• Tidak ada hasil yang ditemukan

STANDAR PENGUJIAN DAN MUTU BENIH TANAMAN HUTAN. Dede J. Sudrajat, Nurhasybi, dan Yulianti Bramasto STANDAR PENGUJIAN DAN MUTU BENIH TANAMAN HUTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STANDAR PENGUJIAN DAN MUTU BENIH TANAMAN HUTAN. Dede J. Sudrajat, Nurhasybi, dan Yulianti Bramasto STANDAR PENGUJIAN DAN MUTU BENIH TANAMAN HUTAN"

Copied!
285
0
0

Teks penuh

(1)

PT Penerbit IPB Press

STANDAR PENGUJIAN DAN MUTU BENIH TANAMAN HUTAN

DAN MUTU BENIH

TANAMAN HUTAN TANAMAN HUTANo t, Nurhasybi,STANDAR PENGUJIAN DAN MUTU BENIH

(2)

DAN MUTU BENIH

TANAMAN HUTAN

(3)
(4)

DAN MUTU BENIH TANAMAN HUTAN

Penerbit IPB Press

IPB Science Techno Park

Dede J. Sudrajat, Nurhasybi,

dan Yulianti Bramasto

(5)

Dr. Dede J. Sudrajat, S.Hut. M.T Ir. Nurhasybi, M.Si

Dr. Ir. Yulianti Bramasto, M.Si.

Editor:

Ir. Djoko Iriantono, M.Sc Ir. Muhammad Zanzibar, MM Editor Typografi:

Atika Mayang Sari Desain Sampul & Penata Isi:

Army Trihandi Putra Jumlah Halaman:

260 + 24 halaman romawi Edisi/Cetakan:

Cetakan Pertama, Desember 2017

PT Penerbit IPB Press Anggota IKAPI

IPB Science Techno Park

Jl. Taman Kencana No. 3, Bogor 16128

Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: ipbpress@ymail.com ISBN: 978-602-440-240-2

Dicetak oleh IPB Press Printing, Bogor - Indonesia Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan

© 2017, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG

(6)

Benih sebagai bahan tanaman dalam arti sempit adalah biji generatif dan dalam arti luas adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk perbanyakan tanaman. Dalam buku ini, pengertian benih hanya difokuskan pada biji generatif. Mutu benih sebagai cerminan dari teknik produksi benih dan penanganan benih (mutu fisik dan fisiologis benih) dan asal benih/

sumber benih (mutu genetik) berperan penting untuk menyediakan bahan perbanyakan tanaman yang memiliki kemampuan untuk tumbuh dengan baik dengan tingkat produktivitas yang tinggi.

Benih sebagai biji generatif dikendalikan oleh faktor alam dan induknya.

Faktor-faktor ini akan cenderung memperlebar keragaman benih ditinjau dari mutu fisik, fisiologis, dan genetis. Sebaliknya, aspek legalitas menghendaki ketentuan-ketentuan baku yang dituangkan dalam undang-undang, peraturan, atau keputusan pejabat berwenang. Dua kepentingan yang terlihat bertolak belakang ini perlu disinergikan untuk dapat memberikan persepsi yang sama bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan dengan benih tersebut. Salah satu upaya untuk mensinergikannya dan juga untuk menjamin mutu benih yang beredar, sistem sertifikasi mutu benih diterapkan dengan dukungan perangkat metode pengujian mutu benih.

Pedoman pengujian mutu benih tanaman hutan ini merupakan informasi penting tentang bagaimana metode pengujian mutu benih tanaman hutan dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia, sarana dan prasarana laboratorium pengujian benih. Mutu benih yang menjadi fokus dalam pedoman ini adalah mutu fisik (kadar air, kemurnian, berat

(7)

disusun dengan mengadopsi sebagian peraturan ISTA (International Seed Testing Association) dan dilengkapi dengan analisis data-data dari kegiatan penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Bogor dan Perguruan Tinggi, dan data-data hasil kerjasama dengan Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan serta Balai Perbenihan Tanaman Hutan seluruh Indonesia dalam kegiatan pembiatan standar mutu benih dan bibit (2009-2015). Standar yang dimaksud dalam buku ini adalah standar pengujian mutu benih tanaman hutan dan standar mutu benih tanaman hutan yang layak diedarkan.

Semoga buku ini mampu meningkatkan wawasan dan kemampuan penguji mutu fisik dan fisiologis benih sehingga mampu menghasilkan sertifikat benih yang dapat menjamin mutu benih yang beredar dan meningkatkan produksi benih dan bibit tanaman hutan yang bermutu tinggi untuk program penanaman.

Bogor, November 2017

Penyusun

(8)

PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

Benih tanaman hutan berperan penting dalam menyediakan bahan perbanyakan tanaman untuk berbagai program penanaman seperti rehabilitasi lahan dan hutan, pembangunan hutan tanaman dan hutan rakyat. Untuk pengendalian mutu dalam penggunaan benih oleh pengada, pengedar, dan pengguna benih, maka benih tanaman hendaknya dilengkapi dengan aspek legalitas yang pada saat ini dilakukan dengan sistem sertifikasi mutu benih. Sistem sertifinasi sendiri dalam pelaksanaannya memerlukan perangkat standar pengujian dan juga standar mutu benih tanaman hutan.

Standar pengujian mutu benih harus ditetapkan dengan seksama karena beberapa alasan. Pertama, metode pengujian yang baku diharapkan akan memastikan hasil yang seragam apabila pengujian suatu lot benih akan dikerjakan oleh pihak-pihak yang berwenang. Kedua, keakuratan data pengujian mutu benih diperlukan dalam perencanaan pembangunan hutan tanaman, khususnya dalam pengadaan bahan tanaman untuk program penanaman, pemuliaan pohon, dan konservasi sumber daya genetik. Ketiga, sebagai acuan dalam penerapan aspek legalitas perbenihan. Sedangkan, standar mutu benih layak edar perlu ditetapkan karena beberapa alasan penting. Pertama, untuk perencanaan pengadaan bibit di persemaian.

Kedua, mutu fisik dan fisiologis dapat menggambarkan mutu genetisnya.

Ketiga, perlindungan terhadap pengguna benih.

(9)

Pengumpulan data dari berbagai pihak dan juga kerjasama pengujian benih dengan berbagai institusi pengujian benih tanaman hutan tentunya sangat penting untuk mendapatkan metode yang sahih dan dapat diaplikasikan oleh berbagai laboratorium penguji benih tanaman hutan. Dalam penyusunan buku ini juga dilakukan kerjasama pengujian dan tukar menukar data dengan direktorat operasional seperti Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan dan institusi-institusi pengujian dan memberi sertifikat seperti Balai Perbenihan Tanaman Hutan.

Penyusunan buku ini dinilai sangat penting dan bermanfaat bagi para pihak yang terkait dengan pengujian mutu benih tanaman hutan. Adanya penyerahan kewenangan bidang kehutanan ke pemerintah daerah termasuk di dalamnya sektor perbenihan tanaman hutan, maka pemerintah daerah provinsi membentuk Balai Perbenihan Tanaman Hutan. Sebagai lembaga pengujian yang baru dibentuk, maka buku ini dapat menjadi panduan bagi para analis benih di lembaga-lembaga tersebut. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada penyusun, para peneliti yang telah memberikan kontribusi data, serta para pihak lainnya yang berkerjasama dan memberikan kemudahan dan aksesibilitas dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan acuan bagi pengujian benih tanaman hutan, wawasan dalam pengujian benih, dan memberikan inspirasi untuk membangun industri perbenihan tanaman hutan yang mampu mendukung meningkatan produktivitas dan kelestarian hutan.

