POLA ASUH ORANG TUA PENGRAJIN
BAMBU DALAM MENDIDIK ANAK
DI DUSUN NGABLAK PULUTAN SIDOREJO
SALATIGA
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh:
IMANIA NAJMUNA
NIM: 11112193
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
vi
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Kedua orang tuaku, ayahanda tercinta Muhsinun (almarhum) dan ibunda
Murtafiah atas perjuangannya banting tulang, kalimah do`a dan seluruh
pengorbanannya telah mengukir segala asa, cita dan harapan membimbing
dan mendidik dengan penuh kesabaran serta memberikan segalanya baik
moral maupun spiritual bagi kelancaran studyku, semoga Allah senantiasa meridhoinya.
2. Kakak-kakakku tersayang (Agus Indriyatno, Aini Nur Faizah, Muhammad
Wahab Habibi, Dewi Mufidah, Ernawati, Sujoro, Tri Handayani, Andreas
Susanto) yang selalu memberikan dorongan semangat untuk selalu optimis
dan dukungan serta pengertian kepada penulis.
3. Kepada bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku pembimbing dan sekaligus
sebagai motivator serta pengarah sampai selesainya penulisan skripsi ini
4. Kepada seluruh sahabat-sahabatku Intan, Nindy, Silvi, Milkha, Kumi, dan
Royyan yang selalu memberikan semangat dan bantuan untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
5. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2012 khususnya kelas PAI F,
Teman-teman PPL MTs Al-Islam Bringin, dan Kelompok KKN posko 36
yang telah memberikan motivasi dan pengalaman hidup yang luar biasa
6. Warga dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga khususnya pengrajin
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya
Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi
Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan
hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di
hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “POLA ASUH ORANG TUA
PENGRAJIN BAMBU DALAM MENDIDIK ANAK DI DUSUN NGABLAK
PULUTAN SIDOREJO SALATIGA”
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari
bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi
ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya
ix
5. Bapak Sutrisna, S.Ag., M.Pd. selaku pembimbing akademik.
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7. Warga dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga khususnya pengrajin bambu
yang telah memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan
penelitian.
8. Ibu, keluarga, sahabat dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan
memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang
membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 25 Agustus 2016
Penulis
x ABSTRAK
Najmuna, Imania. 2016. “Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga”
Pembimbing: Drs. Abdul Syukur, M.Si.
Kata kunci: Pola Asuh Orang Tua, Pengrajin Bambu, Pendidikan Anak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak, Pulutan, Sidorejo, Salatiga. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga. 2) Faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga 3) Upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Peneliti masuk ke lapangan dan bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Prosedur pengumpulan data adalah dengan metode observasi, metode wawancara, dan metode dokumentasi. Subyek penelitian adalah orang tua pengrajin bambu.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa 1) Pola asuh orang tua pengrajin bambu di dusun Ngablak dalam mendidik anak yaitu dengan tipe pola asuh
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Fokus Penelitian ... 7
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Penegasan Istilah ... 8
F. Metode Penelitian ... 11
G. Sistematika Penulisan ... 20
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 23
A. Pola Asuh Orang Tua ... 23
xii
C. Pendidikan ... 36
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 50
A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 50
B. Temuan Penelitian ... 56
1. Pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ... 63
2. Faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ... 68
3. Upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ... 79
BAB IV PEMBAHASAN ... 93
A. Pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ... 93
B. Faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ... 97
C. Upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga... 106
BAB V PENUTUP ... 112
A. Kesimpulan... 112
xiii
DAFTAR PUSTAKA ... 115
RIWAYAT HIDUP PENULIS ... 117
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 ... 51
Tabel 3.2 ... 51
Tabel 3.3 ... 52
Tabel 3.4 ... 53
Tabel 3.5 ... 54
Tabel 3.6 ... 55
Tabel 3.7 ... 56
Tabel 3.8 ... 57
Tabel 3.9 ... 59
Tabel 3.10 ... 60
Tabel 3.11 ... 61
Tabel 3.12 ... 62
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Surat Tugas Pembimbing Skripsi
3. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian
4. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
5. Lembar Konsultasi
6. Instrumen Pengumpulan Data
7. Hasil Wawancara
2 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Moh. Sochib (2010:2) dalam bukunya Pola Asuh Orang Tua,
pendidikan dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Dengan demikian, keluarga merupakan salah satu lembaga yang
mengemban tugas dan tanggung jawab dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Pendidikan dalam lingkungan keluarga berlangsung di dalam rumah
tempat di mana anggota keluarga tinggal. Baik anggota keluarga seperti
Bapak, Ibu, maupun anak memiliki peran masing-masing dalam
berlangsungnya pendidikan di lingkungan keluarga hingga tercapai tujuan
pendidikan. Peran tersebut yaitu peran sebagai pendidik dan peran sebagai
peserta didik.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan informal yang
menempatkan bapak dan ibu (orang tua) sebagai pendidik kodrati
(Fatchurrahman, 2006:7). Jadi, sudah menjadi kodrat bahwa orang tua
merupakan pendidik yang utama dan berperan penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak-anaknya.
Jika pendidikan dilakukan oleh orang dewasa yang memberikan
bantuan berupa pengajaran dan didikan kepada peserta didik, maka
pendidikan di lingkungan keluarga dilakukan oleh orang tua kepada anaknya.
Orang tua berperan sebagai pendidik, sedangkan anak berperan sebagai
3
objek pendidikan saja, akan tetapi memerankan anak sebagai subjek
pendidikan agar anak senantiasa berperan aktif dalam kegiatan pendidikan
yang dilakukan oleh orang tua.
Pendidikan di dalam rumah merupakan pendidikan awal dan utama
yang diterima oleh seorang anak sejak dilahirkan. Karena anak mulai belajar
berbagai macam hal terutama nilai-nilai, keyakinan, akhlak, dan
bersosialisasi. Anak belajar dari kedua orang tuanya, dan mereka menirukan
seperti apa yang dilakukan oleh orang tuanya (Helmawati, 2014:48). Jadi,
pendidikan di dalam rumah bertujuan untuk membentuk karakter dalam diri
anak itu sendiri, karena perilaku anak dapat terbentuk oleh perilaku yang
diajarkan orang tuanya dan selain itu, pendidikan di dalam rumah juga
memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan pendidikan anak di
sekolah. Orang tua memiliki peran yang sangat besar dalam memberikan
pendidikan bagi anaknya karena dari proses mendidik orang tua, seorang anak
dapat tertanam sebuah perilaku dan mendapatkan pendidikan serta ajaran
yang berasal dari orang tuanya. Selain itu, sudah menjadi tanggung jawab
bagi orang tua baik bapak dan ibu untuk memberikan pendidikan bagi
anaknya demi proses pendewasan sang anak.
Orang tua juga sangat memberikan peran dalam proses pendidikan
anak baik dalam keluarga maupun sekolah, karena hal ini mencerminkan
keterlibatan orang tua sebagai pendidik terhadap anak didik, sehingga
pendidikan anak berada di tangan kedua orang tuanya (Conny, 2002:8).
