• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Informasi Pemustaka dengan Menggunakan Model Niedzwiedzka di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Informasi Pemustaka dengan Menggunakan Model Niedzwiedzka di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORETIK

2.1. Informasi

Informasi merupakan hal yang sangat penting dalam pengambilan

keputusan atau kesimpulan. Suatu kesimpulan yang tidak didukung informasi

yang cukup tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan. Informasi memiliki

nilai dan kualitas yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan informasi individu

dalam mengambil suatu keputusan.

Terminologi informasi kini sudah merupakan kosakata yang umum dalam

kehidupan sehari-hari. Informasi memiliki banyak aspek, ciri, dan manfaat

tersendiri sehingga sulit memberikan definisi yang sama untuk bidang yang

berbeda. Informasi merupakan rekaman kejadian. Kejadian adalah peristiwa yang

terjadi pada suatu saat di suatu tempat, tepatnya adalah pertemuan antara ruang

dan waktu. Informasi bisa jadi hanya berupa kesan pikiran seseorang atau

mungkin juga berupa data yang tersusun rapi dan telah terolah. Informasi

merupakan hal yang sangat penting dalam pengambilan keputusan.

Menurut Reitz (2004) dari sudut definisi, “Information is data presented in readily comprehensible form to which meaning has been attributed within a context for its use”.

Dari defenisi ini menyatakan bahwa informasi adalah data yang disajikan

dalam bentuk yang mudah dimengerti yang maknanya dianggap disebabkan

(2)

Menurut Estrabook yang dikutip oleh Yusup (2010, 1) mendefinisikan,

“Informasi merupakan suatu rekaman fenomena yang diamati, atau bisa juga

berupa putusan-putusan yang dibuat”. Selanjutnya menurut Hermawan (2006, 2),

“Informasi adalah kandungan yang terdapat dalam berbagai bentuk dokumen”.

Terjadinya informasi dimulai dengan adanya sebuah peristiwa (event).

Selanjutnya peristiwa itu biasanya akan direpresentasikan dalam bentuk simbol.

Simbol yang dimaksud dapat berupa tulisan (teks), gambar (image), angka-angka,

suara, ataupun gabungan dari beberapa simbol. Selanjutnya, apabila data diterima

oleh panca indera manusia, akan berubah menjadi informasi, dan bila informasi

ini ditransfer ke manusia lain, berubah menjadi pengetahuan (knowledge).

Manusia yang memperoleh pengetahuan tersebut akan menjadi bijak (wise)

daripada sebelumnya. (Hasugian, 2009)

Maka, jika diurutkan pembentukan informasi setelah terjadinya suatu

peristiwa menurut Hasugian (2009, 95) yaitu:

1. Simbol: adalah lambang dari suatu peristiwa dan merupakan awal komunikasi terformal (formalized communication)

2. Kata atau teks, gambar dan bilangan: dapat merupakan simbol dari suatu peristiwa yang dapat dikombinasikan untuk meneruskan makna sampai kepada yang lebih tinggi.

3. Data: dapat berupa fakta, tulisan, angka atau simbol yang tersebar, tidak berhubungan satu dengan yang lain. Data mengungkapkan perulangan keterjadian (occurrences) diskrit.

4. Informasi: data terpilih, terorganisasi dan teranalisis (data yang sudah diolah). Informasi merupakan hasil pengolahan data dan telah diberikan rumusan makna padanya.

5. Pengetahuan: adalah informasi yang dikombinasikan dengan kemampuan dan pengalaman pemakai serta digunakan untuk memecahkan suatu masalah atau menciptakan pengetahuan baru. Pengetahuan adalah merupakan hasil informasi yang diserap serta menyebabkan perubahan. Informasi menjadi pengetahuan setelah melalui proses komunikasi.

(3)

memiliki banyak pengetahuan akan semakin arif atau semakin bijaksana dalam menghadapi berbagai kejadian atau peristiwa.

Informasi dapat dilihat bahkan dihitung jika terekam dalam media atau

dokumen, sedangkan pengetahuan hanya dalam ingatan atau dalam otak

seseorang. Adapun parameter mengenai informasi menurut Hasugian (2009, 93)

antara lain:

1. Kuantitas informasi berkaitan dengan pengertian bahwa informasi dapat diukur dalam jumlah dokumen, halaman, kata, huruf, bit, gambar, lukisan dan lain-lainnya.

2. Isi yaitu arti atau makna dari informasi.

3. Struktur, format atau tata susunan informasi serta hubungan logisnya dengan pernyataan atau unsur.

4. Bahasa, simbol, abjad, kode dan sintaks yang mengungkapkan suatu gagasan atau ide.

5. Kualitas yang merupakan ciri keparipurnaan, ketepatan, relevansi dan kewaktuan informasi.

6. Hidup merupakan jumlah rentang waktu saat nilai dapat diambil manfaatnya dari informasi. (Sulistyo-Basuki, 2006)

Keenam parameter ini digunakan untuk pengertian informasi. Istilah lain

yang sering dijumpai untuk menyatakan informasi adalah dokumen. Dokumen

sebagai media yang merekam data, informasi dan pengetahuan dengan tidak

memandang bentuk fisik maupun sifatnya.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa

informasi adalah fenomena, data, dokumen maupun rekaman yang telah diolah

dan dikomunikasikan sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang

membutuhkannya. Informasi dikatakan bernilai jika dapat dimanfaatkan oleh

(4)

2.1.1. Ciri-Ciri dan Jenis Informasi

Sejumlah informasi yang diperoleh kadang memiliki karakteristik yang

berbeda. Tentunya hal itu disesuaikan dengan sumber informasi, bentuk dan jenis

informasi serta untuk apa informasi tersebut dicari. Darmawan (2007)

menjelaskan 6 ciri dari informasi yang dapat memberikan makna bagi pengguna,

diantaranya:

1. Kuantitas informasi (amout of information), dalam arti bahwa informasi yang diolah suatu prosedur pengolahan informasi mampu memenuhi kebutuhan banyaknya informasi.

2. Kualitas informasi (quality of information), dalam arti bahwa informasi yang diolah oleh sistem pengolahan tertentu mampu memenuhi kebutuhan kualitas dari informasi tersebut.

3. Informasi aktual (recency of information), dalam arti bahwa informasi yang diolah oleh sistem pengolahan tertentu mampu memenuhi kebutuhan informasi baru.

4. Informasi yang relevan atau sesuai (relevance of information), dalam arti bahwa informasi yang diolah oleh sistem pengolahan tertentu mampu memenuhi kebutuhan informasi.

5. Ketepatan informasi (accuracy of information), dalam arti bahwa informasi yang diolah oleh sistem pengolahan tertentu mampu memenuhi kebutuhan informasi.

