BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Konsumsi Minuman Beralkohol 2.1.1 Pengertian Alkohol
Alkohol sendiri ada bermacam-macam, yang biasa jumpai di minuman
keras adalah jenis ethyl alkohol atau biasa disebut dengan etanol/alkohol saja.
Sedangkan yang disebut spritus adalah methyl alcohol atau sering disebut
metanol. Menurut Poerwodarminto (2000) alkohol adalah nama zat cair yang
memabukkan. Budiarjo (1991) mengemukakan alkohol adalah senyawa kimia
organis yang berperan sebagai obat peringan pada aktifitas system syaraf pusat.
Alkohol adalah minuman yang sifatnya menimbulkan ketagihan.
2.1.2 Minuman Beralkohol
Minuman beralkohol atau sering disebut minuman keras adalah jenis
NAPZA dalam bentuk minuman yang mengandung alkohol tidak peduli berapa
kadar alkohol didalamnya. Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat
menimbulkan adiksi (addiction) yaitu ketagihan dan dependensi (ketergantungan).
Penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA jenis alkohol ini dapat
menimbulkan gangguan mental organic, yaitu gangguan dalam fungsi berpikir,
berperasaan dan berperilaku. Gangguan mental organic ini disebabkan reaksi
langsung alkohol pada neuro – transmitter sel-sel saraf pusat (otak). Karena sifat
adiktifnya itu, maka orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa disadari akan
Alkohol saat ini tidak hanya digunakan dalam dunia medis saja, alkohol
tidak asing lagi bagi masyarakat umum, terlebih orang yang menyalahgunakannya
salah satunya adalah minuman beralkohol. Minuman beralkohol adalah minuman
yang mengandung zat etanol, zat psikoaktif yang bila dikonsumsi akan
mengakibatkan kehilangan kesadaran (Ahira, 2010).
Pada perkembangan dan tahap peralihan ini, remaja rentan dengan
perilaku menyimpang dan frustasi akibat kekecewaan atau kegagalan atas apa
yang dikehendakinya. Banyak cara individu tersebut dalam mereaksi frustasi yang
dialami, salah satunya adalah kompensasi yang dimana individu berusaha untuk
menutupi kekurangan atau kegagalannya dengan cara-cara lain yang dianggap
memadai. Kompensasi tersebut cenderung ke arah negatif seperti mengkonsumsi
minuman beralkohol.
Di Indonesia, minuman beralkohol sudah banyak merambah dari
masyarakat menengah ke atas sampai golongan masyarakat berekonomi ke
bawah. Tidak dipungkiri akses untuk memperoleh minuman beralkohol sangat
mudah. Menurut Laporan Status Global mengenai Alkohol dan Kesehatan 2011
keluaran WHO, tak kurang dari 320.000 orang antara usia 15-29 tahun meninggal
setiap tahun karena berbagai penyebab terkait alkohol. Jumlah ini mencapai
sembilan persen dari seluruh kematian dalam kelompok usia tersebut
(Hidayatullah, 2011).
Dalam kamus psikologi Chaplin (1995) disebutkan bahwa perilaku
mempunyai beberapa arti yaitu (a) beberapa yang dilakukan organisem, (b)
sebagai salah satu respon spesifik dari seluruh pola respon dan (c) suatu kegiatan
Hubley dan Meror (dalam Hardani, 1999) menggolongkan minuman keras
menajadi tiga jenis yaitu : (a) bir dengan kadar alkohol satu sampai lima persen,
(b) anggur dengan kadar alkohol lima sampai dengan dua puluh persen dan (c)
liquat dengan kadar alkohol dua puluh persen sampai dengan lima puluh persen.
Makin tinggi kandungan kadar alkoholnya makin besar pengaruhnya bagi si
peminum.
Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
minum-minuman keras adalah kebiasaan minum-minum-minuman keras dengan jumlah dan
kadar alkohol yang diminum dari yang terendah sampai yang tinggi.
Aspek minum-minuman keras (Hardani, 1999)
a. Frekuensi minum, yang ditunjukkan intensitas subjek dalam
meminum-minuman keras.
b. Kadar minuman keras yang diminum.
c. Jumlah minuman keras yang diminum.
d. Cara meminum-minuman keras yang ditunjukkan bag aimana
subjek meminum-minuman keras.
