• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH ORANG TUA PENGRAJIN BAMBU DALAM MENDIDIK ANAK DI DUSUN NGABLAK PULUTAN SIDOREJO SALATIGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "POLA ASUH ORANG TUA PENGRAJIN BAMBU DALAM MENDIDIK ANAK DI DUSUN NGABLAK PULUTAN SIDOREJO SALATIGA"

Copied!
205
0
0

Teks penuh

(1)

POLA ASUH ORANG TUA PENGRAJIN

BAMBU DALAM MENDIDIK ANAK

DI DUSUN NGABLAK PULUTAN SIDOREJO

SALATIGA

SKRIPSI

Disusun Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S. Pd.)

Oleh:

IMANIA NAJMUNA

NIM: 11112193

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api

neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orang tuaku, ayahanda tercinta Muhsinun (almarhum) dan ibunda

Murtafiah atas perjuangannya banting tulang, kalimah do`a dan seluruh

pengorbanannya telah mengukir segala asa, cita dan harapan membimbing

dan mendidik dengan penuh kesabaran serta memberikan segalanya baik

moral maupun spiritual bagi kelancaran studyku, semoga Allah senantiasa meridhoinya.

2. Kakak-kakakku tersayang (Agus Indriyatno, Aini Nur Faizah, Muhammad

Wahab Habibi, Dewi Mufidah, Ernawati, Sujoro, Tri Handayani, Andreas

Susanto) yang selalu memberikan dorongan semangat untuk selalu optimis

dan dukungan serta pengertian kepada penulis.

3. Kepada bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku pembimbing dan sekaligus

sebagai motivator serta pengarah sampai selesainya penulisan skripsi ini

4. Kepada seluruh sahabat-sahabatku Intan, Nindy, Silvi, Milkha, Kumi, dan

Royyan yang selalu memberikan semangat dan bantuan untuk segera

menyelesaikan skripsi ini.

5. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2012 khususnya kelas PAI F,

Teman-teman PPL MTs Al-Islam Bringin, dan Kelompok KKN posko 36

yang telah memberikan motivasi dan pengalaman hidup yang luar biasa

6. Warga dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga khususnya pengrajin

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya

Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi

Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan

hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di

hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “POLA ASUH ORANG TUA

PENGRAJIN BAMBU DALAM MENDIDIK ANAK DI DUSUN NGABLAK

PULUTAN SIDOREJO SALATIGA”

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas

Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari

bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa

tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi

ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam

4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya

(9)

ix

5. Bapak Sutrisna, S.Ag., M.Pd. selaku pembimbing akademik.

6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu

selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.

7. Warga dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga khususnya pengrajin bambu

yang telah memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan

penelitian.

8. Ibu, keluarga, sahabat dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan

memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang

membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.

Salatiga, 25 Agustus 2016

Penulis

(10)

x ABSTRAK

Najmuna, Imania. 2016. “Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga”

Pembimbing: Drs. Abdul Syukur, M.Si.

Kata kunci: Pola Asuh Orang Tua, Pengrajin Bambu, Pendidikan Anak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak, Pulutan, Sidorejo, Salatiga. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga. 2) Faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga 3) Upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Peneliti masuk ke lapangan dan bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Prosedur pengumpulan data adalah dengan metode observasi, metode wawancara, dan metode dokumentasi. Subyek penelitian adalah orang tua pengrajin bambu.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa 1) Pola asuh orang tua pengrajin bambu di dusun Ngablak dalam mendidik anak yaitu dengan tipe pola asuh

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Penegasan Istilah ... 8

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 23

A. Pola Asuh Orang Tua ... 23

(12)

xii

C. Pendidikan ... 36

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 50

A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 50

B. Temuan Penelitian ... 56

1. Pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ... 63

2. Faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ... 68

3. Upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ... 79

BAB IV PEMBAHASAN ... 93

A. Pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ... 93

B. Faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ... 97

C. Upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga... 106

BAB V PENUTUP ... 112

A. Kesimpulan... 112

(13)

xiii

DAFTAR PUSTAKA ... 115

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... 117

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 ... 51

Tabel 3.2 ... 51

Tabel 3.3 ... 52

Tabel 3.4 ... 53

Tabel 3.5 ... 54

Tabel 3.6 ... 55

Tabel 3.7 ... 56

Tabel 3.8 ... 57

Tabel 3.9 ... 59

Tabel 3.10 ... 60

Tabel 3.11 ... 61

Tabel 3.12 ... 62

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar SKK

2. Surat Tugas Pembimbing Skripsi

3. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian

4. Surat Keterangan Melakukan Penelitian

5. Lembar Konsultasi

6. Instrumen Pengumpulan Data

7. Hasil Wawancara

(16)
(17)

2 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Moh. Sochib (2010:2) dalam bukunya Pola Asuh Orang Tua,

pendidikan dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Dengan demikian, keluarga merupakan salah satu lembaga yang

mengemban tugas dan tanggung jawab dalam pencapaian tujuan pendidikan.

Pendidikan dalam lingkungan keluarga berlangsung di dalam rumah

tempat di mana anggota keluarga tinggal. Baik anggota keluarga seperti

Bapak, Ibu, maupun anak memiliki peran masing-masing dalam

berlangsungnya pendidikan di lingkungan keluarga hingga tercapai tujuan

pendidikan. Peran tersebut yaitu peran sebagai pendidik dan peran sebagai

peserta didik.

Keluarga merupakan lembaga pendidikan informal yang

menempatkan bapak dan ibu (orang tua) sebagai pendidik kodrati

(Fatchurrahman, 2006:7). Jadi, sudah menjadi kodrat bahwa orang tua

merupakan pendidik yang utama dan berperan penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan anak-anaknya.

Jika pendidikan dilakukan oleh orang dewasa yang memberikan

bantuan berupa pengajaran dan didikan kepada peserta didik, maka

pendidikan di lingkungan keluarga dilakukan oleh orang tua kepada anaknya.

Orang tua berperan sebagai pendidik, sedangkan anak berperan sebagai

(18)

3

objek pendidikan saja, akan tetapi memerankan anak sebagai subjek

pendidikan agar anak senantiasa berperan aktif dalam kegiatan pendidikan

yang dilakukan oleh orang tua.

Pendidikan di dalam rumah merupakan pendidikan awal dan utama

yang diterima oleh seorang anak sejak dilahirkan. Karena anak mulai belajar

berbagai macam hal terutama nilai-nilai, keyakinan, akhlak, dan

bersosialisasi. Anak belajar dari kedua orang tuanya, dan mereka menirukan

seperti apa yang dilakukan oleh orang tuanya (Helmawati, 2014:48). Jadi,

pendidikan di dalam rumah bertujuan untuk membentuk karakter dalam diri

anak itu sendiri, karena perilaku anak dapat terbentuk oleh perilaku yang

diajarkan orang tuanya dan selain itu, pendidikan di dalam rumah juga

memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan pendidikan anak di

sekolah. Orang tua memiliki peran yang sangat besar dalam memberikan

pendidikan bagi anaknya karena dari proses mendidik orang tua, seorang anak

dapat tertanam sebuah perilaku dan mendapatkan pendidikan serta ajaran

yang berasal dari orang tuanya. Selain itu, sudah menjadi tanggung jawab

bagi orang tua baik bapak dan ibu untuk memberikan pendidikan bagi

anaknya demi proses pendewasan sang anak.

