• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Kinerja Petugas dalam Pencapaian Cakupan Imunisasi pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determinan Kinerja Petugas dalam Pencapaian Cakupan Imunisasi pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen Tahun 2015"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA BAB 2

2.1 Teori Imunisasi

2.1.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa

tidak terjadi penyakit. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal bayi pada

usia 0-12 bulan untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan

(Ranuh, 2008).

Menurut Depkes RI (2009), imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan

kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpajan

antigen serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti

kebal atau resisten. Tubuh diberikan vaksin yang mengandung kuman yang sudah

dilemahkan, caranya bisa diteteskan melalui mulut seperti imunisasi polio dan bisa

juga melalui injeksi

2.1.2 Tujuan Pemberian Imunisasi

Salah satu tujuan imunisasi adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan

yang ditimbulkan oleh penyakit. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan pelaksanaan

program imunisasi rutin dan kegiatan tambahan imunisasi.

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan

(2)

penyakit-penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles),

polio, dan tuberkulosis (Notoatmodjo, 2007).

Imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap tubuh anak.

Caranya dengan pemberian vaksin. Vaksin ini berasal dari bibit penyakit tertentu

yang dapat menimbulkan penyakit, tetapi penyakit ini terlebih dahulu dilemahkan

/dimatikan sehingga tidak berbahaya lagi terhadap kelangsungan hidup manusia

(Riyadi & Sukarmin, 2009).

2.1.3 Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi dapat dirasakan dalam tiga kategori yaitu secara individu,

sosial, dan dalam menunjang sistem kesehatan nasional. Singkatnya, apabila seorang

anak telah mendapatkan imunisasi maka akan bisa terhindar dari penyakit infeksi

yang ganas. Makin banyak anak yang mendapat imunisasi, maka akan terjadi

penurunan pada angka kesakitan dan kematian. Kekebalan individu ini akan

mengakibatkan pemutusan rantai penularan penyakit dari anak ke anak lain atau

kepada orang dewasa yang hidup bersamanya. Inilah yang disebut keuntungan sosial,

karena dalam hal ini anak yang tidak diimunisasi akan juga terlindung (kekebalan

komunitas).

Menurunnya angka kesakitan akan menurunkan pula biaya pengobatan dan

perawatan di rumah sakit, mencegah kematian dan kecacatan yang dapat terjadi yang

akan menjadi beban seumur hidup. Dengan mencegah seorang anak dari penyakit

infeksi, berarti akan meningkatkan kualitas hidup anak dan meningkatkan daya

(3)

Menurut Proverawati (2010) manfaat dari imunisasi yaitu :

1. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan

kemungkinan cacat atau kematian.

2. Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak

sakit, Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya

akan menjalani masa kanak- kanak yang nyaman.

3. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan

berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara.

2.2 Pelaksanaan Program Imunisasi

Pelaksanaan program imunisasi dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 / Menkes / 2013 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Imunisasi, yang menyangkut :

2.2.1 Kebijakan Program Imunisasi

Di indonesia, program imunisasi merupakan kebijakan nasional. Program

imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah

mencapai status Universal Child Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap

dimana cakupan imunisasi di suatu tingkat administrasi telah mencapai 80 % atau

lebih.

Berbagai kebijakan telah ditetapkan untuk meningkatkan cakupan imunisasi

dengan kualitas yang tinggi yaitu :

(4)

masyarakat, dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait.

b. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi dengan melibatkan

berbagai sektor terkait.

c. Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu.

d. Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program

dan anggaran terpadu.

e. Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB)

dan daerah-daerah sulit secara geografis.

2.2.2 Strategi Program Imunisasi

a. Pelaksanaan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional (GAIN) UCI yang meliputi :

1. Penguatan PWS dengan memetakan wilayah berdasarkan cakupan dan analisa

masalah untuk menyusun kegiatan dalam rangka mengatasi permasalahan

setempat.

2. Menyiapkan sumber daya yang dibutuhkan termasuk tenaga, logistik (vaksin,

alat suntik, dan safety box), biaya dan sarana pelayanan.

3. Pemberdayaan masyarakat melalui TOGA, TOMA, aparat desa dan kader.

4. Pemerataan jangkauan terhadap semua desa/kelurahan yang sulit atau tidak

terjangkau pelayanan.

b. Membangun kemitraan dengan lintas sektor, lintas program dalam meningkatkan

cakupan dan jangkauan, misalnya dengan program malaria, gizi, dan KIA.

(5)

2.2.3 Pelaksanaan Kegiatan Imunisasi

a. Pelaksanaan kegiatan imunisasi meliputi: 1) persiapan petugas (inventarisasi

sasaran, persiapan vaksin dan peralatan rantai vaksin, persiapan ADS dan safety

box); 2) persiapan masyarakat; 3) pemberian pelayanan imunisasi; 4) koordinasi.

b. Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan tambahan.