Bogor, November 2015 Kepala Balai,

Ir. Suratmi, M.Si

(10)

Halaman

Kata Pengantar ... v

Sambutan Kepala Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan ... vii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ...xv

Daftar Gambar ...xxi

Daftar Lampiran ... xxiii

I. Pendahuluan ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Ruang Lingkup ...3

1.3. Sistem Sertifikasi Mutu Benih...5

II. Pengambilan Contoh Benih ...11

2.1. Tujuan...11

2.2. Definisi ...11

2.3. Prinsip Umum ...13

2.4. Peralatan ...13

(11)

2.6. Penghitungan dan Penulisan Hasil ...29

2.7. Pelaporan Hasil ...29

2.8. Tabel Ukuran Lot dan Ukuran Contoh ...29

2.9. Pengujian Heterogenitas untuk Lot Benih pada Beberapa Wadah ...36

III. Penetapan Kadar Air ...53

3.0. Metode Referensi Dasar untuk Penetapan Kadar Air ...53

3.0.0. Perlunya uji penghancuran ...53

3.0.1. Uji penggunaan metode suhu konstan tinggi ...53

3.1. Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven Suhu Konstan ..54

3.1.1. Tujuan ...54

3.1.2. Definisi ...54

3.1.3. Prinsip umum ...54

3.1.4. Peralatan ...54

3.1.5. Prosedur ...57

3.1.6. Penghitungan dan penulisan hasil ...65

3.1.7. Pelaporan hasil ...67

3.2. Penetapan Kadar Air dengan Alat Pengukur Kadar Air secara langsung Moisture Meter) ...68

3.2.1. Kalibrasi alat pengukur kadar air ...68

3.2.2. Penetapan kadar air dengan alat pengukur kadar air (moisture meter) ...73

3.2.2.1. Tujuan ...73

3.2.2.2. Prinsip umum kerja alat ...73

3.2.2.3. Peralatan ...73

(12)

3.2.2.6. Toleransi ...75

3.2.2.7. Pelaporan hasil moisture meter ...75

3.2.2.8. Pengecekan rutin hasil moisture meter dan kadar air oven ...76

3.2.2.9. Pengecekan hasil dari moisture meter yang berbeda ...77

IV. Analisis Kemurnian ...79

4.1. Tujuan...79

4.2. Definisi ...79

4.3. Prinsip Umum ...83

4.4. Peralatan ...83

4.5. Prosedur ...84

4.6. Penghitungan dan Penulisan Hasil...88

4.7. Pelaporan Hasil ...94

4.8. Definisi Benih Murni ...96

4.9. Tabel Toleransi ...105

V. Pengujian Daya Berkecambah ...113

5.1. Tujuan...113

5.2. Definisi ...114

5.3. Prinsip Umum ...129

5.4. Media Tumbuh ...130

5.5. Bahan dan Peralatan ...134

5.6. Prosedur ...136

5.7. Pengujian Ulang ...147

(13)

5.8. Penghitungan dan Penulisan Hasil...149

5.9. Pelaporan Hasil ...152

5.10. Metode Perkecambahan ...156

5.11. Tabel Toleransi ...169

VI. Pengujian Viabilitas Benih secara Biokimia: Uji Topografi Tetrazolium ...179

6.1. Tujuan...179

6.2. Definisi ...179

6.3. Prinsip Umum ...181

6.4. Bahan ...181

6.5. Prosedur ...182

6.6. Penghitungan, Penulisan Hasil dan Toleransi ...189

6.7. Pelaporan Hasil ...189

6.8. Tabel Toleransi ...194

VII. Penetapan Berat 1000 Butir Benih ...197

7.1. Tujuan...197

7.2. Definisi ...197

7.3. Prinsip Umum ...197

7.4. Peralatan ...197

7.5. Prosedur ...198

7.6. Penghitungan dan Penulisan Hasil...200

7.7. Pelaporan Hasil ...200

(14)

8.1. Tujuan...201

8.2. Prinsip Umum ...201

8.2. Bidang Penerapan ...201

8.3. Prosedur ...201

8.4. Penghitungan dan Pelaporan Hasil ...204

8.5. Pelaporan Hasil ...204

IX. Standar Mutu Benih Tanaman Hutan ...207

9.1. Ruang Lingkup ...207

9.2. Acuan Normatif ...207

9.3. Klasifikasi Mutu ...207

9.4. Persyaratan Mutu Fisik dan Fisiologis ...208

9.5. Syarat Lulus Uji ...217

9.6. Laporan Hasil ...217

9.7. Pengemasan dan Penandaan ...218

Daftar Pustaka ...219

Lampiran ...223

Biodata Penulis ...255

(15)
(16)

Halaman Tabel 2.A. Intensitas pengambilan contoh benih minimal

pada lot benih dalam wadah berkapasitas 15-100 kg ...15 Tabel 2.B. Intensitas pengambilan contoh benih minimal

pada lot dalam wadah berkapasitas > 100 kg ...15 Tabel 2.C. Berat maksimal lot benih, minimal contoh kirim,

dan contoh kerja minimal analisis kemurnian ...30 Tabel 2.D. Ukuran contoh yang dinyatakan dalam bentuk

butir untuk benih dengan kapsul bentuk bulat,

benih berkerak dan benih halus ...35 Tabel 2.E. Faktor-faktor (f) untuk keragaman tambahan

dalam lot benih yang digunakan untuk perhitungan

nilai W dan akhirnya H ...37 Tabel 2.F. Intensitas pengambilan contoh dan nilai H kritis.

Jumlah wadah contoh yang diambil tergantung pada jumlah wadah dalam lot benih nilai H kritis dan untuk heterogenitas lot benih

pada selang tingkat kepercayaan 1%. ...38 Tabel 2.G. Bagian 1. Kisaran toleransi maksimal nilai R

pada tingkat kepercayaan probabilitas 99%

yang menggunakan komponen kemurnian

sebagai tolok ukur penciri pada non chaffy seed ...44

(17)

Tabel 2.G. Bagian 2. Kisaran toleransi maksimal nilai R pada tingkat kepercayaan probabilitas 99%

yang menggunakan komponen kemurnian

sebagai tolok ukur penciri pada chaffy seed ...46 Tabel 2.H. Bagian 1. Kisaran toleransi maksimal nilai R

pada tingkat kepercayaan probabilitas 99%

yang menggunakan komponen daya berkecambah

sebagai tolok ukur penciri pada non chaffy seed ...47 Tabel 2.H. Bagian 2. Kisaran toleransi maksimal nilai R

pada tingkat kepercayaan probabilitas 99%

yang menggunakan komponen daya berkecambah

sebagai tolok ukur penciri pada chaffy seed ...48 Tabel 2.I. Bagian 1. Kisaran toleransi maksimal nilai R

pada tingkat kepercayaan probabilitas 99%

yang menggunakan komponen penghitungan benih tanaman lain sebagai tolok ukur penciri

pada non chaffy seed ...49 Tabel 2.I. Bagian 2. Kisaran toleransi maksimal nilai R

pada tingkat kepercayaan probabilitas 99%

yang menggunakan komponen penghitungan benih tanaman lain sebagai tolok ukur penciri

pada chaffy seed ...51 Tabel 3.A. Rincian metode untuk penetapan kadar air

benih tanaman hutan ...61 Tabel 3.B. Tingkat toleransi untuk perbedaan antar penetapan

dua duplikat dari kadar air dari benih tanaman hutan

(tingkat signifikansi tidak didefinisikan)...67 Tabel 3.C. Toleransi perbedaan dari true value ...72

(18)

yang dilakukan menggunakan moisture meter berbeda ...76

Tabel 3.E. Batas toleransi untuk perbedaan penetapan kadar air yang dilakukan menggunakan moisture meter berbeda ...77

Tabel 4.A. Jumlah minimal desimal yang diperlukan untuk menghitung persentase bagian-bagian komponen benih ...85

Tabel 4.B. Bagian 1. Definisi benih murni ...96

Tabel 4.B. Bagian 2. Nomor definisi benih murni ...101

Tabel 4.B. Bagian 3. Definisi istilah (Glossary) ...104

Tabel 4.C. Angka toleransi untuk analisis kemurnian pada contoh kirim yang sama yang dianalisis di laboratorium yang sama (two-way test at 5% significant level) ...106

