HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PERILAKU AKSEPTOR KB TENTANG KONTRASEPSI DI PUSKESMAS
KABUPATEN SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Christina Santi Dwi Prastiwi
NIM : 05 8114 049
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PERILAKU AKSEPTOR KB TENTANG KONTRASEPSI DI PUSKESMAS
KABUPATEN SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Christina Santi Dwi Prastiwi
NIM : 05 8114 049
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iii
iv
v Dedicated to :
My First Goal -Jesus Christ -, Bapak, Ibu, Maria Sant i, Libert us Tint us, Sahabat -sahabat ku, Almamat erku
Ada pribadi yang berjalan di depan kita
Tapi sering membuat kita tertinggal.
Ada pribadi yang berjalan di sisi kita
Tapi sering membuat kita kesepian.
Namun ada Pribadi yang berjalan di dalam kita
Dan kita pun melangkah dengan berbeda
Waktu pepohonan meranggas
Tanah mulai kerontang dan retak
Waktu lutut ingin menyerah
Beri perkasa padaku
Karena aku ingin belajar kuat
vi
PRAKATA
Tiba saatnya bagi penulis untuk memanjatkan puji dan syukur kepada Bapa
di surga dan Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya
membuat penulis mampu untuk menyelesaikan skripsinya yang berjudul
“Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Perilaku Akseptor KB Tentang
Kontrasepsi di Puskesmas Kabupaten Sleman”.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm.), Program Studi
Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta. Sekaligus untuk
menambah kasanah pengetahuan dalam dunia kesehatan pada umumnya, dan
dunia kefarmasian pada khususnya.
Rasa terimakasihpun pantas penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah
mendukung terwujudnya skripsi ini. Dukungan baik secara langsung maupun tak
langsung yang mereka berikan akan sangat bermanfaat bagi penulis.
Adapun ucapan terimakasih yang tulus hendak penulis haturkan kepada :
1. Bapa di surga yang telah mengutus putra-Nya yang tunggal ke dunia
untuk menebus dosa manusia dan untuk menyertai umat-Nya yang
masih berjuang di dunia ini.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
vii
memberikan segala waktu dan kesabarannya dalam mendampingi
penulis dari awal penelitian hingga selesainya skripsi ini.
3. Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., yang telah memberikan banyak
masukan tentang cara analisis data pada penelitian ini.
4. Walikota Yogyakarta c.q BAPPEDA Sleman yang telah memberikan
ijin untuk melakukan penelitian di Sleman.
5. Pihak Puskesmas Kabupaten Sleman yaitu Puskesmas Mlati I,
Puskesmas Depok II, Puskesmas Ngaglik I atas kerjasamanya
memberikan ijin peneliti untuk mengambil data guna kepentingan
penelitian.
6. Akseptor KB di puskesmas yang telah bersedia meluangkan waktunya
mengisi kuisioner dan diwawancarai guna kepentingan data penelitian.
7. Bapak dan Ibu terkasih, atas kasih sayang, semangat, bantuan, dan doa
yang tiada henti untuk penulis.
8. Maria Santi Astuti, kakakku yang dengan suka duka menemani penulis
saat pengambilan data sampai dengan selesainya skripsi ini.
9. Libertus Tintus H, untuk dukungan, kasih sayang, pertengkaran, air
mata, senyuman, canda tawa, dan buat ajaran hidupnya dalam
mengatasi setiap masalah.
10. Keluarga besar di Pangkalpinang atas dukungan dan semangat yang
diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di
viii
11. Olivia Ganeswati, Theresia Elvira, Ade Entyna, Dwi Arunningtyas,
Aloysia Dona untuk kebersamaannya di masa lalu dan masa yang akan
datang.
12. Asyen, Meidina, Kak Merry, Dini, Yenni, Ayu, Grace, Sari, Jojo, Livi,
Kak Galih, Sifa, Tegal, Eka, Evina, Ita, Ina, Jesti, Putri untuk
kebersamaannya dari pagi hingga pagi lagi di Kost Difa.
13. Alexander Arie Sanata Dharma atas masukan dan bantuan dalam
penelitian ini.
14. Teman-teman FKK angkatan 2005, yang selalu mendukung dan
memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung kepada
penulis.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
mendukung untuk terwujudnya skripsi ini.
Segala kesempurnaan adalah milik Bapa, maka penulis yang jauh dari
sempurna inipun mengucapkan kata maaf apabila ada kesalahan dan kata-kata
yang kurang berkenan di hati pembaca. Dari sini penulis sadar bahwa betapa
penting kritik dan saran yang membangun agar karya ini menjadi lebih baik dan
bermanfaat. Akhir kata, semoga karya ini berguna bagi perkembangan dunia
kesehatan pada umumnya dan dunia kefarmasian pada khususnya.
ix
x
INTISARI
Sebagai upaya untuk mengendalikan banyaknya penduduk, pemerintah melancarkan program KB. Tujuan utama adalah membatasi jumlah kelahiran dan menjarangkan kelahiran. Di tengah perjalanan, ternyata banyak manfaat yang dapat dipetik dari program KB. Dengan ber-KB ternyata lebih mensejahterakan ibu hamil. Kegiatan KB berhubungan langsung dengan penggunaan alat kontrasepsi. Awalnya teknologi kontrasepsi sejalan dengan kebutuhan untuk mengatasi masalah pertumbuhan penduduk. Namun saat ini pemilihan kontrasepsi lebih didasarkan pada bagian dari hak-hak reproduksi. Berhasil tidaknya metode kontrasepsi yang digunakan berkaitan dengan pengetahuan mereka yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tingkat pendidikan terhadap perilaku akseptor KB di Puskesmas Kabupaten Sleman. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah non eksperimental analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yang dilakukan dengan pengisian kuisioner dan wawancara kepada responden yang merupakan pelanggan KB tetap Puskesmas. Hasil wawancara digunakan untuk pendekatan kualitatif. Nilai kuisioner yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan dipakai untuk pendekatan kuantitatif. Data kuantitatif diolah dengan menghubungkan tingkat pendidikan dengan nilai pengetahuan, sikap, dan tindakan responden. Pengolahan dilakukan menggunakan metode statistik Chi square.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan dan tindakan akseptor KB tetapi tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap.
xi ABSTRACT
As the effort to control the number of population, the government develop Family Planning Program’s. The main purpose of this system is to make a birth limit and spare. And then, a lot of benefit is got by Family Planning Program’s. With Family Planning Program’s the pregnant women is more prosperous. Family Planning Program’s activity is directly related with contraception device. At the beginning, contraception technology is used to solve development problem. Recently, the used of the contraception is based on the reproduction rights. Succesfull of contraception method related with their knowledge which is can be seen by education level.
The purpose of this research is to find out the correlation between the education level and the behaviour of Family Planning Program’s acceptors towards the contraception in Sleman Local Government Clinic. The method of this research is non experimental analytic with cross sectional program and did it by quiz and interview to a group of respondent who is always use Family Planning Program’s in Sleman Local Government Clinic. The result of interview is used to quality limitation. The score which is consist of knowledge, behaviour, and action are used to quantity limitation. Data of quantity is processed to find the relation between education degree with knowledge, behaviour, and action of the respondent. Data is processed by Chi square method.
The result of this research show that there is correlation between education level with knowledge and action of the respondent, but there is no correlation between education level with behaviour.
xii
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………...
xiii
2. Pelayanan kontrasepsi………..
B. Reproduksi…… ………....
1. Anatomi fisiologi alat reproduksi wanita………..
2. Haid dan fertilisasi………...
C. Kontrasepsi………..
1. Definisi………..
2. Cara Kerja Kontrasepsi……….
D. Jenis Kontrasepsi………...
1. Secara nonfarmakologis………...
2. Secara farmakologis…………...
E. Penggunaan Kontrasepsi yang Rasional……….
F. Perilaku………...
BAB III. METODE PENELITIAN………..…………..
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………..