2.1.3 Golongan minuman beralkohol
Minuman beralkohol (Eat for life, 1992, Woteki dan Thomas) terdiri dari
tiga golongan ditinjau dari kadar alkohol yang ada dalam berbagai jenis dan
kemasan minuman yang ada. Menurut peraturan Menteri Kesehatan No. 86/1977
minuman beralkohol dibagi dalam tiga golongan yaitu :
1) Golongan A
Minuman keras golongan A adalah minuman keras dengan kadar etanol (C2H5OH) 1% - 5%. Contoh minumannya adalah Bir Bintang, Green sand, Anker Bir, San Miguel, dan lain lain.
Minuman keras golongan B adalah minuman keras dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 5% - 20%. Contoh minuman golongan B antara lain Anggur Malaga, Anggur Kolesom cap 39, Anggur Ketan Hitam, Anggur Orang Tua, Shochu, Creme Cacao, dan jenis minuman anggur lainnya.
3) Golongan C
Minuman keras golongan C adalah minuman keras dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 20% - 50%. Contoh minumannya adalah Mansion of House, Scotch Brandy, Stevenson, Tanqueray, Vodca, Brandy, dan lainnya.
Berdasarkan dari beberapa golongan minuman beralkohol peneliti ingin
meneliti yang golongan C, karena kadar alkoholnya rendah dan sering di
konsumsi pasa siswa karena harga golongan C terjangkau.
2.1.4 Jenis minuman beralkohol
Berikut ini adalah beberapa contoh jenis minuman beralkohol yang
beredar di Indonesia dan sering di konsumsi oleh remaja (Hardani, 1999).
1) Anggur
Anggur (atau juga populer disebut dalam bahasa Inggris: wine) adalah minuman beralkohol yang dibuat dari sari anggur jenis Vitis vinifera yang biasanya hanya tumbuh di area 30 hingga 50 derajat lintang utara dan selatan. Minuman beralkohol yang dibuat dari sari buah lain yang kadar alkoholnya berkisar di antara 8% hingga 15% biasanya disebut sebagai wine buah (fruit wine).
2) Bir
Bir secara harfiah berarti segala minuman beralkohol yang diproduksi melalui proses fermentasi bahan berpati dan tidak melalui proses penyulingan setelah fermentasi. Proses pembuatan bir disebut brewing. Karena bahan yang digunakan untuk membuat bir berbeda antara satu tempat dan yang lain, maka karakteristik bir seperti rasa dan warna juga sangat berbeda baik jenis maupun klasifikasinya. Salah satu minuman tertua yang dibuat manusia, yaitu sejak sekitar tahun 5000 SM yang tercatat di sejarah tertulis Mesir Kuno dan Mesopotamia.
3) Brendi
Bila bahan baku tidak ditulis pada label, brendi tersebut hasil distilasi berupa cairan berwarna bening, dan biasanya disimpan untuk mengalami pematangan di dalam tong yang dibuat dari kayu ek atau kayu jenis lainnya. Produsen rum terbesar di dunia adalah negara-negara Karibia dan sepanjang aliran Sungai Demerara di Guyana, Amerika Selatan. Selain itu, pabrik rum ada di negara-negara lain di dunia seperti Australia, India, Kepulauan Reunion.
5) Sampanye
Sampanye adalah minuman anggur putih bergelembung yang dihasilkan di kawasan Champagne di Perancis, sekitar 90 kilometer di timur laut Paris. Reims adalah salah satu wilayah penghasil sampanye yang terkenal. Umumnya terbuat dari anggur pinot noir, sampanye yang berkualitas bagus mempunyai warna kekuningan. Sampanye biasanya hanya diminum pada acara-acara khusus seperti perayaan tahun baru dan sering pula terlihat pada perayaan kemenangan kejuaraan olahraga seperti Formula 1, di mana sang pemenang di podium membuka sebotol sampanye dan menyemprotkan isinya.
6) Tuak
Tuak atau juga disebut arak di nusantara adalah sejenis minuman yang merupakan hasil fermentasi dari bahan minuman/buah yang mengandung gula. Tuak sering juga disebuat pula arak adalah produk yang mengandung alkohol. Bahan baku yang biasa dipakai adalah: beras atau cairan yang diambil dari tanaman seperti nira kelapa atau aren, legen dari pohon siwalan atau tal, atau sumber lain.