Tabel 4.D. Angka toleransi untuk analisis kemurnian pada contoh kirim yang berbeda dan diambil dari lot yang sama bila analisis kedua dilakukan di laboratorium yang sama atau berbeda (one-way test at 1% significant level) ...108

Tabel 4.E. Angka toleransi untuk analisis kemurnian pada contoh kirim yang berbeda dari lot yang sama bila analisis keduanya dilakukan di laboratorium yang sama atau berbeda (two-way test at 1% significant level) ...110

Tabel 5.A. Metode perkecambahan untuk benih tanaman hutan ...159

Tabel 5.B. Kisaran toleransi maksimal antar ulangan dalam suatu pengujian (two-way test at 2,5% significance level) Tabel 5.B. Bagian 1. Empat ulangan @ 100 butir benih ...169

Tabel 5.B. Bagian 2. Dua ulangan @ 100 butir benih ...170

Tabel 5.B. Bagian 3. Dua ulangan @ 50 butir benih ...171

(19)

Tabel 5.C. Toleransi antara dua hasil pengujian pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila dilakukan di laboratorium yang sama (two-way test at 2,5% significance level)

Tabel 5.C. Bagian 1. Dua pengujian @ 400 benih...171

Tabel 5.C. Bagian 2. Dua pengujian @ 200 benih...172

Tabel 5.C. Bagian 3. Dua pengujian @ 100 benih...172

Tabel 5.D. Toleransi antar 3 hasil pengujian pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila dilakukan di laboratorium yang sama (two-way test at 2,5% significance level); Tabel 5.D. Bagian 1. Tiga pengujian @ 400 benih ...173

Tabel 5.D. Bagian 2. Tiga pengujian @ 200 benih ...174

Tabel 5.D. Bagian 3. Tiga pengujian @ 100 benih ...174

Tabel 5.E. Toleransi antar 4 hasil pengujian pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila dilakukan di laboratorium yang sama (two-way test at 2,5% significance level) Tabel 5.E. bagian 1. Empat pengujian @ 400 benih ...175

Tabel 5.E. Bagian 2. Empat pengujian @ 200 benih ...176

Tabel 5.E. Bagian 3. Empat pengujian @ 100 benih ...176

Tabel 6.A. Prosedur untuk pengujian tetrazolium ...190

Tabel 6.B. Uji tetrazolium benih beberapa jenis tanaman hutan ...191

Tabel 6.C. Kisaran toleransi maksimal antar 4 ulangan @100 benih pada satu pengujian (two-way test at 2,5% significant level)..194 Tabel 6.D. Angka toleransi untuk pengujian viabilitas

dengan tetrazolium pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila pengujian dilakukan pada laboratorium yang sama masing-masing 400 benih

(20)

dengan tetrazolium pada dua contoh kirim yang berbeda pada laboratorium yang berbeda masing-masing 400 benih

(two-way test at 2,5% significant level) ...195

Tabel 7.A. Berat contoh kerja ...199

Tabel 8.A. Metode perkecambahan ...204

Tabel 8.B. Kisaran maksimum torelansi antar ulangan ...206

Tabel 9.A. Klasifikasi dan tanda mutu benih tanaman hutan ...207

Tabel 9.B. Kisaran mutu fisik beberapa benih tanaman hutan ...208

Tabel 9.C. Kisaran mutu fisiologis dan masa berlaku hasil uji pada beberapa benih tanaman hutan ...212

Tabel 9.D. Format lembar hasil pengujian benih tanaman hutan ...217

(21)
(22)

Gambar 1.1. Alur kerja pengujian mutu benih ...9 Gambar 2.1. Skema pengambilan contoh benih ...13 Gambar 2.2. Pengambilan contoh dengan tangan

(a), pengambilan contoh dengan alat

(b), alat pengambil contoh (c) yang dapat digunakan

untuk benih ukuran kecil ...18 Gambar 2.3. Alat pembagi contoh (seed sample divider) ...23 Gambar 2.4. Alat pembagi tanah dan bagian-bagiannya ...24 Gambar 2.5. Proses pembuatan contoh kerja dengan acak parohan ...28 Gambar 3.1. Alat pengukuran kadar air benih meliputi oven,

timbangan analitik, desikator dan cawan ...56 Gambar 4.1. Model benih-benih Fabacea (Pisum sativum)

dan Euphorbiaceae (Ricinus communis) ...82 Gambar 5.1. Struktur penting kecambah (model untuk Euphorbiacea,

Amaranthaceae dan Poaceae) ...115 Gambar 6.1. Diagram alir prosedur untuk ulangan dalam pengujian

dan uji ulang yang tidak masuk toleransi ...155

(23)
(24)

Lampiran 1 Teknik penangan benih tanaman hutan ...223

(25)
(26)

1.1. Latar Belakang

Peningkatan produktivitas hutan tanaman dan keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan merupakan program yang telah lama dicanangkan sektor kehutanan mengingat semakin meningkatnya kebutuhan kayu pada saat pasokan kayu dari hutan alam sudah tidak bisa diandalkan lagi. Selain itu, luasnya lahan kritis baik di luar maupun di dalam kawasan hutan menjadi tantangan sekaligus peluang untuk meningkatkan peran serta sektor kehutanan dalam mendukung pembangunan nasional. Untuk meningkatkan produktivitas hutan tanaman dan keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan, ketersediaan benih bermutu sangat diperlukan. Mutu benih dapat dicerminkan dari 3 aspek, yaitu mutu genetik, fisik, dan fisiologi. Mutu genetik berhubungan dengan penampilan sumber benih yang dapat ditelusuri dari materi genetik yang digunakan (asal usul benih), desain pembangunan dan metode seleksi.

Mutu fisik dan fisiologi merupakan hasil dari kegiatan penanganan benih (BPT, 2000).

Informasi mutu benih sangat penting dalam sistem budidaya tanaman hutan karena benih telah menjadi komoditas perdagangan baik di tingkat nasional maupun internasional. Pengujian mutu benih yang baik harus berdasarkan standar pengujian yang baku, sehingga akan mampu memastikan hasil yang seragam apabila pengujian suatu lot benih akan dikerjakan oleh pihak lain atau lembaga sertifikasi lain. Prinsip sertifikat benih seperti reproducibility hasil

(27)

keakuratan data pengujian mutu benih juga diperlukan dalam perencanaan pembangunan hutan tanaman, khususnya dalam pengadaan bahan tanaman untuk program penanaman, pemuliaan pohon, dan konservasi sumber daya genetik. Metode uji yang baku juga dapat dijadikan acuan dalam penerapan aspek legalitas perbenihan. Metode pengujian yang baku juga merupakan perangkat dasar untuk menentukan mutu benih layak edar. Standar mutu benih layak edar dapat dijadikan acuan untuk perencanaan pengadaan bibit di persemaian, dan jaminan atau perlindungan terhadap pengada, pengedar, dan pengguna benih (Sudrajat dan Nurhasybi, 2010).

Metode pengujian yang digunakan harus merupakan metode standar yang dipublikasikan secara nasional, regional, maupun internasional (DJTP, 2011). Internasional Seed Testing Association (ISTA) Rules merupakan acuan internasional dalam pengujian benih. Secara umum, ketentuan ISTA masih didominasi oleh jenis-jenis tanaman pertanian dan hotikultura, sedangkan jenis-jenis tanaman hutan khususnya jenis tropis masih sangat terbatas (Acacia spp., Eucalyptus spp. Tectona grandis, dan Pinus merkusii) (ISTA, 2010). Padahal peredaran benih tanaman hutan khususnya di Indonesia telah mulai berkembang dan memerlukan pengaturan dan jaminan mutu baik bagi pada pengada, pengedar maupun pengguna. Kondisi tersebut harus dapat diatasi dengan melakukan modifikasi terhadap ketentuan ISTA dengan memasukan data-data hasil penelitian dan pengujian yang memadai untuk dijadikan dasar bagi penyusunan metode pengujian benih.