Dengan semakin mantapnya unit pelayanan imunisasi, maka proporsi kegiatan

imunisasi tambahan semakin kecil. Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin

meliputi :Hepatitis B, BCG, Polio, DPT dan Campak (pada bayi); DT,Campak dan

TT (pada anak sekolah); TT (pada WUS).

2.3 Kinerja

2.3.1 Pengertian Kinerja

Menurut Ilyas (2001), untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja

personal dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada

tiga kelompok variabel memengaruhi perilaku kinerja dan kerja yaitu variabel

individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel

tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kerja

personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan

tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan

atau tugas.

Kinerja adalah kelakuan atau kegiatan yang berhubungan dengan tujuan

(6)

bahwa kinerja bukan outcome, konsekuensi atau hasil dari perilaku atau perbuatan.

Tetapi kinerja adalah perbuatan atau aksi itu sendiri, disamping itu kinerja adalah

multi dimensi sehingga untuk beberapa pekerjaan spesifik mempunyai beberapa

bentuk komponen kerja, yang dibuat dalam batas hubungan variasi dengan variabel

lain. Kinerja dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi

atau menilai prestasi kerja karyawan (Bernardin et.al, 1998).

Penampilan kerja atau job performance sebagai bagian dari profisiensi kerja

adalah menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerja. Tingkat sejauh

mana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut profesi (level of

performance). Individu ditingkat prestasi kerja disebut produktif, sedangkan prestasi

kerjanya tidak mencapai standar disebut tidak produktif. Job performance

(penampilan kerja) adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku

dalam pekerjaan yang bersangkutan. Menurut teori Atribusi atau Expectancy Theory,

penampilan kerja dirumuskan sebagai berikut: P=MxA, dimana P (Performance), M

(Motivasi), A (Ability). Sehingga dapat dijelaskan bahwa performance adalah hasil

interaksi antara motivasi dengan ability (kemampuan dasar). Dengan demikian orang

yang tinggi motivasinya, tetapi memiliki kemampuan dasar yang rendah akan

menghasilkan performance yang rendah, begitu pula halnya dengan orang yang

sebenarnya mempunyai kemampuan dasar yang tinggi tetapi rendah motivasinya

(7)

2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja

Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja personal, dilakukan

kajian terhadap teori kinerja. Secara teori ada tiga kelompok variabel yang

memengaruhi perilaku dan kinerja yaitu: Variabel individu, Variabel organisasi, dan

Variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja

yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja personal. Perilaku yang

berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang

harus diselesaikan untuk mencapai sasaran atau suatu jabatan atau tugas (Gibson et al,

1996).

Gibson et al (1996) menyampaikan model teori kinerja dan melakukan analisis

terhadap sejumlah variabel yang memengaruhi perilaku dan kinerja adalah variabel

individu, psikologi dan organisasi. Variabel individu terdiri dari kemampuan dan

ketrampilan, latar belakang dan demografi. Kemampuan dan ketrampilan merupakan

faktor utama yang memengaruhi kinerja individu. Variabel demografis mempunyai

efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

Variabel organisasi yang memengaruhi kinerja individu terdiri dari sumber

daya, sarana kerja, kepemimpinan, supervisi dan imbalan. Variabel psikologis terdiri

dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak

dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya. Variabel

psikologis seperti sikap, kepribadian, dan pembelajaran merupakan hal yang

kompleks, sulit di ukur dan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari

(8)

kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan ketrampilan yang berbeda satu

dengan lainnya.

2.4.1 Karakteristik Individu

Menurut Sutrisna (1994) bahwa karakteristik individu merupakan suatu proses

psikologis yang memengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta

menerima barang dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor

internal (inter personal) yang menggerakkan dan memengaruhi perilaku.

Menurut Mathis (2001), bahwa ciri-ciri pribadi meliputi jenis kelamin, status

perkawinan, usia pendidikan, pendapatan keluarga, tanggung jawab dan masa jabatan.

Karakteristik individu secara tidak langsung memengaruhi pelaksanaan kegiatan

dalam organisasi, baik ditingkat manajemen maupun teknis pelaksanaan. Demikian

halnya dalam pelaksanaan cakupan imunisasi, karakteristik individu seperti

pengetahuan, sikap, pendidikan, umur, ketrampilan, kemampuan, jenis kelamin,

tempat tinggal dan lama kerja secara tidak langsung memengaruhi pelaksanaan tugas

dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan dalam serangkaian kegiatan program

imunisasi.

Unsur-Unsur Karakteristik Individu meliputi :

a. Umur

Umur adalah lamanya hidup dihitung sejak dilahirkan hingga saat ini. Umur

merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan baru.

Pada masa ini merupakan usia produktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi,

(9)

nilai, masa penyesuaian dengan cara hidup baru dan masa kreatif. Pada masa dewasa

ditandai oleh adanya perubahan jasmani dan mental, kemahiran dan keterampilan

professional yang dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan,

teknologi dan kesenian (Soekanto, 1990).

Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas karyawan.

