi 3. Dalam konsentrasi yang jauh lebih kecil senyawa ini juga ditemukan dalam fraksi 4 sampai fraksi 10. Volume setiap fraksi 3 mL, dengan ukuran kolom 20 cm x 1 cm, laju aliran 0,5 mL/menit.

Pemisahan senyawa hidrokarbon monoaromatik (BTEX) dari poli aromatik

Fasa diam alumina secara individual digunakan untuk memisahkan senyawa hidrokarbon monoaromatik dan poliaromatik. Dalam percobaan ini digunakan campuran dua fasa gerak yaitu heksana dan dikloro metana. Kondisi percobaan adalah : kolom alumina 20 cm x 1 cm; laju aliran 0,5 mL/menit; volume setiap fraksi 3 mL. Kandungan setiap fraksi dilihat berdasarkan pola spektrum UV. Hasil pemisahan dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 1 Hasil pemisahan kolom alumina dengan variasi fasa gerak. Fasa gerak Mono aromatik Poli aromatik CH2Cl2 F3 F4, F5

CH2Cl2 : C6H14= 3 : 1 F1, F2, F3 F1, F2

CH2Cl2 : C6H14= 1 : 1 F1, F2 F1, F2

C6H14 F5 F3, F4

Keterangan : F1 = fraksi 1, F2 = fraksi 2, F3 = fraksi 3, F4 = fraksi 4, F5 = fraksi 5

Untuk mengetahui kandungan setiap fraksi digunakan spektrum UV, karena senyawa hidrokarbon mono aromatik memiliki pola spektrum yang berbeda dengan senyawa poli aromatik. Senyawa mono aromatik hanya memiliki puncak antara panjang gelombang 200 – 300 nm, sedangkan senyawa poli aromatik juga memiliki puncak antara panjang gelombang 300 – 400 nm.

Pemisahan dapat terjadi dengan baik pada fasa gerak heksana atau dikloro metana, sedangkan apabila kedua fasa gerak digabungkan tidak terjadi pemisahan. Dikloro metana yang cenderung polar lebih cepat mengelusi senyawa hidrokarbon monoaromatik yang relatif lebih polar dibanding poliaromatik. Sebaliknya fasa gerak heksana yang cenderung non polar lebih cepat mengelusi senyawa hidrokarbon poli aromatik yang cenderung lebih non polar. Selain itu juga akan terjadi interaksi antara fasa diam dan fasa gerak. Interaksi optimum antara molekul sampel dan permukaan fasa diam terjadi jika gugus fungsi sampel cocok tepat dengan bagian fasa gerak, seperti tangan dengan sarung tangan.

Mencari kondisi optimum KCKT untuk analisis senyawa BTEX

Pengembangan KCKT dimulai dengan pemilihan detektor dan kolom. Jenis detektor yang dapat dipakai dalam penelitian ini adalah detektor ultra violet pada panjang gelombang 254 nm, karena pada panjang gelombang tersebut senyawa BTEX yang dianalisis menyerap sinar ultra violet secara maksimal, sedangkan fasa gerak metanol dan air tidak memberikan serapan. Selain itu detektor UV

(6)

Seminar Nasional Penelitian dan Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004 6

bersifat selektif, artinya hanya merespon senyawa yang menyerap sinar ultra violet saja. Detektor UV pada 254 nm menghasilkan respon yang linier dengan konsentrasi dan waktu mati sel cukup rendah. Sedangkan kolom yang digunakan adalah kolom C18 yang bersifat non polar, karena sampel yang akan

dianalisis bersifat polar. Sehingga sampel tidak terlalu lama tertahan dalam kolom dan cepat terelusi. Agar tetap terjadi pemisahan dengan efisiensi kolom yang tinggi, digunakan kolom yang panjangnya 25 cm.