Beberapa pedoman dan standar pengujian mutu benih tanaman hutan telah disusun sebelumnya, seperti Pedoman Standardisasi Uji Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan yang memuat 7 jenis tanaman hutan (BTP, 2000), Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. P.06/V-SET/2009 tentang Petunjuk Teknis Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih, SNI 7628.3-2011 Uji benih tanaman hutan - Bagian 3:

Analisis kemurnian (BSN, 2011a), SNI 7628.4-2011 Uji benih tanaman hutan - Bagian 4: Penentuan berat (BSN, 2011b), SNI 7628.5-2011 Uji

(28)

benih tanaman hutan - Bagian 5: Kadar air (BSN, 2011c), SNI 7628.6-2011 Uji benih tanaman hutan - Bagian 6: Daya berkecambah (BSN, 2011d).

Dari beberapa pedoman tersebut selain jenis yang masih terbatas, referensi metode uji pun masih mengacu pada ISTA tahun 1999-2006, sedangkan ISTA sendiri setiap tahunnya mengalami perubahan atau penambahan jenis. Pada tahun 2014 juga telah disusun Pedoman pengujian mutu benih tanaman hutan melalui kerjasama Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, dan seluruh Balai Perbenihan Tanaman Hutan (Sudrajat dan Nurhasybi, 2014).

Buku ini merupakan penyempurnaan dari beberapa pedoman di atas dengan penambahan jenis (88 jenis) dan penambahan substansi yang relevan dengan pengujian benih tanaman hutan serta penambahan bab standar mutu benihnya. Buku ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dalam bidang pengujian mutu dan standar mutu benih tanaman hutan, serta memacu terwujudnya standardisasi laboratorium pengujian benih tanaman hutan di Indonesia. Tujuan penyusunan buku ini adalah untuk menyediakan acuan teknis bagi penguji mutu benih tanaman hutan sehingga terwujud keseragaman pengujian yang diterapkan baik secara teknis maupun penyajian data suatu kelompok benih (seedlot) yang mampu memberikan jaminan mutu bagi pelaku usaha perbenihan. Selain itu buku juga dapat dijadikan acuan untuk penyusunan atau revisi SNI pengujian mutu benih tanaman hutan.

1.2. Ruang Lingkup

Buku ini mengacu pada ISTA Rules 2011 dengan penyesuaian dan modifikasi terhadap beberapa bab yang dipilih sesuai kebutuhan. Bab-bab yang dipilih merupakan bab-bab yang menyajikan jenis pengujian yang sangat diperlukan dan sering dilakukan laboratorium pengujian mutu benih tanaman hutan, yaitu :

(29)

- Pengambilan contoh benih, - Penentuan kadar air, - Analisis kemurnian,

- Pengujian daya berkecambah, dan

- Pengujian viabilitas benih secara biokimia: Uji topografi tetrazolium.

- Penetapan berat 1000 butir benih,

- Pengujian benih dengan ulangan berdasarkan berat (uji perkecambahan benih-benih berukuran sangat kecil/benih halus).

Pada bab terakhir juga dilengkapi dengan standar mutu benih layak edar yang diadopsi dari SNI 7627:2014 tentang Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan dengan beberapa penambahan jenis (BSN, 2014b).

Bab pengambilan contoh (Bab 2) menyajikan metode yang diperlukan untuk pengambilan contoh dari kelompok benih. Dalam pengujian benih, koneksi langsung antara kelompok benih dari mana contoh tersebut diambil dan hasil uji mutu yang dilakukan terhadap kelompok benih tersebut harus jelas dan terawasi. Pada setiap 6 bab lainnya (Bab 3 sampai Bab 8) terdiri dari beberapa bagian pembahasan, yaitu tujuan pengujian, definisi, prinsip umum, peralatan (yang diperlukan pengujian), prosedur, penghitungan dan penulisan hasil, pelaporan hasil, dan toleransi (tabel statistik yang digunakan untuk menentukan apakah hasil uji tersebut diterima atau ditolak). Bab 9 berisi tentang mutu benih layar edar yang didasarkan pada data fisik benih (kadar air, kemurnian, berat 1000 butir) dan fisiologis benih (daya berkecambah).

(30)

1.3. Sistem Sertifikasi Mutu Benih

1.3.1. Sistem sertifkasi mutu benih berdasarkan ISTA

Tujuan utama dari sertifikat benih adalah untuk melindungi keaslian varietas dan kemurnian genetik agar varietas yang telah dihasilkan pemulia sampai ketangan petani dengan sifat-sifat unggul seperti tertulis pada deskripsinya (Otto, 1985; Weimortz, 1985). Skema sertifikasi benih ISTA bertujuan untuk memberikan aturan pemberian sertifikat ISTA untuk penguji benih. Sertifikat hanya diberikan oleh laboratorium anggota ISTA yang telah diakreditasi dan diterbitkan sesuai dengan peraturan ISTA terbaru.

Blanko sertifikat ISTA untuk penguji benih dikeluarkan oleh ISTA dan hanya disediakan untuk laboratorium yang telah diakreditasi ISTA untuk melaporkan hasil pengujian. Sertifikat yang diterbitkan merupakan milik ISTA (ISTA, 2010).

Sertifikat ISTA terdiri dari 2 kategori, yaitu (ISTA, 2011):

1) Sertifikat kelompok benih (seedlot) internasional oranye diterbitkan ketika pengambilan contoh (sampling) dari kelompok benih dan pengujian contoh dilaksanakan di bawah tanggung jawab suatu laboratorium yang terakreditasi atau ketika pengambilan contoh (sampling) dari kelompok benih dan pengujian contoh dilaksanakan di bawah tanggung jawab laboratorium terakreditasi yang berbeda. Apabila pengambilan contoh dan pengujian contoh masing-masing dilakukan oleh laboratorium terakreaditasi yang berbeda, maka harus dinyatakan.

Sertifikat berwarna oranye.

2) Sertifikat kelompok benih (seedlot) internasional biru diterbitkan ketika pengambilan contoh (sampling) dari kelompok benih tidak berada di bawah tanggung jawab suatu laboratorium yang terakreditasi.

Laboratorium yang terakreditasi hanya bertanggung jawab pada pengujian contoh yang dikirimkan. Laboratorium tersebut tidak

(31)

bertanggung jawab dalam kaitan dengan contoh benih dan dengan kelompok benih darimana contoh tersebut berasal. Sertikat internasional biru menekankan pada laporan hasil pengujian terbatas pada contoh yang diuji sesuai dengan waktu penerimaan contoh.

Penggandaan sertifikat (duplicate certificate) adalah suatu copy sertifikat yang dicetak, bukan photocopy dari suatu sertifikat yang diterbitkan ISTA, dan ditandai dengan DUPLICATE.

Provisional certificate adalah suatu sertifikat yang diterbitkan ISTA sebelum pengujian mutu benih diselesaikan. Sertifikat ditandai PROVISIONAL dan harus disertakan pernyataan “ketentuan-ketentuan lain” dan suatu sertifikat final akan diterbitkan setelah pengujian mutu benih selesai.

1.3.2. Sistem sertifikasi mutu benih berdasarkan OECD

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dengan anggota negara-negara Eropa Barat, Kanada, Amerika Serikat, Jepan, Australia dan Turki memiliki skema sertifikasi untuk mengawasi peredaran materi perbanyakan tanaman hutan yang pertama kali pada tahun 1967 kemudian diperbarui tahun 1974. Materi dasar perbanyakan tanaman hutan berasal dari sumber benih, tegakan benih, hutan tanaman, kebun benih, pohon plus, klon campuran dan klon teruji. Semua materi diberi tanda dan dilengkapi dengan sertifikat provenans (Otto, 1985: Weimortz, 1985).

a Materi berasal dari sumber teridentifikasi (source identified materials):

Persyaratan yang diperlukan meliputi a) wilayah dari provenans dimana materi dikumpulkan dan asal usul dari materi (indigenous atau non indigenous) ditentukan dan didaftar oleh institusi yang berwenang, dan b) benih dikumpulkan, diproses dan disimpan, dan tanaman dibesarkan dibawah pengawasan institusi yang berwenang. Label benih berwarna kuning.

