• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS BIAYA JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN ASURANSI KESEHATAN PADA PASIEN STROKE NON-HEMORAGIK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SLEMAN | Iwan Dwiprahasto | Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 6448 10986 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS BIAYA JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN ASURANSI KESEHATAN PADA PASIEN STROKE NON-HEMORAGIK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SLEMAN | Iwan Dwiprahasto | Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 6448 10986 1 SM"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Manna, dkk.: Analisis Biaya Jamkesmas dan Askes

ANALISIS BIAYA JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN ASURANSI

KESEHATAN PADA PASIEN STROKE NON-HEMORAGIK

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SLEMAN

COST ANALYSIS OF JAMKESMAS AND ASKES INSURANCE FOR PATIENTS WITH NON HEMORRHAGIC STROKE IN SLEMAN HOSPITAL

Manna1 dan Iwan Dwiprahasto2

1Magister Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2Bagian Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Non-hemorrhagic stroke causes many deaths. Its treatment requires long-term care, resulting in very high cost. Controlinging costs and quality are very important in main-taining sustainability, however, in reality there are cost shar-ing by patients and hospitals outside the insurance coverage. Aim: This study aims to identify the difference in cost that must be shared to the patient and the hospital for inpatient non-hemorrhagic stroke of the Jamkesmas and Askes patients in Sleman Hospital.

Method: This study used a cross ssectional design. Data were retrieved retrospectively with a primary diagnosis of non-hemorrhagic stroke hospitalizations for patients admitted to the hospital during the period of January 2011 to May 2012. Data were analyzed using univariate, bivariate correlation, and multivariate.

Result: The average cost of inpatient care non-hemorrhagic stroke Jamkesmas patients was Rp3.541.021,00 + Rp2.609.488,00 and for Askes patients Rp4.678.509,00 + 3.257.816,00. The average cost sharing in Askes patients is Rp.1.851.536,00 + 1.968.757,00 and Jamkesmas is Rp405.976,00 +Rp2.303.903,00. Percentage the greatest cost component in Askes patients is drugs (47%) and accomodation (44%), while in Jamkesmas is drug (52%) and accommodation (36%). Components of the cost sharing in Askes patients was drug (87%). The difference in the cost of hospital rates was greater than INA-CBGs respectively Rp3.541.021,00 + Rp2.609.488,00 and Rp3.135.045,00 + Rp727.710,00. Conclusion: The proportion of costs covered by the insur-ance and shared by patient/hospital is 87:13 for Jamkesmas patient, 55:45 for Askes patients (January 2011-May 2011), and 59:41 for the Askes patients (June 2011-May 2012). The proportion of cost sharing of inpatient care non-hemorrhagic stroke by Askes patients outside the program is greater than the proportion of costs sharing by the hospital on Jamkesmas program.

Keywords: cost sharing, Askes costs, Jamkesmas costs, non-hemorrhagic stroke patient

ABSTRAK

Latar belakang: Penyakit stroke non-hemoragik menyebabkan banyak kematian. Pengobatannya berjangka panjang sehingga membutuhkan biaya tinggi. Kendali biaya dan mutu sangat penting dalam menjaga sustainabilitas, namun

oleh pasien maupun rumah sakit di luar cakupan program jaminan.

Tujuan: Mengidentifikasi selisih biaya yang harus ditanggung pasien dan rumah sakit untuk pelayanan rawat inap stroke non-hemoragik pada pasien Jamkesmas dan Askes di RSUD Sleman.

Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan cross sec-tional. Data diambil secara retrospektif dengan diagnosis utama stroke non-hemoragik rawat inap yang memenuhi kriteria inklusi mulai pasien dirawat sampai keluar rumah sakit selama perode Januari 2011 - Mei 2012. Data dianalisis menggunakan analisis univariat, korelasi bivariat, dan multivariat.

Hasil: Rata-rata biaya pelayanan rawat inap stroke non-hemoragik pasien Jamkesmas adalah Rp3.541.021,00 + Rp2.609.488,00 dan pada pasien Askes Rp4.678.509,00 + Rp3.257.816,00. Rerata selisih biaya pasien Askes adalah Rp1.851.536,00 + Rp1.968.757,00 dan pasien Jamkesmas Rp405.976,00 + Rp2.303.903,00. Persentasi komponen biaya yang terbesar pada pasien Askes adalah obat (47%) dan akomodasi (44%) dan pada pasien Jamkesmas adalah obat (52%) dan akomodasi (36%). Komponen selisih biaya yang terbesar pada pasien Askes adalah obat (87%). Perbedaan biaya tarif rumah sakit lebih besar dari INA-CBGs masing-masing Rp3.541.021,00 + Rp2.609.488,00 dan Rp3.135.045,00 + Rp727.710,00.

