• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Musik Klasik Sedatif Terhadap Prestasi Belajar Statistika Melalui Penurunan Kecemasan Ujian Statistika pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Musik Klasik Sedatif Terhadap Prestasi Belajar Statistika Melalui Penurunan Kecemasan Ujian Statistika pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Prestasi Belajar Statistika

1. Definisi Prestasi Belajar Statistika

Secara umum, Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan prestasi

belajar sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan

melalui mata pelajaran, yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka

nilai yang diberikan oleh guru. Menurut Crow dan Crow (dalam Lawrence, 2013),

prestasi belajar adalah taraf yang dimiiki seorang pelajar berdasarkan pengarahan

pada area pembelajaran. Prestasi belajar juga disebut sebagai performa siswa

dalam area akademik seperti membaca, seni, matematika, sain dan sejarah yang

diukur melalui tes prestasi (Cunningham, 2012). Selain itu, Umar (dalam

Roebianto, 2010) juga menyatakan bahwa prestasi belajar adalah skor pencapaian

hasil tes atau ujian yang diperoleh siswa atas pembalajaran yang telah dilakukan.

Kemudian, Tirtonegoro (dalam Auliani, 2010) mengartikan prestasi belajar

sebagai penilaian hasil usaha kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk simbol

angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai

oleh setiap anak dalam periode tertentu.

Berdasarkan pemaparan teoritis di atas, prestasi belajar dapat disimpulkan

sebagai penguasaan pengetahuan/keterampilan ataupun performa yang

(2)

penelitian ini, prestasi belajar yang dibahas adalah khusus pada prestasi belajar di

mata kuliah statistika.

Statistika adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan

pengklasifikasikan, pengorganisasian dan penganalisisan data (King & Minium,

2003). Sudjana (2005) juga turut menjelakan bahwa statistika adalah pengetahuan

yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan atau

penganalisisan serta penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan

penganalisisan yang dilakukan. Statistika merupakan ilmu terapan di bidang

matematika, sehingga dalam mempelajari statistika juga akan turut melibatkan

berbagai macam penghitungan matematis seperti menjumlahkan, mengurangkan,

membagikan, mengalikan, mengkuadratkan hingga mengakaran angka. Dalam hal

ini, peneliti menyimpulkan bahwa statistika adalah ilmu pengetahuan yang

berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengklasifikasian dan

pengorganisasian data, penganalisisan data serta penarikan kesimpulan

berdasarkan penaganalisisan yang dilakukan.

Berdasarkan pengertian prestasi belajar dan statistika di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa prestasi belajar statistika adalah skor pencapaian hasil tes atau

hasil ujian statsitika yang diperoleh siswa atas pembelajaran yang telah dilakukan

di mata kuliah statistika.

2. Proses Belajar

Menurut Syah (2010), belajar merupakan aktivitas yang berproses. Dalam

(3)

dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil

tertentu (Reber, dalam Syah, 2010). Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan

perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa.

Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju

daripada keadaan sebelumnya (Syah, 2010).

Menurut Wittig (dalam Syah, 2010), setiap proses belajar selalu

berlangsung dalam tahapan-tahapan yang mencakup:

a. Acquisition (tahap perolehan/peneriman informasi)

Pada tingkatan ini, siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan

melakukan respons terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku

baru. Proses acquisition dalam belajar merupakan tahapan yang paling mendasar.

Kegagalan dalam tahap ini akan mengakibatkan kegagalan pada tahap-tahap

berikutnya.

b. Storage (tahap penyimpanan informasi)

Pada tingkatan ini, siswa secara otomatis akan mengalami proses

penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani

proses acquisition. Peristiwa ini melibatkan fungsi short term dan long term

memori.

c. Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)

Pada tingkatan ini, siswa akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi

memorinya, misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah.

Proses retrieval pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam

(4)

memori berupa informasi, simbol, pemahaman dan perilaku tertentu sebagai

respons atau stimulus yang sedang dihadapi.

3.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Statistika

Hasil penelitian dari Lalonde & Gardner (dalam Tremblay dkk., 2000),

Nasser (2007) dan Silvia dkk. (2007) menghasilkan beberapa varibel yang

diketahui berhubungan dan mempengaruhi prestasi belajar statistika, yaitu:

a. Kemampuan matematika

Prestasi di bidang statistika seseorang akan menjadi tinggi jika

kemampuannya dalammatematika juga tinggi, begitu juga sebaliknya.

b. Keberhasilan Sebelumnya (Previous success)

Keberhasilan pada nilai hasil kuis dan nilai ujian tengah semester yang

sebelumnya menjadi prediktor bagi nilai akhir statistika individu

c. Sikap Terhadap Statistika

Individu yang memiliki skor sikap yang positif terhadap statistika ternyata

mendapatkan prestasi yang tinggi pula pada bidang statistika

d. Kecemasan terhadap statistika

Kecemasan terhadap statistika membuat sikap terhadap statistika menjadi

rendah. Jika sikap terhadap statistika menjadi rendah, maka prestasi di bidang

statistika juga akan menjadi rendah, begitu juga sebaliknya. Selain itu, kecemasan

terhadap statistika juga mempengaruhi usaha melalui sikap dan motivasi.

(5)

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dikatakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi prestasi belajar statistika yaitu kemampuan dalam bidang

matematika, sikap terhadap matematika dan statistika, kesuksesan terdahulu

(previous success), motivasi, usaha dan kecemasan terhadap statistika.

