Dede J. Sudrajat
Nurhasybi
Yulianti Bramasto
STANDAR PENGUJIAN
DAN MUTU BENIH
Dede J. Sudrajat, Nurhasybi,
dan Yulianti Bramasto
Editor:
Djoko Iriantono
Muhammad Zanzibar
Pujo Setio
Penerbit:
FORDA PRESS
2015
STANDAR PENGUJIAN DAN MUTU BENIH TANAMAN HUTAN
Penulis:
Dede J. Sudrajat, Nurhasybi, dan Yulianti Bramasto
Editor:
Djoko Iriantono, Muhammad Zanzibar, dan Pujo Setio
Desain Sampul dan Tata Letak:
FORDA PRESS
Copyright © 2015 Penulis Cetakan Pertama, Desember 2015 xiv + 244 halaman; 148 x 210 mm ISBN: 978-602-71770-9-3
Diterbitkan oleh:
FORDA PRESS
Anggota IKAPI No. 257/JB/2014
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat 16610 Telp./Fax. +62 251 7520093
Email: [email protected]
Penerbitan/Pencetakan dibiayai oleh:
BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Jl. Pakuan, Ciheuleut PO Box 105 Bogor, Jawa Barat 16144 Telp. +62 251 8327768
Email: [email protected]
Perpustakaan Nasional RI., Data Katalog Dalam Terbitan (KDT) Sudrajat, D.J., et al.
Standar Pengujian dan Mutu Benih Tanaman Hutan / Penulis: D.J. Sudrajat, Nurhasybi, Y. Bramasto ; Editor: D. Iriantono, M. Zanzibar, P. Setio. -- Bogor : Forda Press, 2015.
xiv, 244 hlm. : ill. ; 21 cm. ISBN: 978-602-71770-9-3
KATA PENGANTAR
Benih sebagai bahan tanaman dalam arti sempit ialah biji generatif dan dalam arti luas ialah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk perbanyakan tanaman. Dalam buku ini, pengertian benih hanya difokuskan pada biji generatif. Mutu benih sebagai cerminan dari teknik produksi benih dan penanganan benih (mutu fisik dan fisiologik benih) dan asal benih/sumber benih (mutu genetik) berperan penting untuk menyediakan bahan perbanyakan tanaman yang memiliki kemampuan untuk tumbuh dengan baik pada tingkat produktivitas yang tinggi.
Benih sebagai biji generatif dikendalikan oleh faktor alam dan induknya. Faktor-faktor ini akan cenderung memperlebar keragaman benih ditinjau dari mutu fisik, fisiologis, dan genetis. Sebaliknya, aspek legalitas menghendaki ketentuan-ketentuan baku yang dituangkan dalam undang-undang, peraturan, atau keputusan pejabat berwenang. Dua kepentingan yang terlihat bertolak belakang ini perlu disinergikan untuk dapat memberikan persepsi yang sama bagi semua pihak yang berkepentingan dengan benih tersebut. Salah satu upaya untuk menyinergikan dan juga untuk menjamin mutu benih yang beredar, sistem sertifikasi mutu benih diterapkan dengan dukungan perangkat metode pengujian mutu benih.
Pedoman pengujian mutu benih tanaman hutan ini merupakan informasi penting tentang bagaimana metode pengujian mutu benih tanaman hutan dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia, sarana dan prasarana laboratorium pengujian benih. Mutu benih yang menjadi fokus dalam pedoman ini ialah mutu fisik (kadar air, kemurnian, berat 1.000 butir) dan fisiologis (viabilitas dan daya berkecambah). Buku ini disusun dengan mengadopsi sebagian peraturan ISTA (International Seed Testing Association) dan dilengkapi dengan analisis data-data dari kegiatan penelitian Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Bogor dan Perguruan Tinggi, data-data hasil kerjasama dengan Direktorat Bina
Perbenihan Tanaman Hutan, serta Balai Perbenihan Tanaman Hutan seluruh Indonesia dalam kegiatan pembuatan standar mutu benih dan bibit (2009–2014). Standar yang dimaksud dalam buku ini ialah standar pengujian mutu benih tanaman hutan dan standar mutu benih tanaman hutan yang layak diedarkan.
Pada akhirnya, semoga buku ini mampu meningkatkan wawasan dan kemampuan penguji mutu fisik dan fisiologis benih sehingga mampu mengawasi peredaran benih dan bibit tanaman hutan, serta meningkatkan produksi benih dan bibit tanaman hutan yang baik untuk program penanaman.
Bogor, Desember 2015
SAMBUTAN
KEPALA BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN
TANAMAN HUTAN
Benih tanaman hutan berperan penting dalam menyediakan bahan perbanyakan tanaman untuk berbagai program penanaman, seperti rehabilitasi lahan dan hutan, pembangunan hutan tanaman dan hutan rakyat. Untuk pengendalian mutu dalam penggunaan benih oleh pengada, pengedar, dan pengguna benih; benih tanaman hendaknya dilengkapi dengan aspek legalitas yang pada saat ini dilakukan dengan sistem sertifikasi mutu benih. Sistem sertifikasi sendiri dalam pelaksanaannya memerlukan perangkat standar pengujian dan juga standar mutu benih tanaman hutan.
Standar pengujian mutu benih harus ditetapkan dengan seksama karena beberapa alasan. Pertama, metode pengujian yang baku diharapkan akan memastikan hasil yang seragam jika pengujian suatu lot benih akan dikerjakan oleh pihak-pihak yang berminat. Kedua, keakuratan data pengujian mutu benih diperlukan dalam perencanaan pembangunan hutan tanaman, khususnya dalam pengadaan bahan tanaman untuk program penanaman, pemuliaan pohon, dan konservasi sumber daya genetik. Ketiga, sebagai acuan dalam penerapan aspek legalitas perbenihan. Sementara itu, standar mutu benih layak edar perlu ditetapkan karena beberapa alasan penting. Pertama, kebutuhan perencanaan pengadaan bibit di persemaian. Kedua, mutu fisik dan fisiologis dapat menggambarkan mutu genetisnya. Ketiga, perlindungan terhadap pengguna benih. Pengumpulan data dari berbagai pihak dan kerja sama pengujian benih dengan berbagai institusi pengujian benih tanaman hutan tentunya sangat penting untuk mendapatkan metode yang sahih dan dapat diaplikasikan oleh berbagai laboratorium penguji benih tanaman hutan. Dalam penyusunan buku ini, dilakukan pula kerjasama pengujian dan tukar menukar data dengan direktorat operasional, seperti Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan dan institusi-institusi
pengujian dan pemberi sertifikat, seperti Balai Perbenihan Tanaman Hutan.
Penyusunan buku ini dinilai sangat penting dan bermanfaat bagi para pihak yang terkait dengan pengujian mutu benih tanaman hutan. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada penyusun, para peneliti yang telah memberikan kontribusi data, serta para pihak lainnya yang bekerja sama dan memberikan kemudahan dan aksesibilitas dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan acuan bagi pengujian benih tanaman hutan, wawasan dalam pengujian benih, dan memberikan inspirasi untuk membangun industri perbenihan tanaman hutan yang mampu mendukung dan meningkatkan produktivitas dan kelestarian hutan.
Bogor, Desember 2015 Kepala Balai,
Ir. Suhariyanto, M.M.
DAFTAR ISI
Hal.