Kesimpulan: Proporsi biaya yang ditanggung jaminan dengan yang ditanggung pasien/rumah sakit adalah 87:13 pada pasien Jamkesmas dan 55:45. Proporsi selisih biaya pelayanan rawat inap stroke non-hemoragik yang ditanggung pasien Askes di luar program lebih besar daripada proporsi selisih biaya yang ditanggung rumah sakit pada program Jamkesmas.

Kata kunci: selisih biaya, biaya Askes, biaya Jamkesmas, stroke non-hemoragik

PENGANTAR

Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi stroke nasio-nal sebesar 0,8%. Stroke juga menjadi penyebab kematian paling tinggi yaitu mencapai 15,9% pada kelompok umur yaitu 45 sampai 54 tahun dan me-ningkat menjadi 26,8% pada kelompok umur 55 sampai 64 tahun.1 Akibat besarnya biaya pada

pe-VOLUME 16 No. 01 Maret  2013 Halaman 30 - 36

(2)

biaya pasien stroke sehingga dapat mendukung pem-buat kebijakan kesehatan publik dalam pengem-bangan strategi manajemen stroke.2

Di Indonesia saat ini cakupan Jaminan Kese-hatan adalah 63,12% dari 237,6 juta penduduk.3

Kendali biaya dan mutu sangat penting untuk me-ngendalikan biaya pelayanan kesehatan baik dilaku-kan dengan sistem retrospektif maupun prospektif.4

Sistem yang digunakan di dalam Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tahun 2011 adalah sistem prospektif dengan sistem Indo-nesian Case Based Groups (INA-CBGs). Adapun dalam Program Askes Sosial, sistem yang dipakai adalah sistem dengan kendali biaya menggunakan daftar tarif paket dan di luar paket, sedangkan untuk pelayanan obat, menggunakan Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) yang telah ditetapkan oleh PT. Askes (Persero) sejak tahun 1987 dan direvisi setiap tahun-nya.4 Namun pada praktiknya, masih terdapat

penu-lisan resep oleh dokter di rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sleman adalah salah satu rumah sakit milik pemerintah yang mempunyai rencana dalam meningkatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih spesifik khususnya kesehatan lansia mengingat meningkatnya kasus penyakit degeneratif akan meningkat jumlahnya di masa mendatang dan tingginya usia harapan hidup penduduk Kabupaten Sleman dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).5 Tujuan penelitian ini

adalah mengidentifikasi selisih biaya yang harus ditanggung pasien dan rumah sakit untuk pelayanan rawat inap stroke non-hemoragik pada pasien Jam-kesmas dan Askes di RSUD Sleman.

BAHAN DAN CARA

Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Data diambil secara retrospektif dari catat-an medik pasien, bagicatat-an instalasi farmasi dcatat-an bagicatat-an keuangan rumah sakit dengan diagnosis utama stroke non-hemoragik rawat inap yang memenuhi kriteria inklusi selama perode Januari 2011 - Mei 2012. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap stroke non-hemoragik Jam-kesmas dan Askes pada periode Januari 2011 - Mei 2012 di RSUD Sleman. Kriteria inklusi subjek pene-litian adalah penderita yang terdiagnosis secara klinik menderita penyakit stroke non-hemoragik, laki-laki dan perempuan, pasien ICU/ICCU, data pelayanan sejak masuk sampai keluar dari rumah sakit pada bulan Januari 2011 - Mei 2012.Kriteria ekslusi subjek penelitian adalah data pelayanan pada rekam medik

yang tidak lengkap informasi faktor–faktor yang mem-pengaruhi biaya (faktor pasien, faktor pelayanan dan faktor obat) dan pasien ICU/ICCU.