B. Variabel dan Definisi Operasional………..
xiv
C. Waktu dan Tempat Penelitian………
D. Instrumen Penelitian………...
E. Subjek Penelitian……….
F. Tata Cara Penelitian………
1. Penentuan lokasi penelitian……….
2. Pengurusan izin penelitian………
3. Sampling frame………
4. Penetapan besar sampel………...
5. Pembuatan transkrip wawancara dan kuisioner………
6. Pengujian reliabilitas dan validitas kuisioner………
G. Pengambilan Data………...
H. Tata Cara Analisis Data………..
I. Kesulitan dan Kelemahan………...
1. Kesulitan penelitian………..
2. Kelemahan penelitian………...
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………...
A. Karakteristik Responden……….
1. Usia responden……….
2. Jumlah anak………...
3. Pekerjaan responden……….
4. Tingkat pendidikan responden……….
5. Jenis kontrasepsi yang digunakan……….
xv
7. Pernah atau tidak mengganti jenis kontrasepsi……….
B. Kejadian Efek Samping dan Penggantian Jenis Kontrasepsi yang
Pernah Dialami Akseptor KB………
1. Efek samping yang muncul dari pemakaian kontrasepsi suntik...
2. Efek samping yang muncul dari pemakaian kontrasepsi pil…….
3. Efek samping yang muncul dari pemakaian kontrasepsi IUD…..
4. Kejadian penggantian jenis kontrasepsi………
C. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Perilaku Akseptor KB
(Pendekatan Kuantitatif)………
1. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan
akseptor KB tentang kontrasepsi………...
2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap akseptor KB
tentang kontrasepsi………
3. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan akseptor
KB tentang kontrasepsi……….
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Tabel II.
Tabel III.
Tabel IV.
Tabel V.
Kontrasepsi hormonal yang sering dipakai di Indonesia………..
Skor berdasarkan kategori jawaban………
Persentase usia akseptor KB di Puskesmas Sleman………
Frekuensi efek samping dari kontrasepsi yang digunakan
Akseptor KB di Puskesmas Sleman………
Frekuensi alasan penggantian kontrasepsi oleh akseptor KB
Puskesmas Sleman……….. 20
40
48
60
xvii
Anatomi alat reproduksi wanita………..
Metode Billings………..
Skema teori Parsons………..
Skema teori Weber………
Analisis hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku….
Persentase jumlah anak akseptor KB di Puskesmas
Sleman………
Persentase jenis pekerjaan akseptor KB di Puskesmas
Sleman………
Persentase tingkat pendidikan akseptor KB di Puskesmas
Sleman………
Persentase dua tingkat pendidikan akseptor KB di
Puskesmas Sleman………..
Persentase jenis kontrasepsi yang disediakan dan digunakan
akseptor KB di Puskesmas Sleman……….
Persentase kejadian efek samping pada akseptor KB di
Puskesmas Sleman………..
Persentase kejadian penggantian jenis kontrasepsi pada
akseptor KB di Puskesmas Sleman………
Persentase efek samping dari kontrasepsi yang digunakan
xviii
Gambar 14. Persentase alasan penggantian kontrasepsi oleh akseptor KB
xix
Contoh kuisioner dengan jawaban………..
Pedoman wawancara………
Ijin penelitian………...
Daftar puskesmas……….
Hasil uji reliabiitas dan validitas kuisioner……….
Hasil kuisioner………
Statistik deskriptif jumlah anak……….
Statitistik deskriptif tingkat pendidikan………
Median perilaku………...
Pembagian nilai pendidikan, pengetahuan, sikap dan
1
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Problem mendasar yang selalu dialami oleh negara-negara berkembang,
yaitu masalah kependudukan. Di Indonesia masalah ini sudah menjadi masalah
nasional, mengingat kondisinya yang masih dalam perkembangan. Sejak lama
Indonesia mempunyai potensi penduduk yang termasuk empat besar di dunia
setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian Indonesia.
Sejak lama pula potensi tersebut sudah disadari oleh bangsa kita. Menurut Hasil
Sementara Sensus Penduduk Indonesia tahun 2004 dan proyeksi secara sederhana
menghasilkan jumlah penduduk pada akhir tahun 2004 sebanyak 214 – 215 juta
jiwa. Pertumbuhannya tinggi dengan ditandai tingkat kelahiran dan tingkat
kematian yang tinggi pula. Melihat situasi seperti ini mengakibatkan kesehatan
ibu dan anak sangat rendah. Tidak semua penduduk produktif dan dana yang
berhasil dikumpulkan oleh keluarga habis untuk memelihara kesehatan dan
kehidupan keluarga yang kurang sejahtera (Haryono, 2008).
Usaha pemerintah dalam hal ini adalah menciptakan suatu program yang
dikenal sebagai program Keluarga Berencana (KB). Tujuan program KB di
Indonesia, antara lain melembagakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera (NKKBS). Selama 20 tahun pelaksanaan program KB, angka kelahiran
kasar menurun dari 44 menjadi 29 per 1000 penduduk. Kesuksesan program KB
Pelayanan Keluarga Berencana yang merupakan salah satu didalam paket
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial perlu mendapatkan perhatian yang
serius, karena dengan mutu pelayanan KB berkualitas diharapkan akan dapat
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Telah berubahnya paradigma dalam
pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan yang awalnya pendekatan
pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang berfokus
pada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi, maka pelayanan KB harus
menjadi lebih berkualitas serta memperhatikan hak-hak klien atau masyarakat
dalam memilih metode kontrasepsi yang diinginkan (Soeradi, 1994).
Masalah konkrit yang dihadapi pasangan suami istri dalam melaksanakan
program KB adalah bagaimana memilih metode kontrasepsi yang paling baik,
tidak hanya soal cara mana yang paling gampang untuk mencegah kehamilan,
akan tetapi banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih cara
ber-KB (Gieles, 2001). Salah satu analisis tentang program Keluarga Berencana
Indonesia yang sangat luas menunjukkan bahwa sebagian besar pengurangan
fertilitas berkaitan dengan peningkatan jenjang pendidikan.
Ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya program KB diantaranya
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu dan faktor pendukung lainnya. Untuk
mempunyai sikap yang positif tentang KB diperlukan pengetahuan yang baik,
demikian sebaliknya bila pengetahuan kurang maka kepatuhan menjalani program
KB berkurang (Notoatmojo, 2003). Melihat hal ini, maka faktor pendidikan
seseorang sangat menentukan dalam pola pengambilan keputusan dan menerima
informasi yang lebih daripada seseorang yang berpendidikan rendah (Broewer,
1993). Masih rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia, ditakutkan akan
membuat pelaksanaan program KB yang kurang berhasil.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk
pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan
tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara
kehidupan baru (Anonim ,1980).
Kalau kita berbicara tentang KB, tentu tidak akan lepas akan pembicaraan
tentang kontrasepsi. Hal ini karena metode kontrasepsi merupakan sarana vital
guna mensukseskan gerakan KB, sehingga penggunaan kontrasepsi sangat penting
untuk diinformasikan dan dimengerti oleh masyarakat luas. Demikian pula
informasi tentang sarana dan prasarana pendukung lainnya, seperti tempat
pelayanan kontrsepsi, tenaga medis yang melayani, tempat merujuk jika terjadi
kegagalan atau komplikasi serta upaya penanggulangan efek samping pemakaian
kontrasepsi secara mandiri.
Saat ini masih terjadi penggunaan alat kontrasepsi yang tidak sesuai
dengan tujuan pengaturan maupun kondisi fisik pengguna. Hal tersebut
disebabkan oleh belum tersosialisasinya penggunaan kontrasepsi secara rasional.
Pemakaian alat kontrasepsi secara rasional, efektif dan efisien akan meningkatkan
keberlanjutan pemakaian kontrasepsi.
Berdasarkan data BPS tahun 2005, Kabupaten Sleman mempunyai
Yogyakarta yaitu 318.423 rumah tangga dengan jumlah akseptor KB mencapai
113.296 peserta, sehingga akan mendukung dalam penyebaran kuisioner.
Responden yang digunakan adalah akseptor KB yang merupakan
pelanggan tetap di Puskesmas Kabupaten Sleman. Sesuai dengan tiga fungsi
puskesmas sendiri yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan
kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama, sehingga diharapkan
dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang mempunyai kesadaran tinggi
akan gerakan KB.