4. Pengukuran Prestasi Belajar Statistika

Prestasi belajar secara umum dapat diukur dengan menggunakan tes yang

biasa disebut sebagai tes prestasi belajar. Azwar (2010) menyatakan bahwa tes

prestasi belajar bertujuan untuk mengungkap keberhasilan seseorang dalam

belajar. Beliau juga menambahkan bahwa tes prestasi belajar adalah berupa tes

yang disusun secara terencana untuk mengungkap performansi maksimal subjek

dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam penelitian

ini, dapat dikatakan bahwa tes prestasi belajar statistika adalah tes yang disusun

secara terencana untuk mengungkap performansi maksimal mahasiswa dalam

menguasai bahan-bahan atau materi statistika yang telah diajarkan. Tes prestasi

belajar dapat berbentuk ulangan-ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan

ebtanas dan ujian-ujian masuk perguruan tinggi (Azwar, 2010).

Pengukuran prestasi belajar pada mata kuliah statistika di Fakultas

Psikologi Universitas Sumatera Utara diukur melalui ulangan-ulangan harian

(kuis) serta tes formatif melalui ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir

(6)

5. Indikator Prestasi Belajar Statistika

Menurut Azwar (2010), salah satu pedoman dalam menentukan tingkat

kompetensi aitem tes adalah taksonomi tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh

Bloom dkk. (1956). Taksonomi ini secara luas mencakup sistem klasifikasi tujuan

pendidikan dalam tiga kawasan perilaku yaitu: kawasan afektif (berisi hal-hal

yang berkenaan dengan minat dan sikap), kawasan kognitif (mengenai aspek

intelektual atau fungsi pikir) dan kawasan psikomotor (mengenai aspek

keterampilan motorik). Azwar (2010) menambahkan bahwa dalam pembahasan

mengenai tes prestasi, maka yang dipusatkan adalah hanya pada kawasan kognitif.

Bloom dkk (dalam Azwar, 2010) menyusun konsep taraf kompetensi

kognitif ke dalam enam jenjang atau tingkatan yang kompleksitasnya bertingkat,

mulai dari yang paling rendah yaitu knowledge, comprehension, application,

analysis, synthesis, hingga evaluation. Azwar (2010) memaparkan contoh kata

kerja untuk menunjukkan hasil belajar tertentu pada masing-masing tingkatan

kompetensi kognitif tersebut, yaitu sebagai berikut:

a. Knowledge

Mengenali, mendeskripsikan, menamakan, mendefinisikan, memasangakan,

memilih

b. Comprehension

Mengklasifikasikan, menjelaskan, mengikhtisarkan, meramalkan, membedakan

c. Application

Mendemonstrasikan, menghitung, menyelesaikan, menyesuaikan,

(7)

d. Analysis

Menemukan perbedaan, memisahkan, membuat diagram, membuat estimasi,

mengambil kesimpulan, menyusun urutan

e. Synthesis

Menggabungkan, menciptakan, merumuskan, merancang, membuat komposisi,

menyusun kembali, merevisi

f. Evaluation

Menimbang, mengkritik, membandingkan, memberi alasan, menyimpulkan,

memberi dukungan.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka pengukuran prestasi belajar di

bidang statistika akan diungkap berdasarkan 6 tingkatan kompetensi kognitif di

atas sesuai dengan apa yang dipelajari mahasiswa di bidang tersebut.

B. Kecemasan Terhadap Ujian Statistika

1. Definisi Kecemasan Terhadap Ujian Statistika

Menurut Stuart (dalam Tresna, 2011), kecemasan secara umum dapat

didefininisikan sebagai suatu keadaan dengan perasaan keprihatinan, rasa gelisah,

ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual

yang tidak diketahui atau dikenal. Hampir sama, Davison (2004) menyatakan

bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan dari rasa takut dan

khawatir yang disertai dengan rangsangan fisiologis. Post (dalam Tresna, 2011)

juga menjelaskan bahwa kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak

(8)

ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat.

Sedangkan Froggatt (dalam Supriyantini, 2010) secara lebih spesifik menjelaskan

bahwa istilah kecemasan mengacu pada perasaan tidak nyaman dan ketakutan,

ditambah dengan beberapa gejala fisik yang tidak menyenangkan, termasuk

ketegangan (otot yang menegang), denyut jantung yang bertambah cepat, nafas

memburu, mulut kering, badan berkeringat dan gemetar. Apabila rasa cemas

semakin parah, berbagai hal yang lebih buruk bisa muncul, misalnya rasa pusing,

pingsan, dada sakit, pandangan buram, perasaan tercekik, badan terasa panas dan

dingin, mual dan sering buang air besar atau diare.

Kecemasan dapat terjadi di berbagai situasi, baik situasi kerja, situasi

keluarga ataupun situasi pendidikan. Dalam konteks pendidikan, salah satu yang

dapat menimbulkan ancaman, tekanan dan kekhawatiran pada diri siswa adalah

ujian, karena ujian merupakan proses pemeriksaan mengenai pengetahuan dan

keahlian siswa sebagai akibat dari suatu proses belajarnya selama menjalani

pendidikan, sekaligus menjadi tolak ukur bagi keberhasilan siswa dalam

menempuh proses pendidikannya. Suyanto (dalam Supriyantini, 2010)

menyatakan bahwa rasa cemas adalah salah satu di antara beragam reaksi

emosional yang diperlihatkan mahasiswa dalam menghadapi ujian.