Kedewasaan adalah tingkat kedewasaan teknis dalam melaksanakan tugas-tugas

maupun kedewasaan psikologis. Umumnya kinerja personel meningkat sejalan dengan

peningkatan usia pekerja. Pekerja usia 20-30 tahun mempunyai motivasi kerja relatif

lebih rendah dibandingkan pekerja yang lebih tua, karena pekerja lebih muda belum

berpijak pada realitas, sehingga seringkali mengalami kekecewaan dalam bekerja. Hal

ini menyebabkan rendahnya kinerja dan kepuasan kerja (Notoatmodjo, 2003).

b. Jenis Kelamin

Diasumsikan bahwa bukan perbedaan jenis kelamin itu sendiri yang

menyebabkan perbedaan kinerja tetapi berbagai faktor berkaitan dengan jenis kelamin

misalnya perbedaan mendapatkan formasi, besarnya gaji dan lain-lain. Siagian (2006)

mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan produktivitas kerja antara karyawan

wanita dan perawat pria. Walaupun demikian jenis kelamin perlu diperhatikan karena

sebahagian besar tenaga kesehatan berjenis kelamin wanita dan sebahagian kecil

berjenis kelamin pria. Pada pria dengan beban keluarga tinggi akan meningkatkan jam

kerja perminggu, sebaliknya wanita dengan beban keluarga tinggi akan mengurangi

(10)

c. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo

(2003), dari hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu:

1. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

2. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya.

4. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

d. Pendidikan

Latar belakang pendidikan dan masa kerja seseorang akan memengaruhi

kemampuan pemenuhan kebutuhannya. Sesuai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan

(11)

dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian materi guna mencapai perubahan

dan tingkah laku (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

memengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka

melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Terdapat 3 unsur dalam

pendidikan yaitu input, proses dan output.

Unsur-unsur pendidikan (Notoatmodjo, 2003) yakni:

1. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan

pendidikan (pelaku Pendidikan).

2. Proses adalah upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain.

3. Output adalah melakukan apa yang diharapkan .

Konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam

pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih

baik, lebih dewasa sehingga dapat menghasilkan perubahan perilaku pada diri

individu, kelompok atau masyarakat. Pekerja yang mempunyai latar belakang

pendidikan tinggi akan mewujudkan motivasi kerja yang berbeda dengan pendidikan

yang lebih rendah. Siagian (2006) menyatakan bahwa latar belakang pendidikan

mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Tenaga kesehatan yang berpendidikan tinggi

motivasinya akan lebih baik karena telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang

lebih luas dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berpendidikan rendah. Hal

serupa dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa melalui pendidikan seseorang

(12)

dalam bertindak. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin tinggi

produktivitas kerjanya.

e. Kemampuan

Kemampuan kerja adalah kapasitas individu dalam menyelesaikan berbagai

tugas dalam sebuah pekerjaan. Kemampuan menyeluruh seorang karyawan meliputi

kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intekektual adalah

kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan mental misalnya

pemahaman verbal, deduksi, persepsual, visualisasi ruang lingkup dan ingatan,

sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan

tugas-tugas yang menuntut stamina, kekuatan dan ketrampilan. Kadar kemampuan

dan keterampilan ini dapat diperoleh melalui pendidikan, pelatihan maupun

pengalaman, tampa mengabaikan kepatuhan terhadap prosedur dan pedoman yang ada

menjalankan dan menyelesaikan tugas suatu pekerjaan. (Muchlas, 1997).

Menurut Gibson et al (1996) kemampuan mental sama dengan intelegensia

merupakan kemampuan mengingat konfigurasi fisual, kemampuan untuk

mengutarakan dan mengkaji hipotesis, kemampuan untuk mengingat kembali dengan

sempurna dan pengetahuan tentang kata-kata dan artinya. Keterampilan merupakan

suatu kecakapan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya

terutama dalam hal ini yaitu pencatatan pelaporan program imunisasi seperti

pencatatan pelaporan KIA pada waktu yang tepat (Soekanto, 1990).

Kemampuan diartikan kesanggupan suatu individu melakukan tugas secara

(13)

sifat yang dimiliki oleh tenaga kesehatan yang diperolehnya dari proses pembelajaran

yang memungkinkannya dapat menyelesaikan atau melaksanakan tugas pokok dan

fungsinya sebagai tenaga kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

f. Keterampilan

Keterampilan merupakan suatu kecakapan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan

dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam hal ini yaitu pencatatan pelaporan

program imunisasi seperti pencatatan pelaporan KIA pada waktu yang tepat.