6. Kebenaran informasi (authenticity of information), dalam arti bahwa informasi yang dikelola oleh sistem pengolahan tertentu mampu memenuhi kebutuhan informasi yang benar.

Ciri-ciri dari informasi di atas idealnya dimiliki oleh informasi yang

dibutuhkan ketika akan merumuskan atau membuat kebijakan tertentu, sehingga

tindakan atau aktivitas yang diambil sesuai dengan kebutuhan dan tujuan

pemakaian informasi yang dimaksud.

Informasi sangat besar jumlahnya dan bisa dikelompokkan menjadi dua

jenis, yakni informasi lisan dan informasi terekam. Informasi lisan dilakukan

(5)

terekam paling bermanfaat dan banyak digunakan oleh berbagai kalangan, baik

secara individu maupun kelompok. (Yusup, 2010)

Sedangkan untuk jenis-jenis informasi Davis (2009) membaginya ke

dalam 4 jenis yaitu:

1. Monitoring information: yaitu jenis informasi yang berfungsi untuk mengkonfirmasi tindakan yang diambil.

2. Problem finding information: yaitu informasi yang harus mewakili atau menjawab masalah yang ada.

3. Action information: informasi yang menggambarkan bahwa akan diambil sebuah tindakan.

4. Decision support: yaitu hasil dari tindakan yang telah diambil, akan dijadikan bahan untuk mengambil keputusan.

Selain menurut Davis di atas, jenis-jenis informasi menurut Shera yang

dikutip oleh Laloo (2002, 6) membagi dalam 6 jenis antara lain:

1. Conceptual information

Informasi yang berhubungan dengan ide-ide, teori, dan hipotesis tentang hubungan antar variabel dalam sebuah bidang/subjek.

2. Emperical information

Berhubungan dengan data dan pengalaman dari suatu penelitian yang mungkin ada dalam pikiran seseorang atau yang dikomunikasikan ke orang lain.

3. Proceduran information

Informasi yang berhubungan dengan menghasilkan, memanipulasi, dan menguji data.

4. Stimulatory information

Informasi yang termotivasi oleh seseorang atau lingkungan. 5. Policy information

Informasi yang berfokus pada proses pembuatan keputusan. 6. Directive information

Informasi yang digunakan untuk mengkoordinasi dan memungkinkan keefektifitasan kegiatan kelompok.

Dengan mengetahui jenis-jenis informasi secara lebih jelas, maka hal ini

(6)

informasi sesuai dengan kelompoknya. Dengan demikian, hal ini dapat

memperlancar pemanfaatannya.

2.1.2. Sumber Informasi

Untuk memenuhi suatu kebutuhan informasi, setiap orang harus

berinteraksi dengan sumber-sumber informasi. Sebenarnya informasi ada

dimana-mana, di pasar, sekolah, rumah, lembaga-lembaga suatu organisasi komersial,

buku-buku, majalah, surat kabar, dan juga perpustakaan atau tempat-tempat

lainnya.

Menurut Hasugian (2009, 211) sumber informasi dapat terbagi dalam 3

jenis yaitu:

1. Sumber informasi primer: informasi yang diperoleh dari asal informasi tanpa interpretasi, evaluasi dan perubahan dari pihak kedua. Contoh: hasil wawancara, hasil survey, penemuan, kumpulan data mentah, artikel jurnal, surat-surat dan karya seni.

2. Sumber informasi sekunder: hasil tulisan tentang suatu kejadian, penemuan dan lainnya seperti; buku teks, ensiklopedia, komentari, artikel majalah dan sebagainya.

3. Sumber informasi tertier: kumpulan informasi yang digunakan untuk menelusuri suatu sumber informasi, biasanya berisi deskripsi dari sumber informasi. contoh: abstrak, index, bibliografi, direktori, petunjuk dari suatu literatur.

Menurut Setiarso (1997, 5-6) sumber informasi juga terdapat pada:

1. Manusia

Manusia sebagai sumber informasi dapat kita hubungi baik secara lisan maupun tertulis. Yang lazim digunakan untuk kontak langsung dengan sumber ini adalah pertemuan dalam bentuk ceramah, panel diskusi, konferensi, lokakarya, seminar dan lain-lain.

2. Organisasi

(7)

peralatan atau laboratorium, perpustakaan, dan jasa informasi yang tersedia.

3. Literatur

Literatur atau publikasi dalam bentuk terbaca maupun mikro merupakan sumber informasi yang cukup majemuk. Literatur dapat dikelompokkan menjadi:

a. Literatur primer: bentuk dokumen yang memuat karangan yang lengkap dan asli. Jenisnya berupa makalah, koleksi karya ilmiah, buku pedoman, buku teks, publikasi resmi, berkala, dan lain-lain. b. Literatur sekunder: disebut juga sebagai sarana dalam penemuan

informasi pada literatur primer. Jenisnya berupa indeks, bibliografi, abstrak, tinjauan literatur, katalog induk, dan lain-lain.

Sumber informasi merupakan sarana untuk menyimpan informasi. sumber

informasi yang tersebar dengan beraneka ragam bentuk, perlu diatur dengan baik

agar mudah dan cepat ditemukan suatu saat.

2.1.3. Pengguna Informasi

Istilah pengguna sudah lebih dahulu digunakan sebelum istilah pemustaka

muncul. Menurut Sutarno (2008, 150) dalam Kamus Perpustakaan dan Informasi

mendefinisikan,“Pemakai perpustakaan adalah kelompok orang dalam masyarakat

yang secara intensif mengunjungi dan memakai layanan perpustakaan , sedangkan

pengguna perpustakaan adalah pengunjung, anggota dan pemakai perpustakaan”

Pengguna informasi seperti yang dikutip oleh Anwar (2012) memiliki 2

kriteria yaitu:

1. Kriteria objektif seperti kategori sosio-profesional, bidang spesialisasi, sifat kegiatan yang menyebabkan perlunya informasi, dan alasan menggunakan sistem informasi.

(8)

Adapun faktor yang mempengaruhi pengguna informasi dapat dilihat

berdasarkan jenjang pendidikan pengguna informasi. Jenjang pendidikan adalah

tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan pengguna,

tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang

pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat

saling melengkapi dan memperkaya.

Pengguna informasi berkaitan erat dengan sistem informasi. Pada sistem

informasi terdapat 2 subsistem yang ditampilkan yakni mediator (manusia) dan

teknologi (alat atau mesin pencari). Sistem informasi tersebut harus memiliki

akses dimana pun pengguna membutuhkan informasi.