Orang tua juga sangat memberikan peran dalam proses pendidikan

anak baik dalam keluarga maupun sekolah, karena hal ini mencerminkan

keterlibatan orang tua sebagai pendidik terhadap anak didik, sehingga

pendidikan anak berada di tangan kedua orang tuanya (Conny, 2002:8).

(19)

4

anaknya, terlebih dalam hal pendidikan. Dari pendidikan orang tua yang

diberikan kepada anaknya dapat menjadikan penentu keberhasilan pendidikan

anak.

Orang tua yang sadar akan pentingnya pendidikan di dalam rumah,

dapat memberikan pengaruh yang positif bagi anak terhadap berlangsungnya

pendidikan di sekolah sehingga anak memiliki semangat yang lebih dalam

melaksanakan pendidikan di sekolah dibandingkan dengan orang tua yang

tidak sadar akan pentingnya pendidikan di dalam rumah, maka akan

menghambat berlangsungnya pendidikan anak di sekolah dan anak merasa

tidak peduli akan pentingnya pendidikan. Orang tua yang tidak sadar akan

pentingnya pendidikan di dalam rumah biasanya orang tua yang beranggapan

bahwa pendidikan merupakan hanya urusan guru di sekolah, jadi hanya guru

yang bertanggung jawab atas proses pendidikan anak dan orang tua

melimpahkan tanggung jawab penuh dalam mendidik anaknya kepada para

pendidik formal (guru) (Helmawati, 2014:50).

Ada beberapa masalah yang dialami oleh seorang anak yang tidak

mendapatkan pendidikan secara penuh di dalam rumah dikarenakan kondisi

orang tua yang memiliki kesibukan terutama dipengaruhi oleh pekerjaan atau

profesi dari orang tua dan cara mengasuh orang tua yang tidak sesuai dengan

kebutuhan anak. Pekerjaan yang menuntut banyak waktu, banyak tenaga,

sehingga kebanyakan dari orang tua lalai akan pentingnya pendidikan anak di

dalam rumah. Banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya

(20)

anak-5

anaknya. Selain itu, pengerahuan yang kurang serta tingkat pendidikan yang

rendah menjadi kendala bagi orang tua untuk memberikan pola asuhnya

kepada anak dalam mendidik anak.

Dari sekian banyak pekerjaan atau profesi, ada beberapa pekerjaan

atau profesi orang tua yang menyita waktu, namun hal tersebut tergantung

dari manajemen waktu yang dikelola oleh orang tua. Apabila orang tua dapat

membagi waktu dengan mencurahkan perhatian terhadap anak terutama

dalam hal pendidikan, maka orang tua tersebut dapat secara penuh

melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai orang tua dan pendidik.

Seperti halnya, pekerjaan pengrajin bambu yang sama dengan

pekerjaan yang lain juga membutuhkan waktu kerja yang tidak sedikit. Tidak

hanya Guru, Dosen, Pegawai Pabrik, Wiraswasta, Pegawai kantor, Nelayan,

Petani, Tukang Becak dan berbagai jenis pekerjaan yang lain, yang memiliki

kesibukan di dunia pekerjaan tersebut. Pengrajin bambu juga merupakan

salah satu pekerjaan yang menyita banyak waktu karena dituntut untuk giat

dan teliti merajinkan bambu agar kerajinan bambu yang dihasilkan sesuai

dengan pesanan konsumen.

Tidak menjadi masalah bagi orang tua pengrajin bambu yang bekerja

namun tetap memperhatikan pendidikan anaknya. Dengan pola asuh yang

diberikan kepada anaknya, nilai pendidikan seorang anak dapat tertanam dan

menjadi bagian yang membentuk pendidikan anak baik di dalam rumah,

masyarakat dan terlebih di sekolah, meskipun kesibukan yang dimiliki oleh

(21)

6

Setiap pengrajin bambu memiliki karakter masing-masing dalam hal

mendidik anak. Ada sebagian pengrajin bambu yang memprioritaskan

pendidikan anak sehingga dapat membagi waktunya untuk mendidik anak dan

ada sebagian pengrajin bambu lain yang lebih memprioritaskan pekerjaannya

merajinkan bambu sehingga tidak memiliki waktu yang banyak untuk

mendidik anak.

Keberhasilan pendidikan anak baik di lingkungan keluarga, sekolah

dan masyarakat tergantung dari pola asuh orang tua yang diberikan terhadap

anak dalam rangka memberikan pendidikan anak khususnya di lingkungan

keluarga atau di dalam rumah. Dengan pola asuh orang tua pengrajin bambu

yang memiliki karakteristik berbeda-beda dapat diketahui faktor yang

menentukan pola asuh dari orang tua sehingga hasil pendidikan anak dapat

terlihat dari cara mendidik orang tua terhadap anak dan upaya orang tua yang

diberikan bagi anak dalam rangka meningkatkan pendidikan anak baik di

dalam keluarga, masyarakat dan sekolah.

Terdapat satu wilayah di Kelurahan Pulutan yaitu dusun Ngablak,

yang kurang lebih 38,75 % penduduknya bekerja sebagai pengrajin bambu

(Hasil wawancara dengan Ketua Paguyuban Pengrajin Bambu, 29 Juni 2016

jam 15.20). Pekerjaan tersebut muncul sebagai mata pencaharian warga dusun

Ngablak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka memilih profesi

tersebut sebagai pr0fesi sehari-hari disebabkan sulitnya mencari lapangan

pekerjaan karena tingkat pendidikan yang dimiliki tergolong rendah. Dengan

(22)

7

melimpah di lingkungan sekitar dusun Ngablak, warga dusun Ngablak

memilih pekerjaan pengrajin bambu sebagai mata pencaharian sehari-hari.

Selain itu, pekerjaan tersebut juga dilakukan secara turun temurun dari zaman

dahulu hingga sekarang.

Berbeda dengan daerah yang lain, dusun Ngablak merupakan dusun

yang sebagian besar warganya memilih pekerjaan yang dilakukan di rumah.

Meskipun tidak hanya merajinkan bambu yang menjadi pekerjaan oleh semua

warga dusun Ngablak, mereka memilih pekerjaan pengrajin bambu untuk

digunakan sebagai kegiatan sehari-hari yang dapat mengahasilkan uang. Dan

hal itu menjadi sebuah karakter dari dusun tersebut bahwa dusun Ngablak

merupakan kawasan pengrajin bambu.

Faktor tingkat pendidikan yang rendah menjadi alasan bagi warga

dusun Ngablak untuk memilih profesi sebagai pengrajin bambu, karena

profesi tersebut tidak menuntut tingkat pendidikan yang tinggi. Dari tingkat

pendidikan yang rendah dan profesi sebagai pengrajin bambu, menjadi daya

tarik peneliti untuk mengetahui lebih dalam mengenai pola asuh orang tua

pengrajin bambu dalam mendidik anak

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya

sebagai bahan untuk menyusun skripsi dengan judul “POLA ASUH

ORANG TUA PENGRAJIN BAMBU DALAM MENDIDIK ANAK DI

(23)

8

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat

dikemukakan suatu fokus penelitian dalam penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di

dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga?

2. Apa faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam

mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga?

3. Bagaimana upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan

pendidikan anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

Agar dapat memberikan gambaran konkrit serta arahan yang jelas

dalam pelaksanaan penelitian ini maka perlu dirumuskan tujuan yang ingin

dicapai yaitu:

1. Untuk mengetahui pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik

anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga.

2. Untuk mengetahui faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin

bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo

Salatiga.