Tresna (2011) berpendapat kecemasan dalam menghadapi ujian adalah

kondisi psikologis dan fisiologis siswa yang tidak menyenangkan yang ditandai

pikiran, perasaan dan perilaku motorik yang tidak terkendali yang memicu

timbulnya kecemasan dalam menghadapi ujian. Adapun kondisi yang tidak

(9)

memilih jawaban yang benar, mental blocking, khawatir, takut, gelisah, gemetar

pada saat menghadapi ujian (ulangan). Kecemasan yang dimaksud berfokus

khususnya pada mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa, seperti

matematika, fisika, kimia,dan bahasa inggris. Selain kondisi yang tidak terkendali

dan tidak menyenangkan, Yousefi (2010) dalam hasil penelitiannya juga turut

menjelaskan bahwa kecemasan dalam menghadapi ujian terbukti tidak hanya

mempengaruhi memori, tetapi juga mempengaruhi motivasi belajar serta

kemampuan untuk memusatkan perhatian dan konsentrasi dalam belajar yang bisa

mengakibatkan kegagalan pada bidang akademis.

Selain kecemasan terhadap ujian, dalam konteks dunia pendidikan juga

dikenal jenis kecemasan yang lain yaitu kecemasan terhadap statistika. (Cruise,

Cash & Bolton, (dalam Liu, 2011) menyatakan bahwa kecemasan terhadap statistika adalah perasaan cemas yang ditemui ketika mengambil pelajaran

statistika yang didalamnya melakukan analisis statistika, pengumpulan,

pengolahan dan interpretasi. Kecemasan statistika melibatkan lebih banyak faktor

kecemasan daripada sekedar memanipulasi angka, yaitu dalam menginterpretasi

data dan hasil statistik, ketakutan dalam bertanya dan takut terhadap pengajar

statistika. (Richardson & Suinn, 1972, Cruise et al., 1985, dalam Williams, 2010).

Onwuegbuzie (dalam Williams, 2010) juga menambahkan bahwa kecemasan

statistika mempengaruhi kemampuan siswa untuk memahami artikel penelitian,

analisis data dan interpretasi pada analisis. Selain itu, kecemasan statistika

melibatkan lebih banyak faktor kecemasan daripada sekedar memanipulasi angka,

(10)

dan takut terhadap pengajar statistika. (Richardson & Suinn, 1972, Cruise et al.,

1985, dalam Williams, 2010).

Berdasarkan berbagai pemaparan teoritis di atas, maka dalam penelitian ini

peneliti menyimpulkan bahwa kecemasan terhadap ujian statistika adalah kondisi

psikologis dan fisiologis mahasiswa yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh

pikiran, perasaan dan perilaku motorik yang tidak terkendali dalam menghadapi

dan mengerjakan ujian statistika yang didalamnya mahasiswa melakukan analisis

statistika, pengumpulan, pengolahan dan interpretasi data.

2. Jenis-Jenis Kecemasan

Menurut Spielberger (dalam Auliani, 2010), kecemasan dapat dibagi

menjadi 2 jenis, yaitu state anxiety dan trait anxiety. State anxiety adalah gejala

kecemasan yang timbul saat seseorang berhadapan dengan situasi yang

mengancam, berlangsung sementara dan ditandai dengan perasaan subyektif atau

tekanan-tekanan tertentu, kegugupan dan aktifnya susunan syaraf pusat.

Sedangkan trait anxiety adalah kecemasan yang menetap pada diri seseorang dan

menjadi pembeda antara individu yang satu dengan yang lainnya. Kecemasan ini

sudah terintegrasi dalam kepribadian seseorang sehingga ia lebih mudah

merasakan cemas saat menghadapi sebuah situasi.

Berdasarkan pembagian 2 jenis kecemasan di atas, kecemasan terhadap

ujian statistika dapat digolongkan ke dalam jenis state anxiety karena gejala yang

muncul timbul hanya pada saat mahasiswa menghadapi ujian statistika. Gejala

(11)

dengan penelitian yang dilakukan oleh Trimoni & Shahini (2011) bahwa

kecemasan terhadap ujian dirasakan pada saat menjelang ujian dan saat ujian

sedang berlangsung. Sedangkan para mahasiswa yang mengikuti ujian statistika

juga memiliki kemungkinan untuk memiliki trait anxiety yang berbeda-beda yang

menjadikan tingkat kecemasan antara mahasiswa yang satu dengan mahasiswa

yang lainnya bisa berbeda pula saat menghadapi ujian statistika.

3. Respon Kecemasan

Menurut Stuart (2006), pada orang yang cemas akan muncul beberapa

respon yang meliputi :

a. Respon fisiologis, diantaranya : 1. Kardiovaskular : palpitasi, tekanan darah

meningkat, tekanan darah menurun, dan denyut nadi menurun; 2. Pernafasan :

nafas cepat dan pendek, nafas dangkal dan terengah-engah; 3. Gastrointestinal :

nafsu makan menurun, tidak nyaman pada perut, mual dan diare; 4.

Neuromuskular : tremor, gugup, gelisah, insomnia dan pusing; 5. Traktus

urinarius : sering berkemih; 6. Kulit : keringat dingin, gatal, dan wajah

kemerahan;

b. Respon perilaku : respon perilaku yang muncul adalah gelisah, tremor,

ketegangan fisik, reaksi terkejut, gugup, bicara cepat, menghindar, kurang

kooordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal dan melarikan diri dari

masalah;

c. Respon kognitif: respon kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu,

(12)

meningkat, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu mengambil keputusan,

menurunnya lapangan persepsi dan kreatifitas, bingung, takut, kehilangan kontrol,

takut pada gambaran visual dan takut cedera atau kematian

d. Respon afektif: respon afektif yang sering muncul adalah mudah terganggu,

tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, waspada, gugup, mati rasa, rasa bersalah

dan malu.