Kata Pengantar iii
Sambutan Kepala Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
Tanaman Hutan v
Daftar Isi vii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xiv
I. Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Ruang Lingkup 3
1.3 Sistem Sertifikasi Mutu Benih 4
II. Pengambilan Contoh Benih 11
2.1 Tujuan 11
2.2 Definisi 11
2.3 Prinsip Umum 12
2.4 Peralatan 13
2.5 Prosedur 13
2.6 Penghitungan dan Penulisan Hasil 28
2.7 Pelaporan Hasil 28
2.8 Tabel Ukuran Lot dan Ukuran Contoh 28 2.9 Pengujian Heterogenitas untuk Lot Benih pada
Beberapa Wadah 33
III. Penetapan Kadar Air 57
3.1 Metode Referensi Dasar untuk Penetapan Kadar
Air 57
3.2 Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven Suhu
Konstan 57
3.3 Penetapan Kadar Air dengan Alat Pengukur
Kadar Air Secara Langsung (Moisture Meter) 70
IV. Analisis Kemurnian 81
4.1 Tujuan 81
4.3 Prinsip Umum 85
4.4 Peralatan 85
4.5 Prosedur 86
4.6 Penghitungan dan Penulisan Hasil 90
4.7 Pelaporan Hasil 97
4.8 Definisi Benih Murni 99
4.9 Tabel Toleransi 106
V. Pengujian Daya Berkecambah 111
5.1 Tujuan 111
5.2 Definisi 111
5.3 Prinsip Umum 126
5.4 Media Tumbuh 127
5.5 Bahan dan Peralatan 131
5.6 Prosedur 133
5.7 Pengujian Ulang 145
5.8 Penghitungan dan Penulisan Hasil 147
5.9 Pelaporan Hasil 152
5.10 Metode Perkecambahan 153
5.11 Tabel Toleransi 162
VI. Pengujian Viabilitas Benih secara Biokimia: Uji
Topografi Tetrazolium 169 6.1 Tujuan 169 6.2 Definisi 169 6.3 Prinsip Umum 170 6.4 Bahan 171 6.5 Prosedur 172
6.6 Penghitungan, Penulisan Hasil dan Toleransi 178
6.7 Pelaporan Hasil 179
6.8 Tabel Toleransi 184
VII. Penetapan Berat 1.000 Butir Benih 187
7.1 Tujuan 187
7.2 Definisi 187
7.3 Prinsip Umum 187
7.4 Peralatan 187
7.6 Penghitungan dan Penulisan Hasil 189
7.7 Pelaporan Hasil 189
VIII. Pengujian Benih Dengan Ulangan Berdasarkan Berat 191
8.1 Tujuan 191
8.2 Prinsip Umum 191
8.3 Bidang Penerapan 191
8.4 Prosedur 192
8.5 Penghitungan dan Penulisan Hasil 193
8.6 Pelaporan Hasil 194
IX. Standar Mutu Benih Tanaman Hutan 197
9.1 Ruang Lingkup 197
9.2 Acuan Normatif 197
9.3 Klasifikasi Mutu 197
9.4 Persyaratan Mutu Fisik dan Fisiologis 197
9.5 Syarat Lulus Uji 204
9.6 Laporan Hasil 204
9.7 Pengemasan dan Penandaan 204
Daftar Pustaka 207
DAFTAR TABEL
Hal. Tabel 2.1 Intensitas pengambilan contoh benih
minimal pada lot benih dalam wadah
berkapasitas 15–100 kg 14
Tabel 2.2 Intensitas pengambilan contoh benih
minimal pada lot dalam wadah berkapasitas
>100 kg 14
Tabel 2.3 Berat maksimal lot benih, minimal contoh kirim, dan contoh kerja minimal analisis
kemurnian 29
Tabel 2.4 Ukuran contoh yang dinyatakan dalam bentuk butir untuk benih dengan kapsul bentuk bulat, benih berkerak dan benih
halus 33
Tabel 2.5 Faktor-faktor (f) untuk keragaman
tambahan dalam lot benih yang digunakan
untuk perhitungan nilai W dan akhirnya H 35 Tabel 2.6 Intensitas Pengambilan Contoh dan Nilai H
Kritis 36
Tabel 2.7 Kisaran toleransi maksimal nilai R pada tingkat kepercayaan probabilitas 99% yang menggunakan komponen kemurnian sebagai tolok ukur penciri pada non-chaffy
seed 43
Tabel 2.8 Kisaran toleransi maksimal nilai R pada tingkat kepercayaan probabilitas 99% yang menggunakan komponen kemurnian
sebagai tolok ukur penciri pada chaffy seed 45 Tabel 2.9 Kisaran toleransi maksimal nilai R pada
tingkat kepercayaan probabilitas 99% yang menggunakan komponen daya
berkecambah sebagai tolok ukur penciri
Tabel 2.10 Kisaran toleransi maksimal nilai R pada tingkat kepercayaan probabilitas 99% yang menggunakan komponen daya
berkecambah sebagai tolok ukur penciri
pada chaffy seed 49
Tabel 2.11 Kisaran toleransi maksimal nilai R pada tingkat kepercayaan probabilitas 99% yang menggunakan komponen penghitungan benih tanaman lain sebagai tolok ukur
penciri pada non-chaffy seed 51
Tabel 2.12 Kisaran toleransi maksimal nilai R pada tingkat kepercayaan probabilitas 99% yang menggunakan komponen penghitungan benih tanaman lain sebagai tolok ukur
penciri pada chaffy seed 54
Tabel 3.1 Perincian Metode untuk Penetapan Kadar
Air Benih Tanaman Hutan 63 33
Tabel 3.2 Tingkat toleransi untuk perbedaan antar penetapan dua duplikat dari kadar air dari benih tanaman hutan (tingkat signifikansi
tidak didefinisikan) 69
Tabel 3.3 Toleransi Perbedaan dari True Value 74 Tabel 3.4 Batas toleransi untuk perbedaan antara
pengukuran kadar air oven suhu konstan
dan moisture meter 78
Tabel 3.5 Batas toleransi untuk perbedaan penetapan kadar air yang dilakukan menggunakan
moisture meter berbeda 79
Tabel 4.1 Jumlah minimal desimal yang diperlukan untuk menghitung persentase
bagian-bagian komponen benih 87
Tabel 4.2 Definisi Benih Murni 99
Tabel 4.3 Nomor Definisi Benih Murni 102
Tabel 4.5 Angka toleransi untuk analisis kemurnian pada contoh kirim yang sama yang
dianalisis di laboratorium yang sama
(two-way test at 5% significant level) 106
Tabel 4.6 Angka toleransi untuk analisis kemurnian pada contoh kirim yang berbeda dan diambil dari lot yang sama bila analisis kedua dilakukan di laboratorium yang sama atau berbeda (one-way test at 1% significant
level) 108
Tabel 4.7 Angka toleransi untuk analisis kemurnian pada contoh kirim yang berbeda dari lot yang sama bila analisis keduanya dilakukan di laboratorium yang sama atau berbeda
(two-way test at 1% significant level) 109 Tabel 5.1 Metode Perkecambahan untuk Benih
Tanaman Hutan 155
Tabel 5.2 Kisaran toleransi maksimal antarulangan dalam suatu pengujian (two-way test at
2,5% significance level) 162
Tabel 5.3 Toleransi antara dua hasil pengujian pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila dilakukan di laboratorium yang sama
(two-way test at 2,5% significance level) 164 Tabel 5.4 Toleransi antar-3 hasil pengujian pada
contoh kirim yang sama atau berbeda bila dilakukan di laboratorium yang sama
(two-way test at 2,5% significance level) 165 Tabel 5.5 Toleransi antar-4 hasil pengujian pada
contoh kirim yang sama atau berbeda bila dilakukan di laboratorium yang sama
(two-way test at 2,5% significance level) 166 Tabel 6.1 Uji Tetrazolium Benih Beberapa Jenis
Tabel 6.2 Kisaran toleransi maksimal antar-4 ulangan @100 benih pada satu pengujian (two-way
test at 2,5% significant level) 184
Tabel 6.3 Angka toleransi untuk pengujian viabilitas dengan tetrazolium pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila pengujian dilakukan pada laboratorium yang sama masing-masing 400 benih (two-way test at 2,5%
significant level) 185
Tabel 6.4 Angka toleransi untuk pengujian viabilitas dengan tetrazolium pada dua contoh kirim yang berbeda pada laboratorium yang berbeda masing-masing 400 benih (two-way
test at 2,5% significant level) 185
Tabel 7 Berat Contoh Kerja 188
Tabel 8.1 Metode Perkecambahan 195
Tabel 8.2 Kisaran Maksimum Toleransi Antarulangan 196 Tabel 9.1 Klasifikasi dan Tanda Mutu Benih Tanaman
Hutan 197
Tabel 9.2 Kisaran Mutu Fisik Beberapa Benih
Tanaman Hutan 198
Tabel 9.3 Kisaran mutu fisiologis dan masa berlaku hasil uji pada beberapa benih tanaman
hutan 200
Tabel 9.4 Format Lembar Hasil Pengujian Benih
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1 Alur Kerja Pengujian Mutu Benih 9
Gambar 2.1 Skema Pengambilan Contoh Benih 12 Gambar 2.2 Pengambilan contoh dengan tangan (a),
pengambilan contoh dengan alat (b), alat pengambil contoh (c) yang dapat
digunakan untuk benih ukuran kecil 18 Gambar 2.3 Alat Pembagi Contoh (Seed Sample Divider) 23 Gambar 2.4 Alat Pembagi Tanah Dan Bagian-Bagiannya 23 Gambar 2.5 Proses Pembuatan Contoh Kerja dengan
Acak Parohan 27
Gambar 3 Alat pengukuran kadar air benih meliputi oven, timbangan analitik, desikator, dan
cawan 60
Gambar 4 Model benih-benih Fabacea (Pisum sativum) dan Euphorbiaceae (Ricinus
communis) 84
Gambar 5.1 Struktur penting kecambah (model untuk Euphorbiacea, Amaranthaceae dan
Poaceae) 113
Gambar 5.2 Diagram alir prosedur untuk ulangan dalam pengujian dan uji ulang yang tidak
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPeningkatan produktivitas hutan tanaman dan keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan merupakan program yang telah lama dicanangkan sektor kehutanan. Hal ini mengingat semakin meningkatnya kebutuhan kayu pada saat pasokan kayu dari hutan alam sudah tidak bisa diandalkan lagi. Selain itu, luas lahan kritis yang terdapat di dalam dan di luar kawasan hutan menjadi tantangan sekaligus peluang untuk meningkatkan peran serta sektor kehutanan dalam mendukung pembangunan nasional.
Ketersediaan benih bermutu sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas hutan tanaman dan keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan. Mutu benih tersebut dapat dicerminkan dari tiga aspek, yaitu mutu genetik, fisik, dan fisiologi. Mutu genetik berhubungan dengan penampilan sumber benih yang dapat ditelusuri dari materi genetik yang digunakan (asal usul benih), desain pembangunan, dan metode seleksi. Mutu fisik dan fisiologi merupakan hasil dari kegiatan penanganan benih.