Kadar alkohol berbeda-beda bergantung daerah pembuatnya. Arak yang dibuat di pulau Bali yang dikenal juga dengan nama brem bali, dikenal mengandung alkohol yang kadarnya cukup tinggi.Beberapa tempat di Pulau Madura dahulu dikenal sebagai sebagai penghasil tuak, namun orang Madura tidak mempunyai kebiasaan minum yang kuat. Saat ini dapat dikatakan sangat sedikit orang Madura yang minum tuak atau arak.Masyarakat Tapanuli (Sumatera Utara), khususnya masyarakat beretnis Batak menganggap bahwa Tuak berkhasiat menyehatkan badan karena mengandung efek menghangatkan tubuh.
7) Vodka
Vodka (bahasa Polandia: wódka; bahasa Rusia
bahasa Ukraina г ріл , horilka; bahasa Belarus:
berkadar tinggi, bening, dan tidak berwarna, yang biasanya disuling dari gandum yang difermentasi. Banyak yang menduga bahwa kata Vodka merupakan turunan dari kata bahasa Slavia "voda" (woda, ) yang berarti "air," meskipun banyak pendapat-pendapat lain.Kecuali untuk sejumlah kecil perasa, vodka mengandung air dan alkohol (etanol).
Vodka biasanya memiliki kandungan alkohol sebesar 35 sampai 60% dari isinya. Vodka Rusia klasik mengandung 40% (80° kandungan murni), angka tersebut dirumuskan oleh ahli kimia terkenal Rusia, Dmitri Mendeleev. Menurut Museum Vodka di St. Petersburg, Rusia, Mendeleev berpendapat bahwa kandungan yang sempurna yaitu 38%, tetapi karena minuman beralkohol pada waktu itu dikenakan pajak berdasarkan kandungan alkoholnya, persentasenya dinaikkan menjadi 40 untuk mempermudah penghitungan pajak.
8) Wiski
Wiski (bahasa Inggris: whisky dari bahasa Gaelik Skotlandia, atau whiskey dari bahasa Irlandia, fuisce) merujuk secara luas kepada kategori minuman beralkohol dari fermentasi serealia yang mengalami proses mashing (dihaluskan, dicampur air serta dipanaskan), dan hasilnya melalui proses distilasi sebelum dimatangkan dengan cara disimpan di dalam tong kecil dari kayu (biasanya kayu ek).
Berdasarkan dari beberapa macam-macam
minuman beralkohol peneliti ingin meneliti yang sering di
konsumsi oleh siswa adalah minuman beralkohol jenis tuak
karena mudah mencarinya dan harganyanya terjangkau.
2.1.5 Faktor Pendorong Pengkonsumsian Minuman Beralkohol
Karamoy (2004) mengungkapkan ada dua faktor yang mempengaruhi
perilaku minuman beralkohol yaitu faktor internal dan faktor eksternal antara lain
keluarga, lingkungan tempat tinggal, konformitas kelompok, keadaan sekolah dan
pendidikan.
Sedangkan menurut Hawari (2001), terdapat beberapa faktor yang
1) Faktor keluarga
Diantara faktor penyebab lainnya, keluarga selalu menjadi tersangka utaman penyebab penyalahgunaan alkohol. Pasalnya, keluarga merupakan lingkungan terdekat yang secara tidak langsung mempengaruhi kepribadian dan perilakunya.
2) Faktor kepribadian
Kepribadian pengguna alkohol juga turut berperan dalam perilaku ini. Pada remaja, biasanya penyalahgunaan alkohol memiliki konsep diri dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat dengan ditandai ketidakmampuan individu mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi juga turut mempengaruhi.
3) Faktor kelompok teman sebaya (peer group)
Kelompok atau teman sebaya yang menggunakan alkohol memiliki kemampuan yang cukup kuat mempengaruhi orang – orang disekitarnya untuk menggunakan alkohol.
4) Faktor kesempatan
Semakin mudahnya untuk mendapatkan alkohol, bisa dibilang sebagai pemicu penyebab maraknya pengkonsumsian minuman alkohol saat ini.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun dapat disimpulkan bahwa
keinginan siswa untuk mengkonsumsi minuman beralkohol di karenakan faktor
kelompok teman sebaya. Semakin tinggi konformitas negatif siswa tersebut
semakin tinggi pula siswa tersebut mengkonsumsi minuman beralkohol.