Berdasarkan pemaparan teoritis di atas, peneliti menggunakan indikator

gejala-gejala kecemasan yang dikemukan oleh Stuart dalam melihat respon gejala

kecemasan yang muncul pada mahasiswa saat menghadapi ujian statistika.

4. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kecemasan

Kecemasan yang muncul pada individu dapat disebabkan oleh berbagai

faktor. Ramaiah (2003) menyatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan

kecemasan, diantaranya yaitu :

a. Lingkungan

Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir

individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya

pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat,

ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman

(13)

b. Emosi yang ditekan

Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan

keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal, terutama jika dirinya

menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.

c. Sebab-sebab fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan

timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan,

semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa

kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan.

Grainger (dalam Supriyantini, 2010) secara ringkas menjelaskan bahwa

penyebab kecemasan dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor

lingkungan dan faktor individu. Faktor lingkungan meliputi tuntutan terhadap diri

sendiri yang berasal dari rumah, tempat kerja maupun sekolah. Sedangkan faktor

individu meliputi kehidupan pribadi, ciri kepribadian, tingkat sosial dan individu

itu sendiri. Sedangkan Divine & Kylen (dalam Hidayat, 2013) secara khusus

menyatakan bahwa terdapat beberapa sumber kecemasan yang berhubungan

dengan akademik, yaitu :

1. Reputasi akademik

2. Pendapat tentang kompetensi dan kemampuan

3. Fokus pada pencapaian dari tujuan

(14)

Berdasarkan berbagai faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan di atas,

pemaparan teoritis yang disampaikan oleh Divine & Kylen sesuai dengan

penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti, terkait dengan apa yang dirasakan

oleh sebahagian besar mahasiswa yang mengalami kecemasan terhadap ujian

statistika. Berdasarkan hasil penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti,

sebanyak 127 mahasiswa dari 146 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara memilih ujian statistika sebagai ujian yang paling membuat cemas

karena merasa tidak yakin dengan kompetensi dan kemampuan yang dimiliki

khususnya di bidang matematika dan statistitka, khawatir karena merasa belum

siap untuk ujian, takut mendapatkan nilai yang tidak memuaskan serta merasa

kesulitan dalam mengerjakan soal ujian.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Stuart dan Sundeen

(dalam Darliana, 2008) adalah:

a. Usia atau tingkatan perkembangan

Semakin tua usia seseorang, tingkat kecemasan dan kekuatan seseorang semakin

konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi.

b. Jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih tinggi kecemasannya dibandingkan

dengan perempuan. Hal ini dibuktikan dari hasil pemeriksaan asam lemak bebas

(15)

c.Pengalaman individu

Pengalaman individu sangat mempengaruhi respon kecemasan karena pengalaman

dapat dijadikan suatu pembelajaran dalam menghadapi suatu stressor atau

masalah. Jika respon kecemasan yang semakin berkurang bila dibandingkan

dengan seseorang yang baru pertama kali menghadapi masalah tersebut.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan di atas, maka

peneliti menjadikan faktor usia, jenis kelamin dan pengalaman mahasiswa di

bidang statistika sebagai faktor yang dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya

kecemasan mahasiswa terhadap ujian statistika.

6. Tingkat Kecemasan

Stuart (2006) membagi kecemasan ke dalam beberapa tingkatan dan

menjelaskan mengenai efek dari tiap tingkatan tersebut. Setiap tingkatan memiliki

karakteristik lahan persepsi yang berbeda tergantung pada kemampuan individu

dalam menerima informasi / pengetahuan mengenai kondisi yang ada dari dalam

dirinya maupun dari lingkungannya. Tingkat kecemasan tersebut dapat terbagi

menjadi empat, yaitu :

a. Ansietas Ringan

Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari; ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan

lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan

(16)

b. Ansietas Sedang

Ansietas sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang

penting dan engesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang

persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang

selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk

melakukannya.

c. Ansietas Berat

Ansietas berat sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu

cenderung berfokus pada hal yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang

hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu

tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.

d. Panik

Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan

dan terror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami

kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan

sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan

menimbulkan peningkatakan aktivitas motoric, menurunnya kemampuan untuk

berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan

pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan

dan jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama maka dapat terjadi

(17)

C. Musik Klasik Sedatif

1. Definisi Musik Klasik Sedatif

Musik secara umum didefinisikan sebagai suatu karya seni yang tersusun

atas kesatuan unsur-unsur seperti irama, melodi, harmoni, bentuk atau struktur,

dan ekspresi (Muttaqin & Kustap, 2008). Karya musik digolongkan ke dalam

beberapa jenis aliran tertentu, salah satunya adalah musik klasik. Berdasarkan

kamus Oxford (2014), musik klasik adalah musik yang diciptakan pada tradisi

kesenian barat yang dimulai dari tahun 1750-1830 yang ditunjukkan dalam bentuk

musik yang menjadi standar yaitu seperti symphony, concerto dan sonata.