(32)

b Materi terseleksi (selected materials): memiliki persyaratan yang sama seperti di atas, dan berasal dari materi dasar yang memenuhi persyaratan tertentu dan disetujui dan diregister oleh institusi yang berwenang.

Penekanan persyaratan khususnya untuk kriteria seleksi, keseragaman, kualitas, isolasi dan asal usul. Label benih berwarna hijau.

c Materi dari kebun benih yang belum teruji (materials from untested seed orchards): materi berasal dari benih yang diproduksi dari kebun benih yang uji keturunannya belum selesai dilakukan. Label benih berwarna pink.

d Materi teruji (tested materials): materi berasal dari benih yang diproduksi dari kebun benih yang teruji dari hasil uji keturunan yang telah dilakukan. Label benih berwarna biru.

Dalam penerapan sertifikat benih berdasarkan OECD Scheme, metode uji yang digunakan tetap merujuk kepada pengujian mutu benih berbasis ISTA Rules (ISTA, 1985; Weimortz, 1985).

1.3.3. Sistem sertifikasi mutu benih di Indonesia

Sertifikasi mutu benih telah diatur dalam beberapa peraturan perudang- undangan, seperti: (1) Undang Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, (2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman, (3) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.01/Menhut-II/2009 tentang Sistem Perbenihan Tanaman Hutan.

Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri tersebut menunjukkan betapa pentingnya perbenihan dalam mewujudkan pertanian, kehutanan dan perkebunan yang maju, efisien, dan tangguh. Ketentuan tentang pengujian mutu diatur dalam pasal 33 dari PP Nomor 44 tahun 1995, yaitu …..untuk memenuhi standar mutu yang ditetapkan….harus melalui… (b) pengujian laboratorium untuk menguji mutu benih yang meliputi mutu genetis, fisiologis dan fisik. Ketentuan tentang sistem sertifikasi untuk

(33)

benih-benih tanaman hutan diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.

P01/Menhut-II/2009 pasal 47 yang menyatakan bahwa “Setiap benih atau bibit yang beredar harus jelas kualitasnya yang dibuktikan dengan: sertifikat mutu untuk benih atau bibit yang berasal dari sumber benih bersertifikat; atau surat keterangan pengujian untuk benih dan/atau bibit yang tidak berasal dari sumber benih bersertifikat”. Peraturan Mentri Kehutanan No. p01/Menhut- 11/2009 tersebut dalam proses revisi. Dalam draft revisi, Pasal 54 Ayat (3) disebutkan bahwa “ Sertifikat mutu benih atau bibit diterbitkan oleh Kepala UPTD Perbenihan Dinas Kehutanan Provinsi atau Balai”

Alur kerja pengujian mutu benih dalam rangka sertifikasi mutu benih disajikan pada Gambar 1.1. Hasil pengujian tersebut dikategorikan dalam dua jenis, yaitu Sertifikat Mutu Benih diterbitkan apabila benihnya berasal dari sumber benih bersertifikat, dan Surat Keterangan Hasil Pengujian diterbitkan apabila benihnya tidak jelas asal usulnya.

(34)

Gambar 1.1 Alur kerja pengujian mutu benih (DJRLPS, 2009)

(35)
(36)

2.1 Tujuan

Tujuan pengambilan contoh adalah untuk mendapatkan contoh yang mewakili kelompok benih dengan ukuran yang sesuai untuk pengujian, dan peluang keberadaan setiap komponen dalam contoh tersebut sama dengan tingkat keberadaannya di dalam kelompok benih (lot benih).

2.2 Definisi

2.2.1 Kelompok benih (lot benih)

Kelompok benih (lot benih) adalah sejumlah tertentu dari benih yang dapat diidentifikasi secara fisik dan dianggap homogen. Lot benih dikumpulkan pada waktu dan lokasi tertentu (sama) dengan proses penanganan yang sama.

2.2.2 Contoh primer

Contoh primer adalah sebagian benih yang diperoleh dari lot benih dalam satu kali pengambilan.

(37)

2.2.3 Contoh komposit

Contoh komposit dibuat dengan menggabungkan dan mencampur semua contoh primer yang diambil dari lot benih.

2.2.4 Subcontoh

Subcontoh adalah bagian dari contoh yang diperoleh dengan cara pengurangan contoh benih.

2.2.5 Contoh kirim

Contoh kirim adalah contoh yang dikirim ke laboratorium pengujian benih dan dapat terdiri dari seluruh contoh komposit atau bagian dari subcontoh.

Contoh kirim dapat dibagi menjadi beberapa subcontoh yang dikemas dengan bahan yang berbeda kondisinya untuk keperluan pengujian yang spesifik (seperti untuk penetapan kadar air atau kesehatan benih).

2.2.6 Contoh duplikat

Contoh duplikat adalah contoh benih lain yang diperoleh dari contoh komposit yang sama yang ditandai dengan “contoh duplikat” yang selanjutnya disimpan oleh pemohon/pemilik benih.

2.2.7 Contoh kerja

Contoh kerja adalah seluruh contoh kirim atau sebagian contoh benih untuk pengujian mutu berdasarkan ketentuan dengan berat minimal sesuai dengan ketentuan untuk pengujian terkait.

(38)

Gambar 2.1 Skema pengambilan contoh benih (dimodifikasi dari ISTA, 2011)

2.3 Prinsip Umum

Pengambilan contoh adalah langkah pertama yang penting dalam pengujian benih. Pengambilan contoh dilakukan dengan mengambil bagian kecil benih dari kelompok benih secara acak agar mewakili kelompok benih.

Contoh komposit diperoleh dari lot benih dengan mengambil contoh primer dari berbagai posisi wadah benih dari kelompok benih kemudian digabungkan. Dari contoh komposit ini, didapatkan subcontoh dengan menggunakan prosedur pengurangan contoh secara bertahap untuk menghasilkan contoh kirim dan akhirnya contoh kerja untuk pengujian.

2.4 Peralatan

Pengambilan dan pengurangan contoh harus melalui teknik tertentu dan peralatan yang bersih dan dalam kondisi yang baik, dijelaskan pada 2.5.1 dan 2.5.2.2.

(39)

2.5 Prosedur

2.5.1 Prosedur pengambilan contoh dari lot benih

2.5.1.1 Persiapan pengambilan contoh dan kondisi pengambi- lan contoh

Saat melakukan pengambilan contoh, kelompok benih seharusnya dalam kondisi yang seragam dan mudah dikerjakan. Jika terdapat dokumentasi atau bukti lain mengenai keragaman atau kelompok benih ditemukan beragam, pengambilan contoh harus ditolak atau dihentikan. Apabila terdapat keraguan dalam keragaman kelompok benih maka dapat dilihat pada 2.9.

Benih dapat diambil dalam wadah atau saat akan dikemas. Wadah harus sesuai dengan persyaratan misalnya wadah tidak merusak benih dan harus bebas dari kontaminasi. Wadah harus diberi label atau diberi tanda sebelum atau saat pengambilan contoh dilakukan.

Kelompok benih harus ditata sehingga setiap bagian dari kelompok benih dapat dijangkau dengan mudah oleh petugas pengambil contoh benih.

2.5.1.2 Intensitas pengambilan contoh

Untuk kelompok benih dengan kapasitas wadah 15-100 kg, intensitas pengambilan contoh benih harus memenuhi persyaratan minimal sesuai dengan Tabel 2.A.

Untuk lot benih dengan kapasitas wadah kurang dari 15 kg, wadah dapat digabung menjadi unit pengambilan contoh yang tidak melebihi 100 kg, misal 20 wadah @ 5 kg, 33 wadah @ 3 kg atau 100 wadah @ 1 kg.