Jumlah subjek adalah seluruh populasi pasien stroke non-hemoragik rawat inap Jamkesmas dan Askes dari bulan Januari 2011 - Mei 2012 yang me-menuhi kriteria inklusi. Ditemukan sejumlah data 38 kasus pasien Askes dan 42 kasus pasien Jamkes-mas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data awal dari bagian catatan medik RSUD Sleman sebanyak 140 kasus yang terdiri dari 86 pasien Jamkesmas dan 54 pasien Askes. Namun yang memenuhi syarat dan lengkap berkasnya ada-lah sebanyak 80 kasus, yaitu 42 kasus untuk pasien Jamkesmas dan 38 kasus untuk pasien Askes.

Pada 42 kasus pasien Askes, pengelolaan data untuk selisih biaya pasien Askes dibagi menjadi dua kelompok karena Perjanjian Kerja Sama RSUD Sle-man dengan PT Askes (Persero) mengalami per-ubahan tarif Askes pada Juni 2011 yaitu kelompok pertama adalah data kasus pelayanan Januari 2011-Mei 2011 sebanyak 10 kasus. Kelompok kedua adalah data kasus pelayanan Juni 2011-Mei 2012 sebanyak 28 kasus.

Karakteristik Faktor Pasien, Faktor Pelayanan dan Faktor Obat pada Pasien Rawat Inap Stroke Non-Hemoragik Askes dan Jamkesmas

Pasien lebih banyak berjenis kelamin perem-puan, usia >55 tahun, tingkat keparahan I, dengan jumlah komorbiditas 1-2 dan kondisi keluar dengan diagnosis rawat jalan.

Hal ini sesuai dengan data RISKESDAS tahun 2007 bahwa stroke akan meningkat dari 15,9% men-jadi 26,8% pada kelompok umur 55 sampai 64 tahun.1 Pasien Askes lebih banyak dirawat dengan

LOS <6 hari (55%), sedangkan pasien Jamkesmas dirawat lebih lama dengan LOS >6 hari (71%). Pada pasien Jamkesmas, semua pasien dirawat di kelas III, tidak ada kenaikan kelas perawatan dan faktor obat seluruhnya diresepkan sesuai dengan formula-rium (Jamkesmas dan rumah sakit). Adapun pada pasien Askes, kelas perawatan yang terbanyak ada-lah kelas I (61%), kelas sesuai hak perawatan (68%) dan faktor obat non-DPHO 6-10 jenis (40%).

(3)

Tabel 1. Karakteristik Subyek

Kelas Utama 10 (26) 0

Kelas I 23 (61) 0

Kelas II 3 ( 8) 0

Kelas III 2 ( 5) 42 (100)

Kenaikan kelas perawatan

Kelas sesuai hak perawatan 29 (68) 42 (100)

Kelas naik dari hak perawatan 12 (32) 0

Faktor obat

Sesuai standar 0 42 (100)

Non-DPHO 1-5 Jenis 14 (37) 0

Non-DPHO 6-10 Jenis 15 (40) 0

Non-DPHO > 11 Jenis 9 (23) 0

Distribusi kasus yang paling banyak adalah ka-sus dengan 1-2 komorbiditas yaitu sebanyak 50% untuk pasien Askes dan 69% pada pasien Jamkes-mas. Dalam penelitian ini komorbiditas yang paling banyak pada pasien Askes adalah hipertensi sebesar 95% disusul dengan hemiplegia 29%, DM 31%, dan dislipidemia 21%. Demikian pula halnya dengan pasien Jamkesmas dengan hipertensi 52% dan hemiplegia 26%, DM 9%, dan hiperuricemia 7%.

Distribusi lama rawat inap pasien Askes stroke non-hemoragik di RSUD Sleman berkisar 2 - 20 hari dengan rata-rata 7,0 hari, sedangkan pada pasien Jamkesmas berkisar dari 1 - 19 hari dengan rata-rata 8,8 hari. Terlihat LOS lebih lama pada pasien Jamkesmas. Hal ini tidak berbeda dari penelitian yang dilakukan Sugiyanto10 lama perawatan pasien

stroke iskemik Jamkesmas di RSUP Dr. Sardjito adalah 8,8 hari. LOS rerata pasien stroke non-hemo-ragik di Turki adalah 10,4 hari, di Yunani adalah 10,9 hari dan di Jepang selama 33 hari. Rerata LOS pasien stroke non-hemoragik di Eropa dan Amerika sudah termasuk lama perawatan rehabilitasi medik dan