Menurut Muttaqin & Kustap dalam Buku Seni Musik Klasik Jilid 1

(2008), perkembangan musik klasik dapat dikelompokkan dengan berbagai

sistem. Sebagai contoh ialah sistem yang mengacu pada perkembangan tekstur

musikal, seperti periodesasi yang di buat oleh Ewen (1963, dalam Muttaqin &

Kustap, 2008) yaitu: Era Polifonik (1200-1650), Masa Kelahiran Homofonik

(abad ke-17), Periode Klasik (abad ke-18 hingga permulaan abad ke-19) Periode

Romantik (abad ke-19) dan Periode Modern (abad ke-20). Sedangkan periodesasi

historis musik klasik atas prosedur komposisi dan bentuk musik terbagi atas Era

Kuno (Sebelum 600), Era Abad Pertengahan (600-1450), Era Renaisans

(1450-1600), Era Barok (1600-1750), Era Klasik (1750-1820), Era Romantik

(1820-1900), dan Era Kontemporer (1900-Sekarang).

Berdasarkan jenisnya, musik secara umum dapat dibagi menjadi musik

stimulatif dan musik sedatif (Djohan, 2006). Menurutnya, musik sedatif atau

(18)

darah, menurunkan tingkat rangsang dan secara umum dapat membuat tenang.

Elemen yang terdapat dalam musik sedatif adalah seperti tempo yang stabil,

stabilitas atau perubahan secara berangsur-angsur pada tekstur yang konsisten,

modulasi harmoni yang terprediksi, kadens yang tepat, garis melodi yang

terprediksi, pengulangan materi, struktur dan bentuk yang tetap, timbre yang

mantap dan sedikit aksen.

Berdasarkan pemaparan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

musik klasik sedatif adalah musik klasik sebagai musik tradisi kesenian barat

yang dibuat dari tahun 1750-1830 yang dapat menurunkan detak jantung dan

tekanan darah, menurunkan tingkat rangsang dan secara umum dapat membuat

tenang.

2. Manfaat dan Cara Kerja Musik Klasik

Muttaqin dan Kustap (2008) menyatakan bahwa musik secara umum dapat

berfungsi sebagai alat terapi kesehatan. Ketika seseorang mendengarkan musik,

gelombang listrik yang ada di otaknya dapat diperlambat atau dipercepat dan pada

saat yang sama, kinerja sistem tubuh pun mengalami perubahan. Bahkan, musik

mampu mengatur hormon-hormon yang mempengaruhi stres seseorang, serta

mampu meningkatkan daya ingat. Musik dan kesehatan memiliki kaitan erat, dan

tidak diragukan bahwa dengan mendengarkan musik kesukaannya seseorang akan

mampu terbawa ke dalam suasana hati yang baik dalam waktu singkat.

Musik juga memiliki kekuatan memengaruhi denyut jantung dan tekanan

(19)

musik, denyut jantung semakin lambat dan tekanan darah menurun. Akhirnya,

pendengar pun terbawa dalam suasana santai, baik itu pada pikiran maupun tubuh.

Oleh karena itu, sejumlah rumah sakit di luar negeri mulai menerapkan terapi

musik pada pasiennya yang mengalami rawat inap (Muttaqin & Kustap, 2008).

Musik dapat menyembuhkan sakit punggung kronis dan bekerja pada

sistem syaraf otonom yaitu bagian sistem syaraf yang bertanggung jawab

mengontrol tekanan darah, denyut jantung, dan fungsi otak yang mengontrol

perasaan dan emosi. Menurut penelitian, kedua sistem tersebut bereaksi sensitif

terhadap musik. Ketika kita merasa sakit, kita menjadi takut, frustasi dan marah

yang membuat kita menegangkan ratusan otot dalam punggung. Mendengarkan

musik secara teratur membantu tubuh santai secara fisik dan mental sehingga

membantu menyembuhkan dan mencegah sakit punggung. Para ahli yakin setiap

jenis musik klasik seperti Mozart atau Beethoven dapat membantu sakit otot

(Muttaqin & Kustap, 2008).

Rachmawati (dalam Susanti & Rohmah, 2011) menambahkan bahwa

ketika berada dalam kondisi cemas, maka seseorang akan akan merasakan

ketegangan, ketakutan dan kekhawatiran. Musik yang dapat memberikan

ketenangan dan kedamaian adalah musik dengan tempo yang lebih lambat. Musik

dapat berfungsi sebagai alat terapi kesehatan. Ketika seseorang mendengarkan

musik, gelombang listrik yang ada di otaknya dapat diperlambat atau dipercepat

dan pada saat yang sama kinerja sistem tubuh pun mengalami perubahan. Bahkan,

musik mampu mengatur hormon-hormon yang mempengaruhi stres seseorang,

(20)

Musik klasik mempengaruhi kinerja dan kemampuan otak melalui melodi

dan ritmenya. Melodi adalah esensi yang dapat mendorong pemikiran kreatif,

sedangkan ritme mensinkronisasikan emosi-emosi yang ada dengan pola-pola

vital seperti detak jantung dan pola bernafas, serta memicu peningkatan produksi

level serotonin di otak yang meningkatkan cara berfikir kritis.