Untuk mendukung gerakan KB ini mutu pelaksana, pengelola dan peserta
KB harus ditingkatkan. Untuk petugas klinik, dokter, dan penyuluh KB yang
merupakan ujung tombak harus lebih dahulu menguasai materi untuk mendukung
gerakan KB, sehingga dengan bekal tersebut diharapkan petugas KB dapat
memberikan informasi dan motivasi yang jelas dan benar kepada para PUS secara
dini. Pelayanan KB diarahkan untuk lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas
pelayanan kontrasepsi. Peningkatan tersebut dalam hal pemakaian kontrasepsi
serta kemandirian dalam kegiatan pelayanan kontrasepsi maupun mengikuti
cara-cara kontrasepsi (Rukanda, Ryanto, Syarief, Hasjim, Saleng, Muhasjim, 1993).
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan
masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:
b) Seperti apakah kejadian efek samping dan penggantian jenis kontrasepsi yang
pernah dialami akseptor KB ?
c) Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan,
sikap, dan tindakan akseptor KB di Puskesmas Sleman?
2. Keaslian penelitian
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, penelitian sejenis mengenai “Hubungan
Tingkat Pendidikan Terhadap Perilaku Akseptor KB Tentang Kontrasepsi di
Puskesmas Kabupaten Sleman” yang sudah pernah dilakukan seperti: Perilaku
Akseptor Di Kota Yogyakarta: Kajian Motivasi, Pengetahuan Dan Pola
Penggunaan oleh Kusuma (2006), Pengetahuan dan Motivasi Tentang Kontrasepsi
pada Akseptor KB Di 4 Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sleman oleh Erny
(2007), Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Penggunaan Metode
Kontrasepsi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kembaran di Kecamatan Kembaran
Kabupaten Banyumas Jawa Tengah oleh Kuswati (2007). Perbedaannya terletak
pada subyek penelitian, tempat dan waktu pengambilan data.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang perilaku
akseptor KB tentang kontrasepsi di Puskesmas Kabupaten Sleman.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan pelayanan
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan, yaitu:
1. Untuk mengetahui seperti apakah karakteristik akseptor KB di Puskesmas
Sleman.
2. Untuk mengetahui seperti apakah kejadian efek samping dan penggantian jenis
kontrasepsi yang pernah dialami akseptor KB.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana 1. Definisi
Definisi Keluarga Berencana (KB) menurut World Health Organisation
(WHO) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang
diinginkan, mengatur interval kehamilan, mengontrol waktu kelahiran dalam
hubungan dengan umur suami istri, dan menentukan jumlah anak (Hartanto,
2004).
Program KB berrfungsi bagi pasangan untuk menunda kelahiran anak
pertama (post poning), menjarangkan anak (spacing) atau membatasi (limiting)
jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan medis, serta ferundity yaitu
kemungkinan kembalinya fase kesuburan (Anonim,2001).
Akseptor adalah pasangan usia subur yang menggunakan satu atau lebih
cara kontrasepsi. Pasangan Usia Subur adalah pasangan yang istrinya berumur
15-49 tahun, dalam hal ini termasuk pasangan yang istrinya berumur di bawah 15
tahun atau lebih 49 tahun dan tetap mendapatkan menstruasi (Anonim,1990).
Pengertian sekarang oleh pemerintah, bahwa KB tidak lagi diartikan
sebagai upaya pengaturan kelahiran semata, tetapi lebih untuk itu yaitu diartikan
sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat
ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan
NKKBS (Mardiya, 1999).
2. Pelayanan kontrasepsi
Pelayanan kontrasepsi diarahkan untuk lebih meningkatkan kualitas dan
kuantitas pelayanan maupun pemakaian kontrasepsi Untuk itu dikembangkan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Pola pelayanan kontrasepsi rasional yang berpedoman pada masa reproduksi
sehat.
b. Pelayanan kontrasepsi ditujukan agar cara-cara KB baik bagi wanita maupun
pria lebih mengarah pada metode yang efektif dan terpilih.
c. Mengusahakan pemerataan tempat dan tenaga pelayanan kontrasepsi
(Rukanda dkk, 1993).
Dalam konseling pelayanan KB sebaiknya dilakukan secara dua arah.
Hal ini untuk membahas berbagai pilihan kontrasepsi, membantu akseptor
memilih metode kontrasepsi yang sesuai, dan memberikan informasi mengenai
konsekuensi pilihannya. Calon peserta KB yang sebelum memakai kontrasepsi
melakukan konseling yang baik, maka kelangsungan pemakaian kontrasepsi akan
lebih tinggi (Hartanto, 2004).
B. Reproduksi
Usia menikah yang umum dianjurkan sekurang-kurangnya 20 tahun
untuk wanita dan 25 tahun bagi laki-laki. Anjuran ini didasarkan pemikiran pada
usia tersebut wanita dan pria sudah mempunyai kesiapan batin dan jasmani untuk
dan persalinan adalah umur 20-30 tahun, dengan memperhitungkan jarak
kelahiran tiap anak ± 4 tahun diharapkan ibu hanya akan melahirkan dua kali.
Waktu 20-30 tahun itu disebut saat reproduksi sehat (Rukanda dkk, 1993).
Masa reproduksi adalah masa antara awal seorang wanita mendapat haid
(menorrhea) sampai akhir pubertas atau tidak haid lagi (menopause). Menopause
atau mati haid adalah masa seorang wanita tidak mendapat haid lagi, dan biasanya
terjadi sesudah umur 46-50 tahun (Anonim, 1990a).
1. Anatomi fisiologi alat reproduksi wanita
Alat reproduksi wanita terdiri ada 5 macam, yaitu vagina, uterus, tuba
fallopi, ovarium, dan ovum.
Gambar 1. Anatomi alat reproduksi wanita (Anonim, 2003)
a. Vagina
Merupakan saluran penghubung antara introitus vaginae di vulva dengan
b. Rahim (uterus)
Letaknya di rongga panggul, di belakang kandung kencing, di depan
rektum, besarnya sebesar telur ayam. Uterus terdiri atas fundus uretri yang
merupakan bagian proksimal tempat masuknya kedua falopii, corpus uretri
(badan) berfungsi sebagai tempat berkembangnya janin, cervix uretri (leher) dan
bagian cervix yang menonjol ke dalam vagina disebut mulut rahim (portio).
c. Saluran telur (tuba fallopi)
Saluran telur ini bermuara dalam uterus bagian atas dan panjangnya ±10
cm. Saluran ini merupakan tempat terjadinya konsepsi, mempunyai fimbriae yang
akan menangkap sel telur yang dilepaskan oleh ovarium.
d. Indung telur (ovarium)
Pada tiap wanita umumnya ada dua indung telur kanan dan kiri. Pada
wanita dewasa selama masa hidupnya akan mengeluarkan kira-kira 400 butir sel
telur. Setiap bulannya indung telur akan mengeluarkan satu sel telur yang matang,
kadang-kadang dua sel telur. Lepasnya sel telur dari indung telur disebut ovulasi.
e. Sel telur (ovum)
Garis tengah 0,2 mm. Lama daya tahan sel telur untuk dapat dibuahi
kira-kira 12 jam. Tidak lama setelah keluarnya sel telur, di sekelilingnya banyak
menempel sel-sel yang akhirnya terlepas pada waktu melalui saluran telur
(Mardiya, 1999).
2. Haid dan fertilisasi
Haid atau menstruasi adalah pendarahan rahim yang fisiologik, terjadi
dihitung saat hari pertama menstruasi sampai hari pertama menstruasi berikutnya.
Menstruasi berlangsung rata-rata 4-5 hari yang terjadi secara berkala, dengan
selang waktu kurang lebih 4 minggu. Lebih kurang satu minggu sebelum ovulasi
dinding rahim menebal dan jaringan pembuluh darah bertambah, bila tidak terjadi
kehamilan dinding rahim yang menebal akan lepas dan keluar sebagai menstruasi.
Panjangnya siklus menstruasi tidak sama pada setiap wanita, rata-rata panjang
siklus menstruasi adalah 28 hari (Mardiya, 1999). Pada setiap siklus menstruasi
dikenal 3 fase yang mempengaruhi siklus seorang wanita (DiPiro, 2005). Fase ini
adalah:
a. Fase follicular
Sistem reproduksi diatur oleh poros Hipotalamus-Pituitari-Gonad.