nursing home.4

Kondisi keluar pasien yang paling banyak ada-lah rawat jalan (82%). Hal yang sama juga ditunjuk-kan oleh pasien Jamkesmas dengan jumlah sebesar 83%. Penelitan Misbach & Ali,12 menemukan bahwa

tingkat mortalitas tahunan pasien stroke iskemik di 28 RS di Indonesia sebesar 21,2%. Menurut Asil

et al.,4 kondisi pulang pasien dalam keadaan

inde-penden (baik) adalah 42% dan yang meninggal adalah 20%. Di Jepang secara umum lebih baik dengan persentase kondisi independen (baik) adalah 63 % dan 3% meninggal.

Analisis Biaya Kasus Stroke Non-Hemoragik 1. Analisis Biaya Total Pasien Stroke

Non-Hemoragik

Rata rata biaya total secara keseluruhan rawat inap stroke non-hemoragik pada pasien Askes ada-lah Rp.4.678.509,00 + Rp3.257.816,00 dan untuk pasien Jamkesmas adalah Rp.3.541.021,00 + Rp2.609.488,00. Dari data diperoleh bahwa yang berbeda signifikan secara statistik terhadap biaya (nilai p<0,05) pada pasien Askes adalah komor-biditas, LOS, faktor obat, kenaikan kelas perawatan dan kondisi keluar. Adapun pada pasien Jamkesmas berbeda signifikan secara statistik (nilai p<0,05) adalah jenis kelamin, komorbiditas dan LOS.

Dari faktor obat, dapat diartikan semakin banyak obat non-DPHO yang diberikan maka semakin besar biaya total pasien. Rata rata biaya total pasien de-ngan peresepan obat non-DPHO >10 berhubude-ngan dengan biaya total paling besar yaitu rata-rata Rp7.403.533,00 + Rp4.384.222,00. Hal ini lebih besar dari total biaya pasien yang peresepan obat non- DPHO antara 6-10 jenis yaitu Rp5.129.918,00 + Rp2.432.745,00 dan peresepan obat <5 dengan rata-rata Rp2.443.055,00 + Rp1.116934,00. Semakin banyak jenis dan jumlah peresepan maka semakin besar biaya total pasien. Semakin banyak komorbiditas juga akan mengakibatkan semakin banyak biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya obat, biaya penunjang diagnostik, biaya tenaga medis, akomodasi dan administrasi.

Hal ini juga ditunjukkan oleh faktor tingkat kepa-rahan penyakit dari pasien. Semakin parah penyakit maka biaya total juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan diperlukan hari rawat yang lebih lama dan obat yang lebih banyak yang menimbulkan beban pada biaya total.

(4)

pasien Jamkesmas, maka yang berpengaruh paling besar terhadap total biaya adalah LOS (p<0,05; r=0,377) dan jenis kelamin (p<0,05; r=0,310).

2. Analisis Selisih Biaya Kasus Stroke Non-Hemoragik

Tabel 2 menunjukkan bahwa yang mempenga-ruhi selisih biaya secara signifikan menurut statistik (p<0,05) pada pasien Askes periode Januari 2011– Mei 2011 adalah usia, komorbid, LOS, dan faktor obat. Besarnya iur biaya pasien Askes pada periode ini ditunjukkan semakin banyak usia, komorbiditas, LOS dan faktor obat maka semakin besar iur biaya yang harus dibayar oleh pasien.

Pada pasien Jamkesmas, analisis multivariat menunjukkan faktor yang berpengaruh pada selisih biaya rumah sakit dengan biaya tagihan INA-CBGs

adalah LOS (r=0,460) dan jenis kelamin (r=0,297). Terlihat bahwa pada pasien laki-laki, maka biaya menurut tarif rumah sakit lebih kecil dari biaya tagihan INA-CBGs menyebabkan selisih yang negatif. Sebesar Rp486.239,00 + Rp1.510.373,00 sedangkan pada pasien jenis kelamin perempuan, terjadi selisih yang positif yang bermakna biaya rumah sakit lebih besar dari biaya tagihan INA-CBGs.