2.2. Kebutuhan Informasi

Setiap manusia membutuhkan informasi karena setiap orang berhak

memperoleh informasi dari manapun dan juga berhak menggunakan informasi

tersebut. Informasi memungkinkan orang lebih efektif dalam usaha dan

pengembangan diri. Kebutuhan informasi merupakan kebutuhan seseorang

terhadap informasi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah yang

sedang dihadapi.

Setiap individu maupun kelompok memiliki kebutuhan informasi yang

berbeda-beda. Hal tersebut berdampak pada pemenuhan yang berbeda-beda pula

antara satu individu dengan individu lainnya. Menurut Line yang dikutip oleh

Laloo (2002), “Kebutuhan informasi adalah sesuatu yang sebaiknya dimiliki oleh

seseorang dalam melakukan pekerjaannya, penelitian, pendidikan, dan juga

(9)

Defenisi lainnya tentang kebutuhan informasi juga diungkap oleh Dervin

yang dikutip oleh Laloo (2002, 12) yang menyatakan bahwa, “Kebutuhan

informasi adalah suatu kebutuhan yang diperlukan seseorang untuk dapat

mengembangkan pemikirannya dan dapat mengatasi berbagai kesenjangan dan

permasalahan yang dihadapi”. Kebutuhan informasi yang dikemukakan oleh Katz,

Gurevitch, dan Hass yang dikutip oleh Tan (1981, 298) terbagi menjadi:

1. Kebutuhan kognitif

Kebutuhan kognitif berkaitan erat dengan kebutuhan untuk memperkuat atau menambah informasi, pengetahuan, dan pemahaman seseorang akan lingkungannya. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat seseorang untuk memahami dan menguasai lingkungannya. Disamping itu, kebutuhan ini juga dapat memberi kepuasan atas hasrat keingintahuan dan penyelidikan seseorang.

2. Kebutuhan afektif

Kebutuhan ini dikaitkan dengan penguatan estetis, hal yang dapat menyenangkan dan pengalaman-pengalaman emosional. Berbagai media baik dalam bentuk tercetak maupun dalam bentuk rekaman elektronik juga sering dijadikan alat untuk mengejar kesenangan dan hiburan. Tiada lain hanya untuk mencari hiburan.

3. Kebutuhan integrasi personal (personal integrative needs)

Kebutuhan ini sering dikaitkan dengan penguatan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individu. Kebutuhan ini berasal dari hasrat seseorang untuk mencari harga diri.

4. Kebutuhan integrasi sosial (social integrative needs)

Kebutuhan ini dikaitkan dengan penguatan hubungan dengan keluarga, teman, dan orang lain di dunia. Kebutuhan ini didasari oleh hasrat seseorang untuk bergabung atau berkelompok dengan orang lain.

5. Kebutuhan berkhayal (escapist needs)

Kebutuhan ini dikaitkan dengan kebutuhan-kebutuhan untuk melarikan diri, melepaskan ketegangan, dan hasrat untuk mencari hiburan atau pengalihan (diversion).

Empat jenis kebutuhan terhadap informasi menurut Saepudin (2009) antara

lain:

(10)

pengetahuannya. Jenis pendekatan ini perlu ada interaksi yang sifatnya konstan antara pengguna dan sistem informasi.

2. Everyday need approach, yaitu pendekatan terhadap kebutuhan pengguna yang sifatnya spesifik dan cepat. Informasi yang dibutuhkan pengguna merupakan informasi yang rutin dihadapi oleh pengguna. 3. Exhaustic need approach, yaitu pendekatan terhadap kebutuhan

pengguna akan informasi yang mendalam, pengguna informasi mempunyai ketergantungan yang tinggi pada informasi yang dibutuhkan dan relevan, spesifik, dan lengkap.

4. Catching-up need approach, yaitu pendekatan terhadap pengguna akan informasi yang ringkas, tetapi juga lengkap khususnya mengenai perkembangan terakhir suatu subyek yang diperlukan dan hal-hal yang sifatnya relevan.

Terjadinya suatu kebutuhan itu jika terdapat kesenjangan antara harapan

dengan kenyataan, antara yang seharusnya dengan kondisi nyata sekarang.

Timbulnya suatu kebutuhan itu juga dari adanya informasi yang sedang menerpa

orang yang bersangkutan. Di dalam masyarakat bisa dilihat, bahwa kebutuhan

informasi setiap orang berbeda-beda. Menurut Wilson (1981) kebutuhan

dipengaruhi oleh:

1. Kebutuhan individu (person)

2. Kebutuhan yang ada dalam diri individu 3. Peran sosial (social role)

4. Peran sosial meliputi peran kerja (performance level) 5. Lingkungan (enviroment)

6. Lingkungan sosial-budaya (social-cultural environment), dan lingkungan politik-ekonomi

Demikianlah dapat dilihat bahwa pada dasarnya informasi dibutuhkan oleh

banyak orang. Dimulai dari kebutuhan dasar manusia yang beragam, hingga

kepada keinginannya untuk mencapai atau mencari informasi yang

(11)

terhadap informasi yang digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang

dihadapi seseorang.

2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Informasi

Terjadinya kebutuhan akan informasi tentunya disebabkan oleh berbagai

faktor. Faktor yang paling umum mempengaruhi kebutuhan informasi seseorang

adalah pekerjaan, termasuk kegiatan profesi, disiplin ilmu yang diminati,

kebiasaan, dan lingkungan pekerjaan. Menurut Chen dan Hernon yang dikutip

oleh Mangindaan (1993) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan

informasi antara lain:

1. Karakteristik pemustaka: pengalaman, usia, latar belakang pendidikan, dan cara berpikir.

2. Faktor minat seseorang 3. Faktor pekerjaan dan profesi 4. Faktor koleksi

5. Faktor kesukaan

6. Sistem pelayanan informasi: akses terhadap layanan informasi dan variasi sumber informasi yang ada di lingkungan pemustaka.

Kondisi yang sangat berpengaruh pada kebutuhan informasi adalah pada

saat sesorang menemukan masalah yang tidak dapat ditemukan solusinya.

Informasi dibutuhkan karena dapat berfungsi bagi diri individu, namun yang lebih

jelas lagi bahwa informasi yang sesuai dengan tugas-tugas penghidupan dan

kehidupan seseorang, informasi yang sesuai dengan tuntutan dan hasrat untuk

memenuhi kebutuhan yang selalu berkembang sejalan dengan terpaan informasi

yang tidak ada habisnya karena jumlah media sumber informasi yang semakin

bertambah banyak. Namun demikian, pada prinsipnya yang utama adalah

(12)

menemukan atau mendapatkan informasi yang dibutuhkannya, yakni informasi

yang berkaitan dengan bidang minatnya masing-masing.