4
anaknya, terlebih dalam hal pendidikan. Dari pendidikan orang tua yang
diberikan kepada anaknya dapat menjadikan penentu keberhasilan pendidikan
anak.
Orang tua yang sadar akan pentingnya pendidikan di dalam rumah,
dapat memberikan pengaruh yang positif bagi anak terhadap berlangsungnya
pendidikan di sekolah sehingga anak memiliki semangat yang lebih dalam
melaksanakan pendidikan di sekolah dibandingkan dengan orang tua yang
tidak sadar akan pentingnya pendidikan di dalam rumah, maka akan
menghambat berlangsungnya pendidikan anak di sekolah dan anak merasa
tidak peduli akan pentingnya pendidikan. Orang tua yang tidak sadar akan
pentingnya pendidikan di dalam rumah biasanya orang tua yang beranggapan
bahwa pendidikan merupakan hanya urusan guru di sekolah, jadi hanya guru
yang bertanggung jawab atas proses pendidikan anak dan orang tua
melimpahkan tanggung jawab penuh dalam mendidik anaknya kepada para
pendidik formal (guru) (Helmawati, 2014:50).
Ada beberapa masalah yang dialami oleh seorang anak yang tidak
mendapatkan pendidikan secara penuh di dalam rumah dikarenakan kondisi
orang tua yang memiliki kesibukan terutama dipengaruhi oleh pekerjaan atau
profesi dari orang tua dan cara mengasuh orang tua yang tidak sesuai dengan
kebutuhan anak. Pekerjaan yang menuntut banyak waktu, banyak tenaga,
sehingga kebanyakan dari orang tua lalai akan pentingnya pendidikan anak di
dalam rumah. Banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya
anak-5
anaknya. Selain itu, pengerahuan yang kurang serta tingkat pendidikan yang
rendah menjadi kendala bagi orang tua untuk memberikan pola asuhnya
kepada anak dalam mendidik anak.
Dari sekian banyak pekerjaan atau profesi, ada beberapa pekerjaan
atau profesi orang tua yang menyita waktu, namun hal tersebut tergantung
dari manajemen waktu yang dikelola oleh orang tua. Apabila orang tua dapat
membagi waktu dengan mencurahkan perhatian terhadap anak terutama
dalam hal pendidikan, maka orang tua tersebut dapat secara penuh
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai orang tua dan pendidik.
Seperti halnya, pekerjaan pengrajin bambu yang sama dengan
pekerjaan yang lain juga membutuhkan waktu kerja yang tidak sedikit. Tidak
hanya Guru, Dosen, Pegawai Pabrik, Wiraswasta, Pegawai kantor, Nelayan,
Petani, Tukang Becak dan berbagai jenis pekerjaan yang lain, yang memiliki
kesibukan di dunia pekerjaan tersebut. Pengrajin bambu juga merupakan
salah satu pekerjaan yang menyita banyak waktu karena dituntut untuk giat
dan teliti merajinkan bambu agar kerajinan bambu yang dihasilkan sesuai
dengan pesanan konsumen.
Tidak menjadi masalah bagi orang tua pengrajin bambu yang bekerja
namun tetap memperhatikan pendidikan anaknya. Dengan pola asuh yang
diberikan kepada anaknya, nilai pendidikan seorang anak dapat tertanam dan
menjadi bagian yang membentuk pendidikan anak baik di dalam rumah,
masyarakat dan terlebih di sekolah, meskipun kesibukan yang dimiliki oleh
6
Setiap pengrajin bambu memiliki karakter masing-masing dalam hal
mendidik anak. Ada sebagian pengrajin bambu yang memprioritaskan
pendidikan anak sehingga dapat membagi waktunya untuk mendidik anak dan
ada sebagian pengrajin bambu lain yang lebih memprioritaskan pekerjaannya
merajinkan bambu sehingga tidak memiliki waktu yang banyak untuk
mendidik anak.
Keberhasilan pendidikan anak baik di lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat tergantung dari pola asuh orang tua yang diberikan terhadap
anak dalam rangka memberikan pendidikan anak khususnya di lingkungan
keluarga atau di dalam rumah. Dengan pola asuh orang tua pengrajin bambu
yang memiliki karakteristik berbeda-beda dapat diketahui faktor yang
menentukan pola asuh dari orang tua sehingga hasil pendidikan anak dapat
terlihat dari cara mendidik orang tua terhadap anak dan upaya orang tua yang
diberikan bagi anak dalam rangka meningkatkan pendidikan anak baik di
dalam keluarga, masyarakat dan sekolah.
Terdapat satu wilayah di Kelurahan Pulutan yaitu dusun Ngablak,
yang kurang lebih 38,75 % penduduknya bekerja sebagai pengrajin bambu
(Hasil wawancara dengan Ketua Paguyuban Pengrajin Bambu, 29 Juni 2016
jam 15.20). Pekerjaan tersebut muncul sebagai mata pencaharian warga dusun
Ngablak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka memilih profesi
tersebut sebagai pr0fesi sehari-hari disebabkan sulitnya mencari lapangan
pekerjaan karena tingkat pendidikan yang dimiliki tergolong rendah. Dengan
7
melimpah di lingkungan sekitar dusun Ngablak, warga dusun Ngablak
memilih pekerjaan pengrajin bambu sebagai mata pencaharian sehari-hari.
Selain itu, pekerjaan tersebut juga dilakukan secara turun temurun dari zaman
dahulu hingga sekarang.
Berbeda dengan daerah yang lain, dusun Ngablak merupakan dusun
yang sebagian besar warganya memilih pekerjaan yang dilakukan di rumah.
Meskipun tidak hanya merajinkan bambu yang menjadi pekerjaan oleh semua
warga dusun Ngablak, mereka memilih pekerjaan pengrajin bambu untuk
digunakan sebagai kegiatan sehari-hari yang dapat mengahasilkan uang. Dan
hal itu menjadi sebuah karakter dari dusun tersebut bahwa dusun Ngablak
merupakan kawasan pengrajin bambu.
Faktor tingkat pendidikan yang rendah menjadi alasan bagi warga
dusun Ngablak untuk memilih profesi sebagai pengrajin bambu, karena
profesi tersebut tidak menuntut tingkat pendidikan yang tinggi. Dari tingkat
pendidikan yang rendah dan profesi sebagai pengrajin bambu, menjadi daya
tarik peneliti untuk mengetahui lebih dalam mengenai pola asuh orang tua
pengrajin bambu dalam mendidik anak
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya
sebagai bahan untuk menyusun skripsi dengan judul “POLA ASUH
ORANG TUA PENGRAJIN BAMBU DALAM MENDIDIK ANAK DI
8
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat
dikemukakan suatu fokus penelitian dalam penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di
dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga?
2. Apa faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam
mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga?
3. Bagaimana upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan
pendidikan anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Agar dapat memberikan gambaran konkrit serta arahan yang jelas
dalam pelaksanaan penelitian ini maka perlu dirumuskan tujuan yang ingin
dicapai yaitu:
1. Untuk mengetahui pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik
anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga.
2. Untuk mengetahui faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin
bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo
Salatiga.