3. Analisis Komponen Biaya Kasus Stroke Non-hemoragik

a. Analisis Komponen Biaya Kasus Stroke Non-Hemoragik Askes Januari 2011-Mei 2011

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perio-de ini, komponen yang mempengaruhi total biaya

adalah akomodasi sebesar 50,98%. Pada kelompok selisih biaya yang ditanggung pasien adalah faktor obat sebesar 77,02%. Ini mengindikasikan bahwa penyebab iur biaya dalah obat karena tingkat pere-sepan obat non-DPHO yang masih tinggi di RSUD Sleman karena tidak ada pasien yang tidak diresep-kan obat di luar DPHO pada kasus stroke non-hemo-ragik. Hal yang sama juga dinyatakan oleh World Health Organization (WHO)2 di Singapura bahwa

komponen biaya yang paling besar pada pasien stroke adalah biaya akomodasi sebesar 38%. Jum-lah ini sedikit lebih kecil dari pada penelitian di Je-pang sebesar 69% dan penelitian di Amerika sebesar 50%.7 Posisi komponen kedua terbesar adalah obat

yaitu sebesar 41,88%. Jumlah ini lebih besar dari hasil penelitian Asil et al.,4 di Turki sebesar 29,9%

atau di Singapura sebesar 8%2.

Jenis obat non-DPHO yang paling banyak diberi-kan adalah golongan neuroprotektor yakni piracetam dan sitikolin. Adapun golongan lain adalah obat untuk penyakit komorbid yang menyertainya. Penggunaan obat non-DPHO di kelas perawatan utama lebih ba-nyak daripada di kelas perawatan lainnya.

Komponen biaya total lainnya adalah biaya la-boratorium sebesar 4,65%, radiologi 0,56% dan elektromedik sebesar 0,14%. Proporsi ini masih lebih kecil bila dibandingkan dengan dataWHO2 di

Singa-pura sebesar 15% atau hasil penelitian Asil et al.,4

di Turki sebesar 19,9% untuk laboratorium dan 12,8% neuroimaging. Hal ini dapat dijelaskan karena fasilitas penunjang CT Scan, laboratorium, dan radio-logi di RSUD Sleman yang masih terbatas, sehingga untuk pemeriksaan penunjang masih ada yang

diru-Tabel 2. Rerata Selisih Biaya Pasien Rawat Inap Stroke Non-Hemoragik Askes Karakteristik Iur/Selisih Biaya (Dalam Juta Rupiah)

Askes Jan 2011 – Mei 2011 Askes Jun 2011 – Mei 2012 Jamkesmas Rerata Standar

Deviasi p Rerata Standar Deviasi p Rerata Standar Deviasi p

Selisih biaya total 2,259 1,337 1,851 1,968 0,405 2,303

Jenis kelamin

Laki-laki 2,588 1,100 0,20 1,695 1,414 0,70 -0,486 1,510 <0,05

Perempuan 1,766 0,20 1,960 2,250 0,70 1075 2,586 <0,05

Usia

<55 tahun 1,054 0,371 1,164 1,027 0,23 -0,158 1,123 0,54

55 tahun 3,063 0,694 2,081 2,167 0,23 -0,539 2,496 0,54

Tingkat keparahan

I 2,347 1,427 1,220 0,08 0,242 1,297 0,39

II 1,291 0 3,482 3,295 0,08 -0,189 1,489 0,39

III 2,518 0 1,201 1,313 0,08 2567 5,601 0,39

Komorbiditas Tanpa

kormobiditas - - 0,581 0,113 <0,05 0,785 1,547 0,19

1-2 kormobiditas 1,134 0,370 1,261 0,900 <0,05 -0,082 1,283 0,19

3 kormobiditas 3,383 0,851

<0,05 <0,05

0,63 0,63 0,63

<0,05

<0,05

<0,05 2,752 2,632 <0,05 2321 5,045 0,19

LOS

(5)

juk ke fasilitas swasta atau pemerintah lainnya, akhir-nya biaya tidak diinput pada biaya RSUD Sleman.