Unit pengambilan contoh dianggap sebagai satu wadah dan pengambilan contohnya mengikuti Tabel 2.B.

(40)

Tabel 2.A. Intensitas pengambilan contoh benih minimal pada lot benih dalam wadah berkapasitas 15-100 kg

Jumlah wadah Jumlah minimal contoh primer yang diambil 1-4 wadah 3 contoh primer dari setiap wadah 5-8 wadah 2 contoh primer dari setiap wadah 9-15 wadah 1 contoh primer dari setiap wadah 16-30 wadah 15 contoh primer dari lot benih

31-59wadah 20 contoh primer dari lot benih

> 60 wadah 30 contoh primer dari lot benih Sumber: (ISTA (2011)

Tabel 2.B. Intensitas pengambilan contoh benih minimal pada lot dalam wadah berkapasitas > 100 kg

Volume lot Jumlah contoh primer yang diambil

<500 kg Minimal lima contoh primer

501-3.000 kg Satu contoh primer setiap 300 kg, minimal lima contoh primer

3.001-20.000 kg Satu contoh primer setiap 500 kg, minimal 10 con- toh primer

>20.001 kg Satu contoh primer setiap 700 kg, minimal 40 con- toh primer

Sumber: (ISTA (2011)

Jika pengambilan contoh benih dengan wadah berkapasitas lebih dari 100 kg atau pada saat pengemasan maka intensitas pengambilan contoh benih pada Tabel 2.2 sebagai persyaratan minimal. Jika lot benih terdiri dari maksimal 15 wadah, berapapun ukurannya, jumlah contoh primer yang sama harus diambil dari setiap wadah.

(41)

2.5.1.3 Pengambilan contoh primer

Petugas pengambil contoh harus mengetahui jumlah minimal benih yang diperlukan untuk pengujian di laboratorium. Selain itu juga diperhitungkan untuk memenuhi intensitas pengambilan minimal dan benih yang tersisa masih cukup banyak untuk mendapatkan contoh duplikat jika diperlukan.

Contoh primer dengan ukuran yang hampir sama seharusnya diambil dari setiap wadah atau dari setiap titik pengambilan, pada wadah tertentu atau tumpukan benih dari lot yang sama. Apabila benih yang dikemas dalam wadah, maka pengambilan contoh harus diacak atau dibuat rencana pengambilan secara sistematik. Pengambilan contoh harus diambil dari bagian atas, tengah dan bawah, dan tidak hanya dari satu posisi dalam wadah kecuali sesuai dengan persyaratan intensitas pengambilan contoh. Sedangkan untuk benih curah atau wadah yang besar maka pengambilan contoh harus diambil secara acak dari berbagai posisi.

Wadah harus terbuka atau dapat ditembus untuk pengambilan contoh primer. Wadah contoh tersebut selanjutnya ditutup atau isinya dipindah ke wadah baru.

Jika benih akan dikemas dalam wadah khusus (misal wadah kecil, tidak tembus atau wadah kedap udara) maka pengambilan sebaiknya diambil sebelum benih dikemas atau saat proses pengisian ke dalam wadah.

Alat-alat yang digunakan sebaiknya tidak merusak benih dan harus sesuai dengan ukuran benih, bentuk, berat jenis atau sifat benih. Semua alat pengambilan contoh harus bersih sebelum digunakan untuk menghindari kontaminasi. Alat pengambil contoh (triers) harus cukup panjang sehingga pembukaan pada ujung dapat mencapai setidaknya setengah dari diameter wadah. Jika wadahnya tidak dapat dijangkau dari sisi berlawanan, alat tersebut harus cukup panjang untuk mencapai sisi yang berlawanan tersebut.

Pengambilan contoh benih dari lot benih dapat dilakukan melalui salah satu cara sebagai berikut (ISTA, 2011):

(42)

a. Pengambilan contoh secara otomatis dari aliran benih (seed stream).

Benih dapat diambil contohnya dengan alat pengambil contoh otomatis, alat tersebut secara seragam mengambil contoh antar bagian dari aliran benih, dan bahan yang masuk ke dalam alat tersebut tidak keluar lagi.

Alat ini dapat dioperasikan secara manual atau dengan kontrol otomatis.

Interval antar pengambilan contoh primer harus konstan tetapi dapat juga bervariasi secara acak.

b. Pengambil contoh dari aliran benih secara manual

Aliran benih dapat juga diambil contohnya dengan alat manual jika memenuhi persyaratan pada butir a.

c. Pengambil contoh benih menggunakan batang (misal stick trier, sleeve type trier, spiral trier)

Alat pengambil contoh benih stick terdiri dari tabung bagian dalam yang berukuran sesuai dengan tabung bagian luar sehingga benih atau kontaminan tidak terselip diantaranya. Tabung bagian luar berujung runcing. Kedua tabung mempunyai slot pada dinding-dindingnya sehingga lubang tabung bagian dalam dapat dibuka dan ditutup dengan memutar tabung satu sama lain. Trier dapat digunakan secara horisontal, diagonal atau vertikal. Spiral trier mempunyai slot tersusun berbentuk spiral yang dapat terbuka dari ujung ke pegangannya dan hanya dapat digunakan untuk benih berukuran lebih kecil. Namun jika digunakan secara vertikal trier juga harus mempunyai partisi yang membagi alat menjadi beberapa ruang atau mempunyai slot bentuk spiral. Diameter minimal bagian dalam sebaiknya 25 mm untuk semua jenis tanaman.

Pada saat menggunakan stick trier masukan stick ke dalam wadah secara perlahan dorong sampai ujung stick mencapai posisi yang ditentukan, buka stick dan goyangkan perlahan sehingga terisi penuh, kemudian tutup perlahan-lahan tarik stick dan tuang contoh primer ke wadah contoh primer. Hati-hati pada saat menutup stick agar benih tidak rusak.

(43)

d. Nobbe trier

Pengambil contoh nobbe adalah suatu tabung dengan ujung yang meruncing dan mempunyai lubang oval dekat pada ujungnya. Benih melewati tabung dan ditampung dalam wadah. Penggunaan alat ini dengan cara menusukkan ke dalam karung dengan sudut 30° (terhadap garis horizontal), lubang menghadap ke bawah dorong trier hingga mencapai bagian yang ditentukan. Kemudian diputar 180° agar lubang menghadap keatas dan alat tersebut lalu ditarik secara perlahan dari wadah, goyang perlahan untuk memperlancar aliran benih, kumpulkan contoh benih yang berasal dari trier pada wadah yang telah disediakan.

Gambar 2.2 Pengambilan contoh dengan tangan (a), pengambilan contoh dengan alat (b), alat pengambil contoh (c) yang dapat digunakan untuk benih ukuran kecil (DJRLPS, 2009)

e. Pengambil contoh kargo (pengambil contoh curah)

Alat ini terdiri dari suatu chamber (ruang) khusus yang terpasang pada tangkai. Bagian bawah dari chamber berbentuk kerucut dengan ujung runcing. Untuk menjangkau posisi yang lebih dalam, tangkai trier dapat diperpanjang dengan sistem ulir sampai panjang yang dikehendaki.