Untuk mendapatkan parameter percobaan yang optimal, maka komposisi fasa gerak divariasikan Fasa gerak memegang peranan yang penting dalam pemisahan analit, karena migrasi analit diatur oleh interaksi fasa gerak dan fasa diam. Kekuatan relatif interaksi ini ditentukan oleh perbedaan kekuatan gaya intermolekuler yang ada atau secara umum polaritas dari sampel, fasa diam dan fasa gerak. Migrasi analit terjadi karena adanya kompetisi antara fasa gerak dan analit untuk dapat terikat pada sisi-sisi aktif fasa diam. Fasa gerak yang dialirkan secara terus -menerus diharapkan akan dapat terikat pada fasa diam setelah mendesak analit dari ikatannya. Analit yang terusir akan ikut bergerak bersama dengan sebagian fasa gerak yang sedang mengalir. Fasa gerak yang dipakai dalam penelitian ini adalah campuran metanol dan air, yang bersifat polar, karena senyawa yang akan dipisahkan juga bersifat polar. Sehingga diharapkan senyawa yang akan dipisahkan tidak terlalu lama tertahan dalam kolom. Apabila polaritas fasa diam sama dengan fasa gerak, akibatnya interaksi antara sampel dengan kedua fasa sama. Apabila ini terjadi maka pemisahan menjadi kurang baik.

Besaran dasar kromatografi dari kromatogram yang didapatkan disusun dalam tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Besaran Dasar Kromatografi A. Fasa gerak metanol.

Besaran Dasar Kromatografi tR (menit) k’ N a Rs

Benzena 2,34 0,208 3755

Toluena 2,71 0,395 3019 1,09 2,07 Etyl Benzena 2,90 0,495 17388 1,07 1,37 Xylena 3,16 0,631 6842 1,09 2,18 B. Fasa gerak metanol-air (9:1)

Besaran Dasar Kromatografi tR (menit) k’ N a Rs

Benzena 3,04 0,449 4786

Toluena 3,42 0,630 8227 1,40 2,32 Etyl Benze na 3,73 0,776 9774 1,23 2,04 Xylena 3,97 0,888 8129 1,14 1,44 C. Fasa gerak metanol-air (8:2)

(7)

Benzena 3,52 0,776 8920

Toluena 4,21 1,112 7223 1,45 3,97 Etyl Benzena 4,87 1,445 9683 1,30 3,35 Xylena 5,26 1,639 7189 1,13 1,73 D. Fasa gerak metanol-air (7:3).

Besaran Dasar Kromatografi tR (menit) k’ N a Rs

Benzena 4,82 1,484 4541

Toluena 6,54 2,371 6439 1,60 5,63 Etyl Benzena 8,57 3,415 8715 1,44 5,84 Xylena 9,43 3,858 5920 1,13 2,01 Keterangan : tR = waktu retensi, k’ = faktor kapasitas, N = efisiensi kolom, a = selektivitas,

Rs = resolusi

Pengaruh penambahan air pada fasa gerak terhadap faktor kapasitas dapat dilihat pada gambar 1. Dengan menggunakan fasa gerak metanol murni ternyata harga faktor kapasitas di bawah satu. Hal ini menunjukkan elusinya sangat cepat berlangsung, artinya spesi tersebut ditahan sedikit oleh kolom dan terelusi dekat puncak spesi yang tidak teretensi. Penambahan air sampai 10 % masih didapatkan harga faktor kapasitas kurang dari satu. Pada penambahan air sampai 20 % senyawa benzena dan toluena masih mempunyai harga di bawah satu, sedangkan senyawa etil benzena dan xilena sudah berharga di atas satu. Baru pada penambahan air sebesar 30 %, faktor kapasitas untuk seluruh senyawa BTEX lebih dari satu. Harga faktor kapasitas kurang dari satu mengakibatkan waktu retensi sulit diukur dengan cermat dan pemisahan menjadi kurang baik. Faktor kapasitas yang terlalu tinggi menyebabkan waktu analisis terlalu lama, sehingga pelarut yang digunakan juga terlalu banyak. Faktor kapasitas yang baik terletak antara 1-10. Karena pada harga tersebut harga faktor kapasitas memberikan pengaruh yang besar terhadap kenaikan resolusi.