3. Untuk mengetahui upaya orang tua dalam meningkatkan pendidikan anak

(24)

9

D. Kegunaan Penelitian

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memiliki 2 kegunaan, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan ilmu sebagai

sarana memperluas khazanah pengetahuan tentang pendidikan pada

umumnya dan pola asuh orang tua terhadap anak pada khususnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Orang tua, untuk dapat memberikan gambaran, pemahaman

dan masukan bagi orang tua dalam mengasuh anak sesuai dengan

karakteristik dan kebutuhan anak serta dapat meningkatkan

pengajaran dan pendidikan bagi anak.

b. Bagi Peneliti, untuk dapat menambah wawasan dan pengetahuan

tentang pola asuh orang tua terhadap anak dan untuk bekal peneliti di

dunia pendidikan dan kemasyarakatan.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari salah persepsi dalam penggunaan kata pada judul

penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah pokok antara lain

adalah:

1. Pola Asuh

Pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Pola artinya sistem atau

cara kerja (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005:271). Sedangkan

asuh artinya menjaga atau merawat dan mendidik anak kecil (Tim

(25)

10

bahawa pengertian dari pola asuh adalah sistem atau cara kerja dalam

menjaga dan mendidik anak.

2. Orang Tua

Orang tua dapat diartikan sebagai orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Tim

Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005: 802).

Menurut penulis sendiri, orang tua adalah orang yang

bertanggung jawab atas perkembangan anak dan mengemban tugas

terhadap keberhasilan anaka dengan segala upaya, usaha, didikan, dan

bimbingan yang dilakukan agar nantinya dapat tercapai keinganan dan

cita-cita orang tua terhadap anak dimasa depan.

3. Pengrajin Bambu

Pengrajin bambu terdiri dari kata pengrajin dan bambu. Pengrajin

artinya orang yang pekerjaannya (profesinya) membuat kerajinan (Tim

Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005:922). Dan bambu artinya

tumbuhan yang tumbuh berumpun, berakar serabut yang batangnya bulat

berongga, beruas-ruas, keras dan tinggi, dipakai sebagai bahan bangunan

rumah dan perabot rumah tangga (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,

2005:98).

Dari dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian

dari pengrajin bambu yaitu orang yang pekerjaannya membuat kerajinan

yang berbahan dasar tumbuhan yaitu bambu yang hasil olahan kerajinan

(26)

11 4. Pendidikan

Pengertian pendidikan menurut Undang-Undang SISDIKNAS

No. 20 tahun 2003 adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sedemikian rupa

supaya peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif

supaya memiliki pengendalian diri, kecerdasan, keterampilan dalam

bermasyarakat, kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian serta akhlak

mulia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:263) Pendidikan

diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan.

Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu ikhtiar manusia

untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan

yang ada dalam masyarakat (Roqib, 2009:15-16).

Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan

pengertian pendidikan yaitu usaha seseorang untuk melakukan

pembelajaran dan pengajaran dengan mengembangkan potensi yang ada

pada diri seseorang sekaligus pembinaan kepribadian seseorang agar

memiliki pengetahuan yang lebih serta kemampuannya dalam

menghadapi lingkungan sekitarnya.

(27)

12

Anak adalah manusia yang masih kecil (Tim Penyusun Kamus

Pusat Bahasa, 2005:41). Individu yang membutuhkan bimbingan,

didikan, ajaran dan asuhan oleh orang tua agar dapat membentuk pribadi

seutuhnya dan dapat mengembangkan potensi dan kemampuan yang

dimiliki.

Dari beberapa uraian pengertian-pengertian di atas dapat ditarik

kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan Pola Asuh Orang Tua

Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun Ngablak, Pulutan,

Sidorejo, Salatiga adalah cara orang tua yang berprofesi membuat

kerajinan yang berasal dari bambu dalam mendidik dan mengasuh

anaknya sehingga anak dapat memiliki pengetahuan yang lebih serta

kemampuannya dalam menghadapi lingkungan sekitarnya dari orang

tuanya.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini

adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif ini dilakukan secara

intensif, peneliti ikut berpartisipasi di lapangan, mencatat secara hati-hati

apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai

dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian

secara mendetail (Sugiyono, 2011:14). Oleh karena itu, penulis akan

mengambil penelitian lapangan yaitu dengan cara memperoleh data

(28)

13

dusun Ngablak guna memperoleh data yang valid dan dapat

dipertanggung jawabkan.

Bogdan dan Taylor mendefinisikan “Metodologi kualitatif”

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati (Moloeng, 2011:3). Maka dari itu, selain melalui penyelidikan

berdasarkan obyek lapangan, daerah atau lokasi, peneliti juga melakukan

wawancara dan mengamati hal-hal yang diteliti dalam lapangan

khususnya pola asuh orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan

anak.

Penelitian kualitatif menyituasikan aktifitas pengamatan di lokasi

tempat berbagai fakta, data, bukti, atau hal-hal lain yang berkaitan

dengan penelitian, dan hal-hal yang terjadi (Sentana, 2010:5). Jadi,

penelitian juga dilakukan berdasarkan fakta dan bukti yang berkaitan

dengan hal-hal yang terjadi dalam pengamatan di lapangan.

2. Kehadiran Peneliti

Peneliti Kualitatif akan masuk ke lapangan untuk memunculkan

sekumpulan representasi, yang didapat dari catatan lapangan, wawancara,

pembicaraan, fotografi, rekaman dan catatan pribadi (Sentana, 2010:5).

Maka dari itu, dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen

sekaligus pengumpul data dalam upaya mengumpulkan data-data di

lapangan. Karena kehadiran peneliti secara langsung di lapangan untuk

(29)

14

untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara

langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data lainnya.

3. Lokasi Penelitian

Peneliti akan memilih lokasi penelitian di Dusun Ngablak,

Kelurahan Pulutan, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Alasan peneliti

memilih lokasi tersebut karena lokasi tersebut memiliki karakteristik

yang berbeda dari dusun lain yaitu sebagian dari penduduk lokasi

tersebut bermata pencaharian atau berprofesi sebagai pengrajin bambu.

Maka dari itu, peneliti akan melakukan penelitian tentang pengrajin

bambu yang berhubungan dengan pola asuh orang tua pengrajin bambu

terhadap pendidikan anak.

4. Sumber Data

Adapun sumber data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini

yaitu:

a. Data Primer

Sumber data primer adalah data dalam bentuk verbal atau

kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku

yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya (Arikunto,

2010:22). Sumber data langsung yang peneliti dapatkan berasal dari

informan-informan yang ada di Dusun Ngablak Pulutan, diantaranya

orang tua yang berprofesi sebagai pengrajin bambu.

(30)

15

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari

dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, SMS, dan

lain-lain), foto-foto, film, rekaman video, dan benda-benda yang

dapat memperkaya data primer (Arikunto, 2010:22). Peneliti

menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat dan melengkapi

informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara. Adapun

sumber data sekunder yang digunakan adalah data dari foto, data dari

paguyuban pengrajin bambu dusun Ngablak dan data dari kelurahan.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data merupakan langkah yang paling

strategis dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah

mendapatkan data. Tanpa adanya prosedur pengumpulan data, maka

peneliti tidak akan mendapatkan data yang diinginkan.

Pengumpulan data melibatkan terutama melalui pengamatan dan

wawancara (Moleong, 2011:237). Oleh karena itu, untuk mendapatkan

data yang valid maka peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan

dengan menggunakan metode sebagai berikut:

a. Metode observasi

Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri

yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu

(31)

16

berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada

orang, tetapi juga obyek-obyek alam lainnya (Sugiyono, 2011:145).

Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang situasi

dan kondisi pengrajin bambu dalam memberikan pendidikan bagi

anak serta hal-hal yang ada hubungannya dengan data yang penulis

butuhkan, karena itu penulis kemukakan bahwa pelaksanan dari

metode ini juga didukung oleh metode lain.

b. Metode interview atau wawancara

Interview digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang mana peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan

permasalahan yang akan diteliti, atau bahkan juga untuk mengetahui

hal-hal yang lebih mendalam mengenai Pola Asuh Orang Tua

Pengrajin Bambu terhadap Pendidikan Anak atau juga faktor-faktor

yang menentukan pola asuh orang tua.

Wawancara adalah suatu alat pengumpulan data atau

informasi dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan untuk

dijawab secara lisan pula (Margono, 2000:165). Adapun metode ini

penulis gunakan untuk mencari data tentang Pola Asuh Orang Tua

Pengrajin Bambu terhadap Pendidikan Anak.

c. Metode dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

(32)

17

Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai

sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data

yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan

(Moleong, 2011:217). Dokumen-dokumen bisa diperoleh melalui

gambar-gambar dalam penelitian.

6. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,

dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

kategori, menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke

dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan

membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun

orang lain (Sugiyono, 2011:244).

Menurut Moleong (2011:248) analisis data kualitatif adalah upaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan

data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain.

Menurut pemahaman analisis data diatas dapat dikemukakan

tahapan analisis data antara lain:

(33)

18

b. Menyusun temuan-temuan data kata kunci berdasarkan data yang

telah terkumpul

c. Menuliskan model perencanaan selanjutnya berdasarkan

temuan-temuan data sebelumnya

d. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analitik guna

mengumpulkan data selanjutnya

e. Perencanaan pengumpulan data berikutnya

Setelah semua data terkumpul maka selanjutnya adalah tahap

menganalisis data. Agar mudah ditarik kesimpulan maka diolah dalam

bentuk analisis deskriptif yaitu suatu upayamenggambarkan atau

melukiskan keadaan atau obyek penelitian dengan mengemukakan

gejala-gejala secara lengkap di dalam aspek yang diselidiki, agar jelas

keadaan atau kondisinya pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta

yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1995:63).

7. Pengecekan Keabsahan Data

Ada empat kriteria yang digunakan untuk menetapkan keabsahan

data yaitu: kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), kepastian (confirmability) (Moleong, 2011:324).

Keabsahan data yang akan peneliti lakukan yaitu dengan

menggunakan kriteria kepercayaan (credibility). Kriteria kepercayaan berfungsi untuk melakukan penelaahan data seara akurat agar tingkat

(34)

19

secara detail mengenai orang tua pengrajin bambu dalam melakukan

observasi sampai data yang dibutuhkan cukup. Kemudian peneliti

menggunakan teknik triangulasi untuk memeriksa keabsahan data dengan

memanfaatkan sesuatu yang lain. Dalam menerapkan teknik pemeriksaan

data peneliti melakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Ketekunan/keajegan pengamatan

Dalam hal ini bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau

isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal

tersebut secara rinci. Dalam teknik ini menuntut peneliti agar mampu

menguraikan secara rinci bagaimana dapat melakukan pengamatan

secara detail dan penelaahan secara rinci tersebut dapat dilakukan (.

b. Trianggulasi

Teknik adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Pada penelitian ini peneliti

melakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Trianggulasi

dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Sedangkan triangulasi

dengan metode berarti dengan mengecek derajat kepercayaan

penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan

mengecek derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode

(35)

20

peneliti membandingkan data hasil wawancara antar narasumber

pengrajin bambu dan membandingkan data hasil dokumentasi antar

dokumen. Dengan triangulasi metode, peneliti membandingkan data

hasil pengamatan di lapangan dengan data hasil wawancara dengan

pengrajin bambu di dusun Ngablak.

8. Tahap-tahap Penelitian

Pelaksanaan penelitian yang akan penulis lakukan ada empat

tahap yaitu: tahap sebelum pelaksanaan penelitian lapangan, tahap

pelaksanaan penelitian lapangan, tahap analisis data, tahap penulisan

laporan.

Tahap-tahap pelaksanaan penelitian yang akan peneliti lakukan

adalah sebagai berikut:

a. Tahap Sebelum pelaksanaan penelitian

Tahap ini meliputi kegiatan:

1) Mengajukan judul penelitian

2) Menyusun proposal penelitian

3) Konsultasi kepada pembimbing

b. Tahap pelaksanaan penelitian

Tahap ini meliputi kegiatan:

1) Melaksanakan penelitian di tempat yang telah ditentukan

2) Mengumpulkan data yang sesuai dengan fokus penelitian

3) Pencatatan data yang sudah terkumpul

(36)

21 c. Tahap analisis data

Tahap ini meliputi kegiatan:

1) Mencoding data

2) Menganalisis dengan analisis diskriptif

3) Penemuan hal-hal penting dalam penelitian

4) Mengecek keabsahan data

d. Tahap penulisan laporan

Tahap ini meliputi kegiatan:

1) Melaporkan hasil penelitian

2) Konsultasi kepada pembimbing

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti akan membagi dalam beberapa

bab. Dengan harapan agar pembahasan dalam skripsi ini dapat tersusun

dengan baik dan dapat memenuhi standar penulisan sebagai karya ilmiah.

Adapun sistematika pembagian bab adalah sebagai berikut:

1. Bab I Pendahuluan

Bab Pendahuluan menjelaskan secara umum tentang arah dan

maksud penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai pola asuh

orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan anak, sehingga pembaca

dapat mengetahui mengenai latar belakang masalah, fokus penelitian,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode

(37)

22 2. Bab II Kajian Pustaka

Bab Kajian pustaka menjelaskan mengenai teori-teori yang

relevan dan sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan di lapangan

mengenai pola asuh orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan

anak, yaitu teori tentang pola asuh orang tua, macam-macam pola asuh

orang tua, faktor yang menentukan pola asuh, upaya pola asuh orang tua,

penjelasan tentang pengrajin bambu, pengertian pendidikan,

komponen-komponen pendidikan, dan tanggung jawab orang tua terhadap

pendidikan anak. Dengan teori tersebut pembaca dapat mengetahui

pengertian yang berkaitan dengan pola asuh orang tua pengrajin bambu

dalam mendidik anak.

3. Bab III Pembahasan

Pembahasan menjelaskan tentang uraian data dan temuan yang

diperolah dari hasil dalam penelitian yang dilakukan di lapangan melalui

observasi, wawancara atau interview, dan dokumen berupa gambar tentang pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di

dusun Ngablak, Pulutan, Sidorejo, Salatiga.

4. Bab IV Analisis Data

Bab ini memuat tentang gagasan peneliti, posisi temuan/teori

terhadap teori dan temuan-temuan yang dilakukan sebelumnya, serta

penjelasan dari temuan/teori yang diungkap dari lapangan mengenai pola

asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun

(38)

23 5. Bab V Penutup

Bab penutup memuat temuan pokok atau kesimpulan dari

beberapa bab terdahulu beradasarkan penelitian yang telah dilakukan

oleh peneliti. Selain itu peneliti juga akan memberikan tindak lanjut serta

mengemukakan saran-saran yang berkaitan dengan pola asuh orang tua

(39)

24 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pola Asuh Orang Tua

1. Pengertian Pola Asuh

Menurut Baumrind dalam Muallifah (2009:42), pola asuh orang

tua pada prinsipnya merupakan parental control, yaitu bagaimana orang tua mengontrol, membimbing dan mendampingi anak-anaknya untuk

melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pada proses

pendewasaan.