2.1.6 Tahap – tahap Konsumsi Alkohol
Tahap –tahap konsumsi alkohol menurut Jellinek, 1942 (dalam George,
1990) antara lain :
1) Tahap pra alcoholic
Individu kadang – kadang minum pada acara tertentu, dan belum ada konsekwensi serius yang ditimbulkan. Frekuensi minumnya akan bergerak antara kadang-kadang ke tahap peminum rutin, dari awalnnya yang bermotif
sosial menjadi peminum yang mendapatkan “sesuatu” dari rutinitas minum
tersebut, biasanya efek psikologikal misalnya mengurangi stress, dan akan mulai mencari kesempatan untuk dapat minum, hal ini akan dengan cepat berubah menjadi standar pribadi individu untuk mengatasi stress, tahap ini biasanya berjalan 1 bulan hingga 2 tahun.
2) Tahap prodomal
beberapa kali mengalami apa yang dinamakan kehilangan kesadaran. Untuk mengurangi stress, terkadang beberapa individu dapat berhenti minum dan kembali menjadi peminum yang bermotif sosial. Bagaimanapun juga, banyak diantara mereka melanjutkan untuk memperbanyak minum dan mulai minum-minuman yang berbeda. Mencuri-curi waktu untuk minum sebelum atau selama pesta minum terjadi.
Dalam tahap ini orang tersebut tidak menganggap alkohol sebagai minuman tetapi juga kebutuhan. Bagi individu dalam tahap ini, konsumsi alkohol menjadi sangat banyak. Periode ini berlangsung antra 5 bulan – 4,5 tahun tergantung kondisi individu, dan diakhiri dengan kehilangan kontrol. 3) Tahapan crucial
Hilangnya kontrol terhadap perilaku minum alkohol dan kadang kadang individu minum secara sangat berlebihan sebagai permintaan fisik untuk minum lebih banyak. Individu tidak dapat mengontrol berapa jumlah ia minum pada saat sekali minum, bisa atau tidak bisa mengontrol peminum akan tetap meminum alkohol. Individu mulai menyadari dan mulai berpikir rasional, kadang-kadang periode tersebut muncul saat peminum mencoba-coba membuktikan pada orang lain, bahwa minum-minum bukanlah suatu masalah.
Disisi lain pola pikir orang tersebut akan berubah menjadi “Jika aku
hanya ___________, maka hal itu takkan menjadi masalah bagiku. Perubahan yang umum terjadi biasanya adalah meminum minuman yang berbeda, misalnya dari wisky ke bir, perubahan dalam bekerja, minum-minum di tempat lain dan mencampur beberapa jenis minuman. Bagaimanapun juga, perubahan individu ini berakhir pada kegagalan, kurang bisa mengontrol diri, perilaku agresif, serta gangguan dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat. Peminum biasanya menjadi orang gampang marah, merasa bersalah dan hidup menjadi terpusat pada alkohol.
4) Tahapan kronic
Aktivitas primer individu sepanjang hari adalah seputar memperoleh dan meminum alkohol yang mana alkohol mendominasi hidupnya. Jika dalam tahap sebelumnya orang tersebut bisa tetap menjalani hidupnya (meskipun agak terganggu), pada tahap ini individu akan kehilangan pekerjaan dan mengalami konflik dengan lingkungan dan keluarga. Peminum akan minum di pagi buta, jeda antara botol pertama dan selanjutnya biasanya terpaut sekitar 4 jam.
Berdasarkan dari beberapa tahapan konsumsi minuman beralkohol
yang kebayakan siswa alami yaitu tahapan crucial karena siswa susah
mengontrol diri untuk tidak minum-minuman beralkohol.
2.1.7 Tipe – Tipe Pola Minum
Jellinek yang terkenal sebagai “Bapak” dari penelitian tentang
ketergantungan alkohol mengkategorikannya menjadi 4 tipe pola minum (dalam
George, 1990) :
1) Alpha
Tipe pola minum alpha merupakan ketergantungan psikologikal murni atas efek alkohol untuk mengurangi sakit (fisik dan mental). Tidak ada tanda-tanda gangguan yang parah dalam kehidupan individu tipe ini. Efeknya hanya mengakibatkan sedikit gangguan dalam hubungan antar individu dan pekerjaan. Jellinek menghindari menyebut individu ini sebagai “peminum
bermasalah”, dia memahami bahwa penelitian lain akan mempunyai
pemikiran yang sama, dia juga berpikir jika perkembangan tersebut tidak bisa dihindari. Tipe individu ini dapat berubah menjadi tipe gamma, tipe ini biasanya berlangsung selaman 30 tahun – 40 tahun. Ada beberapa pendapat tentang apakah tipe Alpha adalah peminum sejati atau bukan.