Gambar 1. Pengaruh penambahan air dalam fasa gerak terhadap faktor kapasitas dari senyawa BTEX. B = benzena; T = toluena; E = etil benzena; X = xilena.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 0 10 20 30 % Air k' B T E X

(8)

Seminar Nasional Penelitian dan Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004 8

Faktor selektivitas juga mempengaruhi harga resolusi antara dua puncak, walaupun tidak sebesar pengaruh faktor kapasitas. Faktor selektivitas merupakan perbandingan faktor kapasitas dua puncak yang berturutan. Secara umum, semakin tinggi prosentase air yang ditambahkan dalam fasa gerak, semakin tinggi pula harga faktor selektivitas. Untuk fasa gerak metanol murni harga faktor sele ktivitas senyawa toluena terhadap benzena 1,09; etil benzena terhadap toluena 1,07; dan antara xilena terhadap etil benzena 1,09. Dari data ini dapat terlihat bahwa harga faktor selektivitas masih cukup rendah sehingga resolusi yang didapatkan juga kurang baik. Untuk penambahan 10 % air pada fasa gerak, faktor selektivitas semakin meningkat, sehingga resolusi antara senyawa- senyawa BTEX semakin baik. Penambahan air sebanyak 20 % dan 30 %, faktor selektivitas semakin meningkat, kecuali antara senyawa xilena dan etil benzena. Faktor selektivitas antara senyawa xilena dan etil benzena pada penambahan prosentase air cenderung konstan. Secara umum pengaruh faktor selektivitas terhadap resolusi dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Pengaruh penambahan air dalam fasa gerak terhadap faktor selektivitas senyawa BTEX.(kiri). Pengaruh penambahan air dalam fasa gerak terhadap resolusi (Rs) senyawa BTEX

(kanan) B/T toluena terhadap benzena; T/E etil benzena terhadap toluena; E/X xilena terhadap etil benzena.

Resolusi antara senyawa-senyawa benzena dan toluena serta antara senyawa toluena dan etil benzena meningkat cukup tinggi dengan penambahan air pada fasa gerak. Sedangkan resolusi antara senyawa xilena dengan etil benzena, peningkatannya tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan resolusi antara senyawa benzena dan toluena serta antara senyawa toluena dan etil benzena dipengaruhi oleh faktor kapasitas dan faktor selektivitas, sedangkan resolusi antara senyawa etil benzena dengan xilena hanya dipengaruhi faktor kapasitas. Dengan demikian fasa gerak metanol-air dengan perbandingan 7 : 3 dapat digunakan untuk analisis senyawa BTEX, karena menghasilkan faktor kapasitas antara 1 – 10 dan resolusi yang cukup baik yaitu di atas 2,0.

Kinerja analitik dari suatu metoda merupakan ukuran layak atau tidaknya suatu metoda digunakan untuk analisis sampel tertentu. Kajian kinerja analitik meliputi kebolehulangan waktu

0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 10 20 30 40 % Air α B/T T/E E/X 0 1 2 3 4 5 6 7 0 10 20 30 % Air Rs B/T T/E E/X

(9)

retensi, kurva kalibrasi, kepekaan dan limit deteksi. Kebolehulangan waktu retensi dihitung secara statistik untuk mendapatkan simpangan baku (SD) dan koefisien variansi (Kv). Semakin kecil harga KV

suatu pengukuran, maka semakin tepat kebolehulangannya. Dalam penelitian ini standar deviasi dan koefisien variansi dari 9 kali pengukuran dapat dilihat dalam tabel 3.

Tabel 3. Standar Deviasi dan Koefisien Variansi dari waktu retensi

Senyawa Benzena Toluena Etil benzena Xilena SD 0,126 0,249 0,245 0,296 KV (%) 2,267 4,458 4,391 5,306

Tabel diatas menunjukkan bahwa pengukuran senyawa benzena, toluena dan etil benzena memiliki kebolehulangan waktu retensi yang baik karena harga KV lebih kecil dari 5 %. Sedangkan pengukuran

senyawa xilena memiliki kebolehulangan waktu retensi yang kurang baik.