Serotonin adalah sebuah neurotransmitter yang bekerja dalam transimisi

impuls saraf dalam membantu mempertahankan rasa senang. Ketika otak

memproduksi serotonin, maka ketegangan akan mereda. Melodi dan ritme dalam

musik klasik bertindak secara sinergis di dalam otak. Yang pertama adalah karena

ritmenya, yang mensinkronisasikan dengan irama vital tubuh seperti yang telah

disebutkan dan menghasilkan suasana hati yang tepat untuk meningkatkan

kemampuan kognitif dan kreatif. Efek kedua yang bertindak bersinergi dengan

yang pertama adalah melodi, yang akan membuat seseorang memiliki perasaan

yang hangat bahwa ia mampu mengatasi tantangan-tantangan yang ada melalui

jalan untuk menemukan solusi baru dan memberikan kemampuan untuk membuat

pilihan yang tepat di antara berbagai solusi yang ada.

Melodi dan irama bersama-sama bertindak bersinergi dengan otak dan

"membuka" saluran pendengaran dan sensorik yang terhubung ke otak, sehingga

meningkatkan kemampuan otak (Maglione, dalam situs Classical Forums, 2006)

Susunan-susunan yang ada di dalam musik pada periode baroque dan

klasik membuat otak memproduksi serotonin yang lebih banyak, membuat tubuh

dan pikiran dapat bekerja lebih baik ketika mendengarkan komposisi yang ada

(21)

pitch, kontras pada karakter, pengulangan, serta perubahan pada tema. Musik

modern tidak memberikan keseimbangan yang benar pada ritme dan melodinya,

sehingga tidak memberikan efek yang tepat pada otak seseorang (Maglione, dalam

situs Classical Forums, 2006).

3. Musik Klasik Sedatif Yang Sering Digunakan Dalam Terapi

Berikut adalah rekomendasi oleh Pelletier (dalam Juslin & Sloboda, 2010)

mengenai musik klasik bertempo lambat yang direkomendasikan untuk

kepentingan klinis dan sebagai terapi musik : Dvorak, New World Symphony

(Symphony No. 9 in E minor, Op. 95, Second Movement); Sibelius, Swan of

Tuonela; Bach, Air on a G String.

Selain itu, Tague (dalam Suggestions for Sedative Relaxation Music, 2007)

menambahkan beberapa musik klasik yang tergolong dalam tipe musik klasik

sedatif, yatu :

1. Nicamer Zabaleta: Concerto for the Harp and Orchestra in G major

2. Mozart: Adagio, Sonata in E-flat

3. Henry Purcell: Adagio from the Fairy Queen

4. Mozart: Andante K. 525

5. JS Bach: Air on a G String

6. Mozart: Concerto for Clarinet and Orchestra in A

7. Brahms: Lullaby, Cradle Song, Opus 49

8. JS Bach: Arioso in F

(22)

10. Schumann: Scenes from Childhood, Foreign Lands and People

Peneliti hanya memilih dan menggunakan beberapa karya musik klasik

saja yang disesuaikan dengan waktu jalannya eksperimen dalam penelitian ini.

Beberapa musik klasik yang dipilih dan digunakan dalam penelitian ini melewati

proses uji coba terlebih dahulu terhadap beberapa responden yang akan dijelaskan

di bab selanjutnya.

D. Pengaruh Musik Klasik Sedatif Terhadap Kecemasan Terhadap Ujian Statistika dan Prestasi Belajar Statistika

Kecemasan dengan intensitas yang moderat sebenarnya membantu prestasi

akademis dengan menciptakan motivasi. Tanpa kecemasan, sebagian besar dari

siswa akan kekurangan motivasi untuk belajar dan ujian. Namun, tingkat

kecemasan yang tinggi dapat mengganggu konsentrasi dan memori yang dapat

berpengaruh pada keberhasilan akademis. Grafik 1 menggambarkan hubungan

antara kecemasan dan performa.

Grafik 1. Hubungan Antara Kecemasan Dengan Performa (Jacofsky, dkk., 2003)

Performa

Kecemasan Ekstrim

Tidak ada Sangat baik

(23)

Kecemasan dapat terjadi di berbagai situasi, salah satunya adalah di situasi

akademis, yaitu saat mahasiswa menghadapi ujian dan saat mahasiswa

berhadapan dengan statistika. Kecemasan dalam menghadapi ujian statistika telah

dijabarkan sebagai kondisi psikologis dan fisiologis mahasiswa yang tidak

menyenangkan yang ditandai pikiran, perasaan dan perilaku motorik yang tidak

terkendali yang memicu timbulnya kecemasan dalam menghadapi ujian statistika,

seperti sulit untuk konsentrasi, bingung memilih jawaban yang benar, mental

blocking, khawatir, takut, gelisah, gemetar pada saat menghadapi ujian dan

mempengaruhi memori, motivasi belajar serta kemampuan untuk memusatkan

perhatian dan konsentrasi dalam belajar yang bisa mengakibatkan kegagalan pada

prestasi belajar statistika.

Ketika berada dalam kondisi cemas, maka seseorang akan akan merasakan

ketegangan, ketakutan dan kekhawatiran. Terdapat berbagai macam cara dalam

menurunkan kecemasan, salah satunya yaitu dengan mendengarkan musik. Musik

sudah menjadi bagian yang tidak terlepas dari kehidupan kita sehari-hari sebagai

salah satu sarana penghibur. Namun, musik juga dapat berfungsi sebagai alat

terapi kesehatan. Ketika seseorang mendengarkan musik, gelombang listrik yang

ada di otaknya dapat diperlambat atau dipercepat dan pada saat yang sama kinerja

sistem tubuh pun mengalami perubahan. Bahkan, musik mampu mengatur

hormon-hormon yang mempengaruhi stres seseorang, serta mampu meningkatkan

daya ingat.