Follicle Stimulating Hormone (FSH) merupakan kelenjar pituitari yang
distimulasi oleh Follicle Stimulating Hormone Releasing Hormone (FSHRH).
Empat hari pertama siklus menstruasi, FSH akan meningkat dan menstimulasi
perkembangan folikel-folikel di indung telur. Antara hari ke -5 dan ke- 7 ada
yang telah menjadi folikel yang dominan, yang nantinya akan pecah dan
melepaskan sel telur. Folikel-folikel dominan ini akan meningkatkan jumlah
estradiol dan inhibin yang dapat menyebabkan feed back negative.
Estradiol menghentikan menstruasi dari siklus sebelumnya, menebalkan
endometrium di rahim untuk mempersiapkan tempat untuk implanasi embrio.
Estrogen bertanggung jawab meningkatkan produksi mucus pada leher rahim
b. Fase ovulasi
Terjadinya mekanisme feed back negative meyebabkan hipotalamus
memproduksi Follicle Stimulating Hormone Inhibiting Hormone (FSHIH) yang
berfungsi untuk mengurangi produksi hormon FSH. Pada saat yang bersamaan
hipotalamus menstimulasi Luteinizing Hormone Releasing Hormone (LHRH)
sehingga kelenjar pituitari mengeluarkan Luteinizing Hormone (LH). LH ini
menstimulasi maturasi folikular dan ovulasi. LH muncul 28 – 32 jam sebelum
folikel pecah, ini merupakan parameter ovulasi. Kira-kira pada hari ke-14 tiba-tiba
kadar LH menjadi tinggi menyebabkan folikel yang paling masak pecah dan
melepaskan sel telur. Pembuahan paling berhasil ketika pembuahan dilakukan 2
hari sebelum ovulasi sampai hari ovulasi. Sel folikel yang pecah tersebut
membentuk corpus luteum. Corpus luteum menghasilkan hormon progesteron
(Notodihardjo, 2002).
c. Fase luteal
Corpus luteum mensintesis androgen, estrogen dan progesteron.
Progesteron membantu mempertahankan dinding rahim, yang menopang
implanasi embrio dan mempertahankan kehamilan. Progesteron juga menghambat
pelepasan gonadotropin, mencegah perkembangan folikel yang baru. Jika
pembuahan tidak terjadi, maka terjadi degenerasi corpus luteum dan produksi
pergeseran progesteron. Penurunan progesteron akan menyebabkan menstruasi.
Pada akhir fase luteal, dengan tingkat estrogen dan progesterone yang rendah,
Fertilisasi adalah bertemunya sel telur dan sel sperma di saluran telur
(Mardiya, 1999). Fertilisasi dapat terjadi dengan syarat: pertama, adanya sel telur
dan sel sperma yang subur. Kedua, cairan sperma harus ada di vagina sehingga sel
sperma dapat menuju cervix kemudian ke rahim, lalu ke saluran oviduk untuk
membuahi sel telur. Ketiga, sel telur yang sudah dibuahi harus mampu turun ke
rahim, di rahim sel telur tersebut akan melakukan nidasi. Keempat, endometrium
atau dinding rahim harus siap untuk menerima nidasi (Notodihardjo, 2002).
C. Kontrasepsi 1. Definisi
Secara umum kontrasepsi mengandung arti pencegahan kehamilan setelah
hubungan seksual. Prinsipnya dengan menghambat sperma bertemu dengan ovum
yang matang, atau dengan mencegah ovum yang matang dari penanaman yang
sukses pada endometrium (DiPiro, 2005).
2. Cara kerja kontrasepsi
Cara kerja kontrasepsi adalah dengan mencegah masuknya sperma ke
dalam uterus, membunuh atau melemahkan sperma sehingga tidak dapat masuk ke
dalam rahim, menghambat terjadinya ovulasi, mengganggu terjadinya nidasi,
mencegah masuknya sel telur ke dalam rahim (Rukanda dkk, 1993).
D. Jenis Kontarsepsi
Strategi terapi yang digunakan didasarkan pada penggolongan jenis
kontrasepsi yaitu secara non farmakolgis dan farmakologis (DiPiro, 2005).
Kata nonfarmakologis, artinya pada metode kontrasepsi ini tidak
digunakan obat-obatan sebagai sarana pencegah kehamilan. Dasar metode
kontrasepsi ini adalah mencegah bertemunya sperma dengan sel telur. Terapi
non-farmakologis terdiri dari beberapa metode seperti pantang periodik (metode
kalender, metode mukus serviks, metode Basal Body Temperature), metode
barrier, dan tubektomi.
a. Sistem kalender
Untuk menggunakan metode ini wanita harus mengetahui jumlah hari
pada siklus pendek menstruasi dan jumlah hari pada siklus panjang. Kemudian
jumlah hari siklus pendek dikurang 18 untuk mengetahui hari subur pertama dan
jumlah hari pada siklus panjang dikurang 11 untuk mengetahui hari subur
terakhir. Angka kegagalan metode ini adalah 14.4 – 47 kehamilan pada 100
wanita per tahun (Hartanto, 2004).
b. Metode pengamatan mukus serviks (Billings)
Metode ini mempredikisi masa subur dengan mengukur lendir serviks.
Lendir ini dihasilkan oleh leher rahim, dan diatur oleh hormon-hormon
reproduksi. Hormon estrogen menyebabkan jumlah lendir serviks akan meningkat
dan lebih elastis. Terdapat Pola Dasar Tidak Subur (PDTS) yaitu PDTS kering
dan berlendir. Setelah masa menstruasi tidak ada lendir yang keluar (PDTS
kering) merupakan masa tidak subur, biasanya terjadi selama 3-5 hari (tidak tentu)
tapi mungkin juga tidak terjadi sama sekali. Hari pertama lendir keluar merupakan
hari kemungkinan subur, yang disebut PDTS berlendir. Makin mendekati saat
memberikan rasa licin dan rasa basah. Dalam kondisi seperti ini dilarang untuk
melakukan hubungan seksual. Hubungan seksual dapat dilakukan 4 hari setelah
lendir serviks maksimal (hari puncak) hingga menstruasi terjadi lagi (Billings,
2006).
Gambar 2. Metode Billings (Billings, 2006)
Angka kegagalan metode ini adalah 1 – 25 kehamilan pada 100 wanita
per tahun (Billings, 2006).
c. Metode BBT (Basal Body Temperature)
Dasar metode ini adalah peninggian suhu badan 0.2 – 0.5 0 C pada waktu
ovulasi. Peninggian BBT mulai 1 – 2 hari setelah ovulasi, dan disebabkan oleh
peninggian kadar hormon progesteron. Metode ini dapat dikacaukan oleh
ataupun alkohol. Angka kegagalan metode ini adalah 0.3 – 6.6 kehamilan pada
100 wanita per tahun (Hartanto, 2004).
d. Metode barrier
Termasuk dalam metode ini adalah diafragma, cervical cap, dan kondom.
1) Diafragma
Merupakan tutup karet berbentuk seperti kubah, dapat digunakan kembali
dengan pinggiran yang fleksibel, yang dimasukkan ke dalam vagina, untuk
menghalangi jalan masuk sperma menuju ovum (DiPiro, 2005). Keuntungan
diafragma antara lain dapat mencegah kemungkinan penularan penyakit kelamin.
Efek samping pemakaian diafragma yaitu adanya rasa panas dan nyeri akibat
alergi terhadap karet dan lecet pada kemaluan wanita akibat pemakaian diafragma
yang tergesa-gesa atau akibat goresan kuku pada saat pemakaian diafragma.
Angka kegagalannya tinggi yaitu 19-20% (Rukanda dkk, 1993).
2) Cervical cap
Bersifat lembut, berbahan karet dengan pinggiran kuat yang lebih kecil
ukurannya dari diafragma dan melindungi leher rahim seperti sarung jari. Cap
tetap efektif selama 48 jam dari hubungan seksual tanpa penambahan spermicide,
hal ini berarti “lebih rapi” untuk digunakan daripada diafragma.