Sedangkan menurut Kohn dalam Muallifah (2009:42-43), pola

asuh merupakan cara orang tua berinteraksi dengan anak yang meliputi

pemberian aturan, hadiah, hukuman, pemberian perhatian serta

tanggapan orang tua terhadap setiap perilaku anak.

Lebih jelasnya, pola asuh menurut Kohn merupakan sikap orang

tua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini dapat dilihat dari

berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan peraturan

kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua

memberikan perhatian atau tanggapan terhadap kenginan anak. Maka

dari itu, pada intinya pola asuh orang tua adalah bagaimana cara

mendidik orang tua terhadap anak baik secara langsung maupun tidak

langsung (Thoha, 1996:110).

Pola asuh adalah suatu cara yang ditempuh orang tua dalam

(40)

25

anak. Dimana tanggung jawab mendidik untuk mendidik anak adalah

merupakan tanggung jawab primer (Thoha, 1996:109).

Sedangkan menurut Theresia Indria Shanti, P.Si, M.Si dalam

Mualifah (2009:43) pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua

dan anak. Lebih jelasnya yaitu bagaimana sikap atau perilaku orang tua

saat berinteraksi dengan anak. Termasuk caranya menerapkan aturan,

mengajarkan nilai atau norma, memberikan perhatian dan kasih sayang,

serta menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, sehingga dapat

dijadikan sebagai contoh atau panutan bagi anaknya.

Gunarsa Singgih dalam bukunya Psikologi Remaja (2007:109),

berpendapat bahwa pola asuh orang tua adalah sikap dan cara orang tua

dalam mempersiapkan anggota keluarga yang lebih muda termasuk anak

supaya dapat mengambil keputusan sendiri dan bertindak sendiri

sehingga mengalami perubahan dari keadaan bergantung kepada orang

tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri.

Pola asuh merupakan bagian dari proses pemeliharaan anak. Pola

asuh orang tua penting dalam upaya menyediakan suatu model perilaku

yang lebih lengkap bagi anak. Pola asuh adalah suatu sikap yang

dilakukan orang tua, yaitu ayah dan ibu dalam berinteraksi dengan

anaknya. (Illahi, 2013:133).

Orang tua sebagai individu-individu yang mengasuh, melindungi

(41)

26

tanggung jawab dan perhatian yang mencakup pendidikan intelektual dan

moral (Fajar, 2011:10).

Menurut Hurlock dalam Muallifah (2009:44) pengasuhan orang

tua berfungsi untuk memberikan kelekatan dan ikatan emosional atau

kasih sayang antara orang tua dan anaknya, juga penerimaan dan

tuntunan dari orang tua.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola

asuh orang tua adalah pola interaksi antara orang tua dan anaknya, yaitu

cara orang tua berinteraksi dengan mengontrol, membimbing dan

mendampingi anaknya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

anak sebagai bentuk tanggung jawab peran orang tua terhadap anaknya

sehingga anak dapat menuju pada kedewasaan. Cara orang tua dalam

mengasuh anak termasuk caranya menerapkan aturan, mengajarkan nilai

atau norma, memberikan perhatian dan kasih sayang, serta menunjukkan

sikap dan perilaku yang baik, sehingga dapat dijadikan sebagai contoh

atau panutan bagi anaknya.

2. Macam-macam Pola Asuh

Pola asuh yang digunakan oleh orang tua kepada anak menjadi

faktor utama yang menentukan potensi dan karakter seorang anak (Illahi,

2013:135). Terdapat beberapa macam teori pola asuh yang dapat

dijadikan acuan bagi orang tua. Kajian pendekatan tentang pola asuh

orang tua sering menggunakan teori yang dikemukakan oleh Baumrind.

(42)

27

(2011:112) terdapat 3 macam pola asuh yaitu: authoritarian,

authoritative dan permissive. a. Authoritarian (otoriter)

Yaitu jenis pola asuh orang tua yang bersifat otoriter juga

menerapkan kontrol yang tegas, tetapi secara sewenang-wenang,

berkuasa penuh tanpa memperhatikan individualitas anak. Mereka

menekankan kontrol tanpa pengasuhan atau dukungan untuk

mencapainya. Anak yang memiliki orang tua otoriter, ketika

berhubungan dengan anak lain, menjadi tidak bahagia, menarik diri,

malu-malu, dan tidak bisa dipercaya.

Pola asuh otoriter mencerminkan sikap orang tua yang

bertindak keras dan cenderung diskriminatif. Selain itu juga

mencerminkan ketidakdewasaan orang tua dalam merawat anak

tanpa mempertimbangkan hak-hak yang melekat pada anak (Illahi,

2013:136).

Ciri-ciri pola asuh otoriter:

1) Memperlakukan anaknya dengan tegas

2) Suka menghukum anak yang dianggap tidak sesuai dengan

keinginan orang tua

3) Kurang memiliki kasih sayang

4) Kurang memiliki rasa simpati terhadap anak

5) Mudah menyalahkan segala aktivitas anak terutama ketika anak

(43)

28

Persoalan yang terjadi dalam pola asuh otoriter yaitu ditandai

dengan hubungan orang tua dengan anak tidak hangat (Illahi,

2013:136).

b. Authoritative/demokratis (berwenang)

Yaitu jenis pola asuh orang tua yang berwenang menerapkan

kontrol tegas atas perilaku anak, tetapi juga menekankan

kemandirian dan individualitas anak. Meski orang tua memiliki

standar yang jelas saat ini dan dimasa depan atas perilaku anak,

orang tua bersifat rasional, fleksibel dan memerhatikan kebutuhan

serta kesukaan anak. Anak menjadi mandiri dan percaya diri dan

mengeksplorasi dunia mereka dengan senang dan puas.

Ciri-ciri pola asuh berwenang yaitu:

1) Hak dan kewajiban antara anak dan orang tua diberikan secara

seimbang

2) Saling melengkapi satu sama lain, orang tua yang menerima dan

melibatkan anak dalam mengambil keputusan yang terkait

dengan keluarga

3) Memiliki tingkat pengendalian tinggi dan mengharuskan

anak-anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial sesuai usia

dan kemampuan mereka, tetapi mereka tetap memberikan

kehangatan, bimbingan, dan komunikasi

4) Memberikan penjelasan dan alasan atas hukuman dan larangan

(44)

29

5) Selalu mendukung apa yang dilakukan oleh anak tanpa

membatasi potensi yang dimiliki, namun tetap membimbing dan

mengarahkan anak-anaknya (Muallifah, 2009:47).

c. Permissive (permisif)

Yaitu jenis pola asuh orang tua yang permisif yang membuat

sedikit batasan bagi anak. Mereka menerima sifat impulsif anak,

memberikan kebebasan sebesar-besarnya meski masih menjaga

keamanan. Mereka terlihat dingin dan tidak terlibat. Orang tua

permisif kadang membiarkan perilaku yang membuat mereka marah,

tetapi mereka tidak merasa nyaman untuk mengekspresikan

kemarahannya. Kemudian mereka melepaskan amarah itu dengan

tiba-tiba dan cenderung melukai anak lebih dari yang mereka kira.

Anak mereka cenderung tidak mandiri dan tidak memiliki kontrol

diri dan digolongkan sebagai sosok yang tidak dewasa.