Rerata total biaya menurut tarif rumah sakit pada pasien Askes pada periode ini adalah Rp4.980.903,00 + Rp2.506.748,00 per pasien. Adapun rerata selisih biaya yang harus dibayar oleh pasien Askes pada periode ini adalah Rp2.259.234,00 + Rp1.337.073,00 per pasien yaitu sebesar 45% dari total biaya rumah sakit. Komposisi paling besar pada iur biaya obat sebesar 77,02%. Namun hasil ini lebih besar dari penelitian yang dilakukan oleh Husain16 dan Widnjani17 yaitu iur biaya

obat masing-masing 47% dan 26,3%. Hal ini dikarenakan besarnya persepan obat non-DPHO di RSUD Sleman dengan rerata tujuh jenis non-DHPO per pasien.

b. Analisis Komponen Biaya Kasus Stroke Non-Hemoragik Askes Juni 2011-Mei 2012

Tidak berbeda jauh dengan periode Januari 2011-Mei 2012, komponen yang mendominasi adalah faktor obat (47%) karena tidak ada perubahan tarif rumah sakit antara periode Januari 2011 dengan periode Juni 2011. Hanya saja terjadi perbedaan tarif Askes yang menyebabkan terjadinya perbedaan iur biaya yang harus dibayarkan oleh pasien yakni pal-ing besar pada komponen obat non-DPHO yaitu sebesar 86,73% dibandingkan sebelumnya sebesar 77,02%. Hal ini karena biaya lainnya seperti adminstrasi, laboratorium, radiologi, elektromedik, dan biaya fisioterapi tidak lagi ada selisih tarif per jenisnya antara tarif rumah sakit dengan tarif Askes.

Tabel 3. Rata-Rata Komponen Biaya Pasien Rawat Inap Stroke Non-Hemoragik Askes di RSUD Sleman Periode Januari 2011-Mei 2011

% %

UGD 8.500 7.472 0,17 2.500 2.635 0,11

Obat 2.086.227 1.098.019 41,88 1.740.022 949.198 77,02

Akomodasi 2.539.215 1.541.992 50,98 444.253 525.805 19,66

Visite 447.458 391.922 8,98 96.245 136.011 4,26

Administrasi 16.204 763 0,33 14.559 5.171 0,64

Kamar tindakan 882.750 535.582 17,72 183.000 248.922 8,10

Keperawatan 1.192.803 804.421 23,95 150.449 217.059 6,66

Pemeriksaan laboratorium 231.666 102.512 4,65 66.459 53.260 2,94

Pemeriksaan radiologi 27.651 37.195 0,56 6.000 9.660 0,27

Pemeriksaan elektromedik 6.894 11221 0,14 - -

-Tindakan medis - - -

-Fisioterapi 80.750 59936 1,62 - -

-Ambulans -

-Total 4.980.903 2.506.748 100,00 2.259.234 1.337.073 100,00

Komponen Biaya Biaya Menurut Tarif RS (Rp) Biaya Ditanggung Pasien (Rp) Standar Deviasi

Rerata Rerata Standar Deviasi

c. Analisis Komponen Biaya Kasus Stroke Non-Hemoragik Jamkesmas

Dari hasil penelitan menunjukkan komponen biaya Jamkesmas adalah faktor obat sebesar 52,46%. Disusul kedua adalah faktor akomodasi sebesar 36,48%. Hal ini karena perawatan kamar untuk pasien Jamkesmas terbatas hanya pada kelas III saja, sehingga biayanya lebih sedikit dibandingkan pasien Askes, serta pilihan obat pada formularium Jamkesmas dan diperkenankan untuk memilih obat pada formularium rumah sakit, sehingga pilihan obat menjadi banyak dan biaya lebih besar.

Analisis Biaya Rawat Inap Stroke Non-Hemoragik Jamkesmas Berdasarkan Tarif Rumah Sakit Dibandingkan dengan Biaya Paket INA- CBGs

Dari penelitian ini menunjukkan bahwa lebih be-sar biaya berdabe-sar tarif rumah sakit dari pada tagihan INA CBGs. Bila dibandingkan dengan pasien Askes, maka biaya tagihan ini lebih kecil dari biaya rerata pada pasien Askes yaitu Rp4.678.509,00. Ini dika-renakan faktor kelas perawatan pada pasien Askes pada kelas utama, I dan II, sedangkan pada pasien Jamkesmas pada kelas III. Faktor obat non-DPHO juga diresepkan pada pasien Askes, sehingga juga mengakibatkan besarnya rerata total biaya pada pasien Askes.