3) Kondom
Merupakan alat yang mencegah kontak langsung antara vagina dengan
semen, luka, pengotoran alat kelamin dan penyakit menular. Keuntungan kondom
antara lain biaya murah, mudah didapat, tidak memerlukan resep dokter,
dipakai dengan benar. Efek samping pemakaian kondom adalah adanya rasa nyeri
dan panas akibat alergi terhadap karet kondom dan lecet pada kemaluan akibat
pemakaian tergesa-gesa atau kurangnya pelicin (Rukanda dkk, 1993).
e. Metode tubektomi
Dilakukan pada wanita yang meliputi pemotongan, penjepitan, penarikan
tuba fallopi (saluran sel telur) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum.
Keuntungan tubektomi antara lain sekali untuk selamanya, dapat dilakukan
setelah persalinan, setelah keguguran, efektifitas langsung setelah sterilisasi.
Kerugian tubektomi yaitu harus dengan pembedahan, tingkat reversibilitas rendah
(Mardiya, 1999).
2. Secara farmakologis
Pada metode kontrasepsi ini digunakan obat-obatan sebagai sarana
pencegah kehamilan. Termasuk dalam metode ini adalah penggunaan hormon dan
spermatisida (DiPiro, 2005).
a. Kontrasepsi dengan metode hormon
Penghambatan ovulasi merupakan mekanisme primer kontrasepsi dalam
mengontrol kehamilan. Ovulasi dicegah melalui penekanan produksi FSH dan
LH. Estrogen sangat aktif dalam menghambat pelepasan FSH, tetapi pada dosis
yang cukup tinggi dapat juga menghambat LH. Jenis kontrasepsi hormonal yaitu:
1)Pil KB
Pil KB dapat mengandung 2 komponen aktif yaitu estrogen dan
progesteron yang disebut pil kombinasi atau hanya progesteron sintetik yang
estradiol (EE) dan mestranol. Dosis yang umum dipakai dalam pil KB kombinasi
saat ini adalah 20-100 mcg EE dan yang paling banyak dipakai 30-35 mcg EE.
Progestin (progesteron) yang dipakai dalam pil KB saat ini adalah: (1) kelompok
norethindrone yaitu norethindrone, norethindrone asetat, ethynodiol diasetat,
linestrenol, norethynodrel, (2) kelompok norgestrel yaitu norgestrel,
levonogestrel, desogestrel, gestoden (Hartanto, 2004).
Pil kombinasi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu pil dosis tinggi dan pil
dosis rendah (Anonim, 2001). Pil dosis tinggi adalah pil yang mengandung
50-150 mcg estrogendan 1-10 mg progesteron. Contohnya adalah lyndiol yang berisi
etinilestradiol 50 mcg dan linestrenol 2,5 mg. Pil dosis rendah adalah pil yang
mengandung 30-50 mcg estrogen dan kurang dari 1 mg progesteron. Contohnya
adalah Microgynon 30 yang berisi 1-Norgestrel 150 mcg dan etinil estradiol 0,03
mg (Rukanda, dkk,1993). Kombinasi pil kontrasepsi dikelompokkan menjadi
monophasic, biphasic, atau triphasic tergantung pada kadar hormon yang sama
sepanjang 3 minggu pertama siklus menstruasi. Tujuannya adalah untuk mencapai
pengaturan siklus menstruasi dengan menggunakan dosis estrogen dan progestin
yang lebih rendah, sebingga dapat mengurangi resiko adverse effects (DiPiro,
2005).
Pil mini dapat diberikan terus-menerus dalam siklus haid. Kelebihan pil
mini adalah dapat diberikan pada ibu menyusui (Anonim, 2001). Contoh pil jenis
ini adalah exluton yang berisi linestrenol 0,5 mg (Sujudi, Sampurno, Slamet,
a) Cara kerja
Pil KB harus diminum tiap hari agar efektif karena zat yang terkandung
di dalam pil KB dimetabolisir dalam 24 jam. Bila akseptor lupa minum 1 kali,
maka segera minum pil yang terlupa saat teringat, dan minumlah pil untuk hari itu
seperti biasanya (Hartanto, 2004).
Cara kerja pil KB adalah menekan ovulasi yang akan mencegah lepasnya
sel telur wanita dari indung telur, mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sel
sperma tidak dapat masuk, menipiskan endometrium sehingga tidak siap untuk
implanasi (Anonim, 2001).
b) Efektivitas dan kontraindikasi
Secara teoritis efektivitas pil KB dapat mencapai 99,99%, akan tetapi hal
tersebut tergantung pada sikap disiplin pemakai. Keuntungan pil KB antara lain
reversibilitas tinggi, dapat mengurangi rasa nyeri pada waktu menstruasi,
mencegah anemia, mengurangi kemungkinan resiko pelvic infection (infeksi
panggul), dan untuk pil mini tidak mempengaruhi Air Susu Ibu (Rukanda,
dkk,1993).
Pemakaian pil KB dikontraindikasikan antara lain untuk wanita yang
sedang menyusui kecuali pil mini karena estrogen menghambat aksi prolaktin
pada reseptor jaringan payudara, menyebabkan penurunan produksi susu dan
kandungan protein (DiPiro, 2005), untuk yang pernah sakit jantung, yang
menderita tumor, kelainan jantung, hipertensi, migrain hebat, sedang memakai
obat rifampisin atau obat epilepsi dikarenakan mempunyai efek menurunkan
c) Efek samping pil KB
Efek samping yang ditimbulkan karena pemakaian pil KB ada dua
kelompok yaitu munculnya gejala pseudo-pregnancy yang disebabkan oleh
estrogen yang berlebihan seperti muntah, pusing, payudara membesar, udema,
berat badan bertambah, selain itu juga kerena progestin yang berlebihan seperti
nafsu makan yang bertambah besar, rasa lelah, depresi. Gejala lain yaitu
berhubungan dengan siklus haid seperti siklus lebih teratur, lamanya haid menjadi
lebih singkat, jumlah darah haid berkurang dan berkurangnya gejala sakit perut
saat menstruasi (Hartanto, 2004).
Tabel I. Kontrasepsi hormonal yang sering dipakai di Indonesia (Anonim, 2007)
Nama Kandungan Konsentrasi Tipe Microgynon ® Norgestrel
Etinil estradiol
Kontrasepsi suntik telah banyak digunakan sejak tahun 1960, terdapat dua
jenis kontrasepsi suntik berdaya kerja lama yaitu:
a) depo provera: mengandung depot medroxyprogesteron asetat (DMPA) dosis
b)noristerat: mengandung norethindron enanthate (NET-EN) dosis 200 mg tiap 8
minggu sekali (Hartanto, 2004).
(1)Cara kerja suntik KB
Cara kerja kontrasepsi suntik adalah mencegah pematangan dan
pelepasan sel telur dengan menekan produksi hormon FSH, mengentalkan lendir
mulut rahim sehingga sperma tidak dapat masuk ke dalam rahim, dan menipiskan
endometrium sehingga tidak terjadi nidasi (Anonim, 2001).
(2)Keuntungan dan kerugian kontrasepsi suntikan
Keuntungan pemakaian kontrasepsi suntik antara lain praktis, aman,
tidak mempengaruhi ASI, dapat menurunkan kemungkinan anemia (Mardiya,
1999). Keuntungan lainnya yaitu mengurangi resiko lupa karena
pemakaiannya jangka panjang (Suririnah, 2005). Kerugian kontrasepsi suntik
antara lain kembalinya kesuburan agak terlambat beberapa bulan, jika
mengalami efek samping suntikan tidak dapat ditarik kembali, tidak dapat
dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut (Anonim, 2001).
Penggunaan kontrasepsi suntik dikontraindikasikan untuk wanita
yang diduga hamil, menderita perdarahan ginekologi yang tidak diketahui
sebabnya, menderita tumor, menderita penyakit jantung, hati, hipertensi,
kencing manis (penyakit metabolisme). Menderita penyakit paru-paru berat
juga dikontraindikasikan pada penggunaan kontrasepsi suntikan (Rukanda
(3)Efek samping kontrasepsi suntik
Efek samping yang ditimbulkan pemakaian kontrasepsi suntikan
berupa pusing, sakit payudara, gangguan haid, penambahan berat badan, dan
jerawat. Peringatan dan interaksi obat seperti pada penggunaan estrogen dan
progestin (DiPiro, 2005).
3) Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau Intra Uterine Devices (IUD)
Intra Uterine Devices (IUD) adalah alat kontrasepsi yang
pemakaiannya dimasukkan ke dalam rahim, mempunyai bentuk yang
bermacam-macam dan terbuat dari plastik (polyethylene). Dalam
pemasarannya tersedia 3 tipe IUD yaitu IUD inert (dibuat dari plastik), IUD
yang mengandung tembaga, dan IUD yang mengandung hormon steroid
(Anonim, 2001).
Jenis IUD yang beredar adalah IUD generasi pertama yang dibuat dari
plastik (Lippes Loop) dapat dipakai selama yang diinginkan kecuali apabila
ada keluhan, IUD generasi kedua terbagi menjadi dua yaitu, mengandung
logam dan mengandung hormon. Untuk yang mengandung logam batangnya
dililiti tembaga (Cu T 200 B), atau dililiti campuran tembaga dan perak (Nova
T) dipakai selama 3-5 tahun. IUD yang mengandung hormon (progestasert)
dipakai selama 1 tahun (Hartanto, 2004).
a) Mekanisme kerja
Ada beberapa mekanisme kerja IUD yaitu:
(1)timbulnya reaksi radang lokal yang non spesifik di dalam cavum uteri
(2)produksi lokal prostaglandin yang meninggi, menyebabkan terhambatnya
implanasi.
(3)gangguan atau terlepasnya blastocyst yang telah berimplanasi di dalam
endometrium (Hartanto, 2004).
b) Keuntungan dan kerugian
Efektivitas IUD secara teoritis tinggi mencapai 98% (Notodihardjo,
2002). Keuntungan pemakaian IUD antara lain praktis, ekonomis, mudah
dikontrol, aman untuk jangka panjang, dapat dilepaskan setiap saat,
kembalinya kesuburan cukup tinggi, dapat dipakai untuk wanita yang sedang
menyusui dan ingin memakai kontrasepsi (Mardiya, 1999).
Kerugian pemakaian IUD yaitu memerlukan pemeriksaan dalam dan
penyaringan infeksi saluran genitalia sebelum pemasangan, klien tidak dapat
mencabut sendiri IUD, memerlukan prosedur pencegahan infeksi sewaktu
memasang dan mencabutnya, tidak dapat melindungi pemakai dari penularan
PMS (Anonim, 2001).
c) Kontraindikasi
Pemakaian IUD dikontraindikasikan antara lain untuk wanita hamil,
wanita yang mengalami gangguan perdarahan, wanita yang mengalami
peradangan alat kelamin, kecurigaan tumor ganas di alat kelamin (Rukanda
dkk, 1993). Wanita yang mempunyai rahim yang terlalu kecil, alergi terhadap
tembaga, menderita anemia berat, dan mengalami kesakitan waktu haid juga
d) Efek samping
Efek samping IUD adalah perdarahan dalam bentuk spotting,
keputihan, teraba terasa adanya benang IUD dalam liang senggama yang
menyebabkan rasa tak enak yang biasanya terjadi pada waktu haid (Rukanda
dkk, 1993), kram selama minggu-minggu pertama setelah pemasangan, nyeri,
infeksi, translokasi atau keluarnya IUD dari tempat seharusnya ( Suririnah,
2005).
4)AKBK (Alat Kontrasepsi Bawah Kulit)
Implan adalah kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit (Rukanda
dkk,1993). Terdapat dua macam implan yang beredar saat ini yaitu norplant
dan implanon:
a) Norplant merupakan implan berjangka waktu 5 tahun yang terdiri atas 6 batang
susuk yang mengandung hormon. Setiap batang Norplant mengandung 36 mg
levonogestrel.
b)Implanon mengandung 68 mg progestin 3-keto-desogestrel dan 66 mg Simpai
Kopolimer Etilen Vinilacetat (kopolimer EVA) berdaya kerja 2-3 tahun
(Hartanto, 2004).
(1)Cara kerja
Cara kerja implan dengan mekanisme menghambat terjadinya ovulasi,
menyebabkan endometrium tidak siap untuk nidasi, mempertebal lendir
(2)Keuntungan dan kerugian
Keuntungan pemakaian implan antara lain angka kegagalan 1-3%
(Anonim, 2001), praktis, efektif, masa pakai panjang (5 tahun), membantu
mencegah anemia, dan dapat untuk ibu yang tidak cocok dengan estrogen
(Rukanda dkk, 1993). Kerugian pemakaian implan antara lain membutuhkan
tindak pembedahan minor untuk inversi dan pencabutan sehingga hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, mahal, mengubah pola haid
(Anonim, 2001).
(3)Kontraindikasi
Implan dikontraindikasikan untuk wanita yang mengalami perdarahan
melalui vagina yang tidak diketahui sebabnya, wanita yang mempunyai
penyakit tromboemboli, penyakit hati akut, mempunyai tumor, penyakit
jantung, hipertensi, kencing manis (Hartanto, 2004).
(4)Efek samping
Efek samping pemakaian implan adalah gangguan haid (amenorrhoe,
spotting, methrorhagia), depresi, keputihan, jerawat, perubahan libido,
perubahan berat badan, nyeri pada daerah pemasangan akibat iritasi saraf
setempat, infeksi diakibatkan karena alat-alat yang digunakan tidak steril
(Mardiya, 1999).
b. Spermatisida
Spermatisida, sebagian besar berisi nonoxynol-9, adalah surfaktan kimia
yang menghancurkan dinding sel sperma dan memberikan perlindungan melawan
dan film. Spermatisida tambahan harus digunakan setiap kali intercourse atau
senggama diulangi (DiPiro, 2005).
Keuntungan spermatisida antara lain tidak memerlukan supervisi medik,
dapat mencegah penyakit kelamin, dan dapat digunakan sebagai pelicin,
efektivitas obat spermatisida cukup tinggi apabila digunakan kondom dan
diafragma. Efek samping spermatisida antara lain rasa panas dan nyeri akibat
reaksi alergi terhadap bahan kimia. (Rukanda dkk, 1993).
E. Penggunaan Kontrasepsi yang Rasional
Untuk mencapai tujuan pelayanan kontrasepsi, terdapat tiga fase
penggunaan yaitu:
1. Masa menunda kehamilan/kesuburan
Wanita dengan usia kurang 20 tahun, disarankan untuk menunda
kehamilan sampai usia 20 tahun (Rukanda dkk, 1993). Pertimbangannya
adalah bahwa wanita yang berumur kurang 20 tahun ditinjau dari segi fisik
alat reproduksinya masih lemah. Secara psikis jiwanya belum cukup dewasa
serta belum siap untuk hamil dan melahirkan (Mardiya, 1999).
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan pada fase ini harus memiliki
reversibilitas yang tinggi karena pada masa ini peserta masih ingin
mempunyai anak, dan efektivitasnya yang tinggi yang artinya tingkat
kegagalannya kecil (Rukanda dkk, 1993). Prioritas pertama kontrasepsi yang
disarankan adalah pil KB disusul dengan IUD kemudian metode sederhana
2. Masa mengatur kehamilan/kesuburan:
Pengaturan pada wanita usia 20-30/35 tahun, dengan mengatur
kehamilannya pada rentang kelahiran 3-4 tahun dengan jumlah anak 2 orang
saja karena jumlah ini yang ideal, baik ditinjau dari segi kesehatan, demografi,
sosial ekonomi maupun budaya. Jarak kelahiran antara 2 anak antara 3-4
tahun, karena dengan rentang waktu tersebut kondisi tubuh ibu (terutama alat
reproduksi) telah siap untuk hamil lagi (Mardiya, 1999).
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan pada fase ini yaitu kontrasepsi yang
mempunyai efektivitas cukup tinggi, reversibilitas cukup tinggi karena peserta
masih mengharapkan punya anak lagi, dapat dipakai 3-4 tahun sesuai dengan
jarak kehamilan yang direncanakan, tidak menghambat ASI karena pada fase ini
kemungkinan si ibu habis melahirkan dan sedang menyusui (Rukanda dkk, 1993).
Prioritas pertama kontrasepsi yang disarankan pada masa ini adalah IUD, disusul
pil atau suntikan, metode sederhana, implan (Rukanda dkk, 1993).