Ciri-ciri pola asuh permisif yaitu:

1) Orang tua memberikan kebebasan kepada anak seluas mungkin

2) Tidak menuntut anak untuk belajar bertanggung jawab

3) Anak diberi hak yang sama dengan orang dewasa, dan diberi

kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengatur diri sendiri

4) Tidak banyak mengatur dan mengontrol, sehingga anak tidak

diberi kesempatan untuk mandiri dan mengatur diri sendiri dan

diberikan kewenangan untuk mengontrol dirinya sendiri

(45)

30

Selain dari ke tiga macam pola asuh di atas, ada satu macam pola

asuh yaitu tipe laisses faire (Djamarah, 2004:26). Kata laissez faire

berasal dari Bahasa Perancis yang berarti membiarkan. Dalam istilah

pendidikan, laissez faire adalah suatu sistem dimana si pendidik menganut kebijaksanaan non interference (tidak ikut campur). Yang dimaksud dengan pola asuh laisses fire (penelantaran) adalahPola asuh orang tua yang mendidik anak secara bebas, bebas melakukan apa saja

yang dikehendakinya (Mansur, 2005:354-356). Orang tua menelantarkan

anak secara psikis, kurang memperhatikan perkembangan si anak, anak

dibiarkan berkembang sendiri tanpa megawasi perkembangan anak, dan

orangtua lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri karena

kesibukannya (pekerjaan). Orang tua seperti ini cenderung kurang

perhatian dan acuh-tak acuh terhadap anaknya. Anak dengan pola asuh

ini paling potensial terlibat dalam kenakalan remaja seperti penggunaan

narkoba, merokok disusia dini dan tindak kriminal lainnya. Selain itu

juga bersifat impulsive dan agresif serta kurang mampu berkonsentrasi

pada suatu aktivitas atau kegiatan tertentu.

Dari uraian di atas tentang macam-macam pola asuh dapat

disimpulkan bahwa ada empat macam pola asuh, yaitu pola asuh

authoritarian (otoriter), pola asuh authoritative (demokratis), pola asuh

(46)

31

Menurut Baumrind dalam Muallifah (2009:49-50), ada beberapa

cap untuk orang tua, yaitu:

a. Indulgent (sangat sabar)

Yaitu orang tua yang sangat menerima namun tidak pernah ada tuntutan terhadap anaknya. Anak akan lebih cenderung kurang matang, tidak bertanggung jawab, lebih merasa cocok dengan teman sebaya, dan kurang mampu menduduki posisi pimpinan.

b. Otoritatif (pemberi wewenang)

Yaitu tipe orang tua yang sifat penerimaan dan tuntutannya sama tingginya. Anak akan lebih bertanggung jawab, memiliki ketenangan diri, adaptif, kreatif, penuh perhatian, terampil secara sosial, dan berhasil di sekolah. c. Otoriter

Yaitu orang tua yang sangat menuntut perilaku anaknya. Anak akan lebih bergantung pada orang lain, lebih pasif, kurang dapat menyesuaikan diri secara sosial, kurang ketenangan diri, dan kurang perhatian secara intelektual. d. Indifferent (tidak acuh/penelantar)

Yaitu orang tua yang tidak pernah menuntut sama sekali. Anak akan sering impulsif, cenderung berlaku agresif, dan lebih sering terlibat dengan pergaulan kenakalan remaja. Dalam perilakunya, mereka lebih sering memakai kebebasan tanpa melihat norma-norma yang sudah berlaku, baik norma agama maupun norma sosial.

3. Faktor yang Menentukan Pola Asuh

Menurut Casmini, faktor yang mendukung terlaksananya pola

asuh dengan baik bukan hanya tergantung dengan jenis pola asuh yang

ditetapkan oleh orang tua, tetapi juga tergantung pada karakteristik

keluarga, anak dan jenis pola asuh yang diterapkan (Muallifah, 2009: 64).

Adapun beberapa karakteristiknya adalah sebagai berikut

(47)

32

a. Karakteristik Keluarga dan Anak

Dalam keluarga dan anak, ada beberapa karakteristik, yaitu: 1) Karakteristik Struktur Keluarga

Hal-hal yang berkaitan dengan struktur keluarga adalah etnis keluarga dan pendidikan (lingkungan pergaulan sosial dan etnis). Pola asuh tidak hanya dipengaruhi oleh situasi keluarga, tetapi juga lingkungan di sekitar, situasi perawatan anak, situasi sekolah, juga konflik yang terjadi di lingkungan sekitar.

2) Karakteristik Struktur Anak

Ketika ingin memperlakukan jenis pola asuh, yang harus dilakukan oleh orang tua yaitu memperhatikan karakteristik anak, diantaranya adalah karakter anak, bagaimana perilaku sosial dan keterampilan kognitif anak. Karena, ketiga hal tersebut dalam diri anak berbeda antara anak laki-laki dan perempuan, dan berbeda pada masing-masing anak. Menurut hasil penelitian, anak perempuan lebih menunjukkan kemampuan sosial dan kemampuan bahasanya daripada laki-laki, karena laki-laki lebih menguasai dibidang hitung atau matematika.

3) Karakteristik Budaya Keluarga

Karakteristik kultur keluarga didefinisikan pada kemampuan berbahasa, sedangkan indikator dalam karakteristik kultur keluarga adalah reading behavior, home language, dutch anguage, mastery, and culture participation.

4) Karakteristik Situasi Keluarga

Penelitian tentang “komposisi keluarga” menunjukkan

anak dalam keluarga satu orang tua (single parent) akan mengalami problem perilaku dan emosional yang frekuensinya lebih daripada anak dalam keluarga yang orang tuanya lengkap, karena keluarga yang hanya satu orang tua akan mengalami ketegangan, disebabkankan akan mengalami kesulitan keuangan, problem kesehatan, serta perubahan karena perceraian yang berpengaruh terhadap orang tua dalam pengasuhan anak dan interaksi

(48)

33

orang tua, penerapan disiplin terhadap anak, kepercayaan orang tua, dukungan, dan pemberian kebebasan pada anak tidak ekstrem. Misalnya, orang tua selalu menerapkan anak harus patuh terhadap semua peraturan yang diinginkan oleh orang tua. Perilaku pola asuh yang disosialisasikan dalam keluarga dan sekolah akan menentukan kompetensi perkembangan anak (sosial, kognitif, emosi, religius, dsb)

2) Interaksi orang tua-anak

Interaksi orang tua-anak tidak hanya ditentukan oleh kuantitas pertemuan antara orang tua dan anak, tetapi juga sangat ditentukan oeh kuaitas dalam interaksi tersebut. Dapat menyangkut tentang bagaimana orang tua mampu memahami karakteristik anak, tipe pola asuh yang diterapkan sesuai dengan anak-anaknya. Sehingga dalam interaksi, anak tidak merasa tertekan dan tersiksa karena mengeluh bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tidak sesuai dengan dirinya.

3) Kompetensi Orang Tua dalam Pola Asuh Anak

Kompetensi pengasuhan anak bukan merupakan faktor yang statis, namun dinamis. Karena, tergantung dengan kemampuan orang tua untuk dapat mengkoneksikan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi dalam tugas orang tua untuk memajukan kerja sama, terpenuhinya kelekatan, dan lingkungan dalam pelaksanaan tugas anak. Kompetensi pengasuhan sangat dipengaruhi oleh karakteristik orang tua.