Keterampilan juga sangat berpengaruh dari bimbingan, jika kemampuan dasar diasah

dengan benar dan di bimbing secara intensif tentu akan dapat menghasilkan sesuatu

yang bermanfaat dan bernilai bagi diri sendiri dan orang lain. (Soekanto, 1990).

g. Tempat Tinggal

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), petugas kesehatan yang

bertempat tinggal dirumah jabatan memiliki kinerja yang lebih baik bila dibandingkan

dengan petugas kesehatan yang tidak bertempat tinggal dirumah dinas atau rumah

jabatan. Hal ini sangat logis karena dari fakta yang ditemukan responden yang tidak

bertempat tinggal dirumah jabatan dan jaraknya jauh dari puskesmas sebagian waktu

kerjanya habis tersita oleh perjalanan pulang pergi dari tempat tinggal ke puskesmas.

h. Masa Kerja

Masa kerja adalah lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi, masa

kerja ada karena adanya hubungan kerja. Setiap organisasi pelayanan kesehatan

(14)

lama bekerja dikantor tersebut tidak pindah ke unit kerja lain, sebab dengan turn over

yang tinggi menggambarkan kinerja unit kerja tersebut.

Siagian (2006) mengatakan bahwa semakin banyak tenaga aktif yang

meninggalkan organisasi dan pindah ke organisasi lain mencerminkan ketidakberesan

organisasi tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja

dalam suatu organisasi maka semakin tinggi motivasi kerjanya.

2.4.2 Karakteristik Psikologi

Karakteristik psikologis secara tidak langsung memengaruhi pelaksanaan

kegiatan dalam organisasi. Demikian halnya dalam pelaksanaan cakupan imunisasi,

karakteristik psikologis seperti: persepsi, sikap, kepribadian, pembelajaran, dan

motivasi.

Unsur-unsur karakteristik Psikologi terdiriri dari :

a. Persepsi

Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu

mengorganisasikan dan menginterprestasikan impresi sensorinya supaya dapat

memberikan arti kepada lingkungan sekitarnya, meskipun persepsi sangat dipengaruhi

oleh pengobyekan indra maka dalam proses ini dapat terjadi penyaringan kognitif atau

terjadi modifikasi data. Persepsi diri dalam bekerja memengaruhi pekerjaan tersebut

memberikan tingkat kepuasaan dalam dirinya (Gibson et al, 1996)

b. Sikap

Merupakan sebuah itikat dalam diri seseorang untuk tidak melakukan atau

(15)

Sikap yang baik adalah sikap dimana dia mau mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa

terbebani oleh sesuatu hal yang menjadi konflik internal. Ambivalensi sering kali

muncul ketika konflik internal psikologis muncul. Perilaku bekerja seseorang sangat

dipengaruhi oleh sikap dalam bekerja. Sedangkan sikap seseorang dalam memberikan

respon terhadap masalah dipengaruhi oleh kepribadian seseorang. Kepribadian ini

dibentuk sejak lahir dan berkembang sampai dewasa. Kepribadian seseorang sulit

dirubah karena elemen kepribadiannya yaitu ide, ego dan super ego yang dibangun

dari hasil bagaimana dia belajar saat dikandungan sampai dewasa. Dalam

hubungannya dengan bekerja dan bagaimana seseorang berpenampilan diri terhadap

lingkungan, maka seseorang berperilaku. Perilaku ini dapat dirubah dengan

meningkatkan pengetahuan dan memahami sikap yang positif dalam bekerja.

Sikap merupakan faktor penentu perilaku, karena sikap berhubungan dengan

persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sikap (Attitude) adalah kesiap-siagaan mental,

yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman, dan mempunyai pengaruh

tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap oranglain, obyek, dan situasi yang

berhubungan dengannya (Gibson et al, 1996).

Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk

bertindak sesuai dengan sikap yang obyek tadi. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap

suatu hal, suatu obyek, tidak ada sikap tanpa obyek Sikap merupakan suatu

pandangan, tetapi dalam hal ini masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang

(16)

Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003), Sikap merupakan reaksi

atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan

terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan

suatu perilaku.

c. Kepribadian

Kepribadian adalah semua cara dimana individu bereaksi dan berinteraksi

dengan orang lain atau organisasi internal dari proses psikologis dan kecenderungan

perilaku seseorang. Jadi kepribadian itu merupakan perangkat gambaran diri yang

terintegrasi, yang membuat diri kita ini menjadi unik, dengan perilaku yang spesifik.

Didalam perilaku organisasi sering dikatakan bahwa kepribadian orang dewasa itu

dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan dengan variabel antara berupa

kondisi situasional (Robin, 1996)

d. Pembelajaran

Belajar dibutuhkan seseorang untuk mencapai tingkat kematangan diri.

Kemampuan diri untuk mengembangkan aktivitas dalam bekerja sangat dipengaruhi

oleh usaha belajar, maka belajar merupakan sebuah upaya ingin mengetahui dan

(17)

Proses belajar seseorang akan berpengaruh pada tingkat pendidikannya

sehingga dapat memberikan respon terhadap sesuatu yang dating dari luar. Orang

berpendidikan tinggi akan lebih rasional dan kreatif serta terbuka dalam menerima

adanya bermacam usaha pembaharuan, ia juga akan lebih dapat menyesuaikan diri

terhadap berbagai pembaharuan (Gibson et al, 1996).