3. Untuk mengetahui upaya orang tua dalam meningkatkan pendidikan anak
9
D. Kegunaan Penelitian
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memiliki 2 kegunaan, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan ilmu sebagai
sarana memperluas khazanah pengetahuan tentang pendidikan pada
umumnya dan pola asuh orang tua terhadap anak pada khususnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Orang tua, untuk dapat memberikan gambaran, pemahaman
dan masukan bagi orang tua dalam mengasuh anak sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan anak serta dapat meningkatkan
pengajaran dan pendidikan bagi anak.
b. Bagi Peneliti, untuk dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang pola asuh orang tua terhadap anak dan untuk bekal peneliti di
dunia pendidikan dan kemasyarakatan.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari salah persepsi dalam penggunaan kata pada judul
penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah pokok antara lain
adalah:
1. Pola Asuh
Pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Pola artinya sistem atau
cara kerja (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005:271). Sedangkan
asuh artinya menjaga atau merawat dan mendidik anak kecil (Tim
10
bahawa pengertian dari pola asuh adalah sistem atau cara kerja dalam
menjaga dan mendidik anak.
2. Orang Tua
Orang tua dapat diartikan sebagai orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Tim
Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005: 802).
Menurut penulis sendiri, orang tua adalah orang yang
bertanggung jawab atas perkembangan anak dan mengemban tugas
terhadap keberhasilan anaka dengan segala upaya, usaha, didikan, dan
bimbingan yang dilakukan agar nantinya dapat tercapai keinganan dan
cita-cita orang tua terhadap anak dimasa depan.
3. Pengrajin Bambu
Pengrajin bambu terdiri dari kata pengrajin dan bambu. Pengrajin
artinya orang yang pekerjaannya (profesinya) membuat kerajinan (Tim
Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005:922). Dan bambu artinya
tumbuhan yang tumbuh berumpun, berakar serabut yang batangnya bulat
berongga, beruas-ruas, keras dan tinggi, dipakai sebagai bahan bangunan
rumah dan perabot rumah tangga (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,
2005:98).
Dari dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian
dari pengrajin bambu yaitu orang yang pekerjaannya membuat kerajinan
yang berbahan dasar tumbuhan yaitu bambu yang hasil olahan kerajinan
11 4. Pendidikan
Pengertian pendidikan menurut Undang-Undang SISDIKNAS
No. 20 tahun 2003 adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sedemikian rupa
supaya peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif
supaya memiliki pengendalian diri, kecerdasan, keterampilan dalam
bermasyarakat, kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian serta akhlak
mulia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:263) Pendidikan
diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu ikhtiar manusia
untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan
yang ada dalam masyarakat (Roqib, 2009:15-16).
Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan
pengertian pendidikan yaitu usaha seseorang untuk melakukan
pembelajaran dan pengajaran dengan mengembangkan potensi yang ada
pada diri seseorang sekaligus pembinaan kepribadian seseorang agar
memiliki pengetahuan yang lebih serta kemampuannya dalam
menghadapi lingkungan sekitarnya.
12
Anak adalah manusia yang masih kecil (Tim Penyusun Kamus
Pusat Bahasa, 2005:41). Individu yang membutuhkan bimbingan,
didikan, ajaran dan asuhan oleh orang tua agar dapat membentuk pribadi
seutuhnya dan dapat mengembangkan potensi dan kemampuan yang
dimiliki.
Dari beberapa uraian pengertian-pengertian di atas dapat ditarik
kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan Pola Asuh Orang Tua
Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun Ngablak, Pulutan,
Sidorejo, Salatiga adalah cara orang tua yang berprofesi membuat
kerajinan yang berasal dari bambu dalam mendidik dan mengasuh
anaknya sehingga anak dapat memiliki pengetahuan yang lebih serta
kemampuannya dalam menghadapi lingkungan sekitarnya dari orang
tuanya.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif ini dilakukan secara
intensif, peneliti ikut berpartisipasi di lapangan, mencatat secara hati-hati
apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai
dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian
secara mendetail (Sugiyono, 2011:14). Oleh karena itu, penulis akan
mengambil penelitian lapangan yaitu dengan cara memperoleh data
13
dusun Ngablak guna memperoleh data yang valid dan dapat
dipertanggung jawabkan.
Bogdan dan Taylor mendefinisikan “Metodologi kualitatif”
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati (Moloeng, 2011:3). Maka dari itu, selain melalui penyelidikan
berdasarkan obyek lapangan, daerah atau lokasi, peneliti juga melakukan
wawancara dan mengamati hal-hal yang diteliti dalam lapangan
khususnya pola asuh orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan
anak.
Penelitian kualitatif menyituasikan aktifitas pengamatan di lokasi
tempat berbagai fakta, data, bukti, atau hal-hal lain yang berkaitan
dengan penelitian, dan hal-hal yang terjadi (Sentana, 2010:5). Jadi,
penelitian juga dilakukan berdasarkan fakta dan bukti yang berkaitan
dengan hal-hal yang terjadi dalam pengamatan di lapangan.
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti Kualitatif akan masuk ke lapangan untuk memunculkan
sekumpulan representasi, yang didapat dari catatan lapangan, wawancara,
pembicaraan, fotografi, rekaman dan catatan pribadi (Sentana, 2010:5).
Maka dari itu, dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen
sekaligus pengumpul data dalam upaya mengumpulkan data-data di
lapangan. Karena kehadiran peneliti secara langsung di lapangan untuk
14
untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara
langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data lainnya.
3. Lokasi Penelitian
Peneliti akan memilih lokasi penelitian di Dusun Ngablak,
Kelurahan Pulutan, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Alasan peneliti
memilih lokasi tersebut karena lokasi tersebut memiliki karakteristik
yang berbeda dari dusun lain yaitu sebagian dari penduduk lokasi
tersebut bermata pencaharian atau berprofesi sebagai pengrajin bambu.
Maka dari itu, peneliti akan melakukan penelitian tentang pengrajin
bambu yang berhubungan dengan pola asuh orang tua pengrajin bambu
terhadap pendidikan anak.
4. Sumber Data
Adapun sumber data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
yaitu:
a. Data Primer
Sumber data primer adalah data dalam bentuk verbal atau
kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku
yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya (Arikunto,
2010:22). Sumber data langsung yang peneliti dapatkan berasal dari
informan-informan yang ada di Dusun Ngablak Pulutan, diantaranya
orang tua yang berprofesi sebagai pengrajin bambu.
15
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari
dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, SMS, dan
lain-lain), foto-foto, film, rekaman video, dan benda-benda yang
dapat memperkaya data primer (Arikunto, 2010:22). Peneliti
menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat dan melengkapi
informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara. Adapun
sumber data sekunder yang digunakan adalah data dari foto, data dari
paguyuban pengrajin bambu dusun Ngablak dan data dari kelurahan.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa adanya prosedur pengumpulan data, maka
peneliti tidak akan mendapatkan data yang diinginkan.
Pengumpulan data melibatkan terutama melalui pengamatan dan
wawancara (Moleong, 2011:237). Oleh karena itu, untuk mendapatkan
data yang valid maka peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan
dengan menggunakan metode sebagai berikut:
a. Metode observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri
yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu
16
berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada
orang, tetapi juga obyek-obyek alam lainnya (Sugiyono, 2011:145).