Selain beberapa karakteristik di atas yang dapat menentukan pola

asuh, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pola asuh orang tua

terhadap anak. Berdasarkan penelitian yang peneliti temukan di

lapangan, faktor yang dapat mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap

anak yaitu:

a. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi dapat mempengaruhi pola asuh orang tua

terhadap anak, terlebih ekonomi orang tua yang rendah. Hal tersebut

(49)

34

asuhan terhadap anak dan tentunya akan berpengaruh terhadap

emosional orang tua dalam mengasuh anak

b. Faktor Profesi Orang Tua

Profesi orang tua juga memberikan pengaruh yang besar

dalam menentukan pola asuhnya. Orang tua yang disibukkan dengan

profesinya dan tidak dapat membagi waktu untuk mengasuh anaknya

akan lebih cenderung bersifat indifferent (penelantar). Sedangkan orang tua yang memiliki kesibukan dengan profesinya namun dapat

membagi waktu untuk dapat mengasuh anaknya akan bersifat

otoritatif dan otoriter.

4. Upaya Pola Asuh Orang Tua

Yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam menerapkan pola

asuh yang diberikan terhadap anak yaitu (Muallifah, 2009:67-68):

a. Mampu menyesuaikan dan memahami kondisi anak. Karena setiap anak berbeda-beda, antara anak yang pertama, kedua dan yang terakhir pasti memiliki karakter yang berbeda. Oleh karena itu, dalam penerapan model pola asuh dapat berbeda sesuai dengan kondisi anak.

b. Dalam sisi lai, orang tua menyamaratakan penerapan model pola asuh kepada semua anaknya. Agar anak tidak menuai pertentangan, keluh kesah dan kekecewaan dikarenakan mendapatkan perlakuan model pola asuh yang berbeda.

c. Jangan membedakan masing-masing anak dalam perlakuan, serta jangan terlalu menunjukkan kelebihan salah satu anak di depan anak yang lainnya yang dimaksudkan untuk meremehkan anak yang lain. Hal tersebut dapat membuat anak menjadi putus asa dan down dengan potensi yang dimilikinya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Satyah Tati Imam Sayono

(1983) sebagaimana dikutip oleh Chabib Thoha (1996:113)

(50)

35

Bahwa sikap orang tua yang melindungi anak secara berlebihan menyebabkan sikap anak tidak ada motivasi untuk belajar, pasif dan seringkali menjurus ke sikap neuritik, kurang rasa harga diri, dan tidak ada kesanggupan untuk merencanakan sesuatu. Dengan demikian, pola asuh yang bersifat permisif dan otoriter tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian anak maupun terhadap kemajuan belajarnya. Selain itu, juga dipengaruhi karena kesibukan sebagai akibat orang tua bekerja. Maka dari itu, upaya pola asuh sebagai cara mendidik anak yang baik adalah dengan menggunakan pola asuh demokratis, tetapi tetap mempertahankan prinsip-prinsip yang universal dan absolut.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumadi Suryabrata (1984)

sebagaimana dikutip oleh Chabib Thoha (1996:114) memberikan

beberapa petunjuk dalam menghadapi anak antara lain:

a. Jangan berdiri di depan anak, tetapi berdirilah di samping anak

b. Jangan menunjukkan otoritas, tetapi tunjukkan simpati

c. Usahakan mendapatkan kepercayaan dari anak dan berikan

bimbingan

d. Hadapi anak dengan bijaksana.

Menurut Muhammad Takdir Illahi dalam bukunya yang berjudul

Quantum Parenting, dijelaskan mengenai pola asuh dan kunci sukses merawat anak, yaitu dibagi menjadi beberapa cara sebagai berikut

(2013:148-195):

a. Merawat Anak dengan Pelukan Kasih Sayang

Hubungan orang tua dengan anak harus dilandasi oleh rasa kasih sayang yang mendalam. Biasanya, anak yang tumbuh dengan mendapatkan kasih sayang dari orang tua dengan penuh perhatian tanpa harus ada tekanan, akan senantiasa tumbuh dengan perasaan yang benar dalam diri anak.

(51)

36

orang tua tidak melepaskan ikatan emosional dengan anak walaupun sudah menginjak dewasa.

Terkadang, orang tua cenderung melepaskan secara perlahan tanggung jawab untuk memberikan kasih sayang ketika anak sudah memasuki dalam dunia pendidikan. Karena orang tua merasa anak sudah dapat mandiri ketika sudah memasuki dunia pendidikan. Banyak hubungan antara orang tua dan anak menjadi terbengkalai dan terkadang memicu ketidakharmonisan dalam keluarga. Salah satu penyebabnya yaitu tuntutan ekonomi dan pekerjaan yang membuat orang tua kehilangan waktu untuk dapat bersama dengan anak. Salah satu cara yang dapat dilakukan orang tua untuk dapat mendekatkan hubungan kasih sayang dengan anak meski memiliki waktu sedikit adalah dengan cara memeluk anak. Karena hal tersebut dapat memperkuat ikatan batin dan kasih sayang antara anak dan orang tua.

b. Membesarkan Anak dengan Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah masalah pola asuh yang sangat penting untuk mencetak generasi yang taat pada orang tua. Orang tua perlu mendidik anak untuk dapat memiliki sikap tanggung jawab yang bermanfaat sangat besar di kemudian hari.orang tua berperan penting dalam mengajarkan sikap tanggung jawab yang tidak menyalahi kepentingan orang lain. Berani bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, berarti menunjukkan sikap tidak lari dari kesalahan yang lalu. Setiap orang tua perlu menanamkan keberanian untuk tidak lari dari tanggung jawab yang telah diberikan. Sedapat mungkin orang tua tetap memantau apa yang menjadi tugas anak tanpa terlalu ikut campur secara berlebihan. c. Menanamkan Moral pada Anak

Di lingkungan keluarga, pengajaran moral penting dilakukan karena dari situlah anak mendapatkan bimbingan langsung dari orang tua. Sebagai orang tua, perlu menanamkan nilai-nilai moral dengan penuh kesungguhan agar dapat menentukan tahap perkembangan mental anak.

Peran keluarga terutama orang tua dalam menanamkan nilai-nilai moralitas sangat penting untuk mendorong anak menjadi pribadi yang berperilaku sesuai dengan norma di dalam masyarakat.

d. Menanamkan Pendidikan Kesehatan Mental

(52)

37

e. Menumbuhkan Perilaku Spiritual

Tugas orang tua tidak hanya bertanggung jawab atas kecerdasan anak, tetapi juga harus mengajarkan nilai-nilai spiritual yang terefleksi dalam keterampilan kehidupan lainnya. Merawat pertumbuhan spiritual anak sama halnya dengan berupaya mempersiapkan anak agar memiliki keyakinan secara mendalam kepada tuhan, karena anak juga memiliki kepercayaan diri untuk meningkatkan spiritualnya. Orang tua harus menciptakan dan menerapkan kebiasaan spiritual dalam sehari-hari.

B. Pengrajin Bambu

Pengrajinan bambu adalah sebuah pekerjaan yang memanfaatkan

bahan dari alam yang ada di sekitar rumah yaitu bambu. Dengan proses

olahan yang menghasilkan kerajinan bambu. Kerajinan bambu ini

digunakan sebagai mata pencaharian utama oleh pengrajin bambu.

Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa batangan-batangan pohon

bambu hanya berfungsi sebagai tanaman di kebun saja. Namun,

ditangan-tangan pengrajin bambu, sebatang bambu dapat diolah menjadi sebuah

kerajinan bambu seperti korden pintu (kere), penjemur pakaian dan

kerajinan bambu yang lain sehingga bambu dapat memiliki nilai seni

tinggi (http://www.amikom.ac.id/peluang-bisnis-kerajinan-bambu).

C. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educare

yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa

(53)

38

Di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan

Nasional, pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara (Suwarno, 2006:21-22).

Esensi pendidikan menurut Phoenix adalah proses menghadirkan

situasi dan kondisi yang memungkinkan sebanyak mungkin subjek didik

memperluas dan memperdalam makna esensial untuk mencapai

kehidupan yang manusiawai (Thoha, 2010:1).

Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh

kembangkan potensi kemanusiaan. Potensi kemanusiaan merupakan

benih kemungkinan untuk menjadi manusia (Tirtarahardja, 2008:1).

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan merupakan tuntutan

bagi pertumbuhan anak-anak. Artinya, pendidikan menuntut segala

kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai

manusia sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai

keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (Suwarno, 2006:21).

Pendidikan mengandung pembinaan kepribadian, pengembangan

kemampuan, atau potensi yang perlu dikembangkan, peningkatan

(54)

39

peserta didik dapat mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin

(Suwarno, 2006:22).

Pendidikan yang benar menggunakan pengalaman-pengalaman

untuk membuat seseorang berkembang dengan melalui bimbingan dan

pengenalan gagasan-gagasan baru (Anggawidjaja, 2010:101).

Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan

dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan

rohaninya ke arah kedewasaan (Purwanto, 2000:11).

Pendidik harus dilakukan oleh orang dewasa karena pendidik

akan membawa anak-anak kepada kedewasaannya. Tidak mungkin

pendidik membawa anak-anak kepada kedewasaannya jika pendidik

sendiri tidak dewasa (Purwanto, 2000:13).

Dari beberapa pendapat di atas mengenai makna tentang

pendidikan, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang

dilakukan oleh orang dewasa (pendidik) untuk mengembangkan potensi

yang dimiliki anak (peserta didik) melalui proses pembelajaran dan

bimbingan, sehingga anak dapat mengembangkan kemampuannya,

meningkatkan pengetahuan dari yang tidak tahu menjadi tahu,dan anak

dapat menuju pada kedewasaan.

2. Komponen Pendidikan

Komponen pendidikan menentukan berhasil tidaknya dari proses

pendidikan. Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya

(55)

40 a. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai

oleh kegiatan pendidikan (Suwarno,2006: 33). Menurut Bloom,

tujuan pendidikan dibedakan menjadi tiga, yaitu cognitive domain, affective domain, dan psychomotor domain.

1) Cognitive Domain

Meliputi kemampuan-kemampuan yang diharapkan

dapat tercapai setelah dilakukannya proses belajar mengajar.

Kemampuan tersebut meliputi pengetahuan, pengertian,

penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Untuk mencapai

semuanya harus sudah memiliki kemampuan sebelumnya.

2) Affective Domain

Berupa kemampuan untuk menerima, menjawab,

menilai, membentuk, dan mengarakterisasi.

3) Psychomotor Domain

Terdiri dari kemampuan persepsi, kesiapan dan respons

terpimpin (Suwarno, 2006:35-36).

b. Peserta Didik

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yng

tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Karena, peserta

(56)

41

dan ingin mengembangkan diri secara terus menerus guna

memecahkan masalah dalam hidupnya (Tirtarahardja, 2008:52).

Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik

yaitu bahwa peserta didik memiliki potensi fisik dan psikis yang

khas, mengalami perkembangan, membutuhkan bimbingan dan

perlakuan manusiawi, serta memiliki kemampuan untuk mandiri.

c. Pendidik

Pendidik adalah orang yang dengan sengaja memengaruhi

orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi.

Dengan kata lain, pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang

membawa peserta didik ke arah kedewasaan (Tirtarahardja,

2008:54).

Pendidik juga merupakan orang yang bertanggung jawab

terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik.

Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungaan

yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan

masyarakat. Maka dari itu, yang bertanggung jawab terhadap

pendidikan ialah orang tua, guru, dan masyarakat.

d. Alat Pendidikan

Alat pendidikan adalah hal yang tidak saja membuat

kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik,

(57)

42

membantu tujuan pencapaian tujuan pendidikan. Alat pendidikan

dikategorikan dalam beberapa kategori yaitu alat pendidikan positif

dan negatif, alat pendidikan preventif dan korektif, serta alat

pendidikan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.

1) Alat Pendidikan Positif dan Negatif

Alat pendidikan positif dimaksudkan sebagai alat

yang ditujukan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik.

Misalnya, pujian agar anak mengulang pekerjaan yang

menurut ukuran adalah baik. Sedangkan alat pendidikan

negatif dimaksudkan agar anak tidak mengerjakan sesuatu

yang buruk. Misalnya, larangan atau hukuman agar anak

tidak mengulangi perbuatan yang menurut ukuran norma

adalah buruk.

2) Alat Pendidikan Preventif dan Korektif

Alat pendidikan preventif merupakan alat untuk

mencegah anak mengerjakan sesuatu yang tidak baik.

Misalnya peringatan atau larangan. Sedangkan alat

pendidikan korektif adalah alat untuk memperbaiki kesalahan

atau kekeliruan yang telah dilakukan peserta didik. Misalnya

(58)

43

3) Alat Pendidikan yang Menyenangkan dan Tidak

Menyenangkan

Alat pendidikan yang menyenangkan merupakan aat

yang digunakan agar peserta didik menjadi senang. Misalnya

dengan hadiah atau ganjaran. Sedangkan alat pendidikan

yang tidak menyenangkan dimaksudkan sebagai alat yang

dapat membuat peserta didik merasa tidak senang. Misalnya

dengan hukuman atau celaan.

e. Lingkungan Pendidikan

Lingkungan pendidikan adalah lingkungan yang

melingkupi terjadinya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan

meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

1) Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan

pendidikan yang pertama dan utama, karena keluarga

memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap

perkembangan kepribadian anak. Untuk mengoptimalkan

kemampuan dan kepribadian anak, orang tua harus

menumbuhkan suasana edukatif di lingkungan keluarganya

sedini mungkin. Suasana edukatif yang dimaksud adalah

orang tua yang mampu menciptakan pola hidup dan tata

pergaulan dalam keluarga dengan baik.

Gambar

Tabel 3.2
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi proses produksi modifikasi terhadap metode dan suhu filling pada jamu kunyit asam yang ditinjau dari karakteristik

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan, maka penelitian tentang optimasi parameter respon mesin cetak sistem injeksi perlu dilakukan dengan prosedur terpadu yang

Determinan suatu matriks yang salah satu baris (kolom) nya ditukar dengan baris (kolom) yang lain, maka nilai determinan matriks tersebut berubah menjadi negatip determinan semula.

adalah untuk lebih mendalami pribadi anak, merangsang kecerdasan, dan mengasah bakat anak. Pola interaksi pembelajaran yang baik di TK dimaksudkan untuk lebih

Orang yang menyakini allah memiliki sifat al-akhir akan menjadiakn allah sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup selainnya, tidak ada permintaan kepada selainnya,

Tilaar, 1997 (Sambeta, 2010) mengemukakan bahwa pendidikan pada saat ini dihadapkan pada tuntutan tujuan yang semakin canggih, semakin meningkat baik ragam, lebih-lebih

konsep adaptasi mahluk hidup terhadap lingkungan. Kondisi ekosistem sungai Padang Guci, Air Nelenagau, dan Air Nipis sebagai habitat ikan Sicyopterus

Tahap terakhir pada pengembangan instrumen dalam penelitian ini adalah pelaksanaan implementasi dengan mengukur sejauh mana kecenderungan kedisplinan belajar SMP Negeri 2