Suharsono (1999) menyatakan bahwa proses pembelajaran atau belajar

didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai

hasil dari pengalaman hidup dan dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan

perilaku itu menunjukkan telah terjadinya proses belajar dan proses belajar itu sendiri

adalah perubahan dalam perilaku. Jadi jelasnya kita tidak melihat proses belajarnya

tetapi melihat perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari proses belajar

tersebut.

e. Motivasi

Menurut Gibson (1996) bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses

yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan

timbulnya sikap antusias dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan tertentu.

Berdasarkan beberapa definisi diatas disimpulkan motivasi adalah bagaimana

menggerakkan orang agar mau bekerja dengan semangat dan menunjukkan

kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan sesuai dengan peran fungsi untuk

(18)

2.4.3 Karakteristik Organisasi

Menurut Gibson et al (1996) karakteristik organisasi yang memengaruhi

kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, insentif, struktur dan desain

pekerjaan. Karakteristik organisasi juga memengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam

organisasi, demikian halnya dalam pelaksanaan program imunisasi, karakteristik

organisasi seperti sumber daya, kepemimpinan dan imbalan secara tidak langsung

memengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan dalam

serangkaian kegiatan program imunisasi.

Unsur-unsur karakteristik Organisasi terdiriri dari :

a. Sumber Daya

Menurut Notoatmojo (2003), sumber daya terdiri dari sumber daya manusia

(SDM), sarana, dana dan metoda merupakan bagian dari unsur masukan yang

keberadaannya dalam suatu organisasi merupakan hal yang paling pokok karena

merupakan modal dasar untuk dapat berfungsinya suatu organisasi. Pada peneltian ini,

sumber daya yang dimaksudkan adalah sumber daya manusia tenaga kesehatan yang

terdiri dari koordinator imunisasi dan petugas kesehatan yang memegang peranan

penting dalam pelaksanaan program imunisasi, hal ini sesuai dengan salah satu tugas

pokok koordinator imunsasi dan petugas kesehatan yaitu melaksanakan pelayanan

kesehatan Ibu dan Anak (KIA), khususnya pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu

bersalin dan Ibu nifas, pelayanan kesehatan bayi dan anak balita termasuk imunisasi

(19)

b. Kepemimpinan

Gibson et al (1996) berpendapat kepemimpinan adalah merupakan fungsi

pokok dari segala jenis organisasi. Kepemimpinan adalah sebagai suatu proses untuk

dapat memengaruhi perilaku pengikutnya. Kepemimpinan terjadi dalam dua bentuk

yaitu: formal dan informal. Kepimpinan formal terbentuk melalui pemilihan atau

pengangkatan dengan wewenang formal, sedangkan kepemimpinan informal

terbentuk karena keterampilan, keahlian atau karena wibawa yang dapat memenuhi

kebutuhan orang lain.

Kepemimpinan adalah proses memengaruhi dalam menentukan tujuan

organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi untuk

memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga memengaruhi interprestasi

mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan

aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama dan kerja

kelompok, perolehan dukungan dan kerjasama dengan orang-orang diluar kelompok

atau organisasi (Rivai, 2007).

Menurut Siagian (2006) kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan

seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja, untuk

memengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya untuk memberikan

sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Pencapaian tujuan organisasi

akan sangat ditentukan oleh kemampuan atau efektivitas pemimpin dalam

menggerakkan dan mendorong anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaannya.

(20)

organisasi. Seorang pimpinan yang efektif sebaiknya memiliki kemampuan untuk

berkomunikasi dengan bawahan, membangkitkan motivasi kerja bawahan,

mengkoordinasi pekerjaan bawahan dan melakukan supervisi pekerjaan bawahan.

c. Imbalan

Imbalan yang diterima karyawan baik berupa honorarium maupun dalam

bentuk fasilitas yang lain, berhubungan langsung dengan kebutuhan-kebutuhan pokok

karyawan, seperti kebutuhan ekonomi masa sekarang dan mendatang. Kebutuhan

pokok yang relatif cukup terpenuhi menyebabkan karyawan lebih berkonsentrasi

terhadap pekerjaannya.

Pendapat Gibson et al (1996) mengenai imbalan terbagi dalam dua macam,

yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik adalah imbalan yang

merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri, imbalan tersebut mencakup rasa

penyelesaian (completion), pencapaian prestasi (achievement) otonomi (autonomy)

dan pertumbuhan pribadi (personal growth) sedangkan imbalan ekstrinsik adalah

imbalan yang berasal dari pekerjaan imbalan tersebut mencakup uang status, promosi,

dan rasa hormat.

Imbalan-imbalan instrinsik adalah imbalan-imbalan yang dinilai didalam dan

dari mereka sendiri. Imbalan intrinsik melekat/inheren pada aktivitas itu sendiri dan

pemberiannya tidak tergantung kepada kehadiran atau tindakan-tindakan dari orang

lain atau hal-hal lainnya. Tipe–tipe imbalan intrinsik paling lazim yang relevan

terhadap perilaku organisasi adalah jenis-jenis perasaan yang berbeda yang dialami

(21)

Menurut Simamora (2004) bentuk imbalan-imbalan dan sistem kompensasi

didalam organisasi mempunyai dua tipe dasar atau kategori. Kedua tipe diartikan

sebagai imbalan-imbalan intrinsik (intrinsic reward) dan imbalan imbalan ekstrinsik

(extrinsic reward).