2.3. Perilaku Informasi

Istilah perilaku informasi merupakan istilah dalam bidang ilmu

perpustakaan dan informasi yang merupakan istilah majemuk. Istilah ini masih

bisa dijabarkan dalam istilah-istilah anakan. Perilaku informasi dapat dijabarkan

dalam empat istilah berikut ini; perilaku informasi itu sendiri, perilaku pencarian

informasi, perilaku penemuan informasi, dan perilaku penggunaan informasi.

Penelitian mengenai perilaku informasi telah memberikan kontribusi besar

terhadap pemahaman tentang mencari informasi dan mengidentifikasi berbagai

faktor kontekstual tertentu yang mempengaruhi proses dalam pencarian tersebut.

Penelitian perilaku informasi telah difokuskan secara luas pada identifikasi

faktor-faktor kontekstual dan model perilaku pencarian informasi dalam konteks yang

berbeda.

Perilaku informasi merupakan istilah dalam kajian ilmu perpustakaan.

Perilaku informasi terbentuk dari dua kata, yaitu perilaku dan informasi. Perilaku

merupakan tanggapan terhadap suatu rangsangan. Sedangkan informasi adalah

segala yang dikomunikasikan atau disampaikan baik secara lisan maupun tulisan,

baik berupa simbol, data, angka, dan sebagainya.

Wilson (2000) menyatakan dalam jurnalnya yang berjudul Human

Information Behavior bahwa:

(13)

kegiatan menonton televisi dapat dianggap sebagai perilaku informasi, demikian pula komunikasi antar muka (face-to face communikcation).

Menurut Pendit (2003, 29), “Perilaku informasi adalah perilaku yang

berkaitan dengan sumber informasi, termasuk perilaku pencarian dan penggunaan

informasi baik secara aktif maupun pasif”. Sedangkan menurut Azizi (2008, 19),

“Perilaku informasi merupakan tindakan atau cara-cara individe atau pengguna

dalam memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhannya meskipun

tentunya ada latar belakang, tingkat kebutuhan serta motivasi yang berbeda-beda”.

Dari definisi di atas, yang menjadi kajian konteks perilaku informasi

adalah manusia sebagai objek dan subjek sekaligus. Manusia sebagai pelaku,

pengguna, pencipta, dan penyampai (komunikator dan komunikan sekaligus).

Adapun konteks perilaku informasi menurut Wilson (2000) yakni sebagai:

komunikator, pencari informasi, pengguna sistem informasi, penerima jasa

informasi, dan pengguna informasi.

Menurut Costa dan McCrae yang dikutip oleh Heinstrom (2000), ada 5

dimensi kepribadian dan pengaruh terhadap perilaku informasi antara lain:

1. Neurotisisme (neuroticism), yaitu ukuran yang mempengaruhi suatu pengendalian emosional. Rendahnya tingkat neurotisisme menunjukkan kestabilan emosi sedangkan tingginya tingkat neurotisisme meningkatkan kemungkinan mengalami emosi yang negatif dalam artian emosi tidak dapat terkendali. Seseorang dengan tingkat neurotisisme yang tinggi akan lebih mudah terganggu oleh rangsangan di lingkungan sekitarnya. Mereka lebih sering menjadi khawatir, tempramental, tidak stabil, dan sedih.

2. Extraversion-introversion, dimensi kontras yang keluar dari karakter seseorang. Ekstrovert cenderung lebih aktif secara fisik dan verbal sedangkan introvert adalah independen, stabil, dan cenderung menyendiri. 3. Keterbukaan pengalaman (openness to experience), yaitu ukuran luas,

(14)

4. Skala keramahan (agreeableness), yaitu skala keramahan yang berkaitan dengan pemeliharaan, kepedulian, dan dukungan emosional terhadap daya saing, permusuhan, ketidakadilan, mementingkan diri sendiri dan kecemburuan.

5. Kesadaran (conscientiousness), yaitu ukuran dari perilaku yang diarahkan pada tujuan dan jumlah pengendalian tas impuls. Kesadaran dikaitkan dengan prestasi pendidikan dan khususnya untuk kemauan dalam mencapai sesuatu. Semakin teliti seseorang, maka ia lebih kompeten dan bertanggung jawab terhadap sesuatu yang dikerjakan.

Menurut Sulistyo-Basuki (1992, 202) perilaku informasi pengguna

dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya:

1. Pendidikan atau pengalaman pengguna 2. Keteraiahan (accessibelity) unit informasi 3. Ketersediaan sumber informasi

4. Ketersediaan waktu pengguna untuk mencari informasi 5. Sarana dan prasarana

Maka berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat diketahui bahwa

perilaku informasi merupakan keseluruhan pola perilaku manusia terkait dengan

keterlibatan informasi, memerlukan, memikirkan, memperlakukan, mencari, dan

memanfaatkan informasi dari berbagai saluran, sumber, dan media penyimpanan

informasi lainnya.

2.3.1. Perilaku Pencarian Informasi

Pencarian informasi adalah suatu usaha untuk memperoleh informasi

dalam memenuhi kebutuhan dan kesenjangan seseorang. Pencarian informasi

merupakan suatu proses dalam memecahkan kasus informasi. Pencari informasi

seperti dosen, mahasiswa, pustakawan, dan masyarakat akademik lainnya

merupakan subjek dari teori penemuan informasi (information seeking).

Perilaku pencarian informasi merupakan perilaku di tingkat makro

(15)

sistem informasi. Perilaku ini terdiri atas berbagai bentuk interaksi dengan sistem,

baik di tingkat interaksi dengan komputer, maupun di tingkat intelektual dan

mental (misalnya, penggunaan strategi Boolean, atau keputusan memillih buku

yang relevan di antara deretan buku di perpustakaan (Wilson, 2000). Sedangkan

menurut Krikelas (1983, 23), “Perilaku pencarian informasi adalah kegiatan

dalam menentukan dan mengidentifikasikan pesan untuk memuaskan kebutuhan

informasi yang dirasakan”.

Pannen (1996) menyatakan bahwa:

Perilaku pencarian informasi merupakan perilaku seseorang yang terus bergerak berdasarkan lintas ruang dan waktu, mencari informasi untuk menjawab segala tantangan yang dihadapi, menentukan fakta, memecahkan masalah, menjawab pertanyaan dan memahami suatu masalah.

Sebagai information seeker, seseorang mencari dan menemukan informasi

untuk kepentingan tertentu. Pencarian informasi pun tidak hanya dilakukan

dengan ketersediaan sistem informasi yang formal. Dalam pencarian informasi,

seseorang akan berinteraksi atau menggunakan sistem pencarian manual melalui

media tekstual seperti buku, koran, majalah ilmiah, dan perpustakaan, atau dapat

juga menggunakan media berbasis komputer seperti internet.