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang situasi
dan kondisi pengrajin bambu dalam memberikan pendidikan bagi
anak serta hal-hal yang ada hubungannya dengan data yang penulis
butuhkan, karena itu penulis kemukakan bahwa pelaksanan dari
metode ini juga didukung oleh metode lain.
b. Metode interview atau wawancara
Interview digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang mana peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang akan diteliti, atau bahkan juga untuk mengetahui
hal-hal yang lebih mendalam mengenai Pola Asuh Orang Tua
Pengrajin Bambu terhadap Pendidikan Anak atau juga faktor-faktor
yang menentukan pola asuh orang tua.
Wawancara adalah suatu alat pengumpulan data atau
informasi dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan untuk
dijawab secara lisan pula (Margono, 2000:165). Adapun metode ini
penulis gunakan untuk mencari data tentang Pola Asuh Orang Tua
Pengrajin Bambu terhadap Pendidikan Anak.
c. Metode dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
17
Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai
sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data
yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan
(Moleong, 2011:217). Dokumen-dokumen bisa diperoleh melalui
gambar-gambar dalam penelitian.
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke
dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain (Sugiyono, 2011:244).
Menurut Moleong (2011:248) analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Menurut pemahaman analisis data diatas dapat dikemukakan
tahapan analisis data antara lain:
18
b. Menyusun temuan-temuan data kata kunci berdasarkan data yang
telah terkumpul
c. Menuliskan model perencanaan selanjutnya berdasarkan
temuan-temuan data sebelumnya
d. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analitik guna
mengumpulkan data selanjutnya
e. Perencanaan pengumpulan data berikutnya
Setelah semua data terkumpul maka selanjutnya adalah tahap
menganalisis data. Agar mudah ditarik kesimpulan maka diolah dalam
bentuk analisis deskriptif yaitu suatu upayamenggambarkan atau
melukiskan keadaan atau obyek penelitian dengan mengemukakan
gejala-gejala secara lengkap di dalam aspek yang diselidiki, agar jelas
keadaan atau kondisinya pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1995:63).
7. Pengecekan Keabsahan Data
Ada empat kriteria yang digunakan untuk menetapkan keabsahan
data yaitu: kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), kepastian (confirmability) (Moleong, 2011:324).
Keabsahan data yang akan peneliti lakukan yaitu dengan
menggunakan kriteria kepercayaan (credibility). Kriteria kepercayaan berfungsi untuk melakukan penelaahan data seara akurat agar tingkat
19
secara detail mengenai orang tua pengrajin bambu dalam melakukan
observasi sampai data yang dibutuhkan cukup. Kemudian peneliti
menggunakan teknik triangulasi untuk memeriksa keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain. Dalam menerapkan teknik pemeriksaan
data peneliti melakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Ketekunan/keajegan pengamatan
Dalam hal ini bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau
isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal
tersebut secara rinci. Dalam teknik ini menuntut peneliti agar mampu
menguraikan secara rinci bagaimana dapat melakukan pengamatan
secara detail dan penelaahan secara rinci tersebut dapat dilakukan (.
b. Trianggulasi
Teknik adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Pada penelitian ini peneliti
melakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Trianggulasi
dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Sedangkan triangulasi
dengan metode berarti dengan mengecek derajat kepercayaan
penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan
mengecek derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode
20
peneliti membandingkan data hasil wawancara antar narasumber
pengrajin bambu dan membandingkan data hasil dokumentasi antar
dokumen. Dengan triangulasi metode, peneliti membandingkan data
hasil pengamatan di lapangan dengan data hasil wawancara dengan
pengrajin bambu di dusun Ngablak.
8. Tahap-tahap Penelitian
Pelaksanaan penelitian yang akan penulis lakukan ada empat
tahap yaitu: tahap sebelum pelaksanaan penelitian lapangan, tahap
pelaksanaan penelitian lapangan, tahap analisis data, tahap penulisan
laporan.
Tahap-tahap pelaksanaan penelitian yang akan peneliti lakukan
adalah sebagai berikut:
a. Tahap Sebelum pelaksanaan penelitian
Tahap ini meliputi kegiatan:
1) Mengajukan judul penelitian
2) Menyusun proposal penelitian
3) Konsultasi kepada pembimbing
b. Tahap pelaksanaan penelitian
Tahap ini meliputi kegiatan:
1) Melaksanakan penelitian di tempat yang telah ditentukan
2) Mengumpulkan data yang sesuai dengan fokus penelitian
3) Pencatatan data yang sudah terkumpul
21 c. Tahap analisis data
Tahap ini meliputi kegiatan:
1) Mencoding data
2) Menganalisis dengan analisis diskriptif
3) Penemuan hal-hal penting dalam penelitian
4) Mengecek keabsahan data
d. Tahap penulisan laporan
Tahap ini meliputi kegiatan:
1) Melaporkan hasil penelitian
2) Konsultasi kepada pembimbing
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti akan membagi dalam beberapa
bab. Dengan harapan agar pembahasan dalam skripsi ini dapat tersusun
dengan baik dan dapat memenuhi standar penulisan sebagai karya ilmiah.
Adapun sistematika pembagian bab adalah sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan
Bab Pendahuluan menjelaskan secara umum tentang arah dan
maksud penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai pola asuh
orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan anak, sehingga pembaca
dapat mengetahui mengenai latar belakang masalah, fokus penelitian,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode
22 2. Bab II Kajian Pustaka
Bab Kajian pustaka menjelaskan mengenai teori-teori yang
relevan dan sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan di lapangan
mengenai pola asuh orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan
anak, yaitu teori tentang pola asuh orang tua, macam-macam pola asuh
orang tua, faktor yang menentukan pola asuh, upaya pola asuh orang tua,
penjelasan tentang pengrajin bambu, pengertian pendidikan,
komponen-komponen pendidikan, dan tanggung jawab orang tua terhadap
pendidikan anak. Dengan teori tersebut pembaca dapat mengetahui
pengertian yang berkaitan dengan pola asuh orang tua pengrajin bambu
dalam mendidik anak.
3. Bab III Pembahasan
Pembahasan menjelaskan tentang uraian data dan temuan yang
diperolah dari hasil dalam penelitian yang dilakukan di lapangan melalui
observasi, wawancara atau interview, dan dokumen berupa gambar tentang pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di
dusun Ngablak, Pulutan, Sidorejo, Salatiga.
4. Bab IV Analisis Data
Bab ini memuat tentang gagasan peneliti, posisi temuan/teori
terhadap teori dan temuan-temuan yang dilakukan sebelumnya, serta
penjelasan dari temuan/teori yang diungkap dari lapangan mengenai pola
asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun
23 5. Bab V Penutup
Bab penutup memuat temuan pokok atau kesimpulan dari
beberapa bab terdahulu beradasarkan penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti. Selain itu peneliti juga akan memberikan tindak lanjut serta
mengemukakan saran-saran yang berkaitan dengan pola asuh orang tua
24 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pola Asuh Orang Tua
1. Pengertian Pola Asuh
Menurut Baumrind dalam Muallifah (2009:42), pola asuh orang
tua pada prinsipnya merupakan parental control, yaitu bagaimana orang tua mengontrol, membimbing dan mendampingi anak-anaknya untuk
melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pada proses
pendewasaan.