2) Beta
Tipe ini muncul saat masalah-masalah fisik yang disebabkan oleh alkohol bermunculan, misalnya liver, radang lambung dan masalah syaraf. Bagaimanapun juga tipe beta ini bukanlah individu yang minum karena ketergantungan psikologi atau fisiologinya terhadap alkohol, individu tidak mengalami gejala penarikan diri saat tidak minum, Jellinek percaya bahwa tipe ini adalah tipe yang paling sering muncul dalam budaya luas. Jellinek berpikir proses beta menjadi gamma atau delta sama dengan proses alpha ke gamma.
3) Gamma
Tipe ini ditandai dengan perubahan dalam toleransi, perubahan fisiologi, munculnya gejala-gejala tertentu dan kehilangan kontrol atas diri. Tipe ini juga melibatkan meningkatnya kekebalan diri terhadap alkohol. Dalam tipe ini Jellinek menjelaskan perkembangan dari ketergantungan psikologi ke fisiologi, yang ditandai dengan perubahan sikap. Jellinek mengatakan tipe gamma adalah tipe yang paling merusak dalam kesehatan fisik dan gangguan sosial.
4) Delta
peminum tipe ini bisa mengontrol kebiasaan mereka, tapi mereka tidak dapat
“menjalani hidup” tanpa menderita karena alkohol.
Individu tipe ini dideskripsikan Jellinek sebagai yang paling sulit disembuhkan dan biasanya eksis di negara yang melegalkan alkohol. Jellinek menekankan bahwa individu tipe ini adalah individu yang anti sosial. Karena ketidak adanya penyembuhan atau penurunan. Meluasnya penyebaran tipe ini menjadi tersembunyi dan pada akhirnya dapat diterima di masyarakat luas.
Berdasrkan dari type-type pola minum di bagi menjadi 4 type yaitu,
Alpha, Beta, Gamma, Delta. Penulis menyimpulkan yang paling dominan
adalah type Gamma, karena siswa susah mengontorol emosi saat ada siswa
lain mengganggu diri siswa tersebut.
2.1.8 Gejala Mengkonsumsi Minuman Beralkohol
Gangguan mental organic yang terjadi pada diri seseorang ditandai
dengan gejala-gejala berikut dalam George, 1990) :
1) Terdapat dampak berupa perubahan perilaku, misalnya perkelahian dan tindak kekerasan lainnya, ketidakmampuan menilai realitas dan gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan (perilaku maladaptif).
2) Terdapat gejala fisiologik sebagai berikut : Pembicaraan cadel, gangguan koordinasi, cara jalan yang tidak mantap, mata jereng, muka merah.
3) Tampak gejala-gejala psikologik sebagai berikut : Perubahan alam perasaan (mood/afek), misalnya euphoria/disforia. Mudah marah dan tersinggung (iritabilitas). Banyak bicara (melantur). Hendaya atau gangguan perhatian/konsentrasi. Hendaya ini besar pengaruhnya bagi kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan gelaja mental orgainc pada diri siswa yang mengkonsumsi
minuman beralkohol penulis menyimpulkan bahwa yang dominan pada siswa
yang mengkonsumsi minuman beralkohol adalah dampak perubahan perilaku,
misalnya perkelahian dan tindak kriminal lainnya.
Adolescent Alcohol Involvement Scale atau skala keterlibatan alkohol
pada remaja merupakan skala yang disusun oleh Mayer dan Filstead’s (1979).
Skala pengukuran ini terdiri dari 30 item. Item tersebut merujuk pada beberapa
aspek keterlibatan alkohol pada remaja yang ditentukan Mayer dan Filstead’s
antara lain pengkonsumsian alkohol, frekuensi minum-minuman beralkohol, efek
dari minum-minuman beralkohol, dan pandangan / perspektif mengenai minuman
beralkohol.