Kurva kalibrasi dapat digunakan untuk mengetahui batas linier dari suatu pengukuran. Kurva kalibrasi dibuat dengan cara membuat kromatogram larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya. Luas puncak yang dihasilkan masing-masing senyawa dialurkan dengan konsentrasi sehingga didapatkan kurva yang berupa garis lurus. Kurva kalibrasi yang didapatkan memberikan harga linier pada konsentrasi larutan standar senyawa BTEX sampai 0,5 ppm. Dari kurva kalibrasi didapatkan persamaan garis lurus y = 0,604x + 0,024 dan koefisien korelasi 0,996 untuk benzena; y =0,992x – 0,049 dan koefisien korelasi 0,999 untuk toluena; y = 0,907x + 0,160 dan koefisien korelasi 0,998 untuk etil benzena; serta y = 0,923 + 0,192 dan koefisien korelasi 0,998 untuk xilena.

Gambar 4. Kurva kalibrasi senyawa BTEX. B = benzena, T=toluena, E=etil benzena, X= xilena

Kepekaan adalah besarnya konsentrasi yang menghasilkan luas puncak minimum. Kepekaan dihitung melalui persamaan y = A + Bx, dimana y adalah luas puncak dari kromatogram, x adalah konsentarsi, A adalah konstanta, dan B adalah koefisien regresi. Dalam penelitian ini harga y sama dengan 1000 (yaitu minimum area, yang berarti puncak yang muncul dibawah 1000 dianggap noise) sehingga x =

0 2 4 6 8 10 12 0 2 4 6 8 10 12 konsentrasi(ppm) luas puncak x 100.000 B T E X Linear (X)

(10)

Seminar Nasional Penelitian dan Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004 10

kepekaan (S) dapat dihitung. Dari hasil perhitungan didapatkan kepekaan untuk benzena 0,017; toluena 0,010; etil benzena dan xilena 0,011.

Limit deteksi digunakan untuk mengetahui konsentrasi terkecil yang masih dapat terukur oleh detektor. Sehingga dapat dibedakan antara noise dengan signal instrumen. Limit deteksi ditentukan pada kondisi optimum pengukuran. Mula-mula dibuat larutan standar dari masing-masing senyawa BTEX. Selanjutnya untuk memperoleh limit deteksi diinjeksikan campuran senyawa BTEX standar, dengan konsentrasi yang semakin lama semakin kecil. Pengukuran limit deteksi dilakukan pada saat konsentrasi terkecil larutan standar masih memberikan luas puncak yang dapat dideteksi oleh integrator dan mempunyai keberulangan yang baik. Pada penelitan ini limit deteksi ditentukan dari harga 3 kali perbandingan tinggi signal dengan tinggi noise. Harga limit deteksi ditentukan dari larutan standar dengan konsentrasi 2 ppm dan dilakukan tiga kali berturut-turut. Dari hasil perhitungan didapatkan limit deteksi senyawa benzena 214 ppb, toluena 136 ppb, etil benzena dan xilena 150 ppb.

Analisis sampel sedimen

Pada penelitian ini dilakukan analisis sampel sedimen dan sampel sedimen yang di-spike

dengan senyawa standar BTEX dengan konsentrasi tertentu, untuk mengetahui prosentase perolehan kembali. Hasil analisis senyawa BTEX dalam sampel sedimen menunjukkan bahwa benzena 766,62 µg/g; toluena 1944,09 µg/g; dan etil benzena 2424,98 µg/g. Hasil analisis sampel sedimen setelah

di-spike dengan senyawa standar benzena 1829,69 µg/g; toluena 3139,79 µg/g; etil benzena 5050,28 µg/g; dan xilena 2700,61 µg/g. Prosentase perolehan kembali yang didapatkan cukup tinggi, yaitu 85.05 % untuk benzena; 95,66 % untuk toluena; 84,01 % untuk etil benzena; dan 86,42 untuk xilena. Hasil perolehan kembali di bawah 100 % menunjukkan adanya kehilangan senyawa-senyawa yang akan dianalisis selama pengerjaan sampel. Kemungkinan terbesar kehilangan tersebut terjadi pada waktu pemekatan sampel menggunakan evaporator, dimana sampel yang akan dianalisis ikut menguap bersama pelarut yang dipekatkan. Selain itu ada kemungkinan proses safonifikasi kurang lama sehingga belum semua senyawa yang akan dianalisis terekstraksi ke dalam metanol.