Sedangkan menurut Kohn dalam Muallifah (2009:42-43), pola
asuh merupakan cara orang tua berinteraksi dengan anak yang meliputi
pemberian aturan, hadiah, hukuman, pemberian perhatian serta
tanggapan orang tua terhadap setiap perilaku anak.
Lebih jelasnya, pola asuh menurut Kohn merupakan sikap orang
tua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini dapat dilihat dari
berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan peraturan
kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua
memberikan perhatian atau tanggapan terhadap kenginan anak. Maka
dari itu, pada intinya pola asuh orang tua adalah bagaimana cara
mendidik orang tua terhadap anak baik secara langsung maupun tidak
langsung (Thoha, 1996:110).
Pola asuh adalah suatu cara yang ditempuh orang tua dalam
25
anak. Dimana tanggung jawab mendidik untuk mendidik anak adalah
merupakan tanggung jawab primer (Thoha, 1996:109).
Sedangkan menurut Theresia Indria Shanti, P.Si, M.Si dalam
Mualifah (2009:43) pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua
dan anak. Lebih jelasnya yaitu bagaimana sikap atau perilaku orang tua
saat berinteraksi dengan anak. Termasuk caranya menerapkan aturan,
mengajarkan nilai atau norma, memberikan perhatian dan kasih sayang,
serta menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, sehingga dapat
dijadikan sebagai contoh atau panutan bagi anaknya.
Gunarsa Singgih dalam bukunya Psikologi Remaja (2007:109),
berpendapat bahwa pola asuh orang tua adalah sikap dan cara orang tua
dalam mempersiapkan anggota keluarga yang lebih muda termasuk anak
supaya dapat mengambil keputusan sendiri dan bertindak sendiri
sehingga mengalami perubahan dari keadaan bergantung kepada orang
tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri.
Pola asuh merupakan bagian dari proses pemeliharaan anak. Pola
asuh orang tua penting dalam upaya menyediakan suatu model perilaku
yang lebih lengkap bagi anak. Pola asuh adalah suatu sikap yang
dilakukan orang tua, yaitu ayah dan ibu dalam berinteraksi dengan
anaknya. (Illahi, 2013:133).
Orang tua sebagai individu-individu yang mengasuh, melindungi
26
tanggung jawab dan perhatian yang mencakup pendidikan intelektual dan
moral (Fajar, 2011:10).
Menurut Hurlock dalam Muallifah (2009:44) pengasuhan orang
tua berfungsi untuk memberikan kelekatan dan ikatan emosional atau
kasih sayang antara orang tua dan anaknya, juga penerimaan dan
tuntunan dari orang tua.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola
asuh orang tua adalah pola interaksi antara orang tua dan anaknya, yaitu
cara orang tua berinteraksi dengan mengontrol, membimbing dan
mendampingi anaknya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
anak sebagai bentuk tanggung jawab peran orang tua terhadap anaknya
sehingga anak dapat menuju pada kedewasaan. Cara orang tua dalam
mengasuh anak termasuk caranya menerapkan aturan, mengajarkan nilai
atau norma, memberikan perhatian dan kasih sayang, serta menunjukkan
sikap dan perilaku yang baik, sehingga dapat dijadikan sebagai contoh
atau panutan bagi anaknya.
2. Macam-macam Pola Asuh
Pola asuh yang digunakan oleh orang tua kepada anak menjadi
faktor utama yang menentukan potensi dan karakter seorang anak (Illahi,
2013:135). Terdapat beberapa macam teori pola asuh yang dapat
dijadikan acuan bagi orang tua. Kajian pendekatan tentang pola asuh
orang tua sering menggunakan teori yang dikemukakan oleh Baumrind.
27
(2011:112) terdapat 3 macam pola asuh yaitu: authoritarian,
authoritative dan permissive. a. Authoritarian (otoriter)
Yaitu jenis pola asuh orang tua yang bersifat otoriter juga
menerapkan kontrol yang tegas, tetapi secara sewenang-wenang,
berkuasa penuh tanpa memperhatikan individualitas anak. Mereka
menekankan kontrol tanpa pengasuhan atau dukungan untuk
mencapainya. Anak yang memiliki orang tua otoriter, ketika
berhubungan dengan anak lain, menjadi tidak bahagia, menarik diri,
malu-malu, dan tidak bisa dipercaya.
Pola asuh otoriter mencerminkan sikap orang tua yang
bertindak keras dan cenderung diskriminatif. Selain itu juga
mencerminkan ketidakdewasaan orang tua dalam merawat anak
tanpa mempertimbangkan hak-hak yang melekat pada anak (Illahi,
2013:136).
Ciri-ciri pola asuh otoriter:
1) Memperlakukan anaknya dengan tegas
2) Suka menghukum anak yang dianggap tidak sesuai dengan
keinginan orang tua
3) Kurang memiliki kasih sayang
4) Kurang memiliki rasa simpati terhadap anak
5) Mudah menyalahkan segala aktivitas anak terutama ketika anak
28
Persoalan yang terjadi dalam pola asuh otoriter yaitu ditandai
dengan hubungan orang tua dengan anak tidak hangat (Illahi,
2013:136).
b. Authoritative/demokratis (berwenang)
Yaitu jenis pola asuh orang tua yang berwenang menerapkan
kontrol tegas atas perilaku anak, tetapi juga menekankan
kemandirian dan individualitas anak. Meski orang tua memiliki
standar yang jelas saat ini dan dimasa depan atas perilaku anak,
orang tua bersifat rasional, fleksibel dan memerhatikan kebutuhan
serta kesukaan anak. Anak menjadi mandiri dan percaya diri dan
mengeksplorasi dunia mereka dengan senang dan puas.
Ciri-ciri pola asuh berwenang yaitu:
1) Hak dan kewajiban antara anak dan orang tua diberikan secara
seimbang
2) Saling melengkapi satu sama lain, orang tua yang menerima dan
melibatkan anak dalam mengambil keputusan yang terkait
dengan keluarga
3) Memiliki tingkat pengendalian tinggi dan mengharuskan
anak-anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial sesuai usia
dan kemampuan mereka, tetapi mereka tetap memberikan
kehangatan, bimbingan, dan komunikasi
4) Memberikan penjelasan dan alasan atas hukuman dan larangan
29
5) Selalu mendukung apa yang dilakukan oleh anak tanpa
membatasi potensi yang dimiliki, namun tetap membimbing dan
mengarahkan anak-anaknya (Muallifah, 2009:47).
c. Permissive (permisif)
Yaitu jenis pola asuh orang tua yang permisif yang membuat
sedikit batasan bagi anak. Mereka menerima sifat impulsif anak,
memberikan kebebasan sebesar-besarnya meski masih menjaga
keamanan. Mereka terlihat dingin dan tidak terlibat. Orang tua
permisif kadang membiarkan perilaku yang membuat mereka marah,
tetapi mereka tidak merasa nyaman untuk mengekspresikan
kemarahannya. Kemudian mereka melepaskan amarah itu dengan
tiba-tiba dan cenderung melukai anak lebih dari yang mereka kira.