Musik memiliki kekuatan mempengaruhi denyut jantung dan tekanan

(24)

(dalam Susanti & Rohmah, 2011) menyatakan bahwa musik yang dapat

memberikan ketenangan dan kedamaian adalah musik dengan tempo yang lambat.

Makin lambat tempo musik, denyut jantung semakin lambat dan tekanan darah

menurun. Akhirnya, pendengar pun terbawa dalam suasana santai, baik itu pada

pikiran maupun tubuh. Musik bertempo lambat tersebut dapat digolongkan ke

dalam jenis musik sedatif. Menurut Djohan (2006), musik sedatif atau musik

relaksasi adalah musik yang dapat menurunkan detak jantung dan tekanan darah,

menurunkan tingkat rangsang dan secara umum dapat membuat tenang.

Selain itu, Hanser (1999, dalam Juslin & Sloboda, 2010) menyatakan

bahwa musik bisa berpengaruh pada pelepasan neurotransmitter. Neurotransmiter

adalah unsur utama dalam otak yang berfungsi menyampaikan pesan dari sel

syaraf ke sel syaraf yang lain. Ketika neurotransmiter tidak bekerja dengan baik,

maka jaringan komunikasi internal otak rusak dan otak dapat bereaksi dengan cara

tertentu dalam beberapa situasi. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan. Penelitian

Evers dan Suhr (dalam Juslin & Sloboda, 2010) melihat efek dari mendengarkan

musik yang menyenangkan dan tidak menyenangkan terhadap pelepasan

neurotransmitter. Mereka melihat perubahan dalam ukuran serotonin sejalan

dengan waktu mendengarkan musik ketika musik itu dinilai menyenangkan.

Ketika otak memproduksi serotonin, maka ketegangan akan mereda.

Susunan-susunan yang ada di dalam musik klasik membuat otak memproduksi serotonin

yang lebih banyak, membuat tubuh dan pikiran dapat bekerja lebih baik ketika

(25)

Musik klasik juga mempengaruhi kinerja dan kemampuan otak melalui

melodi dan ritmenya. Melodi adalah esensi yang dapat mendorong pemikiran

kreatif, sedangkan ritme mensinkronisasikan emosi-emosi yang ada dengan

pola-pola vital seperti detak jantung dan pola-pola bernafas, serta memicu peningkatan

produksi level serotonin di otak yang meningkatkan cara berfikir kritis. Melodi

dan ritme bersama-sama bertindak secara sinergi terhadap otak dan "membuka"

saluran pendengaran dan sensorik yang terhubung ke otak, sehingga

meningkatkan kemampuan otak.

Mendengarkan musik klasik sedatif sesaat sebelum ujian berlangsung akan

memicu peningkatan produksi level serotonin di otak, sehingga ketegangan yang

diakibatkan oleh kecemasan yang ada saat itu akan mereda. Selain itu,

elemen-elemen sedatif seperti tempo yang stabil, stabilitas atau perubahan secara

berangsur-angsur pada tekstur, modulasi harmoni yang terprediksi, kadens yang

tepat, garis melodi yang terprediksi, pengulangan materi, struktur dan bentuk yang

tetap, timbre yang mantap dan sedikit aksen dalam musik klasik sedatif akan

menurunkan detak jantung dan tekanan darah, menurunkan tingkat rangsang dan

secara umum dapat membuat tenang. Saat ketegangan tersebut mereda dan ketika

mahasiswa menjadi tenang, bersamaan dengan saat itu juga efek musik klasik itu

sendiri dengan pola-pola khusus pada ritme, melodi dan susunan yang ada di

dalamnya akan meningkatkan tingkat konsentrasi, memori dan kemampuan otak

individu yang dibutuhkan individu ketika sebelum ujian, yaitu saat melakukan

persiapan ujian seperti belajar, menghafal dan memahami materi yang

(26)

Sedangkan ketika individu mendengarkan musik klasik sedatif saat ujian

sedang berlangsung, maka ketegangan dan gejalan-gejala kecemasan terhadap

ujian dan kecemasan dalam mengerjakan soal-soal statistika juga akan menurun.

Efek musik klasik itu sendiri juga akan meningkatkan tingkat konsentrasi, memori

dan kemampuan otak individu. Hal ini diperlukan terkait aktifitas yang dilakukan

oleh individu saat sedang ujian, yaitu saat melakukan perhitungan, mengingat

kembali informasi materi pelajaran statistika yang sudah dipelajari sebelumnya,

melakukan pengumpulan data, pengolahan atau penganalisisan serta penarikan

kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan penganalisisan yang telah dibuat.

Selain itu, dengan efek musik klasik sedatif yang dapat memberikan

ketenangan dan kedamaian, maka kondisi psikologis dan fisiologis yang tidak

menyenangkan dan tidak terkendali seperti sulit untuk konsentrasi, bingung

memilih jawaban yang benar, mental blocking, khawatir, takut, gelisah, gemetar

pada saat menghadapi ujian akan mereda. Ketika respon yang tidak

menyenangkan tersebut mereda yang disertai dengan meningkatnya kemampuan

otak, motivasi, memori dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, maka

performa mahasiswa dalam mengerjakan soal ujian statistika akan lebih baik yang

ditunjukkan dengan meningkatnya prestasi belajar statistika mahasiswa.