Skala tersebut telah ditentukan skor pada setiap itemnya, dan terdapat 2
jenis kategori keterlibatan alkohol, yakni pada kategori penggunaan minuman
beralkohol dengan interval skor 1-36 dan kategori alkoholik / peminum berat pada
interval skor 37-80.
2.2 Konformitas Negatif
2.2.1. Definisi Konformitas Negatif
Myers (2010), konformitas negatif merupakan perubahan perilaku atau
kepercayaan seseorang akibat dari tekanan kelompok. Sears, dkk (1999)
mengatakan bahwa konformitas negatif adalah menampilkan suatu tindakan
karena orang lain juga melakukannya.
Conformity (konformitas) adalah tendensi untuk mengubah keyakinan
atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain (Cialdini &
Goldstein, 2004). Sedangkan Baron, dkk (2008) memberikan definisi mengenai
konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu mengubah
sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial (dalam Sarwono,
Orang menyesuaikan diri karena dua alasan utama, yakni perilaku orang
lain memberikan informasi yang bermanfaat dan kita menyesuaikan diri karena
ingin diterima secara sosial dan menghindari celaan.
Namun, kecenderungan untuk melakukan konformitas tidak selalu
berarti hanya mengikuti pada hal-hal yang positif saja, manusia juga dapat
melakukan konformitas pada bentuk-bentuk perilaku negatif (Sarwono, 2009).
Dari pengertian konformitas negatif menurut beberapa ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa konformitas adalah perubahan perilaku individu mengikuti
suatu kelompok agar diterima secara sosial.
2.2.2 Alasan utama konformitas negatif
Menurut Sears (1999) alasan utama konformitas negatif antara lain :
1) Perilaku orang lain memberikan informasi yang bermanfaat
Orang-orang melakukan sesuatu yang dilakukan oleh orang lain karena orang lain mempunyai, atau tampaknya mempunyai informasi yang tidak mereka miliki. Tingkat konformitas negatif yang didasarkan pada informasi ditentukan oleh dua aspek situasi : Sejauh mana mutu informasi yang dimiliki orang lain tentang apa yang benar dan sejauh mana kepercayaan diri kita terhadap penilaian kita sendiri.
2) Demi memperoleh persetujuan atau menghindari celaan kelompok
Menghindarkan rasa tidak senang orang lain terhadap diri, namun sejumlah faktor lainnya ikut menentukan bagaimana pengaruh persetujuan dan celaan ini terhadap tingkat konformitas individu.
Berdasarkan alasan utama diatas penulis menyimpulkan bahwa alasan
utama konformitas negatif adalah demi memperoleh persetujuan kelompo demi
menghindari celaan kelompok, gar tidak di bully oleh anggota lain karena tidak
bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi kelompok.
Menurut Sears (1999) faktor-faktor yang dapat menimbulkan tingkat
konformitas yang lebih tinggi antara lain :
1) Kelompok yang besar
Asch (1958) menyimpulkan bahwa untuk menghasilkan tingkat konformitas yang tinggi, ukuran kelompok tiga atau empat orang sama mudahnya seperti yang dilakukan untuk kelompok yang lebih besar. Mann (1977) dalam penelitian mengenai antrian, bila ada enam orang atau lebih yang membentuk antrian, orang-orang yang baru datang biasanya juga akan ikut dalam antrian itu, semakin banyak jumlah orang dalam suatu antrian, semakin besar kemungkinan orang lain akan ikut mengantri (dalam Sears, 1999).
2) Keahlian kelompok
Merupakan salah satu faktor penentu kepercayaan terhadap kelompok. Semakin tinggi tingkat keahlian kelompok itu dalam hubungannya dengan individu, semakin tinggi tingkat kepercayaan dan penghargaan individu terhadap pendapat mereka.
3) Ketiadaan rasa percaya diri dalam diri individu
Sisi lain adalah bahwa sesuatu yang meningkatkan kepercayaan individu terhadap penilaiannya sendiri akan menurunkan konformitas negatif. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas negatif adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi.
Berdasarkan faktor-faktor diatas penulis menyimpulkan faktor-faktor
yang dapat menimpulkan tingkat konformitas yang lebih tinggi yaitu,
seseorang dapat menurunkan konformitas negatif dengan membuat orang lain
merasa lebih menguasai suatu persoalan. Segala sesuatu yang meningkatkan
rasa percaya individu terhadap penilaiannya sendiri akan menurunkan tingkat
konformitas karena kemudian kelompok bukan merupakan sumber informasi
yang unggul lagi.