Biaya total stroke non-hemoragik bervariasi di tiap negara. Menurut Caro et al.,13 biaya stroke

(6)

rata-rata per pasien mencapai $11.703 (biaya RS 70%), Jerman $9.840 (biaya RS 73%), Swedia $14.492 (biaya RS 70%) dan Inggris $13.668 (biaya RS 73%).

Analisis Proporsi Pembiayaan yang Ditanggung Program dengan yang Ditanggung Pasien/ Rumah Sakit

Gambar 1 menunjukkan bahwa proporsi biaya pelayanan rawat inap stroke non-hemoragik yang ditanggung pasien Askes di luar paket program lebih besar (45%) daripada proporsi beban biaya yang ditanggung rumah sakit pada program Jamkesmas (13%) pada periode Januari 2011-Mei 2012.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Askes period

January 2011 - May 2011 Askes period Juny 2011 -May 2012 Jamkesmas Financing by insurance cost sharing

Gambar 1. Proporsi Biaya yang Ditanggung Program Jaminan (Askes dan Jamkesmas) dengan yang

Ditanggung Pasien/Rumah Sakit

Pada periode Juni 2011-Mei 2012 mengalami penurunan dari periode sebelumnya yaitu dari 45% menjadi 41%. Ini dikarenakan adanya perbedaan tarif Askes pada periode ini.

Sistem prospektif (INA-DRGs) dapat menghin-dari pelayanan kesehatan yang berlebihan, tidak te-rencana atau tidak sesuai dengan kebutuhan pema-kai jasa, sehingga biaya kesehatan akan lebih ter-kendali.4 Pada penelitian ini, biaya rerata pasien

Jamkesmas masih lebih besar dari tarif INA-CBGs. Untuk itu, maka pengelolaan pasien stroke non-hemoragik masih perlu ditingkatkan.

Pada sistem retrospektif pada pasien Askes, kendali biaya menggunakan daftar tarif paket, serta penggunaan obat DPHO.7 Pada penelitian ini,

pere-sepan obat non-DPHO masih besar yaitu 38,7%. Kendali biaya telah dilakukan namun menjadi iur bia-ya pada pasien bia-yaitu sebesar 86,73% disebabkan karena obat non-DPHO.

Analisis Obat Non-DPHO

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata biaya obat stroke rawat inap non-hemoragik pasien Askes

daripada obat DPHO (Rp445.591,00). Menurut pene-litian Dávalos et al.,14 suatu penelitian internasional,

random, multicenter, dengan kontrol plasebo yang dilakukan di rumah sakit pendidikan di Jerman, Portugis dan Spanyol, Sitikolin tidak memiliki daya efikasi pada pengobatan stroke iskemik akut sedang sampai berat.

Peresepan obat non-DPHO pada penelitian ini adalah sebesar 38,7%. Hal ini sejalan dengan masih banyaknya obat non-DPHO yang diresepkan teruta-ma golongan neuroprotektor sebesar 45,1% dengan perincian sitikolin 16,0% dan piracetam 29,2% dari seluruh jenis item obat non-DPHO yang diresepkan.

KESIMPULAN

Rerata selisih biaya pelayanan pada Jamkes-mas adalah Rp405.976,00 + Rp2.303.903,00 sedangkan pada pasien Askes periode Januari 2011-Mei 2011 adalah Rp2.259.234,00 + Rp1.337.073,00 dan pada pasien Askes periode Juni 2011-Mei 2012 adalah Rp1.851.535,00 + Rp1.968.757,00. Faktor yang berpengaruh pada selisih biaya pasien Jamkesmas adalah LOSdan jenis kelamin. Pada pasien Askes adalah faktor obat non-DPHO dan kelas perawatan. Faktor kondisi keluar pasien, umur, komorbiditas, tingkat keparahan tidak berpengaruh terhadap selisih biaya pasien Jamkesmas dan Askes.

Proporsi beban biaya pelayanan rawat inap stroke non-hemoragik yang ditanggung pasien Askes di luar paket program lebih besar daripada proporsi beban biaya yang ditanggung rumah sakit pada pro-gram Jamkesmas.