Menurut Ellis yang dikutip oleh Yusup (2010, 105) mengemukakan 8

karakteristik perilaku pencarian informasi dari para peneliti sebagai berikut:

1. Starting; artinya individu mulai mencari informasi misalnya bertanya pada seseorang yang ahli di salah satu bidang keilmuan yang diminati oleh orang tersebut.

2. Chaining; artinya menulis hal-hal yang dianggap penting dalam sebuah catatan kecil.

(16)

4. Differentiating; artinya pembagian atau reduksi data atau pemilihan data, mana yang akan digunakan dan mana yang tidak perlu.

5. Monitoring; artinya selalu memantau atau mencari berita-berita/informasi-informasi yang terbaru (up-to-date).

6. Extracting; artinya mengambil salah satu informasi yang berguna dalam sebuah sumber informasi tertentu. Misalnya, mengambil salah satu file dari sebuah world wide web (www) melalui internet.

7. Verifying; artinya mengecek ukuran dari data yang telah diambil. 8. Ending; artinya akhir dari pencarian.

Selanjutnya, menurut Kuhlthau yang dikutip oleh Kingrey (2002, 2)

mengemukakan beberapa tahapan dari perilaku pencarian informasi yaitu:

1. Inisiation(inisiasi); yaitu suatu proses pencarian atau awal pencarian informasi tertentu yang dibutuhkan oleh individu. Dalam hal ini berhubungan dengan latar belakang atau alasan mengapa membutuhkan sebuah informasi tersebut.

2. Selection(seleksi); yaitu memilih informasi yang dibutuhkan, kemudian mengidentifikasi informasi apa yang akan diambil atau digunakan.

3. Exploration(eksplorasi); yaitu tahap pencarian informasi

4. Formulation and focus (perumusan dan fokus); yaitu tahapan mulai memfokuskan jenis-jenis informasi yang dibutuhkan.

5. Collection(koleksi); yaitu mengumpulkan informasi yang dibutuhkan.

6. Presentation/Complete (presentasi); yaitu semua informasi yang dibutuhkan telah terkumpul.

Menurut Kingrey (2002, 5) perilaku pencarian informasi ditentukan oleh

beberapa faktor yaitu; kognisi, lingkungan, dan tujuan. Dalam perilaku pencarian

informasi dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, frame to reference,

lingkungan tempat individu bekerja, dan tujuannya dalam mencari informasi.

selain itu, ada juga faktor dari dalam yang mempengaruhi perilaku tersebut

misalnya motivasi dan alasan teknis maupun nonteknis lainnya. Penggunaan

media sumber informasi juga merupakan salah satu alasan perilaku pencarian

informasi seseorang baik dilihat dari segi ekonomi, kemudahan, keefektivitasan,

(17)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat dinyatakan bahwa

perilaku pencarian informasi adalah perilaku yang menunjukkan seseorang

berinteraksi dengan sistem informasi. Perilaku ini terdiri atas berbagai bentuk

interaksi dengan sistem, baik di tingkat interaksi dengan komputer, maupun di

tingkat intelektual dan mental.

2.3.2. Perilaku Penemuan Informasi

Perilaku penemuan informasi sebagai suatu kegiatan komunikasi, yang

merupakan suatu kesatuan yang rumit dan saling berkaitan. Pengguna informasi

seperti dosen, dapat menggunakan media komunikasi yang bermacam-macam

bentuknya, dengan tujuan mencari dan menemukan informasi yang

diinginkannya.

Manusia sebagai penemu informasi, yakni menemukan dan mencari

informasi untuk kepentingan tertentu. Media massa, media nirmassa, media cetak,

media elektronik, perpustakaan, pusat layanan informasi, kerabat, semua dapat

berfungsi sebagai sumber informasi yang bermanfaat bagi seseorang ketika

sedang mencari informasi dan berusaha untuk menemukan informasi. Selain itu

juga, manusia merupakan pengguna informasi, baik secara langsung maupun tidak

langsung, baik pengguna informasi yang formal seperti sistem informasi yang

terdapat pada lembaga-lembaga, maupun sistem informasi yang tidak formal

seperti sistem sosial kemasyarakatan.

Wilson (2000) menyatakan bahwa, “Perilaku penemuan informasi

merupakan upaya menemukan dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya

(18)

saja berinteraksi dengan sistem informasi misalnya, surat kabar, majalah,

perpustakaan atau yang berbasis komputer yakni informasi yang ditemukan

melalui internet.

Sedangkan menurut Al-Saleh (2004) mengatakan bahwa:

Perilaku penemuan informasi tidak hanya dari lembaga informasi tetapi teknologi informasi sangat berperan dalam penemuan informasi yang memberikan kenyamanan yang tidak bisa ditemui dalam penemuan informasi lainnya menjadi pilihan pencari informasi dalam menemukan kebutuhannya.

Lain halnya dengan Auster yang dikutip oleh Indah (2014) menyatakan

bahwa:

Perilaku penemuan informasi adalah suatu perilaku yang berkaitan dengan siapa yang membutuhkan informasi, jenisnya apa dan untuk alasan apa; bagaimana informasi dapat ditemukan, dievaluasi dan digunakan; dan bagaimana kebutuhan-kebutuhan ini dapat diidentifikasikan dan dipenuhi.

Adapun hambatan-hambatan dalam perilaku penemuan informasi menurut

Wilson (2000) antara lain:

1. Hambatan Internal

a. Hambatan kognitif dan psikologis  Disonansi kognitif

Disonansi kognitif adalah gangguan yang terkait motivasi individu dalam berperilaku. Konsep ini mengemukakan bahwa adanya kognisi yang sedang berkonflik membuat individu merasa tidak nyaman, akibatnya mereka akan berupaya memecahkan konflik tersebut dengan satu atau beberapa jalan penyelesaiannya.

 Tekanan selektif

Individu cenderung terbuka dengan gagasan yang sejalan dengan minat, kebutuhan, dan sikap mereka secara sadar atau tidak sadar manusia sering menghindari pesan yang berlawanan dengan pandangan dan prinsip mereka.

 Karakteristik emosional

Hambatan ini berkaitan dengan kondisi emosional dan mental seseorang ketika menemukan informasi.

2. Hambatan Demografis

(19)

Hambatan dalam hal bahasa ditemui dalam beberapa penelitian perilaku penemuan informasi. semakin rendahnya pendidikan maka semakin rendah juga tingkat penguasaan pencarian informasi mereka.

b. Variabel demografis

Perilaku penemuan informasi dipengaruhi oleh atribut sosial kelompok (karakteristik dan status sosial ekonominya). Atribut ini berpengaruh pada metode-metode yang digunakan dalam menemukan informasi.

c. Jenis kelamin

Jenis kelamin biasanya mempengaruhi hambatan dalam perilaku pencarian informasi. antara laki-laki dan perempuan memiliki cara pencarian yang berbeda.