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa larutan KOH 0,5 N dalam metanol dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa hidrokarbon dari sampel sedimen limbah minyak. Untuk memisahkan senyawa-senyawa hidrokarbon dengan garam-garam kalium dan metil ester dari asam-asam lemak dilakukan ekstraksi dari metanol ke dalam heksana. KCP dengan fasa diam alumina-gel silika (1:1), dan fasa gerak dikloro metana da pat digunakan untuk memisahkan senyawa hidrokarbon aromatik dari yang lainnya. KCP dengan fasa diam alumina, fasa gerak dikloro metana atau heksana dapat digunakan untuk memisahkan senyawa hidrokarbon mono aromatik dari poli aromatik. Metoda

(11)

KCKT dengan kolom C18 panjang 25 cm, fasa gerak metanol-air 7:3, teknik deteksi UV pada 254 nm,

dapat digunakan untuk menganalisis senyawa BTEX dalam sampel sedimen. Prosentase perolehan kembali yang didapatkan untuk benzena 85,05 %, toluena 95,66 %, etil benzena 84,01 %, dan xilena 86,42%.

Daftar Pustaka

1. Bennett, B. and S.R. Larter, Quantitative Separation of Aliphatic and Aromatic Hydrocarbons Using Silver Ion-Silica Solid-Phase Extraction,Anal. Chem, 72, 2000, 1039-1044.

2. Hilpert, L.R., May, W.E., Wise, S.A., Chester, S.N., and Hertz, H.S., Interlaborartory Comparison of Determinations of Trace Level Petroleum Hydrocarbons in Marine Sediments, Anal. Chem., 50, 1978, 458-463.

3. Miller, J.C. & Miller, J.N., Statistics for Analytical Chemistry, 3rd, Ellis Horwood Limited, London, 1994

4. Peter A. Sewell & Brian Clarke, Chromatographic Separation, John Wiley & Sons, New York, 1991.

5. Slamet Ibrahim S, Pengembangan Metoda Analisis Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Jurusan Farmasi FMIPA ITB, Bandung, 1998, 1-22.

Gambar

Tabel 2. Hasil Perhitungan Besaran Dasar Kromatografi A. Fasa gerak metanol.
Gambar 1. Pengaruh penambahan air dalam fasa gerak terhadap faktor kapasitas dari senyawa BTEX
Gambar 2. Pengaruh penambahan air dalam fasa gerak terhadap faktor selektivitas senyawa  BTEX.(kiri)
Tabel 3. Standar Deviasi dan Koefisien Variansi dari waktu retensi

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi kegiatan ini akan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan dilakukan oleh Evaluasi kegiatan ini akan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan dilakukan oleh penanggung jawab progam

Dimana waktu kerja rele hampir terbalik dengan harga terkecil V dari arus atau besaran lain yang menyebabkan rele bekerja dan rele akan bekerja pada waktu minimum

Tujuan : penulisan karya ilmiah yaitu untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pasien stroke non hemoragik dengan masalah kerusakan integritas kulit;

Sebagai salah satu pelengkap arsitektur, ornamen mempunyai pengaruh arsitektural yang penting, karena dapat menjadikan suatu bangunan (dalam hal ini Rumah Adat Lampung, Nuwo

This research aims to (1) describe the types of dispreferred social acts, (2) identify the ways of performing dispreferred social acts, and (3) analyze the functions of

Jurnal ini diterbitkan dengan memuat artikel Fitur Form Emailer Dalam Memaksimalkan Penggunaan Rinfo Form Pada Perguruan Tinggi, Implementasi Fgr (First Generation

2.2 Menunjukkan sikap tanggung jawab, peduli terhadap berbagai hasil budaya pada masa pra aksara, 2.3 Berlaku jujur dan bertanggung-jawab dalam mengerjakan tugas-tugas

Hasil penelitian menunjukkan kurangnya Sumber Daya Manusia yang terlatih, dana untuk operasional kegiatan masih kurang, belum adanya ruangan PIK R secara khusus,