REFERENSI

1. Yuniadi Y. Intervensi pada Stroke Non-Hemografik. Jurnal Kardiologi Indonesia. 2010; 31(3): 153–5.

2. Kang H-Y, Lim S-J, Suh HS, Liew D. Estimat-ing the Lifetime Economic Burden of Stroke According to the Age of Onset in South Korea: a Cost of Illness Study. BMC Public Health [Internet]. 2011;11(Jan): 646. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender. fcgi?artid=3171726&tool=pmcentrez& rendertype=abstract

3. Mukti AG. Arah Kebijakan BPJS Kesehatan dalam Mewujudkan Universal Coverage Sesuai Undang No. 40/2004 Tentang SJSN dan Undang-Undang No. 24/2011 tentang BPJS. Jakarta, 2012. 4. Sulastomo. Asuransi Kesehatan Sosial. 1st ed.

(7)

6. Sugiyanto KC. Analisis Biaya Pengobatan Stroke Iskemik sebagai pertimbangan dalam penetapan Pembiayaan Kesehatan Berdasar INADRGs di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Tahun 2009. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2009.

7. Asil T, Celik Y, Sut N, Celik AD, Balci K, Yilmaz A, et al. Cost of Acute Ischemic and Hemorr-hagic Stroke in Turkey. Clinical Neurology and Neurosurgery [Internet]. Elsevier BV; 2011; 113(2) Feb: 111–4 [cited 2012 Apr 18]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 21036465

8. Misbach J and Ali W. Stroke in Indonesia: a First Large Prospective Hospital-Based Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Journal of Clinical Neuroscience: Official Jour-nal of the Neurosurgical Society of Australasia [Internet]. 2001;8 (3) May: 245–9. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11386799 9. Palmer AJ, Valentine WJ, Roze S, Lammert M, Spiesser J, Gabriel S. Overview of Costs of Stroke from Published, Incidence-Based Stud-ies Spanning 16 Industrialized CountrStud-ies. Cur-rent Medical Research and Opinion [Internet]. Expert Opinion, 2005;21(1): 19–26. Available

from: http://informahealthcare.com/doi/abs/ 10.1185/030079904X17992

10. Caro JJ, Huybrechts KF, Duchesne I. Manage-ment Patterns and Costs of Acute Ischemic Stroke An International Study. Stroke. 2000: 582–90. 11. World Health Organization. Global Atlas on

Cardiovascular Disease Prevention and Control. Policies, Strategies and Interventions. Iraq. 2011. 12. Husain dan Mukti AG. Analisis Kemauan Membayar Iur Biaya Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Peserta Askes Wajib Terhadap Selisih Tarif di Rumah Sakit Umum Daerah Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2005.

13. Widnjani IAK, Mukti AG, Hendrartini J. Hubungan Antara Besaran Iur Biaya dengan Kepuasan Peserta Askes di Rumah Sakit Umum Wangaya Denpasar. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2004; 7(3): 141-6.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Subyek
Tabel 2. Rerata Selisih Biaya Pasien Rawat Inap Stroke Non-Hemoragik Askes
Tabel 3. Rata-Rata Komponen Biaya Pasien Rawat Inap Stroke Non-Hemoragik Askesdi RSUD Sleman Periode Januari 2011-Mei 2011
Gambar 1. Proporsi Biaya yang Ditanggung ProgramJaminan (Askes dan Jamkesmas) dengan yangDitanggung Pasien/Rumah Sakit

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ HUBUNGAN PENGETAHUAN SIKAP DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA PENGASAH BATU AKIK TERHADAP

Tujuan dari sisitem kerja ini adalah untuk mengembangkan dan melestarikan lingkungan nyaman, indah, hidup bersih dan sehat yang ada dipondok pesantren darul huda

Terbukti dalam pengujian IV yang menunjukkan bahwa minyak goreng “B” memiliki IV yang lebih tinggi dibandingkan minyak goreng “A”, sehingga kandungan asam lemak tak

Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi siklus I yaitu melakukan pengamatan kepada peserta

Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja dan 40 (empat puluh) jam seminggu, maka

Untuk dapat menggunakan buku petunjuk ini dengan baik tentu harus disertai dengan materi praktikum yang telah tersedia dalam CD, materi praktikum multimedia ilmu

Pengunjung memasuki gate entrance site dengan membayar karcis parkir, kemudian dapat melihat kolam dan air mancur, merasakan suasana alam dengan kehadiran

Sub-kriteria harga lahan dengan melihat orientasi perkembangan dan pertumbuhan wilayah perkotaan dengan segala aktivitas yang berkembang mempengaruhi harga lahan,