3. Hambatan Interpersonal

Penelitian yang menyebutkan bahwa mahasiswa beralasan bahwa pustakawan tidak mampu memuaskan kebutuhan mereka, karena mereka kurang memahami keinginan pengguna. Adanya kesenjangan pengetahuan antara komunikan dan komunikator dapat menjadi salah satu alasan terjadinya gangguan dalam komunikasi interpersonal. 4. Hambatan Fisiologis

Hambatan ini dapat berupa cacat fisik dan mental, baik karena bawaan lahir atau karena faktor lain.

5. Hambatan Eksternal a. Keterbatasan waktu

Terbatasnya waktu dapat menjadi hambatan dalam penemuan informasi, aktivitas yang padat memungkinkan berkurangnya waktu untuk menemukan informasi yang dibutuhkan.

b. Hambatan geografis

Jauhnya sumber informasi dari lokasi juga menjadi penghambat dalam kegiatan penemuan informasi seseorang.

c. Hambatan yang berkaitan dengan karakteristik sumber informasi Teknologi baru, seperti internet, bagi sebagian orang juga dianggap masih menyimpan kekurangan, antara lain: menyajikan informasi yang terlalu banyak, namun dinilai kurang relevan. Tidak menutup kemungkinan mereka yang sering menggunakan internet pun mengalami kendala serupa.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa perilaku

penemuan informasi adalah upaya dalam menemukan informasi dengan tujuan

(20)

2.3.3. Perilaku Penggunaan Informasi

Setiap individu maupun kelompok memiliki cara yang berbeda-beda

dalam menggunakan atau memanfaatkan informasi yang telah diperoleh. Hal ini

mengakibatkan perilaku penggunaan informasi setiap manusia muncul. Manusia

sebagai pengguna informasi memiliki dimensinya sendiri terutama jika dikaitkan

dengan konteks perilaku informasi, yakni sebagai: komunikator, pencari

informasi, pengguna sistem informasi, penerima jasa informasi, dan akhirnya

manusia sebagai pengguna informasi itu sendiri.

Menurut Wilson (2000):

Perilaku penggunaan informasi adalah suatu tindakan fisik maupun mental yang dilakukan oleh seseorang ketika seseorang menggabungkan informasi yang ditemukannya dengan pengetahuan dasar yang telah dimiliki sebelumnya. Pengetahuan seseorang merupakan akumulasi dari apa yang telah dialami, baik langsung maupun tidak langsung. Sementara ilmu yang dikuasai selama ini merupakan sebagian kecil dari akumulasi pengetahuan.

Lain halnya dengan Jogiyanto (2007, 117) yang menyatakan bahwa,

“Perilaku penggunaan informasi adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang

dalam konteks penggunaan sistem teknologi informasi”.

Peningkatan kebutuhan informasi pada kaum informasi, khususnya

kalangan akademik dirasakan semakin meningkat akibat adanya saling keterkaitan

dan ketergantungan individu terhadap informasi. Diantara banyak kebutuhan

manusia, kebutuhan yang paling mencolok peningkatannya adalah kebutuhan

akan informasi. Oleh karena itu, pemilihan sumber informasi menentukan

(21)

Menurut Leckie dkk (1996) sumber informasi yang dapat digunakan untuk

waktu selanjutnya antara lain:

1. Pengetahuan seseorang tentang sumber informasi (awareness of information sources) yang akan digunakan.

2.Kualitas (quality)

3.Ketepatan waktu (timeliness) 4.Kepercayaan (trustworthiness) 5.Kebiasaan (familiarty)

6.Keberhasilan sebelumnya (previous success)

Berdasarkan dari pernyataan-pernyataan dia atas, dapat dinyatakan bahwa

perilaku penggunaan informasi adalah suatu tindakan seseorang dalam

menggabungkan informasi yang ditemukan baik secara langsung maupun tidak

langsung, sebab interaksi antara pengguna dengan sistem informasi yang

digunakan sangat dipengaruhi oleh aspek keperilakuan yang melekat pada diri

manusia sebagai user.

2.4. Model Perilaku Informasi Niedzwiedzka

Berbagai model perilaku informasi telah dirumuskan oleh para ilmuan

informasi. Model perilaku informasi pertama sekali disajikan Wilson pada tahun

1981, dengan menambah variasi model pada tahun 1996. Model perilaku

informasi ini merupakan satu dari beberapa model yang digunakan dalam

menganalisis perilaku informasi pengguna. Model perilaku informasi menyajikan

bagian tertentu dari suatu kegiatan yaitu pada pencarian informasi sehingga

pengguna memperoleh informasi yang dibutuhkan, mengolah dan menggunakan

(22)

Gambar 1: Model Perilaku Informasi Wilson 1996. Sumber: Wilson, T.D, 1999.

Wilson (1996) menggambarkan perilaku informasi berdasarkan hasil-hasil

penelitian dari berbagai bidang. Model perilaku informasi di atas menggambarkan

bahwa kebutuhan informasi memiliki faktor-faktor penghalang dan pengenalan

perilaku penemuan informasi. dalam teori Wilson juga dapat dilihat bahwa

perilaku informasi merupakan proses yang berkaitan dengan pengolahan dan

pemanfaatan informasi dalam kehidupan seseorang.

Selain itu Wilson (1996) membagi variabel perantara yang dapat

menghambat seseorang dalam menemukan informasi menjadi 5 antara lain:

1. Kondisi psikologis seseorang berdasarkan sistem nilai, orientasi

politik, pengetahuan, gaya belajar, prasangka, persepsi diri,

keterampilan, dan pengetahuan tentang mencari informasi.

2. Variabel demografis termasuk jenis kelamin, usia, status sosial dan

(23)

3. Peran seseorang di masyarakat mencakup karakter pekerjaan,

persyaratan, peraturan, standar dan pola perilaku yang didirikan,

organisasi yang diikuti, sistem yang berlaku dalam organisasi, dan

tanggung jawab yang diberikan dalam organisasi tersebut.

4. Variabel lingkungan dapat dianalisis pada tingkatan organisasi, kondisi

ekonomi, struktur organisasi, budaya informasi, teknologi informasi,

lokasi sumber informasi, dan budaya organisasi.

5. Karakteristik sumber informasi yaitu karakter media yang digunakan

dalam mencari informasi yang berkaitan dengan faktor demografis.