Informasi mutu benih merupakan hal yang sangat penting dalam sistem budi daya tanaman hutan karena benih telah menjadi komoditas perdagangan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Pengujian mutu benih yang baik harus berdasarkan standar pengujian yang baku sehingga akan mampu memastikan hasil yang seragam jika pengujian suatu lot benih akan dikerjakan oleh pihak atau lembaga sertifikasi lain. Prinsip sertifikat benih–seperti reproducibility hasil uji laboratorium–harus menjadi perhatian penting. Selain itu, keakuratan data pengujian mutu benih juga diperlukan dalam perencanaan pembangunan hutan tanaman, khususnya dalam pengadaan bahan tanaman untuk program penanaman, pemuliaan pohon, dan konservasi sumber daya genetik. Metode uji yang baku dapat dijadikan acuan dalam penerapan aspek
merupakan perangkat dasar untuk menentukan mutu benih layak edar. Selanjutnya, standar mutu benih layak edar dapat dijadikan acuan perencanaan pengadaan bibit di persemaian, dan jaminan atau perlindungan terhadap pengada, pengedar, dan pengguna benih.
Metode pengujian yang digunakan harus merupakan metode standar yang dipublikasikan secara nasional, regional, atau internasional. Internasional Seed Testing Association (ISTA) Rules merupakan acuan internasional dalam pengujian benih. Secara umum, ketentuan ISTA masih didominasi oleh jenis-jenis tanaman pertanian dan hortikultura, sedangkan jenis-jenis tanaman hutan khususnya jenis tropis seperti Acacia spp., Tectona grandis, dan Pinus merkusii masih sangat terbatas (ISTA, 2010). Padahal, peredaran benih tanaman hutan khususnya di Indonesia telah berkembang dan memerlukan pengaturan dan jaminan mutu; baik bagi pada pihak pengada, pengedar maupun pengguna. Kondisi tersebut harus dapat diatasi dengan melakukan modifikasi ketentuan ISTA dengan memasukkan data-data hasil penelitian dan pengujian yang memadai untuk dijadikan dasar penyusunan metode pengujian benih.
Beberapa pedoman dan standar pengujian mutu benih tanaman hutan telah disusun sebelumnya, antara lain Pedoman Standardisasi Uji Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan yang memuat tujuh jenis tanaman hutan (BTP, 2000); Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor P.06/V-SET/2009 tentang Petunjuk Teknis Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih; SNI 7628.3-2011 Uji Benih Tanaman Hutan–Bagian 3: Analisis Kemurnian; SNI 7628.4-2011 Uji Benih Tanaman Hutan–Bagian 4: Penentuan Berat; SNI 7628.5-2011 Uji Benih Tanaman Hutan–Bagian 5: Kadar Air; SNI 7628.6-2011 Uji Benih Tanaman Hutan–Bagian 6: Daya Berkecambah. Dari beberapa pedoman tersebut selain jenis yang masih terbatas, referensi metode uji pun masih mengacu pada ISTA tahun 1999-2006, sedangkan ISTA sendiri mengalami perubahan atau penambahan jenis setiap tahun. Pada tahun 2014 juga telah disusun Pedoman pengujian mutu
benih tanaman hutan melalui kerja sama antara Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, dan seluruh Balai Perbenihan Tanaman Hutan (Sudrajat & Nurhasybi, 2014).
Buku ini merupakan penyempurnaan dari beberapa pedoman di atas dengan penambahan jenis (88 jenis) dan penambahan substansi yang relevan dengan pengujian benih tanaman hutan, serta penambahan bab standar mutu benih. Buku ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dalam bidang pengujian mutu dan standar mutu benih tanaman hutan, sekaligus memacu terwujudnya standardisasi laboratorium pengujian benih tanaman hutan di Indonesia. Tujuan penyusunan buku ini menyediakan acuan teknis bagi penguji mutu benih tanaman hutan sehingga terwujud keseragaman pengujian yang diterapkan, baik secara teknis maupun penyajian data suatu kelompok benih (seedlot), yang mampu memberikan jaminan mutu bagi pelaku usaha perbenihan. Selain itu, buku juga dapat dijadikan acuan untuk penyusunan atau revisi SNI pengujian mutu benih tanaman hutan.
1.2 Ruang Lingkup
Buku ini mengacu pada ISTA Rules 2011 dengan penyesuaian dan modifikasi terhadap beberapa bab yang dipilih sesuai kebutuhan. Bab yang dipilih merupakan bab yang menyajikan jenis pengujian yang sangat diperlukan dan sering dilakukan oleh laboratorium pengujian mutu benih tanaman hutan, yaitu: Pengambilan contoh benih;
Penentuan kadar air; Analisis kemurnian;
Pengujian daya berkecambah;
Pengujian viabilitas benih secara biokimia (uji topografi tetrazolium);
Penetapan berat 1.000 butir benih;
Pengujian benih dengan ulangan berdasarkan berat (uji perkecambahan benih-benih berukuran sangat kecil/halus).
Bab pengambilan contoh (Bab II) menyajikan metode yang diperlukan untuk pengambilan contoh dari kelompok benih. Dalam pengujian benih, koneksi langsung antara kelompok benih dari mana contoh tersebut diambil dan hasil uji mutu yang dilakukan terhadap kelompok benih tersebut harus jelas dan terawasi. Selanjutnya, pada setiap bab lainnya (Bab III sampai dengan Bab VIII) terdiri atas beberapa bagian pembahasan: tujuan pengujian, definisi, prinsip umum, peralatan [yang diperlukan dalam pengujian], prosedur, penghitungan dan penulisan hasil, pelaporan hasil, dan toleransi [tabel statistik yang digunakan untuk menentukan apakah hasil uji tersebut diterima atau ditolak]. Sementara itu, Bab IX berisi tentang mutu benih layak edar yang didasarkan pada data fisik benih (kadar air, kemurnian, berat 1.000 butir) dan fisiologis benih (daya berkecambah). Pada bab terakhir buku ini juga dilengkapi dengan standar mutu benih layak edar yang diadopsi dari SNI 7627: 2014 tentang Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan dengan beberapa penambahan jenis.
1.3 Sistem Sertifikasi Mutu Benih
1.3.1 Sistem Sertifkasi Mutu Benih Berdasarkan ISTA Tujuan utama sertifikat benih untuk melindungi keaslian varietas dan kemurnian genetik agar varietas yang telah dihasilkan pemulia sampai ke tangan petani dengan sifat-sifat unggul seperti tertulis pada deskripsinya (Otto, 1985; Weimortz, 1985). Skema sertifikasi benih ISTA bertujuan memberikan aturan pemberian sertifikat ISTA untuk penguji benih. Sertifikat hanya diberikan oleh laboratorium anggota ISTA yang telah diakreditasi dan diterbitkan sesuai dengan peraturan ISTA terbaru. Blanko sertifikat ISTA untuk penguji benih dikeluarkan oleh ISTA [dan hanya disediakan untuk laboratorium yang telah diakreditasi ISTA] untuk melaporkan hasil pengujian. Sertifikat yang diterbitkan merupakan milik ISTA dan hanya diterbitkan di bawah otoritas ISTA.
Sertifikat ISTA terdiri atas dua kategori, yaitu:
1) Sertifikat kelompok benih (seedlot) internasional oranye. Sertifikat ini diterbitkan ketika pengambilan contoh (sampling) dari kelompok benih dan pengujian contoh dilaksanakan di bawah tanggung jawab suatu laboratorium yang terakreditasi atau ketika pengambilan contoh (sampling) dari kelompok benih dan pengujian contoh dilaksanakan di bawah tanggung jawab laboratorium terakreditasi yang berbeda. Apabila pengambilan contoh dan pengujian contoh masing-masing dilakukan oleh laboratorium terakreditasi yang berbeda, keterangan ini harus dinyatakan.
2) Sertifikat kelompok benih (seedlot) internasional biru. Sertifikat ini diterbitkan ketika pengambilan contoh (sampling) dari kelompok benih tidak berada di bawah tanggung jawab suatu laboratorium yang terakreditasi. Laboratorium yang terakreditasi hanya bertanggung jawab pada pengujian contoh yang dikirimkan. Laboratorium tersebut tidak bertanggung jawab dalam kaitan dengan contoh benih dan kelompok benih dari mana contoh tersebut berasal. Sertikat internasional biru menekankan pada laporan hasil pengujian terbatas pada contoh yang diuji sesuai dengan waktu penerimaan contoh.
Penggandaan sertifikat (duplicate certificate) ialah suatu salinan (copy) sertifikat yang dicetak [bukan photocopy] dari suatu sertifikat yang diterbitkan ISTA dan ditandai dengan DUPLICATE [dalam bentuk cap air/watermark]. Sementara itu, Provisional certificate ialah suatu sertifikat yang diterbitkan ISTA sebelum pengujian mutu benih diselesaikan. Sertifikat ditandai PROVISIONAL [dalam bentuk cap air/watermark] dan harus disertakan pernyataan “ketentuan-ketentuan lain”, kemudian suatu sertifikat final akan diterbitkan setelah pengujian mutu benih selesai.