Anak mereka cenderung tidak mandiri dan tidak memiliki kontrol
diri dan digolongkan sebagai sosok yang tidak dewasa.
Ciri-ciri pola asuh permisif yaitu:
1) Orang tua memberikan kebebasan kepada anak seluas mungkin
2) Tidak menuntut anak untuk belajar bertanggung jawab
3) Anak diberi hak yang sama dengan orang dewasa, dan diberi
kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengatur diri sendiri
4) Tidak banyak mengatur dan mengontrol, sehingga anak tidak
diberi kesempatan untuk mandiri dan mengatur diri sendiri dan
diberikan kewenangan untuk mengontrol dirinya sendiri
30
Selain dari ke tiga macam pola asuh di atas, ada satu macam pola
asuh yaitu tipe laisses faire (Djamarah, 2004:26). Kata laissez faire
berasal dari Bahasa Perancis yang berarti membiarkan. Dalam istilah
pendidikan, laissez faire adalah suatu sistem dimana si pendidik menganut kebijaksanaan non interference (tidak ikut campur). Yang dimaksud dengan pola asuh laisses fire (penelantaran) adalahPola asuh orang tua yang mendidik anak secara bebas, bebas melakukan apa saja
yang dikehendakinya (Mansur, 2005:354-356). Orang tua menelantarkan
anak secara psikis, kurang memperhatikan perkembangan si anak, anak
dibiarkan berkembang sendiri tanpa megawasi perkembangan anak, dan
orangtua lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri karena
kesibukannya (pekerjaan). Orang tua seperti ini cenderung kurang
perhatian dan acuh-tak acuh terhadap anaknya. Anak dengan pola asuh
ini paling potensial terlibat dalam kenakalan remaja seperti penggunaan
narkoba, merokok disusia dini dan tindak kriminal lainnya. Selain itu
juga bersifat impulsive dan agresif serta kurang mampu berkonsentrasi
pada suatu aktivitas atau kegiatan tertentu.
Dari uraian di atas tentang macam-macam pola asuh dapat
disimpulkan bahwa ada empat macam pola asuh, yaitu pola asuh
authoritarian (otoriter), pola asuh authoritative (demokratis), pola asuh
31
Menurut Baumrind dalam Muallifah (2009:49-50), ada beberapa
cap untuk orang tua, yaitu:
a. Indulgent (sangat sabar)
Yaitu orang tua yang sangat menerima namun tidak pernah ada tuntutan terhadap anaknya. Anak akan lebih cenderung kurang matang, tidak bertanggung jawab, lebih merasa cocok dengan teman sebaya, dan kurang mampu menduduki posisi pimpinan.
b. Otoritatif (pemberi wewenang)
Yaitu tipe orang tua yang sifat penerimaan dan tuntutannya sama tingginya. Anak akan lebih bertanggung jawab, memiliki ketenangan diri, adaptif, kreatif, penuh perhatian, terampil secara sosial, dan berhasil di sekolah. c. Otoriter
Yaitu orang tua yang sangat menuntut perilaku anaknya. Anak akan lebih bergantung pada orang lain, lebih pasif, kurang dapat menyesuaikan diri secara sosial, kurang ketenangan diri, dan kurang perhatian secara intelektual. d. Indifferent (tidak acuh/penelantar)
Yaitu orang tua yang tidak pernah menuntut sama sekali. Anak akan sering impulsif, cenderung berlaku agresif, dan lebih sering terlibat dengan pergaulan kenakalan remaja. Dalam perilakunya, mereka lebih sering memakai kebebasan tanpa melihat norma-norma yang sudah berlaku, baik norma agama maupun norma sosial.
3. Faktor yang Menentukan Pola Asuh
Menurut Casmini, faktor yang mendukung terlaksananya pola
asuh dengan baik bukan hanya tergantung dengan jenis pola asuh yang
ditetapkan oleh orang tua, tetapi juga tergantung pada karakteristik
keluarga, anak dan jenis pola asuh yang diterapkan (Muallifah, 2009: 64).
Adapun beberapa karakteristiknya adalah sebagai berikut
32
a. Karakteristik Keluarga dan Anak
Dalam keluarga dan anak, ada beberapa karakteristik, yaitu: 1) Karakteristik Struktur Keluarga
Hal-hal yang berkaitan dengan struktur keluarga adalah etnis keluarga dan pendidikan (lingkungan pergaulan sosial dan etnis). Pola asuh tidak hanya dipengaruhi oleh situasi keluarga, tetapi juga lingkungan di sekitar, situasi perawatan anak, situasi sekolah, juga konflik yang terjadi di lingkungan sekitar.
2) Karakteristik Struktur Anak
Ketika ingin memperlakukan jenis pola asuh, yang harus dilakukan oleh orang tua yaitu memperhatikan karakteristik anak, diantaranya adalah karakter anak, bagaimana perilaku sosial dan keterampilan kognitif anak. Karena, ketiga hal tersebut dalam diri anak berbeda antara anak laki-laki dan perempuan, dan berbeda pada masing-masing anak. Menurut hasil penelitian, anak perempuan lebih menunjukkan kemampuan sosial dan kemampuan bahasanya daripada laki-laki, karena laki-laki lebih menguasai dibidang hitung atau matematika.
3) Karakteristik Budaya Keluarga
Karakteristik kultur keluarga didefinisikan pada kemampuan berbahasa, sedangkan indikator dalam karakteristik kultur keluarga adalah reading behavior, home language, dutch anguage, mastery, and culture participation.
4) Karakteristik Situasi Keluarga
Penelitian tentang “komposisi keluarga” menunjukkan
anak dalam keluarga satu orang tua (single parent) akan mengalami problem perilaku dan emosional yang frekuensinya lebih daripada anak dalam keluarga yang orang tuanya lengkap, karena keluarga yang hanya satu orang tua akan mengalami ketegangan, disebabkankan akan mengalami kesulitan keuangan, problem kesehatan, serta perubahan karena perceraian yang berpengaruh terhadap orang tua dalam pengasuhan anak dan interaksi
33
orang tua, penerapan disiplin terhadap anak, kepercayaan orang tua, dukungan, dan pemberian kebebasan pada anak tidak ekstrem. Misalnya, orang tua selalu menerapkan anak harus patuh terhadap semua peraturan yang diinginkan oleh orang tua. Perilaku pola asuh yang disosialisasikan dalam keluarga dan sekolah akan menentukan kompetensi perkembangan anak (sosial, kognitif, emosi, religius, dsb)
2) Interaksi orang tua-anak
Interaksi orang tua-anak tidak hanya ditentukan oleh kuantitas pertemuan antara orang tua dan anak, tetapi juga sangat ditentukan oeh kuaitas dalam interaksi tersebut. Dapat menyangkut tentang bagaimana orang tua mampu memahami karakteristik anak, tipe pola asuh yang diterapkan sesuai dengan anak-anaknya. Sehingga dalam interaksi, anak tidak merasa tertekan dan tersiksa karena mengeluh bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tidak sesuai dengan dirinya.