Seseorang yang terbiasa dengan media elektronik menunjukkan

perilaku informasi yang berbeda dibandingkan dengan seseorang yang

sangat jarang terpapar media elektronik.

Kelima faktor tersebut, akan sangat mempengaruhi bagaimana

akhirnya seseorang mewujudkan kebutuhan informasi dalam bentuk perilaku

informasi.

Kemudian Wilson memisahkan faktor sumber karakteristik seperti

kesesuaian dan kehandalan. Namun demikian, seiring dengan perkembangan

penelitian di bidang informasi, model-model perilaku informasi pun muncul.

Model yang dikemukakan Wilson pada 1996 ini kemudian direvisi oleh

Niedzwiedzka di tahun 2003. Niedzwiedzka mengemukakan model umum

perilaku informasi yang dirumuskan berdasarkan koreksi-koreksi yang

(24)

Context performed by the user

Information seeking performed by formal and

informal intermediaries

Gambar 2: Model Perilaku Informasi oleh Niedzwiedzka Sumber: Barbara, Niedzwiedzka. 2003.

Niedzwiedzka memulai model perilaku informasi dengan tahapan:

1. Mengidentifikasi Kebutuhan Informasi

Informasi menjadi kebutuhan pokok bagi pengguna tertentu, sehingga

jika kebutuhan informasinya tidak terpenuhi akan menjadi masalah bagi

pengguna tersebut. Kebutuhan informasi bagi setiap pengguna

berbeda-beda antara pengguna yang satu dengan pengguna lainnya. Kebutuhan

informasi bagi pengguna dapat diketahui dengan cara melakukan

identifikasi kebutuhan pengguna.

Identifikasi kebutuhan informasi merupakan tahap awal pemikiran

(25)

bagaimana cara mencarinya dan melalui media apa dalam mencari

informasi.

Dalam mengidentifikasi kebutuhan informasi, pemustaka dapat

melakukan berbagai cara seperti: menuliskan hal-hal yang dianggap

penting dalam catatan-catatan kecil, menentukan terlebih dahulu sumber

informasi yang akan digunakan seperti sumber primer; sumber sekunder;

maupun sumber tersier, menghubungkan informasi atau materi apa saja

yang akan dicari nantinya, merumuskan topik-topik permasalahan yang

ada terlebih dahulu ataupun menuliskan konsep-konsep yang relevan

dengan topik yang akan dicari.

Dengan cara tersebut, kebutuhan informasi pemustaka dapat

teridentifikasi dan dapat menjawab semua kebutuhan informasi yang

dibutuhkannya.

2. Memutuskan Untuk Mencari Informasi

Setelah seseorang selesai melakukan identifikasi kebutuhan informasi,

maka individu tersebut memutuskan untuk mencari informasi dan mencari

tahu bagaimana cara mencari informasi tersebut sesuai dengan apa yang

dibutuhkannya dan media apa yang digunakan. Dalam hal ini individu

dimungkinkan berinteraksi dengan sistem, baik dengan komputer (internet)

maupun keputusan memilih buku yang paling relevan di sederetan buku di

rak di perpustakaan.

Dalam memutuskan untuk mencari informasi, seseorang mulai

(26)

dicarinya dan yang sesuai dengan kebutuhan konstekstualnya. Selain itu,

pemustaka dapat bertanya pada seseorang yang ahli di salah satu bidang

keilmuan yang diminati oleh pemustaka tersebut.

Pemustaka akan mencari informasi sesuai dengan kebutuhannya

sebagai mahasiswa, yakni mencari informasi seputar subjek terkait dengan

tugas-tugas akademik baik mencari pada rak-rak koleksi yang tersedia di

perpustakaan menggunakan koleksi referensi, menelusur melalui OPAC

yang tersedia maupun melalui media internet, pusat penelitian maupun

seorang ahli informasi di suatu bidang ilmu tertentu.

3. Menerapkan Strategi Penemuan Informasi

Dalam hal ini pengguna harus tahu bahwa untuk menemukan

informasi hal yang pertama sekali dilakukan adalah menentukan apa yang

dibutuhkan dan apa yang akan dicari, kemudian alat atau media apa yang

dapat membantu dalam menemukan informasi yang dibutuhkan.

Niedzwiedzka ini menunjukkan 2 strategi dasar dalam penemuan

informasi yaitu:

1. Pengguna menemukan informasi secara pribadi

2. Pengguna menggunakan bantuan atau jasa orang lain dalam

menemukan/ mencari informasi.

Bagi pengguna yang mandiri atau pengguna yang mencari informasi

sendiri, akan menggunakan kemampuan dan pengetahuannya kemudian

mengaplikasikannya pada sumber informasi yang tersedia atau yang telah

(27)

informasi seperti; basisdata, katalog, maupun mesin pencari. Namun, ada

juga pengguna yang menggunakan bantuan atau jasa orang lain misalnya

information specialist, kemudian memanfaatkan hasil dari layanan yang diberikan oleh jasa tersebut.

Jajaran indeks kata kunci atau paragraf kunci baik berdasarkan subjek,

pengarang, penerbit, maupun judul yang ditampilkan oleh hasil pencarian,

pemustaka bisa memilih, mengevaluasi, dan menetapkan informasi apa

yang akan diambil untuk memenuhi kebutuhan informasi.

4. Penyeleksian Informasi

Setelah informasi yang dicari ditemukan oleh pengguna, maka

informasi tersebut diseleksi terlebih dahulu mana yang benar-benar relevan

dengan kebutuhannya agar dapat menjawab semua kebutuhan informasi.

Penyeleksian informasi dapat dilakukan dengan cara:

1. Menampung semua informasi yang diperoleh.

2. Mengambil salah satu informasi yang berguna dalam sebuah sumber

informasi tertentu.

3. Mengecek akuran dari informasi yang telah ditemukan.

Penyeleksian informasi berupa dokumen seperti skripsi, kertas karya

maupun jurnal, pemustaka dapat :

1. Melihat judul maupun daftar isi saja

2. Membaca abstrak saja

3. Membaca seluruh dokumen

(28)

Tidak semua informasi yang telah ditemukan tersebut diambil

keseluruhannya, namun akan dipilih sesuai dengan kebutuhan

kontekstualnya.

Namun, terkadang pemustaka mendapatkan informasi yang kurang

relevan bagi kebutuhannya. Untuk menyikapi hal tersebut pemustaka dapat

menggunakan sumber informasi lainnya, mencoba kembali dengan

menggunakan query lain, menggunakan fasilitas penelusuran lainnya,

maupun tetap memanfaatkan informasi yang telah diperoleh tersebut.