2.2.4 Faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat konformitas negatif Menurut Sears (1999) Faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat
1) Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas.
2) Bila anggota kelompok yang lain mempunyai pendapat yang sama, keyakinan individu terhadap pendapatnya sendiri akan semakin kuat, dan keyakinan yang kuat akan menurunkan konformitas.
3) Keterikatan yang semakin kuat akan semakin menurunkan konformitas negatif. Antara keterikatan pribadi yang kuat dan keterikatan umum tidak terdapat perbedaan, mungkin karena keterikatan pribadi yang kuat menimbulkan keterikatan yang begitu kuatnya sehingga konformitas negatif berada di tingkat yang sangat rendah.
Berdasarkan faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat konformitas
negarif penulis menyimpulkan tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan
menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat
itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang membentuk
mayoritas
2.2.5. Aspek-aspek Konformitas Negatif
Menurut Sears, dkk (1999) ada beberapa aspek dalam konformitas
negatif, yakni:
1) Kekompakan
Konformitas negatif juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya. Istilah kekompakan disini merupakan total kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Semakin besar rasa suka anggota satu terhadap anggota lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok, serta makin besar kesetiaan mereka, dan sebagainya akan semakin kompak kelompok itu. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas negatif yang semakin tinggi. Kekompakan terjadi juga dikarenakan sebagai berikut :
a. Penyesuaian diri
Pada dasarnya orang menyesuaikan diri karena dua alasan utama, yang pertama karena perilaku orang lain memberikan infomasi yang bermanfaat dan yang kedua karena ingin diterima secara sosial, memperoleh persetujuan, dan menghindari celaan kelompok.
menyesuaikan diri akan semakin besar bila seseorang mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok tertentu. Anggota kelompok akan berusaha lebih keras untuk menyesuaikan dri dalam kelompok yang mempunyai semangat kelompok yang tinggi.
b. Perhatian terhadap kelompok
Peningkatan konformitas negatif ini terjadi karena anggotanya enggan disebut sebagai orang yang menyimpang, dan penyimpangan akan menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering menyimpang atau menyimpang pada saat-saat yang sangat penting akan diperlukan, tidak menyenangkan, dan bahkan bisa dikeluarkan dalam kelompok.
semakin tinggi perhatian seseorang terhadap kelompok, semakin serius tingkat rasa takutnya tehadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinannya untuk tidak menyetujui kelompok.
2) Kesepakatan
Kesepakatan merupakan faktor yang sangat penting bagi timbulnya konformitas negatif namun juga dapat menurunkan drastis konformitas, berikut beberapa hal yang mempengaruhi :
a. Kepercayaan terhadap kelompok
Bila tingkat kepercayaan pada mayoritas tinggi akan semakin meningkatkan konformitas negatif. Sebaliknya bila tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meski orang yang berbeda pendapat sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas.
b. Pendapat yang sama
Pendapat yang sama akan meningkatkan konformitas negatif karena jika mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang dari kelompok, baik dalam pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain.
c. Penyimpangan terhadap pendapat kelompok
Dalam kelompok apabila satu orang saja tidak sependapat dengan anggota yang lain dalam kelompok tersebut, akan menurunkan tingkat konformitas sebesar seperempat dari tingkat umumnya, entah orang yang berbeda pendapat tersebut mempunyai jabatan atau tidak, mempunyai keahlian atau tidak, konformitas negatif cenderung turun sampai tingkat yang terendah.
3) Ketaatan
Dalam penelitian ketaatan oleh Milgram, 1963 (dalam Sears, 1999) hasil-hasil menunjukkan bahwa dalam keadaan tersebut subjek mengalami tekanan yang besar dari situasi dan tuntutan peneliti sendiri daripada tugas yang diberikan pada subjek.
a. Tekanan karena ganjaran, ancaman/hukuman
ganjaran dan hukuman, jika nilai pada tesnya baik akan diberikan uang saku lebih, dan ancaman bila anak merokok akan dipukul.