3) Kompetensi Orang Tua dalam Pola Asuh Anak
Kompetensi pengasuhan anak bukan merupakan faktor yang statis, namun dinamis. Karena, tergantung dengan kemampuan orang tua untuk dapat mengkoneksikan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi dalam tugas orang tua untuk memajukan kerja sama, terpenuhinya kelekatan, dan lingkungan dalam pelaksanaan tugas anak. Kompetensi pengasuhan sangat dipengaruhi oleh karakteristik orang tua.
Selain beberapa karakteristik di atas yang dapat menentukan pola
asuh, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pola asuh orang tua
terhadap anak. Berdasarkan penelitian yang peneliti temukan di
lapangan, faktor yang dapat mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap
anak yaitu:
a. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi dapat mempengaruhi pola asuh orang tua
terhadap anak, terlebih ekonomi orang tua yang rendah. Hal tersebut
34
asuhan terhadap anak dan tentunya akan berpengaruh terhadap
emosional orang tua dalam mengasuh anak
b. Faktor Profesi Orang Tua
Profesi orang tua juga memberikan pengaruh yang besar
dalam menentukan pola asuhnya. Orang tua yang disibukkan dengan
profesinya dan tidak dapat membagi waktu untuk mengasuh anaknya
akan lebih cenderung bersifat indifferent (penelantar). Sedangkan orang tua yang memiliki kesibukan dengan profesinya namun dapat
membagi waktu untuk dapat mengasuh anaknya akan bersifat
otoritatif dan otoriter.
4. Upaya Pola Asuh Orang Tua
Yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam menerapkan pola
asuh yang diberikan terhadap anak yaitu (Muallifah, 2009:67-68):
a. Mampu menyesuaikan dan memahami kondisi anak. Karena setiap anak berbeda-beda, antara anak yang pertama, kedua dan yang terakhir pasti memiliki karakter yang berbeda. Oleh karena itu, dalam penerapan model pola asuh dapat berbeda sesuai dengan kondisi anak.
b. Dalam sisi lai, orang tua menyamaratakan penerapan model pola asuh kepada semua anaknya. Agar anak tidak menuai pertentangan, keluh kesah dan kekecewaan dikarenakan mendapatkan perlakuan model pola asuh yang berbeda.
c. Jangan membedakan masing-masing anak dalam perlakuan, serta jangan terlalu menunjukkan kelebihan salah satu anak di depan anak yang lainnya yang dimaksudkan untuk meremehkan anak yang lain. Hal tersebut dapat membuat anak menjadi putus asa dan down dengan potensi yang dimilikinya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Satyah Tati Imam Sayono
(1983) sebagaimana dikutip oleh Chabib Thoha (1996:113)
35
Bahwa sikap orang tua yang melindungi anak secara berlebihan menyebabkan sikap anak tidak ada motivasi untuk belajar, pasif dan seringkali menjurus ke sikap neuritik, kurang rasa harga diri, dan tidak ada kesanggupan untuk merencanakan sesuatu. Dengan demikian, pola asuh yang bersifat permisif dan otoriter tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian anak maupun terhadap kemajuan belajarnya. Selain itu, juga dipengaruhi karena kesibukan sebagai akibat orang tua bekerja. Maka dari itu, upaya pola asuh sebagai cara mendidik anak yang baik adalah dengan menggunakan pola asuh demokratis, tetapi tetap mempertahankan prinsip-prinsip yang universal dan absolut.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumadi Suryabrata (1984)
sebagaimana dikutip oleh Chabib Thoha (1996:114) memberikan
beberapa petunjuk dalam menghadapi anak antara lain:
a. Jangan berdiri di depan anak, tetapi berdirilah di samping anak
b. Jangan menunjukkan otoritas, tetapi tunjukkan simpati
c. Usahakan mendapatkan kepercayaan dari anak dan berikan
bimbingan
d. Hadapi anak dengan bijaksana.
Menurut Muhammad Takdir Illahi dalam bukunya yang berjudul
Quantum Parenting, dijelaskan mengenai pola asuh dan kunci sukses merawat anak, yaitu dibagi menjadi beberapa cara sebagai berikut
(2013:148-195):
a. Merawat Anak dengan Pelukan Kasih Sayang
Hubungan orang tua dengan anak harus dilandasi oleh rasa kasih sayang yang mendalam. Biasanya, anak yang tumbuh dengan mendapatkan kasih sayang dari orang tua dengan penuh perhatian tanpa harus ada tekanan, akan senantiasa tumbuh dengan perasaan yang benar dalam diri anak.
36
orang tua tidak melepaskan ikatan emosional dengan anak walaupun sudah menginjak dewasa.
Terkadang, orang tua cenderung melepaskan secara perlahan tanggung jawab untuk memberikan kasih sayang ketika anak sudah memasuki dalam dunia pendidikan. Karena orang tua merasa anak sudah dapat mandiri ketika sudah memasuki dunia pendidikan. Banyak hubungan antara orang tua dan anak menjadi terbengkalai dan terkadang memicu ketidakharmonisan dalam keluarga. Salah satu penyebabnya yaitu tuntutan ekonomi dan pekerjaan yang membuat orang tua kehilangan waktu untuk dapat bersama dengan anak. Salah satu cara yang dapat dilakukan orang tua untuk dapat mendekatkan hubungan kasih sayang dengan anak meski memiliki waktu sedikit adalah dengan cara memeluk anak. Karena hal tersebut dapat memperkuat ikatan batin dan kasih sayang antara anak dan orang tua.
b. Membesarkan Anak dengan Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah masalah pola asuh yang sangat penting untuk mencetak generasi yang taat pada orang tua. Orang tua perlu mendidik anak untuk dapat memiliki sikap tanggung jawab yang bermanfaat sangat besar di kemudian hari.orang tua berperan penting dalam mengajarkan sikap tanggung jawab yang tidak menyalahi kepentingan orang lain. Berani bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, berarti menunjukkan sikap tidak lari dari kesalahan yang lalu. Setiap orang tua perlu menanamkan keberanian untuk tidak lari dari tanggung jawab yang telah diberikan. Sedapat mungkin orang tua tetap memantau apa yang menjadi tugas anak tanpa terlalu ikut campur secara berlebihan. c. Menanamkan Moral pada Anak
Di lingkungan keluarga, pengajaran moral penting dilakukan karena dari situlah anak mendapatkan bimbingan langsung dari orang tua. Sebagai orang tua, perlu menanamkan nilai-nilai moral dengan penuh kesungguhan agar dapat menentukan tahap perkembangan mental anak.