1.3.2 Sistem Sertifikasi Mutu Benih Berdasarkan OECD
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dengan anggota negara-negara Eropa Barat, Kanada, Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan Turki memiliki skema sertifikasi untuk mengawasi peredaran materi perbanyakan tanaman hutan yang pertama kali pada tahun 1967, kemudian diperbarui tahun 1974. Materi dasar perbanyakan tanaman hutan berasal dari sumber benih, tegakan benih, hutan tanaman, kebun benih, pohon plus, klon campuran dan klon teruji. Semua materi diberi tanda dan dilengkapi dengan sertifikat provenance.
Pengelompokan materi benih yang dilakukan meliputi:
Materi berasal dari sumber teridentifikasi (source identified materials).
Persyaratan yang diperlukan meliputi a) wilayah provenance dari mana materi dikumpulkan dan sifat asal usul materi (indigenos atau nonindigenos) yang ditentukan dan didaftar oleh institusi berwenang, dan b) benih yang dikumpulkan, lalu diproses dan disimpan; selanjutnya, tanaman dibesarkan di bawah pengawasan institusi berwenang. Label benih berwarna kuning.
Materi terseleksi (selected materials).
Persyaratan yang diperlukan sama seperti di atas dan berasal dari materi dasar yang memenuhi persyaratan tertentu, serta disetujui dan diregister oleh institusi berwenang. Penekanan persyaratan ditujukan khususnya untuk kriteria seleksi, keseragaman, kualitas, isolasi dan asal usul. Label benih berwarna hijau.
Materi dari kebun benih yang belum teruji (materials from untested seed orchards).
Materi berasal dari benih yang diproduksi dari kebun benih yang uji keturunannya, namun belum selesai dilakukan. Label benih berwarna merah muda.
Materi teruji (tested materials).
Materi berasal dari benih yang diproduksi dari kebun benih dan teruji dari hasil uji keturunan yang telah dilakukan. Label benih berwarna biru.
Dalam penerapan sertifikat benih berdasarkan OECD Scheme, metode uji yang digunakan tetap merujuk pada pengujian mutu benih berbasis ISTA Rules (ISTA, 1985; Weimortz, 1985).
1.3.3 Sistem Sertifikasi Mutu Benih di Indonesia
Sertifikasi mutu benih telah diatur dalam beberapa peraturan perudang-undangan, seperti (1) Undang Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman, (3) Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor P.01/Menhut-II/2009 tentang Sistem Perbenihan Tanaman Hutan. Keberadaan peraturan perudang-undangan tersebut menunjukan betapa pentingnya perbenihan dalam mewujudkan pertanian, kehutanan, dan perkebunan yang maju, efisien, dan tangguh. Ketentuan tentang pengujian mutu dinyatakan pada pasal 33 dalam PP Nomor 44 tahun 1995, yaitu …untuk memenuhi standar mutu yang ditetapkan...harus melalui… (b) pengujian laboratorium untuk menguji mutu benih yang meliputi mutu genetis, fisiologis dan fisik. Ketentuan tentang sistem sertifikasi untuk benih-benih tanaman hutan diatur dalam Permenhut No. P.01/Menhut-II/2009 pada pasal 47 yang menyatakan: “Setiap benih atau bibit yang beredar harus jelas kualitasnya yang dibuktikan dengan: sertifikat mutu untuk benih atau bibit yang berasal dari sumber benih bersertifikat; atau surat keterangan pengujian untuk benih dan/atau bibit yang tidak berasal dari sumber benih bersertifikat”. Selanjutnya, pasal 48 Permenhut ini menyatakan bahwa sertifikat mutu benih diterbitkan oleh Dinas Kabupaten/Kota, Dinas Provinsi, atau Balai. Kemudian, pasal 50 menyatakan bahwa Dinas Kabupaten/Kota dan Dinas Provinsi sebagai institusi yang melaksanakan sertifikasi harus
memenuhi kriteria dan standar pelaksana sertifikasi yang selanjutnya diatur dalam Lampiran 10 Permenhut tersebut. Lebih lanjut, pasal 51 menyatakan bahwa Dinas Kabupaten/ Kota melakukan sertifikasi terhadap mutu benih dan/atau bibit yang diproduksi di wilayahnya. Dinas Provinsi melakukan sertifikasi di wilayah kabupaten/kota terhadap kabupaten/kota yang belum memiliki dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 atau tidak memiliki urusan perbenihan tanaman hutan. Balai melakukan sertifikasi di wilayah provinsi terhadap provinsi dan kabupaten/kota yang belum memiliki dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 atau kabupaten/kota tidak memiliki urusan perbenihan tanaman hutan.
Alur kerja pengujian mutu benih dalam rangka sertifikasi mutu benih disajikan pada Gambar 1.1. Hasil pengujian tersebut dikategorikan dalam dua jenis: Sertifikat Mutu Benih [diterbitkan jika benihnya berasal dari sumber benih bersertifikat] dan Surat Keterangan Hasil Pengujian [diterbitkan jika benihnya tidak jelas asal usulnya].
Gambar 1 Alur Kerja Pengujian Mutu Benih LABORATORIUM BPTH/LS
Contoh kirim
Dokumen Penerimaan
Benih Penyiapan contoh kerja (minimum 2.500 butir)
Penentuan kadar air Metode oven Analisis Kemurnian Seluruh contoh kerja Benih murni Penentuan berat benih 8 ulangan @ 100 butir Uji perkecambahan/ Uji viabilitas Daya berkecambah
Dokumentasi Pengujian Benih (Blanko Data Pengujian)
II. PENGAMBILAN CONTOH BENIH
2.1 TujuanPengambilan contoh bertujuan mendapatkan contoh yang mewakili kelompok benih dengan ukuran yang sesuai untuk pengujian dan peluang keberadaan setiap komponen dalam contoh tersebut sama dengan tingkat keberadaannya di dalam kelompok benih (lot benih).
2.2 Definisi
Kelompok benih (lot benih) adalah sejumlah tertentu dari benih yang dapat diidentifikasi secara fisik dan dianggap homogen. Lot benih dikumpulkan pada waktu dan lokasi tertentu [waktu dan lokasi sama] dengan proses penanganan yang sama.
Contoh primer adalah sebagian benih yang diperoleh dari lot benih dalam satu kali pengambilan.
Contoh komposit adalah contoh yang dibuat dengan menggabungkan dan mencampur semua contoh primer yang diambil dari lot benih.
Subcontoh adalah bagian dari contoh yang diperoleh dengan cara pengurangan contoh benih.
Contoh kirim adalah contoh yang dikirim ke laboratorium pengujian benih dan dapat terdiri atas seluruh contoh komposit atau bagian dari subcontoh. Contoh kirim dapat dibagi menjadi beberapa subcontoh yang dikemas dengan bahan yang berbeda kondisinya untuk keperluan pengujian yang spesifik, seperti untuk penetapan kadar air atau kesehatan benih.
Contoh duplikat adalah contoh benih lain yang diperoleh dari contoh komposit yang sama yang ditandai dengan “contoh duplikat” yang selanjutnya disimpan oleh pemohon/ pemilik benih.
Contoh kerja adalah seluruh contoh kirim atau sebagian contoh benih untuk pengujian mutu berdasarkan ketentuan dengan berat minimal sesuai dengan ketentuan untuk pengujian terkait.
Gambar 2.1 Skema Pengambilan Contoh Benih 2.3 Prinsip Umum
Pengambilan contoh merupakan langkah pertama yang penting dalam pengujian benih. Pengambilan contoh dilakukan dengan mengambil bagian kecil benih dari kelompok benih secara acak agar mewakili kelompok benih.
Contoh komposit diperoleh dari lot benih dengan mengambil contoh primer dari berbagai posisi wadah benih dari kelompok benih, kemudian digabungkan. Dari contoh komposit ini, subcontoh didapatkan dengan menggunakan prosedur pengurangan contoh secara bertahap untuk menghasilkan contoh kirim dan akhirnya contoh kerja untuk pengujian.
Contoh duplikat Contoh primer
Contoh
komposit Contoh kirim Contoh kerja
Berat benih Kemurnian Kadar air
Uji perkecambahan Uji tetrazolium
2.4 Peralatan
Pengambilan dan pengurangan contoh harus melalui teknik tertentu dan peralatan yang bersih, serta dalam kondisi yang baik [dijelaskan pada bagian 2.5.1 dan 2.5.2.2].
2.5 Prosedur
2.5.1 Prosedur Pengambilan Contoh dari Lot Benih 2.5.1.1 Persiapan pengambilan contoh dan kondisi
pengambilan contoh
Saat melakukan pengambilan contoh, kelompok benih seharusnya dalam kondisi yang seragam dan mudah dikerjakan. Apabila terdapat dokumentasi atau bukti lain mengenai keragaman atau kelompok benih ditemukan beragam, pengambilan contoh harus ditolak atau dihentikan. Apabila terdapat keraguan dalam keragaman kelompok benih, ketentuan dapat dilihat pada bagian 2.9.