(44)

kargo dapat ditutup sebelum ditarik kembali dari posisi pengambilan contoh; sedangkan jenis lainnya tidak dapat ditutup sehingga chamber yang telah terisi dalam keadaan terbuka saat ditarik kembali. Untuk semua spesies, diameter minimal bagian dalam sekitar 35 mm dan kedalaman 75 mm. Saat menggunakan pengambil contoh cargo, masukkan dalam posisi tertutup ke dalam wadah, dorong secara vertikal dengan hati-hati ke dalam benih sehingga menjangkau posisi yang diperlukan, tarik pengambil contoh cargo sekitar 10 cm atau diputar (tergantung sistem penutupnya), goyangkan pelan-pelan sehingga terisi penuh, tutup dengan hati-hati contoh primer dan ditarik kemudian dimasukkan dalam wadah. Kehati-hatian sangat diperlukan dalam menutup pengambil contoh kargo, sehingga tidak merusak benih.

f. Pengambilan contoh dengan tangan

Pengambilan contoh dengan tangan juga merupakan metode yang paling sesuai untuk benih yang dapat rusak dengan penggunaan trier, misalnya untuk benih legum berukuran besar, benih dengan sayap atau benih yang mempunyai kadar air rendah. Pengambilan contoh dengan tangan pada benih dalam wadah, semua posisi benih di dalam wadah harus dapat diraih. Wadah dengan lapisan (penutup) yang tidak dapat dibuka, maka harus dipotong kemudian diambil contohnya dan dikemas kembali. Wadah juga dapat dikosongkan sebagian atau seluruhnya selama proses pengambilan untuk dapat mencapai semua posisi dalam wadah. Untuk pengambilan dengan tangan, bersihkan tangan dan gulung lengan baju jika perlu, masukkan tangan terbuka ke dalam wadah untuk mencapai posisi yang diinginkan, menutup tangan dengan menggenggam benih, tarik tangan dengan hati-hati dan tuangkan contoh pada wadah yang tersedia.

2.5.1.4 Pengambilan contoh komposit

Bila contoh primer dari kelompok benih terlihat homogen maka contoh tersebut digabung dalam satu wadah menjadi contoh komposit. Jika

(45)

dikumpulkan dalam satu wadah, maka dalam wadah tersebut dapat dijadikan contoh komposit jika terlihat homogen. Jika tidak, maka tidak perlu diambil contoh kerjanya.

2.5.1.5 Pengambilan contoh kirim

Contoh kirim diperoleh dari pengurangan contoh komposit dengan menggunakan salah satu metode yang telah ditetapkan pada 2.5.2.2. Untuk mendapatkan subcontoh seperti untuk penetapan kadar air harus dilakukan sedemikian rupa sehingga perubahan pada kadar air seminimal mungkin.

Apabila tidak mungkin melakukan pencampuran dan pengurangan dengan tepat pada kondisi gudang, maka contoh komposit harus dibawa ke laboratorium untuk pengurangannya. Cara pengambilan contoh duplikat, sama dengan cara pengambilan contoh kirim.

2.5.1.6 Pengiriman contoh kirim

Setiap contoh kirim harus diberi tanda sesuai dengan kelompok benihnya.

Contoh kirim harus dikemas untuk mencegah kerusakan selama perjalanan.

Contoh kirim sebaiknya dikemas dalam wadah kedap udara dan mengandung udara seminimal mungkin untuk karakter benih orthodoks, dan dikemas dalam wadah tidak terlalu kedap (agak porus) untuk karakter benih rekalsitran dan intermediate.

Contoh benih harus dikirim oleh petugas pengambil contoh ke laboratorium pengujian benih secepat mungkin, untuk menghindari terjadinya penurunan kadar air yang menyebabkan kondisi kadar air yang diukur tidak seperti kadar air kondisi kelompok benih.

2.5.1.7 Penyimpanan contoh kirim sebelum pengujian

Usahakan contoh benih diuji pada hari yang sama pada saat diterima. Jika diperlukan, penyimpanan benih ortodoks harus dilakukan dalam ruang

(46)

Untuk benih-benih non ortodoks (seperti rekalsitran atau intermediate) maka benih sedapat mungkin harus segera diuji setelah diterima, tanpa dilakukan penyimpanan. Bila diperlukan, penyimpanan contoh kirim harus dalam kondisi optimal sesuai dengan jenis benih.

2.5.2 Prosedur untuk memperoleh contoh kerja

2.5.2.1 Ukuran minimal contoh kerja

Ukuran minimal contoh kerja tiap pengujian telah ditentukan pada tiap bab. Berat contoh kerja untuk analisis kemurnian dapat dilihat pada Tabel 2 C setelah dihitung paling sedikit terdiri dari 2.500 butir benih. Berat ini direkomendasikan untuk penggunaan standar dalam analisis kemurnian, lihat 4.5.1.

Contoh kerja benih yang dibungkus/dikapsul (coated seeds) kecuali yang didefinisikan sebagai benih yang diberi perlakuan (treated seed) pada bagian 2.2.1.1 harus mengandung setidaknya beberapa pelet, benih atau butiran yang diindikasikan pada kolom 3 Tabel 2D. Jika jumlah contoh yang digunakan lebih sedikit, jumlah pelet, benih atau granul pada contoh tersebut harus dilaporkan.

2.5.2.2 Metode pengurangan contoh

Untuk memperoleh contoh kirim atau contoh kerja maka yang pertama kali dilakukan adalah mencampur benih agar homogen. Contoh kirim/contoh kerja kemudian diperoleh dengan membagi dan memisahkan menjadi beberapa bagian kecil secara acak. Peralatan dan metode untuk pengurangan contoh ditentukan dalam 2.5.2.2.1 sampai 2.5.2.2.4. Lebih dari satu metode pengurangan contoh benih dapat digunakan pada prosedur pengurangan satu contoh. Jika menggunakan salah satu dari alat pembagi untuk benih berpelet, maka jarak jatuhnya benih tidak boleh lebih dari 250 mm.

(47)

Setelah mendapatkan contoh kerja atau setengah contoh kerja, benih sisanya harus dicampurkan kembali sebelum contoh kerja kedua atau setengah dari contoh kerja yang didapatkan.

Subcontoh untuk penetapan kadar air dapat diambil dengan cara-cara sebagai berikut: sebelum mengambil subcontoh, campurkan contoh dan aduk dalam wadah dengan sendok atau wadah contoh ditutup kemudian bolak balikkan isinya. Ambil minimal tiga subcontoh dengan sendok dari berbagai posisi dan campurkan menjadi subcontoh dengan volume yang sesuai. Selama pengurangan benih tersebut jangan terkena udara lebih dari 30 detik.

2.5.2.2.1 Metode pembagi mekanik

Metode ini cocok untuk semua jenis benih, kecuali jenis benih lengket. Alat membagi contoh menjadi dua atau lebih bagian yang sama. Contoh kirim dapat dicampur dengan divider, kemudian seluruh contoh dari bagian yang sama digabung untuk kedua kalinya, begitu pula untuk ketiga kalinya jika memang dibutuhkan. Contoh akan berkurang dengan proses yang berulang- ulang dan perpindahan bagian yang sama pada setiap prosesnya.

Proses pengurangan ini dilanjutkan sehingga diperoleh berat contoh kerja yang mendekati, tetapi ukurannya tidak boleh kurang dari yang ditentukan.

Pembagi contoh yang dijelaskan berikut ini merupakan contoh alat yang sesuai (ISTA, 2011):

a. Conical divider

Conical divider (tipe Boerner) terdiri dari corong (hopper), kerucut dan rangkaian penyekat dimana benih langsung masuk ke dalam dua celah.

Bentuk rangkaian penyekat memiliki saluran dan ruang yang sama lebar. Saluran masuknya benih disusun dalam bentuk lingkaran dan berujung pada celah yang berlawanan. Sebuah katup atau pintu pada

(48)

akan jatuh oleh gaya gravitasi melalui kerucut dimana benih tersebut akan disebar secara merata pada saluran-saluran dan ruangan-ruangan, kemudian melalui celah menuju wadah benih. Tersedia conical divider dalam dimensi berikut: sekitar 38 saluran dengan lebar masing-masing sekitar 25 mm untuk benih yang lebih besar dan sekitar 44 saluran dengan lebar masing-masing 8 mm untuk benih kecil yang dapat mengalir bebas.

b. Soil divider (riffle divider)

Soil divider terdiri dari sebuah corong dengan sekitar 18 saluran atau saluran lain yang mengarah ke sisi yang berlawanan. Sebuah saluran dengan lebar sekitar 13 mm sesuai untuk dipergunakan. Dalam menggunakan divider, benih ditempatkan secara merata kedalam wadah penuang dan kemudian dituangkan ke dalam corong dengan kecepatan yang hampir sama disepanjang corong. Benih akan melewati saluran dan dikumpulkan dalam dua wadah penerima.