Peran keluarga terutama orang tua dalam menanamkan nilai-nilai moralitas sangat penting untuk mendorong anak menjadi pribadi yang berperilaku sesuai dengan norma di dalam masyarakat.
d. Menanamkan Pendidikan Kesehatan Mental
37
e. Menumbuhkan Perilaku Spiritual
Tugas orang tua tidak hanya bertanggung jawab atas kecerdasan anak, tetapi juga harus mengajarkan nilai-nilai spiritual yang terefleksi dalam keterampilan kehidupan lainnya. Merawat pertumbuhan spiritual anak sama halnya dengan berupaya mempersiapkan anak agar memiliki keyakinan secara mendalam kepada tuhan, karena anak juga memiliki kepercayaan diri untuk meningkatkan spiritualnya. Orang tua harus menciptakan dan menerapkan kebiasaan spiritual dalam sehari-hari.
B. Pengrajin Bambu
Pengrajinan bambu adalah sebuah pekerjaan yang memanfaatkan
bahan dari alam yang ada di sekitar rumah yaitu bambu. Dengan proses
olahan yang menghasilkan kerajinan bambu. Kerajinan bambu ini
digunakan sebagai mata pencaharian utama oleh pengrajin bambu.
Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa batangan-batangan pohon
bambu hanya berfungsi sebagai tanaman di kebun saja. Namun,
ditangan-tangan pengrajin bambu, sebatang bambu dapat diolah menjadi sebuah
kerajinan bambu seperti korden pintu (kere), penjemur pakaian dan
kerajinan bambu yang lain sehingga bambu dapat memiliki nilai seni
tinggi (http://www.amikom.ac.id/peluang-bisnis-kerajinan-bambu).
C. Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educare
yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa
38
Di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan
Nasional, pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara (Suwarno, 2006:21-22).
Esensi pendidikan menurut Phoenix adalah proses menghadirkan
situasi dan kondisi yang memungkinkan sebanyak mungkin subjek didik
memperluas dan memperdalam makna esensial untuk mencapai
kehidupan yang manusiawai (Thoha, 2010:1).
Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh
kembangkan potensi kemanusiaan. Potensi kemanusiaan merupakan
benih kemungkinan untuk menjadi manusia (Tirtarahardja, 2008:1).
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan merupakan tuntutan
bagi pertumbuhan anak-anak. Artinya, pendidikan menuntut segala
kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai
manusia sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (Suwarno, 2006:21).
Pendidikan mengandung pembinaan kepribadian, pengembangan
kemampuan, atau potensi yang perlu dikembangkan, peningkatan
39
peserta didik dapat mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin
(Suwarno, 2006:22).
Pendidikan yang benar menggunakan pengalaman-pengalaman
untuk membuat seseorang berkembang dengan melalui bimbingan dan
pengenalan gagasan-gagasan baru (Anggawidjaja, 2010:101).
Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan
dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan
rohaninya ke arah kedewasaan (Purwanto, 2000:11).
Pendidik harus dilakukan oleh orang dewasa karena pendidik
akan membawa anak-anak kepada kedewasaannya. Tidak mungkin
pendidik membawa anak-anak kepada kedewasaannya jika pendidik
sendiri tidak dewasa (Purwanto, 2000:13).
Dari beberapa pendapat di atas mengenai makna tentang
pendidikan, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang
dilakukan oleh orang dewasa (pendidik) untuk mengembangkan potensi
yang dimiliki anak (peserta didik) melalui proses pembelajaran dan
bimbingan, sehingga anak dapat mengembangkan kemampuannya,
meningkatkan pengetahuan dari yang tidak tahu menjadi tahu,dan anak
dapat menuju pada kedewasaan.
2. Komponen Pendidikan
Komponen pendidikan menentukan berhasil tidaknya dari proses
pendidikan. Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya
40 a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai
oleh kegiatan pendidikan (Suwarno,2006: 33). Menurut Bloom,
tujuan pendidikan dibedakan menjadi tiga, yaitu cognitive domain, affective domain, dan psychomotor domain.
1) Cognitive Domain
Meliputi kemampuan-kemampuan yang diharapkan
dapat tercapai setelah dilakukannya proses belajar mengajar.
Kemampuan tersebut meliputi pengetahuan, pengertian,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Untuk mencapai
semuanya harus sudah memiliki kemampuan sebelumnya.
2) Affective Domain
Berupa kemampuan untuk menerima, menjawab,
menilai, membentuk, dan mengarakterisasi.
3) Psychomotor Domain
Terdiri dari kemampuan persepsi, kesiapan dan respons
terpimpin (Suwarno, 2006:35-36).
b. Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yng
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Karena, peserta
41
dan ingin mengembangkan diri secara terus menerus guna
memecahkan masalah dalam hidupnya (Tirtarahardja, 2008:52).
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik
yaitu bahwa peserta didik memiliki potensi fisik dan psikis yang
khas, mengalami perkembangan, membutuhkan bimbingan dan
perlakuan manusiawi, serta memiliki kemampuan untuk mandiri.
c. Pendidik
Pendidik adalah orang yang dengan sengaja memengaruhi
orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi.
Dengan kata lain, pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang
membawa peserta didik ke arah kedewasaan (Tirtarahardja,
2008:54).
Pendidik juga merupakan orang yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik.
Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungaan
yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat. Maka dari itu, yang bertanggung jawab terhadap
pendidikan ialah orang tua, guru, dan masyarakat.
d. Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah hal yang tidak saja membuat
kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik,
42
membantu tujuan pencapaian tujuan pendidikan. Alat pendidikan
dikategorikan dalam beberapa kategori yaitu alat pendidikan positif
dan negatif, alat pendidikan preventif dan korektif, serta alat
pendidikan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.
1) Alat Pendidikan Positif dan Negatif
Alat pendidikan positif dimaksudkan sebagai alat
yang ditujukan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik.
Misalnya, pujian agar anak mengulang pekerjaan yang
menurut ukuran adalah baik. Sedangkan alat pendidikan
negatif dimaksudkan agar anak tidak mengerjakan sesuatu
yang buruk. Misalnya, larangan atau hukuman agar anak
tidak mengulangi perbuatan yang menurut ukuran norma
adalah buruk.
2) Alat Pendidikan Preventif dan Korektif
Alat pendidikan preventif merupakan alat untuk
mencegah anak mengerjakan sesuatu yang tidak baik.
Misalnya peringatan atau larangan. Sedangkan alat
pendidikan korektif adalah alat untuk memperbaiki kesalahan
atau kekeliruan yang telah dilakukan peserta didik. Misalnya
43
3) Alat Pendidikan yang Menyenangkan dan Tidak
Menyenangkan
Alat pendidikan yang menyenangkan merupakan aat
yang digunakan agar peserta didik menjadi senang. Misalnya
dengan hadiah atau ganjaran. Sedangkan alat pendidikan
yang tidak menyenangkan dimaksudkan sebagai alat yang
dapat membuat peserta didik merasa tidak senang. Misalnya
dengan hukuman atau celaan.
e. Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan adalah lingkungan yang
melingkupi terjadinya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan
meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1) Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan
pendidikan yang pertama dan utama, karena keluarga
memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap
perkembangan kepribadian anak. Untuk mengoptimalkan
kemampuan dan kepribadian anak, orang tua harus
menumbuhkan suasana edukatif di lingkungan keluarganya
sedini mungkin. Suasana edukatif yang dimaksud adalah
orang tua yang mampu menciptakan pola hidup dan tata
pergaulan dalam keluarga dengan baik.