Benih dapat diambil dalam wadah atau saat akan dikemas. Wadah harus sesuai dengan persyaratan, misalnya wadah tidak merusak benih dan harus bebas dari kontaminasi. Wadah harus diberi label atau diberi tanda sebelum atau saat pengambilan contoh dilakukan.
Kelompok benih harus ditata sehingga setiap bagian dari kelompok benih dapat dijangkau dengan mudah oleh petugas pengambil contoh benih.
2.5.1.2 Intensitas pengambilan contoh
Intensitas pengambilan contoh benih untuk kelompok benih dengan kapasitas wadah 15–100 kg harus memenuhi persyaratan minimal sesuai dengan Tabel 2.1. Apabila lot benih menggunakan wadah dengan kapasitas kurang dari 15 kg, wadah dapat digabung menjadi unit pengambilan contoh yang tidak melebihi 100 kg, misalnya 20 wadah @ 5 kg, 33 wadah @ 3 kg, atau 100 wadah @ 1 kg. Unit pengambilan contoh
dianggap sebagai satu wadah dan pengambilan contohnya mengikuti Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Intensitas pengambilan contoh benih minimal pada lot
benih dalam wadah berkapasitas 15–100 kg
Jumlah wadah Jumlah minimal contoh primer yang diambil
1–4 wadah Tiga contoh primer dari setiap wadah
5–8 wadah Dua contoh primer dari setiap wadah
9–15 wadah Satu contoh primer dari setiap wadah
16–30 wadah 15 contoh primer dari lot benih 31–59 wadah 20 contoh primer dari lot benih > 60 wadah 30 contoh primer dari lot benih
Tabel 2.2 Intensitas pengambilan contoh benih minimal pada lot
dalam wadah berkapasitas >100 kg
Volume lot Jumlah contoh primer yang diambil
<500 kg Minimal lima contoh primer
501–3.000 kg Satu contoh primer setiap 300 kg, minimal lima contoh primer
3.001–20.000 kg Satu contoh primer setiap 500 kg, minimal 10 contoh primer
>20.001 kg Satu contoh primer setiap 700 kg, minimal 40 contoh primer
Apabila pengambilan contoh benih dengan wadah berkapasitas lebih dari 100 kg atau pada saat pengemasan, intensitas pengambilan contoh benih mengikuti Tabel 2.2 sebagai persyaratan minimal. Apabila lot benih terdiri dari maksimal 15 wadah [berapapun ukurannya], jumlah contoh primer yang sama harus diambil dari setiap wadah.
2.5.1.3 Pengambilan contoh primer
Ketika menetapkan jumlah dan/atau ukuran contoh primer, petugas pengambil contoh harus mengetahui jumlah minimal benih yang diperlukan untuk pengujian di laboratorium. Selain itu, jumlah juga diperhitungkan untuk memenuhi intensitas pengambilan minimal dan benih yang tersisa masih cukup banyak untuk mendapatkan contoh duplikat jika diperlukan. Contoh primer dengan ukuran yang hampir sama seharusnya diambil dari setiap wadah atau dari setiap titik pengambilan, baik pada wadah tertentu maupun tumpukan benih dari lot yang sama. Apabila benih dikemas dalam wadah, pengambilan contoh harus diacak atau dibuat rencana pengambilan secara sistematik. Pengambilan contoh harus diambil dari bagian atas, tengah, dan bawah, serta tidak hanya dari satu posisi dalam wadah [kecuali sesuai dengan persyaratan intensitas pengambilan contoh]. Sementara itu, pengambilan contoh dari benih curah atau wadah yang besar harus dilakukan secara acak dari berbagai posisi.
Wadah harus terbuka atau dapat ditembus untuk pengambilan contoh primer. Selanjutnya, wadah contoh tersebut ditutup atau isinya dipindahkan ke wadah baru. Namun, apabila benih akan dikemas dalam wadah khusus (misalnya wadah kecil, tidak tembus, atau wadah kedap udara), pengambilan sebaiknya diambil sebelum benih dikemas atau saat proses pengisian ke dalam wadah.
Alat-alat yang digunakan sebaiknya tidak merusak benih dan harus sesuai dengan ukuran benih, bentuk, berat jenis, atau sifat benih. Semua alat pengambilan contoh harus bersih sebelum digunakan untuk menghindari kontaminasi. Alat pengambil contoh (triers) harus cukup panjang sehingga pembukaan pada ujung dapat mencapai [setidaknya] setengah dari diameter wadah. Apabila wadahnya tidak dapat dijangkau dari sisi berlawanan, alat tersebut harus cukup panjang untuk mencapai sisi yang berlawanan tersebut. Pengambilan contoh benih dari lot dapat dilakukan melalui salah satu cara sebagai
a. Pengambilan contoh secara otomatis dari aliran benih (seed stream)
Benih dapat diambil contohnya dengan alat pengambil contoh otomatis. Alat tersebut secara seragam mengambil contoh antarbagian dari aliran benih dan bahan yang masuk ke dalam alat tersebut tidak keluar lagi. Alat ini dapat dioperasikan secara manual atau dengan kontrol otomatis. Interval antarpengambilan contoh primer harus konstan atau dapat juga bervariasi secara acak.
b. Pengambil contoh dari aliran benih secara manual
Aliran benih dapat juga diambil, contohnya dengan alat manual jika memenuhi persyaratan pada huruf a.
c. Pengambil contoh benih menggunakan batang (misalnya stick trier, sleeve type trier, spiral trier)
Alat pengambil contoh benih stick terdiri atas tabung bagian dalam yang berukuran sesuai dengan tabung bagian luar sehingga benih atau kontaminan tidak terselip di antaranya. Tabung bagian luar berujung runcing. Kedua tabung mempunyai slot pada dinding-dindingnya sehingga lubang tabung bagian dalam dapat dibuka dan ditutup dengan memutar tabung satu sama lain. Trier dapat digunakan secara horizontal, diagonal, atau vertikal. Spiral trier mempunyai slot tersusun berbentuk spiral yang dapat terbuka dari ujung ke pegangannya dan hanya dapat digunakan untuk benih berukuran lebih kecil. Namun, apabila digunakan secara vertikal, trier juga harus mempunyai partisi yang membagi alat menjadi beberapa ruang atau mempunyai slot bentuk spiral. Diameter minimal bagian dalam sebaiknya berukuran 25 mm untuk semua jenis tanaman. Pada saat menggunakan trier, stick dimasukkan ke dalam wadah secara perlahan dan didorong hingga ujung stick mencapai posisi yang ditentukan; stick kemudian dibuka dan digoyangkan perlahan sehingga terisi penuh; selanjutnya, stick ditutup perlahan-lahan, ditarik dan dituangkan contoh primer ke wadahnya. Perlakuan harus hati-hati pada saat menutup stick agar benih tidak rusak.
d. Nobbe trier
Alat pengambil contoh nobbe menyerupai suatu tabung dengan ujung yang meruncing dan mempunyai lubang oval dekat pada ujungnya. Benih melewati tabung dan ditampung dalam wadah. Penggunaan alat ini dilakukan dengan cara menusukkannya ke dalam karung dengan sudut 30° [terhadap garis horizontal]. Lubang alat ini diposisikan menghadap ke bawah dan trier didorong hingga mencapai bagian yang ditentukan. Kemudian, alat diputar 180° agar lubang menghadap ke atas, lalu ditarik secara perlahan dari wadah dan digoyang perlahan untuk memperlancar aliran benih. Selanjutnya, contoh benih yang berasal dari trier dikumpulkan pada wadah yang telah disediakan.
e. Pengambil contoh cargo (pengambil contoh curah)
Alat ini terdiri dari suatu ruang (chamber) khusus yang terpasang pada tangkai. Bagian bawah dari chamber berbentuk kerucut dengan ujung runcing. Untuk menjangkau posisi yang lebih dalam, tangkai trier dapat diperpanjang dengan sistem ulir hingga memiliki panjang yang dikehendaki. Pada chamber terdapat suatu sistem penutup yang dapat berupa sebuah penahan pada bagian luar alat, sebuah sayap yang dihubungkan dengan pintu atau katup dengan sebuah pegas. Beberapa pengambil contoh cargo dapat ditutup sebelum ditarik kembali dari posisi pengambilan contoh, sedangkan jenis lainnya tidak dapat ditutup sehingga chamber yang telah terisi berada dalam keadaan terbuka saat ditarik kembali. Untuk semua spesies, diameter minimal bagian dalam sekitar 35 mm dan kedalaman 75 mm. Saat menggunakan pengambil contoh cargo, alat dimasukkan dengan posisi tertutup ke dalam wadah, kemudian didorong secara vertikal dengan hati-hati ke dalam wadah benih sehingga menjangkau posisi yang diperlukan. Selanjutnya, pengambil contoh cargo ditarik sekitar 10 cm atau diputar [tergantung sistem penutupnya] dan digoyangkan perlahan sehingga terisi penuh. Contoh primer ditutup dengan hati-hati dan ditarik, kemudian
diperlukan dalam menutup pengambil contoh cargo sehingga tidak merusak benih.