Namun ketaatan juga dapat dipengaruhi melalui peniruan dan imitasi. Seperti perilaku yang lain, individu cenderung melakukan apa yang mereka lihat dilakukan oleh orang lain. Jika melihat seseorang tidak taat, dia akan cenderung menjadi kurang taat.
b. Harapan orang lain
Orang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang itu tersebut mengharapkannya. Orang akan menampilkan perilaku sesuai dengan label yang anda berikan. Misal karena orang lain mmberi label murah hati dan tidak murah hati, seseorang akan berusaha untuk mendapat label murah hati dari orang lain.
Suatu label dapat memperkuat gambaran itu dan mendorong orang untuk menampilkan perilaku yang sesuai dengan gambaran tersebut, di waktu lain, label dapat membuat orang merasa cemas tentang gambaran tersebut dan berusaha melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.
Berdasarkan aspek-aspek konformitas negatif penulis
menyimpulkan konformitas negatif yaitu, elemen kognitif, dan terutama
pemikiran orang mengenai dirinya sendiri, memainkan peran penting
dalam ketaatan. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan,
bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk
memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam
situasi yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa
sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin timbul.
2.3 Hasil Penelitian yang Berhubungan
Berikut beberapa penelitian yang telah ada untuk mendukung penelitian
ini, yakni hasil penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2013) yang menunjukkan
koefisien korelasi antara konformitas terhadap kelompok dengan perilaku
minum-minuman beralkohol pada remaja sebesar rxy = 0,397 dengan taraf signifikansi
Sedangkan penelitian oleh Priharjanti (2011) menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara konformitas kelompok dengan perilaku minum
minuman keras pada remaja dengan rxy sebesar 0,05 dan p=0,000 (p<0,05).
Penelitian oleh Desy Daryanti (2009) berdasarkan data uji korelasi
mengenai konformitas dengan konsumsi minuman beralkohol siswa kelas XI
SMA Negeri 1 Tengaran Tahun Pelajaran 2012/2013 menunjukkan adanya
hubungan negatif signifikan. Hal ini dapat diketahui dari nilai korelasi rxy= -0,374
dan p= 0,002<0,05).
Berdasarkan dari beberapa peneliti dapat disimpulkan apabila siswa yang
mempunyai konformitas yang tinggi terhadap kelompoknya dan masuk pada suatu
kelompok yang negatif, akan mempengaruhi siswa tersebut menjadi negatif pula.
Misalnya siswa masuk ke dalam kelompok alcoholic maka kemungkinan besar
akan menjadi alcoholic juga.
2.4 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir berisi argumentasi yang rinci dan konkret tentang
teori-teori yang mendukung hipotesis yang akan dirampu. Pada dasarnya kerangka
berfikir merupakan arahan penalaran agar bisa sampai pada pemberian jawaban
sementara atas permasalahan yang dirumuskan.
Sugyiono (2013) menjelaskan variabel adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Penelitian ini melibatkan dua variabel, variabel bebas (Independent variable) dan
Variabel bebas : Konformitas Negatif (X)
Variabel terikat : Minuman beralkohol (Y)
Hubungan antar kedua variabel tersebut digambarkan sebagai berikut :
Konformitas merupakan perubahan perilaku atau kepercayaan seseorang
akibat dari tekanan kelompok. Ada beberapa aspek konformitas yaitu, aspek
kekompakan didalam aspek kekompakan ada penyesuaian diri dan perhatian
terhadap kelompok, selanjutnya ada aspek kesepakatan di dalam aspek
kesepakatan ada kepercayaan terhadap kelompok, pendapat yang sama, dan
penyesuaian diri, penyimpangan terhadap kelompok, dan ada aspek ketaatan di
dalam aspek ketaatan ada tekanan karena ganjaran, ancaman/hukuman, dan
harapan orang lain.
Jika siswa yang mempunyai konformitas negatif yang tinggi terhadap
kelompoknya dan masuk pada suatu kelompok yang negatif, akan mempengaruhi
siswa tersebut menjadi negatif pula dan semakin tinggi pula siswa tersebut
minum-minuman keras.
2.5 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka, maka penulis mengajukan hipotesis
bahwa “Ada hubungan yang positif signifikan antara konformitas negatif dengan Konformitas
negatif (X)
Minuman
perilaku konsumsi minuman beralkohol pada siswa kelas XI SMK Negeri 2