Siagian (2006) menyatakan bahwa imbalan erat kaitannya dengan prestasi

kerja seorang karyawan. Imbalan merupakan salah satu faktor ekternal yang

memengaruhi motivasi seseorang, disamping faktor ekternal lainnya seperti jenis dan

sifat pekerjaan, kelompok kerja dimana seseorang bergabung dalam organisasi tempat

bekerja dan situasi lingkungan pada umumnya.

Ada dua jenis imbalan, pertama imbalan intrinsik yaitu imbalan yang diterima

individu untuk diri mereka sendiri mencakup prestasi, otonomi dan pengembangan

karier, kedua imbalan ekstrinsik yaitu imbalan yang diterima dari lingkungan di

sekitar konteks kerja mencakup uang, status, promosi dan penghargaan (Rivai, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2003), imbalan adalah insentif kerja yang dapat

diperoleh dengan segera atau insentif yang diperoleh dalam jangka panjang. Imbalan

juga dipakai untuk meningkatkan motivasi para pekerja, hal ini terlihat dalam bentuk

perbuatan dan kelakuan pekerja terlihat bahagia, senang, dan biasanya akan membuat

mereka melakukan suatu perbuatan yang positif secara berulang-ulang.

Insentif kerja di bagi dalam tujuh jenis, yaitu:

(a) Insentif primer

Yaitu imbalan yang berhubungan dengan kebutuhan fasilitas (makan, minum,

(22)

(b) Insentif sensoris

Yaitu umpan balik sensoris dari lingkungan (misalnya main musik untuk

memperoleh umpan balik sensoris berupa bunyi musik yang dimainkan).

(c) Insentif sosial

Yaitu manusia akan melakukan sesuatu untuk memperoleh penghargaan atau

diterima dilingkungannya. Penerimaan atau penolakkan tersebut akan lebih berfungsi

secara efektif sebagai imbalan/hukuman daripada reaksi yang berasal dari individu.

(d) Insentif yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi (upah,

kenaikan pangkat, penambahan tunjangan, dan sebagainya).

(e) Insentif berupa aktifitas

Beberapa aktifitas/kegiatan fisik dapat memberikan nilai insentif tersendiri pada

individu.

(f) Insentif status dan pengasuh

Dengan kedudukan tinggi dimasyarakat, dapat menikmati imbalan materi,

penghargaan sosial, kepatuhan dan sebagainya

(g) Insentif yang berupa terpenuhinya standar internal

Insentif ini berasal dari tingkat kepuasan dari dalam diri seseorang yang

diperolehnya dari pekerjaan.

d. Supervisi

Menurut Koentjoroningrat (1997) secara umum mengemukakan supervisi

adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap

(23)

masalah segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna

mengatasinya. Supervisi harus dilakukan secara rutin dan berkala agar mengarah

secara jelas ke tujuan program yang dicanangkan sehingga menghasilkan capaian yang

memuaskan.

Tujuan supervisi adalah mengorientasi, melatih kerja, memimpin, memberi

arahan dan mengembangkan kemampuan personil. Sedangkan fungsinya untuk

mengatur dan mengorganisir proses atau mekanisme pelaksanaan kebijaksanaan

diskripsi dan standar kerja. Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang

berlangsung, pada supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan

agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Umpan

balik dan perbaikan dapat dilakukan saat supervisi. Supervisi dapat juga dilakukan

secara tidak langsung yaitu melalui laporan baik tertulis maupun lisan, supervisor

tidak melihat langsung apa yang terjadi dilapangan sehingga mungkin terjadi

kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis.

Menurut Notoatmodjo (2003) apabila supervisi dilakukan dengan baik, akan

diperoleh banyak manfaat. Manfaat yang dimaksud apa bila ditinjau dari sudut

manajemen dapat dibedakan atas dua macam yakni: 1) dapat lebih meningkatkan

(24)

2.5Penilaian Kinerja

2.5.1 Penilaian Berorientasi waktu

Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang

kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan

standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses

yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi

dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Menurut Rivai (2005) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja :

a. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

1. Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam

penilaian prestasi, dimana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang

berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari

yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Metode ini mengharuskan penilai

harus teliti dan cermat.

2. Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam

tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilaihanya perlu kata atau

pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.

Keuntungan dari checklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah,

(25)

3. Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi

subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini

adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian

dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang

kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

4. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait

langsung dengan pekerjaannya. Karyawan sendiri juga langsung dapat menilai

kinerjanya serta melakukan evaluasi.

5. Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan

penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional.

Contohnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas

lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

6. Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating

Scal e= BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu: (a) Menentukan

skala peringkat penilaian prestasi kerja, (b) Menentukan kategori prestasi kerja

dengan skala peringkat, (c) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga

(26)

7. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Disini penilai turun kelapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.

Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya,

lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

8. Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Metode ini menggunakan dua ujian, yaitu ujian tertulis dan ujian

praktik. Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang

menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan

mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik

yang langsung diamati oleh penilai.

9. Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan

karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan kinerja

tiap karyawan berperan penting, metode ini juga dianggap dapat memotivasi

karyawan untuk lebih giat dalam bekerja.

b. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan

1. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri

dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan

kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja

(27)

2. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

Merupakan suatu bentuk penilaian dimana karyawan dan penyelia

bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan

secara individu di waktu yang akan datang.

3. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,

diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia. Penilaian ini dilakukan secara bertahap

dan berskala untuk melihat setiap individu karyawan.

c. Pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai

oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi.

Penilaian termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung

kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan

manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh

manajer produksi sebagai sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi

bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan

penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana

individu sering melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh

beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam

kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian

dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil

penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya

(28)

gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias dengan

kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang merata.

Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja.

Hal ini disebabkan karena mudah untuk memperoleh hasil penilaian atasan dan dapat

diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk mengamati

dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu, seluruh sistem penilaian umumnya

tergantung evaluasi yang dilakukan oleh atasan (Rivai, 2005).

2.5.2 Penilaian Kinerja Metode 360 Derajat

Pada konsep penilaian 360 derajat feedback, setiap individu tenaga kerja atau

karyawan menilai diri mereka sendiri dan menerima feedback dari karyawan lain atau

rekan sekerja, atasan, maupun konsumen. Seluruh personel perusahaan dengan proses

penilaian 360 derajat feedback bertanggung jawab menilai kinerja karyawannya.

Setiap karyawan berusaha menunjukkan kinerja yang berkualitas dihadapan atasan,

bawahan, rekan kerja, konsumen dan pihak eksternal lainnya. Karyawan mendapat

umpan balik dari berbagai sumber termasuk dari dirinya sendiri dalam mengevaluasi

kontribusinya untuk perusahaan.

Menurut Antonioni (1996) perusahaan dalam mengembangkan proses

penilaian kinerja 360 derajat feedback akan mendapatkan manfaat seperti:

meningkatkan kesadaran individu terhadap apa yang diharapkan oleh penilai

(appraiser), meningkatkan management learning, mengurangi penilaian buruk atau

prasangka terhadap appraiser dan meningkatkan kinerja. Perusahaan harus

(29)

mendapatkan manfaat optimal dari sistem penilaian kinerja 360 derajat feedback,

perusahaan harus mempersiapkan persyaratan minimal. Menurut Edward dan Ewen

(1996), perusahaan harus memiliki persyaratan minimal, seperti: kejelasan proses

komunikasi, training untuk mendukung kelancaran informasi, partisipasi stakeholder

terhadap multisource assessment, kesiapan sarana penilaian yang valid dan dukungan

teknologi yang tepat dan proses penilaian secara jujur. Perusahaan harus

mempersiapkan sarana dan teknologi sebagai proses penilaian feedback dan

mempertimbangkan kondisi eksternal atau pihak yang berkaitan langsung selama

proses penilaian, seperti: tingkat permintaan pasar, kredibilitas dan validitas hasil

penilaian, dukungan konsultasi perusahaan dan dukungan karyawan dan pengalaman

melakukan penilaian. (Edward dan Ewen: 1996) Penelitian Tornow dan London

menemukan bahwa sistem penilaian 360 derajat feedback digunakan untuk

memperkirakan kebutuhan training, menentukan produk dan layanan, dan layanan

baru yang dibutuhkan oleh konsumen, mengukur reaksi anggota tim dan memprediksi

permasalahan perusahaan.

2.6 Program Imunisasi

Menurut Depkes RI (2009) tahap–tahap pelaksanaan program imunisasi dasar

yang harus dilakukan petugas kesehatan di wilayah kerjanya sebagai berikut:

a. Persiapan

Persiapan petugas kesehatan dalam rangka pelaksanaan program imunisasi

(30)

tentang imunisasi dasar kepada semua ibu yang mempunyai bayi, (3) penyuluhan

lewat media seperti pemasangan spanduk dan poster di posyandu.

b. Perencanaan

Perencanaan merupakan salah satu unsur yang penting dalam pengelolaan

program imunisasi. Perencanaan program imunisasi meliputi :

1. Menentukan target cakupan, yaitu menetapkan berapa besar cakupan imunisasi

yang akan dicapai pada tahun yang direncanakan untuk mengetahui kebutuhan

vaksin yang sebenarnya

2. Menghitung jumlah sasaran. Pada program imunisasi menentukan jumlah

sasaran merupakan suatu unsur yang paling penting. Menghitung jumlah

sasaran bayi berdasarkan besarnya angka persentasi kelahiran bayi dari jumlah

penduduk masing-masing wilayah atau dapat berdasarkan besarnya jumlah

sasaran bayi tahun lalu yang diproyeksikan untuk tahun ini.