Gambar 2.2 Pengambilan contoh dengan tangan (a), pengambilan
contoh dengan alat (b), dan alat pengambil contoh (c) yang dapat digunakan untuk benih ukuran kecil
f. Pengambilan contoh dengan tangan
Pengambilan contoh dengan tangan merupakan metode yang paling sesuai untuk benih yang berisiko rusak jika diambil dengan menggunakan trier; misalnya untuk benih legum yang berukuran besar, benih dengan sayap, atau benih yang mempunyai kadar air rendah. Pada pengambilan contoh dengan tangan, semua posisi benih dalam wadah harus dapat diraih. Apabila wadah memiliki lapisan (penutup) yang tidak dapat dibuka, wadah harus dipotong, kemudian diambil contohnya dan dikemas kembali. Wadah juga dapat dikosongkan sebagian atau seluruhnya selama proses pengambilan untuk dapat mencapai semua posisi dalam wadah. Untuk pengambilan dengan tangan, sebaiknya tangan dibersihkan dahulu dan lengan baju digulung jika perlu. Tangan dengan telapak terbuka dimasukkan ke dalam wadah untuk mencapai posisi yang diinginkan, kemudian telapak tangan ditutup dengan posisi menggenggam benih,
(b) (a)
ditarik keluar dengan hati-hati, dan contoh benih dituangkan ke dalam wadah yang tersedia.
2.5.1.4 Pengambilan contoh komposit
Bila contoh primer dari kelompok benih terlihat homogen, contoh tersebut dapat digabung dalam satu wadah dan menjadi contoh komposit. Jika tidak, prosedur pengambilan contoh komposit harus dihentikan. Dengan kata lain, contoh komposit merupakan contoh primer yang dikumpulkan dalam satu wadah dan terlihat homogen. Contoh kerja tidak perlu diambil jika tidak memenuhi persyaratan tersebut.
2.5.1.5 Pengambilan contoh kirim
Contoh kirim diperoleh dari pengurangan contoh komposit dengan menggunakan salah satu metode yang telah ditetapkan pada bagian 2.5.2.2. Untuk mendapatkan subcontoh seperti untuk penetapan kadar air, pengambilan contoh harus dilakukan sedemikian rupa sehingga perubahan kadar air hanya terjadi seminimal mungkin.
Apabila tidak mungkin melakukan pencampuran dan pengurangan dengan tepat pada kondisi gudang, contoh komposit harus dibawa ke laboratorium agar dapat dilakukan pengurangannya. Cara pengambilan contoh duplikat sama dengan cara pengambilan contoh kirim.
2.5.1.6 Pengiriman contoh kirim
Setiap contoh kirim harus diberi tanda sesuai dengan kelompok benih. Contoh kirim harus dikemas untuk mencegah kerusakan selama perjalanan. Contoh kirim sebaiknya dikemas dalam wadah kedap udara atau mengandung udara seminimal mungkin untuk karakter benih ortodoks, atau dikemas dalam wadah tidak terlalu kedap (agak porous) untuk karakter benih rekalsitran dan intermediate.
Contoh benih harus dikirim oleh petugas pengambil contoh ke laboratorium pengujian benih secepat mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penurunan kadar air yang menyebabkan kondisi kadar air yang diukur tidak seperti kondisi kadar air kelompok benih.
2.5.1.7 Penyimpanan contoh kirim sebelum pengujian
Contoh benih diupayakan diuji pada hari yang sama pada saat diterima. Jika diperlukan, penyimpanan benih ortodoks harus dilakukan dalam ruang sejuk dengan ventilasi baik. Sebaliknya, benih-benih nonortodoks (rekalsitran atau intermediate) sedapat mungkin harus segera diuji setelah diterima, tanpa dilakukan penyimpanan. Namun bila diperlukan, penyimpanan contoh kirim harus dalam kondisi optimal sesuai dengan jenis benih.
2.5.2 Prosedur Memperoleh Contoh Kerja 2.5.2.1 Ukuran minimal contoh kerja
Ukuran minimal contoh kerja setiap pengujian telah ditentukan pada tiap bab. Berat contoh kerja untuk analisis kemurnian dapat dilihat pada Tabel 2.3 [setelah dihitung paling sedikit berjumlah 2.500 butir benih]. Berat ini direkomendasikan untuk penggunaan standar dalam analisis kemurnian [lihat bagian 4.5.1].
Contoh kerja benih yang dibungkus/dikapsul (coated seeds) [kecuali yang didefinisikan sebagai benih yang diberi perlakuan (treated seed)] harus mengandung setidaknya beberapa pelet, benih, atau butiran yang diindikasikan pada kolom 3 Tabel 2.4. Apabila jumlah contoh yang digunakan lebih sedikit; jumlah pelet, benih, atau granul pada contoh tersebut harus dilaporkan.
2.5.2.2 Metode pengurangan contoh
Hal pertama kali yang harus dilakukan untuk memperoleh contoh kirim atau contoh kerja ialah mencampur benih agar homogen. Contoh kirim/contoh kerja diperoleh dengan membagi dan memisahkan campuran tersebut menjadi beberapa bagian kecil secara acak [selanjutnya, peralatan dan metode untuk pengurangan contoh ditentukan dalam bahasan di bagian 2.5.2.2.1 sampai 2.5.2.2.4]. Lebih dari satu metode pengurangan contoh benih dapat digunakan pada prosedur pengurangan satu contoh. Apabila menggunakan salah satu dari alat pembagi untuk benih berpelet, jarak jatuh benih tidak boleh lebih dari 250 mm. Setelah mendapatkan satu contoh kerja atau setengah contoh kerja, sisa benih harus dicampurkan kembali sebelum diambil contoh kerja kedua atau setengah dari contoh kerja tersisa.
Subcontoh untuk penetapan kadar air dapat diambil dengan cara-cara sebagai berikut:
Sebelum mengambil subcontoh, contoh dicampurkan dan diaduk dalam wadah dengan sendok, atau wadah contoh ditutup kemudian dibolakbalikkan isinya.
Minimal tiga subcontoh diambil dengan sendok dari berbagai posisi dan dicampurkan menjadi subcontoh dengan volume yang sesuai.
Selama pengurangan, benih tersebut jangan terkena udara lebih dari 30 detik.
2.5.2.2.1 Metode pembagi mekanik
Metode pembagi mekanik cocok untuk semua jenis benih, kecuali jenis benih lengket. Alat dapat membagi contoh menjadi dua atau lebih bagian yang sama. Contoh kirim dapat dicampur dengan divider. Kemudian, seluruh contoh dari bagian yang sama digabung untuk kedua kalinya, begitu pula untuk ketiga kalinya [jika memang dibutuhkan]. Contoh akan berkurang dengan proses yang berulang-ulang dan perpindahan bagian
dilanjutkan sehingga diperoleh berat contoh kerja yang mendekati, tetapi ukurannya tidak boleh kurang dari yang ditentukan.
Pembagi contoh yang dijelaskan berikut ini merupakan contoh alat yang sesuai.
a. Conical Divider
Conical divider (tipe Boerner) terdiri atas corong (hopper), kerucut, dan rangkaian penyekat yang mana benih langsung masuk ke dalam dua celah. Bentuk rangkaian penyekat memiliki saluran dan ruang yang sama lebar. Saluran masuknya benih disusun dalam bentuk lingkaran dan berujung pada celah yang berlawanan. Sebuah katup atau pintu pada bagian dasar corong menahan benih. Ketika katup dibuka, benih akan jatuh akibat gaya gravitasi melalui kerucut dan akan disebar secara merata pada saluran-saluran dan ruangan-ruangan, kemudian mengalir melalui celah menuju wadah benih. Conical divider tersedia dalam dua dimensi, yaitu sekitar 38 saluran dengan lebar masing-masing sekitar 25 mm untuk benih yang lebih besar dan sekitar 44 saluran dengan lebar masing-masing 8 mm untuk benih kecil yang dapat mengalir bebas.
b. Soil Divider (sinonim: Riffle Divider)
Soil divider terdiri atas sebuah corong dengan sekitar 18 saluran atau saluran lain yang mengarah ke sisi yang berlawanan. Selain itu, terdapat pula sebuah saluran dengan lebar sekitar 13 mm sesuai kebutuhan penggunaan. Dalam menggunakan divider, benih ditempatkan secara merata ke dalam wadah penuang, kemudian dituangkan ke dalam corong dengan kecepatan yang hampir sama di sepanjang corong. Benih akan melewati saluran dan dikumpulkan dalam dua wadah penerima.