Namun, meskipun musik klasik sedatif dianggap memiliki efek positif

secara langsung terhadap kemampuan otak, kecemasan yang masih tinggi dapat

membuat efek tersebut menjadi tidak begitu optimal. Sehingga dengan demikian,

prestasi belajar statistika akan menjadi lebih tinggi jika terdapat penurunan

(27)

kemampuan otak. Dengan kata lain, musik klasik sedatif akan semakin

meningkatkan prestasi belajar statistika melalui penurunan kecemasan terhadap

ujian statistika.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan dinamika hubungan dan pengaruh antara musik klasik sedatif

dengan kecemasan terhadap ujian statistika dan prestasi belajar statistika, maka

hipotesis penelitian yang digunakan adalah :

1. Hipotesis Penelitian 1 : Terdapat perbedaan prestasi belajar statistika pada

keempat kelompok eksperimental

a. Hipotesis Minor 1

1) 1.A : Prestasi belajar statistika di kelompok eksperimen 1 lebih tinggi dari

kelompok kontrol

2) 1.B : Terdapat perbedaan prestasi belajar statistika antara kelompok eksperimen

2 dengan kelompok kontrol

3) 1.C : Prestasi belajar statistika di kelompok eksperimen 3 lebih tinggi dari

kelompok kontrol

4) 1.D: Terdapat perbedaan prestasi belajar statistika antara kelompok eksperimen

1 dengan kelompok eksperimen 2

5) 1.E : Terdapat perbedaan prestasi belajar statistika antara kelompok eksperimen

1 dengan kelompok eksperimen 3

6) 1.F : Terdapat perbedaan prestasi belajar statistika antara kelompok eksperimen

(28)

2. a. Hipotesis Penelitian 2.A : Terdapat perbedaan kecemasan terhadap ujian

statistika antara pada kondisi sebelum belajar, pada saat belajar dan pada saat

ujian di keempat kelompok eksperimental

b. Hipotesis Penelitian 2.B : Terdapat perbedaan kecemasan terhadap ujian

statistika pada kondisi belajar (KTUS II) di keempat kelompok eksperimental

1) Hipotesis minor 2.B :

i. 2.B.a : Kecemasan terhadap ujian statistika saat belajar di kelompok eksperimen

1 lebih rendah dari kelompok kontrol

ii. 2.B.b : Terdapat perbedaan kecemasan terhadap ujian statistika saat belajar di

kelompok eksperimen 2 lebih dengan kelompok kontrol

iii. 2.B.c : Kecemasan terhadap ujian statistika saat belajar di kelompok

eksperimen 3 lebih rendah daripada kelompok kontrol

iv. 2.B.d : Terdapat perbedaan kecemasan terhadap ujian statistika saat belajar

antara kelompok eksperimen 1 dengan kelompok eksperimen 2

v. 2.B.e : Terdapat perbedaan kecemasan terhadap ujian statistika saat belajar

antara kelompok eksperimen 1 dengan kelompok eksperimen 3

vi. 2.B.f : Terdapat perbedaan kecemasan terhadap ujian statistika saat belajar

antara kelompok eksperimen 2 dengan kelompok eksperimen 3

c. Hipotesis Penelitian 2.C : Terdapat perbedaan kecemasan terhadap ujian

(29)

1). Hipotesis minor 2.C :

i. 2.C.a : Kecemasan terhadap ujian statistika saat ujian di kelompok eksperimen 1

lebih rendah dari kelompok kontrol

ii. 2.C.b : Kecemasan terhadap ujian statistika saat ujian di kelompok eksperimen

2 lebih rendah daripada kelompok kontrol

iii. 2.C.c : Kecemasan terhadap ujian statistika saat ujian di kelompok eksperimen

3 lebih rendah daripada kelompok kontrol

iv. 2.C.d : Terdapat perbedaan kecemasan terhadap ujian statistika saat ujian

antara kelompok eksperimen 1 dengan kelompok eksperimen2

v. 2.C.e : Terdapat perbedaan kecemasan terhadap ujian statistika saat ujian antara

kelompok eksperimen 1 dengan kelompok eksperimen 3

vi. 2.C.f : Terdapat perbedaan kecemasan terhadap ujian statistika saat ujian

antara kelompok eksperimen 2 dengan kelompok eksperimen 3

3. Hipotesis Penelitian 3: Musik klasik sedatif memiliki pengaruh positif terhadap

Gambar

Grafik 1. Hubungan Antara Kecemasan Dengan Performa  (Jacofsky, dkk., 2003)

Referensi

Dokumen terkait

Variabel FBIR secara parsial memiliki pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada Bank Umum Swasta Nasional Go Public periode Triwulan I

** EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) merupakan metode pengukuran yang bukan berasal dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang diyakini

(7) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain dilingkungannya untuk, menetapkan

Jakarta, Indonesia, 24 Maret 2016: PT Indosat Tbk (“Indosat Ooredoo ” atau “Perusahaan”) (Simbol: ISAT:BEI) mengumumkan bahwa Perusahaan telah menyampaikan laporan

 Pendapatan Selular turun sebesar 2,2% pada SMT1 2014, utamanya disebabkan penurunan dari telepon, sms, dan pendapatan, yang diimbangi dengan peningkatan

 Pendapatan Telepon Tetap (Telekomunikasi Tetap) meningkat sebesar 1,1% dibandingkan periode yang sama tahun 2013 yang disebabkan meningkatnya pendapatan SLI sebagai akibat

Kode etik  merupakan aturan2 susila, atau sikap akhlak yg ditetapkan bersama dan diaati bersama oleh para anggota, yg. tergabung dalam

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Penerapan Breast