3. Lokasi pelayanan. Lokasi pelayanan imunisasi dilakukan di semua komponen

pelayanan kesehatan baik swasta maupun pemerintah. Pelayanan bias melalui

kunjungan rumah oleh petugas kesehatan di desa.

4. Menghitung kebutuhan logistik. Setelah menghitung jumlah sasaran imunisasi,

menentukan target cakupan maka data-data tersebut digunakan untuk

menghitung kebutuhan vaksin.

c. Prosedur Pelaksanaan Imunisasi

Program imunisasi dituntut untuk melaksanakan ketentuan program secara

(31)

diidentifikasi strategi pelayanan sebagai berikut: memberikan akses (pelayanan)

kepada masyarakat dan swasta, membangun kemitraan dan jejaring kerja , menjamin

ketersediaan dan cakupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan alatsuntik, menerapkan

sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk menentukan prioritas kegiatan

serta tindakan perbaikan, pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga

profesional/terlatih, pelaksanaan sesuai standar, memanfaatkan perkembangan metode

dan teknologi yang lebih efektif, berkualitas dan efisien, meningkatkan advokasi,

fasilitasi dan pembinaan.

d. Indikator Penilaian Program Imunisasi

Keberhasilan program imunisasi dasar diukur dari persentase cakupan

masing-masing jenis imunisasi dasar dengan membandingkan jumlah yang mendapatkan

imunisasi dibagi total bayi lahir x 100%. Mengacu kepada Direktorat PPM&PL,

(2006) tentang modul kegiatan lima imunisasi dasar lengkap disebutkan bahwa target

pencapaian imunisasi: BCG, Polio1–IV, DPTI–III, HB1–III serta Campak.

Berdasarkan uraian tentang program imunisasi, maka standar kinerja petugas

imunisasi dalam pelaksanaan program imunisasi meliputi: persiapan petugas,

inventarisasi sasaran, persiapan vaksin, peralatan rantai vaksin, persiapan ADS,

pesiapan safety box, persiapan sasaran, pemberian imunisasi dan koordinasi.

Keseluruhan indikator kinerja petugas kesehatan tersebut ketiga faktor yang

mempengaruhi kinerja, yaitu karakteristik individu terkait dengan pengetahuan dan

kemampuan melakukan persiapan petugas, inventarisasi sasaran, persiapan vaksin,

(32)

Indikator yang terkait dengan karakteristik organisasi adalah ketersediaan

peralatan rantai vaksin, persiapan ADS, pesiapan safety box. Sedangkan indikator

yang terkait dengan karakteristik psikologis adalah sikap dan motivasi petugas

kesehatan dalam melakukan koordinasi.

2.7 Kerangka Teori

Menurut Gibson et al (1996), karakteristik individu dan organisasi secara tidak

langsung mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi. Demikian halnya

dalam pelaksanaan program imunisasi, secara teoritis ada tiga kelompok variable yang

memengaruhi perilaku dan kinerja yaitu: Variabel individu, variabel organisasi dan

variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut, menurut teori kinerja Gibson

et al (1996) dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Gibson, Ivanicevich dan Donnelly (1996)

(33)

2.8 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori dan tujuan penelitian, maka kerangka konseptual

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Karakteristik Individu (X1)

1. Umur

2. Kemampuan Petugas

3. Pengalaman

Karakteristik Organisasi (X2)

1. Kepemimpinan

2. Supervisi

3. Sarana Kerja

Karakteristik Psikologi (X3)

1. Persepsi

2. Sikap

3. Motivasi

KINERJA (Penilaian Metode 360

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

(H.R Bukhari dan yang lainnya). Abu Ishaq menengahi dengan berkata : Apabila kondisi lemah maka duduk, karena dalam kondisi lemah membutuhkan istirahat dan

Firmansyah, S., 2007.Pembuatan Kertas Transparan dari Jerami Padi: Kajian Konsentrasi NaOH dan Jumlah Pelapisan PV AC.. Universitas

Berdasarkan hasil penelitian, perangkat pembelajaran biologi dengan pendekatan scientific skill memiliki tingkat keterterapan yang baik, sehingga dapat digunakan

Jika berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi oleh Pihak Pertama ternyata Pihak Kedua tidak melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang telah disepakati, maka Pihak Kedua wajib

Perencanaan selalu dibahas pada rapat wali murid di awal tahun pembelajaran dengan menghadirkan pihak-pihak yang terkait seperti penilik PLS dari dinas pendidikan, kemudian

Pada motor bensin, terdapat busi pada celah ruang bakar yang dapat memercikkan bunga api.. yang kemudian membakar campuran bahan bakar dan udara pada suatu titik tertentu

As well, the optimum temperature of the protease enzyme treatment given media exposure results Fe magnetic field reaches a temperature of 55 0 C with protease activity of 0.13

, tujuan dilakukan uji t (independent sample t test) yaitu untuk mengetahui perbedaan dari penggunaan aplikasi berbasis interaktif Symbolab dengan metode konvensional