Gambar 2.3 Alat Pembagi Contoh (Seed Sample Divider) Lubang pembagi Saluran ke arah kanan Saluran ke arah kiri Pelindung Wadah Pelindung menutup untuk melindungi penyebaran benih.
c. Centrifugal Divider
Dalam centrifugal divider (tipe Garnet), benih mengalir ke bawah melalui sebuah corong di atas [semacam] cangkir pendek atau spinner. Selama perputaran spinner yang digerakkan oleh motor listrik, benih akan terlempar keluar karena gaya sentrifugal dan jatuh ke bawah. Lingkaran atau area benih jatuh terbagi menjadi dua bagian yang hampir sama oleh sebuah pelat sehingga sekitar setengah benih jatuh di saluran yang satu dan setengah lagi di saluran yang lain. Centrifugal divider cenderung memberikan hasil yang beragam, kecuali jika spinner dioperasikan setelah benih dituangkan secara memusat ke dalam corong.
d. Rotary Divider
Rotary divider terdiri atas sebuah mahkota yang dapat berputar yang dilengkapi 6–10 wadah subcontoh benih, sebuah saluran benih yang bergetar, dan corong. Dalam penggunaan divider, benih dituang ke dalam corong, kemudian rotary divider dihidupkan sehingga bagian mahkota berputar dengan kecepatan sekitar 100 rpm. Selanjutnya, benih meluncur melalui saluran yang bergetar dan mulai mengisi ceruk tabung/silinder dari mahkota. Kecepatan dan lama operasi pengisian benih dapat disesuaikan menurut jarak antara corong dan saluran tempat meluncur benih dengan intensitas getaran dari saluran tempat meluncur benih. Terdapat dua prinsip pengoperasian alat: 1) tabung mengisi benih secara memusat ke distributor dalam mahkota yang berputar untuk menyebarkan benih pada semua wadah secara terus-menerus, dan 2) tabung mengisi benih secara menyebar pada ceruk dari wadah yang berputar di bawah tabung sehingga aliran benih dibagi lagi menjadi subcontoh.
e. Variable Sampel Divider
Alat ini terdiri atas corong penuang dan tabung di bawahnya yang berputar dengan kecepatan 40 rpm. Tabung menyebarkan aliran benih dari corong ke permukaan yang lebih dalam dari corong selanjutnya yang terpasang dengan
baik ke corong ketiga secara konsentris. Pada corong kedua dan ketiga, terdapat lubang yang meliputi 50% garis keliling corong. Sebanyak 50% benih akan melewati dua corong menuju wadah pengumpul. Kedua corong dapat saling berpilin dan berakhir pada lubang yang lebih sempit. Dampaknya adalah persentase benih yang lebih kecil akan masuk melalui lubang. Baik contoh yang lebih kecil di bagian luar corong maupun contoh yang lebih besar di dalam corong, hasil ini dapat digunakan sebagai contoh yang diperlukan. Posisi dua corong yang saling berhubungan satu sama lain dapat disesuaikan dengan tepat hingga menghasilkan volume subcontoh kerja yang telah ditentukan sebelumnya.
2.5.2.2.2 Metode paruhan dimodifikasi
Alat yang digunakan ialah sebuah nampan dan sebuah kotak yang terbagi atas beberapa bagian berbentuk kubus dengan ukuran yang sama. Setengah dari jumlah kubus-kubus tersebut bagian bawahnya tidak beralas dan diatur secara berselang-seling dengan yang beralas. Cara kerjanya dengan meletakkan kotak tersebut di atas nampan, kemudian benih yang telah dicampur atau dihomogenkan sebelumnya ditebarkan merata di atasnya. Dengan mengangkat kotaknya, lebih kurang separuh dari contoh benih akan tertinggal di nampan. Pekerjaan dapat diulang beberapa kali hingga benih yang tertinggal mencapai jumlah berat contoh kerja yang ditentukan.
2.5.2.2.3 Metode sendok
Metode ini direkomendasikan untuk pengurangan contoh benih pada pengujian kesehatan benih, sedangkan untuk pengujian yang lain hanya digunakan untuk benih-benih yang mempunyai ukuran sangat kecil, seperti Anthocephalus spp dan Eucalyptus spp. Perlengkapan yang dibutuhkan antara lain sebuah nampan, spatula, dan sendok yang bersisi lurus. Setelah dihomogenkan, benih ditebarkan merata di atas nampan, tetapi jangan
spatula bersama-sama untuk mengambil benih minimal dari lima tempat secara acak hingga tercapai berat contoh kerja. 2.5.2.2.4 Metode pengambilan paruhan dengan tangan (hand
halving)
Metode ini terbatas untuk genera dari chaffy seeds dan genera tanaman hutan, seperti Castanea spp, Tectona spp, dan Quercus spp. Benih berukuran kecil hingga besar lainnya, seperti Falcataria moluccana, Enterolobium cyclocarpum, Gmelina arborea, dan Melia azedarach dapat menggunakan metode ini. Selain jenis benih tersebut, metode ini hanya dapat digunakan untuk memperoleh contoh kerja pengujian kesehatan benih. Teknik yang dilakukan ialah benih dituang dan disebar merata di atas permukaan yang bersih dan halus, kemudian diaduk dengan sempurna menjadi suatu gundukan menggunakan spatula dengan ujung datar. Gundukan tersebut dibagi menjadi dua bagian, lalu masing-masing bagian dibagi dua lagi menjadi empat bagian, seterusnya dari empat bagian dibagi lagi menjadi dua lagi hingga menjadi delapan bagian. Bagian-bagian ini disusun dalam dua baris sehingga masing-masing barisan terdiri dari empat bagian. Bagian-bagian tersebut digabungkan bergantian, contohnya bagian yang pertama dan ketiga digabungkan dalam barisan pertama, dan bagian yang kedua dengan keempat di dalam barisan kedua. Kemudian, empat bagian yang tersisa dipindahkan. Prosedur diulangi dengan menggunakan bagian yang tersisa hingga memperoleh ukuran contoh yang diperlukan.
Keterangan:
- Contoh kirim dan komposit dihamparkan, kemudian dibagi menjadi 4 bagian, yaitu 1, 2, 3, dan 4.
- Bagian 1 dan 3 dicampur, kemudian dihamparkan dan selanjutnya dibagi menjadi 4 bagian, yaitu 5, 6, 7, dan 8.
- Bagian 6 dan 8 dicampur, kemudian dihamparkan dan selanjutnya dibagi menjadi 4 bagian lagi, yaitu 9, 10, 11, dan 12.
- Bagian 10 dan 12 dijadikan contoh kerja.
- Pemilihan dua bagian tersebut dilakukan secara acak.
Gambar 2.5 Proses Pembuatan Contoh Kerja dengan Acak Parohan 2.5.3 Penyimpanan Contoh Setelah Pengujian
Tujuan utama dari penyimpanan contoh benih setelah pengujian ialah sebagai bahan pengujian ulangan dari contoh kirim. Kondisi penyimpanan benih seminimal mungkin tidak
1 2 4 3 5 6 8 7 9 10 12 11 1+2+3+4 1+3 5+6+7+8 6+8 9+10+11+12 10+12 Contoh kerja
menyebabkan perubahan mutu benih. Misalnya untuk analisa kemurnian, contoh benih harus disimpan sedemikian rupa sehingga identitas fisiknya terjaga. Pada kasus pengujian daya berkecambah, viabilitas, atau pengujian kesehatan untuk benih ortodoks; contoh harus disimpan dalam kondisi kering dan dingin. Sementara itu, penyimpanan jangka panjang tidaklah memungkinkan pada pengujian benih rekalsitran dan intermediate dari jenis benih tropis dan subtropis. Semua faktor-faktor penyimpanan perlu ditetapkan menurut jenis tanamannya. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah perlindungan terhadap serangga dan pengerat.
Apabila diperlukan pengujian kembali di laboratorium yang berbeda, sebagian benih dapat diambil dari contoh yang disimpan. Selanjutnya, contoh benih diserahkan ke laboratoium pengujian yang ditunjuk dan sisanya dapat disimpan kembali. 2.6 Penghitungan dan Penulisan Hasil
Penghitungan dan penulisan hasil dilakukan hanya untuk uji heterogenitas [disajikan pada bagian 2.9].
2.7 Pelaporan Hasil
Pelaporan hasil dilakukan hanya untuk uji heterogenitas [disajikan pada bagian 2.9].
2.8 Tabel Ukuran Lot dan Ukuran Contoh
Tabel 2.3 bertujuan mengindikasikan berat lot dan contoh untuk berbagai jenis benih, serta nama-nama khusus yang digunakan dalam melaporkan hasil pengujian. Setiap ukuran contoh diturunkan dari berat 1.000 butir benih untuk setiap jenis yang dianggap mencukupi untuk pengujian contoh benih. Apabila berat contoh tidak tertera dalam tabel, berat contoh kirim minimal sebanyak 25.000 butir benih.
Tabel 2.4 Ukuran contoh yang dinyatakan dalam bentuk butir untuk
benih dengan kapsul bentuk bulat, benih berkerak, dan benih halus Jenis pengujian Minimal contoh kirim (butir) Minimal contoh kerja (butir)
Analisis kemurnian 7.500 2.500
Penentuan berat 1000 butir 7.500 Fraksi pellet
murni
Daya berkecambah 7.500 400
Penetapan benih tanaman
lain 10.000 7.500
Penetapan benih tanaman lain (encrusted seed dan
granules)
25.000 25.000
2.9 Pengujian Heterogenitas untuk Lot Benih pada Beberapa Wadah
Tujuan dari pengujian heterogenitas ialah mengetahui heterogenitas suatu lot benih yang membuat lot benih secara teknis tidak dapat dilakukan pengambilan contohnya seperti tujuan yang tertera pada bagian 2.1.