3. Masa mengakhiri kehamilan/kesuburan
Wanita dengan usia di atas 30 tahun terutama di atas 35 tahun harus
mengakhiri kehamilannya atau kesuburannya, sebab jika hamil berisiko tinggi
bagi jiwa si ibu maupun anak yang akan dilahirkannya, mengingat kondisi fisik si
ibu yang sudah tidak memungkinkan untuk melahirkan karena otot panggul sudah
tidak lentur dan elastis lagi, dan masih banyak alasan lainnya (Mardiya, 1999).
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan pada masa ini yaitu kontrasepsi
Prioritas pertama kontrasepsi yang disarankan pada masa ini adalah kontrasepsi
mantap, disusul implan, IUD (Rukanda dkk, 1993).
F. Perilaku
Perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat
sederhana maupun bersifat kompleks. Perilaku manusia adalah semua kegiatan
atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak
dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2002). Perilaku manusia merupakan
hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia yang terwujud dalam
bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar
maupun dari dalam dirinya (Sarwono, 1997).
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang atau
organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua
unsur pokok, yakni respon dan stimulus atau perangsangan (Notoatmodjo, 2002).
Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan
sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice), sedangkan
stimulus atau rangsangan di sini terdiri atas 4 unsur pokok, yakni sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, dan lingkungan (Notoatmodjo, 2002).
Menurut Teori Parsons, perilaku merupakan tahapan lanjutan adanya
sistem sosial, sistem budaya, dan sistem kepribadian (Sarwono, 1997).
Gambar 3. Skema teori Parsons (Sarwono, 1997)
Sistem Sosial Sistem Budaya Sistem
1. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup di
dalam domain kognitif mempunyai 5 tingkatan, yakni:
a.Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali terhadap suatu yang spesifik atas seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
b.Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
c.Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata atau sebenarnya.
d.Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi (Notoatmodjo, 2002).
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah
laku terbuka (Azwar, 1995).
Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang
saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif
(affective), dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan
representasi yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif
merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan komponen konatif
merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang
dimiliki oleh seseorang (Azwar, 2007).
3. Tindakan
Tindakan dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan. Terdapat dua
kondisi yang memacu tindakan untuk pemenuhan kebutuhan, yaitu intrinsic
motivation dan extrinsic motivation. Aspek dalam diri meliputi potensi,
kemampuan, ketrampilan,koordinasi motorik, pengalaman masa lalu, pelaksanaan
kerja dan motivasi. Aspek luar diri meliputi jabatan, pekerjaan, dan upah
sesuai teori Weber (Sarwono, 1997). Teori Weber dapat digambarkan dengan
skema:
Gambar 4. Skema teori Weber (Sarwono, 1997) G. Pendidikan
Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor
18 tahun 2003, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pegendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangsa dan negara. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa adanya pendidikan akan mempengaruhi kepribadian dan kecerdasan
seseorang dalam hubungannya dengan perilaku (Suyuti, 2005).
Dalam proses pendidikan ditanamkan mengenai konsep-konsep yang
dapat dipraktekkan pada situasi nyata serta sikap dan nilai yang sesuai dengan
konsep-konsep tersebut (Semiawan, 1986). Dengan demikian semakin lama masa
pendidikan, kemungkinan tertanamnya konsep-konsep yang dibentuk oleh
pendidikan semakin baik. Pendidikan juga dimaknai sebagai suatu proses
belajar-mengajar dalam bidang pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional, yang
dilaksanakan oleh lembaga pendidikan. Dengan demikian tingkat pendidikan Stimulus
Individu Pengalaman Persepsi Pemahaman Penafsiran
dapat dilihat dari aspek lembaga pendidikan, dalam hal ini sekolah (Anonim,
2004).
H. Landasan Teori
Maksud penggunaan kontrasepsi adalah mencegah terjadinya kehamilan
akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma. Salah satu masalah
yang muncul dalam penggunaan kontrasepsi adalah aspek kegagalan penggunaan
kontrasepsi sehingga menjadi pertimbangan utama dalam pengembangan
kontrasepsi. Pengetahuan tentang KB merupakan salah satu aspek penting ke arah
pemahaman tentang berbagai cara kontrasepsi.
Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta
interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang individu
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Sarwono,
1997). Pendidikan adalah salah satu faktor penentu pada gaya hidup dan status
kehidupan seseorang dalam masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan yang dimiliki mempunyai pengaruh yang kuat pada perilaku
reproduksi dan penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan SDKI 2002-2003
(Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia), pemakaian alat kontrasepsi
meningkat sejalan dengan tingkat pendidikan.
Pentingnya tingkat pendidikan untuk melihat apakah cakupan informasi
yang didapatkan sesuai dengan perilaku akseptor KB. Hal ini yang mendorong
peneliti untuk melihat apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap
I. Hipotesis
Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku akseptor
KB yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai kontrasepsi di
34
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat non eksperimental analitik dengan rancangan
penelitian cross sectional yaitu untuk mengetahui bagaimana pola perilaku
akseptor KB tentang kontrasepsi serta mempelajari dinamika antara faktor-faktor
resiko dengan efek, dengan model pendekatan atau observasi sekaligus pada satu
saat yaitu tiap subyek hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan
terhadap status karakter pada saat pemeriksaan (Pratiknya, 2001).
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan responden.
b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah nilai pengetahuan, sikap, dan
tindakan responden (akseptor KB) yang didapat dari kuisioner.
2. Definisi operasional
a. Akseptor KB adalah pengguna 3 golongan kontrasepsi yaitu hormonal seperti
pil KB, suntik, dan implan; alami seperti kondom; dan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR) seperti IUD; yang masih aktif dan merupakan pengunjung
tetap di Puskesmas Kabupaten Sleman.
b. Responden merupakan akseptor KB wanita yang sesuai dengan kriteria inklusi
di Puskesmas Sleman.
c. Karakteristik responden adalah usia responden, jumlah anak yang dimiliki,
digunakan, pernah atau tidak mengalami efek samping, pernah tidaknya
mengganti jenis kontrasepsi yang digunakan.
d. Tingkat pendidikan merupakan tingkatan tertinggi pendidikan yang ditempuh
oleh responden hingga tamat. Terbagi menjadi tingkat pendidikan tinggi
meliputi tamat SMA dan Perguruan Tinggi, dan tingkat pendidikan rendah
meliputi tamat SD dan SMP.
e. Perilaku adalah adalah aspek global yang tersusun ataspenilaian pengetahuan,
sikap, dan tindakan responden.
f. Pengetahuan adalah pemahaman akseptor KB di Puskesmas Kabupaten Sleman
tentang KB, jenis kontrasepsi, pemakaian kontrasepsi, efek samping
kontrasepsi, efektivitas kontrasepsi yang mereka yakini kebenarannya dari
berbagai sumber yang dinilai dengan kuisioner.
g. Sikap adalah respon evaluatif responden terhadap kontrasepsi yang mereka
yakini kebenarannya dari berbagai sumber yang dinilai dengan kuisioner
h. Tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh responden dalam konteks
pemakaian dan pemilihan metode kontrasepsi yang dinilai dengan kuisioner.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2008 sampai dengan
bulan Maret 2009. Pengambilan data dilakukan bulan Desember 2008 sampai
dengan bulan Februari 2009 di Puskesmas Kabupaten Sleman. Jumlah puskesmas
D. Instrumen Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dalam prosesnya
memiliki dua pendekatan yakni kuantitatif dan kualitatif. Untuk pendekatan
kualitatif digunakan transkrip wawancara sebagai bahan melakukan wawancara.
Transkrip wawancara berisi daftar pertanyaan dan kolom isian jawaban
responden. Untuk pendekatan kuantitatif digunakan instrumen kuesioner.
Instrumen kuisioner terdiri atas 3 aspek utama yakni pengetahuan, sikap, dan
tindakan. Kuisioner yang digunakan awalnya memuat 38 pernyataan yang dibagi
menjadi 20 untuk penilaian aspek pengetahuan, 8 untuk penilaian aspek sikap, dan
10 pernyataan untuk penilaian aspek tindakan. Namun setelah dilakukan validasi
maka pernyataan kuisioner yang disebarkan akhirnya berjumlah 29 buah dengan
13 untuk penilaian aspek pengetahuan, 7 untuk penilaian aspek sikap, dan 9
pernyataan untuk penilaian aspek tindakan. Pernyataan dibuat atas dasar
kebutuhan dan luasnya cakupan aspek yang akan dinilai, sehingga jumlahnya
menjadi berbeda-beda.
E. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah ibu-ibu peserta akseptor KB yang memenuhi
kriteria inklusi yang datang ke Puskesmas di Kabupaten Sleman. Kriteria inklusi
subyek meliputi :
1. Ibu-ibu akseptor KB, usia 20-49 tahun.
2. Sudah menggunakan kontrasepsi 1 tahun atau lebih setelah melahirkan.
4. Merupakan pengunjung tetap yang sedang melakukan pemeriksaan KB di
Puskesmas Kabupaten Sleman.
F. Tata Cara Penelitian 1. Penentuan lokasi penelitian
Penelitian mengenai hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku
akseptor KB tentang kontrasepsi ini dilakukan di Puskesmas Kabupaten Sleman.
Penentuan lokasi dilakukan dengan metode simple random sampling yaitu
menentukan secara random 30 puskesmas yang tersebar di 17 kecamatan.
Besar populasi puskesmas yang ada di Kabupaten Sleman sebanyak 30
buah, sehingga dikategorikan sebagai populasi besar (Spiegel, 1998). Sevilla
(1993), mengemukakan bahwa jumlah sampel untuk populasi besar adalah 10%
total populasi, sehingga sampel puskesmas yang digunakan untuk penelitian ini
adalah 3 puskesmas yang berada di Kabupaten Sleman. Penentuan 3 puskesmas
ini dilakukan dengan menggunakan tabel random. Adapun 3 puskesmas yang
terpilih dengan menggunakan tabel random adalah :
a. Puskesmas Mlati I
b. Puskesmas Depok II
c. Puskesmas Ngaglik I
2. Pengurusan izin penelitian
Pengurusan izin penelitian dilakukan ke BAPPEDA di Kabupaten
Sleman. Izin penelitian BAPPEDA diteruskan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Sleman. Izin yang didapat dilanjutkan ke-3 puskesmas terpilih di Kabupaten
3. Sampling frame
Sampling frame atau kerangka sampel merupakan proses pendataan awal
di setiap lokasi penelitian. Dalam pelaksanaan sampling frame dilakukan
pendataan rata-rata jumlah akseptor KB yang datang pada 3 Puskesmas
Kabupaten Sleman. Hasil sampling frame kemudian digunakan sebagai dasar
proporsi subyek yang akan diambil dari tiap-tiap puskesmas tersebut.
4. Penetapan besar sampel
Perhitungan besar sampel subyek uji dilakukan berdasarkan data total
jumlah akseptor KB di wilayah Kabupaten Sleman menggunakan rumus dengan
taraf kepercayaan 95 %.
(
N)
Z xpxqN = jumlah unit populasi (113.296 akseptor KB di Kabupaten Sleman) d = penyimpangan yang ditolerir (10%)
Perhitungan :
Jumlah sampel sebanyak 96 subyek ini ditambahkan akhirnya menjadi
kesalahan-kesalahan dalam pengisian kuisioner seperti tidak lengkapnya jawaban responden
yang dapat berakibat pada adanya kekurangan data yang didapat oleh peneliti.
Berdasarkan analisis situasi yang kami lakukan, didapatkan data bahwa
dari 3 puskesmas di atas, rata-rata jumlah pengunjung tetap akseptor KB terdiri
atas:
a. Puskesmas Mlati I = 70 orang.
b. Puskesmas Depok II = 100 orang.
c. Puskesmas Ngaglik I = 50 orang.
Langkah selanjutnya, untuk mengetahui jumlah subyek masing-masing
puskesmas, dilakukan perhitungan secara proporsional menggunakan rumus
berikut :
Berdasarkan perhitungan, jumlah subyek yang diambil tiap puskesmas :
a) Puskesmas Mlati I
= 31,81
= 32 subyek
b) Puskesmas Depok II
= 45,45
c) Puskesmas Ngaglik I
= 22,72
= 23 subyek
5. Pembuatan transkrip kuisioner dan wawancara
Kuisioner dibagi menjadi 3 bagian utama yakni pengetahuan, sikap, dan
tindakan. Setiap bagian terdiri atas pernyataan-pernyataan yang terkait fokus
utama bagian tersebut. Pilihan jawaban dibagi menjadi empat kategori yakni
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Pernyataan pada kuisioner ini terdiri atas dua sifat, yaitu: favourable dan
unfavourable. Hal ini bertujuan untuk menghindari stereotype jawaban. Suatu
pernyataan sikap dapat berisi hal-hal positif mengenai obyek sikap yaitu berisi
pernyataan yang mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini
disebut favourable. Sebaliknya pernyataan sikap dapat berisi hal-hal negatif
mengenai obyek sikap. Hal negatif dalam pernyataan sikap ini bersifat tidak
memihak atau tidak mendukung terhadap obyek sikap, dan karenanya disebut
dengan pernyataan unfavourable.
Pemberian skor pada kuisioner berdasarkan pada penilaian dalam skala
Likert. Penilaian pada itemfavourable dalam skala ini dimulai dari empat sampai
dengan satu, sebaliknya untuk itemunfavourable dimulai dari angka satu sampai
Tabel II. Skor berdasarkan kategori jawaban
Jawaban Favourable Unfavourable
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3 Sangat Tidak Setuju 1 4
Transkrip wawancara dibuat berdasarkan dua aspek yakni kejadian efek
samping dan pernah tidaknya mengganti jenis kontrasepsi. Pernyataan dibuat
berdasarkan kebutuhan pola perilaku yang diharapkan ingin diketahui (Azwar,
1995).
6. Pengujian reliabilitas dan validitas kuisioner
Uji reliabilitas dilakukan dengan menyebarkan kuisioner pada 30
responden seperti kriteria inklusi dengan daerah yang sama dalam penelitian ini,
namun tidak dilakukan dalam lokasi penelitian. Penyebaran dilakukan kepada 30
responden seperti yang terdapat pada contoh-contoh uji validitas dan reliabilitas di
buku-buku statistik. Pengujian reliabilitas berkaitan dengan masalah adanya
kepercayaan terhadap instrumen penelitian. Suatu instrumen dapat memiliki
tingkat kepercayaan yang tinggi jika hasil pengujian instrumen tersebut
menunjukkan hasil yang tetap. Dengan demikian, masalah reliabilitas instrumen
berhubungan dengan masalah ketetapan hasil atau kalaupun terjadi perubahan
hasil instrumen, perubahannya dianggap tidak berarti.
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (r) yang angkanya
berada dalam rentang 0 - 1. Semakin tingggi nilai koefisian reliabilitas atau
penelitian ini diukur dengan menggunakan program statistik komputer dengan
analisis reliabilitas yang menggunakan koefisien alpha cronbach (Azwar, 2006).
Dalam penelitian ini uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama-sama
terhadap seluruh pertanyaan. Jika nilai Alpha > 0,60 maka reliabel (Mario, 2006).
Pada penelitian didapatkan nilai alpha cronbach sebesar 0,872 yang berarti
penelitian memiliki realibilitas yang tinggi.
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam
suatu daftar pernyataan dalam mendefinisikan suatu variabel (Mario, 2006).
Validitas ditentukan oleh ketepatan dan kecermatan hasil pengukuran. Tipe
validitas pada umumnya digolongkan dalam 3 kategori, yaitu content validity
(validitas isi), construct validity (validitas konstruk), dan validitas eksternal.
Pengujian validitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah validitas isi.
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes
dengan analisis rasional. Analisis item dilakukan dengan menghitung korelasi
antara skor butir instrumen dengan skor total. Sebuah pernyataan dikatakan valid
jika sebuah item pernyataan terdapat skor kesejajaran (korelasi yang tinggi)
terhadap skor total item dengan kata lain mempunyai dukungan yang kuat
terhadap skor total (Sugiyono, 2006).
Uji validitas setiap butir pernyataan dalam kuisioner pada penelitian ini
diukur dengan menggunakan program statistik komputer. Analisis ini
menunjukkan validitas hubungan antar butir pernyataan. Setiap butir pernyataan
dinyatakan valid jika koefisien korelasi (r) bernilai positif dan atau ≥ 0,3(Azwar,