5. Menggunakan Informasi

Informasi yang telah diseleksi kemudian digunakan sesuai dengan

kebutuhan individu atau kelompok. Dalam menggunakan informasi setiap

individu melakukan tindakan-tindakan fisik maupun mental ketika

seseorang menggabungkan informasi yang ditemukannya dengan

pengetahuan dasar yang sudah dimiliki sebelumnya.

Pemustaka dapat menggunakan format informasi seperti buku

tercetak, buku elektronik, jurnal tercetak, maupun jurnal elektronik untuk

memenuhi kebutuhan informasinya.

Informasi yang telah diperoleh tersebut bisa jadi hanya sebatas

digunakan untuk tambahan keterangan yang sudah ada, namun bisa juga

digunakan untuk menambah wawasan seseorang dalam penyusunan

tulisannya yang baru. Bagi individu yang mendapatkan informasi melalaui

media internet, dapat menyimpan atau mengunduhnya sebagai kebutuhan

(29)

pada rak-rak koleksi dapat menggunakan koleksi tersebut baik membaca di

tempat maupun meminjam koleksi tersebut.

Jika informasi yang ditemukan lebih dari satu, pemustaka dapat

mengevaluasi dan menggunakan kedua informasi tersebut, menggunakan

satu informasi yang dipilih, menggunakan informasi yang pertama sekali

ditemukan, maupun langsung menggunakan kedua informasi tersebut.

Niedzwiedzka (2003) mengelompokkan variabel perantara yang

memengaruhi perilaku informasi menjadi 3, yaitu:

1. Variabel individu merupakan gabungan dari aspek psikologi dan demografi.

2. Variabel interpesonal dapat berupa tingkatan tanggungjawab individu, karakter profesi, pola perilaku individu, posisi dalam sebuah organisasi, maupun sistem yang ada dalam organisasi tersebut.

3. Variabel lingkungan dapat berupa tingkatan organisasi yang diikuti, keadaan ekonomi, budaya informasi, serta teknologi informasi yang tersedia.

Ada 4 hal baru yang diutarakan dalam model Niedzwiedzka ini, antara

lain:

1. Menggabungkan suasana perilaku informasi dengan

variabel-variabel yang mempengaruhi perilaku informas.i

2. Memasukkan semua proses perilaku informasi.

3. Adanya titik tekan pada kenyataan bahwa hal-hal yang mendorong

manusia untuk melakukan aktivitas dalam menemukan informasi

dapat terjadi dalam semua tingkatan proses perilaku informasi.

4. Mengenalkan 2 strategi dasar dalam mencari informasi, yaitu secara

(30)

Pada Gambar 2 di atas, individu dapat memilih salah satu strategi atau

keduanya. Individu bebas menggunakan strategi tergantung dari pengetahuannya,

sumber daya yang mendukung dan fasilitas yang tersedia dengan sistem pencarian

elektronik serta layanan inforamsi seperti menggunakan database, katalog, arsip,

dan search engine). Individu juga dapat hanya tergantung pada suatu media

informasi tertentu, tergantung pada pilihannya.

Hal-hal yang mendorong manusia dalam menemukan informasi, terjadi

dalam semua tingkatan proses perilaku informasi. hal-hal yang mendorong

seseorang manusia menemukan informasi menurut Wilson yang dikutip oleh

Niedzwiedzka (2003) ada 3 jenis:

1. Stress/coping theory, an individual does not engage in seeking activities if he or she is convinced that the possessed knowledge is sufficient to understand the situation and make a decision.

Maksudnya dimana individu akan mencari informasi jika ia merasa

khawatir atau tertekan jika informasi yang dibutuhkan tidak dapat

ditemukan.

2. Risk/reward theory, explains why, in some situations, people seek information in some not, and why certain information sources are more frequently used then other.

Maksudnya berkaitan dengan mengapa individu berusaha menemukan

informasi dan terkadang tidak ingin menemukan informasi.

3. Self-efficacy, explained in depth by social learning theory. The expectation of efficacy is the estimation whether a person can successfully execute the behaviour.

Maksudnya harapan atas kemampuan individu agar berhasil

(31)

Berdasarkan model Niedzwiedzka pada Gambar 2 di atas, setelah

informasi diproses, informasi tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan

individu/pengguna. Model Niedzwiedzka ini merupakan salah satu model perilaku

informasi.

Dari uraian-uraian di atas dapat diketahui bahwa perilaku informasi

yang dikemukakan oleh Niedzwiedzka (2003) adalah seluruh perilaku manusia

yang berkaitan dengan sumber maupun sistem informasi baik dalam perilaku

pencarian informasi dimana seseorang berinteraksi dengan sistem informasi;

perilaku penemuan informasi dimana seseorang berupaya dalam menemukan

informasi; dan perilaku penggunaan informasi dimana seseorang menggabungkan

informasi yang telah ditemukan baik secara langsung maupun tidak langsung yang

mencakup aspek: (1) identifikasi kebutuhan informasi; (2) memutuskan untuk

mencari informasi; (3) menerapkan strategi dalam menemukan informasi; (4)

Gambar

Gambar 1: Model Perilaku Informasi Wilson 1996.  Sumber: Wilson, T.D, 1999.
Gambar 2: Model Perilaku Informasi oleh Niedzwiedzka  Sumber: Barbara, Niedzwiedzka. 2003

Referensi

Dokumen terkait

Lebih khusus lagi, ruang lingkup perpustakaan digital yang jadi pokok bahasan adalah situs web perpustakaan yang membahas segi aspek tinjauan umum situs web, aspek kandungan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepuasan kerja pada staf di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara tahun 2009 berdasarkan: (1) faktor psikologi (minat

Kebutuhan dan perilaku pencarian informasi : studi kasus mahasiswa PDPT FIB UI 2007 dengan metode problem-based learning (PBL).. Yogyakarta : Yayasan Penelitian Fakultas

Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , Maha Kuasa, Maha Adil dan Maha Pengampun yang telah memberi hikmat dan kebijaksanaan serta kekuatan, sehingga penulis

Sebagian besar (74%) responden menjawab buku yang dibutuhkan kadang- kadang terpenuhi jika datang ke layanan referensi perpustakaan, dan sebagian besar (63%) responden menyatakan

1) Demografis seseorang, seperti tingkat pendidikan dan usia. Semakin tinggi seseorang semakin banyak kebutuhan informasinya. 2) Konteks, misalnya kebutuhan khusus,

Menyediakan akses terhadap informasi dan layanan informasi secara tepat waktu, tepat guna dan efektif untuk mendukung fungsi Tridharma USU melalui pengadaan dan penyediaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pustakawan memiliki rasa empati yang baik kepada pemustaka. pustakawan berkomunikasi secara interpersonal dengan menunjukkan