2.9.1 Pengujian Nilai H
2.9.1.1 Definisi dari istilah, lambang, dan simbol
Pengujian terhadap pertambahan pengaruh sifat menjadi heterogen dari tolok ukur yang diadopsi sebagai indikator melibatkan perbandingan antara ragam yang diamati dan ragam yang dapat diterima dari tolok ukur tersebut. Wadah contoh lot benih adalah contoh yang diambil secara terpisah dari setiap wadah yang berbeda. Pemeriksaan wadah contoh benih untuk mengindikasikan tolok ukur juga harus dilakukan secara terpisah. Hal ini mengingat hanya ada satu sumber informasi untuk setiap wadah, sedangkan heterogenitas antar wadah tidak secara langsung terlibat. Ragam yang dapat
diterima dihitung dengan cara mengalikan ragam teoritis yang ditimbulkan oleh ragam acak dengan sebuah faktor (f) untuk ragam tambahan. Selain itu, level heterogenitas yang dapat dicapai diperhitungkan dalam praktek produksi benih yang baik. Ragam teoritis dapat dihitung dari probabilitas distribusi, yaitu distribusi binomial dalam kasus kemurnian dan daya berkecambah, serta distribusi Poisson untuk penghitungan benih tanaman lain.
No : jumlah wadah dalam lot benih.
N : jumlah contoh benih dari wadah yang terpisah.
n : jumlah benih yang diuji dari setiap wadah contoh (1.000 untuk kemurnian, 100 untuk daya berkecambah dan 10.000 untuk penghitungan benih tanaman lain.
X : hasil uji dari tolok ukur yang diadopsi dari contoh suatu wadah.
I : jumlah dari semua nilai.
f : faktor untuk pengali ragam teoritis untuk memperoleh ragam yang dapat diterima [lihat Tabel 2.5].
Nilai H
H negatif dilaporkan sebagai nol (0).
Rerata dari semua nilai X hasil pengujian dari lot benih yang ditentukan.
Ragam yang diterima dari wadah contoh benih terpisah untuk tolok ukur persentase
kemurnian dan daya berkecambah.
Ragam yang dapat diterima dari wadah contoh benih terpisah untuk tolok ukur persentase jumlah benih tanaman lain.
Ragam yang diamati dari wadah contoh benih terpisah berdasarkan pada semua nilai X tolok ukur yang diadopsi.
Tabel 2.5 Faktor-faktor (f) untuk keragaman tambahan dalam lot
benih yang digunakan untuk perhitungan nilai W dan akhirnya H
Pengujian Non-chaffy seed Chaffy seed
Kemurnian 1,1 1,2
Penetapan benih tanaman lain 1,4 2,2
Daya berkecambah 1,1 1,2
Untuk analisa kemurnian dan daya berkecambah, nilai X dinyatakan dalam 2 desimal bila N <10 dan 3 desimal bila N ≥10. Untuk penetapan benih tanaman lain berdasarkan jumlah, nilai X dinyatakan dalam 1 desimal bila N <10 dan 2 desimal bila N ≥ 10. Selanjutnya, definisi benih non-chaffy dan benih chaffy dapat dilihat pada bagian 4.6.6, serta berbagai jenis benih chaffy terdapat pada Tabel 4.2.
2.9.1.2 Pengambilan contoh pada kelompok benih (seedlot) Jumlah wadah terpisah tidak boleh kurang dari yang tercantum pada Tabel 2.6. Intensitas pengambilan contoh yang telah dipilih dalam suatu lot benih dapat mengandung sekitar 10% wadah yang menyimpang; setidaknya, satu wadah dipilih dengan tingkat kemungkinan P=90%. Mengingat deteksi wadah yang menyimpang tergantung pada pemilihan, kekuatan kedua pengujian untuk mendeteksi heterogenitas yang terbaik ialah mendekati sama, tetapi umumnya lebih rendah dari tingkat kemungkinan seleksi yang dipilih.
Wadah yang diambil contoh benihnya dipilih secara acak. Pengambilan contoh dari wadah harus mewakili lot benih, yaitu dari atas, tengah, dan bawah wadah. Berat setiap wadah tidak kurang dari setengah yang ditetapkan pada Tabel 2.3 kolom 3.
Tabel 2.6 Intensitas Pengambilan Contoh dan Nilai H Kritis Jumlah wadah dalam lot benih Jumlah lot benih dalam wadah yang terpisah
Nilai H kritis untuk analisa kemurnian, daya berkecambah
Nilai H kritis untuk jumlah benih tanaman lain Non-chaffy seed Chaffy seed Non-chaffy seed Chaffy seed 5 5 2,55 2,78 3,25 5,10 6 6 2,22 2,42 2,83 4,44 7 7 1,98 2,17 2,52 3,98 8 8 1,80 1,97 2,30 3,61 9 9 1,66 1,81 2,11 3,32 10 10 1,55 1,69 1,97 3,10 11–15 11 1,45 1,58 1,85 2,90 16–25 15 1,19 1,31 1,51 2,40 26–35 17 1,10 1,20 1,40 2,20 36–49 18 1,07 1,16 1,36 2,13 ≥50 20 0,99 1,09 1,26 2,00
Keterangan: Jumlah wadah contoh yang diambil tergantung pada jumlah wadah dalam lot benih nilai H kritis dan untuk heterogenitas lot benih pada selang tingkat kepercayaan 1%.
2.9.1.3 Prosedur pengujian
Tolok ukur yang digunakan untuk menunjukan indikasi heterogenitas dapat berupa:
a. Persentase berdasarkan berat dari berbagai komponen kemurnian.
b. Persentase dari berbagai komponen pengujian daya berkecambah.
c. Total dari berbagai benih atau jumlah dari berbagai spesies tunggal dalam penetapan benih tanaman lain berdasarkan jumlahnya.
Pada kegiatan di laboratorium, contoh kerja diambil dari setiap wadah contoh dan pengujian dilakukan secara terpisah tergantung pada tolok ukur yang dipilih, yaitu:
a. Persentase berdasarkan berat dari berbagai komponen dapat digunakan atau diuji. Namun, benih dapat dipisahkan seperti dalam analisis kemurnian, yaitu benih murni, benih tanaman lain, dan benih hampa. Berat contoh kerja harus diperkirakan mengandung 1.000 butir benih yang dihitung dari setiap wadah contoh. Setiap contoh kerja dipisahkan menjadi dua fraksi, yaitu komponen terpilih dan sisanya. b. Berbagai macam benih atau kecambah yang dapat
ditentukan dalam uji daya berkecambah standar dapat digunakan, misalnya kecambah normal, kecambah abnormal, atau benih keras. Setiap wadah contoh untuk daya berkecambah diambil 100 benih dan dilakukan pengujian hingga selesai berdasarkan keadaan tertentu sesuai dalam Tabel 5.1.
c. Penghitungan benih dapat dari berbagai komponen yang dapat dihitung, misalnya spesies benih spesifik [yang ditentukan] atau semua benih secara bersamaan. Setiap contoh kerja harus mengandung sekitar 10.000 benih dan penghitungan dilakukan pada jumlah benih dari jenis yang dipilih (misalnya penghitungan benih tanaman lain).
2.9.1.4 Penggunaan Tabel 2.6
Tabel 2.6 menunjukan nilai H kritis yang hanya dapat melebihi 1% pengujian dari lot benih dengan distribusi yang dapat diterima dari tolok ukur yang diadopsi sebagai indikator. Apabila nilai H hitung dari jumlah contoh N melebihi nilai H kritikal; tolok ukur dan chaffines dalam Tabel 2.6, serta lot benih menunjukan heterogenitas yang signifikan masuk kisaran [namun dapat juga di luar kisaran]. Apabila nilai H hitung kurang dari atau sama dengan nilai H kritikal dalam tabel, lot benih menunjukan tidak heterogenitas dalam kisaran atau dapat juga di luar kisaran berdasarkan jenis pengujian.
Hasil pengujian nilai H dilaporkan sebagai berikut: , N, No, nilai H yang telah hitung dan pernyataan bahwa “Nilai H tidak atau menunjukan heterogenitas yang signifikan”.
Apabila X di luar batas berikut, nilai H tidak dapat dihitung atau dilaporkan.
a. Komponen kemurnian lebih dari 99,8% atau kurang dari 0,2%.
b. Daya berkecambah lebih dari 99,0% atau kurang dari 1,0%. c. Jumlah benih yang ditentukan kurang dari dua per contoh. 2.9.1.5 Pelaporan hasil
Hasil nilai H dari uji heterogenitas untuk lot benih yang terdiri dari banyak wadah harus dilaporkan pada “Penetapan Lain” sebagai berikut:
- : nilai rerata dari semua nilai X yang ditentukan dari lot yang diamati.
- N : jumlah contoh wadah yang diacak. - No : jumlah wadah dalam lot benih. - Nilai H terhitung
- Pernyataan: nilai H ini menunjukan atau tidak menunjukan heterogenitas yang nyata
Catatan:
Nilai tidak harus dihitung atau dilaporkan jika X berada di luar batasan berikut:
Komponen kemurnian : di atas 99,8% atau di bawah 0,2% Daya berkecambah : di atas 99,0% atau di bawah 1,0% Jumlah benih tertentu : di bawah dua setiap contoh.