Gambar 2.3 Alat pembagi contoh (seed sample divider) (Foto:

(49)

Gambar 2.4. Alat pembagi tanah dan bagian-bagiannya (DJRLPS, 2009)

c. Centrifugal divider

Dalam centrifugal divider (tipe Garnet) benih mengalir ke bawah melalui sebuah corong diatas semacam cangkir pendek atau spinner.

Selama perputaran spinner yang digerakkan oleh motor listrik, benih

(50)

Lingkaran atau area benih jatuh terbagi menjadi dua bagian yang hampir sama oleh sebuah pelat sehingga sekitar setengah benih jatuh di saluran yang satu dan setengah lagi di saluran yang lain. Centrifugal divider cenderung memberikan hasil yang beragam kecuali jika spinner dioperasikan setelah benih dituangkan secara memusat pada corong.

d. Rotary divider

Rotary divider terdiri dari sebuah mahkota yang dapat berputar yang dilengkapi enam sampai 10 wadah subcontoh benih, sebuah saluran benih yang bergetar dan corong. Dalam penggunaan divider, benih dituang ke dalam corong kemudian rotary divider dihidupkan bagian mahkota berputar dengan kecepatan sekitar 100 rpm, benih meluncur melalui saluran yang bergetar mulai mengisi ceruk tabung/silinder dari mahkota. Kecepatan dan lama operasi pengisian benih dapat disesuaikan menurut jarak antara corong dan saluran tempat meluncur benih dengan intensitas getaran dari saluran tempat meluncur benih.

Terdapat dua prinsip dalam penggunaan alat ini, yaitu:

(i) Tabung mengisi benih secara memusat ke distributor dalam mahkota berputar untuk menyebarkan benih pada semua wadah secara terus-menerus.

(ii) Tabung mengisi benih secara menyebar pada ceruk dari wadah yang berputar di bawah tabung sehingga aliran benih dibagi lagi menjadi subcontoh.

e. Variable sampel divider

Alat ini terdiri dari corong penuang dan tabung di bawahnya yang berputar dengan kecepatan 40 putaran per menit. Tabung menyebarkan aliran benih dari corong ke permukaan yang lebih dalam dari corong selanjutnya, yang terpasang dengan baik ke corong ketiga secara konsentris. Pada corong kedua dan ketiga terdapat lubang yang meliputi 50% garis keliling corong. 50% benih akan melewati dua

(51)

corong menuju wadah pengumpul. Kedua corong dapat saling berpilin berakhir pada lubang yang lebih sempit. Dampaknya adalah persentase yang lebih kecil akan masuk melalui lubang. Baik contoh yang lebih kecil di bagian luar corong atau contoh yang lebih besar di dalam corong dapat digunakan sebagai contoh yang diperlukan. Posisi dua corong yang saling berhubungan satu sama lain dapat disesuaikan dengan tepat hingga menghasilkan volume subcontoh kerja yang telah ditentukan sebelumnya.

2.5.2.2.2 Metode paruhan dimodifikasi

Alat yang digunakan adalah sebuah nampan dan sebuah kotak yang terbagi atas beberapa bagian berbentuk kubus dengan ukuran yang sama. Setengah dari jumlah kubus-kubus tersebut bagian bawahnya tidak beralas dan diatur secara berselang seling dengan yang beralas. Cara kerjanya adalah dengan meletakkan kotak tersebut di atas nampan, kemudian benih yang telah dicampur atau dihomogenkan sebelumnya ditebarkan merata di atasnya.

Dengan mengangkat kotaknya, maka lebih kurang separuh dari contoh benih akan tertinggal di nampan. Pekerjaan dapat diulang beberapa kali hingga benih yang tertinggal mencapai jumlah berat contoh kerja yang ditentukan.

2.5.2.2.3 Metode sendok

Metode ini direkomendasikan untuk pengurangan contoh benih pada pengujian kesehatan benih untuk pengujian yang lain hanya digunakan untuk benih-benih yang mempunyai ukuran sangat kecil seperti Anthocephalus spp. dan Eucalyptus spp. Perlengkapan yang dibutuhkan antara lain sebuah nampan, spatula dan sendok yang bersisi lurus. Setelah dihomogenkan, benih ditebarkan merata diatas nampan dan jangan digoyangkan. Dengan menggunakan sendok dan spatula bersama-sama mengambil benih minimal dari lima tempat secara acak hingga tercapai berat contoh kerja.

(52)

2.5.2.2.4 Metode pengambilan paruhan dengan tangan (hand halving) Metode ini terbatas untuk genera dari chaffy seeds dan genera tanaman hutan seperti Castanea, Tectona, dan Quercus. Benih berukuran kecil hingga besar lainnya seperti Falcataria moluccana, Enterolobium cyclocarpum, gmelina arborea, Melia azedarach dan lainnya dapat menggunakan metode ini. Selain jenis benih tersebut, metode ini hanya dapat digunakan untuk memperoleh contoh kerja pengujian kesehatan benih. Tekniknya adalah sebagai berikut:

benih dituang disebar merata di atas permukaan yang bersih dan halus, aduk benih dengan sempurna menjadi suatu gundukan menggunakan spatula dengan ujung datar. Bagi gundukan menjadi dua bagian, masing-masing bagian dibagi dua lagi menjadi empat bagian dari empat bagian dibagi lagi menjadi dua lagi sehingga menjadi delapan bagian. Bagian-bagian ini disusun dalam dua baris, sehingga masing-masing barisan terdiri dari empat bagian, gabungkan bagian-bagian tersebut bergantian, contohnya gabungkan bagian yang pertama dan ketiga dalam barisan pertama dan bagian yang kedua dengan keempat di dalam barisan kedua. Pindahkan empat bagian yang tersisa. Ulangi prosedur dengan menggunakan bagian yang tersisa sampai memperoleh ukuran contoh yang diperlukan.

(53)

Keterangan :

- Contoh kirim dan komposit dihamparkan, kemudian dibagi menjadi 4 bagian, yaitu : 1, 2, 3, dan 4.

- Bagian 1 dan 3 dicampur, kemudian dihamparkan dan selanjutnya dibagi menjadi 4 bagian, yaitu 5, 6, 7 dan 8.

- Bagian 6 dan 8 dicampur, kemudian dihamparkan dan selanjutnya dibagi menjadi 4 bagian lagi, yaitu 9, 10, 11 dan 12.

- Bagian 10 dan 12 dijadikan contoh kerja

- Pemilihan dua bagian tersebut dilakukan secara acak.

Gambar 2.5. Proses pembuatan contoh kerja dengan acak parohan (BTP, 2000)

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai metoda telah dikembangkan untuk mencari metode yang sebaik-baiknya dalam pengujian kesehatan benih yaitu cara deteksi yang relatif cepat, mudah (sederhana),

Menurut Bonner et al (1994), kelebihan metode eksisi adalah peralatan pengujian cukup sederhana, hasil uji merupakan kondisi benih sebenarnya, mudah dievaluasi dan memiliki

Penelitian standar mutu bibit yang menghubungkan morfologi atau fisiologi bibit siap tanam di persemaian dengan keberhasilan tanaman di lapangan masih sangat

Menurut Bonner et al (1994), kelebihan metode eksisi adalah peralatan pengujian cukup sederhana, hasil uji merupakan kondisi benih sebenarnya, mudah dievaluasi dan memiliki

Dari beberapa pengujian menunjukkan bahwa perlakuan perkecambahan memberikan hasil yang bervariasi pada setiap kelompok benih yang diuji dari suatu jenis.. Hal ini disebabkan

6.9 Pelaporan Hasil Keterangan berikut harus disertakan dalam Sertifikat Mutu Benih Tanaman Hutan atau Keterangan Hasil Pengujian : - lama pengujian - substrat - perlakuan